MODUL STEBC 03 : PENGUJIAN TANAH DAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL STEBC 03 : PENGUJIAN TANAH DAN"

Transkripsi

1 PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 03 : PENGUJIAN TANAH DAN MATERIAL 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1

2 KATA PENGANTAR Modul ini berisi bahasan tentang pelaksanaan pekerjaan pengujian tanah dan material dalam pekerjaan konstruksi jembatan. Pengetahuan ini sangat bermanfaat dalam menunjang tugas-tugas ahli struktur pekerjaan jembatan untuk melaksanakan pekerjaan struktur jembatan berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan pengendalian waktu. Modul ini disusun dalam rangka membekali seorang ahli struktur pekerjaan jembatan untuk melakukan pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas Disadari bahwa buku ini masih cukup banyak kekurangannya, oleh karena itu berbagai masukan demi sempurnanya buku ini sangat diharapkan. Kepada siapapun yang berkenan untuk memberikan masukan termaksud, kami ucapkan banyak terima kasih. Jakarta, Desember 2006 Penyusun i

3 LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN MODEL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) : Lokakarya terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pekerjaan struktur jembatan berdasarkan gambar kerja sesuai dengan spesifikasi dan pengendalian waktu. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu: 1. Menerapkan ketentuan UUJK, mengawasi penerapan K3 dan memantau lingkungan selama pelaksanaan pekerjaan jembatan 2. Melakukan survey lapangan untuk memastikan kesesuaian gambar rencana dengan lokasi jembatan di lapangan. 3. Melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas. 4. Menyusun detail jadwal pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan sesuai dengan urutan pelaksanaannya. 5. Meneliti kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan yang akan digunakan dalam upaya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. 6. Menyiapkan perhitungan volume pekerjaan, penggunaan peralatan, material dan tenaga kerja yang diperlukan untuk kepentingan pelaksanaan pekerjaan. 7. Memecahkan permasalahan konstruksi yang mungkin timbul sesuai dengan metode pelaksanaan selama pekerjaan berjalan. 8. Mengorganisasi alat, bahan dan tenaga pekerjaan struktur jembatan dan membuat laporan. ii

4 NOMOR : STEBC 03 JUDUL MODUL : PENGUJIAN TANAH DAN MATERIAL TUJUAN PELATIHAN : TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Menetapkan titik sondir dan titik bor untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai dengan kesepakatan para pihak (penyedia jasa dan pengguna jasa) 2. Menjelaskan properties tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium untuk kepentingan pekerjaan bangunan bawah 3. Menentukan jenis material yang diperlukan untuk pekerjaan bangunan atas (termasuk test dan pengujian) sesuai dengan waktu penggunaannya iii

5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i LEMBAR TUJUAN... ii DAFTAR ISI... iv DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction)... vi DAFTAR MODUL... vii PANDUAN INSTRUKTUR... viii BAB I PENDAHULUAN BAB II TITIK SONDIR DAN TITIK BOR 2.1 DASAR PENENTUAN TITIK SONDIR / TITIK BOR... II Survei Pendahuluan... II Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Survai Pendahuluan... II Jenis Peralatan Dan Perlengkapan Penyelidikan Lapangan... II Titik Ikat Pengukuran... II Bangunan Utilitas Yang Ada Dibawah Tanah... II Penyelidikan Geofisika... II Laporan Survai Pendahuluan... II RENCANA LETAK TITIK SONDIR DAN TITIK BOR... II Pengukuran Lokasi Titik Sondir Dan Titik Bor... II Kontrol Vertikal... II Toleransi Perubahan Letak Titik Penyelidikan... II Penyelidikan Untuk Pondasi... II PENENTUAN ELEVASI PONDASI... II PENENTUAN PERALATAN YANG SESUAI... II Sondir (Cone Penetration Test /CPT)... II Pemboran... II Pengambilan Contoh... II-18 iv

6 BAB III KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK (PROPERTIES) TANAH 3.1 METODE PELAKSANAAN GALIAN STRUKTUR... III Cakupan Pekerjaan... III Kesiapan Kerja... III Pengamanan Pekerjaan Galian... III Kondisi Tempat Kerja... III Perbaikan Terhadap Pekerjaan Galian Yang Tidak Memenuhi Ketentuan... III Utilitas Bawah Tanah... III Penggunaan Dan Pembuangan Bahan Galian... III Pengembalian Bentuk Dan Pembuangan Pekerjaan Sementara... III Prosedur Penggalian... III Metode Pengeringan (Dewatering)... III PENGARUH MUKA AIR TANAH... III Air Di Dalam Tanah... III Gerakan Air Tanah... III Pengaruh Permukaan Air Tanah Pada Oprit Jembatan III Daya Dukung Tanah Dasar... III Sistem Drainase Bawah Permukaan... III PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK MENDAPATKAN DATA KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK (PROPERTIES) TANAH... III Umum... III Macam Pemeriksaan Dan Pengujian... III Klasifikasi jenis tanah berdasarkan proses pembentukannya... III Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi... III Berat Jenis (G)... III Batas-batas Atterberg... III Uji Konsolidasi.... III Triaxial... III Geser Langsung (Direct Shear)... III Kekuatan Tekan bebas (Unconfined Compressive Strength)... III Kadar air dan Kepadatan Setempat... III-35 v

7 BAB IV PENETAPAN JENIS MATERIAL 4.1 BETON... IV Persyaratan Material... IV Rencana Mutu... IV BETON PRATEKAN... IV Persyaratan Material... IV Rencana Mutu... IV BAJA TULANGAN... IV Persyaratan Material... IV BAJA STRUKTUR... IV Persyaratan Material Dan Rencana Uji Mutu... IV KAYU... IV Persyaratan Material Dan Rencana Uji Mutu... IV PASANGAN BATU KOSONG DAN BRONJONG... IV Persyaratan Material Dan Rencana Mutu... IV EXPANSION JOINT... IV Persyaratan Material Dan Rencana Mutu... IV PERLETAKAN (BEARING)... IV Persyaratan Material Dan Rencana Mutu... IV SANDARAN (RAILING)... IV Persyaratan Material Dan Rencana Mutu... IV JADWAL PENGUJIAN MATERIAL... IV-22 RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA HAND OUT vi

8 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latih Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction). Nomor Modul Jabatan Kerja : Kode DAFTAR MODUL Ahli Struktur Pekerjaan Jembatan (Structure Engineer of Bridge Construction/STEBC) Judul Modul 1 STEBC 01 UUJK, K3 dan Pemantauan Lingkungan 2 STEBC 02 Survey Lapangan Pekerjaan Jembatan 3 STEBC 03 Pengujian Tanah dan Material 4 STEBC 04 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan 5 STEBC 05 Gambar Kerja Pekerjaan Jembatan 6 STEBC 06 Kebutuhan Sumber Daya 7 STEBC 07 Permasalahan Pelaksanaan Jembatan 8 STEBC 08 Metode Pelaksanaan Jembatan vii

9 PANDUAN INSTRUKTUR A. BATASAN NAMA PELATIHAN : AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN (Structure Engineer of Bridge Construction ) KODE MODUL : STEBC - 03 JUDUL MODUL : PENGUJIAN TANAH DAN MATERIAL DESKRIPSI : Materi ini berisi tentang penetapan titik sondir dan titik bor untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai dengan kesepakatan para pihak (penyedia jasa dan pengguna jasa), properties tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium untuk kepentingan pekerjaan bangunan bawah, penentuan jenis material yang diperlukan untuk pekerjaan bangunan atas (termasuk test dan pengujian) sesuai dengan waktu penggunaannya yang memang penting untuk diajarkan pada suatu pelatihan bidang jasa konstruksi sehingga perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan konstruksi betul-betul dapat dikerjakan dengan penuh tanggung jawab yang berazaskan efektif dan efisien, nilai manfaatnya dapat mensejahteraan bangsa dan negara. TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya. WAKTU PEMBELAJARAN : 6 (Enam) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit) viii

10 B. KEGIATAN PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembelajaran Pengantar Menjelaskan TIU dan TIK serta pokok pembahasan Merangsang motivasi peserta untuk mengerti/memahami dan membandingkan pengalamannya Bab I Pendahuluan Waktu = 10 menit Mengikuti penjelasan, pengantar, TIU,TIK, dan pokok bahasan. Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan pengalaman OHT Ceramah Bab II Titik Sondir dan Titik Bor, meliputi : Dasar Penentuan Titik Sondir dan Titik Bor Rencanan Letak Titik Sondir dan Titik Bor Penentuan Elevasi Pondasi Penentuan Peralatan yang sesuai Waktu = 90 menit 2. Ceramah Bab III Karakteristik dan Sifat-sifat Teknik (Properties) Tanah Metode Pelaksanaan Galian Struktur Pengarut Muka Air Tanah Pemeriksaan Laboratorium untuk Mendapatkan data karakteristik dan sifat-sifat teknik (Properties) Tanah Waktu = 80 menit 3. Ceramah Bab IV Penetapan Jenis Material, meliputi : Beton Beton Pratekan Baja Tulangan Baja Struktur Kayu Pasangan Batu Kosong dan Bronjong Expansion Joint Perletakan (Bearing) Sandaran (Railing) Jadwal Pengujian Material Waktu = 90 menit Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta yang ada di lapangan dan atau pengalaman Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta dilapangan dan atau pengalaman Mengikuti ceramah dengan tekun dan memperhatikan hal-hal penting yang perlu di catat Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas atau sangat berbeda dengan fakta dilapangan dan atau pengalaman OHT OHT OHT ix

11 Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Modul ini disusun dalam rangka membekali peserta pelatihan dalam mengenali pengujian tanah dan material pekerjaan jembatan di lapangan. Dengan memahami substansi modul ini diharapkan peserta latihan dapat mengetahui secara rinci apa yang diperlukan didalam melakukan koordinasi dengan petugas/teknisi laboratorium di lapangan dalam rangka pengujian tanah dan material untuk pekerjaan pondasi, pekerjaan bangunan bawah dan pekerjaan bangunan atas jembatan. Ada 3 (tiga) substansi utama yang dikemukakan di dalam modul ini yaitu : Titik sondir dan titik bor Properties tanah Penetapan jenis material Pada substansi titik sondir dan titik bor, dijelaskan bagaimana menetapkan titik sondir dan titik bor untuk keperluan pekerjaan pondasi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku. Penjelasan tentang hal ini mencakup dasar penentuan titik sondir dan titik bor, data titik sondir dan data titik bor untuk penentuan elevasi pondasi dan penentuan peralatan yang sesuai dalam melakukan pengambilan data titik sondir dan titik bor. Pada substansi properties tanah, dijelaskan pengertian properties tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium untuk pekerjaan bangunan bawah. Lebih jauh dalam substansi ini dijelaskan metode pelaksanaan galian struktur untuk keperluan pembuatan bangunan bawah dan pengaruh muka air tanah dalam pelaksanaan pekerjaan pondasi misalnya untuk pondasi sumuran. Pada substansi penetapan jenis material, dijelaskan bagaimana menentukan jenis material yang diperlukan untuk pekerjaan bangunan atas (termasuk test dan pengujian) sesuai dengan waktu penggunaannya. Jenis material yang harus ditest dan jadwal pengujian material juga diberikan dalam modul ini. Pemahaman atas 3 (tiga) substansi di atas diharapkan akan dapat membantu peserta pelatihan menjalankan koordinasi berkaitan dengan pengujian tanah dan material. Pelaksanaan pekerjaan jembatan di lapangan memerlukan tingkat kecermatan dan ketelitian yang harus mendapat perhatian penuh dari structure engineer of bridge I-1

12 Bab I: Pendahuluan construction. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan-kesalahan umum yang sering dijumpai pada pelaksanaan pekerjaan jembatan. Dalam pelaksanaan lapangan pekerjaan jembatan, ada 3 (tiga) hal yang saling berkaitan satu sama lain yaitu : Jika kurang memahami spesifikasi teknis, tidak mampu menyiapkan gambar kerja, dan tidak mempunyai SDM (Sumber Daya Manusia) lapangan yang tangguh, kontraktor akan sulit menghindar dari kesalahan/kelalaian pelaksanaan lapangan. I-2

13 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor BAB II TITIK SONDIR DAN TITIK BOR 2.1 DASAR PENENTUAN TITIK SONDIR / TITIK BOR SURVEI PENDAHULUAN Untuk dapat menentukan lokasi titik sondir dan bor dalam pembangunan perlu dilakukan survai pendahuluan. Survai pendahuluan ini berupa tinjauan ke lokasi/lapangan tempat jembatan akan dibangun. Pelaksanaan survai pendahuluan dilakukan setelah tinjauan data yang ada selesai diolah, pengolahan dilakukan oleh ahli teknik tanah dan pondasi dan dimulai dengan mengumpulkan semua informasi tentang tanah yang telah digunakan sebagai bahan masukan dalam perencanaan teknis. Informasi yang diperoleh berdasarkan data-data perencanaan teknis dipakai sebagai bahan masukan untuk menetapkan dimana titik sondir dan titik bor harus diletakkan. Dalam hal penyelidikan memerlukan pemboran mesin, ahli teknik tersebut sebaiknya disertai kepala tim pemboran. Survei pendahuluan tersebut dilakukan oleh Tim penyelidikan lapangan dengan cakupan tugas sebagai berikut : pemilihan peralatan dan perlengkapannya penentuan jumlah dan letak titik sondir, penentuan jumlah dan letak titik bor pembuatan rencana kerja terutama persiapan waktu dan persiapan alat HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM SURVAI PENDAHULUAN Rencana Letak Kepala Jembatan dan Pilar Letak kepala jembatan dan pilar, baik vertical maupun horisontal harus diperhatikan. Apabila diperkirakan akan timbul kesulitan yang mungkin terjadi kemudian dan sulit dihindari maka penggeseran letak bangunan bawah dapat disarankan sedini mungkin. Sebagai contoh antara lain; a. rencana letak kepala jembatan pada tepi sungai yang stabilitasnya diragukan (kemungkinan longsor, penggerusan dsb), dapat disarankan penggeseran kearah lokasi yang lebih mantap. II-1

