KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK"

Transkripsi

1 KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS YUNNIE TRISNAWATI /IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara YUNNIE TRISNAWATI /IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 Judul Tesis : Kombinasi Kinin-Azitromisin Dibandingkan dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin pada Pengobatan Malaria Falsiparum tanpa Komplikasi pada Anak Nama Mahasiswa : Yunnie Trisnawati Nomor Induk Mahasiswa : Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak Menyetujui Komisi Pembimbing : (Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)) Ketua (dr. Johannes Harlan Saing, SpA) Anggota Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS, (Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)) Tanggal lulus: 13 November 2008

4 Telah diuji pada Tanggal: 13 November 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua: Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) Anggota: 1. dr. Johannes Harlan Saing, SpA 2. dr. Endang H. Ganie, DTM&H, SpPar(K) 3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) 4. Prof. dr. H. Chairul Yoel, SpA(K)

5 UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Pembimbing utama, Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. dr. Johannes Harlan Saing, SpA, selaku anggota pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini. 3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini. 4. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode dan dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 5. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar. 6. dr. Muhammad Ali, SpA(K) dan seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6 7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU. 8. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka. Dinkes Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik. 9. Teman-temanku seangkatan Susilowati, Gema Nazri Yani, Ayodhia Pitaloka Pasaribu, Rini Savitri Daulay, Elvina Yulianti, dan Sisca Silvana Sitanggang, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. 10. dr. H. Atoz P. Daulay, SpA dan istri, atas budi baiknya yang telah memberikan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik. 11. Beby Syofiani Hasibuan, Ditho Atoz Daulay dan Syamsidah Lubis, atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. 12. Teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini. Kepada yang tercinta, papa H. M. Yunus Rasiman, mama Hj. Zuharni Budiman, adik-adikku Yudhie Dhamanhuri dan Gunawan Pradana, terima kasih karena selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih kepada mertua H. Chaliluddin Usman Batubara dan Hj. Rahmah Tanjung serta semua adik-adik atas doa dan bantuannya selama ini. Teristimewa untuk suami tercinta, Dr. M. Jalaluddin Assuyuthi Chalil Batubara, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan. Mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karunianya buat kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb. Medan, 13 November 2008 (Yunnie Trisnawati)

7 DAFTAR ISI Persetujuan Pembimbing iii Ucapan Terima Kasih v Daftar Isi vii Daftar Tabel ix Daftar Gambar x Daftar Singkatan dan Lambang xi Abstrak xii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sejarah Transmisi Siklus Hidup Plasmodium falciparum Siklus hidup pada manusia Siklus pada nyamuk Anopheles betina Diagnosis Malaria Falsiparum Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi Pemeriksaan laboratorium Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Kinin Azitromisin Klindamisin Kerangka Konseptual 18

8 BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Tempat dan Waktu Populasi Penelitian Perkiraan Besar Sampel Kriteria Penelitian Persetujuan/Informed Consent Etika Penelitian Cara Kerja dan Alur Penelitian Identifikasi Variabel Definisi Operasional Pengolahan dan Analisis Data 25 BAB 4. HASIL 26 BAB 5. PEMBAHASAN 32 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran 37 Ringkasan 38 Daftar Pustaka 43 Lampiran 1. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lembar Penjelasan Lembar Kuesioner Etika Penelitian Riwayat Hidup 54

9 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian 23 Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 28 Tabel 4.2. Efek samping pemberian obat 30

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 7 Gambar 2.2. Rumus bangun kinin 12 Gambar 2.3. Rumus bangun azitromisin 14 Gambar 2.4. Rumus bangun klindamisin 16 Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian 18 Gambar 4.1. Profil penelitian 26 Gambar 4.2. Diagram stacked column gejala dan tanda klinis sebelum pengobatan 29 Gambar 4.3. Hasil uji Wilcoxon signed-rank 30

11 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG α : Kesalahan tipe I atau hasil positif semu β : Kesalahan tipe II atau hasil negatif semu < : Lebih kecil dari ACT : Artemisinin-based Combination Therapy CDC : Centers for Disease Control and Prevention Cl : Chlorine cm : sentimeter EKG : Elektro Kardio Gram H0 : Hari pertama pemberian obat H2 : 48 jam setelah pemberian obat H28 : Hari ke-28 setelah pemberian obat H7 : Hari ke-7 setelah pemberian obat kgbb : kilogram berat badan mg : miligram n : Jumlah subyek / sampel NCHS : National Center for Health Statistics P : Proporsi P. falciparum : Plasmodium falciparum P. malariae : Plasmodium malariae P. ovale : Plasmodium ovale P. vivax : Plasmodium vivax PCR : Polymerase Chain Reaction P : Tingkat kemaknaan Q : 1-P RES : Reticulo Endothelial System RI : Republik Indonesia SD : Sekolah Dasar SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama WHO : World Health Organization zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β

12 ABSTRAK Latar belakang. Meningkatnya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap banyak obat telah menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mengganti terapi standar pengobatan malaria falsiparum menjadi kombinasi Artesunat-Amodiakuin. Peneliti ingin mencari terapi alternatif jika kombinasi terapi standar tidak tersedia. Tujuan. Membandingkan efikasi Kinin-Azitromisin (KA) dengan Kinin- Klindamisin (KK), sebagai terapi alternatif pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak. Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka yang dilakukan sejak Juli- Agustus 2007 pada anak berusia 5 sampai 18 tahun, yang positif P.falciparum pada apusan darah tepi, di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Kelompok KA mendapat kinin selama 7 hari (10 mg/kgbb terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama, dilanjutkan dengan 5 mg/kgbb terbagi 3 dosis selama 3 hari) dan diberikan azitromisin (10 mg/kgbb/dosis) diberikan per oral selama 3 hari pertama. Kelompok KK juga mendapatkan kinin dikombinasikan dengan klindamisin (5 mg/kgbb terbagi 2 dosis) selama 3 hari pertama. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7, dan 28. Hasil. Secara acak, 246 anak yang positif menderita malaria falsiparum, dibagi menjadi 2 kelompok. Hanya 121 anak pada kelompok KA dan 123 anak pada kelompok KK yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti penelitian sampai akhir. Dari apusan darah tepi pada hari ke-2, didapati angka kesembuhan 100% (P=0,0001). Tidak dijumpai rekrudensi pada hari ke-2, 7, dan 28 (P =1,000). Pada kelompok KA didapati efek samping berupa sakit kepala dan muntah sebanyak 21 dan 6 (P =0.0001; 0012) secara berturutan. Kesimpulan. Kedua kombinasi obat dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak. Kata Kunci. Kinin-Azitromisin, Kinin-Klindamisin, malaria falsiparum tanpa komplikasi.

