BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Batasan perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skiner seorang ahli psikologi, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon: 1) Respondent respons atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. 2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua: 1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan

2 8 sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003). 2. Domain perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni: 1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007). Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007). 3. Pembentukan perilaku Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku diantaranya:

3 9 1) Kebiasaan (Kondisioning) Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akan terbentuklah perilaku tersebut. 2) Pengertian (insight) Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. 3) Menggunakan model Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai model atau contoh oleh yang dipimpinya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau Observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977). 4. Teori perilaku Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005). Teori perilaku menurut Ircham (2005), diantaranya: 1) Teori insting Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan akan mengalami perubahan karena pengalaman. 2) Teori dorongan (drive theory) Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongandorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. 3) Teori insentif (incentive theory) Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement

4 10 yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendororong organisme dalam berbuat. Sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman dan akan menghambat organisme berperilaku. 4) Teori atribusi Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadaan eksternal (Ircham, 2005). 5. Pengukuran perilaku Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatanya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005). 6. Faktor-faktor perilaku Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori Lawrence Green: 1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. 2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan

5 11 kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. 3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturanperaturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003). B. Douching Vagina 1. Pengertian Douching Vagina Douching berasal dari bahasa Perancis : douch yang artinya pancuran air yang diarahkan kebagian tubuh atau kedalam rongga. Sedangkan vaginal douching (inggris) berarti pembilasan liang senggama dengan memancarkan air kedalamnya (Dorland, 1996). 2. Jenis Douching Vagina Douching vagina meliputi eksternall douching maupun internal douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan menggunakan jari dan atau dalam bentuk spraying atau liquid. Air atau cairan lain (cuka, baking soda, atau larutan douching komersil) tersebut diletakkan dalam botol kemudian disemprotkan kedalam vagina melalui suatu tabung dan ujung penyemprot (Qomariyah, 2004). 3. Tujuan Douching Vagina Menurut Taylor, dkk (2000) tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik, yaitu untuk membersihkan vagina yang dikarenakan tindakan pembedahan, dan untuk memberikan antiseptik yang berguna untuk mengurangi pertumbuhan bakteri.

6 12 Cairan obat yang digunakan untuk irigasi vagina adalah 2% larutan sodium bikarbonat, larutan hidrogen peroksida, larutan povidon-iodine, larutan asam asetat lemah (1 sendok makan vinegar/cuka dalam 1000 ml air). Jumlah cairan berkisar antara 1500 ml sampai dengan 2000 ml. Cairan ini diberikan secara perlahan dalam waktu 10 sampai dengan 15 menit pada suhu 100 F sampai dengan 105 F(37,7 C sampai dengan 40,5 C) (Dewit SC, 2001). Tetapi oleh masyarakat umum khususnya bagi perempuan, douching vagina dilakukan sebagai bagian dari personal hygiene mereka. Tujuan mereka melakukan douching diantaranya adalah: untuk membilas darah sehabis periode menstruasi, membersihkan vagina setelah melakukan hubungan seksual untuk mencegah IMS, membersihkan sperma untuk mencegah kehamilan, dan mencegah bau saat keputihan ( 4. Akibat Douching Vagina Normalnya, douching dengan menggunakan bahan atau larutan tertentu pada wanita sehat tidak dianjurkan, karena tidak perlu dan bukan tindakan yang bijaksana, karena douching justru akan merubah flora bakterial normal dan keseimbangan kimiawi vagina, merubah mukus/lendir yang alami dan mengganggu ekologi vagina (Olds, 2000). Cairan vagina yang berasal dari traktus genitalia atas maupun bawah, yang sifatnya asam merupakan interaksi antara laktobacillus vagina dan glikogen yang dapat mempertahankan keasaman cairan vagina. Apabila ph naik diatas lima, maka insiden infeksi pada vagina akan meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina berfungsi untuk mempertahankan kebersihan relatif vagina. Oleh karena itu penyemprotan cairan ke vagina dalam lingkungan normal tidak diperlukan dan tidak dianjurkan (Bobak, 2005). Douching dengan cairan yang mengandung pengharum atau perasa dapat menyebabkan reaksi alergi, dan penggunaan yang sering dengan cairan douching yang berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan infeksi