14 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor b. rencana oprit jembatan pada daerah rawa-rawa,di atas tanah lembek, dan tanah kompresibel yang akan menimbulkan persoalan stabilitas dan penurunan, maka dapat disarankan penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau kemungkinan cara penanggulangan lainnya. Keterangan-keterangan tersebut perlu diketahui oleh tim penyelidikan lapangan sebelum diberangkatkan ke lokasi / lapangan. Tanah Permukaan Tanah permukaan mudah dilihat dengan mengupas penutupnya (dengan cangkul, belincong dan lain-lain); biasanya dengan mengenal tanah permukaan dapat ditunjukkan sifat-sifat daripada formasi lapisan bawahnya. Bila ada singkapan batuan (outcrop) yang ada disekitar daerah rencana perlu diketahui dan dipelajari apakah singkapan tersebut merupakan lapisan yang menerus, maka perlu dilakukan pengukuran jurus dan kemiringannya, sehingga dapat diketahui apakah alinyemen jalan pada oprit jembatan akan terletak diatas batuan tadi atau tidak. Penjelasan mengenai pengertian jurus dan kemiringan lapisan bisa didapat dari pelajaran geologi. Alur-alur, Galian, Parit, Lereng-lereng, Tebing Sungai Jenis-jenis tanah dan batuan sampai kedalaman tertentu kadang-kadang dapat dipelajari lebih baik pada lereng-lereng terjal, tebing sungai, parit, galian atau sumur. Keterangan ini sangat membantu untuk menambah keterangan mengenai kondisi tanah/batuan ditempat tersebut, yang perlu dituangkan didalam bentuk sketsa dan penampang geologi permukaan. Air-permukaan dan Air-tanah Air-permukaan dan fluktuasi air-tanah merupakan faktor yang penting diketahui baik dalam rencana penyelidikan lapangan (pemboran,sumur uji, dsb), untuk perencanaan jalan karena tinggi muka air tanah dapat mempengaruhi kekuatan daya dukung tanah dasar. Semua aliran air-permukaan, fluktuasi tinggi muka air-tanah selama periode tertentu dalam sumur serta lubang galian lainnya harus diperhatikan dan dicatat. Keadaan Topografi dan Tumbuh-tumbuhan Topografi yang menunjukkan keadaan permukaan mempunyai arti penting karena hal ini erat hubungannya dengan batuan yang dijumpai di daerah tersebut dan persiapan peralatan lapangan yang akan digunakan. Sebagai contoh antara lain; sungai yang sempit dan curam menunjukkan tanah - penutup tipis dan letak lapisan batuannya dekat permukaan II-2

15 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor daerah yang relatif datar dan lebar biasanya me nunjukkan aluvial yang tebal dan letak lapisan batuannya dijumpai cukup dalam. catatan topografi ini juga penting dalam mempersiapkan peralatan pemboran, misalnya untuk lereng yang curam akan diperlukan peralatan yang ringan dan mudah dibawa,serta mudah dipindahkan. Tumbuh-tumbuhan sering menunjukkan gambaran keadaan air-tanah dan keadaan tanah/batuan setempat,sebagai contoh antara lain; tumbuh-tumbuhan yang lebat menunjukkan adanya air tanah yang merembes didekat permukaan tanah selain itu tumbuhan atau semak-semak tertentu dapat menunjukkan tanah penutup yang tipis dan batuan dekat permukaan. Penafsiran hubungan air tanah dan keadaan bawah permukaan (tanah penutup, batuan) dengan tumbuh tumbuhan memerlukan bantuan tenaga biologi yang berpengalaman. Bangunan yang ada Bangunan atau jembatan lama yang ada disekitar daerah penyelidikan dapat merupakan sumber keterangan yang baik. Dengan melakukan pengamatan pondasi/penurunan yang mungkin terlihat retak-retak pada bangunan bawah pembebanan yang ada, lokasi, umur dan lain-lain akan diperoleh data yang dapat digunakan untuk perencanaan penyelidikan dan perencanaan pondasi JENIS PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PENYELIDIKAN LAPANGAN Dalam rangka mempersiapkan peralatan penyelidikan lapangan dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan keterangan keadaan setempat sebagai berikut: keadaan tanah dan batuan setempat, sehingga dapat dipersiapkan peralatan penyelidikan lapangan yang sesuai (sondir,bor tangan, geofisika,sumur uji/test pit, pemboran mesin dan lain-lain). untuk pemboran putar dan pemboran semprot,lokasi sumber air yang terdekat sangat membantu untuk mempersiapkan perlengkapan seperti mesin pompa, selang / pipa, dan sebagainya. sifat tanah/batuan penting dalam mempersiapkan peralatan dan perlengkapan seperti pipa lindung, mata bor,alat pengambil contoh,alat pemeriksaan setempat dan lain-lain. II-3

16 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor TITIK IKAT PENGUKURAN Pengikatan titik rencana penyelidikan sangat penting artinya, karena itu sebaiknya ditentukan terlebih dahulu titik ikat pengukuran untuk titik-titik penyelidikan lapangan. Sebagai titik ikat pengukuran biasanya digunakan titik tetap (bench mark) atau bidang atas kepala jembatan lama yang masih utuh dan mantap. Selanjutnya letak rencana titik-titik penyelidikan harus di beri patok yang diukur secara tepat kedudukannya terhadap titik-titik ikat tersebut (dilakukan dengan Teodolit atau alat lainnya) BANGUNAN UTILITAS YANG ADA DIBAWAH TANAH Disekitar lokasi penyelidikan lapangan kadang kadang dijumpai bangunan utilitas seperti pipa air, pipa gas, kabel listrik, kabel telepon dan sebagainya. Tanpa adanya keterangan yang pasti, akan dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan utilitas tersebut dan kecelakaan yang tidak diinginkan. Keterangan-keterangan yang didapat dari peta sebaiknya dibuktikan dengan kenyataan di lapangan karena seringkali letaknya tidak tepat seperti yang ditunjukkan dalam peta PENYELIDIKAN GEOFISIKA Survai pendahuluan bila perlu dapat dibantu dengan menggunakan alat geofisika misalnya geolistrik dan geoseismik, untuk mendapatkan keterangan-keterangan bawah permukaan. Cara geofisika ini dapat memberikan keterangan mengenai pendugaan kedalaman homogenitas dan jenis tanah/batuan yang, ada, yang dapat digunakan untuk melengkapi rencana pemboran (jumlah titik dan kedalaman). Pelaksanaan penyelidikan geofisika ini harus disertai dengan pemetaan topografi dan peta geologi teknik LAPORAN SURVAI PENDAHULUAN Hasil survai pendahuluan dicantumkan kedalam Formulir lapangan Survai Pendahuluan. Keterangan-keterangan survai pendahuluan sangat berarti dalam menentukan langkah penyelidikan selanjutnya. Dengan demikian pelaksanaan survai pendahuluan harus mencatat keterangan-keterangan tentang apa yang diamati dalam survai pendahuluan ini, dan mampu memberi saran-saran selanjutnya. Sebaiknya pelaksana ini harus mempunyai dasar pengetahuan geologi, teknik tanah, teknik pondasi ataupun teknik jembatan II-4

17 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Apabila dari hasil survai pendahuluan lokasi jembatan tidak dapat dipertahankan maka dapat disarankan peninjauan kembali rencana lokasi jembatan semula. Apabila hasil survai pendahuluan menunjukkan bahwa hasil penyelidikan tanah yang tersedia (ex laporan perencanaan teknis jembatan) dinilai kurang memadai, maka disarankan untuk melakukan penyelidikan tanah ulang di titik-titik sondir dan titik-titik bor yang dipertimbangkan dapat merepresentasikan kondisi tanah yang harus digunakan dalam perhitungan pondasi jembatan. 2.2 RENCANA LETAK TITIK SONDIR DAN TITIK BOR Dalam memilih rancangan pondasi jembatan, diperlukan data-data lapangan yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir. Test sondir dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan tanah terhadap selimut bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan konus dan bikonus ke dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan ke dalam suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman ujung konus (m) dengan tekanan konus (kg/cm 2 ) dan antara kedalaman ujung konus (m) dengan hambatan pelekat (kg/cm). Sedangkan bor log merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus dipertimbangkan untuk perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan merupakan catatan-catatan berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan bor-log akhir dibuat berdasarkan bor-log lapangan dan hasil-hasil pengujian laboratorium. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus memberikan informasi yang tepat dan akurat guna kepentingan perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti bahwa letak titik sondir dan bor harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan evaluasi data tanah yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang properties tanah yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan. Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada rencana letak bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh karena itu penting diketahui sampai beberapa jauh dapat diadakan penggeseran, relokasi, pengurangan atau penambahan titik penyelidikan. Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan masuk kelokasi. II-5

18 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh) Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu) abutment kiri, dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, serta direncanakan berdasarkan data sondir dan bor yang lengkap, maka data sondir dan bor yang tersedia dalam laporan perencanaan teknis adalah sebagai berikut: Terdapat data-data penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan. Dalam hal ini sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as jembatan dan 6 titik sondir berada di sebelah kanan as jembatan. Terdapat data-data penyelidikan tanah untuk 1 titik sondir di abutmen kiri, 4 titik bor di dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-titik bor tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan. Yang harus dipastikan adalah apakah data sondir dan bor yang digunakan dalam perencanaan pondasi jembatan jumlah dan letaknya memenuhi persyaratan perencanaan dan dapat dipastikan tingkat akurasinya; dalam hal ini structure engineer of bridge construction harus mengambil keputusan berdasarkan hasil evaluasi atas data-data yang diperoleh dari berkas laporan perencanaan. Jika Tim mengambil kesimpulan bahwa data penyelidikan tanah yang diperoleh dari laporan perencanaan dinilai masih valid dan tingkat akurasinya memadai, maka yang diperlukan oleh structure engineer of bridge construction adalah tambahan data sondir dan bor yang sifatnya hanya untuk cross check, misalnya di tiap abutment cukup ditambah penyelidikan tanah untuk 1 (satu) titik sondir dan 1 (satu) titik bor. Sedangkan untuk dasar sungai/lembah ditambah penyelidikan tanah 2 (dua) titik sondir dan 1 (satu) titik bor untuk tiap pilar. Agar hasilm penyelidikan tanah memberikan gambaran riil yang diperlukan, maka lokasi titik sondir dan titik bor tersebut adalah berada di bawah abutmen dan atau pilar jembatan. Jika Tim mengambil kesimpulan bahwa data penyelidikan tanah yang diperoleh dari laporan perencanaan dinilai kurang akurat, maka sondir dan bor diulang di seluruh titik-titik sondir dan titik-titik bor yang memang secara teknis diperlukan bukan hanya untuk keperluan pembangunan fisik akan tetapi juga untuk menyiapkan revisi desain pondasi jembatan. II-6

19 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor PENGUKURAN LOKASI TITIK SONDIR DAN TITIK BOR Apabila letak titik sondir dan titik bor belum ditetapkan pada waktu survai pendahuluan maka letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan tepat dan dicantumkan pada peta/sketsa situasi. Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana jembatan belum tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara sederhana atau khusus tergantung keadaan medan. Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang plastik diisi air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat dan luas) dilakukan dengan alat ukur presisi. Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana penyelidikan dan rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal maupun vertikal, sehingga penampang sungai perlu diukur dan digambar yang mencakup; a. tinggi lereng b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir c. muka air terendah d. dasar sungai terdalam dan lain-lain. Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada. Untuk daerah yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu berupa patok beton permanen yang menunjukkan ketinggian dari orientasinya dan letaknya tidak terganggu pada waktu pembangunan jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi patok sesuai dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut. Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan kebutuhan. maka harus dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi nomor urut juga KONTROL VERTIKAL Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan adanya titik tetap sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan dan kedalaman yang dicapai. Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk suatu daerah penyelidikan. Untuk penyelidikan yang dilakukan: didarat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah setempat terhadap titik nol. II-7

20 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor diair dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan diukur dari permukaan lantai kerja terhadap titik nol. diair dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penylidikan diukur dari permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol. Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka pengukuran ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik. Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan secara langsung atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang sengaja dipasang. Batas toleransi pengukuran ketinggian titik penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter TOLERANSI PERUBAHAN LETAK TITIK PENYELIDIKAN Letak dan jumlah titik penyelidikan (sondir dan bor) harus diusahakan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, dengan toleransi radius 0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam keadaan tertentu letak dan jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan berpedoman pada peta situasi. Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan yang ada harus ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang bertanggung jawab dalam pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan kondisi tanah/batuan setempat. Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicantumkan dalam peta situasi. Alasan penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicatat dalam laporan pekerjaan lapangan PENYELIDIKAN UNTUK PONDASI Titik penyelidikan seharusnya diletakkan pada lokasi pondasi yang direncanakan. Dalam pemboran pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat dilakukan pada interval tertentu sesuai dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai. Kedalaman penyelidikan ditentukan oleh kedalaman tanah yang masih terpengaruh oleh beban pondasi. Pondasi langsung; berdasarkan pengalaman untuk pondasi langsung jembatan umumnya pada kedalaman 2 kali lebar pondasi kurang lebih 1/10 tegangan vertikal pada level dasar pondasi. Oleh karena itu pengambilan contoh asli harus dilakukan sampai kedalaman 4xB kecuali bila dijumpai lapisan tanah keras/batuan. Umumnya pengambilan contoh asli dilakukan setiap pergantian lapisan atau tiap interval 0,75 meter sampai kedalaman 4,50 meter dibawah dasar perencanaan pondasi dan II-8

21 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor selanjutnya setiap 1,50 meter. Apabila dijumpai lapisan keras/batuan maka pemboran harus dilakukan sampai kedalaman sedikit-dikitnya 6 meter, dibawah dasar pondasi yang direncanakan. Bila pondasi sumuran merupakan alternatif pertama, maka pengambilan contoh harus dilakukan mulai kedalaman peletakan pondasi yang direncanakan samoai kedalaman 4xB dari dasar pondasi. Bila pondasi tiang merupakan alternatif, maka pengambilan contoh harus diteruskan sampai kedalaman 4,50 meter untuk batuan lapuk dan 7,5 meter untuk tanah kohesif dibawah ujung tiang yang direncanakan, kecuali dijumpai lapisan/batuan keras sebagai batuan dasar maka pengambilan contoh dihentikan. Perkiraan ujung tiang pondasi dapat ditentukan dari hasil S.P.T, dan grafik korelasi hasil penyelidikan. Apabila belum jelas kemungkinan rencana tipe pondasi maka perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan, misalnya dengan alat sondir dan pemboran, untuk memperoleh gambaran tentang ketebalan dan susunan lapisan tanah/batuan. Dari gambaran tersebut dapat diperkirakan letak dan kedalaman pondasi - yang direncanakan. 2.3 PENENTUAN ELEVASI PONDASI Letak pondasi jembatan ditentukan berdasarkan pada sistem referensi yang digunakan. Titik offset referensi harus ditetapkan untuk tiap pilar dan kepala jembatan. Letak dan jarak offset tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali di lapangan dan untuk menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak pilar dan kepala jembatan selama pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu. Penempatan dan pematokan letak pondasi jembatan yang telah ditentukan harus diperiksa. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terpisah dan dilakukan dengan menggunakan peralatan lain yang berbeda dengan peralatan yang digunakan pada saat penempatan dan pematokan awal. Bagi petugas lapangan yang melaksanakan pemeriksaan ulang atas hasil pekerjaannya sendiri, dianjurkan untuk menggunakan methoda lain yang berbeda dengan methoda yang telah digunakan pada saat awal penempatan dan pematokan. Untuk menghindari kesalahan dari ketidaktepatan identifikasi patok, ketidak-tepatan penandaan atau kesalahan dalam melaksanakan survei, maka pengukuran jarak dan beda tinggi dilakukan dengan memeriksa hasil pekerjaan dari titik awal suatu sisi sampai pada titik akhir pada sisi yang lain, kemudian diikatkan pada titik kontrol hasil survei pertama. II-9