13 ABSTRACT Background. Multidrug-resistant Plasmodium falciparum malaria is increasing public health concern in Indonesia. Therefore, Department of Health, Republic of Indonesia had changed the standard treatment into Artesunate-Amodiaquine combination. We encouraged to find alternative drug if this combination drug is not available. Objective. To compare the efficacy of Quinine-Azithromycin (QA) with the Quinine-Clindamycin (QC) combination, as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children. Methods. This randomized, open label trial was conducted between July- August 2007 at 5-18 years old children, with positive P.falciparum from the peripheral blood smear, at Mandailing Natal, North Sumatera Province. Group QA received Quinine for 7 days (10 mg/kgbw divided into 3 doses for 4 days, continued with 5 mg/kgbw divided into 3 doses for 3 days) combined with Azithromycin (10 mg/kgbw/dose) orally for the first 3 days. Group QC also received Quinine combined with Clindamycin (5 mg/kgbw twice daily) orally for the first 3 days. Parasitemia was counted at the day 0, 2, 7, and 28. Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria, separated into two groups. Only 121 children in group QA and 123 children in group QC fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2 nd (P =0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 7 th, and 28 th (P =1.000). Headache and vomiting as adverse events were found in 21 and 6 children in group QA (P =0.0001; 0.012) respectively. Conclusion. Both of drug combinations can be used as potential alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children. Keywords. Quinine-Azithromycin, Quinine-Clindamycin, uncomplicated Plasmodium falciparum malaria PERNYATAAN

14 KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, 13 November 2008 BAB 1. PENDAHULUAN (Yunnie Trisnawati)

15 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang cukup besar bagi anak di negara tropis di seluruh dunia. Berdasarkan penemuan malaria di tahun 1880-an, banyak gambaran biologi dan patogenesisnya belum diketahui dan malaria berpotensial mengancam jiwa. 1 Dijumpai sekitar juta kasus malaria setiap tahunnya, dengan jumlah kematian akibat malaria berkisar 1,5 sampai 2,7 juta per tahunnya. 1,2 Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia oleh nyamuk Anopheles betina. Ada empat spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu P.falciparum, P.malariae, P.ovale, dan P.vivax. Malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, penggunaan jarum yang terkontaminasi, dan dari wanita hamil ke bayi yang dikandungnya. 2 P.falciparum telah diketahui resisten terhadap klorokuin di beberapa daerah. 1-4 Penelitian di daerah Mandailing Natal di Sumatera Utara didapati resisten terhadap klorokuin sekitar 32% dan untuk fansidar 29%. 3 Malaria yang didapat dari daerah yang diketahui P.falciparum resisten terhadap klorokuin ataupun daerah yang sensitivitas terhadap klorokuinnya diragukan harus diterapi dengan obat selain klorokuin. 1 Terapi kombinasi antimalaria yang dianjurkan untuk terapi malaria 1 falsiparum biasanya terdiri dari kombinasi obat antimalaria waktu kerja

16 singkat dan waktu paruh pendek dengan obat yang bekerja lebih lambat dan mempunyai waktu paruh lebih panjang. Azitromisin, yang merupakan antimalaria golongan makrolida paling kuat dengan waktu paruh panjang (68 jam) 5, menunjukkan sinergisme dengan kinin dalam pengobatan P.falciparum in vitro. 6 Klindamisin dipilih sebagai obat yang menjanjikan dengan waktu paruh yang singkat (2-4 jam) dan memiliki karakteristik bekerja lambat namun memiliki tingkat keamanan dan tolerabilitas yang baik sebagai antimalaria. 7 Klindamisin dapat digunakan pada anak-anak dan wanita hamil. Hal ini sangat berguna pada penggunaan kombinasi antimalaria pada anakanak dan wanita hamil di sub-sahara Afrika yang mempunyai risiko tertinggi menderita malaria yang berkaitan dengan angka morbiditas dan mortalitas Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesembuhan antara kombinasi kinin-azitromisin (KA) dengan kombinasi kinin-klindamisin (KK) sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak Hipotesis

17 Kombinasi kinin-azitromisin memberikan angka kesembuhan yang sama dengan kombinasi kinin-klindamisin pada anak dengan malaria falsiparum tanpa komplikasi Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara kombinasi kinin-azitromisin dengan kombinasi kinin-klindamisin sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternatif lain yang efektif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.

18 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat parasit yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P.malariae, P.vivax, P.falciparum dan P.ovale. 2,9 P.falciparum paling sering didapati pada daerah tropis dan sering menyebabkan kematian pada manusia karena dapat menginvasi sel darah merah pada semua usia dan sering resisten terhadap obat-obat anti malaria Sejarah Penyakit ini pertama kali dinamakan mal air (udara busuk) oleh seseorang yang berkebangsaan Itali pada abad ke-18, namun tulisan yang pertama kali menyebutkan tentang demam periodik didapati dalam tulisan Hindu dan Cina. Terobosan besar dalam hal etiologi malaria yaitu pada tahun 1880, setelah Laveran, seorang ahli bedah militer dari Algeria, pertama kali menemukan gametosit P.falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi penderita malaria. 9 4

19 2.3. Transmisi Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi malaria, atau, lebih jarang, melalui inokulasi langsung dari sel darah yang terinfeksi, 9 seperti melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan dari transplantasi organ Siklus Hidup Plasmodium falciparum Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles Siklus hidup pada manusia Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.

