HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Perusahaan Profil Perusahaan PT Krakatau Tirta Industri yang didirikan pada tanggal 28 Februari 1996, merupakan anak perusahaan yang sahamnya 99,99% dimiliki oleh PT Krakatau Steel (Persero) dan 0,01% dimiliki oleh PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC). Perusahaan ini sebelumnya merupakan unit penunjang kegiatan operasional PT Krakatau Steel (Persero) dalam bidang penyediaan air bersih yang mulai beroperasi sejak Sebagian besar air bersih yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan industri dan sebagian lain untuk kebutuhan masyarakat kota Cilegon. Air baku yang diolah diambil dari sungai Cidanau yang bersumber dari danau alam Rawa Dano. Air kemudian dialirkan menggunakan pipa diameter 1,4 m sepanjang ± 28km untuk diolah menjadi air bersih di unit pengolahan air, yang terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, yang diikuti dengan netralisasi dan desinfeksi. Kapasistas yang terpasang di unit pengolahan air saat ini adalah sebesar liter /det, dan digunakan 60% untuk utilisasinya Instalasi Pengolahan Air Minum PT. Krakatau Tirta Industri Proses pengolahan air yang dilakukan oleh PT. KTI terlihat pada Gambar 10 yang menampilkan proses dari sumber air baku hingga air dapat didistribusikan ke konsumen. Proses pengolahan air terdiri dari beberapa tahap yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, netralisasi dan desinfeksi. Raw Water Intake Cidanau Sand Trap Shock Chlorine Pump Station I Surge Tank 27.2 km Shock Chlorine Distribution Structure Pump Station II Krenceng Reservoir By Pass & Sump Pump Vaccum Tank Alum Sulphate Distribution Chamber Accelator Clarifier Lime Hydrate Chlorine Green Leaf Filter Sludge Blow of Sump Reservoir Pump Station IV Water Tower Wash Water Outlet Sump Sludge Field Pump Station III Consumer Bak Penampung Backwash Gambar 9. Diagram alir proses pengolahan air PT. Krakatau Tirta Industri (Sumber PT. KTI) Air baku dari sungai Cidanau di Pump Station I (PS I) sepanjang 27,2 km dipompa ke Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAL) Krenceng, dialirkan ke Distribution Structure (bak 26

2 pembagi) yang berfungsi untuk mengalirkan air yang datang dari Cidanau maupun Waduk (Pump Station II) ke instalasi pengolahan air dan jika debitnya melebihi kebutuhan pengolahan maka sebagian akan dialirkan ke waduk. Dari bak pembagi air baku masuk ke Distribution Chamber, pada bak ini ditambahkan larutan koagulan alumunium sulfat. Setelah diberi koagulan air masuk ke Accelator (3 unit) dan terjadi proses koagulasi,flokulasi serta sedimentasi dan menghasilkan lumpur slurry yang ditampung di sludge field sebanyak 3 unit dengan kapasitas tampung m 3 /unit, dengan cara diuapkan secara alami maka akan didapatkan lumpur padat. Kemudian lumpur padat secara berkala diambil dan dikumpulkan ditempat penampungan akhir/ limbah padat yang berada di sekitar Waduk Krenceng. Air dari Accelator mengalir secara gravitasi masuk ke Green Leaf Filter (5 unit filter, tiap unit filter memiliki 4 sel filter sehingga total filter sebanyak 20 sel filter) terjadi proses aerasi, disini air proses mengalami kontak langsung dengan udara luar guna mengurangi bau, warna dan kation yang terlarut (Fe, Al, Mn) dalam air proses. Pada proses filtrasi di Green Leaf Filter digunakan media filter pasir yang berfungsi untuk menyaring sisa partikel yang tidak mengendap pada proses sedimentasi, setelah pasir jenuh oleh partikel, maka filter harus dicuci dengan sistem cuci balik (backwash). Air backwash sebanyak 600 m 3 /sel mengalir melewati kanal ditampung dalam bak penampungan air backwash yang berfungsi untuk menampung air backwash yang akan diproses kembali masuk dalam Distribution Chamber. Air setelah mengalami proses filtrasi secara fisik sudah jernih namun perlu ditambahkan larutan kapur untuk proses netralisasi dan penambahan gas klorin untuk membunuh kuman dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan sepert bakteri E. Coli. Air bersih ditampung dalam bak penampungan air bersih (reservoir) dan sebelum air bersih didistribusikan ke konsumen, air dianalisa secara rutin di laboratorium PT. Krakatau Tirta Industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 mengenai syarat syarat dan pengawasan kualitas air. 4.2 Dosis Aluminium Sulfat dengan Kualitas Air Mekanisme Koagulasi di dalam Air Koloid adalah sekelompok atom atau molekul berukuran sangat kecil yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi namun tetap terlarut dalam air. Karena terlarut, koloid bersifat stabil. Stabilitas ini disebabkan oleh terjadinya tolak - menolak diantara partikel koloid (Sincero, 2003). Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion- ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga meniadakan kestabilan koloid. Dalam suatu suspensi koloid mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispensi karena memiliki gaya elektrostatis yang diperoleh dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion ion dari larutan sekitar. Bila koagulan ditambahkan kedalam air, reaksi yang terjadi antara lain: a. Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) sehingga suatu titik dimana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok b. Agresi partikel melalui rangkaian inter partikulat diantara berbagai kelompok reaktif pada koloid c. Penangkapan partikel kolid negatif oleh flok flok hidroksida yang mengendap Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus memilki alkanitas yang memadai agar dapat bereaksi dengan alumunium sulfat menghasilkan flok hidriksida. Reaksi kimia sederhana pada pembentukan flok adalah sebagai berikut: 27

3 Al 2 (SO 4 ) H 2 o + 3 Ca (HCO 3 ) 2 2 Al (OH) CaSO H 2 O + 6 CO 2 Pemilihan koagulan sangat penting agar tercapainya proses koagulasi yang baik. Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam logam dan koagulan polimer kationik. Contoh dari koagulan logam diantaranya adalah a. Aluminium sulfat (Al 2 (SO 4 ) H 2 O), nilai 14 bervariasi dari b. Feri klorida (FeCl 3 ) c. Fero klorida (FeCl 2 ) d. Feri sulfat ( Fe 2 (SO 4 ) 3 ) Koagulan garam logam yang biasa digunakan adalah tawas atau aluminium sulfat dan koagulan polimer atau sintesis contohnya adalah a. Poli Aluminium Klorida (PAC) b. Sitosan c. Currie flock Koagulan yang digunakan oleh PT. KTI adalah aluminium sulfat bubuk dengan konsentrasi 8% dan aluminium sulfat cair dengan konsentrasi 17% yang merupakan koagulan baru yang digunakan sejak Juli Pembubuhan dosis koagulan pada proses koagulasi mengacu pada hasil dari jar test yang dilakukan di laboratorium kualitas air PT. KTI setiap harinya dengan batas toleransi peningkatan dosis di bak koagulasi sebesar 5 10 ppm. Prosedur jar test yang dilakukan oleh PT. KTI sama seperti prosedur jar test yang biasa dilakukan. Terdapat enam buah batang pengaduk yang masing masing mengaduk satu buah gelas dengan kapasitas satu liter. Satu buah gelas berfungsi sebagai kontrol dan kondisi operasi dapat bervariasi diantara lima gelas yang tersisa. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan 65 rpm. Pengujian dilakukan setiap harinya, sejak tahun 2007 jar test dalam satu hari dilakukan sebanyak 3 shift yang awalnya hanya dilakuakn 1 shift per hari. Pencatatan hasil jar test berupa beberapa parameter seperti ph, turbiditas, konduktivitas dan warna serta dosis koagulan yang diberikan Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Bubuk Penentuan dosis optimum koagulan untuk aluminium sulfat bubuk dapat dilakukan dengan membandingkan nilai parameter air (ph, warna dan turbiditas) sebelum dan sesudah dilakukan jar test. Dengan menggunakan data tahun 2008, 2009 dan 2010 diperoleh beberapa grafik yang menampilkan penurunan nilai parameter air untuk masing masing dosis yang diberikan. Dilakukan pengelompokan berdasarkan dosis yang diberikan agar dapat terlihat grafik air sebelum dan sesudah dilakukan jar test. Dosis optimum terlihat dari grafik setelah dilakukan jar test yang menghasilkan nilai turbiditas terendah dengan ph mendekati 7. Dosis dapat dikatakan optimum apabila dilakukan perbandingan terhadap parameter warna adalah apabila dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan dapat menurunkan nilai warna air hingga mencapai nilai 20 PtCo (standar nilai warna air bersih PT. KTI). a. Tahun 2008 Pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang terjadi selama tahun 2008 berkisar antara ppm. Hasil parameter air terbaik yang diperoleh pada tahun 2008 adalah pada saat pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk sebesar 55 ppm. Penurunan nilai turbiditas sangat signifikan hingga mencapai nilai minimum sebesar 4 NTU. Nilai tertinggi turbiditas air sebelum diberikan koagulan mencapai 225 NTU. Sedangkan untuk ph setelah dilakukan jar test terjadi penurunan namun penurunan nilai tersebut masih mendekati angka 7 dan scenderung berada diatas nilai 6, ph air bersih 28

4 terbaik yang diperoleh adalah 6,96 dengan nilai ph tertinggi sebelum jar test sebesar 8,31. Grafik penurunan terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10. Turbiditas vs ph sebelum jar test tahun 2008 dosis 55 ppm Gambar 11. Turbiditas vs ph sesudah jar test tahun 2008 dosis 55 ppm Nilai warna air tertinggi sebelum dilakukan jar test mencapai 1167 PtCo dengan nilai terendah 94 PtCo. Dengan dosis 55 ppm yang diberikan selama tahun 2008 nilai standar warna sebesar 20 PtCo selalu tercapai. Perbandingan antara turbiditas dan warna sebelum dilakukan jar test ditampilkan pada Gambar

5 Gambar 12. Turbiditas vs warna sebelum jar test tahun 2008 dosis 55 ppm Nilai warna setelah diberikan koagulan selalu mencapai nilai 20 PtCo. Gambar 13 menampilkan grafik ketika nilai 20 PtCo tercapai. Perbandingan dilakukan dengan turbiditas. Walau terjadi keragaman dalam pemberian dosis koagulan namun nilai akir yang diperoleh selalu sama yaitu 20 PtCo sehingga grafik untuk menggambarkan penurunan warna selalu sama bentuknya seperti Gambar 13 yakni berupa garis lurus dengan nilai dari sumbu- y nya yang tetap yakni 20 PtCo. Gambar 13. Turbiditas vs warna sesudah jar test tahun 2008 dosis 55 ppm b. Tahun 2009 Rentang nilai dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan selama tahun 2009 adalah ppm. Hasil dari parameter terbaik yang diperoleh pada tahun 2009 adalah ketika dosis koagulan yang diberikan sebesar 60 ppm. Nilai turbiditas tertinggi sebelum dilakukan pemberian koagulan mencapai 278 NTU dan nilai ph tertingginya sebesar 7,7 seperti terlihat pada Gambar 15. Penurunan nilai turbiditas setelah dilakukan jar test mencapai nilai 4 NTU dengan ph tertinggi 6,79. Nilai ph yang diperoleh secara garis besar cenderung mendekati 7. 30

6 Gambar 14. Turbiditas vs ph sebelum jar test tahun 2009 dosis 60 ppm Nilai ph yang diperoleh cukup baik karena cenderung berada diatas 6 dengan nilai ph terendah yang diperoleh sebesar 5,9. Gambar 14 menampilkan perbandingan kualitas air setelah dilakukan jar test dengan membandingkan ph dan turbiditas. Gambar 15. Turbiditas vs ph sesudah jar test tahun 2009 dosis 60 ppm Nilai tertinggi parameter warna sebelum diberikan koagulan mencapai 1480 PtCo dan nilai terendah 87 PtCo seperti yang terlihat pada Gambar 16. Nilai 20 PtCo berhasil dicapai dengan pemberian dosis koagulan alumunium sulfat bubuk sebesar 60 ppm. 31

7 Gambar 16. Turbiditas vs Warna sebelum jar test tahun 2009 dosis 60 ppm c. Tahun 2010 Rentang nilai dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan selama tahun 2010 adalah ppm. Hasil dari parameter air terbaik yang diperoleh pada tahun 2010 adalah ketika dosis koagulan yang diberikan sebesar 55 ppm. Nilai turbiditas tertinggi sebelum dilakukan pemberian koagulan mencapai 284NTU dan nilai ph tertingginya sebesar 7,39 seperti terlihat pada Gambar 17. Penurunan nilai turbiditas terendah setelah dilakukan jar test mencapai nilai 1,75 NTU dengan ph tertinggi 6,43. Nilai ph yang diperoleh secara garis besar cenderung mendekati 6,5. Gambar 17. Turbiditas vs ph sebelum jar test tahun 2010 dosis 55 ppm 32

8 Gambar 18. Turbiditas vs ph sesudah jar test tahun 2010 dosis 55 ppm Nilai tertinggi parameter warna sebelum diberikan koagulan mencapai 1530 PtCo dan nilai terendah sebesar 112 PtCo seperti yang terlihat pada Gambar 19. Dengan pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk sebesar 55 ppm nilai 20 PtCo selalu berhasil dicapai. Gambar 19. Turbiditas vs warna sebelum jar test tahun 2010 dosis 55 ppm Dari Gambar 12 dan 19 yang menampilkan perbadingan antara nilai turbiditas dengan warna terlihat semakin meningkatnya nilai turbiditas maka nilai warna juga meningkat, menandakan bahwa nilai turbiditas dan niai warna saling mempengaruhi. Hal ini mungkin saja terjadi karena nilai warna di suatu perairan dipengaruhi oleh nilai turbiditas dan kandungan zat organik yang terdapat didalamnya. Hasil perbandingan parameter air dari tahun 2008, 2009 dan 2010 terlihat parameter air terbaik yang diperoleh ketika koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan sebesar 55 dan 60 ppm. Tahun 2008 dengan dosis sebesar 55 ppm dapat diperoleh nilai turbiditas yang baik (cukup rendah) sebesar 4 NTU dengan ph yang cenderung mendekati 7, pada tahun 2009 dengan dosis sebesar 60 ppm dapat diperoleh nilai turbiditas yang cukup rendah yakni 4 NTU dan ph cenderung berada di atas nilai 6 dan mendekati angka 7. Untuk tahun 2010 dengan dosis 55 ppm dapat diperoleh turbiditas dengan nilai terendah sebesar 1,75 dan ph yang cenderung berada di atas 5,5 dan mendekati angka 6,5. Untuk parameter warna kedua dosis baik 55 maupun 60 ppm tetap mampu mencapai angka 20 PtCo. 33

9 Dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis yang optimum diberikan adalah sebesar 60 ppm, karena selain nilai ph yang diperoleh lebih cenderung mendekati angka 7 juga nilai turbiditas yang diperoleh cukup rendah, sebesar 4 NTU. Pemberian dosis 55 ppm cukup memberikan penurunan yang signifikan terhadap parameter turbiditas, namun bila melihat ph yang diperoleh cukup rendah dibandingkan dengan pemberian dosis 60 ppm, maka dosis optimum koagulan aluminium sulfat bubuk yang tepat adalah sebesar 60 ppm. Dengan mengacu pada data hasil jar test pada tahun 2009 dengan dosis koagulan aluminium sulfat bubuk yang diberikan sebesar 60 ppm maka dapat diperoleh nilai efisiensi ph dan turbiditas dari pemberian dosis 60 ppm tersebut dengan menggunakan persamaan (6). Untuk ph diperoleh efisiensi sebesar 11,82% dan efisiensi turbiditas sebesar 99,32%. Dengan diperolehnya nilai efisiensi untuk turbiditas yang hampir mendekati 100% ini dapat disimpulkan bahwa dosis 60 ppm pemberian koagulan aluminium sulfat bubuk sangat efisien untuk penurunan nilai turbiditas air Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Cair Langkah langkah yang dilakukan untuk menentukan dosis yang optimum pada penggunaan koagulan aluminium sulfat cair sama dengan langkah langkah yang dilakukan untuk menentukan dosis optimum aluminium sulfat bubuk. Data hasil jar test yang digunakan adalah data sejak alumunium sulfat cair mulai digunakan sebagai koagulan yakni sejak bulan Juli tahun 2011 hingga April Dilihat dari konsentrasi aluminium sulfat cair sebesar 17% maka dosis yang diberikan pada proses koagulasi dua kali lebih besar dibandingkan dosis yang diberikan untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk (konsentrasi 8%). Aluminium sulfat cair belum sepenuhnya digunakan sebagai koagulan pada proses koagulasi. Gambar 20. Turbiditas vs ph sebelum jar test dosis100 ppm 34

10 Gambar 21. Turbiditas vs ph sesudah jar test dosis100 ppm Dari data hasil jar test yang diperoleh nilai dosis yang diberikan sebesar 100, 110, 115 dan 120 ppm. Dari keempat dosis tersebut, dosis 100 ppm yang memberikan nilai hasil yang cukup baik dengan nilai turbiditas yang yang rendah yakni 5,07 NTU dan nilai ph yang mendekati 6,5 seperti terlihat pada Gambar 22. Untuk parameter warna sebelum diberi koagulan aluminium sulfat cair parameter nilai tertinggi mencapai 472 PtCo. Setelah diberi koagulan sebesar 100 ppm, nilai standar 20 PtCo selalu tercapai. Pada pemberian koagulan aluminium sulfat cair dengan dosis 110, 115 dan 120 nilai 20 PtCo tetap tercapai. Maka dapat disimpulkan baik dengan menggunakan aluminium sulfat bubuk dan cair, nilai standar untuk parameter air sebesar 20 PtCo selalu tercapai. Untuk efisiensi dengan menggunakan persamaan (6) diperoleh nilai efisiensi turbiditas sebesar 85,8% dan untuk ph sebesar 19,8%. Gambar 22. Turbiditas vs warna sebelum jar test dosis100 ppm Pada Gambar 22 yang merupakan perbandingan antara turbiditas dan ph sesudah jar test, terlihat seiring meningkatnya nilai turbiditas maka nilai ph menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme Al 2 SO 4 didalam air. Aluminium sulfat atau tawas dengan rumus kimia Al 2 S0 4.11H 2 O atau 14 H 2 O atau 18 H 2 O umumnya yang digunakan adalah 18H 2 O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada ph lebih besar dari 7 terbentuk Al (OH) 2+, Al (OH) 2 4+, Al 2 (OH) Pada ph >7 terbentuk Al (OH) -4. Flok-flok Al (OH) 3 mengendap berwarna putih. 35

11 Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada ph netral. Apabila ph tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila ph rendah atau kelebihan dosis maka air akan tampak keputih putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Reaksi aluminium dalam larutan dapat dituliskan.: Al 2 S H 2 O Al ( OH ) H + + SO 4 2- Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H + dengan kadar yang tinggi ditambah oleh adanya ion aluminium. Ion Aluminium bersifat amfoter sehingga bergantung pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya. Karena suasananya asam maka alumunium akan juga bersifat asam sehingga ph larutan menjadi turun. Warna dan kekeruhan pada air dapat berkurang apabila suasana dalam air bersifat asam. Karena telah terjadi penurunan ph diakibatkan dari reaksi alumunium sulfat dengan air yang terjadi maka suasana air menjadi lebih asam dari sebelumnya, dan penurunan warna pun dapat terjadi Hubungan Dosis Koagulan dengan Kadar Alkalinitas di dalam Air Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan ph larutan. Alkalinitas terdiri dari ion ion bikarbonat (HCO 3 - ), karbonat (CO 3- ) dan hidroksida (OH - ) yang merupakan penyangga (buffer) terhadap pengaruh keasaman. Apabila aluminium sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3.14 H 2 O) ditambahkan kedalam air yang mengandung alkalinitas, reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut : Al 2 (SO 4 ) 3.14 H 2 O + 6 HCO 3 2 Al (OH 3 ). 3H 2 O(s) + 6CO H 2 O + 3SO 4 2- Masing masing mol aluminium yang ditambahkan menggunakan enam buah mol alkalinitas dan menghasilkan enam molekul karbon dioksida. Reaksi ini menyebabkan pergeseran kesetimbangan karbon dan menurunkan ph. Dosis optimum untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk adalah sebesar 60 ppm, diperoleh nilai alkalinitas sebesar 37,2 mg / L. Dengan menggunakan persamaan (7) langkah langkah perhitungannya sebagai berikut : 1. Diketahui bahwa 6 buah mol HCO 3 digunakan untuk masing masing mol alum yang ditambahkan 2. Nilai mol / L alum yang digunakan : = = 1,01 x 10-4 mol/ L 3. mol/ L HCO 3 - yang digunakan 6(1,01 x 10-4 mol/ L) = 6,06 x 10-4 mol/ L 4. ke Mg/ L = (6,06 x 10-4 mol/ L) (BM HCO 3 - ) = (6,06 x 10-4 mol/ L) (61 gr/ mol) = 37,2 mg / L HCO 3-36

12 Perhitungan alkalinitas juga dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada perhitungan alkalinitas untuk penggunaan aluminium sulfat bubuk. Dosis optimum aluminium sulfat cair adalah sebesar 100 ppm maka perhitungan alkalinitasnya : 1. Diketahui bahwa 6 buah mol HCO 3 - digunakan untuk masing masing mol aluminium yang ditambahkan 2. Nilai mol / L aluminium yang digunakan : = = 1,68 x 10-4 mol/ L 3. mol/ L HCO 3 - yang digunakan 6 (1,68 x 10-4 mol/ L) = 1,01 x 10-3 mol/ L 4. Konversi ke Mg/ L = (1,01 x 10-3 mol/ L) (BM HCO 3 - ) = (1,01 x 10-3 mol/ L) (61 gr/ mol) = 61,6 mg / L HCO 3 Dari perhitungan diperoleh baik pada penggunaan aluminium sulfat cair dan aluminum sulfat bubuk nilai alkalinitas yang diperoleh lebih besar dari 20 ppm hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam atau basa sehingga kapasitas buffer basa lebih stabil Probabilitas 90% Dosis Aluminium Sulfat Bubuk dengan Kualitas Air Kualitas air yang dibandingkan dengan dosis aluminium bubuk yakni warna (PtCo), turbiditas (NTU) dan zat organik (Mg/l) dari tahun Grafik probabilitas menggambarkan trend baik dari penggunaan dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan dan parameter air yang dituju. Dengan menggunakan Forecast yang terdapat pada Crystal Ball maka dapat terlihat gambaran besarnya kemungkinan suatu nilai muncul pada suatu waktu tertentu. Probabilitas 90% ini menampilkan trend munculnya nilai tersebut (besarnya dosis, nilai zat organik, nilai turbiditas dan warna) selama rentang waktu 10 tahun. Gambar 23. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs warna Terlihat bahwa grafik warna pada Gambar 23 yang cenderung stabil berada dikisaran nilai dua puluh yang merupakan standar nilai warna PT. KTI. Walaupun terjadi peningkatan ataupun penurunan dosis aluminium sulfat yang diberikan namun standar nilai warna yang dituju tetap dapat diperoleh. Nilai 20 ini selalu diperoleh dengan pemberian dosis berapapun di rentang waktu sepuluh tahun tersebut. Dapat dikatakan bahwa aluminium sulfat bubuk sensitif terhadap 37

13 parameter warna, sehingga apabila nilai parameter warna pada air baku tinggi, aluminium sulfat bubuk adalah koagulan yang tepat digunakan pada proses koagulasi. Gambar 24. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs turbiditas Gambar 24 menampilkan grafik probabilitas 90% pemberian dosis dan nilai parameter turbiditas. Pemberian dosis koagulan aluminium sulfat bubuk mengalami fluktuasi menyebabkan kestabilan nilai turbiditas yang diperoleh. Dapat dikatakan aluminium sulfat bubuk sensitif terhadap parameter turbiditas, maka apabila nilai turbiditas air baku tinggi koagulan aluminium sulfat bubuk tepat untuk digunakan. Gambar 25. Grafik probabilitas 90% dosis aluminium sulfat bubuk vs zat organik Gambaran probabilitas pemberiaan dosis dan parameter kandungan zat organik ditampilkan pada Gambar 25. Baik dosis maupun kandungan zat organik mengalami fluktuasi setiap bulannya selama sepuluh tahun. Pada beberapa keadaan seperti pada bulan Mei, Juni dan November peningkatan dosis yang diberikan tidak menurunkan kandungan zat organik yang diperoleh. Pemberian dosis aluminium sulfat bubuk yang fluktuatif ini sangat bergantung pada keadaan dari kualitas air baku yang akan diolah. Pada bulan November terlihat peningkatan yang signifikan dari nilai peberian dosis. Hal ini disebabkan pada bulan November disetiap tahunnya merupakan bulan dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi kualitas dari air baku. Dari Gambar 23 dan Gambar 24 terlihat bahwa nilai dari parameter warna dan turbiditas 38

14 tetap stabil dan sesuai dengan standar nilai air bersih PT. KTI meskipun pada bulan November parameter kualitas air baku dan dosis koagulan yang diberikan meningkat. Hal lain terlihat pada Gambar 25 yang menampilkan peningkatan nilai dosis koagulan juga diiringi peningkatan nilai kandungan zat organik. Maka dapat dikatakan bahwa aluminium sulfat bubuk sensitif terhadap parameter warna dan turbiditas sehingga apabila kedua parameter tersebut pada air baku yang akan diolah tinggi, dengan menggunakan aluminium sulfat bubuk nilai standar nilai air bersih untuk keduanya dapat dicapai Sensitivitas Koagulan Dengan Parameter Air Penggunaan aluminium sulfat cair yang dosisnya dua kali lipat dari dosis aluminium sulfat bubuk yang diberikan. Hal ini diperoleh dari perbedaan konsentrasi aluminium sulfat tersebut, dimana aluminium sulfat cair dengan konsentrasi 8% dan alumunium sulfat bubuk dengan konsentrasi 17%. Berdasarkan bahan baku yang digunakan sejak masa beroperasinya, alumina kering hanya digunakan pada bulan desember tahun Parameter yang dibandingkan dengan dosis adalah warna dan turbiditas. Besarnya pengaruh masing masing koagulan terhadap parameter dapat dilihat pada tabel sensitivitas berikut : Tabel 3.Sensitivitas koagulan aluminium sulfat bubuk Keterangan Sensitivitas Minimal Maksimum Mean Standar Deviasi Warna 2011 Warna 2012 Turbiditas 2011 Turbiditas ,50 25, ,87 100,3-33,68 19, ,32 319,07-0,6-1,21 441,98 37,167 30,85-8,32 18,68 276,86 140,51 66,96 Tabel 4.Sensitivitas koagulan aluminium sulfat cair Keterangan Sensitivitas Minimal Maksimum Mean Standar Deviasi Warna 2011 Warna 2012 Turbiditas 2011 Turbiditas , ,35 114,21 11, ,28 390,32 0,096 11,06 186,60 36,21 30,99 2,34 20,70 376,91 171,04 71,345 Nilai sensitivitas diperoleh dengan membagi nilai delta parameter dengan dosis yang diberikan. Nilai delta itu sendiri adalah selisih antara nilai parameter air baku dan nilai parameter 39

15 setelah diberikan koagulan. Dari tabel terlihat bahwa sensitivitas baik untuk warna dan turbiditas pada penggunaan aluminium sulfat bubuk bernilai negatif, hal ini menandakan bahwa walaupun kualitas air meningkat (dimana nilai penurunan parameter air baku dan air hasil jar test mengalami penurun yang cukup besar) apabila jumlah dosis ditambahkan, namun nilainya tidak sebesar saat pemberian dosis yang lebih rendah. Dapat dikatakan bahwa dengan dosis yang lebih rendah diperoleh nilai delta (selisih penurunan nilai kualitas) yang lebih besar. Dan untuk sensitivitas yang bernilai postif hal ini menandakan bahwa dengan semakin tingginya dosis yang diberikan maka semakin besar nilai delta (selisih penurunan nilai kualitas air) yang diperoleh. 4.3 Perhitungan Biaya dan Harga Pokok Produksi Aluminium Sulfat Cair Tabel 5.Perhitungan biaya produksi aluminium sulfat menggunakan alumina basah Uraian Satuan Jumlah Harga (Rp) Biaya (Rp) Alumina Basah Kg Asam Sulfat Kg Biaya Listrik Kwh/batch Biaya Penyusutan Biaya Tenaga kerja Rp ,12 Rp ,57 Biaya Perawatan Rp ,67 Total Rp ,36 Tabel 5.Perhitungan biaya produksi aluminium sulfat menggunakan alumina kering Uraian Satuan Jumlah Harga (Rp) Biaya (Rp) Alumina Kering Kg Asam Sulfat Kg Biaya Listrik Kwh/batch Biaya Penyusutan Rp ,12 Biaya Tenaga kerja Rp ,57 Biaya Perawatan Rp ,67 Total Rp ,36 Dari Tabel 4 dan Tabel 5 diperoleh biaya produksi untuk aluminium sulfat cair dengan menggunakan alumina basah sebesar Rp ,36 per produksi dan Rp ,36 per produksi dengan menggunakan alumina kering. Dengan jumlah produksi sebesar kg per 40

16 produksi maka diperoleh nilai untuk harga pokok produksi sebesar Rp 1.131,17/ kg untuk aluminium sulfat dengan alumina basah dan Rp 1.538,46 / kg untuk aluminium sulfat cair dengan alumina kering. Dari perhitungan ini terlihat bahwa harga aluminium sulfat cair sebagai koagulan baik dengan menggunakan alumina kering atau basah lebih murah dibandingkan dengan harga aluminium sulfat bubuk yang harganya Rp / kg. Namun perlu dilakukan perhitungan berdasarkan keadaan yang sebenarnya dilapangan, maka perhitungan harga pokok produksi ini baik dengan alumina kering dan alumina basah harus disesuaikan dengan hari produksi pabrik aluminium cair dalam memproduksi aluminium sulfat cair setiap bulannya agar lebih terlihat nilai sebenarnya dari harga pokok aluminium sulfat cair tersebut. Bulan Tabel 6. Harga Pokok Produksi Aluminium Sulfat Cair Jumlah Hari Produksi Harga Pokok Produksi (Hari ) (Rp/kg) Juli ,94 Agustus Sepetember ,97 Oktober ,33 November ,77 Desember ,39 Januari ,44 Februari ,04 April ,71 Gambar 26. Grafik harga pokok produksi aluminium sulfat cair Dari Gambar 26 terlihat penurunan harga pokok produksi aluminium sulfat cair seiring dengan meningkatnya hari produksi aluminium sulfat cair itu sendiri. Namun terlihat pada bulan April 2012 terjadi peningkatan harga dibandingkan bulan Februari 2012 meskipun jumlah hari produksinya meningkat, hal ini disebabkan oleh pengaruh yang cukup besar dari jumlah aluminium sulfat cair yang digunakan. Jumlah konsum aluminium cair disini digunakan sebagai faktor pembagi dari biaya produksi setiap bulannya sehingga dapat diperoleh harga pokok produksinya. 41

17 Tabel 7. Tabel Konsumsi Aluminium Sulfat Cair Bulan Konsumsi Aluminium Cair (Kg) Juli Agustsu Sepetember Oktober November Desember Januari Februari April Apabila jumlah hari produksi meningkat maka biaya produksi pun akan meningkat namun hal lain yang mempengaruhi nilai akhir dari harga pokok produksi itu sendiri adalah jumlah aluminium cair yang digunakan. Terlihat bahwa apabila hari produksi setiap bulannya lebih dari 17 hari maka dapat menyebabkan kenaikan harga pokok produksi aluminium sulfat sebab biaya produksinya akan jauh meningkat dan harga pokok tersebut dapat turun lebih murah apabila konsum aluminium yang digunakan juga sangat besar. Sebab nilai dari konsum aluminium yang berfungsi sebagai pembagi. Jumlah hari produksi apabila dilihat dari harga pokok produksi yang diperoleh setiap bulannya yang tepat adalah apabila diatas 10 hari sehingga harga yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan harga yang diperoleh dari perhitungan harga pokok produksi senilai Rp 1.100,31 / kg. Penggunaan alumina basah ataupun alumina kering sebagai bahan baku belum dapat dianalisis lebih lanjut karena penggunaan alumina kering sebagai bahan baku hanya di bulan Desember tahun 2011 saja selama sembilan bulan pabrik aluminium sulfat beroperasi. Dan pada bulan tersebut harga pokok produksi yang diperoleh lebih rendah dari perhitungan harga pokok produksi sebelumnya. Harga pokok produksi alum sulfat cair pada bulan Maret tidak dapat diperoleh disebabkan keadaan dilapangan dimana pada bulan tersebut tidak dilakukan produksi aluminium sulfat sehingga selama sebulan penuh koagulan yang digunakan adalah aluminium sulfat bubuk. Agar biaya produksi dapat semakin spesifik maka perlu dilakukan perhitungan biaya produksi aluminium sulfat cair untuk per m 3 air produksi. Dengan menggunakan asumsi produksi air sebesar m 3 maka diperoleh perhitungan sebagai berikut 42

18 Tabel 8. Biaya Produksi Per m3 Air Keterangan Satuan Alumina Basah Alumina Kering Aluminium Sulfat Bubuk Harga Pokok Produksi Rp/ kg 1.131, , Koefisien 2,125 2,125 1 Rasio Pemakaian 1,008 1,016 1 PPM Pemakaian ppm Produksi Air m Pemakaian Aluminium Perbandingan Dengan Alum Bubuk Ton 10,710 10,795 5 Ton 5,04 5,3 5 Biaya Produksi Rp Biaya produksi per Rp m Sensitivitas Biaya Sensitivitas Harga Pokok Produksi Alumina Basah Gambar 27. Diagram sensitivitas harga pokok produksi alumina basah 43

19 Gambar 28. Tornado Chart HPP alumina basah Dengan menggunakan Crystal Ball dilakukan uji untuk mengetahui sensitivitas dari harga pokok produksi aluminium sulfat cair baik dengan menggunakan alumina basah dan alumina kering.dengan memasukkan variabel asumsi pada distribusi Triangular dan Normal. Pada Gambar 28 terlihat Tornado Chart yang menunjukkan besarnya nilai dari variabel yang mempengaruhi perubahan nilai harga pokok produksi alum sulfat cair dengan bahan baku alumina basah. Variabel yang memiliki nilai sensitivitas tertinggi adalah asam sulfat sebesar 51%, alumina basah sebesar 15,5 %, tenaga kerja 10%, listrik 1,5 %, perawatan 0,7%, jumlah produksi -2,9 dan penyusutan -6,6% seperti yang terlihat pada Gambar 27. Perubahan harga pokok produksi aluminium sulfat cair dengan bahan baku alumina basah sangat dipengaruhi atau paling sensitiv terhadap harga asam sulfat. Kenaikan HPP asam sulfat dengan alumina basah paling maksimum yang dapat diterima adalah hingga menjadi Rp /kg. Apabila harga asam sulfat meningkat menjadi Rp atau sebesar 23,7% maka HPP asam sulfat dengan menggunakan alumina basah menjadi Rp begitu juga dengan variabel alumina basah apabila terjadi kenaikan harga menjadi Rp atau sebesar 3,7% maka HPP asam sulfat dengan alumina basah menjadi Rp 1.200/ kg begitu juga terhadap variabel lainnya. Kenaikan HPP pada saat itu ditentukan oleh perubahan dari satu variabel produksi saja, bukan dari keseluruhan variabel secara bersamaan. Biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja jika dilihat pada Tornado Chart berada pada bagian bawah (urutan keenam dan ketujuh) grafik hal ini cukup menjelaskan bahwa pengaruh dari perubahan harga yang mungkin terjadi pada varibael variabel tersebut tidak memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap perubahan HPP dan nilai dari ketiga variabel tersebut cenderung tetap (biaya tetap) atau biasa disebut dengan keadaan non- monotomik. Biaya perawatan berada pada urutan keempat cukup memberikan dampak terhadap HPP karena biaya perawatan mempengaruhi dari biaya overhead pabrik, dan biaya perawatan dapat berubah- ubah setiap waktunya tergantung pada keadaan pabrik apabila pabrik mengalami 44

20 kerusakan alat atau sebagainya. Biaya listrik berada pada urutan ketiga hal ini dapat dilihat dari pengaruh kemungkina perubahan harga satuan listrik sehingga dapat menyebabkan perubahan pula pada biaya listrik yang harus dikelurakan. Pada saat pelaksanaan penggunaan alumina basah sebagai bahan baku dalam memproduksi aluminium sulfat variabel yang perlu mendapat perhatian khusus adalah asam sulfat dan harga dari alumina basah itu sendiri. Karena kedua variabel ini yang menunjukkan nilai sensitivitas yang cukup tinggi Sensitivitas Harga Pokok Produksi Alumina Kering Dengan cara yang sama dilakukan juga uji sensitivitas HPP aluminium sulfat basah dengan menggunakan bahan baku berupa alumina kering. Gambar 29. Tornado Chart HPP alumina kering Gambar 30. Diagram sensitivitas harga pokok produksi alumina kering Dari gambar 30 terlihat bahwa urutan variabel yang diperoleh hampir sama dengan tornado chart yang diperoleh untuk uji HPP alumina basah. Perbedaan yang terlihat berada pada 45

21 urutan variabel pertama yaitu alumina kering dan asam sulfat berada di urutan kedua. Alumina kering dengan nilai sensitivitas sebesar 35,7 %, asam Sulfat 33,7 %, Perawatan 16,4 %, Listrik 1,3%, biaya penyusutan 0 %, biaya tenaga kerja -0,4%, dan jumlah produksi sebesar -8,3%. Apabila harga alumina kering meningkat menjadi Rp atau sebesar 4,3% dan juga harga asam sulfat meningkat menjadi Rp atau sebesar 23,7 % maka dapat menyebabkan peningkatan HPP asam sulfat dengan alumina kering menjadi Rp dari HPP awal sebesar Rp 1.538,46 / kg atau sebesar 7,23%. Sama dengan HPP asam sulfat dengan alumina basah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja jika dilihat pada Tornado Chart berada pada bagian bawah (urutan keenam dan ketujuh) grafik hal ini cukup menjelaskan bahwa pengaruh dari perubahan harga yang mungkin terjadi pada varibael variabel tersebut tidak memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap perubahan HPP dan nilai dari ketiga variabel tersebut cenderung tetap (biaya tetap) atau biasa disebut dengan keadaan nonmonotomik. Biaya perawatan berada pada urutan keempat cukup memberikan dampak terhadap HPP karena biaya perawatan mempengaruhi dari biaya overhead pabrik, dan biaya perawatan dapat berubah- ubah setiap waktunya tergantung pada keadaan pabrik apabila pabrik mengalami kerusakan alat atau sebagainya. Biaya listrik berada pada urutan ketiga hal ini dapat dilihat dari pengaruh kemungkina perubahan harga satuan listrik sehingga dapat menyebabkan perubahan pula pada biaya listrik yang harus dikelurkan. Jumlah dari produksi aluminium sulfat itu sendiri juga member pengaruh terhadap HPP aluminium sulfat cair baik alum sulfat cair dengan alumina basah ataupun alumina kering. Hal itu dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah produksi akan semakin menurunkan nilai HPP aluminium sulfat. Dari kedua uji yang telah dilakukan pada saat memproduksi alum sulfat baik dengan bahan baku alumina basah ataupun kering hal yang harus diperhatikan adalah harga dari asam sulfat, dari kedua tornado chart yang diperoleh asam sulfat menempati urutan teratas, sehingga selain dari harga alumina itu sediri harga asam sulfat memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan HPP yang mungkin terjadi. Dapat dikatakan bahwa harga dari bahan baku sangat mempengaruhi dari harga pokok produksi yang diperoleh. Dalam industri pembelian bahan baku turut menunjang keberhasilan produksi. Berdasarkan itu, dapat dijelaskan bahwa perusahaan tidak akan berhasil memproduksi barang berkualitas baik apabila bahan baku yang digunakannya berkualitas buruk, meskipun dalam proses produksi telah didukung oleh mesin yang berteknologi modern serta metode dan sumber daya manusia yang baik (Djatmiko, 2012). Secara kualitas, berdasarkan uji kualitas parameter air yang telah dilakukan, bahan baku yang digunakan dalam memproduksi aluminium sulfat cair sudah cukup memadai, karena kualitas air yang diolah sudah memenuhi kriteria perusahaan. Dan secara harga selama 9 bulan sejak beroperasinya pabrik aluminium sulfat bubuk biaya produksi untuk aluminium sulfat bubuk lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi aluminium sulfat cair. 46

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2012 di PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Banten.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2012 di PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Banten. III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2012 di PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Banten. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr.

Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 7, Nomor 1, Januari 2015 Hal. 29-40 Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus

Lebih terperinci

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT. SEMINAR AKHIR KAJIAN KINERJA TEKNIS PROSES DAN OPERASI UNIT KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) BABAT PDAM KABUPATEN LAMONGAN Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari 3309 100

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kebutuhan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, masak, mandi, mencuci, pertanian,

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04 Yuniati, PhD KOMPONEN SPAM Materi yang akan dibahas : 1.Komponen SPAM 2.Air baku dan bangunan intake KOMPONEN SPAM Sumber air baku Pipa transimisi IPAM Reservoar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci, dan mandi. Jenis air yang digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Analisa Kualitas Air Gambut Hasil analisa kualitas air gambut yang berasal dari Riau dapat dilihat pada Tabel IV.1. Hasil ini lalu dibandingkan dengan hasil analisa air

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan Hasil pengujian tahap awal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 yaitu grafik pengaruh konsentrasi flokulan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN AIR BERSIH PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi PENGOLAHAN LENGKAP Dilaksanakan pada air permukaan, air sungai), Diperlukan unt menjernihkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan suatu bahan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap mahluk hidup yang ada di bumi. Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O. 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH 3307100042 Latar Belakang Rumusan Masalah dan Tujuan Rumusan Masalah Tujuan Berapa besar dosis optimum koagulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah salah satu elemen atau unsur yang berdiri sebagai pemegang tonggak kehidupan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, oleh karena itu air berperan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air Air adalah zat atau unsur penting bagi semua bentuk kehidupan. Manusia dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, dan atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi manusia terdiri dari: 1. Air hujan 2. Air permukaan 3. Air tanah Dari ketiga jenis air tersebut, jenis air

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. - Kuvet 20 ml. - Pipet Volume 10 ml Pyrex. - Pipet volume 0,5 ml Pyrex. - Beaker glass 500 ml Pyrex

BAB III METODE PERCOBAAN. - Kuvet 20 ml. - Pipet Volume 10 ml Pyrex. - Pipet volume 0,5 ml Pyrex. - Beaker glass 500 ml Pyrex BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Alat-alat - Kuvet 20 ml - Pipet Volume 10 ml Pyrex - Pipet volume 0,5 ml Pyrex - Pipet Tetes - Botol aquadest - Beaker glass 500 ml Pyrex - Colorimeter DR/890 Hach USA 3.2.

Lebih terperinci

II.2.1. PRINSIP JAR TEST

II.2.1. PRINSIP JAR TEST PRAKTIKUM JAR TEST TUJUAN Adapun tujuan dari praktikum yang telah kami laksanakan yaitu: 1. Untuk mencari/menentukan dosis alum sulfat optimum, alkali optimum, dosis kaporit pada desinfeksi dan kadar lumpur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI JRL Vol. 4 No.2 Hal 125-130 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan., BPPT Abstrak Soya bean

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Sumber Kehidupan Dalam kehidupan sehari hari, air merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Banyak aktivitas yang kita lakukan sehari hari bergantung pada air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan kualitas air merupakan salah satu bentuk penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari tingkat pertambahan penduduk yang semakin tinggi dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi yang terdistribusi ke berbagai tempat seperti sungai, merupakan komponen utama bagi semua mahluk hidup, dan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Air Air merupakan suatu senyawa kimia sangat sederhana yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen Kekeruhan (NTU) BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Kualitas Air 1. Nilai Kekeruhan Air Setelah dilakukan pengujian nilai kekeruhan air yang dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY, Pengujian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Sungai dan Klasifikasi Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai adalah jalur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa

Lebih terperinci

EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA

EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolam renang adalah kontruksi buatan yang dirancang untuk diisi dengan air dan digunakan untuk berenang, menyelam, atau aktivitas air lainnya. Kolam renang merupakan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU Oleh : Andri Lukismanto (3306 100 063) Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi S.Si MT Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det Evaluasi Pengolahan Air Minum Eksisting Kapasitas 2 L/det BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 2 L/det V.1. Umum Pelayanan air bersih di Kota Kendari diawali pada tahun 1928 (zaman Hindia

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir, zeolit dan arang yang dianalisis di laboraturium rekayasa lingkungan UMY,Pengujian

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya am Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir kuarsa, zeolit dan arang batok yang dianalisis di Laboraturium Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai analisis kualitas air dengan alat uji model filtrasi buatan diantaranya; Eka Wahyu Andriyanto, (2010) Uji

Lebih terperinci

METODE Prosedur Penelitian Perhitungan Proses Koagulasi pada Unit Distribution Chamber

METODE Prosedur Penelitian Perhitungan Proses Koagulasi pada Unit Distribution Chamber 1 Evaluasi dan Desain Unit Pengolahan Air Minum Dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Instalasi di PT. Krakatau Tirta Industri, Cilegon, Banten Evaluation and Design of Water Treatment Plant to Increase Plant

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-162 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli 1 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli Mega Puspitasari dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusai dan makhluk hidup lainnya, serta sebagai modal dasar dalam pembangunan.

Lebih terperinci

-disiapkan Filter -disusun pada reaktor koagulasi (galon dan botol ukuran 1.5 Liter) -diambil 5 liter dengan gelas ukur

-disiapkan Filter -disusun pada reaktor koagulasi (galon dan botol ukuran 1.5 Liter) -diambil 5 liter dengan gelas ukur C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja Alat dan Bahan 1. Sampel air yaitu sungai dan sumur sebagai bahan uji 2. Filter sebagai media filtrasi, batu basal, ijuk, karbon aktif, pasir silica (batu kuarsa) 3. Bak

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*) PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG Sulastri**) dan Indah Nurhayati*) Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang   Nurul Faqih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di lndonesia, khususnya di kota-kota besar masalah pencemaran sungai akibat buangan limbah cair industri semakin meningkat, di sisi lain pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM BAB V ANALISA DAN PEMILIHAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM V.1 Umum Pemilihan unit-unit pengolahan air minum merupakan hal yang sangat penting dalam merencanakan suatu instalasi pengolahan air minum.

Lebih terperinci

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg

12/3/2015 PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR PENGOLAHAN AIR. Ca Mg Air adalah salah satu bahan pokok (komoditas) yang paling melimpah di alam tetapi juga salah satu yang paling sering disalahgunakan Penjernihan air adalah proses menghilangkan/mengurangi kandungan/campuran

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik 1 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Hani Yosita Putri dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA Anjar P,RB Rakhmat 1) dan Karnaningroem,Nieke 2) Teknik Lingkungan, ITS e-mail: rakhmat_pratama88@yahoo.co 1),idnieke@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN : Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Pontianak Setelah Proses Penjernihan Dengan Metode Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi Martianus Manurung a, Okto Ivansyah b*, Nurhasanah a a Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Air merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, sehingga sangat fleksibel oleh makhluk hidup sebagai media transportasi makanan di dalam tubuhnya (Bambang, 2011). Fungsi

Lebih terperinci

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds Ciwaruga, Bandung 40012

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG Laksmi Handayani, Taufik Anwar dan Bambang Prayitno Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: laksmihandayani6@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahan baku produk ataupun air konsumsi. Tujuan utama dari pengolahan air ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahan baku produk ataupun air konsumsi. Tujuan utama dari pengolahan air ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku (Air) Pengolahan Air (Water Treatment) adalah Suatu proses pengolahan air dari sumur untuk di proses sedemikian rupa sehingga dapat di gunakan sebagai

Lebih terperinci

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI

PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI J. Tek. Ling Vol. 12 No. 3 Hal. 277-282 Jakarta, September 2011 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN EFLUEN REAKTOR FIXED BED SECARA KOAGULASI Indriyati dan Diyono Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan-TPSA Badan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM DISUSUN OLEH FITRI RAMADHIANI KELOMPOK 4 1. DITA KHOERUNNISA 2. DINI WULANDARI 3. AISAH 4. AHMAD YANDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satu pun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satu pun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satu pun makhluk hidup yang berada di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel hidup, baik pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Lampiran 2 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Umur : Jenis kelamin : Alamat : No.Telp./ HP : Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan

Lebih terperinci

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut Yohanna Lilis Handayani, Lita Darmayanti, Frengki Ashari A Program Studi Teknik Sipil S1, Fakultas Teknik Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H 2 O. Air yang berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H 2 O. Air yang berada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari perpaduan dua atom H (hidrogen) dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H 2 O. Air yang berada dialam ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-167 Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter

Lebih terperinci