22 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Pemeriksaan ini tidak diperkenankan dilakukan hanya dengan mengukur dari satu titik akhir saja atau dari 2 (dua) titik akhir pada sisi yang terpisah. Prinsip dasar pekerjaan survei harus selalu digunakan, terutama untuk jarak yang besar. Peralatan harus mengukur dengan akurat dan sudut diukur pada sisi muka kanan dan muka kiri. Peralatan survei yang digunakan dianjurkan untuk diperiksa secara teratur untuk mempertahankan ketelitian dan ketepatannya. Dalam pengukuran, diusahakan agar jarak muka sama dengan jarak belakang jika memungkinkan. Elevasi Tiang Pancang Penentuan dan pematokan posisi pondasi merupakan pekerjaan yang paling kritis. Beberapa unsur-unsur penting seperti jarak antara beton kopel tiang (pile cap) harus selalu diperiksa ulang sesuai dengan ukuran bangunan atas, sebelum pekerjaan konstruksi dimulai, terutama bila bangunan atas tidak horizontal. Hal terpenting yang harus diperhatikan, apabila posisi garis kontrol terletak di luar garis tengah Jembatan. Perlu diperhatikan bahwa sudut kemiringan diputar dari garis yang benar terutama bila kemiringan berada di antara 40 dan 50. Lokasi tiang pancang terletak pada satu bidang di sisi bawah dari beton kopel tiang atau kepala jembatan. Oleh karena itu pada pematokan tiang pancang, maka posisi tiang pancang dipermukaan atau kerangka tiang pancang harus diukur dan disesuaikan, untuk mendapatkan perbedaan antara bagian bawah beton kopel atau kepala jembatan dan permukaan asli atau kerangka tiang pancang. Kontrol posisi tiang pancang sulit dilakukan setelah pemancangan, dalam menentukan ketepatan posisinya dibutuhkan letak awal dari pergeseran tiang pancang, untuk memastikan bahwa posisi pancang tetap pada posisi semula. Pergeseran tiang pancang cenderung bergerak searah dengan kemiringan pada waktu pemancangan dan seringkali bertambah sesuai kemiringannya. Penyesuaian untuk tiang miring dalam kelompok tiang dapat dibenarkan, untuk mengurangi resiko tiang terlalu dekat pada tepi beton kopel tiang yang akan mengakibatkan beton kopel tiang diperbesar. Pemancangan tiang miring pertama kali dapat digunakan untuk memeriksa seberapa besar pergeseran dari kemiringan rencana. Pemancangan tiang dilakukan sampai elevasi ujung tiang memenuhi persyaratan daya dukung, tahanan lateral, deformasi vertikal dan lateral, dan kekuatan struktur. Untuk itu data yang diperlukan adalah data geoteknik (sondir dan bor), jenis dan tipe alat pancang, jenis dan dimensi tiang pancang. Data hasil sondir dan pemboran tanah dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan dimana ujung tiang II-10

23 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor pancang (= elevasi ujung tiang pancang) harus diletakkan melalui pemancangan. Pelaksana lapangan harus memahami, prinsip apa yang digunakan oleh perencana dalam menetapkan pondasi tiang pancang, apakah sebagai friction pile, point bearing pile, atau kombinasi dari friction pile dan point bearing pile. Gambar 2.1: Hasil Sondir dan Bor II-11

24 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Jika hasil sondir menunjukkan grafik tekanan konus sebesar 150 kg/cm 2 (tanah keras) berada 23 m di bawah tepi bawah pelat beton dari telapak kaki pilar, maka ini berarti digunakan prinsip-prinsip pont bearing pile. Dalam hal ini tekanan konus berdasarkan hasil sondir yang menunjukkan letak tanah keras dapat digunakan sebagai pemandu untuk meletakkan ujung konus. Minimal ujung tiang pancang harus menembus tekanan konus sebesar 150 kg/cm 2 sedalam kurang lebih 0.50 m atau tergantung desain teknis. Elevasi ujung tiang sebagaimana digambarkan di dalam rencana teknis, hanyalah memberikan gambaran perkiraan posisi atau elevasi ujung tiang pancang. Posisi tepatnya ujung tiang pancang sebenarnya sudah dapat diperkirakan jika kita mengetahui pada kedalaman berapa hasil sondir menunjukkan tekanan konus sebesar 150 kg/cm 2. Pada akhirnya, elevasi masing-masing ujung tiang pancang secara tepat baru dapat diketahui berdasarkan kalendering pemancangan. Jika hasil sondir menunjukkan grafik tekanan konus (kg/cm 2 ) relatif rendah dan tidak dijumpai tekanan konus sebesar 150 kg/cm 2 pada kedalaman misalnya 25 m dari permukaan tanah asli, berarti pondasi tiang diperhitungkan berdasarkan jumlah hambatan pelekat, artinya tiang pancang diperhitungkan sebagai friction pile. Elevasi ujung tiang ditentukan berdasarkan panjang tiang sesuai desain; misalnya jika ditentukan panjang tiang pancang adalah 24 m dihitung dari tepi bawah abutment, maka apabila tiang dipancang sampai dengan kedalaman 24 m di bawah abutment, pemancangan dihentikan. Elevasi Pondasi Sumuran. Pondasi sumuran digunakan apabila letak tanah keras (tekanan konus sebesar 150 kg/cm 2 ) berada sekitar 4 8 meter dari permukaan tanah. Elevasi telapak sumuran diletakkan 1 m di bawah tanah keras; jadi misalnya tekanan konus = 150 kg/cm 2 berada pada kedalaman 6 meter dari permukaan tanah maka telapak kaki sumuran diletakkan pada kedalaman 6 m + 1 m = 7 m dari permukaan tanah. Untuk jelasnya lihat sketsa tersebut di bawah : 2.4 PENENTUAN PERALATAN YANG SESUAI SONDIR (CONE PENETRATION TEST /CPT) Sondir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air karena beberapa keunggulan antara lain, (a) penggunaan yang sederhana, (b) dapat memberi gambaran tanah dengan cepat dan (c) memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan II-12

25 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Sondir adalah tidak dapat melihat contoh tanah. Ada 2 (dua) jenis peralatan sondir yang dikenal yaitu Sondir Mekanis dan Sondir Elektrik sebagaimana dijelaskan di bawah : Sondir Mekanis Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong ke dalam tanah sebuah konus dengan luas proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60 derajat. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong konus disebut tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis bikonus terdapat selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150 cm2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut tekanan friksi (local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan kecepatan standar yaitu 20 mm per detik. Pengukuran tekanan konus dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan setiap 20 cm. Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441. Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar, berat tiang tekan dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya dukung tanah. Oleh karena itu, tekanan konus dan friksi harus dikoreksi dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk tiang tekan dan bikonus harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi hasil uji yang cenderung membesar. Sondir Elektrik Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan konus dan tekanan friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik dari pada sondir mekanik. Koreksi berat tiang tekan seperti yang dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk sondir listrik karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir elektrik cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik digunakan untuk proyek-proyek reklamasi. Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur tekanan air pori yang sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu (a) tekanan air pori yang cenderung sama dengan tekanan air hidrostatis menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air pori yang lebih besar dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga sedang, dan (c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung lebih kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang menghentikan penetrasi sondir dan membiarkan air pori kembali ke kondisi hidrostatis sangat berguna untuk rnempelajari kecepatan konsolidasi (rate of consolidation). Apabila tekanan air pori dibiarkan terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan tekanan hidrostatisnya. II-13

26 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Korelasi Umum Hasil Sondir Hasil sondir biasanya ditampilkan dalam grafik tekanan konus (qc), tekanan friksi (fs) serta perbandingan friksi dan konus (FR = fs/qc x 100%) dengan kedalaman. Untuk sondir elektrik, grafik tegangan air pori juga ditampilkan dengan kedalaman. Dari grafik sondir, dapat diperoleh korelasi dengan jenis tanah serta sifat mekanis lainnya. Penggunaan tabel korelasi tersebut perlu diverifikasi dengan data pengeboran untuk memastikan akurasi. Penggunaan dan Batasan Sondir Sondir digunakan untuk mengetahui profil tanah dan mencari kuat geser tanah melalui korelasi empiris. Sondir elektrik dengan uji disipasi berguna untuk mencari koefisien konsolidasi tanah lateral yang sering dipakai pada perencanaan reklamasi dengan vertical drains. Penyelidikan tanah dengan sondir tanpa dibarengi pengeboran sangat tidak dianjurkan terutama pada daerah baru tanpa pengalaman yang memadai karena Sondir tidak dapat memperoleh contoh tanah. Sondir yang tidak dapat menembus tanah keras bukan jaminan bahwa lapisan keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu, Sondir hanya dilakukan sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan pengeboran dan pengambilan contoh tanah. Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan dianjurkan untuk menggunakan Sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat dipakai pada tanah berbatuan atau berkerikil. Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah rusaknya komponen elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal dengan dukungan komponen elektronik yang memadai sering menghambat progress penyelidikan tanah bila Sondir elektriknya rusak. Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan air pori perlu diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu dengan yang lain tergantung dari produsen. Respon tekanan air pori akan berbeda-beda tergantung pada posisi filter. Oleh karena itu, penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan ilmiah harus diperhatikan apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya pada semua korelasi empiris, pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi tersebut tidak dapat dipakai secara universal. II-14

27 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor PEMBORAN Pemilihan peralatan untuk pemboran, akan tergantung pada metoda pemboran, kemudahan mencapai lokasi, kondisi tanah/batuan, kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah. Pada bagian ini akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta peralatan dan penggunaannya untuk memberikan gambaran dalam memilih peralatan pemboran. Pemboran Putar (Rotary Drilling) Pemboran dengan sistim Putar sampai saat ini dianggap yang paling cocok untuk penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini praktis semua jenis tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk pengambilan contoh dan klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji cocok dengan metoda ini. Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur pembilas dan perlengkapan yang relatif berat. Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim putar dapat digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti, contoh cutting dan pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan penentuan sifat teknis tanah/batuan. Keberhasilan dan ketelitian data yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian besar tergantung kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh atau inti yang terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian pencatatan penampang dan keterangan pemboran (logging), ketepatan memilih prosedur yang diikuti serta disesuaikan dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai. Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase inti terambil (core recovery) adalah prosentase panjang contoh yang terambil dibandingkan dengan panjang tabung penginti yang masuk kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase inti terambil dapat digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan tidak dapat diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan lunak, rapuh, lepas atau remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan lapisan tanah keras atau padat. Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan, struktur dan tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat digunakan metoda pengambil contoh inti menerus (continous coring). Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock Quality Designation). RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu banyak retakan dan alterasi dari contoh inti tersebut. II-15

28 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan inti yang berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya panjang jumlah potonganpotongan ini dibandingkan terhadap panjang inti yang seharusnya didapat dan dinyatakan dalam persen (%). Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah sebagai berikut : R.Q.D. (%) Mutu Batuan 0-25 sangat jelek jelek cukup baik sangat baik Pemboran Auger (Auger Drilling). Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah pengambilan contoh tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis tanah yang mempunyai sifat kohesi. Contoh tanah dapat diambil dari material yang melekat pada mata bor (auger) yang digunakan. Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak menggunakan air pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat lainnya dengan dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung belah/split barrel dan sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui penyebaran lapis an tanah kearah lateral. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor auger antara lain: kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai dengan bor auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan tanah keras. lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau kerakal! sangat sulit ditembus de ngan bor auger. untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi dapat menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah lepas dan contoh tanah sulit diambil. cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan diatas ponton/rakit. Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah permukaan air tanah, perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air tanah didalam lubang bor terhadap sekitarnya, agar pasir tidak masuk kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk keperluan pemeriksaan penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu. II-16

29 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Pemboran Semprot (Wash Boring) Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur pemboran yang berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran dimana sebuah pipa dimasukkan kedalam tanah dengan atau tanpa pipa lindung (casing), bersamaan dengan penyemprotan air pada ujung bawahnya. Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat hanyalah contoh cucian. Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus hati-hati dalam menentukan permukaan lapisan tanah yang ditembus, karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut contoh cucian (contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini merupakan cara yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam menginterpretasikan hasilnya dan hanya boleh digunakan bila telah benarbenar dipertimbangkan maksud dan tujuan pemboran yang akan dilakukan. Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran pada interval pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan dan pemotongan oleh mata bor. Pemboran dengan mengambil contoh menerus (Continuous Sampling) Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat pengambil contoh hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk pengambilan contoh tanah yang menerus. Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel dan sebagainya ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75 meter), kemudian diangkat dan isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin bor, sondir atau langsung ditumbuk. Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan lapangan ataupun laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu untuk pemeriksaan laboratorium, maka tabung contoh harus ditutup segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh dalam keadaan yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap. Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan keterangan mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada penyelidikan oprit dan stabilitas lereng karena seluruh kedalaman lubang bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan lingkup penggunannya terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk lapisan lempung dan lanau yang lembek sampai sedang. II-17

30 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Pemboran Tangan. Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata bor iwan jurret dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar rangkaian tangkai pemutar batang bor dan mata bor tanah dengan tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan panjang mata bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar mata bor yang digunakan. Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai sangat kenyal dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10 meter atau 15 meter bila dibantu dengan penggunaan "tripod" (menara kaki tiga). Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan penumbukan, yang menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai 40 kg. Untuk menembus lapisan tanah lepas dapat digunakan pipa lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor tanah yang digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam pipa lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau pompa pasir (sand pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan pengambilan contoh tanah tidak terganggu dan pemeriksaan tanah setempat lainnya. Pemboran Tumbuk Pemboran tumbuk ada 2 macam yaitu: Pemboran tumbuk dengan tangan Pemboran tumbuk dengan mesin Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan dalam menembus lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu penyondiran dalam menembus lensa tanah keras/batuan lunak ataupun mengetahui ketebalan lapisan tanah keras dengan tekanan 150 kg/cm2. Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan tanah untuk pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan sumur bor air. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain kesulitan dalam mendapatkan contoh tidak terganggu sangat terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa setempat, tidak dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya PENGAMBILAN CONTOH Dalam penyelidikan geoteknik untuk perencanaan pondasi jembatan diperlukan contohcontoh tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan lapangan atau laboratorium. II-18

