LAPORAN EXECUTIVE SUMMARY. Penelitian Penyusunan SISPRO di Bidang Transportasi Jalan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN EXECUTIVE SUMMARY. Penelitian Penyusunan SISPRO di Bidang Transportasi Jalan"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LAPORAN EXECUTIVE SUMMARY Penelitian Penyusunan SISPRO di Bidang Transportasi Jalan TA PT. ADVANTIC CONSULTING DAFTAR ISI i

2 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LAPORAN EXECUTIVE SUMMARY Penyusunan SISPRO di Bidang Transportasi Jalan TA PT. ADVANTIC CONSULTING DAFTAR ISI i

3 KATA PENGANTAR Puji syukur Kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya laporan antara ini. Laporan Draf Akhir ini merupakan tahap Ketiga dari seluruh kegiatan Penelitian Penyusunan SISPRO Dibidang Transportasi Jalan. Materi dalam laporan ini lebih banyak menguraikan hasil identifikasi pada lokasi studi tentang sistem prosedur dan operasional di bidang transportasi jalan (bidang perijinan trayek angkutan dalam kota, perijinan trayek antar kota, manajemen terminal, penanganan kecelakaan dan jembatan timbang). Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan dengan pihak konsultan. Kami sangat mengharapkan adanya kritik adn saran dalam laporan antara ini untuk dijadikan masukan pada tahap selanjutnya. Terimakasih Jakarta, 2009 PT. ADVANTIC CONSULTNG Kata Pengantar

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... I DAFTAR TABEL... III DAFTAR GAMBAR...IV BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Tujuan Sasaran Ruang Lingkup Kegiatan Lingkup Kegiatan Lokasi Kegiatan Landasan Hukum Hasil Keluaran BAB 2 KAJIAN MANAJEMEN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara) Identifikasi Instansi Yang Terkait Transportasi Jalan Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Kota Batam (Provinsi Kepulauan Riau) Kota Jakarta (Ibukota Propinsi DKI Jakarta) Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Inventarisasi Kegiatan Transportasi Jalan Terkait Lingkup Studi Identifikasi Instansi Yang Terkait Transportasi Jalan Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Kota Surabaya (Ibukota Propinsi Jawa Timur) Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Inventarisasi Kegiatan Transportasi Jalan Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Kelembagaan Pemerintah Pusat SISPRO yang telah dikembangkan DIJTEN Perhubungan Darat DAFTAR ISI i

5 BAB 3 KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO Kajian UU Lalulintas Jalan Umum Perbedaan Secara Substansi] Standard Pelayanan Minimal Terkait SISPRO Dalam Lingkup Studi Ijin Trayek AKDP Operasi Terminal Evaluasi Perundang-Undangan Terkait SISPRO Evaluasi Peraturan Pemerintah Terkait SISPRO Evaluasi Keputusan Menteri Terkait SISPRO Evaluasi Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Terkait SISPRO BAB 4 ANALISIS SISTEM DAN PROSEDUR Analisis SISPRO Manajemen Terminal Analisis SISPRO Perijinan Trayek AKDP/AKAP Analisis SISPRO Perijinan Trayek Angkutan Kota Analisis SISPRO Kelebihan Muatan Analisis SISPRO Penanganan Kecelakaan Konsep Dokumen SISPRO Bidang Transportasi Jalan SISPRO Manajemen Terminal SISPRO Kecelakaan Lalulintas SISPRO Manajemen Trayek SISPRO Kelebihan Muatan BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA... C LAMPIRAN... F DAFTAR ISI ii

6 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara mengenai SISPRO Tabel 2.2 Instansi Terkait Transportasi Jalan Tabel 2.3 Jumlah Terminal Barang di DKI Jakarta Tabel 2.4 Jumlah Terminal Barang di DKI Jakarta Tabel 2.5 Instansi Terkait Transportasi Jalan Tabel 2.6 Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat Ini Tabel 3.1 Perbedaan Asas UU Lama dan Baru Tabel 3.2 Ijin Trayek AKDP Tabel 3.3 Operasional Terminal Tabel 3.4 Undang-undang Tentang Lalu Lintas Tabel 3.5 Rujukan Peraturan PemerintahDalam Penyusunan SISPRO Tabel 3.6 Keputusan Menteri Perhubungan Yang Akan Dijadikan Rujukan Penyusunan SISPRO Tabel 3.7 Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Yang Akan Dijadikan Rujukan Penyusunan SISPRO Tabel 4.1 Isu, Dampak dan Alternatif Pemecahan Manajemen Terminal Tabel 4.2 Mekanisme Pengelolaan Terminal Tabel 4.3 Isu, Dampak dan Alternatif Pemecahan Trayek AKDP/AKAP Tabel 4.4 Analisis SISPRO Perijinan Trayek AKDP/AKAP Tabel 4.5 Alternatif Pemecahan Issue Perijinan Trayek Angkutan Kota Tabel 4.6 Analisis SISPRO Perijinan Trayek Angkutan Kota Tabel 4.7 Issue dan Alternatif Pemecahan masalah Kelebihan Muatan Angkutan Kendaraan Tabel 4.8 Analisis SISPRO Kelebihan Muatan Tabel 4.9 Issue dan Alternatif Pemecahan Masalah Penanganan Kecelakaan Tabel 4.10 Analisis SISPRO Penanganan Kecelakaan DAFTAR TABEL iii

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Organisasi UPT UPPKB di SUMUT Gambar 2.2 Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Kota Batam (Provinsi Kepulauan Riau) Gambar 2.3 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta Gambar 2.4 Kelembagaan dan Organisasi Perhubungan Kota Surabaya Gambar 2.5 Struktur Organisasi Dirjen HUBDAT Gambar 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Gambar 2.7 Mekanisme Pemberia Izin Angkutan Antar Dua Daerah Yang Berbatasan (sumber : Gambar 2.8 Mekanisme Pemberia Izin Trayek AKAP Gambar 2.9 Prosedur Permohonan Rekomendasi Perusahaan Perlengkapan Jalan DAFTAR GAMBAR iv

8 BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah transportasi di tingkat pusat mengkait beberapa departemen seperti Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum, Depertemen Dalam Negeri, POLRI dan stakeholder lainya dengan kepentingannya masing-masing. Dalam rangka otonomi daerah, dengan keluarnya PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota maka permasalahanya semakin kompleks. Beberapa permasalahan yang terjadi yang melibatkan kepentingan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota/Kabupaten dalam bidang transportasi jalan kemungkinan besar belum adanya sistem dan prosedur yang jelas di bidang transportasi jalan. Perumusan SISPRO menjadi relevan karena sebagai tolok ukur dalam menilai efektivitas dan efisiensi kinerja instansi pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Secara konseptual prosedur diartikan sebagai langkah - langkah sejumlah instruksi logis untuk menuju pada suatu proses yang dikehendaki. Proses yang dikehendaki tersebut berupa pengguna-pengguna sistem proses kerja dalam bentuk aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Prosedur operasional sistem adalah proses sistem langkah-langkah sejumlah instruksi logis yang harus dilakukan berupa aktivitas, aliran data, dan aliran kerja. Dilihat dari fungsinya, SISPRO berfungsi membentuk sistem kerja & aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar satuan kerja. PENDAHULUAN 1-1

9 Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi kegiatan (Medan, DKI Jakarta, Surabaya dan Batam) terhadap sistem dan prosedur transportasi jalan menunjukkan bahwa sebagian besar daerah tersebut belum memiliki SISPRO di bidang transportasi jalan. Belum adanya SISPRO tersebut yang sering menimbulkan berbagai permasalahan di bidang transportasi jalan, misalnya: pengelolaan terminal yang tidak baik menyebabkan terminal tidak berfungsi secara optimal, penanganan kelebihan muatan yang tidak benar menyebabkan kondisi jalan cepat mengalami kerusakan dan lain sebagainya. Melalui studi ini akan dilakukan kajian bagaimana suatu kegiatan dapat di susun secara hirarkhis dan sistematik agar tidak terdapat konflik kepentingan horizontal. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan Merumuskan konsep SISPRO yang mampu mengakomodir semua kepentingan instasi terkait di bidang transportasi dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan transportasi jalan yang efektif dan efisien Sasaran Untuk mencapai tujuan diatas maka sasaran dari kegiatan penelitian sistem prosedur di bidang transportasi adalah sebagai berikut : 1) Teridentifikasinya kegiatan-kegiatan dibidang transportasi yang terkait dengan instansi lainnya. 2) Teridentifikasinya kebijakan-kebijakan di masing-masing instansi yang terkait dengan bidang transportasi. 3) Teridentifikasinya kepentingan-kepentingan di masing-masing instansi tersebut. 4) Terumuskannya sistem prosedur dibidang transportasi yang bermanfaat bagi instansi terkait. PENDAHULUAN 1-2

10 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan Lingkup Kegiatan Ruang lingkup dalam kegiatan penelitian sistem prosedur di bidang transportasi adalah sebagai berikut : 1) Investarisasi kegiatan-kegiatan dibidang transportasi jalan yang terkait dengan instasi lain 2) Inventarisasi kebijakan transportasi di masing-masing instasi terkait 3) Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi 4) Merumuskan konsep SISPRO di bidang transportasi yang meliputi : - SISPRO manajemen terminal; - SISPRO perizinan trayek angkutan AKAP; - SISPRO perizinan trayek angkutan kota; - SISPRO penanganan kelebihan muatan; - SISPRO penanganan kecelakaan lalu lintas jalan; Lokasi Kegiatan Wilayah Penelitian yang dijadikan kasus studi ini Meliputi Kota Jakarta Provinsi DKI Jakarta, Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur, dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. 1.4 Landasan Hukum Landasan hukum dalam kegiatan studi penyusunan SISPRO di bidang transportasi jalan adalah sebagai berikut : 1. UU No 22 Tahun 2009 Tentan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 2. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan 3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. UU No 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 5. PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah 6. PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 7. PP No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal PENDAHULUAN 1-3

11 8. PP No 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi 9. PP No 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan 10. PP No 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan 11. PP No 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan 12. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 51 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Percontohan Transportasi Jalan 13. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 14 Tahun 2007 tentang Kendaraan Pengangkut Peti Kemas di Jalan 14. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 53 Tahun 2006 tentang Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Propinsi Angkutan Penumpang Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum 15. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 51 Tahun 2005 tentang Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Propinsi Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum 16. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 9 Tahun 2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 17. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 85 Tahun 2004 tentang Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Propinsi Kelas Ekonomi di Jalan Dengan Mobil Bus Umum 18. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 48 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor dan Angka Kreditnya 19. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum 20. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 31 Tahun 2002 tentang Perubahan KM No 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan dengan Kendaraan Umum 21. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 30 Tahun 2002 tentang Perubahan KM No 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan 22. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 1 Tahun 2000 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Sumatera 23. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Angkutan Umum 24. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan 25. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 70 Tahun 1999 tentang Sistem Informasi Kecelakaan di Jalan Bagi Untuk Daerah Bali dan Sumatera Bagian Utara 26. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 55 Tahun 1999 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Jawa PENDAHULUAN 1-4

12 27. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan 28. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan 29. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 6 Tahun 1994 tentang Tanda-Tanda Khusus Bagi Penderita Cacad Tuna Netra dan Cacad Tuna Rungu dalam Berlalu Lintas di Jalan 30. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 31. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan 32. Keputusan Menteri Perhubungan No KM 68 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum 33. Keputusan Menteri Perhubungan No KM No.74 Tahun 1990 tentang Angkutan Peti Kemas di Jalan 34. SE Dirjen Perhubungan Darat No.SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diizinkan) dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diizinkan) untuk Mobil Barang, Kendaraan Khusus, Kendaraan Penarik berikut Kereta Tempelan/Kereta Gand 35. SE Dirjen Perhubungan Darat No.SE.07/AJ.501/DRJD/07 tentang Penelitian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan 36. SE Dirjen Perhubungan Darat No.SE.01/AJ.307/DRJD/2004 tentang Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih 1.5 Hasil Keluaran Hasil yang diharapkan dari setudi ini adalah terwujudnya kebijakan penyelenggaraan transportasi jalan yang harmonis antara instasi terkait seperti, Ditjen Bina marga, Organda dan operator. PENDAHULUAN 1-5

13 BAB 2 BAB 2 KAJIAN MANAJEMEN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2.1 Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara) Dalam melaksanakan berbagai urusan perhubungan seperti yang telah ditetapkan dalam PP No. 38/2007 Propinsi Sumater Utara telah menyusun Peraturan Daerah yang diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas setiap urusan pemerintah, apabila kita kaitkan dengan sistem dan prosedur pada kegiatan penyusunan SISPRO transportasi jalan, dapat dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 2.1 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara mengenai SISPRO No. Kategori SISPRO Nama Kebijakan 1. Kelebihan Muatan 1. PERDA Provinsi Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang 2. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No tentang pengendalian kelebihan muatan angkutan barang 2. Trayek 1. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 15 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Penyelenggaraan Angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum. 3. Kecelakaan Lalulintas Belum Ada 4. Manajmen Terminal Belum Ada 2. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 15 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Penyelenggaraan Angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum. 3. Keputusan Gubernur Sumatera Utara No K/tahun KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-1

14 A. Kecelakaan Lalu Lintas Data jumlah kecelakaan lalulintas sepanjang di Kota Medan di sektor transportasi jalan pada tahun 2008 berjumlah 880 kasus. Diantaranya, meninggal dunia akibat kecelakaan berjumlah 272 dan untuk luka berat sebanyak 978 serta luka ringan 293 kasus (sumber : Satlantas Poltabes Medan). Sedangkan data kecelakaan lalu lintas di RSU Pirngadi Medan menunjukkan, korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2008 sebanyak 122 orang. Data ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2007 sebanyak 131 orang meninggal. Dari hasil wawancara dengan pihak terkait, sebagaian besar kecelakaan lalu lintas diakibatkan oleh prilaku sosial pengguna kendaraan bermotor, yang tercermin pada disiplin dalam melakukan kegiatan lalulintas. Kegiatan-kegiatan lain diluar keperluan lalulintas juga dapat membawa dampak pada keselamatan dan kelancaran berlalulintas, misalnya menggunakan daerah manfaat jalan untuk berdagang, sebagai garasi kendaraan, bengkel dan badan jalan digunakan sebagai pangkalan kendaraan umum resmi maupun tidak resmi. Sebagai konsekwensi dari perilaku tersebut, maka di samping dapat menimbulkan kecelakaan lalulintas juga mengakibatkan tidak efesiennya penggunaan prasarana serta pemborosan waktu perjalanan sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan pengorbanan sosial (social cost) yang tinggi Identifikasi Instansi Yang Terkait Transportasi Jalan Instansi yang terkait dengan transportasi jalan (terminal, trayek AKDP/AKAP, trayek perkotaan, jembatan timbang dan kecelakaan lalu lintas) di Provinsi Sumatera terdiri dari tiga instasi yaitu : Dinas Perhubungan, LLAJ dan Kepolisian. Tabel 2.2 Instansi Terkait Transportasi Jalan No Bidang Transportasi Jalan Instansi Terkait Keterangan 1 Pengelolaan terminal Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten/kota Sebagian besar pengelolaan terminal diserahkan ke pemerintah daerah kota 2 Trayek AKDP/AKAP Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten - 3 Trayek Angkutan Perkotaan Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten/kota - KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-1

15 No Bidang Transportasi Jalan Instansi Terkait Keterangan 4 Jembatan timbang Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten Penyelenggaraan jembatan timbang dilakukan oleh unit kerja atau UUPKB 5 Kecelakaan lalu lintas Kepolisian Sebagian besar di tangani oleh kepolisian Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Sebagian besar Sistem dan prosedur (SISPRO) transportasi jalan di Ibukota Propinsi Sumatera Utara belum ada. Beberapa Sistem dan Prosedur yang telah di gunakan khususnya di bidang transportasi jalan adalah penerbitan izin trayek AKDP/AKAP dan penyelenggaraan Penimbangan kendaraan bermotor. 1) Sistem dan Prosedur Jembatan Timbang Dasar hukum dalam penyelenggaraan penimbangan kendaraan bermotor pada UUPKB Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara diuraikan sebagai berikut : 1. Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana Dan Lalu Lintas Jalan 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor Km.5 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor Di ]Alan 5. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor No. 14 Tahun 2007 Tentang Retribusi Denda Kelebihan Muatan 6. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 31 Tahun 2008 Tentang Penentuan Lokasi Uppkb Yang Operasional Di Sumatera Utara Fungsi jembatan timbang pada UUPKB Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara adalah : 1. Pengawasan terhadap berat kendaraan beserta muatannya 2. Pengamanan terhadap prasarana jalan 3. Pencatatan arus ekonomi (jenis, volume dan asaljtujuan barang) KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-2

16 Kriteria penentuan lokasi penimbangan kendaraan bermotor yang digunakan oleh Dinas Perhubungan Sumatera Utara adalah sebagai berikut : 1. RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) 2. Jaringan transportasi jalan 3. Volume lalu lintas harian rata-rata (lhr) 4. Kelancaran arus lalu lintas 5. Kelas jalan 6. Kondisi topografi lokasi Struktur organisasi UPT Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) dapat dilihat pada bagan berikut ini (Gambar 2.1). PELAKSANA UUPKB WAKIL PELAKSANA UPPKB ADMINISTRASI PELAKSANA REGU A PELAKSANA REGU B PELAKSANA REGU C PELAKSANA REGU D PELAKSANA REGU E Gambar 2.1 Struktur Organisasi UPT UPPKB di SUMUT Beberapa upaya penanganan terhadap permasalahan dan rencana/program kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengoptimalkan/meningkatkan fungsi UPPKB : 1. Menjadikan UPPKB Sibolangit dan UPPKB Aek Kanopan sebagai pilot project untuk sertifikasi iso bidang pelayanan penimbangan kendaraan bermotor 2. Meningkatkan retribusi denda kelebihan muatan serta pengenaan aspek pidana untuk memberikan aspek jera terhadap pelanggara (revisi perda 14/2007) KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-3

17 3. Pembuatan SK Gubernur Nomor 31 Tahun 2008, tentang operasionalisasi unit penimbangan kendaraan bermotor di sumatera utara dan ditindaklanjuti dengan keputusan Kadishub tangal 28 desember Dimaksudkan agar ada prosedur tetap dalam penempatan personil di UPPKB; 4. Melakukan evaluasi kinerja secara berkala terhadap seluruh jembatan timbang yang ada sebagai bahan pertimbangan dalam hal penempatan petugas operasional jembatan timbang; 5. Dalam rangka menekan tingkat pelanggaran muatan angkutan telah dilakukan pengawasan bersama di lapangan pada ruas Sibuhuan - Sosa dan Langga Payung - Kota Pinang serta Sp.Aek Nabara-Tj.Sarang Elang. Pada tahun 2009 akan dibangun UPPKB pada ruas Langga Payung - Kota Pinang dan relokasi pandan serta simpang runding (masih menjajagi lokasi) 6. Melakukan pembekalan dan bimbingan teknis kepada personil yang akan ditugaskan ke lapangan Beberapa permasalahan/kendala yang dihadap dalam penyelenggaraan UPPKB : Sebagian besar UPPKB yang beroperasi belum didukung/dilengkapi dengan fasilitas pergudangan dan fasilitas bongkar/muat barang yang memadai : 1. Denda yang dikenakan belum memberikan efek jera terhadap pelanggar; 2. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi ketentuan muatan yang diizinkan. 3. Belum tersedianya fasilitas penginapan yang ideal bali petugas jembatan timbang khususnya yang berdomisili jauh dari lokasi jembatan timbang Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Identifikasi permasalahan terkait SISPRO menyangkut antara lain : kepentingan instansi terkait, organda dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada penjelasan berikut ini Kepentingan Instansi Terkait Kepentingan instansi terkait dalam kegiatan SISPRO, antara lain terdiri dari instansi : a. Kepolisian Hasil wawancara dengan pihak kepolisian dalam UU LLAJ yang baru menunjukkan semakin jelasnya pembagian tugas pengaturan lalu lintas,yang selama ini memang KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-4

18 kadangkala terjadi kerancuan dalam pembagian tugas antara kepolisian dan Dinas Perhubungan walau tidak menimbulkan suatu permasalahan serius. Hanya saja Polisi perlu meningkatkan kualitas SDM dalam pengaturan Lalulintas, karena disadari pemahaman bidang LLAJ bagi polisi sangat fundamental dalam melakukan pengaturan lalulintas secara sistemik dan tidak parsial. Diharapkan pula masyarakat dan para pengguna jalan akan lebih tertib apabila urusan di jalan raya sepenuhnya menjadi urusan polisi. b. Dinas Perhubungan Pendapat hampir seragam dirasakan dari hasil wawancara dengan seluruh jajaran perhubungan, ada kekhawatiran akan menurunnya kualitas pengaturan lalulintas seandainya UU No ini dijalankan dilapangan, karena sumberdaya dikepolisian memang tidak disiapkan sepenuhnya untuk mengelola lalulintas secara menyeluruh, pemahaman manajemen lalulintas cenderung parsial, tidak sistemik. Apalagi terkait citra polisi yang kurang baik dalam setiap tindakan penertiban pelanggaran lalulintas, yang tentu akan makin menambah citra semakin tidak baik dan dalam jangka panjang permasalahan lalulintas akan semakin memburuk kualitasnya Organda Meragukan UU LLAJ mampu menyelesaikan Permasalahan kemacetan Kota- Kota Besar karena tidak tegasnya pengaturan dalam UU. Ketentuan bus tanpa izin trayek untuk singgah di satu terminal, ternyata bisa diatur oleh kepala dinas perhubungan setempat untuk singgah, dalam UU LLAJ yang baru, bus yang tidak singgah di terminal yang tertera dalam izin trayek, pengemudinya didenda Rp "Bagaimana dengan kasus sebaliknya, bus yang tidak seharusnya singgah tapi diatur singgah ke satu terminal sehingga merugikan bus yang memiliki izin ke terminal tersebut. Dalam draft RUU LLAJ, ada pelarangan bagi dinas perhubungan untuk mengharuskan bus untuk masuk ke dalam terminal yang tidak tertera dalam trayek, tetapi setelah menjadi UU, pasal tersebut ternyata hilang. Dampaknya kan sangat jelas, pengusaha yang memiliki ijin sangat dirugikan dan menambah kemacetan. UU KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-5

19 itu tidak berpihak kepada salah satu pemangku kepentingan yang sangat strategis yakni angkutan niaga dalam negeri, dalam hal ini angkutan barang dan penumpang Masyarakat Di Sumatera Utara, masyarakat masih mempermasalahkan pengurusan SIM dan perijinan yang rawan KKN. Mereka berharap dengan keluarnya UU baru ini bisa memangkas birokrasi dalam pengurusan perijinan dan adanya tindakan yang sesuai peraturan apabila ada pelanggaran lalulintas. 2.2 Kota Batam (Provinsi Kepulauan Riau) Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan SISPRO di Kota Batam, dapat di lihat pada penjelasan beriku. Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Sesuai Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 06 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau DINAS PERHUBUNGAN memiliki Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi sebagai berikut : A. Kedudukan a) Dinas Perhubungan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Provinsi di bidang Perhubungan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; b) Dinas Perhubungan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. B. Tugas Dinas Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Provinsi di bidang Perhubungan dan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur. C. Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 36, Dinas Perhubungan menyelenggarakan fungsi : KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-6

20 a) Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan yaitu urusan perencanaan, evaluasi, keuangan, umum dan kepegawaian; b) Penyusunan rencana program, melaksanakan survey, pendataan dan evaluasi program; c) Pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang perhubungan; d) Pelaksanaan perenacanaan teknis pembangunan di bidang perhubungan; e) Penyelenggaraan pembinaan, pengawasan dan pengendalian teknis di bidang perhubungan sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur; f) Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis dalam lingkup tugasnya; g) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur. Kepala Dinas Sekretariat Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Bidang Bidang Bidang Sub Bagian Keuangan HUBDAT HUBLA HUBUD Seksi Lalu Lintas dan Angkutan Seksi Angkutan Laut Seksi Angkutan Udara Sub Bagian Umum dan Keepegawaian Seksi Teknik, Sarana dan Prasarana Seksi Keselamatan Seksi Kepelabuhan Seksi Keselamatan Pelayaran Seksi Bandar Udara Seksi Keselamatan Penerbangan Gambar 2.2 Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Kota Batam (Provinsi Kepulauan Riau) 2.3 Kota Jakarta (Ibukota Propinsi DKI Jakarta) Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Pola penanganan permasalahan transportasi di DKI Jakarta secara organisatoris akan coba diuraikan dalam subbab berikut, dimana secara diagramatis dapat dilihat pada gambar dibawah ini : KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-7

21 Kepala Dinas Perhubungan Sekretariat Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Bidang Manajemen Dan Rekayasa Lalulintas Seksi Manajemen Lalu Lintas Bidang Angkutan Darat Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek Bidang Pengendalian Operasional Seksi Keselamatan dan Teknik Sarana Bidang Transportasi Laut dan Udara Seksi Kepelabuhan, Penjagaan Laut dan Pantai & Jasa Maritim Suku Dinas Perhubungan Kota SubBagian Tata Usaha Seksi Manajemen Lalulintas Suku Dinas Perhubungan Kabupaten Adminstrasi SubBagian Tata Usaha Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Seksi Rekayasa Lalulintas Seksi Fasilitas Pendukung Seksi Angkutan Orang Luar Trayek Seksi Angkutan Barang dan Kereta Api Seksi Pembinaan Penggunaan Lalulintas Angkutan Jalan Seksi Pengendalian Penggunaan Lalulintas Angkutan Jalan Seksi Angkutan Perairan dan Keselamatan Pelayaran Seksi Transportasi Udara Seksi Rekayasa Lalulintas Seksi Angkutan Darat Pengawasan dan Pengendalian Seksi Prasarana dan Sarana Perhubungan Seksi Pengendalian Operasional Gambar 2.3 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-8

22 Sesuai Peraturan Gubernur terbaru (dalam proses penomoran) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, akan dibahas keterkaitan SISPRO dalam ruang lingkup pekerjaan ini terhadap struktur organisasai yang tergambar dalam Tugas Pokok dan Fungsi Kedinasan dan sub organisasi yang ada di bawahnya. A. Kedudukan Dinas Perhubungan 1) Dinas Perhubungan merupakan Unsur pelaksana otonomi daerah dibidang perhubungan 2) Dinas Perhubungan dipimpin oleh seoranh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertangggung jawab kepada Gubernur melalui sekretaris Daerah. 3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas Dibantu oleh seorang wakil kepala dinas. 4) Dinas Perhubungan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh asisten Perekonomian dan Administrasi. B. Tugas Dinas Perhubungan 1) Dinas Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan urusan perhubungan. 2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Perhubungan mempunyai fungsi : Penyusunan, dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran dinas perhubungan. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan perhubungan; Penyelenggaraan di bidang perhubungan darat, perairan dan laut; Pembinaan dan pengembangan sistem perhubungan darat, perairan, laut dan udara; Pengawasan dan pengendalian sistem usaha dan kegiatan perhubungan darat, perairan, laut dan udara; Pengembangan sistem transportasi perkotaan; Pelayanan, pembinaan dan pengendalian perizinan, standarisasi/sertifikasi dan/atau rekomendasi dibidang perhubungan. Penetapan lokasi, pengelolaan dan pembinaan usaha perparkiran; Penegakan peraturan perundang-undangan dibidang perhubungan; Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor angkutan umum dan barang, dan pemeriksaan mutu karoseri kendaraan bermotor. Penghitungan, pengawasan dan evaluasi terif angkutan jalan, perairan dan laut. Penataan, penetapan, pengawasan dan evaluasi jaringan trayek angkutan jalan; KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-9

23 Pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi dibidang perhubungan darat, perairan dan laut. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana perhubungan; Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah; Pengelolaan kepegawaian, keuangan, barang dan ketatausahaan dinas perhubungan dan Pelaporan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi. Tugas dari masing-masing jabatan struktur organisasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta adalah sebagai berikut : A. Kepala dan Wakil Kepala Dinas Tugas kepala dinas dan wakil kepala dinas Dinas Perhubungan DKI Jakarta adalah sebagai berikut : Tugas Kepala Dinas Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi dinas; Mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi sekretariat, bidang, suku dinas, unit pelaksana teknis dan kelompok jabatan fungsional Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan satuan kerja perangkat daerah, unit kerja perangkat daerah dan/atau instansi pemerintah swasta dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dinas perhubungan; dan Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi dinas perhubungan. Tugas Wakil Kepala Dinas Membantu Kepala dinas dalam memimpin pelaksanaan tgas dan fungsi dinas Menyelenggarakan koordinas dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas; Membantu kepala dinas dalam pelaksanaan koordinasi dengan instansi pemerintah/swasta; Membantu kepala Dinas dalam pelaksanaan koordinasi bidang, suku dinas dan unit pelaksana teknis; Membantu kepala dinas daam pelaksanaan monitoring dan pengendalian lalulintas dan angkutan jalan; dan Mewakili kepala dinas apabila kepala dinas berhalangan melaksanakan tugas. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-10

24 Wakil Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. B. Bidang Angkutan Darat Bidang angkutan darat Dinas Perhubungan DKI Jakarta mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai berikut : Kedudukan Bidang Angkutan Darat merupakan unit kerja lini dinas Perhubungan dalam bidang Angkutan Darat; Bidang Angkutan Darat dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. Tugas Bidang Angkutan Darat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan, bimbingand an perizinan terhadap penyelenggaraan pengusahaan angkutan jalan dan kereta api. Untuk melaksanakan tugas, Bidang angkutan darat mempunyai fungsi : Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) bidang angkutan darat; Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Angkutan Darat; Penyusunan bahan kebijakan teknis di bidang angkutan darat; Pelaksanaan pembinaan angkutan orang dalam, trayek, angkutan orang tidak dalam trayek, dan angkutan barang dan kereta api. Penyiapan bahan laporan dinas yang terkait dengan tugas dan fungsi Bidang Angkutan Darat; dan Penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi bidang angkutan darat. C. Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek Seksi angkutan orang dalam trayek, di Kota Jakarta dapat di lihat pada keterangan berikut ini. Kedudukan Merupakan satuan kerja bidang angkutan darat dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian angkutan orang dalam trayek. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-11

25 Seksi orang dalam trayek dipimpin oleh dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang angkutan darat. Tugas Menyusun bahan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) bidang Angkutan Datat sesuai dengan lingkup tugasnya Melaksanakan dokumen Pelaksanaan anggaran (DPA) Bidang Angkutan darat sesuai dengan lingkuo tugasnya; Melaksanakan pembinaan bimbingan terhadap pengusahaan angkutan orang dalam trayek; Melaksanakan proses penerbitan izin usaha angkutan orang dalam trayek domisili Provinsi DKI Jakarta. Menyiapkan bahan penerbitan izin trayek angkutan yang beroperasi diseluruh wilayah provinsi DKI Jakarta. Menyiapkan bahan pertimbangan/rekomendasi kepada pejabat pemberi izin untuk izin trayek angkutan yang memberikan pelayanan lebih dari satu wilayah propinsi; Menyiapkan bahan penerbitan kartu izin usaha angkutan dan kartu pengawas angkutan orang dalam trayek. Menyiapkan bahan rekomendasi penetapan status, perubahan status, peremajaan dan balik nama kendaraan angkutan orang dalam trayek; Melaksanakan proses peberia izin insidentil; Menyusun bahan kebijakan biaya/tarif angkutan orang dalam trayek Menyiapkan bahan laporan bidang Angkutan Darat yang terkait dengan tugas Seksi angkutan orang dalam trayek;dan Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas seksi Angkutan orang dalam trayek, D. Bidang Pengendalian Operasional Kedudukan Bidang Pengendalian Operasional merupakan unit kerja lini dinas Perhubungan dalam pelaksanaan tugas keselamatan dan teknis sarana, penyuluhan dan pembinaan pengguna lalulintas angkutan jalan serta pengendalian lalulintas dan angkutan jalan. Bidang pengendalian Operasional oleh seorang kepala Bidang yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-12

26 Tugas Melaksanakan kegiatan keselamatan dan teknik sarana, penyuluhan dan pembinaan pengguna lalulintas dan angkutan jalan serta pengendalian lalulintas dan angkutan jalan. Fungsi penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang pengendalian operasional; pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) bidang pengendalian operasional penyusunan bahan kebijakan teknis pengendalian opersional pelaksanaan upaya keselamatan dan teknik sarana pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan pengguna lalulintas dan angkutan jalan pelaksanaan pengendalian lalulintas dan angkutan jalan penyiapan bahan laporan dina yang terkait dengan tugas dan fungsi bidang pengendalian operasional; dan penyusunan laporan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dan fungsi bidang pengendalian operasional. E. Seksi Keselamatan Dan Teknik Sarana Kedudukan merupakan satuan kerja bidang pengendalian operasional dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian keselamatan dam teknik sarana. Dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang Pengendalian operasional. Tugas menyusun bahan rencana dan anggaran (RKA) dan dokumen Pelaksanaan anggaran (DPA) bidang pengendalian Operasional sesuai dengan lingkup tugasnya; melaksanakan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) bidang Pengendalian operasional sesuai denga lingkup tugasnya. Melaksanakan kegiatan pembinaan teknis bengkel karoseri kendaraan bermotor; Melaksanakan kegiatan pemberian rekomendasi bengkel kendaraan bermotor untuk melakukan uji berkala; KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-13

27 Melaksanakan kegiatan koordinasi pengawasan dan penertiban usaha bengkel karoseri kendaraan bermotor; Melaksanakan kegiatan penanggulangan kecelakaan lalulintas Melaksanakan kegiatan analisis kecelakaan terhadap teknis kendaraan bermotor; Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan data da informasi kecelakaan dan daerah rawan kecelakaan. Menyusun bahan berita acara hasil penelitian fisik kendaraan bermotor produksi karoseri; Menyiapkan bahan pemberian sertifikat registrasi uji tipe berdasarkan berita acara hasil penelitian dan penilaian fisik kendaraan bermotor produksi karoseri; Melaksanakan kegiatan penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang dimodifikasi (selain perubahan sumbu dan jarak sumbu). Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan Dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) bidang pengendalian operasional; Mengkoordinasikan penyusunan laporan (keuangan, kinerja kegiatan dan akuntabilitas) bidang pengendalian operasional. Menyiapkan bahan laporan Bidang pengendalian operasional yang terkait dengan tugas seksi keselamatan dan teknik sarana. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi keselamatan dan teknik sarana Inventarisasi Kegiatan Transportasi Jalan Terkait Lingkup Studi Dewasa ini, permasalahan lalu lintas yang terjadi di wilayah DKI Jakarta antara lain disebabkan oleh meningkatnya tekanan terhadap prasarana dan sarana transportasi yang tidak terlepas dari besarnya intensitas dan mobilitas pergerakan penduduk dari setiap bagian wilayah ke bagian-bagian wilayah yang lain, di mana pada dasarnya, hal ini dipengaruhi oleh kuantitas dan frekuensi pergerakan penduduk urbanmaupun sub-urban. Berdasarkan survey dari "Arterial Road System Development Study" (ARSDS, 1985) secara rata-rata setiap penduduk Jakarta melakukan 1,68 perjalanan/orang/hari. Ini berarti bahwa jumlah perjalanan harian yang dilakukan oleh penduduk Jakarta mencapai lebih dari 15 juta perjalanan. Jumlah ini tidak termasuk perjalanan yang dilakukan oleh penduduk di luar Jakarta yang datang ke atau hanya melintasi Jakarta. Pada tahun 1990, jumlah penduduk tercatat yang bermukim di wilayah ini telah mencapai lebih dari 8,2 juta jiwa. Jumlah ini akan senantiasa meningkat, baik yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk alamiah, maupun karena migrasiyang terjadi KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-14

28 sebagai akibat dari meningkatnya harapan ekonomi dan kesempatankerja di wilayah ini. Untuk periode misalnya, pertumbuhan pendudukyang terjadi adalah sekitar 2,31% per tahunnya. Tingkat pertumbuhan inidiperkirakan akan terus berlanjut hingga masa yang akan datang, meskipundengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan akan mengalami penurunan, yaiturata-rata Jabotabek untuk periode pasca tahun 2000 menjadi 2,19 %/tahun dari 3,11% yang terjadi pada periode sebelumnya. Diprediksikan bahwa jumlahpenduduk pada tahun 2000 akan mencapai sekitar 23,3 juta jiwa dan pada tahun2015 akan mencapai lebih kurang 32,2 juta jiwa. Jumlah ini berarti hampirmencapai dua kali lipat dari jumlah penduduk eksisting dan tentunya akanmengakibatkan terjadinya peningkatan yang sangat berarti terhadap mobilitasperjalanan orang dan barang, jumlah kendaraan bermotor dan arus lalu lintas jalan raya. Dari kajian-kajian yang telah dilakukan sebelumnya yang merupakan penjabaran RTRW DKI 2010 untuk sektor transportasi, telah direkomendasikan panduan terhadap program-program yang menjadi prioritas dalam konteks sistemtransportasi di DKI. Sebagian dari rekomendasi pada sisi pasokan (supply) merupakan hasil analisis kuantitatif terutama yang menyangkut pengembangansistem jaringan jalan dan sebagian lainnya yang menyangkut sistem angkutanumum diperoleh dari hasil analisis kualitatif serta kajian awal terhadap programdi sisi manajemen permintaan (demand). Dari berbagai macam moda angkutan umum bus, baik yang berskala besar, menengah maupun kecil, tetap menjadi angkutan yang dekat dengan masyarakat.sebagian besar dari pengguna angkutan umum bus adalah captive transit riders,sehingga sulit sekali memisahkan nuansa sosial politis dari angkutan umumperkotaan. Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplemen terhadap angkutan pribadi yang tidak dapat sepenuhnya diupayakan oleh masyarakat kota. Angkutan umum merupakan inti dari pergerakan ekonomi di kota. Berbagai bentuk moda angkutan umum dengan karakteristik dan tingkat pelayanan yang diberikan mewarnai perkembangan sistem angkutanumum kota yang berorientasi kepada kenyamanan dan keamanan sehingga dapat bersaing dengan angkutan pribadi Jaringan Jalan Eksisting Jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta berkembang sesuai dengan otoritas wilayah yang menyangkut administratif jalan. Keutuhan wilayah Jabotabek dalam KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-15

29 konteks sistem transportasi darat terhubungkan baik melalui sistem jalan raya, sistem kereta api dan sistem angkutan umum. Total panjang jalan di DKI Jakarta kurang lebih 10% dari total panjang jalan di Jawa. Perbandingan antara panjang jalan dan total area di wilayah DKI Jakarta hanya 4 %, dimana idealnya untuk kota sebesar Jakarta adalah %. Jaringan jalan eksisting terdiri dari : A. Pola Jaringan Jalan Pola jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan di luar inner ring road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota. B. Kepadatan Jaringan Jalan Berdasarkan data dari Dinas PU DKI Jakarta dan SITRAMP Jabotabek, kepadatan jaringan jalan yang direpresentasikan dengan rasio luas jalan dan luas areal wilayah kelurahan. C. Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Seiring dengan bertambahnya prasarana jalan, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, jumlah kendaraan turut meningkat. Pada periode tahun 1990 s/d tahun 1997, terlihat bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan relatif tinggi untuk seluruh jenis kendaraan. Setelah tahun 1997, yaitu pada saat krisis ekonomi mulai terjadi, terlihat bahwa tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan relatif menurun untuk keseluruhan jenis kendaraan. D. Terminal Wilayah DKI Jakarta mempunyai dua jenis terminal yaitu terminal penumpang dan terminal barang. Terminal penumpang terdiri dari 3 tipe (A, B dan C) yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Sedangkan jumlah terminal barang di wilayah ini hanya tersedia 2 terminal yaitu di Tanah Merdeka dan Pulau Gebang (Tabel 2-3 dan Tabel 2-4). KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-16

30 Tabel 2.3 Jumlah Terminal Barang di DKI Jakarta No. Nama Terminal Tipe Lokasi Luas (m 2 ) Diresmikan Tahun 1 Pulo Gadung AK A Jl. Raya Bekasi 2 Pulo Gadung DK A Jl. Raya Bekasi 3 Kampung Rambutan AK A Jl. TB. Simatupang 4 Kampung Rambutan DK A Jl. TB. Simatupang 5 Kali Deres AK A Jl. Daan Mogot 6 Kali Deres DK A Jl. Daan Mogot 7 Lebak Bulus AK A Jl. Lebak Bulus 8 Lebak Bulus DK A Jl. Lebak Bulus , , , , Blok M DK B Jl. Hasanudin 8.952, Grogol DK B Jl. Kyai Tapa , Senen DK B Jl. Senen Raya 3.675, Kota DK B Jl. Kali Besar Barat 3.832, Pinang Ranti DK B Jl. Pd. Gede Raya ,00 14 Tanjung Priok DK B Jl. Enggano , Klender DK B Jl. Bunga Rampai 3.675, Rawamangun DK B Jl. Perserikatan , Manggarai DK B Jl. Minangkabau 3.967, Pasar Minggu DK B Jl. Ps. Minggu 6.460, Muara Angke DK B Jl. Pluit 1.226,00 20 Cililitan DK B ,00 21 Taman Mini DK C Jl. Raya Pondok Gede , Ragunan DK C Jl. Margasatwa 500,00 23 Kampung Melayu DK C Jl. Jatinegara Barat 5.373, Rawa Buaya Belum Berfungsi Jl. Rawa Buaya ,00 25 Joglo Belum Berfungsi 5.000,00 25 Pulo Gebang Rencana Tabel 2.4 Jumlah Terminal Barang di DKI Jakarta No. Nama Terminal Tipe Lokasi Luas (m2) 1 Tanah Merdeka 2 Pulo Gebang Terminal Barang Belum Berfungsi Jl. Cilincing , ,00 Diresmikan Tahun Terminal yang ada di DKI Jakarta, mempunyai beberapa trayek angkutan baik antar kota maupun antar propinsi, unruk lebuh jelasnya dapat di lihat pada keterangan di bawah ini : KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-17

31 A. Trayek Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan Trayek Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Sistem angkutan umum di wilayah DKI Jakarta lebih didominasi oleh sistem bus yang berbasis jaringan jalan raya. Tingkat pelayanan dari sistem bus ini sangat tergantung pada kondisi lalu-lintas dan jumlah armada angkutan umum yang beroperasi. Pada sisi lain kondisi prasarana utama dan penunjang sistem angkutan umum seperti terminal, halte dan tempat-tempat pemberhentian masih membutuhkan perhatian ekstra untuk ditingkatkan pengembangannya. Sebagian besar armada bis yang terdiri dari jenis bis besar, bis sedang dan bis kecil dipasok oleh beberapa operator yaitu PPD (BUMN) dan Mayasari Bhakti (swasta), Bianglala, Steady Safe dan operator lain. Sedangkan pelayanan bis sedang dipasok oleh beberapa koperasi termasuk, Kopaja, Metromini dan untuk pelayanan bis kecil dipasok oleh Mikrolet dan APK. Dengan jumlah armada sekitar unit bus besar dan sedang, unit bus kecil (mikrolet) yang tersebar pada 358 trayek, dan jumlah penumpang sekitar 5 juta penumpang per hari, Jakarta adalah sebuah pasar yang sangat besar bagi jasa pelayanan bus. Jasa pelayanan bus yang disediakan oleh operator swasta dan pemerintah diatur oleh pemerintah. Tarif ditetapkan oleh Pemerintah, sedang izin trayek dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Dari data berdasarkan laporan Dinas Perhubungan diketahui bahwa jumlah angkutan umum yang melayani wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan pada periode dan kembali bertambah pada periode Hal ini kemungkinan disebabkan oleh krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun Sementara itu pada tahun 2002 berdasarkan data pada Dinas Perhubungan diketahui bahwa rute yang melayani angkutan di DKI Jakarta didominasi oleh bus besar, dibanding bus sedang dan bus kecil (hanya mikrolet), kendaraan yang beroperasi ternyata hanya sekitar 66,2% dari izin yang dikeluarkan, hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran izin suatu trayek belum tentu merupakan suatu trayek dengan demand yang cukup sehingga pada akhirnya trayek tersebut tidak berjalann. Cakupan pelayanan direpresentasikan dengan wilayah dengan radius 500 m (maksimum aksesibilitas) dari jaringan trayek. Cakupan wilayah pelayanan untuk tiap jenis bus menunjukkan distribusi jumlah trayek terhadap jarak berdasarkan jenis, dimana dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk rute bus besar, distribusi rute terbanyak pada rentang jarak km. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-18

32 Tetapi untuk bus sedang dan bus kecil terlihat adanya overlapping jarak yang cukup besar, dimana seharusnya bus kecil melayani rute angkutan umum jarak dekat sedangkan bus sedang melayani rute dengan jarak menengah. Struktur rute bus di DKI Jakarta sangat kompleks yang kemungkinan dikarenakan berkembangnya Jabotabek sebagai daerah metropolitan sehingga terus terjadi penambahan rute, untuk memenuhi permintaan yang ada. Review secara menyeluruh rute-rute bus di Jabotabek. Belum pernah dilakukan sementara penambahan trayek dan rute terus terjadi yang menambah kompleksitas jaringan trayek tersebut. Untuk melihat peranan setiap jenis angkutan umum, komposisi kendaraan angkutan umum (besar, sedang dan kecil) yang beroperasi dapat menggambarkan kondisi sistem angkutan umum dalam menyediakan pelayanan. Komposisi jumlah kendaraan tersebut adalah untuk tiap jenis kendaraan angkutan umum yang beroperasi yaitu bus besar (patas AC, patas dan reguler), bus sedang, dan bus kecil, dimana terlihat pada gambar bahwa dari segi jumlah kendaraan, bus kecil mendominasi pelayanan bus di DKI Jakarta. Angkutan umum memiliki peran cukup besar dalam pembangunan perekonomian di kota Jakarta. Issue-issue utama dalam sistem angkutan umum berkaitan dengan rendahnya mutu layanan dalam bentuk keamanan, kenyamanan, kelayakan, kemudahan, dan efisiensi. Sistem pengelolaan dan operasional yang kurang baik serta belum adanya peraturan standar pelayanan bagi angkutan umum merupakan penyebab utama buruknya kualitas pelayanan. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi demi kenyamanan dan keamanan. Standar dasar untuk angkutan bus telah diatur dalam peraturan pemerintah No. 41/93, tetapi tanpa rincian yang jelas, tidak adanya standar fisik untuk kendaraan angkutan umum, ditambah lagi dengan sistem pengujian kendaraan yang tidak benar menimbulkan lemahnya kinerja angkutan umum. Pihak berwenang tidak mampu memaksa kendaraan yang sudah tidak layak untuk tidak berkerja lagi karena tidak adanya standar atau pembatasan yang melarang bus-bus tersebut untuk berkerja. Hal yang sama juga terjadi pada perilaku pengemudi. Tidak adanya standar mutu layanan mengakibatkan awak bus memberikan layanan tanpa standar yang jelas. Pada banyak kasus, persaingan antar penyelenggara memang menghasilkan layanan yang lebih baik. Namun yang terjadi, persaingan yang ada justru KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-19

33 menurunkan mutu. Layanan karena mengejar pengurangan ongkos dan memperbesar keuntungan. Dalam hal ini perlu untuk dipertimbangkan pengkajian ulang terhadap sistem operasional angkutan umum yang mendukung para operator dan pengguna. Selain itu, sistem angkutan umum yang beroperasi saat ini belum merupakan hasil kajian menyeluruh yang dikaitkan dengan tata ruang, tetapi masih merupakan turunan dari praktek-praktek tradisional yang dibuka berdasarkan permintaan menyebabkan kurang efisiennya sistem trayek yang berlaku. Kondisi dan sistem jaringan di sekitar lokasi terminal kurang diperhatikan sangat mempengaruhi operasional terminal. Waktu tunggu tinggi untuk masuk terminal, kondisi jalan yang kurang baik, sistem jaringan yang tidak mendukung, banyaknya pungutan-pungutan liar, mendorong para pengemudi untuk berinisiatif tidak masuk terminal dan berhenti di lokasi-lokasi tertentu untuk mengangkut penumpang. Keadaan ini mendorong timbulnya terminal bayangan yang berimplikasi pada kemacetan lalu lintas Identifikasi Instansi Yang Terkait Transportasi Jalan Instansi yang terkait dengan transportasi jalan (terminal, trayek AKDP/AKAP, trayek perkotaan, jembatan timbang dan kecelakaan lalu lintas) di Provinsi DKI terdiri dari tiga instasi yaitu : Dinas Perhubungan, LLAJ dan Kepolisian. Tabel 2.5 Instansi Terkait Transportasi Jalan No Bidang Transportasi Jalan Instansi Terkait Keterangan 1 Pengelolaan terminal 2 Trayek AKDP/AKAP 3 Trayek Angkutan Perkotaan 4 Jembatan timbang Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten/kota. Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten/kota Dinas perhubungan Propinsi dan Kabupaten/kota Sebagian besar pengelolaan terminal diserahkan ke pemerintah daerah kota Kecelakaan lalu lintas Kepolisian Sebagian besar di tangani oleh kepolisian KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-20

34 2.3.4 Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Dalam melaksanakan berbagai urusan perhubungan seperti yang telah ditetapkan dalam PP No. 38/2007 Provinsi DKI Jakarta telah menyusun Peraturan Daerah yang diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas setiap urusan pemerintah daerah, apabila kita kaitkan dengan sistem dan prosedur pada kegiatan penyusunan SISPRO transportasi jalan ini, dapat dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 2.6 Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat Ini No. Kategori SISPRO Nama Kebijakan 1. Kelebihan Muatan Tidak ada Urusan terkait kelebihan Muatan/jembatan Timbang 2. Trayek 3. Kecelakaan Lalulintas Belum Ada 4. Manajmen Terminal Belum Ada Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No tahun 1991 tentang Prosedur Pelayanan Perijinan Angkutan dengan Kendaraan Bermotor Umum di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Kepentingan Instansi Terkait Kepentingan instansi terkait dalam kegiatan SISPRO, antara lain terdiri dari instansi : 1) Kepolisian Padahal, dalam RUU itu ada keinginan pihak tertentu agar pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dikelola sebuah badan di bawah naungan Departemen Perhubungan (Dephub). Artinya tidak lagi ditangani polisi. Bahkan sejumlah anggota Komisi V DPR dikabarkan sudah studi banding ke luar negeri untuk menggolkan keinginan itu. Namun berkat pantauan sejumlah pihak, termasuk KPK, akhirnya UU LLAJ disahkan secara mulus. Meski begitu, kewenangan polisi dalam pembuatan SIM tidak bisa sembarangan lagi. Petugas yang nakal bisa dikenakan pasal yang berat, yakni bisa menerima sanksi administrasi, disiplin, dan etika profesi kepolisian. Ini tentunya hukuman sangat berat, sehingga petugas SIM tentu akan mikir seribu kali untuk bermainmain dalam pembuatan SIM tersebut. Dikatakan, penggodokan UU ini tergolong cukup lama, mulai digarap sejak tahun2005, namun akhirnya RUU LLAJ disahkan dalam sidang Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Amin Iskandar, KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-21

35 Selasa 26 April KKI yang memonitor proses pembahasan RUU LLAJ menilai pembahasan RUU ini sangat demokratis, selisih pendapat antara Komisi V, Dephub dan Polri diselesaikan secara argumentatif. Dalam pembahasan RUU ada 764 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Tim Panja menghasilkan kesamaan pemikiran serta rumusan pemangku kepentingan khususnya Departemen Perhubungan dan Polri. Undang-undang ini nantinya berlaku untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar. Penyelengaraannya dilakukan oleh pemerintah, pemda, pelaku usaha dan masyarakat. Penyelenggaraannya diperlukan koordinasi lintas institusi maka nantinya akan diwadahi Forum Lalu Lintas dan angkutan jalan. Forum ini akan melakukan koordinasi antarinstansi. Badan ini bersifat ad hock beranggotakan, penyelenggara, akademisi dan masyarakat berfungsi sebagai wahana untuk menyinergikan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Kendaraan dalam RUU ini dibedakan menjadi kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor dimana setiap kendaraan bermotor harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pengujiannya melalui uji tipe dan uji berkala. Setiap kendaraan bermotor wajib diregistrasi yang dilaksanakan Polri melalui sistem regritasi kendaraan bermotor. Akan halnya pengemudi dalam RUU ini ditegaskan pengemudi harus memiliki kompentensi mengemudi dan mendapatkan SIM. Dalam UU ini, mewajibkan pemerintah untuk menyediakan angkutan umum. Ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum lainnya.ujudnya bus berkapasitas angkut massal, lajur khusus. Trayek angkutan umum lain tidak berhempitan dengan angkutan massal dan angkutan penumpang. Dalam RUU ini keamanan dan keselamatan Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan elemen yang sangat penting. Untuk itu penyelenggaraannya harus memenuhi standar keamanan dan keselamatan. Bukan terbatas itu, melainkan UU ini mengatur Perlindungan Kelestarian Lingkungan Lalu lintas dan angkutan jalan dampak lingkungan merupakan penegasan setiap kendaraan yang beroperasi di jalan untuk memenuhi ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Khusus tentang kecelakaan lalu lintas, pencegahannya dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan dan pemberdayaan masyarakat. Soal kecelakaan lalu lintas diatur Peraturan Kapolri. Di situ diatur mengenai kewajiban dan tangung jawab pengemudi, perusahaan angkutan dan pe-merintah, serta hak korban. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-22

36 Istimewanya dalam RUU ini adanya perlakuan khusus bagi penyandang cacat, manula, anak anak, wanita hamil dan orang sakit. Pemerintah, Pemda pengusaha di bidang lalu lintas dan angkutan jalan harus menyediakan fasilitas untuk aksesibilitas dan perlakuan khusus yang berupa prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan untuk penyandang cacat, manula, anak anak, wanita hamil dan orang sakit. kewenangan penyidik PPNS dilaksanakan di terminal dan tempat penimbangan secara tetap. Apabila dilaksanakan di jalan PPNS wajib berkoordinasi dan harus didampingi penyidik petugas Polri. Aturan tersebut dapat di lihat pada penjelasan berikut ini, antara lain : Pasal 91 (1) Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4) dikenakan sanksi berupa sanksi disiplin dan / atau etika profesi kepolisian. Pasal 87 (2) Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dibidang penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menaati prosedur penertiban Surat Izin Mengemudi. Pasal 89 (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memberikan tanda atau data pelanggaran terhadap Surat Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melakukan pelanggaran tindak pidana Lalu Lintas. (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menahan atau mecabut Surat Izin Mengemudi sementara sebelu diputus oleh pengadilan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. (Dikutip dari Harian Rakyat Merdeka Edisi Kamis,28 Mei 2009). KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-23

37 2) Dinas Perhubungan Pemerintah melalui Departemen Perhubungan berhasil merampungkan empat paket UU Transportasi sebagai revisi atas UU sejenis yang berlaku mulai Keempat UU itu yakni UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No 17/2008 tentang Pelayaran, UU No. 1/2009 tentang Penerbangan dan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pemantapan Pelaksanaan UU No. 22/2009 tentang LLAJ untuk meningkatkan Penyelenggaraan Transportasi Darat Menuju Zero Accident. Semangat yang tercermin dalam empat UU itu, khususnya UU No 22/2009 tentang LLAJ adalah keselamatan dan keamanan (safety) LLAJ merupakan hasil sinergi dari departemen terkait. "Pada batang tubuh UU yang hampir 60 persen terkait dengan safety ini, tugas pokok dan fungsi departemen atau instansi terkait sangat jelas. Untuk manajemen dan rekayasa transportasi ada di jajaran Departemen Perhubungan, sedangkan Manajemen Trafik atau Lalu Lintas adalah kewenanangan kepolisian dan Departemen Pekerjaan Umum. "Jadi, UU ini mensyaratkan perlunya ada sinergi dari pihak terkait itu sehingga nantinya di lapangan perlu dibentuk Forum Lalu Lintas Angkutan Jalan yang dipimpin oleh seorang kepala daerah. Pada tataran yang sederhana, fungsi dan pengawasan oleh jajaran departemen perhubungan adalah memastikan bahwa seluruh sarana transportasi memiliki standar kelaikan sesuai aturan. "Makanya di terminal, di tempat pengujian dan jembatan timbang adalah tempat yang tepat untuk menjalankan tugas. Menyingung kondisi tingkat keselamatan di jalan selama , kondisinya masih memprihatinkan karena trennya meningkat, meski pada sisi lain, pemerintah punya target penurunan per tahunnya sekitar 30 persen. kecelakaan LLAJ selama kurun waktu masih tertinggi dibanding moda lainnya seperti kereta api, laut dan udara. dari total kejadian selama kurang lebih lima tahun itu, dari total kejadian kecelakaan di berbagai moda transportasi, sebanyak 99 persen atau kejadian kecelakaan disumbang oleh LLAJ. Kemudian, setelah itu baru Kereta Api sebanyak 771 kali, laut 620 kali dan udara 216 kali. Khusus mengenai masih tingginya angka kecelakaan di LLAJ, memang disadari hal itu juga disumbang oleh pertumbuhan jumlah kendaraan dalam periode itu yang KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-24

38 signifikan. total kendaraan pada 2004 sebanyak 42 juta, maka pada 2007 sudah mencapai 63 juta kendaraan. "Contohnya jika pada 2004 jumlah bus baru 4,3 juta, maka pada 2007 sudah 5,1 juta unit, sedang kendaraan pribadi dari 6,7 juta pada 2004 menjadi 9,5 juta pada Yang sangat mencolok adalah jumlah kendaraan jenis sepeda motor, jika pada 2004 baru 29 juta unit maka pada 2007 sudah mencapai 46 juta unit sepeda motor. Sementara, dari total kejadian kecelakaan itu, dalam periode itu, sebagian besar juga melibatkan sepeda motor. Menhub menyebut, jika pada 2004 setiap 4000 gerakan motor ada satu kejadiaan kecelakaan maka pada 2007 sudah setiap gerakan motor ada satu kejadian kecelakaan. Selama kurang lebih empat tahun itu, ada 2,5 kali peningkatan kejadian kecelakaan, sedangkan dengan bus hanya 1,5 kalinya. Artinya, naik bus jauh lebih aman ketimbang sepeda motor. Setidaknya empat langkah yang senantiasa dikembangkan ke depan agar angka kecelakaan transportasi nasional bisa dikurangi secara bertahap. Langkah pertama adalah perlunya tata kelola atau aturan di lapangan yang memberikan ruang yang cukup bagi operator dan regulator untuk mengembangkan sistem manajemen keselamatan. Kedua, ruang cukup bagi semua pihak untuk memodernisasi dan revitalisasi sarana dan prasarana transportasi. Ketiga, langkah signifikan bagi operator dan regulator untuk perbaikan manajemen operasi. Keempat adalah perbaikan sistem profisiensi dan kompetensi sumber daya manusia transportasi senantiasa harus dilakukan secara periodik. Pengesahan itu menyusul kesepakatan yang dicapai oleh pihak-pihak yang terkait dengan urusan jalan raya yaitu Departemen Perhubungan (Dephub), Departemen Pekerjaan Umum (DPU), Polri serta Komisi V DPR RI. UU LLAJ yang baru ini lebih lengkap dan tegas. Urusan keamanan serta keselamatan di jalan menjadi dominan dalam UU baru yang menggantikan UU LLAJ lama No 14/1992. Demi meningkatkan keselamatan di jalan, UU baru itu mengharuskan sopir angkutan umum untuk istirahat setelah 4 jam menyetir. Jika dilanggar, maka sopir akan kena sanksi atau ditilang. Pada UU baru itu juga disebutkan, waktu kerja pengemudi angkutan umum dibatasi 8 jam per hari. Untuk menerapkan aturan tersebut, akan dilakukan perhitungan jarak tempuh kendaraan bermotor dari titik awal dia berangkat hingga ke tujuan. Misalnya, perjalanan dari Surabaya ke Jakarta, dengan jarak sekitar 725 kilometer, akan KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-25

39 dihitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tersebut. Jika dibutuhkan waktu 14 jam, maka pengemudi atau sopir wajib beristirahat selama tiga kali dalam perjalanan. Pengawasan terhadap pelaksanaan UU LLAJ ini akan dilakukan oleh kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Dephub, sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hal ini berbeda dengan UU lama, UU baru ini juga mengamanatkan dibentuknya Forum LLAJ. Forum ini tak hanya mengawasi pengguna jalan tapi juga aparat penegak hukumnya. Polisi atau petugas DLLAJ bisa mendapat sanksi administratif dari Forum LLAJ jika mereka melanggar aturan dalam menjalankan tugas. Hal yang juga baru dalam UU LLAJ anyar yang terdiri dari 22 bab dan 326 pasal itu adalah, bahwa nomor polisi (nopol) tidak akan ada lagi. Yang diberlakukan adalah nomor registrasi kendaraan. Pengesahan RUU LLAJ menjadi UU itu dilakukan secara aklamasi. Dalam UU LLAJ baru diatur pula mengenai kewajiban pengemudi angkutan umum memberikan prioritas bagi para pengendara sepeda, pejalan kaki, penderita cacat dan anak-anak. Sanksi berat dalam UU ini untuk menghapus catatan selama ini bahwa angkutan jalan merupakan mesin pembunuh nomor satu di Indonesia. Aturan-aturan dalam UU ini kita buat sampai rinci untuk mencapai zero accident atau korban jiwa nol. Untuk penjabaran UU LLAJ baru tersebut, Dephub akan menyiapkan empat Peraturan Pemerintah (PP). Termasuk yang disiapkan adalah PP tentang Forum LLAJ. Undang Undang No 22/2009 yang merupakan penyempurnakan UU No.14 tahun 1992, tentang Lalu-lintas Angkutan Jalan menyebutkan instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) tidak lagi sentralistik di Departemen Perhubungan namun bersifat kolektif pada beberapa instansi. Antara lain untuk urusan di bidang jalan, UU menunjuk Menteri bidang Pekerjaan Umum sebagai penanggung jawab, Menhub urusan di bidang sarana dan prasarana LLAJ, Menteri Perindustrian untuk urusan terkait pengembangan industri, Menristek untuk hal-hal terkait pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan, serta Polri untuk bidang registrasi dan identifikasi kendaraan motor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas serta pendidikan berlalu lintas. UU No 22/2009 ini juga mengatur tentang pungutan (preservasi jalan) yang selama ini sering dikenakan oleh pemerintah daerah sebagai retribusi jalan. Sesuai KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-26

40 ketentuan UU NO 22/2009 preservasi jalan sepenuhnya harus dimanfaatkan untuk perawatan dan pemeliharaan jalan. UU LLAJ yang disahkan pada 22 Juni 2009 lalu itu mewajibkan pengutipan dana partisipasi dari pengguna jalan. Partisipasi dari pengguna jalan nantinya dipakai untuk memperbaiki jalan dari kerusakan. Untuk jalan tingkat nasional, lembaga preservasi jalan nantinya akan berada di bawah Departemen Pekerjaan Umum (PU). Dana perbaikan jalan diharapkan berasal dari pengguna jalan yang memiliki derajat pengrusakan jalan paling besar. Dana yang dikumpulkan lembaga preservasi tersebut akan menjadi bagian dan terdaftar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan dialokasikan untuk pebaikan dan perawatan jalan Organda Ketua DPD Organda berharap isi UU LLAJ tersebut selaras dengan UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa waktu kerja adalah 8 jam. Selain itu, kalaupun nanti tiap 4 jam sekali sopir diwajibkan istirahat, titik pemberhentian harus jelas. Apakah yang dimaksud beristirahat itu adalah di terminal, di rumah makan, atau pinggir jalan? Ataukah ketika kendaraan mengisi bahan bakar di SPBU, itu sudah dihitung istirahat. Pokoknya semua hal terkait teknis pelaksanaan UU itu harus jelas. Ini agar tidak menimbulkan aneka tafsir yang akibatnya merugikan sopir. Meragukan UU LLAJ mampu menyelesaikan Permasalahan kemacetan Kota- Kota Besar karena tidak tegasnya pengaturan dalam UU. Ketentuan bus tanpa izin trayek untuk singgah di satu terminal, ternyata bisa diatur oleh kepala dinas perhubungan setempat untuk singgah, dalam UU LLAJ yang baru, bus yang tidak singgah di terminal yang tertera dalam izin trayek, pengemudinya didenda Rp "Bagaimana dengan kasus sebaliknya, bus yang tidak seharusnya singgah tapi diatur singgah ke satu terminal sehingga merugikan bus yang memiliki izin ke terminal tersebut. Dalam draft RUU LLAJ, ada pelarangan bagi dinas perhubungan untuk mengharuskan bus untuk masuk ke dalam terminal yang tidak tertera dalam trayek, tetapi setelah menjadi UU, pasal tersebut ternyata hilang. Dampaknya kan sangat jelas, pengusaha yang memiliki ijin sangat dirugikan dan menambah kemacetan. UU itu tidak berpihak kepada salah satu pemangku kepentingan yang sangat strategis yakni angkutan niaga dalam negeri, dalam hal ini angkutan barang dan penumpang. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-27

41 2.4 Kota Surabaya (Ibukota Propinsi Jawa Timur) Di Provinsi Jawa Timur, kegiatan lalulintas dan angkutan jalan (LLAJ) ditetapka menjadi salah satu dinas, yaitu Dinas LLAJ. Sementara Dinas Perhubungan adalah berdiri sendiri, yang membawahi beberapa bagian salah satu diantaranya adalah Bagian Lalulintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP). Meskipun terpisah, kerjasama Dinas Perhubungan dengan Dinas LLAJ masih terus berjalann terutama dalam rangka mengkoordinasikan transportasi di Jawa Timur. Dari Wawancara dengan aparat dinas perhubungan dan dinas LLAJ terkait dengan kewenangan di Bidang LLAJ sesuai dengan peraturan pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota diperoleh informasi bahwa hingga saat ini persiapan yang dilakukan pada tahap perumusan Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur. Dimana Dimungkinkan untuk penyatuan Dinas Perhubungan dan Dinas LLAJ Provinsi Jawa Timur. Hal ini dilakukan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah provinsi sesuai dengan PP/38/2007. Jika tetap terpisah, dikhawatirkan koordinasi kurang efektif terutama didalam menangani permasalahan lalulintas dan angkitan jalan. Posisi Dinas LLAJ nantinya di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur berubah menjadi salah satu bagina dinas perhubungan yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur. Didalam diskusi juga dibahas mengenai aspek SISPRO (yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari standar, norma, pedoman dan kriteria yang ada) yang telah dijelaskan secara struktural didalam PP/38/2007 adalah merupakan syarat mutlak didalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi maupun kewenangan kabupaten/kota dan secara teknis didalam dituangkan dalam peraturan dan kebijakan lainnya. Posisi SISPRO adalah sebagai acuan, karena SISPRO pada setiap urusan pemerintahan yang diserahkan, hendaklah dijelaskan secara konkret. Meskipun didalam PP/38/2007 sudah dirumuskan pengertian standar, kriteria dan norma, sebaiknya dijabarkan lebih lanjut dengan SISPRO dan dokumen teknis lainnya yang memudahkan pelaksanaan dilapangan. KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-28

42 2.4.1 Kelembagaan dan Organisasi Sektor Perhubungan Kelembagaan dan organisasi perhubungan Kota Surabaya (Provinsi Jawa Timur) dapat di lihat pada bagan alir di bawah ini. Gambar 2.4 Kelembagaan dan Organisasi Perhubungan Kota Surabaya KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-29

43 2.4.2 Inventarisasi Kegiatan Transportasi Jalan Transportasi jalan merupakan satu kesatuan tatanan yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, peraturan-peraturan, prosedur dan metoda sedemikian rupa yang membentuk suatu totalitas yang utuh. Pada kegiatan ini inventarisasi transportasi jalan di fokuskan pada 5 bidang yaitu : Terminal Trayek AKDP/AKAP Trayek Angkutan Dalam Kota Kelebihan Muatan Kecelakaan Lalu Lintas Identifikasi SISPRO Transportasi Jalan Saat ini Sebagian besar Sistem dan prosedur (SISPRO) transportasi jalan di Ibukota Propinsi belum ada. Beberapa Sistem dan Prosedur yang telah di gunakan khususnya di bidang transportasi jalan adalah penerbitan izin trayek AKDP/AKAP dan penyelenggaraan Penimbangan kendaraan Bermotor. Berikut uraian dari kedua SISPRO tersebut Identifikasi Permasalahan Terkait SISPRO Identifikasi permasalahan terkait SISPRO menyangkut antara lain : kepentingan instansi terkait, organda dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada penjelasan berikut ini. 1. Kepentingan Instansi Terkait 2. Organda Meragukan UU LLAJ mampu menyelesaikan Permasalahan kemacetan Kota- Kota Besar karena tidak tegasnya pengaturan dalam UU. Ketentuan bus tanpa izin trayek untuk singgah di satu terminal, ternyata bisa diatur oleh kepala dinas perhubungan setempat untuk singgah, dalam UU LLAJ yang baru, bus yang tidak singgah di terminal yang tertera dalam izin trayek, pengemudinya didenda Rp "Bagaimana dengan kasus sebaliknya, bus yang tidak seharusnya KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-30

44 singgah tapi diatur singgah ke satu terminal sehingga merugikan bus yang memiliki izin ke terminal tersebut. Dalam draft RUU LLAJ, ada pelarangan bagi dinas perhubungan untuk mengharuskan bus untuk masuk ke dalam terminal yang tidak tertera dalam trayek, tetapi setelah menjadi UU, pasal tersebut ternyata hilang. Dampaknya kan sangat jelas, pengusaha yang memiliki ijin sangat dirugikan dan menambah kemacetan. UU itu tidak berpihak kepada salah satu pemangku kepentingan yang sangat strategis yakni angkutan niaga dalam negeri, dalam hal ini angkutan barang dan penumpang. 2.5 Kelembagaan Pemerintah Pusat Seperti yang telah dibahas seelumnya bahwa struktur organisasi sangat berpengaruh pada bagaimana suatu urusan dijalankan dimana didalamnya dikembangkan mekanisme dan prosedur dalam penyelesaian dan evaluasi suatu urusan. Gambar dibawah ini menggambarkan struktur organisasi Pemerintah Pusat Departemen perhubungan yang diharapkan dapat meberikan gambaran awal terkait SISPRO yang akan dikembangkan. Dimana dalam gambar struktur organisasi ini merupakan manajemen yang terkait langsung dengan ruang lingkup kegiatan penyusunan SISPRO transportasi jalan, yaitu dalam hal ini Direktur Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Lalulintas dan Angkutan Jalan. Gambar 2.5 Struktur Organisasi Dirjen HUBDAT KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-31

45 Tugas Ditjen Perhubungan Darat : Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perhubungan darat. Fungsi Ditjen Perhubungan Darat Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Perhubungan di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan transportasi darat; Pelaksanaan kebijakan di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan transportasi darat; Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang transportasi jalan, transportasi sungai, danau dan penyeberangan, transportasi perkotaan serta keselamatan transportasi darat; Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; Pelaksanaan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Tujuan Ditjen Perhubungan Darat : Peningkatan keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi darat; Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi darat yang menjangkau masyarakat dan wilayah Indonesia; Peningkatan kualitas operator/penyedia jasa di transportasi darat yang memiliki kualitas prima di dalam manajemen produksi; Peningkatan daya saing pelayanan transportasi darat sehingga mampu berkompetisi dengan moda lainnya; Pertumbuhan pembangunan transportasi darat yang merata dan berkelanjutan; Penciptaan pembangunan transportasi darat yang terintegrasi dengan moda lainnya KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-32

46 Gambar 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tugas Pokok Direktorat LLAJ Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Fungsi Direktorat LLAJ Penyiapan perumusan kebijakan di bidang jaringan transportasi jalan, sarana angkutan jalan, lalu lintas jalan, angkutan jalan, dan pengendalian operasional lalu lintas dan angkutan jalan; Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang jaringan transportasi jalan, sarana angkutan jalan, lalu lintas jalan, angkutan jalan, dan pengendalian operasional lalu lintas dan angkutan jalan; Penyiapan perumusan dan pemberian bimbingan teknis di bidang jaringan transportasi jalan, sarana angkutan jalan, lalu lintas jalan, angkutan jalan, dan pengendalian operasional lalu lintas dan angkutan jalan; Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang menjadi lingkup kewenangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat; KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-33

47 Pembinaan teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang lalu lintas dan angkutan jalan serta penyusunan dan pemberian kualifikasi teknis sumber daya manusia di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; Penyiapan pelaksanaan harmonisasi dan standarisasi nasional, regional, dan internasional di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian dan rumah tangga Direktorat. 2.6 SISPRO yang telah dikembangkan DIJTEN Perhubungan Darat Beberapa Prosedur yang telah dikembangkan oleh Dirjen Perhubungan Darat dapat digambarkan di bawah ini, dimana prosedur tersebu telah dipublikasikan di situs resmi Dirjen Perhubungan Darat, prosedur tersebut antaralain : Prosedur Pembangunan Terminal A Prosedur Pengujian Kendaraan Bermotor Prosedur Permohonan Izin Antar Dua Daerah Yang berbatasan Prosedur Permohonan Izin Angkutan AKAP Prosedur Permohonan Rekomendasi Perusahaan Perlengkapan Jalan KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-34

48 Gambar 2.7 Mekanisme Pemberia Izin Angkutan Antar Dua Daerah Yang Berbatasan (sumber : KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-35

49 Gambar 2.8 Mekanisme Pemberia Izin Trayek AKAP KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-36

50 Gambar 2.9 Prosedur Permohonan Rekomendasi Perusahaan Perlengkapan Jalan KAJIAN SISPRO DI LOKASI KEGIATAN 2-37

51 BAB 3 BAB 3 KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3.1 Kajian UU Lalulintas Jalan Dengan disahkannya UU LLAJ Terbaru yaitu UU No. 22 Tahun 2009 menggantikan UU No. 14 tahun 1992 tentunya akan membawa perubahan berarti dalam melakukan aktivititas manajemen bidang lalulintas terkait dengan aspek yang bersifat normatif dan yang bersifat teknis lainnya. Karena dapat dirasakan perubahan substansial dari kandungan kedua UU tersebut cukup signifikan terkait khususnya pembagian kewenangan aktivitas manajemen di bidang lalulintas jalan yang memang didalam undang-undang No.14 tahun 1992 tidak secara eksplisit disebutkan namun dijelaskan dan diatur lebih dalam oleh peraturan pemerintah dan peraturan yang lebih rendah lainnya. Terkait baru saja dikeluarkannya UU No.22 Tahun 2009 ini (awal pertengahan tahun 2009) dalam penyusunan SISPRO bidang transportasi jalan ini, akan dirasakan mengalami lompatan peraturan/kebijakan, yaitu dari undang-undang terus pada aspek operasional. Sehingga dapat dipahami bahwa kegiatan SISPRO ini merupakan suatu kegiatan pengembangan bagi SISPRO yang telah ada dan pembangunan SISPRO baru dengan nafas dan semangat seperti yang telah ada dan menjadi asas UU No. 22 tahun 2009, yang dapat dikatakan berbeda cukup signifikan dengan asas-asas yang dipakai dalam UU Lama No.14 tahun Tabel 3.1 Perbedaan Asas UU Lama dan Baru UU No. 22 Tahun 2009 UU No a) Asas transparan; a) Asas manfaat, b) Asas akuntabel; b) Usaha bersama c) Asas berkelanjutan; c) Kekeluarga-an, d) Asas partisipatif; d) Adil dan merata, e) Asas bermanfaat; e) Keseimbangan, f) Asas efisien dan efektif; f) Kepentingan umum, KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-1

52 UU No. 22 Tahun 2009 UU No g) Asas seimbang; g) Keterpaduan, h) Asas terpadu; dan h) Kesadaran hukum, i) Asas mandiri. i) Percaya pada diri sendiri. Secara lebih rinci perbedaan substansi kedua UU tersebut akan dibahas dalam subbab berikut, dimana substansi tersebut akan sangat memberikan landasan norma dan standard bagi penyusunan SISPRO pada kegiatan ini Umum Secara umum perbedaan penting dan fundamental dari uu 14/1992 dengan revisi uu tersebut adalah : a. UU revisi mengatur wewenang dan tugas pokok penyelenggaraan LLAJ secara tegas terbagi habis menjadi : v Penyelenggaraan di bidang jalan oleh menteri yang membidangi pembinaan jalan v Penyelenggaraan sarana dan prasarana LLAJ oleh menteri yang membidangi urusan dibidang sarana dan prasarana LLAJ (menhub). v Penyelenggararaan di bidang pemberdayaa industri oleh menteri yang membidangi urusan perindustrian. v Penyelenggaraan Teknologi LLAJ oleh menteri bidang teknologi v Penyelenggaraan bidag sertifikasi, registrasi, identifikasi kendaraan bermotor, operasional manajemen lalulintas dan penegakkan hukum oleh polri. Oleh karenanya revisi UU ini Unik sebab secara per-uu belum ada (tidak satupun UU di negara ini yang membagi kewenangan sektor dalam tingkat UU). Lazimnya pembagian kewenangan tersebut pada tingkat PP. Dalam UU no semua pembagian kewenangan ada pada tingkat PP. b. Revisi UU Ini Secara Tegas Telah Mengatur Dan Hak Dan Kewajiban Serta Sanksi Bagi Penyelenggaraan LLAJ Hal ini secara positif sebab secara jelas telah mengatur akuntabilitas para penyelenggara LLAJ. Sebagai contoh : pemberi ijin trayek jika dalam proses KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-2

53 pemberian ijin tersebut terdapat hal yang tidak benar, maka pejabat pemberi ijin terkena tanggung gugat. Demikian pula pada kegiatan lain seperti pengujian kendaraan bermotor, jika terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh kendaraan tidak laik jalan, padahal kendaraan tersebut masa uji masih berlaku, maka penguji dapat dikenai tanggung gugat. c. Revisi UU ini ketentuan Pidana lebih jelas diatur dibandingkan UU 14/1992. d. Revisi UU ini mengatur penyelenggaraan LLAJ sangat rinci, sehingga jumlah pasal lebih dari 300 pasal, sedangkan UU 14/1992 hanya mengatur hal : bersifat pokok sedangkan hal yang rinci diatur dalam PP Perbedaan Secara Substansi] Perbedaan secara substansi kajian UU Lalu lintas, dapat dilihat pada penjelasan berikut ini : - Secara umum substansi yang diatur dalam revisi UU ini lebih mengakomodasi apa/kegiatan bidang LLAJ yang telah dikerjakan seharihar dilapangan. - Aspek Perencanaan lebih banyak diatur dalam substansi revisi UU ini seperti : adanya kewajiban mengukur rencana umum LLAJ, Rencana Umum Nasional Keselamatan LLAJ. - Revisi ini juga mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam hal : Keselamatan LLAJ, Penyediaan Angkuan Umum termasuk angkutan umum masal. Bahkan dari aspek keselamatan ada bab khusus yang mengatur bab keamanan dan keselamatan serta bab tentang kecelakaan. Dalam UU 14/1992 substansi ini sangat sedikit diatur. - Pembinaan Bidang SDM dan sistem informasi juga diatur sementara dalam uu 14/1992 kedua substansi tersebut tidak diatur secara jelas. Secara substansi sebagaimana tersebut diatas, revisi ini relatif lebih baik dibanding UU 14/1992. Namun jika dibandingkan dengan Naskah Revisi UU sebagaimana disampaikan oleh presiden (naskah awal) memang revisi UU ini secara susbstansi dapat dikatakan terjadi kemunduran, hal ini antaralain : - Pengaturan SIM sementara akhirnya tidak disetujui oleh UU ini - Pemberian Sertifikat Pengemudi Angkutan Umum (SPAU) tidak diatur. KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-3

54 - Pengujian kendaraan pribadi dan sepeda motor tidak diatur - Dewan Keselamatan Transportasi jelas tidak disetujui. - Demikian secara garis besar perbedaab fundamental antara UU 14/1992 dengan revisi UU penggantinya (UU ). 3.2 Standard Pelayanan Minimal Terkait SISPRO Dalam Lingkup Studi Tentang Standard Pelayanan Minimal sektor perhubungan terkait lingkup studi pada Dirjen Perhubungan Darat dapat dilihat pada Surat Edaran Menteri Perhubungan Dan Telekomunikasi No. SE 11 tahun 2000), dimana dapat dipaparkan pada penjelasan berikut ini : Ijin Trayek AKDP Ijin trayek AKDP berdasarkan Surat Edaran Menteri Perhubungan Dan Telekomunikasi No. SE 11 tahun 2000), dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.2 Ijin Trayek AKDP No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan 1. Pemberian Ijin Trayek angkutan antar kota Dalam Propinsi a. Jumlah Pemberian hari kerja untuk pemberian izin trayek diterima atau ditolak setelah memperhatikan pertimbangan, selamabat lambatnya dalam waktu 14 hari (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap Persyaratan pemberian izin trayek angkutan antar kota dalam propinsi : Persyaratan administrasi : 1. Memiliki Surat ijin Usaha Angkutan 2. Memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan STNK dan Buku Uji. 3. Memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan/pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan. 4. Memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bemotor sehingga dapat merawat kendaraannya untuk tetap dalam kondisi laik jalan. Persyaratan Teknis : 1. Pada Trayek yang dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlah kendaraan, didasarkan pada : o Survai faktor muatan pada trayek dimaksud o Laporan realisasi angkutan dari KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-4

55 No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan pengusaha angkutan 2. Prioritas diberikan kepada perusahaan angkutan yang mampu memberikan pelayanan angkutan yang baik. b. Evaluasi trayek angkutan antar kota dalamprovinsi Hasil evaluasi pejabat pemberi ijin trayek dilakukan secara periodik (setiap 1 tahun) untuk mengetahui trayek yang terbuka dan tertutup yang ditetapkan dengan SK Gubernur c. Sistem Informasi Angkutan Antar Kota dalam Provinsi dan sarana kerja Unsur yang harus dipenuhi : 1. Bagan Alir mekanisme proses ijin trayek angkutan AKDP 2. Leaflet/brosur tata cara pengurusan ijin trayek AKDP 3. Program Pengolahan database izin trayek AKDP (input, proses, cetak). 4. Security Form (formulir pencetakan ijin angkutan yang dilenkapi pengaman). 5. Sekurang-kurangnya 1 satu (orang) D-3 Manajemen Informatika 6. Sekurang-kurangnya 1 (satu) unit komputer dan 1 unit printer untuk pengolahan database ijin trayek d. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memproses/ mengurus permohoonan ijin trayek angkutan AKDP Persyaratan SDM untuk memproses Ijin Trayek AKDP : 1. Sekurang-kurangnya pernah mengikuti DIKLAT manajemen angkutan 2. Sekurang-kurangnya 1 (satu) ahli Lalulintas 3. Memiliki pengalaman di bidang LLAJ sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. 4. Terdapat 1 orang yang mengerti komputerisasi. e. Biaya Pengurusan ijin Trayek AKDP Persyaratan biaya yang dikenakan untuk pemrosesan ijin Trayek AKDP : 1. Biaya Pengurusan harus diperdakan 2. Biaya diumumkan/ dicantumkan pada papan informasi/leaflet/brosur pengurusan ijin trayek Angkutan AKDP f. Tempat Pengurusan Ijin Trayek AKDP Harus ada loket/ tempat khusus pelayanan pengurusan ijin Trayek AKDP g. Persyaratan Kendaraan bermotor untuk Angkutan AKDP Persyaratan Kendaraan Bermotor AKDP 1. Memenuhi Persyaratan Teknis dan Laik Jalan 2. Nama Perusahaan dan Nomor Urut kendaraan dicantumkan pada sisi kiri, kanan dan belakang kendaraan 3. Papan Trayek yang memuat asal dan tujuan kota dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempel dibagian depan danbelakang kendaraan. 4. Mencantumkan tulisan ANTAR KOTA KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-5

56 No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan DALAM PROPINSI pada badan kendaran bagian samping kanan dan kiri 5. Dilayani dengan bus umum atau penumpang umum 6. Plat Tanda Nomor Kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam Operasi Terminal Operasional Terminal berdasarkan Surat Edaran Menteri Perhubungan Dan Telekomunikasi No. SE 11 tahun 2000), dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.3 Operasional Terminal No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan 1. Pengoperasian Terminal Penumpang a. Pengoperasian Terminal dilakukan selama 24 jam dengan pengturan jadual kerja minimal sebanyak 3 (tiga) shift. Dasar Hukum Pengoperasian Teminal : 1. Peraturan Pemerintah No.43 Tahun Keputusan Menteri Perhubungan No KM 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan. 3. Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No.SK 79/DRJD/2000 Persyaratan Penyelenggaraan terminal Penumpang : 1. Persyaratan Administrasi : o Tersedianya Unit Pelaksana Teknis Terminal a. Petugas Teknis Bidang LLAJ b. Petugas Administrasi dan Umum c. Petugas Keamanan Umum d. Petugas Kebersihan 2. Persyaratan Teknis : o Terminal dibangun sesuai dengan rancang bangun yang telah. 3. Persyaratan Operasional Persyaratan Operasional meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban terminal. o Pengelolaan terminal meliputi : a. Penetapan Pelataran Terminal menurut rute dan jurusan; b. Penetapan fasilitas penumpang; c. Penataan fasilitas penunjang terminal; d. Penataan arus lalulintas didaerah pengawasan terminal; KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-6

57 No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan e. Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan; f. Penyusunan jadual perjalananberdasarkan kartu pengawasan; g. Evaluasi sistem pengoprasian terminal; o Pemeliharaan terminal meliputi : a. Menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal b. Menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi. c. Merawat saluran-saluran air/reservoir; d. Merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; e. Merawat alat komunikasi; f. Merawat sistem hidran dan alat pemadam kebakaran. b. Evaluasi trayek angkutan antar kota dalam Provinsi Hasil evaluasi pejabat pemberi ijin trayek dilakukan secara periodik (setiap 1 tahun) untuk mengetahui trayek yang terbuka dan tertutup yang ditetapkan dengan SK Gubernur c. Sistem Informasi Angkutan Antar Kota dalam Provinsi dan sarana kerja Unsur yang harus dipenuhi : 1. Bagan Alir mekanisme proses ijin trayek angkutan AKDP 2. Leaflet/brosur tata cara pengurusan ijin trayek AKDP 3. Program Pengolahan database izin trayek AKDP (input, proses, cetak). 4. Security Form (formulir pencetakan ijin angkutan yang dilenkapi pengaman). 5. Sekurang-kurangnya 1 satu (orang) D-3 Manajemen Informatika 6. Sekurang-kurangnya 1 (satu) unit komputer dan 1 unit printer untuk pengolahan database ijin trayek d. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memproses/ mengurus permohoonan ijin trayek angkutan AKDP Persyaratan SDM untuk memproses Ijin Trayek AKDP : 1. Sekurang-kurangnya pernah mengikuti DIKLAT manajemen angkutan 2. Sekurang-kurangnya 1 (satu) ahli Lalulintas 3. Memiliki pengalaman di bidang LLAJ sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. 4. Terdapat 1 orang yang mengerti komputerisasi. e. Biaya Pengurusan ijin Trayek AKDP Persyaratan biaya yang dikenakan untuk pemrosesan ijin Trayek AKDP : 1. Biaya Pengurusan harus diperdakan 2. Biaya diumumkan/ dicantumkan pada papan informasi/leaflet/brosur pengurusan ijin trayek KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-7

58 No Kewenangan wajib Kabupaten/Kota Jenis Standard Pelayanan Minimal Keterangan Angkutan AKDP f. Tempat Pengurusan Ijin Trayek AKDP Harus ada loket/ tempat khusus pelayanan pengurusan ijin Trayek AKDP g. Persyaratan Kendaraan bermotor untuk Angkutan AKDP Persyaratan Kendaraan Bermotor AKDP 1. Memenuhi Persyaratan Teknis dan Laik Jalan 2. Nama Perusahaan dan Nomor Urut kendaraan dicantumkan pada sisi kiri, kanan dan belakang kendaraan 3. Papan Trayek yang memuat asal dan tujuan kota dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempel dibagian depan danbelakang kendaraan. 4. Mencantumkan tulisan ANTAR KOTA DALAM PROPINSI pada badan kendaran bagian samping kanan dan kiri 5. Dilayani dengan bus umum atau penumpang umum 6. Plat Tanda Nomor Kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. 3.3 Evaluasi Perundang-Undangan Terkait SISPRO Evaluasi perundang-uandangan terkait SISPRIO dapat di lihat pada keterangan berikut ini. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang No.14 Tahun 1992 tentang lalulintas dan angkutan jalan (LLAJ) yang saat ini telah digantikan UU LLAJ terbaru yaitu UU No 22 Tahun 2009, tampaknya perlu dibahas pada tahap awal evaluasi ini untuk dijadikan pembanding dalam rangka studi penyusunan SISPRO dibidang transportasi jalan. Dari hasil identifikasi dan kajian yang telah dilakukan, UU/14/1992 masih relevan digunakan untuk pelaksanaan LLAJ sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah seperti sekarang ini. Sebab salah satu klausul didalamnya mengamanatkan yaitu : 1) Pasal 51 ayat (1) menjelaskan pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang lalulintas dan angkutan jalan kepada pemerintah daerah. 2) Selanjutnya pada ayat (2) mengatakan, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Karena itu eksistensi UU/14/1992 cukup fleksibel. KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-8

59 Sejauh pengamatan yang dilakukan, salah satu kelemahan UU/14/1992 adalah beberapa substansi pelaksanaan otonomi daerah terutama yang bertalian dengan pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan PP/38/2007 belum semuanya terakomodir. Berkenaan dengan itu dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan prinsip PP/38/2007 substansi UU/14/1992 sebaiknya perlu dikembangka. Sebagai gambaran, dari hasil pengamatan yang dilakukan, belum semuanya urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah memiliki norma atau dasar hukum didalam UU/14/1992. Hal ini mungkin disebabkan, karena undang- undang tersebut belum mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah secara keseluruhan. Secara lebih terperinci digambarkan dalam tabel dibawah ini : Tabel 3.4 Undang-undang Tentang Lalu Lintas No Urusan Yang Diserahkan Norma 1. Penyusunan dan Penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kab/kota 2. Pemberian Izin Penyelenggaraan dan Pembangunan Fasilitas Parkir 3. Pengawasan dan pengendalian operasional terhadap penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalulintas di jalan Kabupaten/Kota 4. Penetapan Lokasi Terminal Penumpang Type C 5. Pengesahan Rancang Bangun Terminal Penumpang Type C 6. Pembangunan Pengoperasian terminal penumpang Type A, Type B dan Type C UU No.14 tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 6 UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 11 UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal Pembangunan Terminal Angkutan Barang UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 9 8. Pengoprasian Terminal Angkutan Barang UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 9 dan pasal Penyusunan Jaringan Trayek dan Penetapan Kebutuhan Angkutan dengan wilayah Layanan Dalam Satu Kab/Kota 10. Penyusunan dan Penetapan kelas jalan pada jaringan jalan kabupaten/kota 11. Pemberian Izin Trayek angkutan pedesaan/angkutan kota 12. Penyusunan dan penetapan jaringan lintas angkutan barang pada jaringan jalan kab/kota 13. Pemberian izin operasi angkutan taksi yang melayani wilayah kabupaten/kota. UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 36 dan 37. UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 7 UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 3,5 dan 6. UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 36 dan Pemberian Rekomendasi Operasi Angkutan Sewa UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal 12,36 dan Pemberian Ijin Usaha Angkutan Pariwisata UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-9

60 No Urusan Yang Diserahkan Norma pada pasal 12, 36 dan 37 ayat (1), 38 (1), dan pasal Pemberian Ijin Usaha Angkutan Barang UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ pada pasal Penetapan Tarif penumpang kelas ekonomi angkutan dalam kabupaten/kota. 18. Penentuan lokasi, pengadaan, pemasangan, pemeliharaan dan penghapusan rambu lalulintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalulintas, alat pengendali dan pengamanan pemakai jalan serta fasilitas pendukung Penyelenggaraan manajemen dan Rekayasa Lalulintas di jalan kabupaten/kota 20. Penyelenggaraan Andal Lalin di Jalan Kab/Kota 21. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan lalulintas dijalan kabupaten/kota. 22. Penelitian dan Pelaporan kecelakaan lalulintas dijalan yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan atau yang menjadi isu kabupaten /kota 23. Pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor 24 Pemeriksaan Kendaraan dijalan sesuai kewenangannya 25 Perijinan Penggunaan Jalan selain untuk kepentingan lalulintas di jalan kabupaten/kota. 26 Pelaksanaan Penyidikan pelanggaran 1) Perda kabupaten / kota bidang LLAJ 2) Pemenuhan Persyaratan Teknis dan Laik Jalan 3) Pelanggaran Ketentuan Pengujian Berkala 4) Perizinan Angkutan Umum 27. Pengumpulan, Pengolahan data dan analisis kecelakaan lalulintas di wilayah kabupaten / kota 28. Pelakasnaan pengujian berkala kendaraan bermotor 29. Pemberian Ijin Usaha bengkel Umum kendaraan bermotor 30. Pemberian Ijin Trayek angkutan kota yang wilayah pelayanannya dalam satu wilayah kabupaten/kota. 31 Penentuan Lokasi Fasilitas Parkir untuk umum dijalan kabupaten/kota 32 Penentuan Lokasi/Fasilitas parkir untuk umum dijalan kabupaten/kota 33 Pengoperasian Fasilitas Parkir untuk umum dijalan Kabupaten/kota 34 Pemberian ijin usaha mendirikan pendidikan dan latihan mengemudi. Keterangan : Bahasan pasal perpasal dapat dilihat pada lampiran. KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-10

61 3.4 Evaluasi Peraturan Pemerintah Terkait SISPRO Terkait dikeluarkannya UU baru No. 22 Tahun 2009 yang belum disertai dengan Peraturan pemerintah, dibawah ini diberikan beberapa peraturan pemerintah yang akan dijadikan rujukan penyusunan SISPRO dengan catatan tidak bertentangan dengan Undangundang. No Tabel 3.5 Rujukan Peraturan PemerintahDalam Penyusunan SISPRO SISPRO Peraturan PP Sebelum UU LLAJ 22/ Terminal Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan PP Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Sebagian Besar Daerah belum menyusun SISPRO terkait terminal 2 Trayek Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Sebagian KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-11

62 No Peraturan PP Sebelum SISPRO UU LLAJ 22/2009 AKDP/AKAP/KOTA Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 3 Trayek Angkutan Kota Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan PP Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Besar Daerah telah menyusun SISPRO terkait trayek Antar Kota Antar Propinsi Sebagian Besar Daerah telah menyusun SISPRO terkait trayek Antar Kota Antar Propinsi KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-12

63 No SISPRO Peraturan PP Sebelum UU LLAJ 22/2009 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 4 Kecelakaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 5 Kelebihan Muatan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan PP Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Berdasarkan UU terbaru Fungsi dan Tugas Terkait Kecelakaan lebih banyak ditangani POLRI. KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-13

64 No SISPRO Peraturan PP Sebelum UU LLAJ 22/2009 Peraturan PP Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-14

65 No SISPRO Peraturan PP Sebelum UU LLAJ 22/2009 sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); Peraturan PP Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Peraturan Pemerintah No. 38 / 2007 tentang Pembagian Kewenangan Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 3.5 Evaluasi Keputusan Menteri Terkait SISPRO Terkait dikeluarkannya UU baru No. 22 Tahun 2009 yang belum disertai dengan Keputusan Menteri Perhubungan, dibawah ini diberikan beberapa Keputusan Menteri Perhubungan yang akan dijadikan rujukan penyusunan SISPRO dengan catatan tidak bertentangan dengan Undang- undang. Tabel 3.6 Keputusan Menteri Perhubungan Yang Akan Dijadikan Rujukan Penyusunan SISPRO No SISPRO KM Perhubungan Sebelum UU LLAJ 22/ Terminal KM No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan 2 Trayek AKDP/AKAP/KOTA KM No. 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan Kendaraan Umum KM No. 89 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan BOK Bus Antar Kota Kelas Ekonomi AKKE No KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan KM Perhubungan Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Sebagian Besar Daerah belum menyusun SISPRO terkait terminal Sebagian Besar Daerah telah menyusun SISPRO terkait trayek Antar Kota Antar Propinsi KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-15

66 No SISPRO KM Perhubungan Sebelum UU LLAJ 22/ Kecelakaan KM No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan KM No. 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan Kendaraan Umum KM No. 89 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan BOK Bus Antar Kota Kelas Ekonomi AKKE No KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan KM No. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan KM No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) KM No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Lomba Tertib Lalu Lintas dan Angkutan Kota 5 Kelebihan Muatan KM No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan KM No. 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan Kendaraan Umum KM No. 89 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formula Perhitungan BOK Bus Antar Kota Kelas Ekonomi AKKE No KM 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan KM No. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan KM No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) KM No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Lomba Tertib Lalu Lintas dan Angkutan Kota KM Perhubungan Setelah UU LLAJ 22/2009 Keterangan Berdasarkan UU terbaru Fungsi dan Tugas Terkait Kecelakaan lebih banyak ditangani POLRI. KAIDAH PENYUSUNAN SISPRO 3-16

67 3.6 Evaluasi Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Terkait SISPRO Terkait dikeluarkannya UU baru No. 22 Tahun 2009 yang belum disertai dengan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat, dibawah ini diberikan beberapa Keputusan Dirjen Perhubungan Darat yang akan dijadikan rujukan penyusunan SISPRO dengan catatan tidak bertentangan dengan Undang- undang. Tabel 3.7 Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Yang Akan Dijadikan Rujukan Penyusunan SISPRO No SISPRO SK Dirjen HUBDAT Sebelum UU LLAJ 22/2009 SK Dirjen HUBDAT Sesudah UU LLAJ 22/2009 Keterangan 1 Terminal Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 Tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A Di Seluruh Indonesia 2 Trayek AKAP SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur DeskRipsiPeraturan SK Dirjen No. 674/AJ.003/DRJD/2001 tentang Hasil Evaluasi Penetapan Jumlah Bus Pada Trayek AKAP di Seluruh Indonesia 4 Kecelakaan SK Dirjen No.1763/AJ.501/DRJD/2003 tentang Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang 5 Kelebihan Muatan SK Dirjen No. SK.72/AJ.109/DRJD/2000 tentang Penambahan Lokasi Pengoperasian Kembali Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor SK Dirjen No SK.165/HK.206/DRJD/99 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dengan Alat Portable METODOLOGI 3-17

68 BAB 4 BAB 4 ANALISIS SISTEM DAN PROSEDUR Yang Dimaksud dengan analisa prosedur kerja ini adalah segenap rangkaian aktivitas menelaah dan menyempurnakan pedoman kerja, rak kerja, rangkaian kerja, tata cara, formulir dan peralatan dari seluruh kerja ketatausahaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan analisa prosedur tersebut adalah untuk mencapai efisiensi pekerjaan yang seoptimal mungkin dalam organisasi untuk kepentingan analisa, maka perlu adanya gambaran secara tertulis dari suatu prosedur kerja yang didalamnya memuat nama prosedur, tujuan pembuatan prosedur, prinsip-prinsip yang menjadi landasan penyusunan prosedur, satuan organisasi yang bersangkutan, aktivitas yang dilakukan formulir yang digunakan dalam prosedur, fasilitas, mesin serta peralatan yang dipakai. 1) Analisis sistem dan prosedur kerja Analisis sistem dan prosedur kerja adalah kegiatan mengidentifikasikan fungsifungsi utama dalam suatu pekerjaan, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi sistem dan prosedur kerja. Sistem adalah kesatuan unsur atau unit yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi sedemikian rupa, sehingga muncul dalam bentuk keseluruhan, bekerja, berfungsi atau bergerak secara harmonis yang ditopang oleh sejumlah prosedur yang diperlukan, sedang prosedur merupakan urutan kerja atau kegiatan yang terencana untuk menangani pekerjaan yang berulang dengan cara seragam dan terpadu. 2) Analisis Tugas Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan penelaahan yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas diperlukan dalam setiap perencanaan dan perbaikan organisasi. Analisa tugas diharapkan dapat memberikan keterangan mengenai pekerjaan, sifat pekerjaan, ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-1

69 syarat pejabat, dan tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5 aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas yaitu : a. Analisa tugas, merupakan penghimpunan informasi dengan sistematis dan penetapan seluruh unsur yang tercakup dalam pelaksanaan tugas khusus. b. Deskripsi tugas, merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa tugas, disajikan dalam bentuk terorganisasi yang mengidentifikasikan dan menjelaskan isi tugas atau jabatan tertentu. Deskripsi tugas harus disusun berdasarkan fungsi atau posisi, bukan individual; merupakan dokumen umum apabila terdapat sejumlah personel memiliki fungsi yang sama; dan mengidentifikasikan individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta harus dipastikan bahwa mereka memahami dan menyetujui terhadap wewenang dan tanggung jawab yang didefinisikan itu. c. Spesifikasi tugas berisi catatan-catatan terperinci mengenai kemampuan pekerja untuk tugas spesifik. d. Penilaian tugas, berupa prosedur penggolongan dan penentuan kualitas tugas untuk menetapkan serangkaian nilai moneter untuk setiap tugas spesifik dalam hubungannya dengan tugas lain. e. Pengukuran kerja dan penentuan sistem tugas merupakan prosedur penetapan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas dan menetapkan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat pelaksanaan pekerjaan. Melalui analisa tugas ini tugas-tugas dapat dibakukan, sehingga dapat dibuat pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua manfaat analisis tugas dalam penyusunan sistem operasional prosedur yaitu membuat penggolongan pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja dengan sistematis. 3) Analisis prosedur kerja Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan langkah angkah pekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan, bagaimana hal tersebut dilakukan, bilamana hal tersebut dilakukan, dimana hal tersebut dilakukan, dan siapa yang melakukannya. Prosedur diperoleh dengan merencanakan terlebih ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-2

70 dahulu bermacam-macam langkah yang dianggap perlu untuk melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian prosedur kerja dapat dirumuskan sebagai serangkaian langkah pekerjaan yang berhubungan, biasanya dilaksanakan oleh lebih dari satu orang, yang membentuk suatu cara tertentu dan dianggap baik untuk melakukan suatu keseluruhan tahap yang penting. Analisis terhadap prosedur kerja akan menghasilkan suatu diagram alur (flow chart) dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis ini perlu didokumetasikan dalam bentuk prosedurprosedur dan selanjutnya memastikan bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas itu dikendalikan oleh prosedur-prosedur kerja yang telah terstandarisasi. Prosedur kerja merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan tujuan organisasi sebab prosedur memberikan beberapa keuntungan antara lain memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana hal tersebut dilakukan; mengakibatkan penghematan dalam biaya tetap dan biaya tambahan; dan membuat koordinasi yang lebih baik di antara bagian-bagian yang berlainan. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu : a. Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan; b. Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya; c. Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu; 4.1 Analisis SISPRO Manajemen Terminal Analisis yang akan dilakukan bersifat kualitatif dimana akan dilihat keterkaitan antara permaslahan/isu dan dampak yang ada dan kemudian dicoba memberikan alternatif pemecahan secara umum untuk kemudian dikaitkan dengan SISPRO terkait. Dimana SISPRO terkait tersebut akan dianalisis lebih mendalam baik keberadaannya dan tingkat efektivitas dari pemberlakuan SISPRO apabila telah ada dan dijadikan pedoman dalam operasionalisasi kegiatan di lingkungan perhubungan. Kondisi dan sistem jaringan di sekitar lokasi terminal kurang diperhatikan sangat mempengaruhi operasional terminal. Waktu tunggu tinggi untuk masuk terminal, kondisi jalan yang kurang baik, sistem jaringan yang tidak mendukung, banyaknya pungutan-pungutan liar, mendorong para pengemudi untuk berinisiatif tidak masuk terminal dan berhenti di lokasi-lokasi tertentu untuk mengangkut penumpang. Keadaan ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-3

71 ini mendorong timbulnya terminal bayangan yang berimplikasi pada kemacetan lalu lintas. Hasil kajian beberapa studi menunjukkan bahwa belum ada jadwal terencana yang disiapkan ataupun dilaksanakan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan. Lebih buruk lagi adalah waktu operasional,dimana layanan bus pertama dan terakhir tidak ditentukan dengan jelas. Banyaknya rute-rute yang berbasis di terminal, menambah tekanan operasional terminal. Bahkan pada kasus-kasus tertentu, kapasitasnyaberlebih. Headway rata-rata 20 menit pada jam-jam sibuk terasa terlalu lama sehingga layanan yang lebih frekuentif sangat dibutuhkan. Akses ke layanan bus terdekat adalah 300 m, tetapi ini masih harus ditelitilebih lanjut. Layanan yang ada masih memberikan rute perpindahan yang tinggi (58%). Hal ini membuat para penumpang tidak mau membayar penuh untuk setiap perpindahan. Waktu tempuh setiap busmeningkat dari 2 jam (1990) menjadi 2,3 jam. Hal ini menujukkan adanya penurunan kecepatan (rata-rata 10,6 km/jam). Pembahasan mengengai permasalahan di dalam pengaturan sistem angkutan umum bus kota dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Isu, Dampak dan Alternatif Pemecahan Manajemen Terminal. Issue Dampak Alternatif Pemecahan 1. Efisiensi terminal 2. Kinerja jaringan di sekitar lokasi 3. Terminal kurang mendukung 4. Kondisi terminal kurang memadai Sumber : Analisis Timbul terminal bayangan yang sangat mengganggu lalu lintas disekitarnya 1. Perlu pengkajian ulang terhadap efisiensi terminal dan kajian kinerja jaringan disekitar lokasi terminal 2. Penegakan peraturan Mengacu pada KM 31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan, mekanisme pengelolaan terminal sudah dijelaskan dalam Keputusan Menteri terebut. Pada keputusan ini diatur mengenai perencanaan terminal, pembangunan dan penyelenggaraan terminal. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-4

72 Tabel 4.2 Mekanisme Pengelolaan Terminal No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 1 Terminal 1. Penetapan Lokasi (A,B,C) 2. Perencanaan Operasi 3. Pelaksanaan operasi 4. Pengawasan Operasi 5. Penyediaan Fasilitas a. Utama b. Penunjang c. Penyandang Cacat 1.1 Studi Kebutuhan Pengembangan Terminal 1.2 Kajian Kelayakan Terminal 1.3 Penetapan Calon Lokasi 1.4 Penetapan Lokasi Terpilih 1.5 Penetapan Ijin Prinsip/Lokasi 1.6 Pembuatan MasterPlan 1.7 Pembuatan DED 1.8 Kajian AMDAL 1.9 Ijin Pembangunan 1.10 Pelaksanaan Pembangunan 1.11 Uji Operasi 1.12 Ijin Operasi 2.1 Penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan 2.2 Penataan Fasilitas Penumpang 2.3 Penataan arus lalu lintas pengawasan terminal 2.4 Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan ; 2.5 Penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan; 2.6 Pengaturan jadwal petugas di terminal; 2.7 Evaluasi sistem pengoperasian terminal. 3.1 Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di terminal; 3.2 Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan; 3.3 Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal yang telah ditetapkan; 3.4 Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang; 3.5 Pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; 3.6 Pencatatan dan pelaporan pelanggaran; 3.7 Pencatatan jumlah pelanggaran. 4.1 Tarif angkutan; Dasar Peraturan Turunan UU 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980, tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993, tentang Pemeriksaan Kendaraan Temuan Lapangan - Pelanggaran dalam bentuk tidak menggunakan terminal sebagai transit. - Lokasi yang tidak sesuai aspirasi pengguna - Keterbatasan Kapasitas Terminal. Pihak Terkait Dinas Perhubungan, BPLH, Hubdat Dephub ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-5

73 No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 4.2 Kelaikan jalan kendaraan yang dioperasikan; 4.3 Kapasitas muatan yang diijinkan; 4.4 Pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan. Dasar Peraturan Turunan UU Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); Temuan Lapangan Pihak Terkait 5.1 Proses Pengadaan Barang dan Jasa Sesuai Keppres Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 9. SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-6

74 4.2 Analisis SISPRO Perijinan Trayek AKDP/AKAP SISPRO perijinan trayek yang disusun oleh pusat dan yang ada dan dikembangkan didaerah apabila ditinjau berdasarkan UU no. 22 tahun 2009 dan dari hasil pengamatan dilapangan, isu yang banyak diangkat adalah mekanismen tender/lelang dimana merupakan salah satu mekanisme dari asas transparansi dan akuntabel, yang belum bisa dijalankan seperti yang ada dalam amanat Undang- Undang No. 22 tahun 2009 tetang LLAJ Pasal 174 ayat 2. Sehingga belum adanya jaminan standard layanan yang ada dan timbulnya berbagai permasalahan ikutan lainnya, dimana angkutan umum memiliki peran cukup besar dalam pembangunan perekonomian kota. Issue-issue utama dalam sistem angkutan umum berkaitan denganrendahnya mutu layanan dalam bentuk keamanan, kenyamanan, kelayakan, kemudahan, dan efisiensi. Sistem pengelolaan dan operasional yang kurang baik serta belum adanya peraturan standar pelayanan bagi angkutan umum merupakan penyebab utama buruknya kualitas pelayanan. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi demi kenyamanan dan keamanan. Standar dasar untuk angkutan bus telah diatur dalam peraturan pemerintah No. 41/93, tetapi tanpa rincian yang jelas, tidak adanya standar fisik untuk kendaraan angkutan umum, ditambah lagi dengan sistem pengujian kendaraan yang tidak benar menimbulkan lemahnya kinerja angkutan umum. Pihak berwenang tidak mampu memaksakendaraan yang sudah tidak layak untuk tidak berkerja lagi karena tidak adanya standar atau pembatasan yang melarang bus-bus tersebut untuk berkerja. Tabel 4.3 Isu, Dampak dan Alternatif Pemecahan Trayek AKDP/AKAP Issue Dampak Alternatif Pemecahan Waktu tunggu penumpang tinggi Demand cukup tinggi pada koridorkoridor utama terutama pada jam sibuk Ketidaknyamanan bagi penumpang Ketergantungan terhadap moda angkutan lain cukup besar Tingkat kepadatan lalu lintas cukup tinggi pada koridorkoridor Utama Perlu ada penambahan jumlah armada untuk mengantisipasi demand penumpan Perlu ada perencanaan perluasan jaringan angkutan umum massal yang mengakomodir kebutuhan-kebutuhan perjalanan pada koridor-koridor utama Perlu dilakukan perencanaan terpadu sistem jaringan angkutan umum massal dengan sistem tata guna lahan ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-7

75 Tabel 4.4 Analisis SISPRO Perijinan Trayek AKDP/AKAP No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 2 Trayek AKDP/AKAP 1. Perijinan Usaha 2. Perijinan Modifikasi 3. Perijinan Trayek/Perluasan 4. Pemberian Kartu Pengawasan/Perpindahan Trayek 5. Penetapan Status Kendaraan 6. Peremajaan Kendaraan 7. Pengalihan Kepemilikan 8. Advis Trayek Antar Kota 9. Izin Insidentil 10. Dispensasi Angkutan Barang Untuk Melalui Jalan Terlarang 1.1 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 1.2 Pengisian Formulir 1.3 Melengkapi Syarat- syarat 1.4 Verifikasi Data 1.5 Penerbitan Kartu Izin Usaha 1.6 Pengesahan 1.7 Penetapan 1.1 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 1.2 Pengisian Formulir 1.3 Melengkapi Syarat- syarat 1.4 Verifikasi Data 1.5 Penerbitan Kartu Izin Usaha 1.6 Pengesahan 1.7 Penetapan 3.1 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 3.2 Pengisian Formulir 3.3 Melengkapi Syarat- syarat 3.4 Verifikasi Data 3.5 Penerbitan Kartu Izin Usaha 3.6 Pengesahan 3.7 Penetapan 4.1 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 4.2 Pengisian Formulir 4.3 Melengkapi Syarat- syarat 4.4 Verifikasi Data 4.5 Penerbitan Kartu Izin Usaha 4.6 Pengesahan 4.7 Penetapan 4.8 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 4.9 Pengisian Formulir 4.10 Melengkapi Syarat- syarat 4.11 Verifikasi Data 4.12 Penerbitan Kartu Izin Usaha Dasar Peraturan Turunan UU KM Menhub No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) KM Menhub No. 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan Kendaraan Umum Temuan Lapangan Mekanisme Tender masih belum berjalann Informasi Status Trayek (baru) Belum transparan. Pihak Terkait Dinas Perhubungan, BAPPEDA/ Dinas Tata Ruang. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-8

76 No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 4.13 Pengesahan 4.14 Penetapan 4.15 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 4.16 Pengisian Formulir 4.17 Melengkapi Syarat- syarat 4.18 Verifikasi Data 4.19 Penerbitan Kartu Izin Usaha 4.20 Pengesahan 4.21 Penetapan 4.22 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 4.23 Pengisian Formulir 4.24 Melengkapi Syarat- syarat 4.25 Verifikasi Data 4.26 Penerbitan Kartu Izin Usaha 4.27 Pengesahan 4.28 Penetapan Dasar Peraturan Turunan UU Temuan Lapangan Pihak Terkait ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-9

77 4.3 Analisis SISPRO Perijinan Trayek Angkutan Kota Analisis yang akan dilakukan bersifat kualitatif dimana akan dilihat keterkaitan antara permaslahan/isu dan dampak yang ada dan kemudian dicoba memberikan alternatif pemecahan secara umum untuk kemudian dikaitkan dengan SISPRO terkait. Dimana SISPRO terkait tersebut akan dianalisis lebih mendalam baik keberadaannya dan tingkat efektivitas dari pemberlakuan SISPRO apabila telah ada dan dijadikan pedoman dalam operasionalisasi kegiatan di lingkungan perhubungan. Permasalahan penting lain yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan bus dan dalam rangka meningkatkan efisiensi sistem angkutan umum di DKI Jakarta antara lain adalah : 1. Belum terdapatnya suatu struktur trayek serta pelayanan yang memadai. 2. Pola trayek eksisting menunjukan kondisi yang saling tumpang tindih baik antar satu jenis bus maupun antar jenis bus. Pada beberapa ruas jalan jumlah trayek mencapai 50 trayek. 3. Pola trayek asal-tujuan dari terminal ke terminal menyebabkan daerah layanan (coverage area) menjadi saling tumpang tindih. 4. Frekuensi bus yang sudah sangat tinggi pada koridor-koridor utama dengan komposisi yang tidak berimbang antara bus besar, bus sedang dan bus kecil menyebabkan sistem menjadi tidak efisien. 5. Faktor muatan yang sudah relatif tinggi pada jam sibuk. 6. Variasi panjang trayek yang relatif besar dari sekitar 15 km sampai dengan 55 km. Tabel 4.5 Alternatif Pemecahan Issue Perijinan Trayek Angkutan Kota Issue Dampak Alternatif Pemecahan Tumpang tindih trayek Pola trayek yang kurang efektif Jumlah pergantian kendaraan untuk mencapai daerah tujuan cukup tinggi. Tidak ada review menyeluruhterhadap struktur rute bus dan urangnya pengendalian Demand terbesar di sepanjang koridor Kurangnya jaringan jalan untukoperasional bus Transfer penumpang tinggi Kompetisi antar pengemudi tinggi Jarak dan waktu perjalanan tinggi Struktur rute bus menjadi sangat kompleks Konsentrasi rute bus di Jl. Sudirman Coverage pelayanan bus rendah Kurangnya fasiiltas angkutan umum seperti halte, terminal Perlu ada perencanaan ulang jaringan trayek yang mengakomodasi kebutuhankebutuhanperjalanan dan sesuai dengan hierarki jaringan Perlu dilakukan perencanaan terpadu sistem jaringan angkutan umum dengan sistemtata guna lahan Melakukan survei terhadap rute bus eksisting dan melakukan restrukturisasi jaringanrute bus Melakukan review terhadap struktur rute Pembangunan jalan untuk mengoperasikan bus besar ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-10

78 Issue Dampak Alternatif Pemecahan Fasilitas penunjang angkutan umumkurang Lemahnya Rupiah dibanding matauang asing berkaitan dengan krisisekonomi Kebijakan pemerintah untuk menjagatarif bus agar tetap rendah Sistem pendapatan bus Operasional bus Kurangnya SDM dan pengumpulandata kapasitas di DLLAJ dankurangnya lajur khusus bus. Peningkatan biaya operasional khususnya biaya spare-part Pendapatan tidak mencukupi biaya Sistem pendapatan bus seperti borongan, WAP dan komisi Perubahan operasional bus tidak fleksibel Kurangnya monitoring dan penegakan hukum Diskrepansi antara operasional bus dan kebijakan angkutan umum Peningkatan fasilitas angkutan umum Subsidi untuk operator bus Mempelajari biaya operasional dan menyediakan subsidi Perbaikan operasional bus dari penyewaan bus menjadi sistem baru (sistem gaji) Menemukan sistem monitoring terhadap penumpang dan restrukturisasi rute bus Mengenalkan sistem lokasi bus (real time monitoring system) ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-11

79 Tabel 4.6 Analisis SISPRO Perijinan Trayek Angkutan Kota No SISPRO Kegiatan Pokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 1 Trayek AKDP/AKAP 1. Perijinan Usaha 2. Perijinan Modifikasi 3. Perijinan Trayek/Perluasan 4. Pemberian Kartu Pengawasan/Perpindahan Trayek 5. Penetapan Status Kendaraan 6. Peremajaan Kendaraan 7. Pengalihan Kepemilikan 8. Advis Trayek Antar Kota 9. Izin Insidentil 10. Dispensasi Angkutan Barang Untuk Melalui Jalan Terlarang 1.8 Pengajuan Ijin oleh pengguna jasa 1.9 Pengisian Formulir 1.10 Melengkapi Syarat- syarat 1.11 Verifikasi Data 1.12 Penerbitan Kartu Izin Usaha 1.13 Pengesahan 1.14 Penetapan Dasar Peraturan Turunan UU KM Menhub No. 49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) KM Menhub No. 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan Kendaraan Umum Temuan Lapangan Mekanisme Tender masih belum berjalann Informasi Status Trayek (baru) Belum transparan. Pihak Terkait Sebagian Besar Daerah Telah Menyusun Dinas Perhubungan, BAPPEDA/ Dinas Tata Ruang. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-12

80 4.4 Analisis SISPRO Kelebihan Muatan Beberapa isu penting yang berkembang terkait kebijakan kelebihan muatan ini adalah bahwa secara operasional tidak berjalann efektif dikarenakan beberapa permasalahan yang secara umum tidak adanya ketegasan dalam memberlakukan aturan kapasitas minimal angkutan. Tabel 4.7 Issue dan Alternatif Pemecahan masalah Kelebihan Muatan Angkutan Kendaraan Issue Dampak Alternatif Pemecahan Belum tegasnya penetapan berat muatan minimal untuk angkutan Adanya perbedaan antara substansi kebijakan pusat dan daerah (max 5% dan 25% kelebihan muatan) Koordinasi yang lemah antar instansi di daerah (Bina Marga & Perhubungan) Meningkatnya Kerusakan prasarana jalan Meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan Perlu penegakan aturan secara sungguh-sungguh dalam membatasi kapasitas angkutan Kelebihan muatan terus berjalann Perlu ada kesamaan substansi kebijakan Perbedaan penentuan standar kelas jalan Pendapatan Daerah Adanya Gap yang besar antara maintenance prasarana dan pendapatan kelebihan muatan Terbatasnya prasarana penyimpanan kelebihan muatan dan alat bongkar muat Kelebihan muatan tetap berlangsung Tingkat Pembebanan Jalan yang seharusnya merupakan kewenangan Bina Marga - Perlunya sangsi / denda signifikan terhadap kelebihan muatan untuk menimbulkan efek jera. - Perlunya peningkatan sarana dan prasarana Jembatan Timbang. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-13

81 Tabel 4.8 Analisis SISPRO Kelebihan Muatan No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci 1 Kelebihan Muatan 1. Uji Muatan 2. Pengurangan Muatan 3. Pemberian Sanksi Pelanggaran 1.1 Melakukan Pengawasan Kendaraan Angkutan Barang pada Jalur Jembatan Timbang 1.2 Melakukan Kegiatan Penimbangan Kendaraan dan Angkutannya 1.3 Verifikasi Kelebihan Muatan 1.4 Penetapan Status Kelebihan Muatan 2.1 Inventarisasi Kembali Kapasitas Gudang 2.2 Menentukan Metode Penurunan Barang 2.3 Melakukan Proses Penurunan Barang 2.4 Identifikasi Barang Yang Diturunkan 2.5 Pencatatan Identitas Barang 3.1 Inventarisasi dan Identifikasi Operator Angkutan 3.2 Pemberian Sanksi Kelebihan Muatan 3.3 Proses Denda dan Administrasi lainnya Peraturan Turunan UU Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan Dasar Temuan Lapangan Perbedaan Persepsi Kelebihan Muatan (Toleransi Kelebihan Muata) Keterbatasan Lahan/Gudang Dampak tidak tegasnya penetapan sanksi Pihak Terkait Dinas Perhubungan, Kepolisian ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-14

82 4.5 Analisis SISPRO Penanganan Kecelakaan SISPRO penanganan kecelakaan untuk kasus DKI Jakarta merupakan Seksi baru didalam lingkungan Dinas Perhubungan DKI, dibawah Bidang Operasional dan Pengendalian dengan nama Seksi Keselamatan dan Teknik Sarana, dimana SISPRO terkait penanganan kecelakaan (keselamatan) secara khusus belum tersusun. Dirasakan adanya overlap dengan tugas dan fungsi kepolisian, bahkan dalam undangundang LLAJ terbaru peran penanganan terkait kecelakaan (keselamatan) ini banyak menjadi bagian tugas dari kepolisian. Tabel 4.9 Issue dan Alternatif Pemecahan Masalah Penanganan Kecelakaan Issue Dampak Alternatif Pemecahan Adanya tumpah tindih Tugas dan wewenang dengan kepolisian Tidak optimalnya penanganan kecelakaan dilapangan Memperjelas batas kewenangan perhubungan dan kepolisian Bias data terkait kecelakaan ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-15

83 Tabel 4.10 Analisis SISPRO Penanganan Kecelakaan No SISPRO KegiatanPokok Yang Dilakukan Kegiatan Rinci Kebijakan Dasar Temuan Lapangan Pihak Terkait 1 Kecelakaan 1. Identifikasi Penyebab Kecelakaan 2. Evakuasi 3. Inventarisasi a. Jenis Kecelakaan b. Jumlah Korban 1.1 Bekerjasama Dengan Kepolisian dan Rumah Sakit dalam Evakuasi, Identifikasi dan Inventarisasi Penyebab, Jenis dan Jumlah Korban dalam Kecelakaan 1.2 Pembentukan Tim Peneliti dan Investigasi 1.3 Koordinasi dan Stendardisasi Data Kecelakaan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : Sk.1763/Aj.501/Drjd/2 003 Tentang Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Kecelakaan Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang Direktur Jenderal Perhubungan Darat SE Dirjen No.SE.07/AJ.501/DRJ D/07 ttg Penelitian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Belum adanya Standardisasi Data Kecelakaan Koordinasi belum optimal antara kepolisian dan dishub berdampak pada perbedaan data Kecelakaan akibat kerusakan prasarana signfikan Dinas Perhubungan, PU, Kepolisian, SE Dirjen No.SE.07/AJ.501/DRJ D/07 ttg Penelitian Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-16

84 4.6 Konsep Dokumen SISPRO Bidang Transportasi Jalan Dalam Bahasan berikut akan dijelaskan konsep secara utuh dan menyeluruh dari konsep SISPRO yang akan disusun yang diharapkan memenuhi kaidah- kaidah penyususan SISPRO seperti yang telah dibahas dalam subba sebelumnya diatas, yang secara rinci pula membahas bab per bab dan persubbabnya sehingga sesesuai dengan hierarki dalam konsep SISPRO yang telah diusulkan dan dibahas serta disetujui dalam mekanisme rapat dan diskusi dengan tim teknis maupun pengarah. Untuk lebih jelasnya, konsep dokumen SISPRO dapat di lihat pada keterangan berikut ini : 1. Tujuan Bagian sub Bab Tujuan ini Berisi Tujuan dari Dokumen SISPRO yang ada, menjelaskan tujuan secara rinci hal hal yang ingin dicapai dari adanya SISPRO tersebut. 2. Ruang Lingkup Menjelaskan batasan batasan yang ada dalam SISPRO baik yang menjadi ruanglingkup SISPRO ataupun yang tidak menjadi bagian ruang lingkup SISPRO, sehingga memberikan gambaran yan jelas dan tegas terhadap kegiatan yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. 3. Acuan Mencantumkan kebijakan dan peraturan yang menjadi rujukan atau dasar yang diaju dalam menyusun SISPRO sehingga memiliki legitimasi secara geberik ataupu spesifik bagi pelaksanaan SISPRO yang ada sehingga bersifat mengikat bagi instansi atau lembaga pelaksana. 4. Definisi Beberpa definis penting yang sekiranya bisa menimbulkan perbedaan persepsi atau kesalahan pemahaman akan diberikan definisi yang secara spesifik menjelaskan maksu dari pemahaman sebuah istilah dan atau gabungan istilah. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-17

85 5. Prosedur Berkaitan dengan tanggung jawab dan wewenang setiap proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan/pemantauan serta pengendaliannya akan dijelaskan, seperti berikut ini : a. Tanggung Jawab Dan Wewenang Tanggung Jawab dan Wewenang masing-masing pihak yang terkait baik secara individu atau kelembagaan akan dijabarkan secaar mendetail untuk memberikan kejelasan tugas pokok dan kegiatan rinci yang dilakukan. b. Pengendalian Dan Pemantauan Mekanisme pengendalian dan pemantauan akan dijabarkan pula sebagai sebuah proses yang diharapkan dapat menjamin tercapainya tujuan dan merupaknai sebuah kegiatan monitoring dan evaluasi bagi perencanaan kegiatan selanjutnya. Sehinggga secara bertahap pelaksanaan operasional kegiatan dapat berjalan semakin efektif dan efisien. 6. Dokumentasi Dokumentasi yang diperlukan dalam proses alir kegiatan akan disertakan dokumentasi ini meliputi dokumen isian dan dokumen kontrol/evaluasi. 7. Distribusi/Tembusan Dalam Prosesnya setiap kegiatan dan proses yang ada perlu diketahui dan dipantau oleh pihak-pihak berwenang sebagai penanggung jawab akan dijelaskan dalam subbab distribusi dan tembusan ini. 8. Diagram Alir Untuk memperjelas proses yang berjalann dan kegiatan yang ada akan digambarkan diagram alir sebagai visualiasi sistematis proses secara mekanistis sehingga diharapakann memudahkan pemahaman pihak-pihak yang terlibat dan terkait dalam proses tersebut. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-18

86 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-19

87 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-20

88 4.7 SISPRO Manajemen Terminal SISPRO Manajemen terminal, berupa penempatan lokasi terminal berdasarkan tipenya. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada penjelasan prosedur berikut ini. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-21

89 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-22

90 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-23

91 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-24

92 4.8 SISPRO Kecelakaan Lalulintas Pedoman pengumpulan, pengolahan dan analisis kecelakaan lalu lintas, dapat di lihat pada penjelasan berikut ini. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-25

93 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-26

94 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-27

95 4.9 SISPRO Manajemen Trayek Manajemen trayek SISPRO berupa Pemberian izin trayek/perluasan trayek AKAP, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada penjelasan di bawah ini. ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-28

96 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-29

97 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-30

98 ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-31

99 4.10 SISPRO Kelebihan Muatan ANALISIS SISTEM PROSEDUR 4-32

UNIT PENGELOLA TERMINAL ANGKUTAN JALAN PENGENALAN UP. TERMINAL OLEH : KEPALA UP. TERMINAL ANGKUTAN JALAN RENNY DWI ATUTI, ST. MT

UNIT PENGELOLA TERMINAL ANGKUTAN JALAN PENGENALAN UP. TERMINAL OLEH : KEPALA UP. TERMINAL ANGKUTAN JALAN RENNY DWI ATUTI, ST. MT UNIT PENGELOLA TERMINAL ANGKUTAN JALAN PENGENALAN UP. TERMINAL OLEH : KEPALA UP. TERMINAL ANGKUTAN JALAN RENNY DWI ATUTI, ST. MT DASAR HUKUM UNIT PENGELOLA TERMINAL ANGKUTAN JALAN 1. KM Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kajian Potensi..., Agus Rustanto, Program Pascasarjana, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kajian Potensi..., Agus Rustanto, Program Pascasarjana, 2008 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyediaan fasilitas infrastruktur merupakan tanggungjawab pemerintah dan dananya diambil dari anggaran tahunan pemerintah. Pada satu pihak anggaran pemerintah tidak

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Perhubungan Kabupaten Subang telah dibentuk dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG - 1-9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI, TATA KERJA, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN WAY KANAN DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.119,2016 Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. ORGANISASI. TATA LAKSANA. Kedudukan. Susunan Organisasi. Tugas. Fungsi. Tata

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 67 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KARJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PROBOLINGGO

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN DEMAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 106 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA PEKANBARU DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

-2- Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Un

-2- Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Un pas GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

-1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN

-1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI A. SEJARAH SINGKAT KOTA PADANG SIDEMPUAN. ini terdiri dari Kecamatan Padang Sidempuan Utara, Kecamatan Padang

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI A. SEJARAH SINGKAT KOTA PADANG SIDEMPUAN. ini terdiri dari Kecamatan Padang Sidempuan Utara, Kecamatan Padang BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI A. SEJARAH SINGKAT KOTA PADANG SIDEMPUAN Padang Sidempuan merupakan kota administratif yang berasal dari sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Dimana Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 61 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 61 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 61 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam menunjang, memperlancar dan meningkatkan pembangunan perekonomian baik regional maupun nasional. Kendaraan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG . BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA, DAN KOMUNIKASI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN,SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEPARA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANO

BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANO BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANO KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA MOJOKERTO

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA MOJOKERTO WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang Mengingat : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TOLITOLI

Lebih terperinci

Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang perhubungan.

Dinas Perhubungan Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah di bidang perhubungan. LAMPIRAN XII : PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR : 54 TAHUN 2015 TANGGAL : 20 Oktober 2015 TENTANG : TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KABUPATEN BULELENG DINAS PERHUBUNGAN I. TUGAS POKOK. Dinas Perhubungan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 75 BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Gambaran Umum Dinas Perhubungan 3.1.1 Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Pada awalnya Dinas Perhubungan dikenal dengan nama DitJen (Direktorat Jenderal) Perhubungan.

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 86 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 86 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 86 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Perda No. 27 / 2004 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tupoksi Dinas Perhubungan dan UPT Dinas Perhubungan

Perda No. 27 / 2004 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tupoksi Dinas Perhubungan dan UPT Dinas Perhubungan PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUMBAWA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DAN KOMUNIKASI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MANDAILING NATAL

BUPATI MANDAILING NATAL - 1 - BUPATI MANDAILING NATAL PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN DAN INFORMATIKA KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PENGELOLA TERMINAL TERPADU PULO GEBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 200 9 SERI : D PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 57 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN

Lebih terperinci

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); SALINAN BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BULUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123 DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 123 Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

1) Sub Bagian umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas : a) melaksanakan kegiatan ketatausahaan dan ketatalaksanaan. b) melaksanakan pengelolaan urusan su

1) Sub Bagian umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas : a) melaksanakan kegiatan ketatausahaan dan ketatalaksanaan. b) melaksanakan pengelolaan urusan su PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN NGANJUK I. TUGAS POKOK Dinas Perhubungan mempunyai tugas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN PROPINDI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 96 TAHUN 2016 /X/2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 96 TAHUN 2016 /X/2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 96 TAHUN 2016 /X/2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-G TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-G TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN WALIKOTA SURAKARTA, PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-G TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERHUBUNGAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

Suku Dinas perhubungan dan transportasi Kota Administrasi Jakarta Pusat

Suku Dinas perhubungan dan transportasi Kota Administrasi Jakarta Pusat Suku Dinas perhubungan dan transportasi Kota Administrasi Jakarta Pusat Suku Dinas perhubungan dan transportasi Kota Administrasi Jakarta Pusat dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA KO T A P R A D J A JO J G A K TA R A LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor: 216 Tahun 2005 Seri: D PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 186 TAHUN 2005 TENTANG PENJABARAN FUNGSI

Lebih terperinci

BUPATI KENDAL PERATURAN BUPATI KENDAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KENDAL PERATURAN BUPATI KENDAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KENDAL PERATURAN BUPATI KENDAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL DAN TATA KERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KENDAL Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENSTRA DINAS PERHUBUNGAN PERIODE 2014 2018 Penyusunan RENSTRA Dinas Perhubungan periode 2014-2018 merupakan amanat perundangan yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN

TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah) A. Kepala Dinas Kepala

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN DAN LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, FUNGSI, TUGAS

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, FUNGSI, TUGAS SALINAN BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, FUNGSI, TUGAS SERTA TATA KERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA TANJUNGPINANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Menimbang : Mengingat BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 13 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 35 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 13 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 35 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 13 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, TATA KERJA DAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PEMERINTAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI PEMERINTAH KOTA DUMAI PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI

Lebih terperinci