BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Perencanaan Karir Teori Perencanaan Karir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Perencanaan Karir Teori Perencanaan Karir"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Perencanaan Karir Teori Perencanaan Karir Williamson (dalam Winkel & Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling jabatan yang berpegang pada teori Trait-Factor. Frank Parsons menunjukkan tiga langkah yang harus diikuti dalam memilih suatu pekerjaan yang sesuai yaitu : (1) pemahaman diri yang jelas mengenai kemampuan otak, bakat, minat, berbagai kelebihan dan kelemahan serta ciri-ciri lainnya. (2) pengetahuan tentang keseluruhan tentang persyaratan yang harus dipenuhi sepaya dapat mencapai sukses dalam berbagai pekerjaan, serta tentang balas kerja dan kesempatan untuk maju dalam berbagai bidang pekerjaan. (3) berfikir secara rasional mengenai hubungan antara kedua kelompok fakta di atas. Jadi, langkah yang pertama menggunakan analisis diri, langkah kedua memanfaatkan informasi jabatan (vocational information), langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk berfikir rasional guna menemukan kecocokan antara ciriciri kepribadian yang memiliki relevansi terhadap kesuksesan atau kegagalan dalam suatu pekerjaan atau jabatan dengan tuntutan kualifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam suatu pekerjaan atau jabatan. Williamson (dalam Winkel dan Hastuti, 2006) merumuskan pula sejumlah asumsi yang mendasari Trait-Factor Counseling : (a) setiap individu memiliki sejumlah kemampuan dan potensi, seperti taraf intelegensi umum, bakat khusus, taraf kretifitas, wujud minat serta keterampilan yang bersamasama membentuk suatu pola yang khas untuk individu itu. Kemampuan dan variasi potensi itu merupakan ciri-ciri kepribadian (traits), yang telah agak stabil sesudah masa remaja lewat dan dapat diidentifikasikan melalui tes-tes psikologis. Data hasil testing memberikan gambaran deskriptif tentang individualitas seseorang yang lebih dapat diandalkan daripada intropeksi atau refleksi terhadap diri sendiri. (b) pola kemampuan dan potensi yang tampak 8

2 pada seseorang menunjukkan hubungan yang berlainan dengan kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada sorang pekerja di berbagai bidang pekerjaan. Juga wujud minat yang dimiliki seseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lainan denagn pola minat yang ditemukan pada orang berkarir diberbagai bidang pekerjaan. Dengan demikian dibutuhkan informasi pekerjaan (vocatianal information), yang tidak hanya mendeskripsikan tugastugas yang dilakukan, tetapi menggambarkan pula pola kualifikasi dalam kepribadian pekerja, yang harus dipenuhi supaya mencapai sukses dalam suatu bidang pekerjaan. (c) sesuai dengan pola berfikir pada butir b, kurikulum suatu program studi menurut sejumlah kualifikasi tertentu. Siswa akan belajar lebih mudah dan dengan hasil yang lebih memuaskan, kalau pola kemampuan dan minatnya sesuai dengan pola kualifikasi tertentu yang dituntut dari seseorang (maha) siswa yang mengikuti program studi tertentu. Dengan demikian informasi pendidikan (educatian information) yang dibutuhkan bukan hanya mendeskripsikan isi dari suatu program studi, tetapi juga menggambarkan pola kualifikasi (human capacities) yang dituntut. (d) setiap individu mampu, derkeinginan dan berkecenderungan untuk mengenal diri sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berfikir baik-baik, sehingga dia akan menggunakan keseluruhan kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan. Winkel dan Hastuti (2006) menyatakan bahwa, tujuan dari perencanaan karir ini adalah supaya siswa menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup non akademik, yang menunjang perkembangannya dan semakin merealisasikan rencana masa depannya, atau melibatkan diri dalam lingkup suatu jabatan yang diharapkan cocok baginya dan memberikan kepuasan kepadanya. Jika kegiatan layanan penempatan jauh lebih kompleks dan mencakup unsur-unsur (1) perencanaan masa depan, (2) pengambilan keputusan, (3) pemasukan kesalah satu jalur akademik maupun non akademik, program ekstrakulikuler, program persiapan jabatan, (4) pemantapan, (5) pengumpulan data. 9

3 Semua aspek tersebut mencakup satu hal yaitu penempatan (placement) yang merupakan salah satu komponen bimbingan. Ragam bimbingan karir adalah suatu saluran realisasi komponen bimbingan ini dan sesuai dengan perluasan bimbingan karir mencakup semua aspek perkembangan jabatan. Winkel dan Hastuti (2006) menyatakan bahwa penempatan adalah saling keterkaitan antara perencanaan jalur pendidikan (formal dan non formal), perkembangan pribadi, pilihan jabatan dan gaya hidup Jenis Perencanaan Karir Menurut Winkel & Hastuti (2006) perencanaan yang matang menurut pemikiran tentang segala tujuan yang hendak dicapai dalam jangka panjang (long range goals) dan semua tujuan yang hendak dicapai dalam jangka pendek (short rang goal). Secara idea, tujuan yang terakhir ini menjadi tujuan intermediary yang semakin mendekatkan siswa kepada tujuan jangka panjang. Gaya hidup (life style) yang ingin dicapai temasuk tujuan jangka panjang misalanya, nilai-nilai kehidupan (values) yang ingin direalisasikan dalam hidup. Sertifikat, ijasah, dan kemampuan yang dipersiapkan untuk memegang suatu rencana pekerjaan dimasa depan, termasuk tujuan dalam jangka pendek. Winkel & Hastuti (2006) mengemukakan kegunaan dari paerencanaan karir diamsa depan adalah untuk meminimalkan kemungkinan dibuat kesalahan yang berat dalam memilih alternati-alternatif yang ada. Seandainya siswa hanya memikirkan tujuan jangka pendek saja, tanpa jelas menghubungkan dengan suatu tujuan jangka panjang (karir dimasa depan) terdapat kemungkinan bahwa suatu tujuan jangka pendek yang telah dicapai tenyata tidak salaras dengan tujuan jangka panjang. Kematangan perencanaan karir untuk jangka panjang juga tergantung dari corak pendidikan yang diterima dari dalam keluarga. Winkel & Hastuti (2006) menyatakan hasil dari perencanaan ialah suatu keputusan yang dipilih secara sadar, bisanya dari antara jumlah tingkat 10

4 pertama, lain juga disekolah lanjut tingkat atas dan lain pula dijenjang perguruan tinggi dan pendidikan non formal. Namun kebanyakan pilihan itu menyangkut tujuan jangka pendek, yang merupakan tujuan penunjang dari tujuan jangka panjang. Setelah membuat keputusan siswa mendaftarkan diri untuk diterima dalam suatu program akademik, suatu pendidikan latihan prajabatan atau suatu program ekstrakulikuler. Siswa tersebut diterima atau tidak dalam program yang dipilih, bukan keputusan siswa tersebut melainkan keputusan dari instansi atau pejabat yang berwenang. Keputusan ini akan semakin dimdahkan bila instansi yakin bahwa pilihan siswa telah berfikir secara matang dan merupakan suatu hasil perencanaan, bukan sekedar langkah yang mengawang-awang atau hanya mancoba saja Layanan Bimbingan Penempatan Layanan bimbingan penempatan (placemant) merupakan salah satu komponen bimbingan. Komponen ini mencakup semua usaha membentu siswa dalam merencanakan masa depannya selama masih disekolah, dan sesudah tamat dalam mengambil program studi tertentu sebagai studi lanjutan atau langsung mulai bekerja. WS Winkel dan Sri Hastuti (2006) menyatakan bahwa, tujuan dari layanan bimbingan penempatan ini adalah supaya siswa menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup non-akademik, yang menunjang perkembangannya dan semakain merealisasikan rencana masa depannya, atau melibatkan diri dalam lingkup suatu jabatan yang diharapkan cocok baginya dan memberikan kepuasasan kepadanya. Penempatan dalam komponen bimbingan telah mengalami perkembangan dari pengertian bantuan kepada siswa dalam memasuki jalur studi ataupun dalam biang pekerjaan atau bisa disebut juga dengan bantuan dalam menetapkan tujuan dan membuat pilihan yang berkaitan dengan perencanaan masa depan dalam hal studi akademik maupun non-akademik, persiapan yang berkaitan dengan perencanaaan masa depan, bantuaan ini termasuk realisasi dan implementasi dari seluruh rencana yang telah dibuat. Dengan demikian (placemant) menjadi lebih luas daripada pengartian 11

5 semula. Jika kegiatan layanan penempatan jauh lebih kompleks dan mencakup unsur-unsur (1) perencanaaan masa depan; (2) pengambilan keputuan; (3) pemasukan kesalah satu jalur akademik maupun non-akademik; (4) pemantapan; (5) pengumpulan data dalam rangka penelitian terhadap mereka yang sudah selesai sekolah. Semua aspek tersebut mencakup satu hal yaitu penempatan (placemant) yang merupakan salah satu komponen bimbingan. Ragam bimbingan karir adalah suatu saluran realisasi komponen bimbingan ini dan sesuai dengan perluasan bimbingan karir mencakup semua aspek perkembangan jabatan. Schmidt (dalam WS Winkel & Sri Hastuti, 2006) menyatakan bahwa penempatan adalah saling keterkaitan antara perencanaan jalur pendidikan (akademik atau non-akademik) perkembangan pribadi, pilihan jabatan dan gaya hidup Teori Perkembangan Karir Donald Super Donald Super (dalam Winkel & Sri Hastuti, 2006) mencanangkan sutu pendangan tentang perkembangan karir yang berlingkup luas, karena perkembangan karir siswa itu mencakup beberapa faktor. Faktor tersebut sebagian terdapat pada diri individu sendiri dan sebagian terdapat dari lingkungan hidupnya, yang semuanya berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama membentuk proses perkembangan karir seseorang. Perencanaan karir merupakan suatu perpaduan dari aneka faktor pada individu seperti kebutuhan, sifat-sifat kepribadian serta kemampuan intelektualdan banyak faktor dari luar individu., seperti taraf kehidupan sosial ekonomi keluarga, variasi tuntutan dan lingkungan kebudayaan dan kesempatan/kelonggaran yang muncul. Akan tetapi, faktor yang paling terpenting adalah dariindividu sendiri. Unsur dasar dalam pandangan Donald Super adalah konsep diri atau gambaran diri sehubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan (perencaan karir) dan jabatan yang akan dilakukan. Gambaran diri menumbuhkan dorongan internal yang mengarahkan seseorang kepada suatu bidang pekerjaan yang memungkinkan untuk 12

6 mencapai kepuasan atau sukses. Dengan demikian, individu mewujudkan diri dalam gambaran suatu bidang pekerjaan yang paling memungkinkan untuk mengekprsikan dirinya sendiri, misal seseorang siswa memandang diringa sebagai orang yang berkemampuan tinggi dan rela mengorbankan dirinya, serta dibesarkan dalam keluarga yang telah mencetak beberapa dokter, akhirnya membentuk gambaran diri yang membenyangkan dirinya sendiri sebagai dokter yang ulung dan ulet. Donal Super membagi tahap perkembangan karir menjadi lima, tahapan perkembangan karir dibagi berdasarkan usia seseorang yaitu dari seseorang lahir sampai dengan masa pensiunnya. Berikut ini adalah proses perkembangan karir Donald Super dibagi menjadi lima tahap (Winkel & Sri Hastuti, 2006) yaiyu : 1) Pertumbuhan (Growth), yaitu dari saat lahir sampai umur kurang lebih 15 tahun, dimana anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri. 2) Fase Eksplorasi (Exploration) dari umur 15 tahun sampai dengan umur 24 tahun, dimana seseorang memikirkan berbagai alternatif karir tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. 3) Fase pemantapan (Establishment) dari umur 25 sampai dengan 44 tahun, dimana seseorang berusaha untuk memantapkan diri melalui seluk beluk pengalaman yang telah diperoleh. 4) Fase pembinaan (Maintenance) dari umur 45 sampai 64 tahun, dimana seseorang sudah dewasa menyesuwaikan diri dalam bentuk penghayatan jabatannya. 5) Fase kemunduran (Decline) bila seseorang memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikapsikap dan perilaku yang menyangkut keterlibatan dalam suatu karir yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karir. Pada masa tertentu dalam hidupnya individu dihadapkan pada tugas perkembangan karir tertentu. 13

7 Perencanaan karir garis besar masa depan (crystalization) tahun yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi kehudupannya. Penentu (specification) antara tahun tahun, yang bercirikan mengarah diri kepada bidang pekerjaan tertentu dan menemuinya. Pemantapan (estabilishment) antara umur tahun, yang bercirikan mampu memegang suatu pekerjaan tertentu. Pengakaran (consilidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pensiun, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas. Donald Super dalam (Winkel & Sri Hastuti, 2006) mengembangkan konsep kematangan vokasional (career, maturity, vocational maturity) yang menunjukkan pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas perkembangannnya. Indikasi yang relevan dalam kematangan vokasional adalah : 1) Kemampuan membuat rencana 2) Kerelaan memikul tanggung jawab 3) Serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang dipertimbangkan dalam membuat suatu perencanaan. Pandangan Super mengandung beberapa implikasi bagi pendidikan karir dan konseling karir yang sangat relevan. Konsepsi Super tentang gambaran diri dan kematangan vokasional menjadi pengangan bagi seorang tenaga pendiri bila meracangkan pendidikan karir dan bimbingan karir, yang membawa siswa kepemahaman diri dan pengolahan informasi tentang dunia kerja, selaras dengan tahap perkembangan karir tertentu. Dengan demikian program pendidikan karir di SD, SMP, dan SMA harus bertujuan secara berangsur-angsur mengangkat siswa kepemahaman diri dan pengolahan informasi yang lebih tinggi dan matang Aspek-aspek Perencanaan Karir Kunci bagi perencanaan yang matang dan keputusan yang bijaksana terletak pada pengolahan informasi tentang diri dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya. Dengan kata lain siswa memiliki gambaran tentang 14

8 informasi yang relevan dan menafsirkan makna bagi dirinya sendiri dan membuat pilihan-piliahan yang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu kanselor harus membantu siswa dalam memperoleh informasi yang relevan dan memberikan informasi kepada siswa baik melalui kegiatan bimbingan karir dalam bentuk kelompok maupun individual. Donald Super (dalam Winkel & Sri Hastuti, 2006) mengemukakan beberapa faktor yang diperlukan dalam membuat perancanaan karir siswa : a) Informasi tentang diri sendiri yaitu meliputi data tentang : (1) kemampuan intelektual, (2) bakat khusus dibidang studi akademik, (3) minat-minat baik yang besifat luas maupun lebih khusus, (4) hasil belajar dari berbagai bidang studi inti, (5) sifat-sifat kepribadian yang mempunyai relefansi terhadap suatu program studi akademik, suatu program latihan prajabatan dan suatu bidang jabatan, seperti berani berbicara dan bbertindak, kooperatif, sopan dan dapat diandalakan, bijaksana, rajin, berpotensi, rapi tekun, toleran, tahan dalam situasi yang penuh ketegangan, terbuka, jujur, dan berwatak baik, (6) perangkat kemahiran kognitif, seperti kemampuan mengatur arus pikiran sendiri dalam menghadapi suatu permasalahan, kemampuan menguraikan secara lisan dan tertulis, kemampuan mengatur dirinya sendiri, memampuan memahami dan berbicara asing dan kemampuan menghadap orang lain, (7) nilai-nilai kehidupan dan cita-cita masa depan, (8) bekal berupa keterampilan khusus yang dimiliki dalam bidang administrasi/tata usaha, kesenian, olahraga, mekanik, serta koordinasi motorik, yang senuanya sangat relefan bagi program perencanaan karir yang diinginkan, (9) kesehatan fisik serta mental, (10) kematangan vokasional. b) Data tentang keadaan keluarga dekat juga dimasukan dalam lingkup informasi tentang gambaran diri sendiri yang sebenarnya termasuk data sosial. Namun, keadaan keluarga sebagai lingkungan hidup yang palng bermakna bagi individu yang sehari-hari bersama keluarga ikut berpengarug besar terhadap pembentukan gambaran diri. Keadaan keluarga dekat ini meliputi tentang : (1) posisi anak dalam keluarga, (2) 15

9 pandangan keluarga tentang peranan kewajiban anak laiki-laki dan perempuan, (3) harapan keluarga untuk masa depan anak, (4) taraf sosial ekonomi kehiduapan keluarga, (5) gaya hidup dan suasana keluarga, (6) taraf pendidikan orang tua, (7) sumber konflik orang tua dan anak, (8) status perkawinan, (9) siapa yang tinggal dirumah selain orang tua sendiri dan kakak adik. Konsep diri merupakan benang merah dalam menciptakan satu kesatuan yang terpadu dan seluruh proses perkembangan karir, termasuk perencanaan karir dan pengambilan keputusan. Penilaian siswa terhadap diri sendiri tentang kemampuan intelektual, bakat khusus dibidang studi akademik dan berbagai keterampilan khusus mempunyai relevansi terhadap perencanaan karir siswa, karena jika siswa telah menilai gambaran tentang dirinya sendiri maka siswa cenderung berperilaku sesuai dengan persepsinya. c) Informasi tentang lingkunya hidup yang relevansi bagi perencanaan karir, khususnya informasi pendidikan (education information) dan informasi jabatan (vocational information), yang bersama-sama dikenal dengan informasi karir (career information). Pemberian informasi ini bertujuan agar siswa mempunyai pemehaman tentang jenis-jenis pekerjaan yang ada didalam masyarakat, mengenai informasi-informasi jenis-jenis pendidikan kelanjutan studi dan mengenai prospek informasi pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat dimasa depan Langkah-langkah Dalam Perencanaan Karir Konselor dalam membantu siswa membuat perencanaan karir siswa tidaklah mudah, karena konselor harus mempertimbangkan beberapa aspek yang ada didalam diri siswa. Winkel dan Hastuti (2006) menyatakan beberapa tantangan konselor dalam membantu perencanaan karir siswa yaitu : 1) Harus mempertimbangkan taraf vokasional siswa. 16

10 2) Harus menghindari bahaya yang terkandung dalam memberikan saran tentang pilihan yang dibuat, karena sebaiknya mungkin tidak dimengerti oleh siswa dan hanya mengikuti saran saja. 3) Harus menghindari ramalan yang bersifat dogmatik tentang kemungkinan konseli akan berhasil atau gagal dalam mengambil suatu jalur. Setelah siswa mendapat penjelasan tentang makna data yang tersedia tentang diri sendiri dan tentang lingkungan hidupnya, dia tetap bebas memilih. 4) Harus dihindari memberikan kesan hanya terdapat satu karir yang cocok bagi konseli dan akan memuaskan baginaya. Maka dapat dianggap bijaksana jika seorang siswa membuat beberapa alternative dalam urutan prioritas : pilihan pertama, kedua dan seterusnya. 5) Harus dijaga apabila siswa membuat pilihan hanya atas dasar keinginan saja. Alternatif yang tersedia selain ditinjau dari sudut pandang yang diinginkan, juga harus ditinjau dari sudut pandang apakah dimungkinkan, dan dapat membaa hasil yang diharapkan seandainya dipilih. 2.2 Cooperative Learning Tipe Group Investigation Pengertian Group Investigation Menurut Huda (2011) Group investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehniktehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih matei yang akan dipelajari sesui dengan topik yang sedang dibahas. Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang mereka pilih. Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan semangat 17

11 serta motivasi siswa untuk belajar. Kondisi ini ternyata sejalan dengan apa yang dikemukakan Narudin (2009) group Investigationn merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet Langkah-langkah Group Investigation Menurut Slavin (2011) dalam group investigation siswa perlu bekerja dalam 6 tahap. Guru perlu mengadaptasikan pedoman-pedoman ini dengan latar belakang, umur, dan kemampuan siswa. Enam tahapan dalam group investigation yaitu : Tahap 1: Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok. a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. b) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih. c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. d) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan bersama mengenai : a) Apa yang kita pelajari? b) Bagaimana kita mempelajarinya? c) Siapa melakukan apa? (pembagian tugas) d) Untuk tujuan atau kepentingan apa kita melakukan investigasi ini? 18

12 Tahap 3: Melaksanakan investigasi a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisi data, dan membuat kesimpulan. b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensistesis semua gagasan. Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir. a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. b) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka membuat presentasi mereka. c) Wakil-wakil keompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir. a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengaran siswa secara aktif. c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas. Tahap 6: Evaluasi. a) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengani tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka. b) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi. 19

13 2.2.3 Kelebihan dan kekurangan Group Investigation Metode Group investigation memanglah suatu rancangan mengenai pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan (Robert E. Slavin, 2011), seperti di bawah ini: 1) Kelebihan Group Investigation a) Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri kompleks. b) Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik. c) Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain. d) Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen kelompok). e) Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. f) Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. g) Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa berguna untuk orang lain. h) Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif. 2) Kelemahan Group Investigation a) Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit. b) Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis, sehingga tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut aktif. c) Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama. 20

14 d) Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas menjadi mudah ribut. e) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini. f) Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya. 2.3 Penelitian yang Relevan Berkaitan dengan penelitian ini penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2005) tarhadap siswa kelas III SMK Negeri 2 Magelang (Kelompok Bisnis dan Manajemen) tahun pelajaran 2006/2007. Dalam perencanaan karir pada peserta didik kelas III SMK Negeri 2 Magelang (Kelompok Bisnis dan Manajemen) tahun pelajaran 2006/2007 termasuk dalam kategori efektif dengan persentase keberhasilan 81,99%. Ada Pengaruh yang signifikan antara metode Group Investigation terhadap perencanaan karir pada siswa kelas III SMK Negeri 2 Magelang (Kelompok Bisnis dan Manajemen) tahun pelajaran 2006/2007. Penelitian Listiana (2006) meneliti Tentang Keefektifan Metode Group Investigation dan perencanaan karir SMA Negeri 1 Kudus menemukan bahwa metode Group Investigation efektif untuk perencanaan karir peserta didik yang ditunjukkan dengan nilai Z=4,264 > nilai Z = 1, Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : H 0 = Terdapat peningkatan perencanaan karir siswa dengan menggunakan metode Group Investigation. H a = Tidak terdapat peningkatan perencanaan karir siswa dengan menggunakan metode Group Investigation. 21

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai

Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor. Faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Perencanaan Karir 2.1.1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan karir dan proses lahirnya konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mulyasa (2011) mengemukakan bahwa pendidikan dapat mengembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan kemauan, serta membangkitkan nafsu generasi bangsa untuk menggali berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Kemampuan Perencanaan Karier

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Kemampuan Perencanaan Karier BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kemampuan Perencanaan Karier 2.1.1. Definisi Kemampuan Perencanaan Karier Menurut Badudu & Sutan kemampuan memiliki arti kesanggupan, kekuatan. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI PADA MATERI GEOMETRI Dwi Avita Nurhidayah Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email : danz_atta@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan kegiatan sehari-hari sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, dimana proses kehidupan manusia terus berjalan dimulai sejak lahir (bayi),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana manusia menghadapi tantangan dalam berkembang pesatnya globalisasi. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. peserta didiklah yang menjadi pusat pembelajaran di dalam kelas.

BAB II KAJIAN TEORI. peserta didiklah yang menjadi pusat pembelajaran di dalam kelas. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat a. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Ennis (1993) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 20 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Kontekstual 1. Minat Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu yang yang datang dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. pembelajaran kooperatif, dan prestasi belajar.

BAB II. Kajian Pustaka. pembelajaran kooperatif, dan prestasi belajar. 7 BAB II Kajian Pustaka A. Analisis Teoritik Dalam analisis teoritik akan diuraikan berbagai tinjauan yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Sekolah Menengah Kejuruan, metode belajar mengajar, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari seperempat angkatan muda Indonesia kini menganggur dan masih banyak lagi yang mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketrampilannya (underemployed)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA. Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan,

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA. Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA 2. 1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Efektivitas Menurut Sejathi yang dikutip Ali Muhidin, efektivitas merupakan ketepatgunaan, hasil guna, menunjang tujuan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah sebuah proses yang terus menerus berkembang sesuai dengan perubahan zaman yang terjadi sebagai perkembangan IPTEK, perubahan nilai budaya, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perencanaan Karir 2.1.1. Pengertian Karir Bekerja merupakan konsep dasar yang menunjuk pada sesuatu yang kita lakukan karena kita menginginkannya dengan harapan dapat kita nikmati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin baiknya kualitas bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. semakin baiknya kualitas bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kunci kemajuan, semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baiknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan datang adalah yang mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin,

Lebih terperinci

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun BAB I PENDUHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003 tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tolbert (dalam Suherman, 2000) mengatakan bahwa perkembangan karir merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan, yang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN BIMBINGAN KARIR BAGI SISWA SMA SEBAGAI PERSIAPAN AWAL MEMASUKI DUNIA KERJA 1 Oleh: Sitti Rahmaniar Abubakar 2

PELAKSANAAN BIMBINGAN KARIR BAGI SISWA SMA SEBAGAI PERSIAPAN AWAL MEMASUKI DUNIA KERJA 1 Oleh: Sitti Rahmaniar Abubakar 2 PELAKSANAAN BIMBINGAN KARIR BAGI SISWA SMA SEBAGAI PERSIAPAN AWAL MEMASUKI DUNIA KERJA 1 Oleh: Sitti Rahmaniar Abubakar 2 Abstrak: Bimbingan karir merupakan salah satu bentuk bimbingan yang terpadu pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling dan Konsorsium Keilmuan BK di PTKI Batusangkar, November 2015

PROSIDING Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling dan Konsorsium Keilmuan BK di PTKI Batusangkar, November 2015 PENGEMBANGAN MODUL LAYANAN INFORMASI KARIER DI SMK UNTUK PERSIAPAN MEMASUKI DUNIA KERJA Oleh: Dra. Rafsel Tas adi, M.Pd. Sisrazeni, S.Psi.I., M.Pd. (Pogram Studi BK Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang cocok dengan dirinya sendiri. Adanya keraguan seseorang yang muncul ketika memilih pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Makna Kematangan Karir Kematangan karir merupakan bagian terpenting yang harus dimiliki oleh siswa guna menunjang keberhasilan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi cita-cita manusia semakin menuntut kepada peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi cita-cita manusia semakin menuntut kepada peningkatan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sepanjang hayat, tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

Terdapat sepuluh (10) butir pemikiran yang diajukan oleh Hoppockbahwa: a. Pekerjaan dipilih dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan.

Terdapat sepuluh (10) butir pemikiran yang diajukan oleh Hoppockbahwa: a. Pekerjaan dipilih dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan. Dalam pemilihan karir, ada beberapa teori dari beberapa tokoh yang merupakan bahan perbandingan dan bahan-bahan kajian untuk mengadakan pertimbangan yang akan dibahas pada pertemuan ini, yaitu: 1. TEORI

Lebih terperinci

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya.

rangka perkembangan manusia (Hidayat dan Machali, 2010: 32). maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada mahluk-mahluk lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah proses kegiatan yang khas dilakukan oleh manusia. Pendidikan merupakan produk kebudayaan manusia. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Kesiapan Kerja Siswa. 1) Pengertian Kesiapan Kerja

BAB II KAJIAN TEORI Kesiapan Kerja Siswa. 1) Pengertian Kesiapan Kerja BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kesiapan Kerja Siswa 1) Pengertian Kesiapan Kerja Pengertian kesiapan kerja menurut Robert Brady (2009), berfokus pada sifatsifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam

BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan konseli di sekolah, serta membantu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian teori 2.1.1. Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar Menurut Piaget dalam Heruman (2007:1), Anak SD berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG POLA BIMBINGAN KARIR BAGI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN TEORI BIMBINGAN KARIR

BAB IV ANALISIS TENTANG POLA BIMBINGAN KARIR BAGI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN TEORI BIMBINGAN KARIR 95 BAB IV ANALISIS TENTANG POLA BIMBINGAN KARIR BAGI SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN TEORI BIMBINGAN KARIR A. Analisis tentang Pola Bimbingan Karir bagi Santriwati Pondok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga pendidikan terdiri dari lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus atau bimbingan belajar), dan lembaga informal (keluarga). Biasanya

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization Abstrak. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia terlibat dengan banyak hal, dari yang sepele sampai yang kompleks. Pengambilan keputusan merupakan bagian dari hidup manusia dalam

Lebih terperinci

Reni Rasyita Sari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Reni Rasyita Sari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI KELAS XI IIS 5 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Reni Rasyita Sari Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mempersiapkan kesuksesan dimasa depan. Pendidikan bisa diraih dengan berbagai cara salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja dengan melibatkan siswa secara aktif mengembangkan potensi yang dimiliki, mengubah sikap,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 1 SIDOHARJO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang menjadi dasar dari semua ilmu yang dipelajari di sekolah regular. Oleh sebab itu pelajaran ini diajarkan pada jenjang pendidikan dasar

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN Wahyu Wijayanti 1, Sudarno Herlambang, dan Marhadi Slamet K 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kemampuan membaca pemahaman dan berpikir analitis diperlukan dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi terhadap permasalahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil anak sudah mempunyai struktur

BAB II KAJIAN TEORI. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil anak sudah mempunyai struktur 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Teori Belajar Konstruktivisme Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn.

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn. BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar PKn Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat perhatian siswa dalam belajar mata pelajaran PKn. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk membantu perkembangan siswa sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara layak dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRASTIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRASTIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRASTIS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION Siti Syahraini Harahap Universitas Negeri Medan Corresponding author: sitisyahrainihrp@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kerjasama siswa merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran sebagaimana diungkapkan oleh Warsono dan Hariyanto (2012: 163) bahwa kerjasama tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah

Lebih terperinci

MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM KOORDINAT DENGAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS VIII-B SMP NEGERI 3 SUBANG

MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM KOORDINAT DENGAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS VIII-B SMP NEGERI 3 SUBANG MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM KOORDINAT DENGAN METODE DISKUSI KELOMPOK DI KELAS VIII-B SMP NEGERI 3 SUBANG Hj. TUTI NURYATI SMP Negeri 3 Subang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Make a Match 2.1.1 Arti Make a Match Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum habis waktu yang ditentukan. Menurut Lie (2002:30) bahwa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu

BAB II. Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah. pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Pada umumnya belajar adalah suatu kegiatan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah manusia itu sendiri. Manusia berlainan dengan makhluk lain seperti binatang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu

Lebih terperinci

REVITALISASI COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA. Oleh: N U R D I N

REVITALISASI COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA. Oleh: N U R D I N REVITALISASI COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Oleh: N U R D I N ABSTRAK Pada umumnya, proses pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) masih bersifat klasikal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan

Lebih terperinci