31 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan tanah/batuan yang dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang salah. Contoh tanah terdiri dari : a. Contoh terganggu, adalah contoh yang diambil dengan tidak menjaga keutuhan struktur aslinya dari tanah/batuan tersebut. Contoh-contoh ini dipergunakan untuk pengamatan umum pemeriksaan visual, klasifikasi dan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium yang tidak mementingkan struktur asli dari tanah/batuan. b. Contoh tidak terganggu, adalah contoh yang relatif tidak terganggu, baik struktur maupun kadar airnya. Contoh-contoh ini selain digunakan untuk pemeriksaan klasifikasi dapat juga dipergunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan antara lain kepadatan, kadar air, konsolidasi, triaxial, kuat tekan bebas dan kuat geser langsung. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan contoh asli ialah tinggi muka air didalam pipa lindung harus sama atau lebih tinggi dari pada muka air tanah ditempat pemboran dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar kadar air contoh yang didapat tidak dipengaruhi oleh air disekitar tempat pengambilan contoh, karena jika ketinggian muka air dalam pipa lindung turun dibawah muka air tanah, disekitarnya akan terjadi keadaan "quick" atau "running". Terjadinya kondisi "running" ini terutama disebabkan oleh prosedur pemboran dan dalam hal ini terjadi data yang diperoleh kurang dapat dipercaya. Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor antara lain jenis tanah yang diambil, alat pengambilan contoh serta perlengkapan yang digunakan dan keterampilan pelaksana lapangan. Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat terbukanya contoh akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang mewakili tidak boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus dikaitkan dengan pemeriksaan penetrasi standar, karena kedua-duanya dapat saling melengkapi, antara lain dapat dikorelasikannya hasil laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang lekat. Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat dipercaya untuk lapisan pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu data yang digunakan untuk desain pondasi pada lapisan lempung dan lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan sondir atau vane shear dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan sample terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan contoh akan digunakan dibawah ini. II-19

32 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Pengambilan Contoh dengan Tabung Contoh berdinding Tipis Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push barrel) digunakan untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu guna pameriksaan laboratorium. Pengambilan contoh dilakukan dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah pada kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang dapat diambil dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00 mm. Pengambilan contoh dengan tabung ini lebih tepat untuk jenis tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh (firm) sampai kenyal (stiff). Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada tanah lembek yang bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di kepala tabung dipasang bola (ball check valve), yang harus dapat bekerja dengan baik. Pengambilan Contoh dengan Tabung Bertorak (Piston Sampler) Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis yang dilengkaoi dengan torak didalamnya yang bersifat stationer dalam kerjanya. Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka yang perlu diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh. Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih dari 5 kali tabung yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan karena adanya geseran (friction) yang berlebihan antara contoh dengan permukaan dalam tabung contoh. Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini telah dikembangkan oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak yang dilengkapi.dengan tabung baja disebelah luarnya dan mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh terambil umumnya dapat menca pai 95%, walaupun ada kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak menjamin tidak terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density). Pengambilan Contoh dengan Tabung Belah (Split Barrel) Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan diameter luar 5 cm dan diameter dalam 3,5 cm disamping digunakan untuk pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk pengambilan contoh. Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli dari tanah yang diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan visual dan klasifikasi. Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan laboratorium (seperti kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa butir dan sebagainya). Khusus untuk pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin, sehinaga tidak ada kehilangan air. Pengambil contoh tabung belah (split barrel sample) dapat diperoleh dalam beberapa ukuran. Ukuran yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut diatas. II-20

33 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Tunggal (Single Core Barrel) Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual dan membuat bor-log. Contoh inti yang didapat pada umumnya terganggu, akibat tekanan bor pada waktu pemotongan dan pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh dengan menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan inti yang baik hanya untuk batuan yang keras dan padat, disamping diperlukan kecermatan pembor. Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua jenis tanah (kecuali lempung yang sangat lembek dan pasir) maka akan dihasilkan contoh-contoh yang mempunyai komponen-komponen yang sama dengan aslinya. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Ganda (Double Core Barrel) Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda (double core barrel) lebih luas penggunaannya dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada menggunakan tabung penginti tunggal, karena dapat digunakan untuk mengambil contoh semua jenis tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium. Pengambil contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam, dimana air/lumpur pembilas bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua tabung). Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya bergantung kepada sifat material yang akan diambil contohnya. Untuk batuan tidak keras digunakan jenis pengambil contoh yang mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan inti dan merupakan pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke laboratorium. Untuk batuan keras pelapis logam tidak diperlukan karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis. Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih lunak harus dibungkus dalam kemasan yang kedap air, karena ke kuatannya akan berubah bila menjadi kering. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti Rangkap Tiga (Tripple Core Barrel) Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas penggunaannya dari pada metoda pengambilan contoh dengan tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core recovery" yang didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis tanah/batuan. Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar, tabung dalam dan tabung paling dalam. Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung penginti ganda, yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung luar dan dalam. Contoh inti terletak pada tabung yang paling dalam dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan contoh pada tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti ganda, karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan pembilas pada II-21

34 Bab II: Titik Sondir dan Titik Bor ujung mata bor. Jenis tabung penginti rangkap tiga ini ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor yang menarik inti kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan lepas. Pengambilan Contoh Bilasan (Wash Sampling) Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk mendapatkan contoh tanah tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan dalam pemboran. Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila sangat terpaksa, karena contoh yang terambil sangat terganggu walaupun demikian semua contoh bilasan harus dikumpulkan untuk seluruh kedalaman. Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa air pembilas sering menghasilkan kesimpulan yang keliru. Pengamatan contoh yang didapat dengan pembilasan hanya berguna untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan. Pengambilan Contoh Kubus Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah keras/batuan yang relatif dangkal dengan membuat sumur uji (trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20 cm3. Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan contoh kubus terletak diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah muka air tanah, maka peralatan penggalian harus dilengkapi dengan pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh kubus digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh diambil dengan cara ini relatif tidak terganggu. Perlindungan dan Pengangkutan Contoh Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan dikumpulkan kemudian diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya. Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga harus benarbenar diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan didalam pengangkutan ke laboratorium. Perlu disadari bahwa pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama sekali. II-22

35 Bab III: Properties Tanah BAB III KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK (PROPERTIES) TANAH 3.1 METODE PELAKSANAAN GALIAN STRUKTUR CAKUPAN PEKERJAAN galian struktur muka air sungai tebing galian struktur Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam Gambar untuk Struktur. Setiap galian yang didefinisikan sebagai Galian Biasa atau Galian Batu tidak dapat dimasukkan dalam Galian Struktur. Galian Struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok beton penahan tanah, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam Spesifikasi Teknis. Pekerjaan galian struktur mencakup : penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan; pembuangan bahan galian yang tidak terpakai; semua keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong; pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya. Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh berbeda lebih dari 2 cm dari yang ditentukan dalam Gambar Rencana. III-1

36 Bab III: Properties Tanah KESIAPAN KERJA Sebelum memulai pelaksanaan galian struktur, harus dibuat terlebih dahulu gambar detil seluruh struktur sementara yang akan digunakan, seperti penyokong (shoring), pengaku (bracing), cofferdam, dan dinding penahan rembesan (cut-off wall) PENGAMANAN PEKERJAAN GALIAN Pelaksanaan pekerjaan galian harus dapat menjamin keselamatan pekerja bagi petugas pekerjaan galian, penduduk dan bangunan yang ada di sekitar lokasi galian. Selama pelaksanaan pekerjaan galian, lereng sementara galian yang stabil dan mampu menahan pekerjaan, struktur atau mesin di sekitarnya, harus dipertahankan sepanjang waktu, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) yang memadai harus dipasang bilamana permukaan lereng galian mungkin tidak stabil. Bilamana diperlukan, harus diupayakan untuk menyokong atau mendukung struktur di sekitarnya, yang jika tidak dilaksanakan dapat menjadi tidak stabil atau rusak oleh pekerjaan galian tersebut. Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja maka galian tanah yang lebih dari 5 meter harus dibuat bertangga dengan teras selebar 1 meter. Peralatan berat untuk pemindahan tanah, pemadatan atau keperluan lainnya tidak diijinkan berada atau beroperasi lebih dekat 1,5 m dari galian pondasi untuk struktur, terkecuali bilamana struktur yang telah terpasang dalam galian dan galian tersebut telah ditimbun kembali dengan bahan yang memenuhi Spesifikasi Teknis dan telah dipadatkan. Cofferdam, dinding penahan rembesan (cut-off wall) atau cara lainnya untuk mengalihkan air di daerah galian harus dirancang sebagaimana mestinya dan cukup kuat untuk menjamin bahwa keruntuhan mendadak yang dapat membanjiri tempat kerja dengan cepat, tidak akan terjadi. Dalam setiap saat, bilamana pekerja atau orang lain berada dalam lokasi galian, dimana kepala mereka, yang meskipun hanya kadang-kadang saja, berada di bawah permukaan tanah, maka harus ditempatkan seorang pengawas keamanan di lokasi kerja yang tugasnya hanya memantau keamanan dan kemajuan. Sepanjang waktu penggalian, peralatan galian cadangan (yang belum dipakai) serta perlengkapan P3K harus tersedia pada tempat kerja galian. Bahan peledak yang diperlukan untuk galian batu harus disimpan, ditangani, dan digunakan dengan hati-hati dan di bawah pengendalian yang ekstra ketat sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Harus dicegah III-2

37 Bab III: Properties Tanah pengeluaran atau penggunaan yang tidak tepat atas setiap bahan peledak dan harus dapat dijamin bahwa penanganan peledakan hanya dipercayakan kepada orang yang berpengalaman dan bertanggungjawab. Semua galian terbuka harus diberi rambu peringatan dan penghalang (barikade) yang cukup untuk mencegah pekerja atau orang lain terjatuh ke dalamnya, dan setiap galian terbuka pada lokasi jalur lalu lintas maupun lokasi bahu jalan harus diberi rambu tambahan pada malam hari berupa drum yang dicat putih (atau yang sejenis) beserta lampu merah atau kuning guna menjamin keselamatan para pengguna jalan. Perluasan setiap galian terbuka pada setiap operasi harus dibatasi sepadan dengan pemeliharaan permukaan galian agar tetap dalam kondisi yang mulus (sound), dengan mempertimbangkan akibat dari pengeringan, perendaman akibat hujan dan gangguan dari operasi pekerjaan berikutnya. Bilamana lalu lintas pada jalan terganggu karena peledakan atau operasi-operasi pekerjaan lainnya, harus diupayakan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atas jadwal gangguan tersebut dari pihak yang berwenang KONDISI TEMPAT KERJA Seluruh galian harus dijaga agar bebas dari air dan harus disediakan semua bahan, perlengkapan dan pekerja yang diperlukan untuk pengeringan (pemompaan), pengalihan saluran air dan pembuatan drainase sementara, dinding penahan rembesan (cut-off wall) dan cofferdam. Pompa siap pakai di lapangan harus senantiasa dipelihara sepanjang waktu untuk menjamin bahwa tak akan terjadi gangguan dalam pengeringan dengan pompa. Bilamana Pekerjaan sedang dilaksanakan pada drainase lama atau tempat lain dimana air atau tanah rembesan (seepage) mungkin sudah tercemari, maka harus senantiasa dipelihara tempat kerja dengan memasok air bersih yang akan digunakan oleh pekerja sebagai air cuci, bersama-sama dengan sabun dan desinfektan yang memadai PERBAIKAN TERHADAP PEKERJAAN GALIAN YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN Pekerjaan galian yang tidak memenuhi toleransi yang diberikan harus diperbaiki sehingga dicapai garis dan ketinggian akhir yang memenuhi toleransi sebagaimana dipersyaratkan dan ditunjukkan dalam Gambar Rencana. III-3

38 Bab III: Properties Tanah UTILITAS BAWAH TANAH Harus diupayakan untuk memperoleh informasi tentang keberadaan dan lokasi utilitas bawah tanah dan untuk memperoleh dan membayar setiap ijin atau wewenang lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan galian struktur. Harus diupayakan untuk menjaga dan melindungi setiap utilitas bawah tanah yang masih berfungsi seperti pipa, kabel, atau saluran bawah tanah lainnya atau struktur yang mungkin dijumpai dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang timbul akibat operasi kegiatannya PENGGUNAAN DAN PEMBUANGAN BAHAN GALIAN Semua bahan galian tanah dan galian batu yang dapat dipakai dalam batas-batas dan lingkup proyek bilamana memungkinkan harus digunakan secara efektif untuk formasi timbunan atau penimbunan kembali. Bahan galian yang mengandung tanah yang sangat organik, tanah gambut (peat), sejumlah besar akar atau bahan tetumbuhan lainnya dan tanah kompresif yang akan menyulitkan pemadatan bahan di atasnya atau yang mengakibatkan setiap kegagalan atau penurunan (settlement) yang tidak dikehendaki, harus diklasifikasikan sebagai bahan yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai timbunan dalam pekerjaan permanen. Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, harus dibuang dan diratakan di luar Ruang Milik Jalan PENGEMBALIAN BENTUK DAN PEMBUANGAN PEKERJAAN SEMENTARA Semua struktur sementara seperti cofferdam atau penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) harus dibongkar setelah struktur permanen atau pekerjaan lainnya selesai. Pembongkaran harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu atau merusak struktur atau formasi yang telah selesai. Bahan bekas yang diperoleh dari pekerjaan sementara dapat dipergunakan untuk pekerjaan permanen. Setiap bahan galian yang sementara waktu diijinkan untuk ditempatkan dalam saluran air harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu saluran air. III-4

39 Bab III: Properties Tanah Seluruh tempat bekas galian bahan atau sumber bahan yang digunakan harus ditinggalkan dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran drainase yang memadai PROSEDUR PENGGALIAN Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi yang ditentukan dalam Gambar Rencana dan harus mencakup pembuangan semua bahan dalam bentuk apapun yang dijumpai, termasuk tanah, batu, batu bata, beton, pasangan batu dan bahan perkerasan lama, yang tidak digunakan untuk pekerjaan permanen. Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan yang seminimal mungkin terhadap bahan di bawah dan di luar batas galian. Bilamana bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar atau pondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor, maka bahan tersebut harus seluruhnya dipadatkan atau dibuang dan diganti dengan timbunan yang memenuhi syarat. Bilamana batu, lapisan keras atau bahan yang sukar dibongkar dijumpai pada garis formasi untuk pondasi struktur, maka bahan tersebut harus digali 15 cm lebih dalam sampai permukaan yang mantap dan merata. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing pada permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan semua pecahan batu yang diameternya lebih besar dari 15 cm harus dibuang. Profil galian yang disyaratkan harus diperoleh dengan cara menimbun kembali dengan bahan yang memenuhi prsyaratan Spesifikasi dan dipadatkan. Peledakan sebagai cara pembongkaran batu hanya boleh digunakan jika, menurut pendapat pejabat yang berwenang, tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Pejabat yang berwenang dapat melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara lain, jika, menurut pendapatnya, peledakan tersebut berbahaya bagi manusia atau struktur di sekitarnya, atau bilamana dirasa kurang cermat dalam pelaksanaannya. Harus disediakan anyaman pelindung ledakan (heavy mesh blasting) untuk melindungi orang, bangunan dan pekerjaan selama penggalian. Jika dipandang perlu, peledakan harus dibatasi waktunya. Penggalian batu harus dilakukan sedemikian, apakah dengan peledakan atau cara lainnya, sehingga tepi-tepi potongan harus dibiarkan pada kondisi yang aman dan serata mungkin. Batu yang lepas atau bergantungan dapat menjadi tidak stabil atau III-5

40 Bab III: Properties Tanah menimbulkan bahaya terhadap pekerjaan atau orang harus dibuang, baik terjadi pada pemotongan batu yang baru maupun yang lama METODE PENGERINGAN (DEWATERING) Galian struktur diperlukan untuk memberikan ruang bagi pembuatan bangunan bawah jembatan. Persoalan pelaksanaan akan muncul apabila ternyata permukaan air tanah terletak pada kedalaman tanah yang termasuk harus digali, artinya tepi bawah abutment terletak di bawah permukaan air tanah. Jika kondisi seperti ini yang dihadapi, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menurunkan permukaan air tanah agar galian struktur dapat dilakukan mengikuti shop drawing. Lihat sketsa tersebut di bawah : permukaan tanah asli sebelum pondasi sumuran dipasang Tepi galian struktur tepi galian struktur permukaan air tanah sebelum pondasi sumuran dipasang muka air sungai dasar pondasi sumuran Catatan : Pada contoh skets di atas, jika tidak dilakukan pengendalian terhadap permukaan air tanah, maka akan sulit untuk mencapai galian pada kedalaman tepi bawah pondasi sumuran sebagaimana dikehendaki dalam perencanaan teknis. Untuk mengatasi hal ini ada beberapa metode pengeringan (dewatering) yang perlu dipilih agar galian struktur dapat dilaksanakan. Prinsip dewatering dalam hal ini adalah membuang air tanah yang merembes, bisa dengan open pumping, pre drain, atau cut off tergantung kondisi lapangan. III-6

41 Bab III: Properties Tanah Dewatering dimaksudkan untuk : Dapat menyiapkan lantai kerja pada dasar galian struktur; Menjaga stabilitas tepi-tepi galian agar tidak runtuh; Mencegah kerusakan dasar galian dari kemungkinan terjadinya piping yang melemahkan daya dukung tanah. Untuk dapat menentukan metode dewatering mana yang akan digunakan dalam menyediakan ruang untuk meletakkan tepi bawah abutment jembatan diperlukan datadata sebagai berikut: perkiraan volume air per satuan waktu di dalam lubang galian struktur yang harus dikeringkan, posisi permukaan air tanah, faktor permeabilitas tanah, dan data-data properties lainnya (hasil pekerjaan boring, dilakukan pengujian laboratorium); yang diperlukan untuk mengendalikan posisi permukaan air tanah guna mencegah atau mengurangi pengaruh rembesan air tanah dalam pelaksanaan pekerjaan galian struktur. Berikut ini diberikan beberapa 2 (dua) metode dewatering : a. Open pumping Metode ini digunakan jika diperhitungkan bahwa dalam pelaksanaan galian struktur, volume air per satuan waktu yang akan menggenangi lubang galian (yang mengalir/berasal dari air tanah) relatif tidak banyak, masih bisa ditanggulangi dengan memasang pompa penyedot air. Berikut ini adalah sketsa contoh galian struktur untuk keperluan menempatkan pondasi sumuran, dalam kondisi volume rembesan air ke lubang galian per satuan waktu masih dapat ditanggulangi dengan sistem open pumping. III-7

42 Bab III: Properties Tanah lereng galian struktur lubang galian untuk pondasi sumuran pompa penyedot air Rembesan air permukaan muka air sungai dasar pondasi sumuran pondasi sumuran ke sungai pondasi sumuran ke sungai Dalam contoh di atas direncanakan memasang 2 (dua) pondasi sumuran untuk memikul beban-beban jembatan melalui abutment. Galian untuk pondasi sumuran dilaksanakan satu demi satu, setelah dinding sumuran untuk 1 (satu) pondasi sumuran selesai dan diisi dengan beton siklop, galian pondasi berikutnya baru boleh dimulai. Sebelumnya untuk memudahkan petugas melaksanakan pemasangan dinding sumuran, disiapkan lantai kerja (lean concrete) dengan ukuran sama dengan ukuran tapak bangunan bawah, dikosongkan di posisi untuk meletakkan dinding sumuran. Setelah dicek bahwa letak dinding sumuran sudah tepat, pekerjaan galian III-8

43 Bab III: Properties Tanah dimulai dengan terlebih dahulu meletakkan dinding sumuran di posisi sesuai dengan yang direncanakan. Kemudian tanah digali dan dibuang, dinding sumuran akan turun karena berat sendiri, jika dinding pertama telah turun sehingga tepi atas dinding sumuran mencapai elevasi lantai kerja, dinding sumuran kedua diletakkan diatasnya. Pekerjaan galian struktur dilanjutkan, tanah hasil galian dibuang, dinding sumuran yang kedua semakin turun, demikian seterusnya sampai akhirnya dicapai galian struktur sampai pada ke dalaman tanah keras untuk meletakkan dasar pondasi sumuran. Air tanah yang merembes melalui dasar galian dipompa ke luar dengan pompa penyedot air yang telah dipasang di lantai kerja. Proses galian dan penyedotan air di lokasi galian berlangsung terus (air dibuang ke saluran pembuang, dalam contoh dibuang ke sungai karena abutment dibuat untuk jembatan yang melintasi sungai) sampai tepi bawah dinding sumuran mencapai elevasi yang direncanakan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menghitung besaran-besaran yang diperlukan untuk mengetahui volume air (rembesan) per satuan waktu sebagaimana dikemukakan di atas. Untuk menjawab hal tersebut, berikut ini diberikan hukum Darcy yang dapat digambarkan sebagai berikut : Catatan : Pada contoh (I) : arah flow (aliran air) horizontal Pada contoh (II) : arah flow vertikal vp = kp.s vp = Kecepatan rembesan air kp = Koefisien rembesan (koefisien perkolasi), yaitu kecepatan rata-rata aliran air melalui pori-pori tanah pada kondisi S = 1.0 S = Gradien hidrolik, yaitu h/l h = Perbedaan tinggi muka air pada jarak L L = Tebal lapis tanah, diukur searah dengan arah aliran air Penggunaan secara praktis, akan lebih mudah menghitung luas penampang tanah yang dilalui oleh rembesan air dibandingkan dengan menghitung luas pori-pori tanah (voids). Dalam hal ini koefisien rembesan kp kita ganti dengan koefisien permeabilitas k, yang didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata imajiner v suatu III-9

44 Bab III: Properties Tanah rembesan air pada suatu penampang tanah (butir + pori), yang terjadi pada kondisi gradien hidrolik S = 1.0. Jadi : v = k.s Asumsi yang diberikan disini ialah bahwa luas penampang voids rata-rata proportional dengan volume pori (volume of voids) Vv. Hubungan antara k dengan kp dapat diberikan sebagai berikut : k = (Vv/V).kp dimana V = Va + Vw + Vs sedangkan Vv = Va + Vw. Catatan : Va = volume udara, Vw = volume air, Vs = volume butir; V = volume total, selanjutnya lihat ilustrasi yang menggambarkan secara skematis porositas tanah tersebut di bawah : air (udara) Va water (air) Vw Vv V solid (butir) Vs Untuk menghitung volume air per satuan waktu (debit) yang menggenangi lubang galian dapat digunakan rumus tersebut di bawah : Q = k.s.a.t Q = Debit k = Koefisien permeabilitas S = Gradien hidrolik, yaitu h/l A = Luas penampang tanah t = Waktu b. Pre Drainage Metode ini digunakan jika diperhitungkan bahwa dalam pelaksanaan galian struktur, volume air per satuan waktu yang akan menggenangi lubang galian (yang mengalir/berasal dari air tanah) relatif banyak, sehingga tidak lagi mungkin menggunakan open pumping. Prinsip yang digunakan adalah menurunkan permukaan III-10

45 Bab III: Properties Tanah air tanah di bawah dasar galian agar posisi air tanah berada lebih rendah dibanding dengan tepi bawah pondasi (dalam contoh : pondasi sumuran). lereng galian struktur lubang galian untuk pondasi sumuran pompa penyedot air permukaan air tanah sebelum pre drain muka air sungai permukaan air tanah setelah pre drain well point pondasi sumuran ke sungai pompa penyedot air pondasi sumuran ke sungai Penurunan elevasi permukaan air tanah di bawah dasar galian direncanakan dengan menggunakan well point system atau deep well. Desain well points dimaksudkan untuk menentukan berapa banyaknya well points yang diperlukan, berapa kedalaman well poins, dimana well points harus ditempatkan, berapa jumlah pompa yang diperlukan, dan berapa kapasitas pompa yang harus dipasang. Satu well point system pada umumnya direncanakan untuk dapat menurunkan permukaan air tanah (suction III-11

46 Bab III: Properties Tanah lift) 5 7 m di bawah permukaan tanah asli. Jarak antara untuk masing-masing well point pada umumnya berkisar antara 1 4 m, tepi atas well point difungsikan sebagai penghisap air dari well point, dialirkan melalui header pipe ke pompa penyedot air. Dari sini air dibuang ke saluran pembuang, dalam contoh air yang disedot oleh pompa dibuang ke sungai. Dalam contoh sketsa, untuk menurunkan permukaan air tanah dipasang 12 (dua belas) well point. Untuk menghitung kebutuhan well point termasuk di elevasi mana dasar wall point harus ditentukan, diperlukan pengujian laboratorium atas hasil boring, guna mendapatkan properties tanah, untuk bahan masukan perhitungan desain. Pemahaman dasar tentang penggunaan hukum Darcy untuk memperhitungkan volume rembesan air ke dalam galian tanah, barangkali dapat membantu para perencana menentukan apakah dapat menggunakan open pumping atau pre drainage atau yang lainnya misalnya memasang sheet pile di luar galian untuk pondasi sumuran. Yang terakhir ini tidak dijelaskan di sini karena pada umumya sheet pile digunakan untuk galian struktur berbentuk persegi yang memerlukan ruang kerja pekerjaan pondasi yang sama sekali terbebas dari aliran air tanah. Jadi dalam hal ini yang diperlukan adalah memotong flow air tanah dengan sheet pile, berbentuk persegi tertutup, air tanah di sekeliling luar galian tidak diturunkan. Sheet pile dipancang sampai minimal sama dengan tepi bawah akuifer, sehingga aliran akuifer tidak bocor ke lubang galian PENGARUH MUKA AIR TANAH AIR DI DALAM TANAH Air di dalam tanah terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut: - Air higroskopis - Air kapiler, dengan gaya kapiler dan gravitasi - Air tanah grafitasi, bisa merupakan air tanah dalam kondisi bebas atau air tanah dalam kondisi artesis. Air higroskopis menyerupai zat yang sifatnya semi padat dan melekat dengan kuat pada permukaan butir-butir tanah karena tenaga electro-chemical. Air tersebut tidak dapat dikeluarkan dari butir-butir tanah kecuali dengan pemanasan yang tinggi. Air kapiler tertahan dan bergerak dalam tanah dengan tenaga kapiler dari rongga-rongga tanah dan gaya gravitasi. Air kapiler dapat naik dari permukaan air tanah ke tanah dasar dan pondasi jalan dan akan menurunkan daya dukung maupun kuat geser dari materialmaterial tersebut. III-12

47 Bab III: Properties Tanah Berikut ini sketsa yang menggambarkan keberadaan 3 jenis air di dalam tanah: Air tanah biasanya diklasifikasikan ke dalam 2 type yaitu air tanah dengan permukaan air bebas dan air tanah pada kondisi sumur artesis. Berikut ini diberikan skema yang menggambarkan hubungan antara air tanah, tekanan air pori dan derajat kejenuhan. h 2 w.h 2 Tekanan air pori Permukaan air tanah Air kapiler h 1 Tekanan air tanah Air tanah bebas w.h 1 Tekanan air tanah / air pori 100% Derajat kejenuhan III-13

48 Bab III: Properties Tanah GERAKAN AIR TANAH Air bergerak mengikuti hukum gravitasi yaitu menuju ke tempat yang lebih rendah. Air hujan yang bergerak sebagai aliran permukaan, dalam perjalanan menuju ke tempat yang lebih rendah mempunyai beberapa kemungkinan: - Menguap, bergabung menjadi awan untuk kemudian jika persyaratannya sudah dipenuhi akan turun kembali ke bumi menjadi hujan. - Meresap ke dalam tanah karena melewati tanah yang koefisien permeabilitasnya memungkinkan bagi aliran air permukaan untuk infiltrasi ke dalam tanah. - Melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih rendah karena tidak mempunyai kesempatan menguap atau merembes ke dalam tanah karena melewati lapisanlapisan tanah yang impermeabel, namun setelah mencapai tempat yang lebih rendah juga mempunyai kemungkinan menguap dan infiltrasi. Siklus tersebut berulang, namun yang akan kita garisbawahi adalah aliran air permukaan yang mempunyai kesempatan infiltrasi ke dalam tanah. Apa yang terjadi setelah air permukaan tersebut merembes ke dalam tanah? Jawabannya adalah tergantung dari stratifikasi tanah yang dilaluinya, air infiltrasi ini bisa mengumpul menjadi air tanah dengan permukaan air bebas atau air tanah yang menjadi sumur artesis, mengalir ke permukaan sebagai mata air. Sketsa berikut menunjukkan beberapa keadaan air tanah yang berbeda-beda karena stratigrafi tanah yang keadaannya juga sangat kompleks: III-14

49 Bab III: Properties Tanah Tinggi muka air tanah dapat berubah karena pengaruh musim, karena adanya galian atau timbunan, kalau dekat dengan sungai atau danau juga bisa terjadi karena turun atau naiknya permukaan air sungai danau. Jadi tinggi permukaan air tanah mempunyai sifat fluktuatif, kalau kebetulan jenis tanahnya mempunyai tenaga kapiler yang tinggi, air dari sekitarnya akan bergerak menuju ke tanah tersebut. Jika tanah tersebut dalam keadaan kering, maka tenaga kapiler akan menyedot air yang ada di bawahnya. Pada umumnya tanah yang berbutir halus mempunyai tenaga kapiler yang lebih besar dari pada tanah yang berbutir kasar, sehingga tanah yang berbutir halus akan mempunyai kadar air yang lebih tinggi dari pada tanah berbutir kasar. Lihat grafik tersebut di bawah: Kadar air di atas permukaan air tanah akan dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun demikian, karena penguapan dari permukaan tanah akan diimbangi oleh suplai dari air kapiler, maka kadar air tanah pada umumnya tidak menunjukkan fluktuasi yang besar kecuali pada lapisan yang langsung di bawah permukaan tanah PENGARUH PERMUKAAN AIR TANAH PADA OPRIT JEMBATAN Pengaruh permukaan air tanah pada galian struktur dan penempatan pondasi jembatan telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya. Oleh karena pekerjaan membangun jembatan juga mencakup pekerjaan membangun oprit jembatan, maka dalam uraian ini akan dijelaskan bagaimana mempertimbangkan perencanaan oprit jembatan jika ternyata oprit jembatan terletak di atas lapisan tanah yang pengaruh muka air tanahnya tidak III-15

50 Bab III: Properties Tanah dapat diabaikan. Pada umumnya apabila permukaan air tanah berada pada kedalaman 1 m di bawah tepi bawah subbase, pengaruhnya terhadap lapisan perkerasan dapat diabaikan. Apabila permukaan air tanah dekat atau lebih tinggi dari permukaan jalan, akan diperlukan subgrade drainage berupa longitudinal drain untuk menurunkan permukaan air tanah. Kalau longitudinal drain belum cukup, dapat ditambahkan drainage layer plus transverse interceptor drain. Lihat sketsa dihalaman berikut. Pada gambar (a) jalan dibuat di suatu lereng sehingga sebagian di atas galian dan sebagian lagi di atas timbunan. Permukaan air tanah diturunkan dengan cara memasang longitunal drain pada sebelah kiri tepi perkerasan. Pada gambar (b) jalan dibuat pada daerah galian, padahal posisi semula permukaan air tanah berada di atas permukaan jalan. Untuk menurunkan permukaan air tanah di tepi kiri-kanan dipasang longitudinal drain. Pada gambar (c) dijumpai kasus jalan raya 4 (empat) jalur dengan posisi semula permukaan air tanah di atas permukaan jalan. Oleh karena jarak antara longitudinal kiri dan kanan agak jauh, untuk menurunkan permukaan air tanah masih diperlukan longitudinal drain lagi di tengah-tengah. III-16

51 Bab III: Properties Tanah (d) Pada gambar (d) diperlihatkan kondisi dimana longitudinal drain saja belum cukup mampu untuk menghindari rembesan air tanah, padahal bagian jalan tersebut terletak pada perpindahan dari daerah galian ke daerah timbunan. Yang dikhawatirkan adalah air juga akan merembes ke daerah timbunan. Untuk menangani kasus ini disarankan mengkombinasikan pemakaian transverse inceptor drain dan drainage layer yang dipasang di bawah base, sebagai pengganti subbase. Lihat sketsa di bawah : Berikut ini adalah contoh-contoh lain cara membuang air tanah yang dinilai mengganggu daya dukung subgrade : III-17

52 Bab III: Properties Tanah Jika tekanan hidrostatis relatif kecil Jika tekanan hidrostatis cukup besar Filter material Harus mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi agar dapat membuang dengan cepat air tanah yang mengganggu tanah dasar. Terdiri dari pasir, kerikil atau batu pecah yang gradasinya terkontrol. III-18

53 Bab III: Properties Tanah Bersih dari pelapukan dan mempunyai pembagian butir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu sebagai berikut : D D filter subgrade < 5 ; D15filter > 5 ; D subgrade 15 D 15 filter D lobang > 2 Persyaratan di atas dimaksudkan agar filter tidak tersumbat oleh material halus dari tanah dasar. Selanjutnya lihat grafik di bawah: Sumber : Subsoil Drainage, The Post Graduate Program on Highway Engineering, ITB-DPUT-JICA, DAYA DUKUNG TANAH DASAR Jika kadar air pada tanah dasar naik sampai kadar air optimum, maka nilai kerapatan kering maksimum juga naik. Artinya daya dukung tanah dasar akan naik seiring dengan kenaikan kadar air namun hal ini hanya terjadi sampai pada kadar air optimum. Jika kadar air tanah dasar tadi ditambah lagi sehingga melebihi kadar air optimum, maka nilai kerapatan kering maksimum akan turun, artinya daya dukung tanah dasar akan semakin turun jika kadar air yang ditambahkan semakin jauh melewati kadar air optimum. Lihat grafik yang menunjukkan hubungan antara kerapatan kering maksimum dengan kadar air tersebut di bawah: III-19

54 Bab III: Properties Tanah Mengacu pada Spesifikasi, pada oprit jembatan, tanah dasar yang dipersiapkan sebagai badan jalan harus dipadatkan terlebih dahulu sebelum diatasnya dipasang lapis-lapis perkerasan. Apakah yang dimaksud dengan tanah dasar pada pekerjaan jalan tersebut? Tanah dasar dapat dibentuk dari timbunan biasa, timbunan pilihan, lapis pondasi agregat, atau tanah asli di daerah galian. Tanah dasar harus dipadatkan hanya pada kondisi bilamana kadar air material berada dalam rentang 3% di bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI Lihat skema di atas, pada kondisi I beban roda P diterima oleh bidang yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi II q 1 < q 2. Jadi permasalahan daya dukung tanah dasar menjadi krusial apabila elevasi permukaan air tanah dekat dengan elevasi permukaan tanah dasar. Pada kondisi tertentu akibat air kapiler, air tanah akan tersedot naik ke tanah dasar sehingga kadar air di dalam tanah dasar melebihi batas kadar air optimum, berarti daya dukungnya menjadi turun. Hal inilah yang harus diatasi dengan menyiapkan drainase bawah permukaan agar permukaan air tanah tidak semakin mendekat ke permukaan tanah dasar. III-20

55 Bab III: Properties Tanah SISTEM DRAINASE BAWAH PERMUKAAN Prinsip utama yang disarankan adalah menjaga agar pada oprit jembatan, lapis perkerasan dan subgrade relatif tetap kering. Sketsa di atas menggambarkan keadaan dimana permukaan air tanah berada di bawah subbase. Air infiltrasi relatif tidak sempat masuk ke dalam subbase, karena sesuai dengan sifatnya yang high permable open graded dapat mengalirkan air kesamping, ditampung oleh collector pipe. Dari sini air dibuang melalui outlet pipe. Dengan sistem demikian, air infiltrasi tidak akan sempat tergenang dalam lapisan-lapisan perkerasan untuk jangka waktu lama. Jadi perkerasan tidak akan berada dalam kondisi jenuh dengan air PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK MENDAPATKAN DATA KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT TEKNIK (PROPERTIES) TANAH UMUM Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan data karakteristik dan sifatsifat teknik (properties) dari contoh-contoh yang didapat dari pemboran dan sumur / parit uji. Sifat-sifat teknik tersebut diperlukan untuk perhitungan daya dukung, stabilitas dan penurunan. Disamping itu data tersebut diatas dapat digunakan untuk klasifikasi sehingga sifat tanah sebagai pendukung pondasi dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman yang ada. Klasifikasi tersebut diatas dapat pula digunakan untuk mengkoreksi klasifikasi tanah / batuan yang telah dilakukan dilapangan. Untuk menjamin diperolehnya data yang baik III-21

56 Bab III: Properties Tanah dan cukup untuk pemeriksaan laboratorium, maka contoh-contoh tanah dari lapangan harus diperiksa dahulu oleh ahli teknik tanah untuk menentukan macam-macam pemeriksaan laboratorium yang diperlukan. Umumnya jumlah pemeriksaan laboratorium yang di lakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas laboratorium dan macam bangunan yang direncanakan. Macam pemeriksaan laboratorium harus dipilih untuk mendapatkan data yang dikehendaki dan seekonomis mungkin. Umumnya jumlah pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas laboratorium dan macam bangunan yang direncanakan. Pemeriksaan yang rumit dan mahal hanya dibenarkan apabila data yang diperoleh akan benar-benar bermanfaat untuk keperluan desain jalan dan jembatan yang lebih akurat, atau akan menghilangkan resiko runtuhnya bangunan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan juga mengakibatkan biaya menjadi lebih mahal. Sifat-sifat teknik dari tanah ditentukan oleh: faktor-faktor seperti material induk (parentmaterial), komposisi mineral, kadar organik, umur, proses pengangkutan dan pengendapan, cara dan derajat konsolidasi, tekstur, gradasi dan struktur. Umumnya pemeriksaan laboratorium untuk perencanaan pondasi jembatan dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut: 1) Pemeriksaan klasifikasi: untuk memparoleh korelasi sifat tanah / batuan serupa, sehingga dapat mengurangi jumlah pemeriksaan detail yang diperlukan. 2) Pemeriksaan kekuatan: untuk analisa daya dukung, stabilitas lereng dan stabilitas timbunan. 3) Pemeriksaan kompresibilitas: digunakan untuk analisa penurunan (besar dan lamanya). Pemeriksaan-Pemeriksaan lain misalnya permeabilitas kadang-kadang diperlukan untuk analisa sistim pengeringan (dewatering) dan percobaan pemadatan untuk timbunan jalan penghubung (oprit) MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN Beberapa pemeriksaan laboratorium dan kegunaannya akan diuraikan sebagai berikut: Klasifikasi jenis tanah berdasarkan proses pembentukannya Kerak bumi pada umumnya dibagi dalam dua kategori, yaitu: batuan dan tanah. Kata 'tanah' pada umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk mendeskripsikan gumpalan atau komposisi butiran, butiran mineral mineral dan materi organik yang relatif lemah ikatan antar butirnya yang terdapat dari pemukaan bumi hingga ke Iapisan batuan padat. III-22

57 Bab III: Properties Tanah Ikatan antar butir yang lemah ini pada umumnya dapat dipisahkan hanya dengan sedikit gangguan mekanis, misainya dengan mengaduknya di daiam air. Semua mineral tanah berasal dari batuan sebagai akibat dari pelapukan. Batuan induk tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukannya sebagaimana berikut: Batuan Beku (Igneous Rock): terbentuk pada atau di kedalaman tertentu dari permukaan tanah sebagai hasil dari pembekuan magma panas. Batuan endapan (Sedimentary Rock): terbentuk sebagai akibat dari endapan berlapis-lapis partikel tanah di dalam air, endapan mana kemudian membatu pada jangka waktu yang panjang. Batuan Metamor: merupakan perubahan sifat batuan beku atau batuan endapan akibat dari tekanan atau temperatur yang tinggi. Proses pelapukan batuan menjadi tanah dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu: Proses penghancuran fisik (desintegration): proses pelapukan tanah akibat dari faktor-faktor fisika, misalnya: perubahan temperatur secara berkala, pembekuan dan pencairan (air dalam batuan), proses perusakan oleh tanaman, binatang dan/atau es di dalam celah batuan. Proses pelapukan kimiawi (decomposition): proses pelapukan kimiawi terjadi akibat reaksi kimiaw, misalnya: oksidasi, hidrasi, karbonasi, dan efek kimia dari tanaman. Proses pelapukan kimiawi ini dapat dipercepat bila dipengaruhi oleh temperatur yang tinggi dan keberadaan zat-zat asam organik. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pelapukan tanah ini diantaranya adalah: cuaca, topografi, waktu, sejarah geologi dan tipe Batuan. Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa oleh gletser/sungai es, angin, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian terendapkan ditempat yang lain. Berdasarkan proses yang disebut diatas ini, lapisan tanah dapat dibagi ke dalam empat bagian utama, yaitu: tanah residual (residual soil), tanah endapan air (water transported soil), tanah endapan angin (wind transported soil). Proses pembentukan tanah ini akan mempengaruhi karakteristik masing-masing tanah yang terbentuk. 1) Tanah residual: Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan Batuan dasar dan masih berada ditempat asalnya disebut Tanah Residual. Di daerah tropis, ketebalan tanah residual yang terbentuk dari Batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari III-23

58 Bab III: Properties Tanah 20m. Sebaliknya di daerah dingin, proses pelapukan berjalan jauh lebih lambat dan ketebalan tanah yang terbentuk pada umumnya hanya beberapa meter saja. Di daerah dimana sering terjadi aliran es, tanah residual yang terbentuk akan terbawa aliran es, dan yang tertinggal hanya Batuan beku yang belum lapuk dengan sedikit kantong-kantong tanah residual. Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi lingkungan dimana tanah tersebut terbentuk dan kepada tipe Batuan induknya. Granite menghasilkan lanau kepasiran dan pasir kelanauan dengan komposisi mineral mica dan lempung 1tauIin yang bervariasi. Basalt menghasilkan lempung dengan kadar montmorillonite yang tinggi dan bersifat plastis. Tingkat pelapukan bervariasi terhadap kedalaman. Mireral feldspar, mika dan ferromagnesium di permukaan tanah pada umumnya berubah menjadi mineral tanah lempung. Pada kedalaman yanb lebih besar, mineral-mineral tersebut hanya berubah sebagian saja dan masih memiliki ikatan antar partikel yang kuat. Celah dan rekahan pada Batuan akan mempercepat proses pelapukan. Lapisan tanah residual yang terdalam pada umumnya masih memiliki susunan komposisi mineral dan orientasi butiran dari batuan asal. Kedalaman pelapukan sangat tergantung kepada jenis batuan, permeabilitas dan tingkat sementasi batuan. Batuan pasir (sandstones) yang porous akan mengalami pelapukan yang relatif lebih mudah dibanding batuan beku yang relatif impermeable. Batuan Endapan terbentuk dalam beragam variasi tergantung kepada proses pengendapannya. Umumnya batu kapur (limestones) mengandung banyak CaC03 murni yang dapat larut dar. terbawa air tanah. Bagian yang tersisa dan tidak terbawa air tanali membentuk tanah residual berupa: lempung dengan mineral kaolinite hingga montmorillonite; atau pasir atau lanau dengan mineral silika dan chert. Peralihan antara zone tanah ke zone batuan segar, tergantung kepada tingkat kelarutan batuan induk dan umumnya daerah peralihan itu terlihat tegas. Garis batasnya sangat tidak beraturan karena larutan dalam batuan kapur terjadi dalam daerah retakan (joints). Pada daerah pertemuan antara batas horizontal (horizontal bedding) dengan retakan (joints), larutan dapat meluas secara horizontal dan membentuk goa-goa dalam tanah. Lubang atau goa dalam tanah ini dapat bertahan atau dapat runtuh dengan akibat terbentuknya lubang-lubang di permukaan tanah (sinkholes). Goa-goa dalam tanah ini perlu diselidiki sebeium membangun suatu bangunan di atas daerah berbatu kapur. Tanah residual yang terbentuk dari batuan metamorphic bervariasi dari lanau kepasiran hingga pasir kelanauan dengan kadar mika yang beragam bila batuan induknya berupa Gneiss atau Schist. Batuan marmer yang mengalami proses pelapukan oleh cairan akan menghasilkan tanah residual yang mirip dengan yang III-24