7 13 yang hebat, bahkan kerusakan jaringan. Menyemprotkan/menggerakkan air kedalam vagina mungkin juga dapat mengikis dinding serviks yang berfungsi sebagai anti bakterial dan mendorong bakteri dan kuman-kuman dari vagina ke ukterus. Internal douching sebaiknya dihindarkan selama periode menstruasi karena serviks mengalami dilatasi untuk pengaliran kebawah cairan menstruasi dari uterus. Karena douching pada masa menstruasi mungkin akan mendorong jaringan kembali ke kavitas/rongga uterin yang dapat menyebabkan endometriosis (Olds, 2000). Penelitian menujukkan bahwa perempuan yang melakukan douching secara rutin cenderung untuk mengalami masalah yang lebih banyak dibanding perempuan yang jarang melakukannya. Masalahmasalah tersebut diantaranya iritasi vagina, infeksi bakterial vaginosis dan infeksi menular seksual. Perempuan yang sering melakukan douching juga lebih beresiko untuk menderita penyakit radang panggul (PRP). PRP adalah infeksi pada organ-organ panggul perempuan yang disebabkan oleh berbagai bakteri yang bergerak naik dari vagina atau serviks seorang perempuan ke arah organ panggul. Jika tidak diobati PRP akan dapat berakibat pada terjadinya kemandulan dan kehamilan ektopik. Baik bakterial vaginosis dan PRP dapat berakibat pada masalah yang serius selama kehamilan. Seperti terjadinya infeksi pada bayi, masalah persalinan dan kelahiran prematur ( 5. Cara membersihkan vagina yang aman Banyak perempuan menggunakan douching setelah intercource, hal ini tidak menjadi masalah asalkan cairan yang digunakan tidak mengiritasi. Banyak ahli ginekolog yang percaya bahwa cairan cuka putih yang lembut sebanyak 1 atau 2 sendok makan dilarutkan dalam 1 quart (0,9463 liter) air hangat atau normal saline memberikan hasil yang cukup memuaskan. Tetapi douching lebih dari dua kali seminggu tidak dianjurkan untuk tujuan personal hygiene yang normal (Taylor, 2000). Cara membersihkan daerah kewanitaan yang terbaik ialah membasuhnya dengan air bersih. Satu hal yang harus diperhatikan dalam

8 14 membasuh daerah kewanitaan, terutama setelah buang air besar (BAB), yaitu dengan membasuhnya dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke arah anus), bukan sebaliknya. Karena apabila kita terbalik arah membasuhnya, maka kuman dari daerah anus akan terbawa ke depan dan dapat masuk ke dalam vagina. Apabila menggunakan sabun untuk membersihkan daerah intim, sebaiknya gunakan sabun yang lunak (dengan ph 3,5), misalnya sabun bayi yang biasanya ber-ph netral (Wijayanti, 2009). Tetapi yang terbaik adalah membiarkan vagina melakukan proses pembersihan sendiri karena keseimbangan kimiawi vagina sangat sensitif. Vagina melakukan proses pembersihan tersebut dengan cara sekresi mukus. Cairan mukus ini berasal dari tractus genitalia atas atau bawah yang sifatnya asam dan merupakan interaksi antara lactobacillus vagina dan glikogen yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman vagina (Bobak, 2005). 6. Cara merawat organ genitalia yang aman Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Sebenarnya di dalam vagina terdapat bakteri, 95 persenya adalah bakteri yang baik, sedang sisanya adalah bakteri phatogen. Agar ekosistem seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman (ph balance) pada kisaran 3,8-4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut, laktobasilus akan subur dan bakteri phatogen mati. Banyak faktor yang menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian antibiotik, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching) dan gangguan hormon (pubertas, menopause dan kehamilan). Dalam keadaan normal, vagina mempunyai bau yang khas. Tetapi, bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau

9 15 yang mengganggu, seperti bau yang tidak sedap, menyengat, dan amis yang disebabkan jamur, bakteri atau kuman lainya. Jika infeksi yang terjadi di vagina ini dibiarkan, bisa masuk sampai ke dalam rahim (Wijayanti, 2009). Sebaiknya hindari pemakaian berbagai jenis pembersih vagina, sebab di dalam vagina sebenarnya telah ada suatu mekanisme alami yang akan mempertahankan keseimbangan keasaman vagina. Mekanisme ini diperankan oleh bakteri normal yang secara alami terdapat di dalam vagina. Apabila keseimbangan tersebut terganggu, bakteri baik di dalam vagina akan mati dan justru menyebabkan perkembangbiakan bakteri jahat yang dapat menimbulkan penyakit. Apabila membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun dan sejenisnya, sebaiknya hanya di bagian luarnya saja. Misalnya bagi wanita yang sudah bersuami, setelah berhubungan suami-istri, boleh menggunakan pembersih vagina, yaitu untuk mengembalikan keasaman vagina, karena sifat sperma laki-laki adalah basa. Tapi sekali lagi hanya di bagian luarnya saja, jangan disemprotkan ke dalam vagina. Sebaiknya gunakan sabun bayi karena biasanya sabun bayi memiliki ph netral. Setelah memakai sabun, hendaklah dibasuh dengan air sampai bersih (sampai tidak ada lagi sisa sabun yang tertinggal), sebab bila masih ada sisa sabun yang tertinggal dapat menimbulkan penyakit. Setelah dibasuh, harus dikeringkan dengan handuk atau tissu, tetapi jangan digosok-gosok (Wijayanti, 2009). Menurut Wijayanti (2009) cara merawat organ intim wanita antara lain: 1) Mandi dengan teratur dengan membasuh vagina dengan air hangat dan sabun yang lembut. 2) Cuci tangan sebelum menyentuh vagina. 3) Setelah buang air besar dan kencing, selalu cebok dengan arah dari depan ke belakang (ke arah anus). Jangan arah sebaliknya, karena hal ini akan membawa bakteri dari anus ke vagina.

10 16 4) Selalu gunakan celana dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun. Bahan lain misalnya nylon dan polyester akan membuat gerah, panas dan membuat vagina menjadi lembab. Kondisi ini sangat disukai bakteri dan jamur untuk berkembang biak. 5) Hindari penggunaan deodoran, cairan pembasuh (douches), sabun yang keras, serta tissu yang berwarna dan berparfum. 6) Hindari juga menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina. 7) Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina (Wijayanti, 2009). Menurut Siswono (2001) perawatan vagina memiliki beberapa manfaat, antara lain: 1) Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman. 2) Mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal. 3) Menjaga agar Ph vagina tetap normal (3,5-4,5). C. Fluor Albus (Keputihan) 1. Pengertian Fluor Albus Fluor albus adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari liang senggama (vagina) (Sianturi, 2001). Keputihan atau dalam istilah medisnya disebut fluor albus (fluor=cairan kental, albus = putih) atau leukorhoe secara umum adalah keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau atau malah tidak merasa apa-apa. Kondisi ini terjadi karena terganggunya keseimbangan flora normal dalam vagina, dengan berbagai penyebab (Sianturi, 2001). 2. Jenis Fluor Albus (Keputihan) a. Fluor Albus Fisiologis Setiap perempuan akan mengalami pengeluaran cairan dari vagina sesudah mendapatkan haid yang pertama. Cairan yang keluar berasal dari kelenjar yang terdapat pada cervix yang menimbulkan lendir

11 17 karena pengaruh hormon estrogen dan jumlah yang keluar berubahubah sesuai dengan siklus haid. Selain itu yang juga dipengaruhi oleh faktor emosi, kesehatan, rangsangan seks dan obat-obatan tertentu (misal : pil KB) (Sheldon H, 1999). Fluor albus fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Fluor albus fisiologis ditemukan pada : 1) Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, terjadi karena pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin 2) Waktu di sekitar menarche karena pengaruh estrogen dan akan hilang sendiri. 3) Wanita dewasa, apabila dirangsang sebelum dan pada waktu coitus disebabkan oleh pengaruh transudasi dari dinding vagina 4) Waktu disekitar ovulasi dengan secret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer 5) Pengeluaran secret dari kelenjar-kelenjar cervix uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis dan wanita dengan ektropion porsionis uteri b. Fluor Albus Patologis Keputihan yang menimbulkan rasa gatal, nyeri di dalam vagina atau disekeliling saluran pembuka vulva dengan warna cairan yang bervariasi dari warna putih kekuningan sampai keabu-abuan dan dengan konsistensi cair sampai kental atau berbentuk seperti kepala susu dan berbau seperti telur busuk atau berbau anyir seperti ikan mentah atau tanpa bau (Sianturi, 2001). 3. Penyebab Terjadinya Fluor Albus (Keputihan) Menurut Sianturi (2001) penyebab terjadinya keputihan bermacammacam, dapat disebabkan oleh adanya :

12 18 a. Infeksi (Kuman, Jamur, Parasit, Virus) Adanya jasat renik berupa kuman, jamur, parasit atau virus yang menghasilkan zat kimia tertentu bersifat asam sehingga menimbulkan bau tak sedan dan mengganggu kehidupan sel-sel alat kelamin normal. Beberapa contoh kuman (bakteri), jamur, parasit dan virus yang dapat menimbulkan keputihan. 1) Kuman (bakteri) a) Gonococus Penyakit kelamin yang dikenal dengan nama GO disebabkan oleh kuman Neisseria gonorhaoe mengeluarkan cairan dari liang vagina berwarna kekuningan berisi nanah dari sel darah putih yang mengandung kuman tersebut. b) Chlangdia trachomatis Menyebabkan penyakit pada mata yang dikenal dengan penyakit trakoma, kuman ini juga ditemukan pada cairan rongga vagina. c) Treponema pallidum Merupakan penyebab sifilis, yaitu terbentuknya kulit-kulit kecil di ruang senggama dan bibir kemaluan yang disebut kandilomalata. 2) Jamur Jamur yang menyebabkan keputihan adalah dari spesies candida, cairan yang keluar dari liang senggama biasanya kental, berwarna putih susu dan acapkali berbentuk kepala susu disertai rasa gatal. Beberapa keadaan yang mempercepat pertumbuhan jamur yaitu pada kehamilan, DM, pemakai pil KB. 3) Parasit Penyebab keputihan terbanyak karena parasit. Biasanya disebabkan oleh Tricomonas vaginalis, cairan yang keluar dari liang senggama biasanya banyak berbuih menyerupai air sabun dan bau tidak terlalu gatal, tapi liang senggama tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih bila berkemih. Pada pria tanpa gejala sehingga dapat menular pada pasangannya tanpa disadari.

13 19 4) Virus Keputihan akibat infeksi virus disebabkan oleh Candyloma acuminata dan herpes. Cairan yang dikeluarkan dari liang senggama pada infeksi virus condyloma sering berbau, tanpa rasa gatal, penyebabnya adalah virus caplak pada manusia (Human Poppiloma Virus) sedangkan jenis lainnya adalah Condyloma datar yang sering tampak pada leher rahim dan liang senggama yang di hubungkan dengan cikal bakal terjadinya kanker rahim. Virus lain yang menyebabkan keputihan adalah virus herpes simplek tipe 2 yang juga merupakan penyakit yang ditularkan melalui senggama. Pada saat awal infeksi tampak kelainan kulit berbentuk seperti melepuh terkena panas yang kemudin pecah dan menimbulkan luka seperti borok dan terasa sakit. b. Kelainan alat kelamin yang didapat atau bawaan Kadang-kadang pada wanita ditemukan cairan dari liang senggama yang tercampur dengan air seni atau feces. Hal ini terjadi akibat adanya lubang kecil (fistel) dari kandung kencing atau ke liang senggama akibat adanya cacat bawaan, cidera persalinan, penyinaran pada kanker alat kandungan (radiasi) atau kanker itu sendiri. c. Benda asing Adanya benda asing seperti kotoran tanah atau biji-bijian pada anakanak atau tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, adanya cincing pesarium yang digunakan pada wanita yang menderita hernia atau prolape, jika rangsangan ini menimbulkan luka dapat menimbulkan infeksi pada liang senggama. d. Kanker Pada kanker terdapat gangguan dari pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga mengakibatkan sel tumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, sehingga terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut, akibat

14 20 proses pembusukan tersebut terjadi pengeluaran cairan yang banyak disertai oleh bau busuk. e. Menopause Pada keadaan mati haid (baki/menopause) sel-sel pada leher rahim dan liang senggama mengalami hambatan dalam pematangan sel karena tidak adanya hormon pemacu yaitu estrogen, liang senggama, menjadi kering kadang timbul gatal karena tipisnya lapisan sel sehingga mudah timbul luka dan infeksi penyerta. 4. Pemeriksaan Diagnostik a. Tujuan pemeriksaan diagnostik 1) Menentukan letak dari bagian yang sakit untuk mencari asal dari keputihan 2) Mengambil bahan untuk laboratorium misalnya pap smear, atau pemeriksaan mikrobiologi untuk mencari penyebab keputihan 3) Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat tertentu untuk mendapatkan gambaran alat kelamin yang lebih baik seperti pemeriksaan kolposkopi 4) Merencanakan pengobatan setelah melihat kelainan yang ditemukan b. Macam Pemeriksaan 1) Inspeksi Dilihat dahulu dengan seksama mulai dari bibir kemaluan dan muara kandung kencing (urethra) sampai anus, konsistensi cairan, warna, bau adakah luka luka atau kutil dan tumor sedangkan pada anakanak, adakah cacing kremi pada anusnya. 2) Pemeriksaan dengan Speculum dan pada wanita yang telah menikah adakah tanda-tanda kemerahan, pembengkakan, luka atau tumor. 3) Melebur leher rahim dengan asam cuka dan larutan yodium, yaitu lugol, apabila warna leher rahim berubah putih menandakan adanya kepadatan sel yang lebih dari biasa seperti pra kanker disertai warna kuning keemasan.

15 21 4) Pengambilan sedikit jaringan disebut aborsi dan kolkoskopi (Sianturi, 2001). 5. Pengobatan Fluor Albus Fluor albus yang fisiologis tidak memerlukan perawatan khusus tetapi pada fluor albus patologis perlu mendapatkan perawatan bahkan pengobatan karena dapat menimbulkan gangguan pada wanita dan pasangannya. Prinsip pengobatan keputihan dikenal beberapa cara yaitu : a. Sebagai penawar saja Banyak dijual di pasaran beberapa larutan anti septik seperti betadine vaginal kulit, intrimo yang digunakan untuk membersihkan cairan keputihan dari liang senggama tetapi tidak untuk membunuh kuman penyebabnya. b. Obat pemusnah atau pemangkas 1) Keputihan yang disebabkan oleh kuman dapat diobati dengan pemberian antibiotika tergantung pada kuman penyebab dan tingkat resistensinya. 2) Keputihan disebabkan jamur biasanya diberikan obat anti jamur yang dimasukkan ke dalam liang senggama seperti klotimazol, mikonazol, atau nistatesi ditambah dengan obat minum anti jamur. 3) Parasit trichomonas biasanya diobati dengan metronidazol yang diminum atau tablet vagina. 4) Cacing kremi diobati dengan pemberian obat cacing jenis pirantol pamoad, piprazin, mebendazol. 5) Keputihan yang disebabkan virus seperti herpes dapat diobati dengan osiklovir yang diminum atau salep. Jenis condyloma diobati dengan menggunakan suntikan interferon suatu penatur kekebalan. 6) Pada menouse dapat diberikan turunan estrogen. c. Penghancuran lokal dan pembedahan Melakukan penghancuran lokal pada adanya kutil di leher rahim, liang senggama atau bibir kemaluan atau melakukan pembedahan seperti :

16 22 1) Konisasi yaitu eksisi berbentuk kerucut pada serviks uteri dilakukan untuk mengatasi CIN stadium tertentu. 2) Histerectomi pada adanya pra kanker leher rahim dengan jumlah anak yang telah cukup, sedangkan histerectomi radikal dilakukan pada kanker stadium Ib atau Iia 3) Operasi penutupan fistel dari liang senggama jika terdapat lubang antara kandung kencing atau usus ke liang senggama. 4) Apabila pemasangan cincin pesarium pada prolaps menimbulkan keluhan dapat dilakukan operasi pengangkatan badan kandungan dari liang senggama (histerectomi vaginal) atau penutupan dinding depan dan belakang vagina (Sianturi, 2001). 6. Pencegahan Fluor Albus Pencegahan terjadinya keputihan yang mengganggu dapat dilakukan dengan cara : a Alat pelindung Memakai alat pelindung terhadap kemungkinan tertularnya penyakit kelamin seperti menggunakan kondom. b Pemakaian obat atau cara profilaksis 1) Memakai antiseptik cair pada hubungan yang dicurigai menularkan penyakit kelamin disertai dengan pengobatan terhadap jasat renik penyebab penyakit. 2) Pemakaian antibiotik yang benar 3) Melakukan cara cebok yang benar dan menjaga kebersihan vulva 4) Tidak memakai celana dalam yang ketat dan terbuat dari nylon, celana jeans, karena menyebabkan terjadinya kelembaban tinggi sehingga menyuburkan pertumbuhan janin. c Pemeriksaan dini Kanker leher rahim dapat dicegah secara dini dengan melakukan pap smear berkala sehingga dapat diobati sedini mungkin (Sianturi, 2001).

17 23 D. Kerangka Teori Faktor predisposisi: Faktor a. Pendidikan predisposisi: a. b. Pendidikan Pengetahuan b. c. Pengetahuan Sikap c. d. Sikap Persepsi e. Tradisi f. Sistem nilai g. Sosial ekonomi h. Eksternal douching vagina Faktor pemungkin: Sarana prasarana Fluor Albus Faktor penguat: a. Sikap petugas b. Perilaku petugas c.undang-undang d. Peraturanperaturan Sumber: Teori Laurence Green (Notoadmodjo, 2003) Skema 2.1. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep Eksternal Douching Vagina Kejadian Fluor Albus pada Ibu Rumah Tangga Skema 2.2. Kerangka Konsep

18 24 F. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau yang didapat oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini variabelnya adalah: 1. Independent variabel Variabel ini disebut juga variabel bebas yaitu menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel independent (Sugiyono, 2004). Variabel ini juga merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi independent variabel adalah eksternal douching vagina pada ibu rumah tangga. 2. Dependent variabel Dependent variabel merupakan variabel yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2004). Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi dependent variabel yaitu kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga. G. Hipotesa Penelitian Berdasarkan dari kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesa yang dapat dibuat adalah ada hubungan antara perilaku eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga.

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Menurut dr. Sugi Suhandi, spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Mitra Kemayoran Jakarta, keputihan (flour albus) adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran fisiologis Vagina Selama periode reproduksi pada wanita dengan tingkat estrogen yang mencukupi, lactobacillus merupakan flora normal yang paling dominan(>95%) hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2 1. Kelainan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum adalah... Sifilis Epididimitis Kanker prostat Keputihan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian Keputihan adalah suatu keluhan berupa pengeluaran cairan dari saluran kelamin wanita yang berlangsung lama, berulang, bernanah, berdarah sewaktu, berbau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja atau adolescenc (Inggris ), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Ibu a. Definisi Ibu Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah melahirkan seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja juga sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu gejala gangguan kesehatan yang dikeluhkan wanita (Prawirohardjo, 2008). Fluor albus adalah cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas

Lebih terperinci

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali   ABSTRAK HUBUNGAN PEMAKAIAN PEMBERSIH VAGINA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali Email : Ardiani.sulistiani@yahoo.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan 2.1.1. Definisi keputihan Keputihan atau fluor albus adalah istilah untuk menggambarkan gejala keluarnya cairan dari alat atau organ reproduksi melalui vagina, selain

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai GelarSarjanaSains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputihan adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Keputihan dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya keputihan normal (fisiologis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa seorang remaja harus memperhatikan kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya bagi remaja putri.

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a. Pengertian Kanker Leher Rahim Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian keputihan Keputihan dikalangan medis dikenal dengan istilah leukore atau fluor albus, yaitu keluarnya cairan dari vagina (Ababa, 2003). Leukore adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh meliputi karakteristik responden dan hasil uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada akseptor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Notoatmodjo ( 2012) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS Kasus PMS dan HIV/AIDS cukup banyak terjadi di kalangan remaja. Berbagai jenis PMS serta HIV/AIDS sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang pada umumnya

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran: Informed Consent dan Kuesioner Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Ibu Yth, Saya dr.juliandi Harahap dari Fakultas Kedokteran USU akan melakukan penelitian dengan judul:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tentang kesehatan reproduksi perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Upaya untuk menuju reproduksi yang sehat sudah harus dimulai terutama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI Mimatun Nasihah* dan Sofia Nihayati** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

Lebih terperinci

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI DEFINISI Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) -- cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah Komposisi leukorea : - Sekresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap Sikap diartikan sebagai respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Pengertian Keputihan Keputihan dikalangan medis dikenal dengan istilah leukore atau fluor albus, yaitu keluarnya cairan dari vagina (Ababa, 2003). Leukore adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan alat-alat reproduksi berperan penting dalam menunjang terlaksananya fungsi reproduksi yang optimal pada wanita. Dengan alat reproduksi yang sehat, wanita

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur BAB XXIV Kanker dan Tumor Kanker Masalah pada leher rahim Masalah pada rahim Masalah pada payudara Masalah pada indung telur Jenis kanker lain yang sering ditemukan Ketika kanker tidak dapat disembuhkan

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA Nama : RABITA NIM : 095102004 Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan Tentang Perawatan Alat Genitalia Eksterna Tahun 2010 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keputihan a. Pengertian Keputihan Keputihan yang istilah medisnya disebut leukorea (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal discharge (Dalimartha,

Lebih terperinci

PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN

PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN Perawatan Organ Reproduksi dan Kejadian Keputihan pada Ibu Hamil PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN

Lebih terperinci

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan BAB XXII Perdarahan dari Vagina yang tidak normal Beberapa masalah terkait dengan menstruasi Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan Perdarahan setelah aborsi atau keguguran Perdarahan setelah

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

No. Responden: B. Data Khusus Responden

No. Responden: B. Data Khusus Responden KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN TEST IVA PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2016 A.

Lebih terperinci

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012 I. INFORMASI WAWANCARA Tanggal Wawancara.../.../... No. Urut Responden...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Definisi keputihan Prawirdjoharjo (2007) menjelaskan, keputihan (disebut juga leukorea, white discharge, fluor albus) adalah nama gejala yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARIA DENGAN TINDAKAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA MEDAN TAHUN 2010 No. Responden: I. IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. HIV/AIDS 1. Definisi HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh dianggap menurun

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina,

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. - Keluar nanah dari lubang kencing, dubur dan vagina, BAB 4 IMS Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda Kamu tahu ga sih apa itu IMS? Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi atau penyakit yang salah satu cara penularannya melalui hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

oleh: Dr. Lismadiana, M.Pd Lismadiana/lismadiana.uny.ac.id

oleh: Dr. Lismadiana, M.Pd Lismadiana/lismadiana.uny.ac.id oleh: Dr. Lismadiana, M.Pd lismadiana@uny.ac.id Alkohol: menyebabkan berkurangnya unsur Seng (Zn) yang penting dalam perkembangan seksual (mengurangi jumlah sperma, kadar hormon testosteron) dan zat lain:

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI KLEDUNG KARANGDALEM BANYUURIP PURWOREJO

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI KLEDUNG KARANGDALEM BANYUURIP PURWOREJO HUBUNGAN ANTARA PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI KLEDUNG KARANGDALEM BANYUURIP PURWOREJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS Sukatmi*, Nikmaturohmah.** *) Dosen Akper Pamenang Pare Kediri **) Perawat Puskesmas Badas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan di segala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Masa nifas a. Pengertian Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi biologis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi biologis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai kematangan. Fase remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah puberty (Inggris), puberteit (Belanda), pubertas

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi remaja adalah suatu kondisi atau keadaan sehat secara menyeluruh baik kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perilaku a. Batasan perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Trichomonas vaginalis 1. Sejarah Donne pada tahun 1836 pertama kali menemukan parasit ini dalam secret vagina seorang penderita wanita dengan vaginitis. Dan pada tahun

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden : PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010 IDENTITAS RESPONDEN : 1. NAMA : 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan pada saat menstruasi adalah cara yang sangat penting bagi wanita untuk memelihara tingkat kebersihan selama menstruasi. Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan keluhan yang sering menyerang wanita dan tidak mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kepercayaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Anggun Mita Arismaya*, Ari Andayani **, Moneca Diah L *** Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan masyarakat. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi pada vulva dan/atau vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari jamur Candida sp., terutama Candida

Lebih terperinci

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin. Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan?

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin. Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan? Bab XVI Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan? Bagaimana mengetahui kalau Anda beresiko terkena IMS? Apa yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Remaja a. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas adalah masa ketika seseorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi sebagai proses dalam mempersiapkan diri meninggalkan dunia anak-anak untuk memasuki dunia orang dewasa. Pada masa ini terjadi banyak

Lebih terperinci

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Lemeshow, S.Dkk, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya Widyastuti, Yani, dkk, 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya Markum, A.H, 1991. Buku Ajar

Lebih terperinci

Gangguan & Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia

Gangguan & Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia Gangguan & Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia Gangguan & Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia Gangguan pada system reproduksi manusia 1. Gangguan pada Sistem Reproduksi Wanita Gangguan pada alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Keputihan a. Pengertian Keputihan Keputihan yang dalam bahasa kedokteran disebut fluor albus, tidak selalu berarti suatu penyakit, jika hanya muncul pada masa-masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi termasuk salah satu dari masalah remaja yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua kalangan (Soetjiningsih, 2004). Berbagai masalah pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Keputihan (leukorea, fluor albus) merupakan gejala keluarnya cairan dari vagina selain darah haid. Keputihan (fluor albus) ada yang fisiologik (normal) dan ada yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conseption Control) adalah cara untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing

BAB XXIII. Masalah pada Saluran Kencing. Infeksi saluran kencing. Darah pada urin/air kencing. Keharusan sering kencing. Perembesan urin/air kencing BAB XXIII Masalah pada Saluran Kencing Infeksi saluran kencing Darah pada urin/air kencing Keharusan sering kencing Perembesan urin/air kencing Ketika Anda mengalami kesulitan kencing atau berak 473 Bab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak

Lebih terperinci

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV LAMPIRAN No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni I II III I V I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Pengajuan masalah penelitian 2 BAB I Pendahulua

Lebih terperinci