20 Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. 11 Siklus eritrositer ini menyebabkan timbulnya gejala malaria. 12 Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina) Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit, 11 dan bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk. 13 Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. 11,13 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada gambar 2.1.

21 Gambar 2.1. Siklus hidup malaria Diagnosis Malaria Falsiparum Pada daerah endemis malaria, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi berulang, apalagi jika disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan

22 anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium. 13 Anak dengan keluhan demam atau gejala sistemik yang tidak diketahui penyebabnya dan ada riwayat perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dalam setahun terakhir dapat didiagnosis menderita malaria sampai terbukti sebaliknya Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi Manifestasi klinis malaria tergantung status imunitas pejamu dan spesies malaria yang menginfeksi. Secara umum, infeksi P.falciparum lebih berat dan lebih jelas gejala klinisnya dibandingkan infeksi spesies Plasmodium lainnya. 12 Anak dan dewasa seringkali asimtomatik selama fase awal, yaitu masa inkubasi infeksi malaria. Masa inkubasi P.falciparum berkisar 9-14 hari. Masa inkubasi ini dapat lebih lama pada pasien dengan imunitas parsial. Gejala prodromal berlangsung selama 2-3 hari sebelum parasit dijumpai dalam darah. Gejala prodromal yang dijumpai berupa sakit kepala, mudah lelah, anoreksia, mialgia, demam dan nyeri di dada, perut, atau sendisendi. 2 Demam yang bersifat paroksismal merupakan gejala khas dari malaria dan biasanya berkaitan dengan pecahnya skizon dan lepasnya merozoit dari eritrosit. 12 Pada malaria vivax dan falsiparum, gejala paroksismal ini berlangsung setiap 48 jam (periodisitas tertiana). 9 Gejala paroksismal ini

23 ditandai dengan adanya periode menggigil hebat, diikuti dengan demam tinggi yang dapat mencetuskan kejang demam; lalu berkeringat banyak yang diikuti dengan turunnya suhu tubuh. 12 Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai hepatosplenomegali dan pucat. Dapat pula dijumpai takikardia. Ikterik berhubungan dengan hiperparasitemia Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis malaria yaitu pemeriksaan apusan darah, 9 baik apusan darah tebal maupun tipis dengan pewarnaan Giemsa. 12 Pemeriksaan ini untuk menentukan : ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif); spesies dan stadium Plasmodium; dan kepadatan parasit. 11 Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik apusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda berbentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu 1 minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit bentuk pisang,

24 banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit. 13 Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah Indirect Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test (IHA) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy Coat (QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lainnya dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu Malaquick test dan Parasight F. 13 Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia ini disebabkan kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya enzim transaminase, kadar glukosa dan alkali fosfatase menurun. 12,13

25 2.6. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pemilihan obat antimalaria berdasarkan atas spesies Plasmodium yang menginfeksi, kemungkinan terjadinya resistensi obat, dan keparahan penyakit. 15 Obat antimalaria bekerja pada stadium yang berbeda dalam siklus hidup parasit. Obat skizontosid darah menyerang parasit dalam eritrosit, mencegah atau menghilangkan gejala klinis. Obat gametosid menghancurkan bentuk seksual pada manusia, menurunkan transmisi. Obat skizontosid jaringan bekerja pada fase awal perkembangan parasit di hati, sebelum lepasnya merozoit ke dalam darah. Obat hipnozoitosid membunuh hipnozoit yang bersifat dormant di hati, mencegah relaps. Obat sporontosid menginhibisi perkembangan ookista di tubuh nyamuk, menurunkan transmisi malaria. 16 Risiko resistensi terhadap obat antimalaria bervariasi, tergantung spesies dan jenis obat. 17 Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap klorokuin didapati pada hampir seluruh daerah yang terkena malaria. 18 Oleh karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu kebijakan terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus P.falciparum resisten terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin, amodiakuin, atau sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang mengandung derivat artemisinin atau yang disebut dengan Artemisinin-based Combination Therapies (ACT). Berikut ini merupakan beberapa ACT yang dapat dijadikan pilihan :

26 1. Artemeter + Lumefantrin 2. Artesunate + Amodiakuin 3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi) 4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah) 5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi kedua obat masih tinggi) Kinin Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4 alkaloid antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin, kuinidin, kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer dari kuinidin. 19 Rumus bangun kinin dapat dilihat pada gambar Gambar 2.2. Rumus bangun kinin Farmakokinetik Kinin siap diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular. Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai sekitar 80%, walaupun pada pasien diare. Setelah pemberian secara oral, kadar

27 plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, setelah didistribusikan, menurunkan pada waktu paruh 11 jam terapi dihentikan. Farmakokinetik kinin dapat berubah sesuai dengan keparahan infeksi malaria. 21 Waktu paruh obat pada orang sehat mencapai 11 jam, penderita malaria tanpa komplikasi mencapai 16 jam dan mencapai 18 jam pada penderita malaria berat. 22 Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung, empedu dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi dalam urin yang asam 2 kali lebih cepat dibandingkan dalam urin alkali. 23 Farmakodinamik Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar. 21 Seperti antimalaria lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P. ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum. Kinin juga tidak membunuh parasit malaria bentuk pre eritrositik. Mekanisme aksi kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi detoksifikasi haem parasit dalam vakuola makanan, namun mekanismenya tidak jelas diketahui. 20 Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik diberikan selama 5-7 hari. Terutama untuk pengobatan malaria falsiparum resisten banyak obat, skizontosidal kerja lambat, seperti

28 sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk meningkatkan efikasi kinin Azitromisin Antimikroba golongan makrolida juga menunjukkan aktivitas sebagai antimalaria, 24 dan golongan ini aman bagi ibu hamil dan anak-anak. Azitromisin (Gambar 2.3.), merupakan antimalaria golongan makrolida yang sangat poten. 25 Gambar 2.3. Rumus bangun azitromisin 26 Farmakokinetik Azitromisin diberikan secara oral diabsorpsi secara cepat dan didistribusikan ke seluruh tubuh kecuali ke otak dan cairan serebrospinal. Azitromisin sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Obat ini memiliki farmakokinetik yang unik karena distribusi terjadi secara luas dan tingginya

29 konsentrasi obat di dalam sel (terutama fagosit), sehingga didapati konsentrasi di jaringan atau sekresi dibandingkan konsentrasi dalam serum. Azitromisin mengalami metabolisme di hati untuk menginaktivasi metabolit, namun kebanyakan diekskresi melalui empedu. hanya 12% obat yang dieksresikan melalui urine. Waktu paruh mencapai jam, dapat memanjang karena pengambilan dan pengikatan yang luas dari jaringan. 21 Farmakodinamik Antibiotika makrolida merupakan bakteriostatik yang menghambat sintesis protein dengan mengikat secara reversibel subunit ribosom mikroorganisme yang sensitif. 21 Azitromisin merupakan skizontosidal darah yang efisien namun mempunyai kerja yang relatif lambat. 27 Data in vitro melaporkan, azitromisin memiliki kemampuan klinis bila digunakan sebagai kombinasi dengan obat anti malaria lain Klindamisin Klindamisin (7-chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari linkomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik. 28 Rumus bangun klindamisin (gambar 2.4.) mirip dengan linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan atom Cl. 29

30 Gambar 2.4. Rumus bangun klindamisin 20 Farmakokinetik Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya kira-kira 2,7 jam. Klindamisin didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu. 29

31 Farmakodinamik Penelitian sejak 1970-an sampai dengan 1980-an telah menunjukkan efikasi, keamanan dan kepraktisan klindamisin sebagai terapi malaria falsiparum. 28 In vitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di parasit. 30 Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang minimal. Efek samping yang sering dikeluhkan pada pemakaian klindamisin berupa diare dan ruam di sekitar mulut Kerangka Konseptual MALARIA - Quantitative buffy coat method - PCR - Malaquick test - Parasight F - Apusan darah tepi vivax ovale - bentuk cincin - gametosit malariae

32 Berat Tanpa komplikasi - artesunate - klindamisin - kinin-doksisiklin Alternatif Pengobatan - kinin-azitromisin - kinin-klindamisin P. falciparum Resistensi (klorokuin) WHO: artesunateamodiakuin Lini pertama Efek samping Efikasi Parasitemia H-0, 2, 7, 28 : yang diamati dalam penelitian Gambar 2.5. Kerangka konseptual

33 BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka, untuk membandingkan kesembuhan kombinasi KA dengan kombinasi KK sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus Populasi Penelitian Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria. Populasi terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria falsiparum di 7 sekolah Kabupaten Mandailing Natal. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 19

34 3.4. Perkiraan Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut: 31 n1=n2= ( z α 2PQ + z β P 1 Q 1 + P 2 Q 2 ) 2 ( P 1 P 2 ) 2 n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II P1 = proporsi sembuh untuk kelompok I P2 = proporsi sembuh untuk kelompok II P = proporsi = ½ (P1+P2) Q= 1-P Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 (interval kepercayaan 95%) dan β = 0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka: P1 = 0,88 dan P2 = 0,98 P = ½ (0,88+0,98) = 0,93 Q = 1-0,93 = 0,07 Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing kelompok adalah 123 orang Kriteria Penelitian

35 Kriteria Inklusi 1. Penderita malaria berusia antara 5 sampai 18 tahun yang bersedia mengikuti penelitian, dibuktikan dengan mengisi surat persetujuan dari orang tua 2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi 3. Tidak mendapat obat anti malaria dalam satu bulan terakhir 4. Subjek penelitian tinggal di lokasi penelitian Kriteria eksklusi 1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir 2. Penderita malaria berat 3. Tidak teratur atau menolak minum obat 4. Dijumpai infeksi gabungan (mixed infection) dengan Plasmodium lainnya Persetujuan/Informed Consent Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, pengobatan yang diberikan dan efek samping pengobatan. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir dalam tesis ini Etika Penelitian

36 Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Cara Kerja dan Alur Penelitian Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa yang berusia 5 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria, yang sebelumnya telah dilakukan pengisian lembar PSP, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium yang terlatih. Bila ditemukan P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi maka anak tersebut dimasukkan dalam sampel kemudian dihitung jumlah parasitnya. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih. Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana. Kedua kelompok sampel diberikan pengobatan dengan dosis sesuai yang tertera dalam Tabel 3.1. Semua obat anti malaria diberikan sesudah makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis yang sama diberikan kembali. Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian

37 Kelompok I. KA II. KK Jenis Obat Hari Kinin 10 mg/kgbb/hari 5 mg/kgbb/ hari terbagi 3 dosis terbagi 3 dosis Azitromisin 10 mg/kgbb/hari sekali sehari Kinin 10 mg/kgbb/hari 5 mg/kgbb/ hari terbagi 3 dosis terbagi 3 dosis Klindamisin 10 mg/kgbb/hari terbagi 2 dosis Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan gejala malaria, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi dan efek samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28. Sampel ditimbang dan dinilai berat badan dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,1 kg) dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi merek stature metre 2M (sensitivitas 0,5 cm). Status nutrisi dihitung dengan teknik antropometri standar berdasarkan CDC NCHS-WHO Identifikasi Variabel

38 Variabel bebas Jenis obat Variabel tergantung Parasitemia Pusing Tinitus Muntah Skala nominal Skala ordinal nominal nominal nominal Definisi Operasional 1. Infeksi malaria falsiparum ditetapkan apabila di dalam pemeriksaan apusan darah tepi dijumpai P. falciparum. 2. Dikatakan sembuh bila dalam pemeriksaan apusan darah tepi penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria. 3. Malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak disertai dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin 5 g/dl), dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit, hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan sirkulasi, kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia, hemoglobinuria, ikterus dan hiperparasitemia. 4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal Pengolahan dan Analisis Data

39 Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 14 (SPSS Inc, Chicago). Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil terapi pada kelompok sebelum dan sesudah pengobatan dengan uji Wilcoxon signed-rank. Data karakteristik dan efek samping pengobatan dengan kai kuadrat. Uji dinyatakan bermakna bila P < 0,05. BAB 4. HASIL

40 Ada 246 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi 2 kelompok secara randomisasi; kelompok pertama terdiri 123 anak yang mendapatkan kombinasi KA dan kelompok kedua mendapatkan kombinasi KK. Setelah pemberian obat, hanya 244 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir (Gambar 4.1). Sampel masuk ke dalam penelitian (n=246) Kinin-Azitromisin (n=123) Kinin-Klindamisin (n=123) Dieksklusikan : tidak teratur meminum obat (n=1) hilang dalam pengamatan (n=1) Dianalisis lengkap (n=121) Dianalisis lengkap (n=123) Gambar 4.1. Profil penelitian 26

41 Distribusi dan karakteristik sampel ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tidak ada perbedaan bermakna dalam hal jenis kelamin dan pendidikan orang tua pada kedua kelompok. Pemeriksaan fisik awal dilakukan pada kedua kelompok untuk mencari gejala klinis, seperti demam, pucat, hepatomegali, splenomegali dan parasitemia. Pucat dijumpai pada 11 orang anak (9,1%) pada kelompok kombinasi KA. Demam dan splenomegali dijumpai pada 3 orang anak (2,5%) pada kelompok kombinasi KA. Namun, gejala dan tanda klinis sedikit dijumpai pada kelompok kombinasi KK (Gambar 4.2). Setelah diberikan pengobatan, dilakukan penilaian efek samping obat pada kedua kelompok (Tabel 4.2).

42 Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian Karakteristik Umur (tahun) 5-10 > > 15 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Orang Tua SD SLTP SLTA Sarjana Status Gizi Gizi Kurang Gizi Sedang Gizi Normal Gizi Lebih Kinin-Azitromisin n (%) 73 (60.3) 36 (29.8) 12 (9.9) 47 (38.8) 74 (61.2) 79 (65.3) 11 (9.1) 28 (23.1) 3 (2.5) 8 (6.6) 18 (14.9) 74 (61.2) 21 (17.4) Kinin-Klindamisin n (%) 100 (81.3) 20 (16.3) 3 (2.4) 54 (43.9) 69 (56.1) 88 (71.5) 18(14.6) 15 (12.2) 2 (1.6) 0 19 (15.4) 100 (81.3) 4 (3.3)

43 Gejala dan tanda klinis sebelum pengobatan Persentase Demam Pucat Hepatomegali Splenomegali KA KK Parasitemia sebelum pengobatan Persentase < KA KK Gambar 4.2. Diagram stacked column gejala dan tanda klinis sebelum pengobatan

44 Tabel 4.2. Efek samping pemberian obat Efek Samping Kepala pusing Tinnitus Muntah *P < 0,05 Kinin-Azitromisin n (%) 21 (17,4) 6 (5,0) 6 (5,0) Kinin-Klindamisin n (%) 4 (3,3) 1 (0,8) 0 P 0,0001* ,012* Terdapat perbedaan bermakna pada pengamatan efek samping obat pada kedua kelompok (P < 0,05). Pada kelompok yang mendapat kombinasi KA, ada 21 anak (17,4%) mengeluhkan kepala pusing, 6 anak (5%) muntah dan 6 anak (5%) tinitus Jumlah apusan darah positif KA KK 0 H0 H2 H7 H28 Pemeriksaan Parasitemia Gambar 4.3. Hasil uji Wilcoxon signed rank pada H0 dan H2 : P = 0,0001

45 Setelah pengamatan selama 28 hari, terdapat perbedaan yang bermakna pada hari ke-2 dimana parasitemia pada kedua kelompok menjadi negatif. Artinya, angka kesembuhan mencapai 100% pada kedua kelompok. Sedangkan pada pengamatan hari ke-7 dan 28, parasitemia masih tetap negatif (Gambar 4.3). Hal ini menunjukkan tidak dijumpainya rekrudensi pada kedua kelompok.

46 BAB 5. PEMBAHASAN Parasit malaria yang resisten terhadap banyak obat merupakan tantangan terapeutik terbesar di bidang pelayanan kesehatan di hampir seluruh daerah endemik malaria. 8 Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap klorokuin dijumpai pada kebanyakan daerah endemik malaria. Resistensi terhadap sulfadoksin-pirimetamin juga telah luas dijumpai dan bertambah dengan cepat. Resistensi terhadap meflokuin ditemukan di beberapa negara yang menggunakan terapi ini (seperti Thailand, Kamboja dan Vietnam) dan penyebarannya telah meningkat dalam 6 tahun terakhir ini. 32 Konsekuensi terjadinya resistensi terhadap obat antimalaria sangat memprihatinkan. Dimana, saat obat antimalaria yang murah tidak lagi bekerja, namun terapi alternatif lain tersedia dengan harga mahal. Jika obat yang tersedia tidak lagi dapat menyembuhkan, maka morbiditas meningkat, bahkan di awal kasus malaria tanpa komplikasi sekalipun. Oleh karena itu, kombinasi obat antimalaria yang baru sangat dibutuhkan dikarenakan resistensi banyak obat yang telah meningkat ini, dimana obat tersebut dapat menyembuhkan penderita tanpa memakan waktu lebih lama dari terapi standar yang ada. 8 Pada studi ini, peneliti berkeinginan menemukan terapi alternatif kombinasi antimalaria jika terapi standar tidak tersedia. Alasan sederhana mengkombinasikan antimalaria adalah untuk meningkatkan efikasi obat. Tambahannya, kombinasi obat dapat 32

47 mempersingkat lama pengobatan, meningkatkan kepatuhan dan menurunkan resistensi parasit yang meningkat akibat mutasi selama pengobatan. 8 Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat angka kesembuhan terhadap penyakit malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak dengan menggunakan obat kombinasi KA dan KK. Alkaloid kinkona telah digunakan sebagai antimalaria selama lebih dari 350 tahun. Kinin, merupakan alkaloid kinkona, masih efektif sebagai pengobatan malaria falsiparum yang resisten dan digunakan secara luas. Berkembangnya resistensi P.falciparum terhadap kinin terus terjadi walaupun lambat dan tidak lengkap dibandingkan antimalaria lainnya, seperti klorokuin, meflokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. 33 Di daerah yang dapat dijumpai strain resisten banyak obat, pemberian terapi kinin dan tetrasiklin selama 7 hari, angka kesembuhan masih mencapai lebih dari 90% pada penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. 34,35 Azitromisin, digunakan secara luas, merupakan bentuk turunan dari antimikroba makrolida, telah menunjukkan aktivitas intrinsik membunuh P.falciparum secara in vitro 25 baik sebagai pengobatan maupun profilaksis. 36,37 Secara umum, azitromisin bekerja lambat dalam pengobatan malaria falsiparum, dan karena itu perlu dikombinasikan dengan obat dengan waktu kerja cepat sehingga menimbulkan efek yang menguntungkan. Terapi kombinasi ini diterima secara luas sebagai pendekatan penanganan malaria

48 falsiparum terbaik karena menimbulkan respon klinis yang sangat baik dan memperlambat timbulnya resistensi terhadap antimalaria. 38 Studi mengenai profilaksis menemukan bahwa azitromisin juga memiliki efikasi yang tinggi dalam mencegah terjadinya malaria vivax. 39 Untuk anak dengan malaria tanpa komplikasi, WHO merekomendasikan penggunaan oral kinin dengan dosis 8 mg/kgbb/3 dosis selama 7 hari. 40 Azitromisin menunjukkan sinergisme dengan kinin dalam pengobatan P.falciparum invitro. 6 Pada studi yang menggunakan kombinasi dengan KA menunjukkan efikasi yang tinggi dalam pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi. Kombinasi KA ditoleransi dengan baik, kinin (30 mg /kg terbagi 3 dosis per hari) dan azitromisin ( 1 gram /hari) selama 3 hari, efektif bagi pengobatan malaria falsiparum resisten multi obat. 5 Studi di Thailand, pada orang dewasa penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan pemberian kombinasi KA sebanyak 3 kali sehari, menunjukkan kombinasi ini aman dan manjur. 41 Pada studi ini, peneliti mengkombinasikan kinin oral dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama dan dilanjutkan selama 3 hari dengan dosis 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis dikombinasikan dengan azitromisin menggunakan dosis 10 mg/kgbb/hari sekali sehari selama 3 hari pertama pada anak penderita malaria tanpa komplikasi. Hasilnya, angka kesembuhan mencapai 100% dan tidak dijumpai rekrudensi selama pemantauan 28 hari.

49 Efek samping berupa kulit kemerahan setelah penggunaan azitromisin selama 4 minggu dikeluhkan pada 0,67% kasus. 37 Efek samping yang lebih sering ditemukan dari penggunaan kombinasi KA adalah kinkonisme dan perubahan gelombang elektrokardiografi (EKG) dimana didapati perpanjangan interval QT. 41 Kinkonisme, diartikan sebagai gejala yang berupa telinga berdenging (tinnitus) dan/atau pusing, dikeluhkan oleh 97% sukarelawan. Pemberian kombinasi KA berhubungan dengan singkatnya lama terjadinya kinkonisme. 5 Pada studi ini, kami menemukan perbedaan efek samping yang bermakna pada kedua kelompok, dimana pusing merupakan efek samping yang paling sering dikeluhkan oleh 21 anak (P=0.0001) pada kelompok KA. Dan hanya 6 anak (P =0.012) yang muntah dan 6 anak (P =0.052) yang mengeluhkan tinnitus pada kelompok KA. Pada kelompok kinin-klindamisin, ada 4 anak (3.3%, P =0.0001) mengeluhkan pusing dan 1 anak (0.8 %, P = 0.052) mengalami tinnitus. Tidak ada anak yang muntah setelah meminum obat kombinasi kinin-klindamisin selama 28 hari pemantauan. Klindamisin adalah antibiotik golongan linkomisin yang bersifat antiplasmodia dan aman diberikan pada anak. Klindamisin, biasanya dikombinasikan dengan kinin, telah digunakan secara luas di Amerika Selatan dan telah terbukti efektif pada dewasa dan anak penderita malaria akut di Afrika Untuk mengatasi malaria falsiparum tanpa komplikasi,

50 beberapa penelitian mengenai pemberian kombinasi KK jangka pendek telah dilakukan di beberapa daerah endemik. 42,44 Di Gabon, 88% anak-anak penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi telah berhasil diterapi dengan kombinasi KK jangka pendek. 42 Studi lain yang dilakukan di Gabon mendapati 92% orang dewasa sembuh setelah pemberian kombinasi tersebut. 43 Penelitian lainnya mendapati angka kesembuhan mencapai lebih dari 97% pada 20 hari setelah pemberian KK selama 3 hari pada anak di Gabon bagian barat. 45 Pada studi ini, pemberian kinin selama 7 hari yang dikombinasikan dengan klindamisin selama 3 hari, didapati angka kesembuhan mencapai 100%, dan tidak didapati rekrudensi pada pengamatan selama 28 hari. BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

51 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan angka kesembuhan pada pada anak yang menerima kombinasi KA maupun kombinasi KK pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi, sehingga kombinasi kedua obat ini dapat dijadikan terapi alternatif. Kelompok yang menerima KK mendapat efek samping yang lebih ringan dibandingkan yang menerima kombinasi KA Saran Bagi pemerintah Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas Kesehatan setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai terapi alternatif jika terdapat kendala dalam penggunaan terapi standar pada anak penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. Dan perlu diadakannya sosialisasi kepada petugas-petugas kesehatan di kecamatan setempat mengenai manfaat pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak dikarenakan masih tingginya resistensi terhadap klorokuin. Pemerintah setempat juga diharapkan dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk memutus rantai penularan nyamuk oleh karena tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal. RINGKASAN 37 Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang besar bagi anak di negara tropis di seluruh dunia. Malaria yang didapat dari daerah yang

52 diketahui P.falciparum resisten terhadap klorokuin ataupun daerah yang sensitivitas terhadap klorokuinnya diragukan harus diterapi dengan obat selain klorokuin. Sehingga, pada akhir tahun 2004 Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah melakukan perubahan standar pengobatan malaria falsiparum dengan menggunakan kombinasi artesunate-amodiakuin. Selain terapi standar ini, ada juga kombinasi obat lain yang bisa digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum antara lain kombinasi KA atau kombinasi KK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara kombinasi KA dengan kombinasi KK sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak. Uji klinis acak terbuka dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus Sampel penelitian adalah penderita malaria falsiparum yang berusia antara 5 sampai 18 tahun yang ditetapkan dengan pemeriksaan apusan darah tepi dengan pewarnaan Giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium yang terlatih, dengan terlebih dahulu mengisi lembar PSP, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada sampel. Bila

53 ditemukan P. falciparum maka anak tersebut dimasukkan dalam penelitian. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih. Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana, yaitu: kelompok pertama mendapat pengobatan kinin per oral selama 7 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama dilanjutkan 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 3 hari dan diberikan azitromisin per oral selama 3 hari pertama dengan dosis 10 mg/kgbb/hari sekali sehari, sedangkan kelompok kedua mendapat pengobatan kinin per oral selama 7 hari dengan dosis selama 4 hari pertama dilanjutkan 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 3 hari diberikan klindamisin per oral selama 3 hari pertama dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 2 dosis. Semua obat antimalaria diberikan sesudah makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat, dosis yang sama diberikan kembali. Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan gejala malaria, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi dan efek samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan dilakukan pada hari ke-2, 7 dan 28. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi kinin-azitromisin dan kombinasi kinin-klindamisin dapat digunakan sebagai pilihan alternatif untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat parasit yang dapat menginfeksi

Lebih terperinci

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK

KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK KOMBINASI KININ-DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ-KLINDAMISIN SEBAGAI PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM PADA ANAK TESIS DITHO ATHOS P. DAULAY 057103008/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

EFIKASI GABUNGAN KININ DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ AZITHROMYCIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS

EFIKASI GABUNGAN KININ DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ AZITHROMYCIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS 1 EFIKASI GABUNGAN KININ DOKSISIKLIN DIBANDINGKAN DENGAN KININ AZITHROMYCIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALCIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS SYAMSIDAH LUBIS 057103010/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria Falsiparum Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anoples

Lebih terperinci

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti SIKLUS HIDUP PARASIT PLASMODIUM: P. vivax, P. ovale, P. falciparum, P. malariae, P. knowlesi (zoonosis) SIKLUS SEKSUAL dalam tubuh

Lebih terperinci

EFIKASI MONOTERAPI ARTESUNATE DENGAN GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

EFIKASI MONOTERAPI ARTESUNATE DENGAN GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK EFIKASI MONOTERAPI ARTESUNATE DENGAN GABUNGAN ARTESUNATE-AMODIAKUIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK TESIS SISCA SILVANA 057103006/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono TATALAKSANA MALARIA Dhani Redhono Malaria, masalah kesehatan utama di dunia Malaria: problema kesehatan masyarakat di Indonesia Ancaman bagi ± 40% penduduk dunia Angka kematian 1 1,5 juta orang per tahun

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. 6 BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. Penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H ABSTRAK PENGARUH USIA DAN JENIS KELAMIN TERHADAP EFIKASI ACT (ARTEMISININ-BASED COMBINATION THERAPY) PADA PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI DI KABUPATEN BANGKA BARAT, JANUARI JUNI 2009 Diaga, 2009 ;

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

MANFAAT AMITRIPTILIN DALAM PENGOBATAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA

MANFAAT AMITRIPTILIN DALAM PENGOBATAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA MANFAAT AMITRIPTILIN DALAM PENGOBATAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA TESIS INDRA MUSTAWA O87103031/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi Pokok Bahasan : Malaria Sub Pokok : Pencegahan Malaria Sasaran : Ibu/Bapak Kampung Yakonde Penyuluh : Mahasiswa PKL Politeknik Kesehatan Jayapura Waktu : 18.30 WPT Selesai Hari/tanggal : Senin, 23 Mei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT dr. Agung Biworo, M.Kes ANTELMINTIK Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk membrantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Definisi malaria Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Lisa Marisa, 2009 Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS

FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI PADA ANAK PALSI SEREBRAL TESIS MEGA OKTARIENA SYAFENDRA 107103038/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE 2006-2010 Sahala Triyanto S,2012. Pembimbing I : Budi Widyarto Lana,dr., M.H. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Malaria masih menjadi masalah kesehatan di daerah tropis dan sub tropis terutama Asia dan Afrika dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Patel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman : Revisi Halaman Kepala 1. Pengertian Malaria adalah suatu infeksi penyakit akut maupun kronik yang disebakan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Malaria 2.1.1. Pengertian dan Sejarah Malaria Malaria merupakan penyakit infeksi akibat Protozoa dari genus Plasmodium dan ditularkan terutama melalui tusukan (gigitan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat ini. Menurut WHO tahun 2011, dari 106 negara yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium sp. dan merupakan penyakit dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan masalah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENONTON TELEVISI DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENONTON TELEVISI DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH HUBUNGAN ANTARA LAMA MENONTON TELEVISI DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH TESIS ARMILA RAMADHANI IKA /067103004 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, yang hampir ditemukan di seluruh bagian dunia terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Fina Yunita, 2012 Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Malaria 2.1.1. Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat menjadi serius dan menjadi salah satu masalah besar kesehatan dunia. 20,21 Setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini secara

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI ZINK-PROBIOTIK DENGAN ZINK TUNGGAL DALAM MENGURANGI KEPARAHAN DIARE AKUT

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI ZINK-PROBIOTIK DENGAN ZINK TUNGGAL DALAM MENGURANGI KEPARAHAN DIARE AKUT PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI ZINK-PROBIOTIK DENGAN ZINK TUNGGAL DALAM MENGURANGI KEPARAHAN DIARE AKUT TESIS MUHAMMAD HATTA 067103009/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan Medan Diduga Daerah Endemik Malaria Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KADAR TIMBAL DARAH DENGAN NILAI IQ PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

KORELASI ANTARA KADAR TIMBAL DARAH DENGAN NILAI IQ PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR TESIS KORELASI ANTARA KADAR TIMBAL DARAH DENGAN NILAI IQ PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR NOPITA HIDAYAH 127041009 / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk A. PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak dan berpotensi melakukan

Lebih terperinci

TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA

TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA TESIS HUBUNGAN SCREENTIME DENGAN STATUS OBESITAS PADA REMAJA ROSE GRAND CHEN 117041003/IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENYAKIT MALARIA SERTA PEMERIKSAAN SAMPEL DARAH MASYARAKAT PERUMAHAN ADAT DI KECAMATAN KOTA WAIKABUBAK KABUPATEN SUMBA BARAT - NTT SKRIPSI Oleh Thimotius

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei Yonathan Leonardo Vincensius Biantoro, 2014 Pembimbing I : Khie Khiong, dr., S.Si.,M.Si.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL

PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL TESIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANAK PENDERITA HEMOFILIA DENGAN ANAK YANG NORMAL ANDY SANCE KOSMAN PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Dimas Aditia Gunawan, 2012 Pembimbing I : July Ivone, dr., MKK., MPd. Ked. Pembimbing II : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...viii SUMMARY... ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh dari genus dengan perantara nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2014 sendiri telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO melaporkan 3,2 milyar orang atau hampir setengah dari populasi dunia beresiko terinfeksi malaria. 1 Kemenkes RI melaporkan angka kesakitan malaria tahun 2009

Lebih terperinci

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Malaria Key facts Malaria adalah penyakit yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Setiap 30 detik seorang anak meninggal

Lebih terperinci

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Gambaran Infeksi di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Nugraheni Maraelenisa Letelay 1, Ellya Rosa Delima 2 1. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

Diagnosis, Patofisiologi Malaria. Dr.H.Armen Ahmad SpPD KPTI FINASIM

Diagnosis, Patofisiologi Malaria. Dr.H.Armen Ahmad SpPD KPTI FINASIM Diagnosis, Patofisiologi Malaria Dr.H.Armen Ahmad SpPD KPTI FINASIM Curiculum Vitae : Pendidikan : Dokter umum FK UGM 1987 Spesialis Penyakit Dalam FK Unand 2002 Konsultan Peny. Tropik dan Infeksi FK.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc ABSTRAK PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP TINGGINYA PREVALENSI PENYAKIT MALARIA DI DESA MESA KECAMATAN TNS (TEO NILA SERUA) KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2010 Helendra Taribuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

TESIS PERBANDINGAN DIAMETER INDURASI UJI MANTOUX PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA BTA POSITIF DAN NEGATIF WARDAH / IKA

TESIS PERBANDINGAN DIAMETER INDURASI UJI MANTOUX PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA BTA POSITIF DAN NEGATIF WARDAH / IKA TESIS PERBANDINGAN DIAMETER INDURASI UJI MANTOUX PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA BTA POSITIF DAN NEGATIF WARDAH 097103006 / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA Oleh Dedeh Suhartini

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA Oleh Dedeh Suhartini ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA Oleh Dedeh Suhartini A. PENGERTIAN Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 TINDAK LANJUT Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu

Lebih terperinci

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 872 Artikel Penelitian Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 Hans Everald 1, Nurhayati 2, Elizabeth Bahar 3 Abstrak Pengobatan malaria

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit malaria sampai saat ini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010).

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Manfaat...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

PERBEDAAN KARAKTERISTIK KLINIS PADA ANAK SAKIT PERUT BERULANG DENGAN DAN TANPA RIWAYAT KELUARGA SAKIT PERUT BERULANG

PERBEDAAN KARAKTERISTIK KLINIS PADA ANAK SAKIT PERUT BERULANG DENGAN DAN TANPA RIWAYAT KELUARGA SAKIT PERUT BERULANG TESIS PERBEDAAN KARAKTERISTIK KLINIS PADA ANAK SAKIT PERUT BERULANG DENGAN DAN TANPA RIWAYAT KELUARGA SAKIT PERUT BERULANG SISCA KARTIKA DEWI 107103009 / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria 2.1.1 Defenisi Penyakit Malaria adalah penyakit yang di sebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia dan di tularkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA OLEH Ronilda Tambunan, SST AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI 2015 DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN BAB l PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan...

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Di tubuh manusia parasit ini berkembang biak di hati dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak

Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak Armand Setiady Liwan Dokter Misi Keuskupan Manokwari-Sorong Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Indonesia ABSTRAK Malaria adalah masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011 66.9 Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 0 CETAKAN KEENAM 0 (EDISI REVISI) Sumber Foto : Training course on the

Lebih terperinci