59 Bab III: Properties Tanah dihasilkan dari pelapukan batuan kapur. Batuan metamorphic lain mengalami pelapukan yang mirip dengan batuan beku, yaitu: pelapukan berkurang terhadap kedalaman dan tidak ada batas yang tegas antara tanah residual dengan batuan induknya. Massa batuan yang tidak mengalami pelapukan dapat mengandung lensa tipis material yang sudah lapuk di antara rekahan dan di antara material yang ketahanannya lebih lemah. 2) Tanah endapan air (water transported soil) Tergantung dari macam air yang mengangkut dan mengendapkannya, tanah endapan air dapat dibagi lagi menjadi tiga golongan, yaitu: tanah alluvium (oleh air sungai), tanah lacustrine (di danau) dari tanah marina (di pantai / air laut). Tanah alluvium: terbentuk ketika air sungai dari pegunungan mencapai dataran rendah.partikel-partikel kecil yang terapung didalam air sungai terbawa ke daerah hilir relatif tanpa mengalami perubahan secara fisik. Partikel-partikel yang lebih besar, seperti pasir, kerikil dan kerakal, diangkut dan berguling di dasar sungai, akibatnya partikel tersebut akan terkikis dan berbentuk bulat. Air sungai juga akan mengerosi dasar sungai hingga daerah yang relatif landai dimana kecepatannya merendah. Disini partikel yang lebih besar akan terendapkan lebih dahulu disusul oleh partikel-partikel yang lebih halus. Daerah alluvial yang luas akan terbentuk dimana air sungai pegunungan mencapai dataran rendah. Proses ini terus berianjut hingga terbentuk dataran alluvial dan aliran sungai mengalami perubahan arah. Di daerah lembah yang relatif datar pada musim kering, aliran sungai terbatas pada jalurnya dan pengendapan diimbangi dengan proses erosi. Pada musim banjir, aliran sungai akan meluap ke daerah bantaran sungai membentuk aliran air yang meluas dan relatif bergerak lambat. Terjadi pengendapan yang relatif cepat disepanjang tepian bantaran sungai dan membentuk tanggulan alami. Luapan air yang meluas merupakan tempat pengendapan partikel-partikel halus, ketika banjir surut, butiran-butiran halus mengendap sampai saat terjadi penguapan dan lumpur yang tertinggal mengering menjadi debu. Tanah lacustrine: terbentuk ketika danau berfungsi sebagai tempat pengendapan dari partikel-partikei tanah yang terbawa oleh air sungai yang bermuara di danau tersebut. Didaerah yang gersang, saat terjadi banjir air sungai membawa banyak kerikil, pasir dan lanau yang diendapkan membentuk delta saat kecepatan air berkurang ketika memasuki danau. Jalur jalur aliran baru selalu terbentuk didaerah delta sehingga tanah yang diendapkan jarang sekali homogen. Deita- III-25

60 Bab III: Properties Tanah delta yang terbentuk bisa tipis atau tebal dan bisa mencapai ketebalan hingga beberapa ratus meter. Partikel-partikel yang lebih halus terangkut hingga ke air yang lebih dalam dimana proses pengendapan akan membentuk lapisan yang berganti-ganti antara partikel kasar dan partikel halus. Di daerah yang gersang ini, proses sedimentasi (atau pengendapan) akaa menyebabkan danau lambat laun menjadi dangkal dan mengering pada musim kering. Di daerah air tawar, tanah yang terbentuk akan berlapis-lapis (varved), yaitu terdiri dari lapisan-lapisan danau dan lempung secara bergantian. Bilamana danau tempat air suingai tersebut bermuara mengandung garam, maka tidak akan terbentuk lapisan-lapisan karena gaya-gaya elektrolit membuat partikel-partikel tanah lempung terikat menjadi gumpalan-gumpalan yang disebut dengan istilah ter-flokulasi (flocculated). Endapan partikel lempung menjadi Iebih cepat dan mengendap berbarengan dengan lanau. Di daerah yang lembab, ketika danau terisi sedimen dan menjadi dangkal, tumbuh-tumbuhan di sekitar tepian danau meningkat. Pembusukan material tumbuh-tumbuhan ini menghasilkan bahan organik yang mengendap bersama dengan danau dan lempung hingga terbentuk tanah organik. Di tingkat akhir dari proses sedimentasi ini, danau dapat dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan dan hanya terjadi pembusukan sebagian dari sisa-sisa tanaman. Akhirnya terbentuklah tanah gambut (peat). Pada tahap ini danau berubah menjadi tanah rawa (marshland). Tanah marina: terbentuk ketika air sungai bermuara di laut. Ketika kecepatan air sungai berkurang, partikel-partikel kasar yang dibawa air sungai akan diendapkan terlebih dahulu dan partikel yang lebih halus diendapkan kemudian dikejauhan. Proses sedimentasi yang terjadi mirip dengan yang terjadi di daerah danau, yaitu: pengendapan terjadi di air yang relatif tenang dan bebas dari penganah ombak. Partikel-partikel halus yang diendapkan di air asin akan terflokulasi dan membentuk struktur tanah yang berberat jenis rendah dengan karakteristik yang dipengaruhi oleh kadar garam di dalam air porinya. Setelah endapan ini muncul dari permukaan air laut, kadar garam lambat laun akan luluh oleh penyerapan air tawar, akhirnya terbentukilah lempung marina yang sangat sensitif. Akibat dari gaya-gaya gelombang dan arus pantai, endapan tanah di pantai sangat kompleks. Pematang-pematang (bars) yang terbentuk ketika sungai mengendapkan partikel-partikei yang dibawanya akan terdorong oleh gelombang laut dan disapu ke sepanjang pantai oleh arus pantai. Akibatnya pematangpematang tersebut dapat menutup sebagian pantai dari laut sehingga terbentuklah III-26

61 Bab III: Properties Tanah laguna-laguna. Laguna-laguna ini dapat menjadi danau-danau permanen yang airnya pasang surut bersama dengan air laut, dan dapat juga menjadi rawa-rawa. Endapan material organik seperti yang terjadi di danau juga terjadi disini. Didaerah tropis dan subtropis akan terbentuk rawa-rawa bakau (mangrove) yang bebas dari pengaruh gelombang. Lempung marina umumnya bersifat lunak, sangat mudah dimampatkan dan hanya mampu memikul beban yang ringan. Sebaliknya pasir dan kerikil marina sangat baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan. 3) Tanah endapan angin (wind transported soil) Pergerakan angin melalui daerah bertanah pasir atau danau yang luas akan membawa partikel-partikel berakuran pasir dan lanau. Partikel-partikel yang Iebih besar dari 0.05 mm (pasir) akan berguling atau terangkat ke udara untuk jarak yang relatif pendek dan akan tertumpuk membentuk bukit-bukit pasir (sand dunes). Partikelpartikel lanau yang lebih halus akan terbawa ke daerah yang lebih jauh. Angin men-sortir butiranbutiran pasir dan mengendapkannya dengan ukuran butir yang relatif seragam dan umumnya dalam keadaan lepas (loose condition). Bukit-bukit pasir yang terbentuk memiliki kemiringan sesuai dengan sudut keruntuhan disisi yang berlawanan arah dengan arah angin datang dan dengan sudut yang lebih landai disisi arah datangnya angin. Kecuali bila ditumbuhi tumbuhan yang merupakan komponel pen-stabil, bukit-bukit pasir ini sering berpindah tempat tergantung kepada kondisi angin. Butiran-butiran lanau dapat terbawa angin hingga beberapa kilometer sebelum kecepatar angin berkurang dan partikal-partikel tersebut jatuh ke bumi dan menumpuk di daerah yang luas. Tumpukan material lanau tersebut terus bertambah secara lambat dan umumnya seimbang dengan kecepatan tumbuhnya rerumputan. Hasilnya adalah susunan tanah LOESS, yang memiliki porositas vertikal yang besar. Endapan kalium karbonat dan ferro-oksida didalam bekas-bekas akar rerumputan rnembuat tanah loess menjadi keras dan tanah loess ini dapat berdiri vertikal akibat adanya rekahan-rekahan vertikal yang terbentuk dari jalur-jalur akar rerumputan. Dalam keadaan biasa tanah loess memiliki daya dukung yang tinggi. Namun demikian, dalam keadaan jenuh air, tanah loess menjadi lunak dan mudah ter-erosi. Sangatlah sukar untuk memperoieh contoh tanah loess dengan cara pemboran, karena struktur alami dari tanah loess akan berubah akibat proses pemboran. III-27

62 Bab III: Properties Tanah 4) Tanah endapan sungai es (soil of glacial origin) Dahulu kaia, bumi disebelah utara, dibelahan 40 derajat lintang utara banyak tertutup oleh benua es. Penyebaran dari massa es ini mengerosi, mencampur baur, mengangkut dan mengendapkan batuan-batuan lepas dan tanah dengan berbagai cara. Material yang diendapkan langsung oleh es disebut dengan Till. Tanah jenis ini sangat beragam dalam teksturnya, pertikelnya bervariasi dari kerakal (boulder) hingga lempung. Air yang mencair dari lempengan-lempengan es membawa pasir dan kerikil dan mengendapkannya didepan sungai es dan disebut Outwash. Bila air yang mencair itu bermuara diantara dataran tinggi dan sungai es, tercipta suatu danau dimana endapan danau es akan terbentuk. Ketika air mengalir ke dalam danau tersebut, material yang kasar diendapkan dipinggir danau dan membentuk delta-delta pasir dan kerikil. Partikel danau dan lempung yang lebih halus turbo ke tengah dan diendapkan di air tenang. Pada musim dingin, ketika pencairan es dan aliran air ke danau terhenti, Butiran-Butiran halus terus mengendap menghasilkan lempung berlapis (varved clays). Ketika ujung depan sungai es tetap stasioner selama beberapa tahun, aliran material yang terbawa oleh yang mencair akan menumpuk dalam bentuk bukit didepan sungai es. Endapan yang dihasilkan disebut dengan Terminal atau End Morraines. Sungaisungai tersisa mengalir didasar es dinamakan eskers. Endapan yang terbentuk merupakan sumber kerikil yang ideal. 5) Tanah-tanah khusus Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus. Contohnya: tanah lempung kembang (expansive soil), tanah collapsihle, tanah gamping, dan tanah organik. Tanah Expansive: adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan (peningkatan volume) bila terekspos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive. Tanah Collapsible: merupakan tanah dengan potensi pengurangan volume yang besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi tanpa adanya perubahan beban eksternal. Contoh: tanah loess, pasir dan lanau bersementasi lemah yang ikatan semennya, biasanya gypsum atau halite mudah larut dalam air. Tanah collapsible ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang gersang. Quick Clay: merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity) terhadap gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika mengalami III-28

63 Bab III: Properties Tanah gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar kepekaan (sensitivity, St) lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah perbandingan antara kuat geser tanah asli dengan kuat geser tanah tergarggu. Tanah Organik: merupakah tanah yang mengandung banyak komponen organik, ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter dibawah tanah. Tanah jenis ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan yang besar. Penyebaran dan sifat-sifar fisis tanah berubah bersama dengan berjalannya waktu dari keadaan geologi setempat. Berdasarkan pengalaman dan data penyelidikan tanah para ahli geoteknik diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang diperlukan sehubungan dengan sifar-sifat tanah yang dihadapi di dalam suatu proyek. Maka dari itu, sebagaimana dikatakan diatas, agar para ahli geoteknik dapat berbicara dalam satu bahasa yang sama dan untuk mer~gurangi resiko bahaya dalam perencanaan geoteknik diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat universal Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi. Keterangan mengenai ukuran bentuk dan pembagian butiran tanah yang dijumpai harus selalu dicantumkan pada laporan pemboran atau pada bor-log, karena sifat sifat ini akan berpengaruh terhadap macam dan kedalaman pondasi yang direncanakan. Ukuran butir, bentuk dan pembagian butir yang telah dianalisa oleh ketua tim pemboran harus dikuatkan dengan Pemeriksaan laboratorium pada interval-interval tertentu. Tanah harus dinyatakan apakah mempunyai karakteristik material berbutir kasar (pasir atau kerikil) atau material berbutir harus (lanau atau lempung). Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisa saringan dan analisa hidrometer. Analisa saringan digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir halus (lanau dan lempung). Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dicari dengan melakukan analisa saringan (ASTM C136 dan D422, 1980) dimana sejumlah contoh tanah kering diayak secara mekanis melalui serangkaian saringan berukuran standar dan butiran-butiran yang tertahan dari setiap saringan ditimbang, kemudian dicatat dalam persentase terhadap berat contoh tanah secara total. Dengan demikian berat tanah kumulatif yang lolos saringan ukuran tertentu dapat juga dihitung dalam juga dalam persen. Ukuran butir ekivalen yang diasumsikan sama dengan ukuran lubang saringan kemudian diplotka terhadap persentase berat kumulatif. III-29

64 Bab III: Properties Tanah Gambar 3.1: Alat pengujian untuk analisa saringan Distribusi ukuran butiran partikel tanah disajikan dalam suatu grafik yang disebut dengan Grafik Distribusi Ukuran Partikel. Grafik ini merupakan ploting antara ukuran butir atau ukuran saringan terhadap persentase butiran (dalam berat) yang lolos ukuran saringan tertentu. Ukuran butiran partikel tanah dimulai dari lebih besar dari 100 mm hingga lebih kecii dari mm. Karena rentang ukuran butiran yang mecapai hingga mencapai sekitar 106mm, maka ukuran butir umumnya dinyatakan dalam skala logaritma sebagaimana diperlihatkan dalam contoh Grafik Distribusi Ukuran Fartikel dibawah ini. Berdasarkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan sebagai berikut: - Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik dari kasar sampai halus - Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama - Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai ukuran butir-antara disebut. III-30

65 Bab III: Properties Tanah Disamping kamposisinya, pasir dan kerikil juga dideskripsi menurut bentuk butirnya (bulat, agak bulat, bersudut, agak bersudut) karena bentuk butir juga mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah sebagai contoh dalam kondisi yang sama, butir-butir bersudut (angular) mempunyai sudut geser yang lebih besar dari pada, butir-butir bulat.bentuk butir ditentukan dengan Pemeriksaan visual dengan bantuan kaca pembesar (loupe) dan membandingkannya dengan pembanding standar. Analisa. tapis tidak praktis dilakukan untuk tanah berukuran lebih kecil dari mm. Karena itu untuk tanah berbutir halus pengukuran ukuran butir dilakukan melalui proses sedimentasi contoh tanah. Berdasarkan hukum Stoke, kecepatan mengendap butiran tergantung dari diameter dan berat volume butiran serta viskositas cairan pengendap. Butiran-butiran lebih halus akan mengendap lebih lama dari butiran yang lebih besar, artinya: berat volume cairan pengendap juga akan berubah. Dengan menggunakan hidrometer berat volume cairan pengendap pada interval-interval waktu tertentu diukur. Dari hasil pengukuran itu persentase partikel diameter ekivalen butiran dapat dihitung. Perlu juga diketahui bahwa karakteristik tanah lempung dan lanau lebih dipengaruhi oleh sifatnya dari pada ukuran butirnya. Terdapat beberapa standar penggolongan tanah berdasarkan ukuran butir partikel tanah dengan perbedaan yang tidak signifikan. Kecuali standar ASTM yang umum dipakai di Indonesia, terdapat beberapa standar lain sebagaimana yang diperlihatkan dalam Gambar berikut. III-31

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

MODUL SIB 02: MEMBACA DATA

MODUL SIB 02: MEMBACA DATA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 02: MEMBACA DATA GEOTEKNIK 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Singkat Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro Pembangunan Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro, merupakan proyek pembangunan Track dan Jalur

Lebih terperinci

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN PENGUJIAN LABORATORIUM KORELASI EMPIRIS DATA SONDIR DAN N-SPT ANTAR PARAMETER TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN TUJUAN Mengetahui keadaan

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Cone Penetration Test (CPT) Alat kerucut penetrometer (Cone Penetration Test) adalah sebuah alat yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi studi yaitu Jalan Raya Sekaran di depan Perumahan Taman Sentosa Gunungpati,

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan suatu pekerjaan diperlukan tahapan tahapan atau metedologi yang jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada.

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran.

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran. BAB III DASAR PERENCANAAN 3.1 Data-data Fisik dan Pembebanan Untuk data-data pembebanan pada struktur atas jembatan layang Jl. RE Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii KATA PENGANTAR iv ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA

MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 06 : KEBUTUHAN SUMBER DAYA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

Analisis Daya Dukung Tanah Dan Bahan Untuk Pondasi Strous Pada Pembangunan Jembatan Karangwinongan Kec. Mojoagung Kab.Jombang

Analisis Daya Dukung Tanah Dan Bahan Untuk Pondasi Strous Pada Pembangunan Jembatan Karangwinongan Kec. Mojoagung Kab.Jombang ISSN Cetak: 2087-4286; ISSN On Line: 2580-6017 Analisis Daya Dukung Tanah dan Bahan Untuk Pondasi...(Ruslan) Analisis Daya Dukung Tanah Dan Bahan Untuk Pondasi Strous Pada Pembangunan Jembatan Karangwinongan

Lebih terperinci

MODUL RDE - 06: DASAR-DASAR SURVAI DAN PENGUJIAN GEOTEKNIK

MODUL RDE - 06: DASAR-DASAR SURVAI DAN PENGUJIAN GEOTEKNIK PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 06: DASAR-DASAR SURVAI DAN PENGUJIAN GEOTEKNIK 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penyelidikan tanah dilakukan untuk mendapat analisis geoteknik yang baik dan benar. Berbagai macam alat pengujian dirancang untuk mempermudah pekerjaan penyelidikan,

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN. pelaksanaan di lapangan penulis melakukan pengumpulan data berupa : pekerja) dan disertai dengan dokumentasi di lapangan,

BAB V METODE PELAKSANAAN. pelaksanaan di lapangan penulis melakukan pengumpulan data berupa : pekerja) dan disertai dengan dokumentasi di lapangan, BAB V METODE PELAKSANAAN 5.1 Uraian Umum Metode pelaksanaan konstruksi merupakan salah satu proses pelaksanaan konstruksi yang harus direncanakan sebelumnya. Untuk mengetahui metode pelaksanaan di lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pondasi merupakan suatu konstruksi pada bagian dasar struktur yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur ke lapisan tanah di bawahnya tanpa mengakibatkan

Lebih terperinci

No. Klasifikasi Medan Jalan Raya Utama 1 Datar (D) 0 9,9 % 2 Perbukitan (B) 10 24,9 % 3 Pegunungan (G) >24,9 %

No. Klasifikasi Medan Jalan Raya Utama 1 Datar (D) 0 9,9 % 2 Perbukitan (B) 10 24,9 % 3 Pegunungan (G) >24,9 % BAB IV ANALISA DATA Dalam proses perencanaan jembatan, setelah dilakukan pengumpulan data baik dari instansional maupun pustaka, dilanjutkan dengan evaluasi data / review study, berikutnya dilakukan analisis

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION)

PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION) LAMPIRAN I PENYELIDIKAN TANAH (SOIL INVESTIGATION) BANGUNAN PADA AREA BPPT LOKASI JALAN M H. THAMRIN NO. 8 JAKARTA 105 I. Pendahuluan Pekerjaan Penyelidikan tanah (Soil Test) dilaksanakan Pada Area Gedung

Lebih terperinci

PENGANTAR PONDASI DALAM

PENGANTAR PONDASI DALAM PENGANTAR PONDASI Disusun oleh : DALAM 1. Robi Arianta Sembiring (08 0404 066) 2. M. Hafiz (08 0404 081) 3. Ibnu Syifa H. (08 0404 125) 4. Andy Kurniawan (08 0404 159) 5. Fahrurrozie (08 0404 161) Pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sarana infrastruktur dalam dunia teknik sipil mengalami perkembangan yang cukup pesat, meningkatnya populasi manusia dan terbatasnya lahan merangsang

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL INVESTIGATION)

PENYELIDIKAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL INVESTIGATION) 1 BAHAN AJAR PENYELIDIKAN GEOTEKNIK (GEOTECHNICAL INVESTIGATION) Pertemuan ke-1 23-27 Feb. 2015 Dr.Eng Agus S. Muntohar Materi Kuliah Penyelidikan Geoteknik 2 Pertemuan ke-1 Pertemuan ke-2 Pertemuan ke-3

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan : Pengawasan Jembatan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridges) Kode SKKNI : INA.5212. 322.04 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metode statis seperti Total stress Analysis (TSA) atau Effective stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metode statis seperti Total stress Analysis (TSA) atau Effective stress BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Hal yang sangat diperhitungkan dalam pembangunan sebuah bangunan konstruksi adalah daya dukung tanah. Analisis daya dukung langsung dengan data lapangan adalah perhitungan

Lebih terperinci

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori BAB II HAND BORING 2.1 Referensi - Laboratorium Mekanika Tanah. Buku Panduan Praktikum Mekanika Tanah. ITB. 2005. 2.2 Dasar Teori Pemboran tanah adalah pekerjaan paling umum dan paling akurat dalam survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas : BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas : 1. Fungsi bangunan atas

Lebih terperinci

Stabilitas lereng (lanjutan)

Stabilitas lereng (lanjutan) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 12 MODUL 12 Stabilitas lereng (lanjutan) 6. Penanggulangan Longsor Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jatinegara, Jakarta Timur. Rusun tersebut ditargetkan selesai akhir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN BAB III METODOLOGI 3.1. PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI

KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 42 KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI Virgo Erlando Purba, Novdin M Sianturi Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya :

Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya : Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya : A. Jumlah lantai yang akan di bangun, misalnya: Pada bangunan sederhana atau rumah 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

4.2 ANALISA TOPOGRAFI

4.2 ANALISA TOPOGRAFI 51 BAB IV 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam proses perencanaan jembatan, setelah dilakukan pengumpulan data primer maupun sekunder, dilanjutkan dengan evaluasi data, berikutnya dilakukan analisis untuk penentuan

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 07 = LAPORAN PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.07.07 Judul : Membuat Laporan Perencanaan Teknis Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24 DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISTILAH... DAFTAR NOTASI... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

S O N D I R TUGAS GEOTEKNIK OLEH : KAFRIZALDY D

S O N D I R TUGAS GEOTEKNIK OLEH : KAFRIZALDY D TUGAS GEOTEKNIK 2011 S O N D I R KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI OLEH : KAFRIZALDY D611 08 011 SONDIR A. Pengertian

Lebih terperinci

ALAT UJI SONDIR. Bangun Rekaprima Vol.03/2/Oktober/ Ukiman ¹), Setio Utomo ¹), Yusetyowati ¹) ¹)

ALAT UJI SONDIR. Bangun Rekaprima Vol.03/2/Oktober/ Ukiman ¹), Setio Utomo ¹), Yusetyowati ¹) ¹) ALAT UJI SONDIR Ukiman ¹), Setio Utomo ¹), Yusetyowati ¹) ¹) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang, Jawa Tengah 50275 Email : ukiman.polines@gmail.com,

Lebih terperinci

PT. Cipta Ekapurna Engineering Consultant

PT. Cipta Ekapurna Engineering Consultant PT. Cipta Ekapurna Engineering Consultant 3. Hasil Pengujian Lapangan Pengujian sondir merupakan salah satu pengujian penetrasi yang bertujuan untuk mengetahui daya dukung tanah pada setiap lapisan serta

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk membangun berbagai jenis konstruksi jembatan, yang pelaksanaannya menyesuaikan dengan kebutuhan kondisi setempat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Keadaan Lokasi Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah terdiri dari pemboran di empat titik yang meliputi tapak rencana bangunan. Maksud dari penyelidikan ini adalah untuk

Lebih terperinci

XVIII. SONDIR (Cone Penetration Test)

XVIII. SONDIR (Cone Penetration Test) XVIII. SONDIR (Cone Penetration Test) ASTM D 3441-98 I. TUJUAN : Untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras dan sifat daya dukung maupun daya lekat setiap kedalaman. Dimana perlawanan penetrasi konus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan penting pada suatu lokasi konstruksi, karena tanah berperan sebagai perletakan dari suatu konstruksi. Bagian konstruksi yang berhubungan langsung

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN

PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN PELATIHAN AHLI TEKNIK SUPERVISI PEKERJAAN JALAN (SUPERVISION ENGINEER OF ROADS CONSTRUCTION) MODUL MODUL SE 08 PERHITUNGAN HASIL PEKERJAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN A. FUNGSI FONDASI PENDAHULUAN Meneruskan beban yang diterima ke tanah dasar fondasi kepada tanah, baik beban dalam arah vertical maupun horizontal. Fungsi fondasi tiang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Kotamadya Semarang yang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, memiliki kondisi yang cukup kompleks. Sebagai kota yang terletak di pesisir utara pulau Jawa, dahulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN SUTERA BOULEVARD NO. 28 - ALAM SUTERA - TANGERANG AGUSTUS 2 0 1 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi pembangunan Apartemen Sudirman One Tang-City

Gambar 3.1 Lokasi pembangunan Apartemen Sudirman One Tang-City BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III. Metodologi Penelitian 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini Tugas Akhir ini adalah pembuatan pondasi bored pile pada Proyek Apartemen Sudirman One Tang City Tangerang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Timbunan Ringan Dengan Mortar Busa Material timbunan ringan dengan Mortar busa adalah merupakan foamed embankment mortar disebut juga sebagai high-grade soil yang terdiri dari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

5- PEKERJAAN DEWATERING

5- PEKERJAAN DEWATERING 5- PEKERJAAN DEWATERING Pekerjaan galian untuk basement, seringkali terganggu oleh adanya air tanah. Oleh karena itu, sebelum galian tanah untuk basement dimulai sudah harus dipersiapkan pekerjaan pengeringan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi BAB V METODE PELAKSANAAN 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, sebagai mana diketahui pada dewasa ini di negara-negara yang sedang berkembang. Bandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Medan terdiri dari 3 lantai. Dalam pembangunan gedung laboratorium tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB. V PELAKSANAAN PEKERJAAN V. 1. Uraian Umum Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Hal ini membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang, pembagian klasifikasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan kekakuan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAH PASIR (Studi kasus: Pasir Sungai Palu)

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAH PASIR (Studi kasus: Pasir Sungai Palu) PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAH PASIR Benyamin Bontong* * Abstract The DCPT penatration resistance on each type of soil has a specific characteristic. The

Lebih terperinci

MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN

MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 04 : JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Pengerjaan Tugas Akhir Proses pengerjaan Tugas Akhir dilakukan dengan langkah pengerjaan secara garis besar dijelaskan seperti gambar flowchart dibawah ini : Mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang sedang dihadapi masyarakat di Provinsi Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang sedang dihadapi masyarakat di Provinsi Sumatera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah yang sedang dihadapi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara sekarang ini adalah, seringnya pemadaman listrik yang terjadi setiap saat. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tanah yang ada di permukaan bumi mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda-beda, sehingga hal ini merupakan suatu tantangan bagi perekayasa konstruksi untuk

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS. (Secant Pile dan Soldier Pile)

BAB VI TINJAUAN KHUSUS. (Secant Pile dan Soldier Pile) BAB VI TINJAUAN KHUSUS (Secant Pile dan Soldier Pile) 6.1 Uraian umum Pada proyek Brooklyn Soho and Apartment, didnding penahan tanah menggunakan metode Secant pile dan Soldier pile. 6.1.1 Secant Pile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Definisi dan Klasifikasi jembatan serta standar struktur jembatan I.1.1 Definisi Jembatan : Jembatan adalah suatu struktur yang memungkinkan route jalan melintasi halangan yang berupa

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi bangunan mencakup beberapa tahapan pekerjaan, sebagai tahapan awal adalah melakukan analisis terhadap data tanah yang diperoleh dari hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara (metode) pengumpulan data, analisis data, dan interprestasi hasil analisis untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande Standar Nasional Indonesia Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional i BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KORELASI ANTARA KEPADATAN RELATIF TANAH PASIR TERHADAP KAPASITAS TEKAN DAN TINGGI SUMBAT PADA MODEL PONDASI TIANG PANCANG PIPA TERBUKA DENGAN DIAMETER TERTENTU YANWARD M R K NRP : 0521026 Pembimbing :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN i HALAMAN PERSETUJUAN ii ABSTRAKSI iii ABSTRACT iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalur Pantura atau pantai utara merupakan jalur yang sangat vital bagi sarana transportasi lintas provinsi di Pulau Jawa. Selain itu juga sebagai penghubung aktivitas

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur bangunan yang berfungsi untuk meneruskan beban yanga diakibatkan struktur pada bagian atas kepada lapisan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc 11 November 2008 I. PENDAHULUAN a. Pondasi tiang pancang adalah salah satu jenis

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pondasi Caisson atau Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang dan digunakan apabila tanah dasar (tanah keras) terletak pada kedalaman yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelidikan geoteknik diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan) tanah dan karakteristik teknis tanah, sehingga perencanaan dan konstruksi pondasi dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian untuk melaksanakan riset tentang daya dukung tanah gambut yaitu dibagi pada dua tempat. Yang pertama pengujian daya dukung

Lebih terperinci

3.4.1 Fondasi Tiang Pancang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya Alat Pancang Tiang Tiang Pancang dalam Tanah

3.4.1 Fondasi Tiang Pancang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya Alat Pancang Tiang Tiang Pancang dalam Tanah DAFTAR ISI SAMPUL... i PENGESAHAN PROPOSAL PROYEK AKHIR... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv LEMBAR HAK CIPTA DAN STATUS... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii INTISARI... ix ABSTRACT...

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BANGUNAN GEDUNG JALAN FATMAWATI NO. 15 SEMARANG

LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BANGUNAN GEDUNG JALAN FATMAWATI NO. 15 SEMARANG LAPORAN PENYELIDIKAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BANGUNAN GEDUNG JALAN FATMAWATI NO. 15 SEMARANG I. PENDAHULUAN Dalam rangka rencana bangunan yang terletak di Jalan Fatmawati No. 15 Semarang, maka telah

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu konstruksi, pertama tama sekali yang dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur bawah) baru kemudian melaksanakan

Lebih terperinci

POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G)

POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G) POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G) Himawan Indarto 1 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Tinjauan umum Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dalam sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik

Lebih terperinci

KORELASI NILAI N-SPT TERHADAP SIFAT SIFAT FISIK DAN MEKANIS TANAH

KORELASI NILAI N-SPT TERHADAP SIFAT SIFAT FISIK DAN MEKANIS TANAH KORELASI NILAI N-SPT TERHADAP SIFAT SIFAT FISIK DAN MEKANIS TANAH Eduard Asna Padagi 1) Eka Priadi 2) Aprianto 2) Abstrak Salah satu parameter dari kemampuan daya dukung suatu tanah adalah kepadatan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Perancangan pondasi pada bangunan-bangunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Perancangan pondasi pada bangunan-bangunan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan tujuan pariwisata yang tinggi. Tingginya wisatawan yang datang menyebabkan kota dengan julukan kota pelajar ini membutuhkan banyak

Lebih terperinci

MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN

MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 04: SURVEI PENENTUAN TRASE JALAN 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci