BAB I PENDAHULUAN. Tanah dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan salah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Tanah dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan salah satu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional. 1 Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan merata. Maka tanah adalah untuk diusahakan atau digunakan bagi pemenuhan kebutuhan yang nyata. 2 Tanah mempunyai fungsi sosial dan pemanfaatannya harus dapat meningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu terus dikembangkan rencana tata ruang dan tata guna tanah secara nasional sehingga pemanfaatan tanah dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara kelestarian 1 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2003), halaman 3. 2 Ibid, halaman 4.

2 alam dan lingkungan serta mencegah penggunaan tanah yang merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan. 3 Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah. karena tidak ada aktivitas orang ataupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. 4 Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Mereka hidup dari tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. 5 Sekitar lima juta petani di Indonesia yang belum memiliki lahan pertanian atau mengandalkan dirinya menjadi buruh tani. Besarnya jumlah buruh tani tersebut sangat memprihatinkan karena bagaimana bisa sejahtera seorang petani tidak memiliki lahan. Banyaknya petani yang belum memiliki lahan tersebut terjadi karena masih rendahnya pendidikan formal, minimnya regenerasi petani, biasanya petani adalah seoarang pekerja keras namun sangat rendah pengetahuannya. Sementara itu petani pemilik lahan juga masih sulit untuk hidup sejahtera, karena tidak sedikit dari mereka terjerat rentenir untuk membiayai pengelolahan tanahnya. Menyangkut mengenai hal pemilikan dan penguasahan tanah, dalam hal penguasahan tanah pertanian ada batasan maksimum dan minimumnya hal tersebut 3 A.P.Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Land reform (Bagian III), (Bandung: CV.Mandar Maju, 1994), halaman Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, (Medan: Multi Grafik, 2005), halaman 2. 5 G.Kartasapoetra,R.G.Kartasapoetra, A.G. Kartasapoetra, A.Setiady, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, (Jakarta: PT.Bina Aksara, 1985), halaman 1.

3 diatur di dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Tanah Pertanian yang dimiliki setiap masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisah dari Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang ketentuan land reform mengatur tentang batas maksimun dan minimun penguasaan tanah khusus ditujukan kepada tanah pertanian saja sedangkan untuk tanah bangunan tidak ada disebutkan. Namun mengingat semakin banyaknya tanah-tanah yang dikuasai oleh badan-badan hukum atau sekelompok badan hukum terutama berdasarkan lokasi yang tidak dimanfaatkan dengan baik maka dirasa perlu membatasi penguasaan tersebut. 6 Menyangkut mengenai tanah diatur di dalam UUPA dimana disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional berdasarkan atas Hukum Adat, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum tanah. Asas-asas Hukum Adat yang digunakan dalam Hukum Tanah Nasional yaitu asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi, asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial, asas pemeliharaan tanahn secara berencana, serta asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya. 7 Kedudukan asas-asas tersebut dalam pembangunan hukum yaitu sebagai landasan dan alasan lahirnya peraturan hukum selanjutnya. Namun demikian, penerapan asas-asas tersebut dalam kasus-kasus konkrit selalu memperhatikan faktorfaktor yang meliputi kasus yang dihadapi, dimungkinkan menyimpang dari asas tersebut.guna penyelesaian kasus, akan tetapi harus dapat memenuhi rasa keadilan dan kebenaran. Sistem atau tata susunan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, dimulai dengan: 1. Hak bangsa indonesia sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, yang beraspek hukum keperdataan dan hukm publik. Semua hak-hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa yang bersifat abadi artinya hubungannya akan terus menerus tiada terputus untuk selama-lamanya. 6 Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006), halaman Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, ( Medan: Sofmedia, 2009), halaman 41.

4 2. Hak menguasai dari negara, yang bersumber dari hak bangsa yang hanya beraspek hukum publik semata. Pelaksanaan dari hak menguasai negara ini kewenangannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain atau pihak ketiga dalam bentuk Hak Pengelolaan. Kewenangan Hak Menguasai dari negara, diatur secara terperinci dalam Pasal 2 Ayat 2 UUPA. Hak menguasai dari negara tidak akan hapus selama negara Republik Indonesia masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 3. Hak ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada. 4. Hak-hak penguasaan individual terdiri atas: a. Hak-hak atas tanah meliputi: Primer: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang diberikan oleh negara. Sekunder: Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak sewa dan lain-lain. b. Hak Wakaf, hak individual yan g berasal dari hak milik yang sudah diwakafkan dan mempunyai kedudukan khusus dalam Hukum Tanah Nasional. c. Hak jaminan atas tanah, yang disebut dengan hak tanggungan. 8 Dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dirumuskan suatu asas yang dewasa ini sedang menjadi dasar dari pada perusahaanperusahaan dalam struktur pertanahan hampir di seluruh dunia, yaitu di negara-negara yang telah/ sedang menyelenggarakan apa yang disebut land reform atau agraria reform yaitu bahwa Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemilik sendiri. Artinya keberadaan hukum agraria tersebut tidak akan menjamin keterbukaan, sehingga tidak tercapai keadilan yang substansif. Pada akhirnya fungsi hukum agraria itu tidak dapat digunakan sebagai alat penyelesaian sengketa pertanahan. 9 8 Ibid, halaman Syafruddin Kalo, Kapita Selekta Hukum Pertanahan Studi Tanah Perkebunan di Sumatera Timur, (Medan: USU Press, 2005), halaman 105.

5 Akibat adanya tanah dikuasai oleh pihak tertentu untuk kepentingan sendiri maka menimbulkan sengketa dalam pertanahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan sengketa adalah pertengkaran, perbantahan, pertikaian atau perkara di pengadilan yang disebabkan oleh uang dan perebutan wilayah/ daerah, sedangkan yang dimaksudkan dengan tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 10 Undang undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 telah dilakukan pengujiannya yaitu Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) terhadap Undang-Undang Dasar Hukum acara untuk perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 di Mahkamah Konstitusi ini agak berbeda jika dibandingkan dengan peradilan biasa karena hal yang banyak dipertimbangkan dan diperiksa adalah opini dan tafsiran, dan bukan pada fakta, sehingga analisis terhadap data menjadi hal yang penting dan utama untuk disajikan. 11 Permohonan pengujian tersebut secara administrasi diajukan kepada bagian kepaniteraan Mahkamah Konstitusi yang akan memeriksa kelengkapan administrasi, misalnya keterangan lengkap diri pemohon, ditulis dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 rangkap, menguraikan secara jelas perihal yang menjadi dasar permohonannya dan hal-hal lain yang dimintanya untuk diputus. 10 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, halaman Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Tatanegara, (Jakarta: Dian Rakyat, 1977), halaman 20.

6 Dalam mengajukan permohonan tersebut, Pemohon wajib menguraikan dengan jelas hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dirugikan karena adanya pembentukan undang-undang yang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, dan undang-undang yang dimohonkan untuk diuji haruslah memenihi syarat-syarat yang bersifat kumulatif. Pemohon yang dianggap memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing) untuk mengajukan hak atau kewenangan konstitusionalnya terhadap Mahkamah Konstitusi oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) Perorangan warga negara Indonesia. (b) Kesatuan masyarakat adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. (c) Badan hukum publik dan privat. (d) Lembaga negara. 12 Hal ini secara rinci diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam ketentuan tersebut bahwa undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Khususnya setelah amandemen Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tertanggal 19 Oktober Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang dimungkinkan bisa dilakukan secara formal 12 Hadi Setia Tunggal, Putusan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Harvindo, 2007), halaman Ibid.

7 dan materiil. Dalam praktek dikenal adanya tiga macam norma hukum yang dapat diuji atau norm control mechanism yaitu : 1. Keputusan normatif yang berisi dan bersifat pengaturan ( Regeling ) 2. Keputusan normatif yang berisi dan bersifat penetapan ( Beschikking ) 3. Keputusan normatif yang berisi dan bersifat penghakiman ( Judgement ) yang biasa disebut vonis. 14 Pada hakekatnya evaluasi pelaksanaan suatu undang-undang tergantung kepada beberapa hal antara lain substansi undang-undang, perkembangan masyarakat dimana undang-undang tersebut diterapkan, strategi dan kebijakan pembangunan, keberadaan undang-undang tersebut dalam konteks peraturan perundangan lainnya, motivasi, dedikasi dan kemampuan aparat pelaksanaan undang-undang tersebut. 15 Di dalam kehidupan masyarakat sering terjadi ketidak setujuan terhadap isi dan pembuatan undang-undang maka Pemerintah dalam hal ini memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengajukan permohonan kepada lembaga yang berwenang dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. Salah satu contoh ketidakpuasan atas undang-undang tersebut yakni adanya Perkara yang diajukan oleh Yusri Adrisoma, tempat/tanggal lahir Subang 15 Oktober 1950, agama Islam, pekerjaan seorang tani, kewargenegaraan Indonesia, alamat Dusun Parapatan RT 05 RW 03 Desa Tegalurung Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat, yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon. 14 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-undang, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, 2005), halaman Brahmana Adhie, Reformasi Pertanahan, (Bandung: Mandar Maju, 2002), halaman 77.

8 Menurut Yusri Adrisoma Pasal 10 Ayat (3) yang menyatakan bahwa Jika terjadi tindak pidana yang dimaksud Ayat (1) huruf a pasal ini maka pemindahan hak itu batal karena hukum sedangkan tanah yang bersangkutan jatuh pada negara, tanpa hak untuk menuntut ganti kerugian apapun dan Ayat (4) menyatakan bahwa Jika terjadi tindak pidana sebagai yang dimaksud dalam Ayat (1) huruf b pasal ini maka kecuali didalam hal termaksud dalam Pasal 7 Ayat (1), tanah yang selebihnya dari luas maksimum jatuh pada negara yaitu jika tanah tersebut semuanya milik terhukum dan atau anggota keluarganya dengan ketentuan bahwa ia diberi kesempatan untuk mengemukakan keinginannya mengenai tanah yang jatuh kepada negara itu ia tidak berhak atas ganti kerugian berupa apapun bertentangan terhadap Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, Pasal 28H Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun berarti negarapun tidak boleh mengambil alih secara sewenang-wenang jadi tidak ada tanah yang jatuh kepada negara terkecuali ada kesepakatan antara pemilik dengan negara dengan bentuk ada penggantian sesuai dengan Pasal 17 Ayat (3) dan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria, dan Pasal 28I Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

9 Pemohon mengajukan Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian kepada Mahkamah Konstitusi karena Pemohon merasa dirugikan dengan adanya penyitaan tanah waris dari orang tuanya yang bernama Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Subang seluas Ha pada tanggal 13 September Pada tahun 1979 Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta telah terbukti dan meyakinkan terang bersalah telah melakukan memiliki tanah pertanian seluas Ha melebihi batas maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon ternyata telah melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 yang menyatakan bahwa: "orang-orang dan kepala-kepala keluarga yang anggota-anggota keluarganya mempunyai tanah pertanian yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum wajib melaporkan hal itu kepada Kepala Agraria Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan di dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak mulai berlakunya peraturan ini, Kalau dipandang perlu maka jangka waktu tersebut dapat diperpanjang oleh Menteri Agraria" dan juga melanggar Pasal 4 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 yang meyatakan bahwa, Orang atau orang-orang sekeluarga yang memiliki tanah pertanian yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum dilarang untuk memindahkan hak-miliknya atas seluruh atau sebagian tanah tersebut, kecuali dengan izin Kepala Agraria Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Izin tersebut hanya dapat diberikan jika tanah yang haknya dipindahkan itu tidak melebihi luas

10 maksimum dan dengan memperhatikan pula ketentuan Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2). Akibat dari pelanggaran hukum tersebut diatas, oleh karena itu Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon dijatuhi sanksi pidana yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimana menurut ketentuan Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960, karena telah terjadi pelanggaran atas ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 maka mengakibatkan pemilikan tanah Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon seluas Ha menjadi hilang hak kepemilikan atas tanah yang selebihnya dari Iuas maksimum dan sekaligus hilang hak untuk menuntut ganti kerugian dari negara, sedangkan status tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan untuk diredistribusikan kepada petani yang tidak punya tanah atau tuna kisma atau petani gurem. Oleh karena itu setelah menjalani persidangan maka Pengadilan Negeri Subang memutuskannya dengan perkara Pidana Nomor 38/1979/Pidana/PN.Sbg pada tanggal 24 Maret Dengan adanya putusan tersebut, maka tanah hak milik Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta telah dilakukan penyitaan oleh Kejaksaan Negeri Subang pada tanggal 13 September 1979 dari Desa Pamanukan Hilir, Bobos, Tegalurung dan Pangarengan seluas Ha dikurangi tanah milik Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta asal dari warisan orang tuanya sesuai dengan batas maksimal menurut ketentuan yang berlaku, kemudian menghukum Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta dari sebab itu dengan pidana penjara kurungan 3 (tiga) bulan, serta

11 Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta harus membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500,-. Akibat dari pada putusan Pengadilan Negeri tersebut maka Bapak Dukrim alias Pak Kebon bin Suta langsung stress dan terserang stroke sehingga pada tanggal 6 Mei 1981 meninggal dunia. Pemohon sebagai ahli waris tidak menerima begitu saja. Pada tahun 1981 keluarlah peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pemohon sebagai ahli waris dari mendiang Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung RI atas Putusan Pengadilan Negeri Subang Nomor 38/Pidana/1979/PN.Sbg dan diputus dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16/PK/Pid/1983, tetapi Putusan Permohonan Peninjauan Kembali ditolak oleh Mahkamah Agung RI. Setelah itu maka tanah yang telah di eksekusi oleh kejaksaan Negeri Subang dalam Putusan Pengadilan Negeri Subang Nomor 38/Pidana/1979/PN.Sbg diserahkan kepada Kantor Agraria Subang pada tanggal 8 Mei Pemohon sebagai ahli waris dari mendiang Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon telah menandatangani Surat Tanda Penerimaan Penyerahan Hak dan Pemberian Ganti Rugi (STP3) atas tanah kelebihan dari batas maksimal pada tanggal 1 Juli 1986 Nomor A/VIII/53A/574/1986, sampai sekarang belum mendapatkan ganti rugi sekalipun sudah diusulkan oleh Kepala Kantor Agraria Subang pada tanggal 16 Oktober 1986 Nomor 592/Kad.1125/1986, perihal permohonan ganti rugi atas tanah kelebihan maksimum bekas penguasaan/pemilikan saudara Dukrim bin Suta.

12 Dalam pengajuan permohonan ini, Pemohon tidak menyampaikan dalil-dalil hukum yang rumit atau teori-teori hukum sulit dan canggih, karena menurut hemat Pemohon, apapun yang menjadi alasan Pemohon ini sudah sangat jelas dan kuat serta sulit dibantah. Adapun alasan-alasan pemohonan melakukan permohonan pengujian Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (4), serta Pasal 28I Ayat (2) Undang- Undang Dasar yang diajukan Pemohon adalah bahwa Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang 56 Prp Tahun 1960 menyatakan bahwa pengertian anak kalimat, jika terjadi tindak pidana" adalah mengandung pengertian tidak adanya kepastian hukum dan tidak adanya keadilan serta diskriminatif karena bagi orang-orang yang memiliki tanah melebihi batas maksimal saja lah yang terkena tindak pidana dan ini hanya berlaku bagi orang yang terkena tindak pidana meskipun memiliki tanah melebihi batas maksimum dibiarkan sekalipun sudah melanggar Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun Selain itu juga pengertian anak kalimat yang menyatakan bahwa tanah yang bersangkutan jatuh pada Negara tanpa hak untuk menuntut ganti kerugian berupa apapun" ini jelas merupakan sanksi yang sangat berat padahal ini hanya bersifat pelanggaran dan bukan kejahatan, yang seharusnya kita setujui bersama dengan penetapan luas tanah pertanian maka batas maksimal diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian sesuai Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria. 16 Prtimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi atas Putusan Nomor 11/PUU-V/2007.

13 Pemohon juga mendalilkan mengenai hak milik. Dimana hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUP pasal ini disebutkan sifat-sifat dari hak milik, dan yang membedakannya dengan hak-hak lainnya. Dalam hal ini menurut Pemohon bahwa hak milik itu harus dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945 shingga tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun berarti negarapun tidak boleh mengambil alih secara sewenang-wenang jadi tidak ada tanah yang jatuh kepada negara terkecuali ada kesepakatan antara pemilik dengan negara dengan bentuk ada penggantian sesuai dengan Pasal 17 Ayat (3) dan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria. Setelah Pemohon menguraikan alasan-alasannya mengajukan pengujian Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (2), Pasal 28I Ayat (4), maka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 menolak permohonan dari pada Pemohon dengan alasan Tidak terdapat hubungan hukum antara Pemohon dengan tanah, karena status tanahnya adalah tanah Negara, dan Sanksi di dalam Pasal 10 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dikenakan terhadap Bapak Dukrim bin Suta alias Pak Kebon secara pribadi bukan kepada Pemohon.

14 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang uraian singkat tersebut di atas maka ada terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Mengapa Mahkamah Konstitusi menolak Permohonan yang diajukan oleh Pemohon? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemohon? 3. Bagaimana Analisis hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah melaksanakan penelitian mengenai Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 11/PUU-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Terhadap UUD 1945), maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui alasan Mahkamah Konstitusi menolak Permohonan yang diajukan oleh Pemohon. 2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemohon.

15 3. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan yaitu : yang bersifat teoritis dan bersifat praktis. 1. Secara teoritis Yakni hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang dapat memberikan andil bagi peningkatan pengetahuan. 2. Secara Praktis Yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pengetahuan bagi pemerintah yang berwenang untuk membuat undang-undang agar sudah saatnya untuk segera memperbaharui atau merevisi Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan Sebagai informasi kepada masyarakat tentang upaya hukum yang berlaku jika terjadi Permohonan kepada Mahkamah Konstitusi.

16 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan MK No : 11/PUU-V/2007 Mengenai Pengujian Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Terhadap UUD 1945), belum pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya sehingga tesis ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan ini,karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan yang bersifat ilmiah ini. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori berasal dari kata theori dalam bahasa latin berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. 17 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 18 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya Otje Salman, Anthon F.Susanto, Teori Hukum, (Bandng: Refika Aditama, 2007), halaman

17 Selain itu teori dapat juga didefenisikan adalah suatu konstruksi dialam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman. 19 Teori berguna untuk mempertajam atau mengkhususkan fakta, berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina sturktur konsep dan memperkembangkan defenisi, suatu ikhtisar hal yang diketahui, kemungkinan prediksi fakta mendatang, memberi petunjuk terhadap kekurangan. 20 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis,yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan. 21 Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), halaman Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum:Paradigma,Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta: ELSAM-HUMA, 2002), halaman ui.edu/intenal. 21 M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan penelitihan, (Bandung: Mandar Maju, 1994), halaman Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), halaman 37.

18 Menurut Kaelan M.S. Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian. 23 Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut : 1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina, struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhstisar dari pada hal-hal yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. 24 Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini. Secara konseptual, teori yang dapat dijadikan acuan dalam Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan MK No. 11/PUU/-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 terhadap UUD 1945 adalah dengan menggunakan pendekatan teori pemerataan, pembatasan dan keadilan dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah yang tersedia. 23 Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), halaman Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), halaman 121.

19 Aturan yang menetapkan sebagai tindak pidana pemilikan tanah yang melampaui batas maksimum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 juncto Pasal 10 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960, dengan kualifikasi pelanggaran dan bukan kejahatan, maka karena sifat hakikatnya dalam sejarah kemanusiaan, perbuatan itu menjadi tindak pidana bukan karena kualitas perbuatannya, melainkan hanya akibat dibentuk dan diterapkannya peraturan perundangundangan oleh penguasa. Perbuatan itu sendiri bukan sesuatu perbuatan yang dalam kesadaran hukum masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang jahat. Oleh karenanya, penataan kembali struktur penguasaan dan pemilikan tanah melalui hukum dan perundang-undangan demikian, yang harus konsisten berpedoman pada asas dalam UUD 1945 dan UUPA, yang menggariskan kelebihan tanah dari maksimum luas yang diperkenankan dimiliki, tidak boleh dilakukan sewenangwenang dan harus dengan ganti rugi. Aturan perampasan kelebihan tanah tanpa ganti rugi sebagai akibat kelalaian melaporkan kelebihan, yang oleh Pemerintah dipandang adil menjadi alat pemaksa sebagai konsekuensi pelanggaran yang dilakukan untuk mengefektifkan pelaksanaan land reform dan agrarian reform, dianggap tidak rasional dan proporsional. Teori proporsionalitas merupakan wujud dari keadilan yang telah menjadi salah satu asas-asas hukum umum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dengan mana pengambil kebijakan dapat mengukur sebelum mengambil keputusan, apakah perampasan tanpa ganti rugi akan diperlakukan (i) jika tujuan land reform atau agrarian reform dapat dicapai dengan tindakan lain, (ii) jika tujuan itu dapat

20 dicapai lebih baik atau lebih efektif melalui tindakan itu atas dasar kriteria efisiensi yang lebih baik, dan (iii) jika persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lebih efektif melalui kewenangan demikian. Sebagai salah satu unsur esensial pembentuk negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih -lebih yang corak agrarisnya mendominasi. Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu syarat yang mutlak atau syarat yang absolut. 25 Untuk cita-cita bangsa dan negara dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara. Rencana umum yang meliputi seluruh wilayah indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencanarencana khusus dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya perencanaan tersebut, penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dan rakyat. 26 Selain dari pada teori yang telah disebutkan diatas dalam kasus ini juga dapat menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lawrence Friedman yaitu teori sistem hukum yaitu bahwa dalam sistem hukum terdapat tiga elemen yang perlu diperhatikan yaitu : Structure ; Substance; dan Culture. Struktur dalam suatu sistem 25 Arie Sukanti Hutagalang, Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008), halaman Ibid, halaman 72.

21 hukum, misalnya mengenai kedudukan dari peradilan, eksekutif, yudikatif. Sedangkan substansi dari sistem hukum adalah, mengenai norma, peraturan maupun undang-undang, tetapi lebih menarik dari ketiga elemen itu adalah mengenai budaya hukum yang berarti pandangan, kebiasaan, maupun prilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistem hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan dilanggar atau dilaksanakan oleh masyarakat. 27 Struktur dari peradilan yakni Mahkamah Konstitusi merupakan konsep kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Keduanya berkedudukan sederajat atau setara sebagai lembaga negara yang independen dan hanya dibedakan dari segi fungsi dan wewenang, sedangkan dalam pengujian undang-undang maka Mahkamah Konstitusi menguji Undang-undang terhadap UUD 1945 termasuk dalam kasus ini Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian. Mahkamah Konstitusi merupakan norma hukum pada badan peradilan tingkat pertama dan terakhir, atau dapat dikatakan merupakan badan peradilan satu-satunya yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk mengadili perkara pengujian undang-undang termasuk dalam hal ini Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Budaya hukum yang diharapkan dari Mahkamah Konstitusi terhadap Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian yakni 27 Syarufuddin Kalo, Op.cit., halaman 112.

22 Persamaan kedudukan dan kesempatan dalam pemerintahan yang diartikan juga tanpa diskriminasi. Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kekuasaan negara dengan cara melakukan pengujian undang-undang serta kewenangan lainnya, tidak terlepas dari pola hubungan hak-hak dasar manusia sebagai individu, masyarakat dan negara, dalam upaya mencapai kesejahteraan yang berkeadilan sosial dan menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil sesuai dengan kehendak rakyat dan cita hukum negara yang demokrasi. Pencapaian kesejahteraan yang berkeadilan menurut cita hukum dikenal sebagai tujuan negara Kerangka Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 29 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dua bius) dari suatu istilah yang dipakai untuk ditemukan suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan 30. Konsep (concept) adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan gejala-gejala tertentu. Kerangka konsepsional 28 Abdul Latif, Fungsi Mahkamah Konstitusi Dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2003), halaman Soerjono soekanto, Pengantar Penelitihan Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia -Press, 1986), halaman Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambahkan, (Bandung: Alumni, 2006), halaman 31.

23 merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. 31 Dalam penulisan tesis ini diperlukan konsepsi yang merupakan definisi operasional dari istilah-istilah yang dipergunakan untuk menghindari perbedaan penafsiran. Istilah istilah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penetapan Luas Tanah Pertanian dilakukan dengan peraturan perundangundangan sedangkan tanah yang kelebihan dari batas maksimun dibagikan kepada rakyat yang membutuhkannya menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; 2. Pengujian undang-undang adalah suatu kewenangan untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah peraturan perundangan-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu; 3. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang termasuk salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang melakukan fungsi peradilan dalam menangani permasalahan ketatanegaraan berdasarkan otoritas Undang-Undang Dasar 1945; 4. Konstitusi adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa. 32 Didalamnya terdapat berbagai aturan pokok yang berkaitan dengan kedaulatan, pembagian kekuasaan, lembagalembaga negara, cita-cita dan ideologi negara, masalah ekonomi, dan sebagainya. 31 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), halaman Miriam Budiardjo, Dasar- dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1989), halaman 107.

24 Namun mengenai unsur ketetapannya tidak ada kesepakatan di kalangan para ahli; Hak menguji material adalah suatu kewenangan untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah peraturan perundangan-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu, Jadi hak menguji material ini berkenaan dengan isi dari suatu peraturan dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya; Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar1945; 7. Land reform adalah perombakan mengenai pemilikan dan menguasaan tanah serta hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah; Tanah Absentee adalah tanah yang dimiliki seseorang (pemilik), dimana orang tersebut bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letaknya tanah tersebut; H. Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni matul Huda, Teori dan Hukum konstitusi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), halaman Sri Soemantri, Hak Uji Material di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), halaman 11. lihat bandingkan dengan Jimly Asshiddiqie, H.M. Laica Marzuki, dkk, Menjaga Denyut Konstitusi Reflkesi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2004), halaman 4. menyatakan bahwa ide pembentukan Mahkamah Konstitusi berkaitan erat dengan ide untuk mengembangkan fungsi pengujian Undang-undang yang dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah Agung dalam sejarah awal pembentukan negara kita. 35 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, jilid I, Edisi Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2005), halaman Tampil Ansahari Siregar, Undang-undang Pokok Agraria Dalam Bagan, (Medan: FH USU, 2006), halaman 77.

25 9. Latifundia adalah larangan penguasaan tanah yang luas kali sehingga ada batas maksimum seseorang boleh mempunyai tanah terutama tanah pertanian ( ceiling ) atas kepemilikan tanah; Ceiling adalah maksimunisasi pemilikan tanah pertanian yang boleh dimiliki sehingga setiap kelebihan harus diserahkan kepada Pemerintah untuk dibagikan kepada petani tanpa tanah atau petani gurem; 11. Petani adalah orang baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai sawah sendiri, yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk pertanian; 12. Redistribusi adalah pembagian tanah yang melebihi batas maksimum, tanah yang dikuasai secara absentee, tanah swapraja atau bekas swapraja dan tanah negara lainnya kepada para petani yang belum mempunyai tanah pertanian yang diambl oleh Pemerintah. G. Metodologi Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 38 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, 37 A.P Parlindungan. Op.Cit, halaman Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), halaman 1.

26 sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. 39 Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. 40 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu. Sehubungan dengan itu dalam kegiatan penelitian yang akan dilakukan sehubungan dengan permasalahan tersebut sebelumnya dapat dikemukakan beberapa hal diantaranya: 1. Spesifikasi Penelitian Istilah metode berasal dari bahasa yunani dengan asal kata methods yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan penelitian yang menyangkut tentang cara kerja yang berfungsi untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 41 Dari judul dan masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini, maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian yang memaparkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta atau individu, kelompok atau keadaan, dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang 39 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), halaman Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia- Hill Co, 1990), halaman Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyaraka, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), halaman 16.

27 terjadi. 42 Sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskriptif atau gambaran yang seteliti mungkin tentang kajian hukum mengenai masalah Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan MK No; 11/PUU V/2007 yakni : Pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Terhadap UUD 1945) yang dikaitkan dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, kemudian melakukan pengumpulan dan pengolahan data-data tersebut sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai permasalahan yang diteliti. 2. Metode Pendekatan Dalam penelitian tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan MK No; 11/PUU V/2007 yakni : Pengujian Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Terhadap UUD 1945) merupakan suatu penelitian yuridis normatif. Sebagai suatu penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis terhadap norma hukum, baik hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, maupun hukum dalam bentuk putusan-putusan pengadilan. Selain itu dipergunakan juga dokumen-dokumen dan teori-teori berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan studi dokumen maka data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari pada data primer. Data skunder yang diteliti terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari : 42 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), halaman 58.

28 1) Undang-Undang Dasar ) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria. 3) Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah pertanian. 4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. 5) Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan masalah pertanahan. 6) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/ ) Keputusan-keputusan Menteri Agraria serta peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan topik. 8) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) b. Bahan Hukum Skunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer yang terdiri dari : 1) Tulisan atau pendapat pakar hukum dan pakar hukum tentang hak atas tanah. 2) Hasil penelitian yang merupakan data dari studi dokumen. 3) Karya-karya ilmiah 4) Makalah dan simposium di bidang pertanahan. c. Bahan Hukum Tertier, yaitu penjelasan sebagai informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari : 1) Kamus Umum Bahasa Indonesia. 2) Kamus Sosiologi dan tulisan serta pendapat pakar yang berkaitan dengan sosiologi hukum. 3) Kamus Hukum.

29 4) Berbagai majalah Hukum pertanahan, notaris dan kliping dari media massa dan internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti tersebut. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang mendukung penelitian, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum normatif, maka metode pengumpulan data adalah menggunakan penelitian kepustakaan (Library research) yang dilakukan dibeberapa perpustakaan di Perguruan Tinggi dan Instansi Pemerintah. Penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik bahan hukum primer maupun bahan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. 5. Alat Pengumpulan Data Agar dapat memperoleh data yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka alat pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya.

30 Untuk selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan. Sedangkan evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif Artinya data kepustakaan dianalisis secara mendalam, holistik, dan komprehensif. Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode induktif 43 dan deduktif. 44 Dengan metode ini kemudian diperoleh kesesuaian antara pelaksanaan kajian hukum terhadap Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan MK No. 11/PUU V/2007 yakni : Pengujian Undang-undang No : 56 Prp Tahun 1960 Terhadap UUD Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), halaman 10. Prosedur Induktif yaitu Proses berasal dari proporsi-proporsi khusus (sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum. Dalam Prosedur induktif setiap proposisi itu hanya boleh dianggap benar untuk proposisi ini yang diperoleh dari hasil penarikan kesimpulan dari proposisi-proposisi yang kebenaran empiris. 44 Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Seseungguhnya Penelitian Itu Kertas Kerja, (Surabaya: Universitas Erlangga, 2000), halaman 2. Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang lebih bersifat aksiomatif (self efident) yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konsep hukum tanah nasional, tanah di wilayah Republik Indonesia adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON. A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON. A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Secara etimologis antara kata konstitusi, konstitusional, dan konstitusionalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 11/PUU-V/2007

PUTUSAN Nomor 11/PUU-V/2007 PUTUSAN Nomor 11/PUU-V/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanah sebagai sumber kehidupan, karena disinilah setiap orang bertempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia oleh bangsa ini sudah mulai dilaksanakan sejak Indonesia merdeka. Pembaharuan hukum pidana yang diterapkan dan hendak dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah I. PEMOHON 1. Drs. Bambang Sudibjo (Pemohon I); 2. Cholil (Pemohon II); 3. Drs. H. Suhardi (Pemohon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum I. PEMOHON Drs. Rahmad Sukendar, SH. Kuasa Hukum Didi Karya Darmawan, SE.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 92/PUU-XIII/2015 Prinsip Sidang Terbuka Untuk Umum Bagi Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang di Mahkamah Agung I. PEMOHON Forum Kajian Hukum dan Konstitusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya tanah bagi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting, hal ini menjadikan kebutuhan akan tanah semakin besar. Oleh karena itu untuk memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah I. PEMOHON Bernard Samuel Sumarauw. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun I. PEMOHON Harris Simanjuntak II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121. TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.03.131 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Setiap negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan pemerintah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah I. PEMOHON Suta Widhya, SH. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 7 Ayat

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah I. PEMOHON 1. Supadi HS (Pemohon I); 2. Cholil (Pemohon II); 3. Drs. H. Suhardi (Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, karena setiap kegiatan yang dilakukan baik perseorangan, sekelompok orang, suatu badan hukum ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi I. PEMOHON Robby Abbas. Kuasa Hukum: Heru Widodo, SH., M.Hum., Petrus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci