PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO F:S TERHADAP AKTIVITAS ZAT WARNA DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA UMBI BIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO F:S TERHADAP AKTIVITAS ZAT WARNA DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA UMBI BIT"

Transkripsi

1 PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO F:S TERHADAP AKTIVITAS ZAT WARNA DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA UMBI BIT Clara Angelica *), Anastasia Prima Kristijarti, dan Ariestya Arlene Arbita Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141, Indonesia, Telp: (022) *) Penulis korespondensi : claraangelica07@hotmail.com Abstract THE EFFECT OF TEMPERATURE AND RATIO F:S ON DYES ACTIVITIES IN EXTRACTION OF BEET S DYES. The growing recognition of the existence of natural dyes in the food industry require a further exploration of the sources of the natural colorants. Beet (Beta vulgaris) is one of the potential plants to be developed. The dye contained in the beet called betalain. Betalain that are soluble in water consists of purplish red dye betacyanin and yellow dye betaxanthin. Betacyanin can be used as a safe natural coloring foodstuffs replacing synthetic dyes. Isolation of these dyes can be done by extraction method. Batch extraction is done using aquadest as solvent with stirring, then the separation of the extract from the solvent is done using a vacuum evaporator. The extraction process is done by variation of temperature at 30 C, 40 C, 50 C, 60 C, 70 C and the ratio F:S are 1:10, 1:12,5, 1:15, 1:17,5, 1:20. Analysis for the number of betacyanin, the intensity of red color, and stability of beet s dye are done by measuring absorbance using visible light spectrophotometer. The results show that the maximum rendemen and yield is achieved at the extraction temperature of 60 C and the ratio F:S (1:17,5). The largest number of betacyanin and intensity of red color produced at the extraction temperature of 40 C and the ratio F:S (1:17,5). UV light, ph, oxidizing, and storage condition affect the stability of beet s dye which is showed by the reduction of dye absorbance. Based on the experimental design, the temperature and the ratio F:S significantly influence number of betacyanin. The interaction between two factors are not significantly influence number of betacyanin. Keywords:, aquadest, batch, beet, betacyanin, extraction Abstrak Dengan semakin diakuinya keberadaan pewarna alami dalam industri pangan, dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut mengenai sumber pewarna alami. Bit (Beta vulgaris) merupakan salah satu komoditas tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Zat warna merah dari bit dinamakan betalain. Betalain yang bersifat larut dalam air terdiri dari zat warna merah keunguan betasianin dan zat warna kuning betaxantin. Zat warna ini dapat dijadikan pewarna alami bahan pangan yang aman menggantikan pewarna sintetis. Isolasi zat warna ini dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dilakukan secara batch menggunakan pelarut aquadest dengan pengadukan, selanjutnya pemisahan ekstrak dari pelarutnya dilakukan dengan evaporator vakum. Proses ekstraksi dilakukan dengan variasi temperatur pada 30 C, 40 C, 50 C, 60 C, dan 70 C, serta rasio F:S sebesar 1:10, 1:12,5, 1:15, 1:17,5, dan 1:20. Analisis kadar betasianin, intensitas warna merah, dan stabilitas zat warna bit dilakukan dengan mengukur absorbansinya pada spektrofotometer cahaya tampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen dan yield maksimum diperoleh pada temperatur ekstraksi 60 C dan rasio F:S (1:17,5). Kadar betasianin dan intensitas warna merah tertinggi dihasilkan pada temperatur ekstraksi 40 C dan rasio F:S (1:17,5). Sinar UV, ph, oksidator, dan kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas zat warna bit dengan menunjukkan penurunan absorbansi zat warna. Berdasarkan hasil rancangan percobaan, temperatur dan rasio F:S berpengaruh secara signifikan terhadap kadar betasianin. Interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar betasianin. Kata kunci: aquadest, batch, bit, betasianin, ekstraksi

2 PENDAHULUAN Warna adalah sifat sensori pertama yang diamati pada saat konsumen menemui produk pangan. Konsumen biasanya tertarik akan makanan yang memiliki warna tertentu dan menolak jika terdapat penyimpangan pada warna makanan tersebut. Pewarna makanan memegang peranan penting untuk meningkatkan nilai estetika makanan. (Kusumawati, 2008) Bahan pewarna makanan bisa didapatkan dari pewarna alami dan pewarna sintetis. Betalain dari bit merupakan salah satu pewarna alami bahan pangan yang aman menggantikan pewarna sintetis. Bit merupakan sejenis tanaman umbi-umbian yang kaya akan gizi. Tanaman ini tingginya sekitar satu sampai tiga meter. Batang bit sangat pendek, hampir tak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh pada leher akar tunggang (pangkal umbi) dan berwarna kemerahan. Umbi bit berbentuk bulat, tetapi ada pula yang berbentuk lonjong. Umbi bit berwarna merah keunguan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Ada dua varietas bit, yaitu bit dengan umbi berwarna merah tua (Beta vulgaris L.var.rubra L.) dan bit dengan umbi berwarna merah keputih-putihan (Beta vulgaris L.var cicla L.). Bit yang memiliki nama latin Beta vulgaris berasal dari keluarga tanaman Chenopodiaceae. (Nottingham, 2005) Daun bit Batang bit Umbi bit Gambar 1 Tanaman Bit (Foto Pribadi, 2012) Zat warna bit berwarna merah yang diketahui sebagai betalain, pertama kali diisolasi oleh Schudel dan dilanjutkan oleh Ainley dan Robinson. Zat warna tersebut diklasifikasikan sebagai antosianin seperti kebanyakan zat warna pada tumbuhan berbunga namun memiliki perbedaan yaitu zat warna tersebut mengandung nitrogen. Pigmen betalain dan antosianin bersifat mutual eksklusif. Hal ini berarti kedua pigmen tersebut tidak pernah berada pada satu tanaman yang sama. (Mastuti,2010) Pada Gambar 2 dapat dilihat perbedaan struktur kimia antara antosianin dengan betalain. (a) Antosianin (b) Betalain Gambar 2 Struktur Kimia Antosianin dan Betalain (The Society of Chemical Industry, 2012) Pada tanaman, betalain disimpan dalam vakuola sebagai glikosida. Tidak seperti kelas tumbuhan berpigmen lain, distribusi betalain terbatas. Zat warna betalain yang bersifat larut dalam air terdiri dari zat warna merah keunguan betasianin dan zat warna kuning betaxantin (disajikan pada Gambar 3), menggantikan posisi zat warna antosianin pada tumbuhan berordo Caryophyllales dan genus fungi, Amanita muscaria. (Arjuan, 2008)

3 (a) Betasianin (b) Betaxantin Gambar 3 Struktur Kimia Betasianin dan Betaxantin (The Scientific Electronic Library Online, 2012) Betasianin merupakan pigmen berwarna merah atau merah keunguan. Betasianin adalah salah satu pewarna alami yang banyak banyak digunakan dalam sistem pangan. Betasianin dari buah bit telah diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi. Bit juga mengandung betaxantin, suatu pigmen berwarna kuning. Tingkat warna merah menunjukkan bahwa kandungan betaxantinnya sedikit, warna kuning menunjukkan bahwa tidak terdapat betasianin, dan warna putih menunjukkan tidak terdapatnya kedua pigmen tersebut. (Mastuti, 2010) METODE PENELITIAN Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk bit kering. Serbuk ini diperoleh dari penggilingan umbi bit yang telah mengalami proses pengupasan, pencucian, pengecilan ukuran dengan ketebalan 2 cm, steam blanching selama 3 menit, dan pengeringan di dalam oven pada temperatur 45 C selama 48 jam. Bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest yang berfungsi sebagai pelarut untuk proses ekstraksi. Bahan analisis yang digunakan adalah asam peroksida 50%, asam klorida 0,1 M, asam asetat 0,1 M, asam borat 2%, natrium klorida 5%, natrium karbonat 5%, natrium bikarbonat 5%, natrium hidroksida 0,01 M, sodium-phospate dibasic 0,2 M, dan asam sitrat 0,1 M. Metode Penelitian Mula-mula dilakukan ekstraksi soxhlet untuk mengetahui rendemen maksimum yang dapat diperoleh dari serbuk bit. Hasil dari ekstraksi ini digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum dan membuat kurva standar. Pada penelitian utama dilakukan ekstraksi di dalam ekstraktor 1 L yang dilengkapi dengan motor pengaduk, impeller paddle, termostat, dan waterbath seperti disajikan pada Gambar 4. Ekstraksi dilakukan secara batch dengan umpan berupa serbuk bit kering ukuran mesh menggunakan pelarut aquadest dengan variasi temperatur (30 C, 40 C, 50 C, 60 C, dan 70 C) dan rasio F:S (1:10, 1:12,5, 1:15, 1:17,5, dan 1:20) selama 4 jam dengan kecepatan pengadukan 175 rpm. Ekstrak dipisahkan dari rafinat menggunakan penyaring vakum. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan evaporator vakum untuk memisahkan pelarut dari zat warna betasianin. Zat warna inilah yang merupakan produk utama dari penelitian ini, yang akan dianalisis. Analisis terdiri dari analisis rendemen dan yield, kadar betasianin, serta intensitas warna merah. Perlakuan terbaik dari ekstrak betasianin dilakukan uji stabilitas terhadap pengaruh sinar UV, ph, oksidator, dan kondisi penyimpanan.

4 Motor pengaduk Termostat Waterbath Ekstraktor Impleller paddle Gambar 4 Skema Rangkaian Alat Penelitian Utama (Foto Pribadi, 2012) HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Soxhlet Ekstraksi soxhlet dilakukan untuk mengetahui rendemen (jumlah ekstrak yang terkandung dalam umpan berupa serbuk bit kering) maksimum yang terkandung dalam serbuk bit. Prinsip pada ekstraksi soxhlet adalah mengambil semua zat warna yang terdapat dalam umpan. Hasil ekstraksi soxhlet dipekatkan dengan evaporator vakum untuk memisahkan antara ekstrak dengan pelarut, selanjutnya ekstrak dikeringkan dalam oven pada temperatur 45 C selama 48 jam hingga didapat ekstrak mengandung betasianin berbentuk pasta berwarna merah kehitaman pekat (disajikan pada Gambar 5). Gambar 5 Ekstrak Bit Berbentuk Pasta (Foto Pribadi, 2012) Untuk menentukan rendemen maksimum, ekstrak bit yang berbentuk pasta (hasil ekstraksi soxhlet) ditimbang untuk menentukan massanya, kemudian dibandingkan dengan massa umpan kering. Rendemen maksimum yang diperoleh sebesar 52,3%. Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak bit yang berbentuk pasta (hasil ekstraksi soxhlet) diencerkan dengan konsentrasi 1000 ppm, agar dapat diukur absorbansinya. Larutan ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan Gambar 6 didapatkan panjang gelombang maksimum sebesar 530 nm dengan nilai absorbansi 0,11.

5 Panjang Gelombang Maksimum A (Absorbansi) λ (Panjang Gelombang, nm) Gambar 6 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kurva Standar Untuk mengetahui konversi nilai absorban menjadi nilai konsentrasi intensitas warna merah dari zat warna betasianin, maka dibuat kurva standar berupa persamaan linier pada panjang gelombang maksimum. Berdasarkan pengaluran kurva antara A (absorbansi) dan C (konsentrasi zat warna dalam mg/l) pada Gambar 7, diperoleh persamaan garis A=0,0001C dengan R 2 =0,9867. A (Absorbansi) Kurva Standar Gambar 7 Kurva Standar y = x R² = C (Konsentrasi, ppm) Analisis Kadar Betasianin Analisis kadar betasianin dilakukan pada ekstrak dari serbut bit kering yang berbentuk pasta dari proses ekstraksi batch. Berdasarkan penelitian Khuluq (2007), analisis kadar betasianin dilakukan dengan mengambil sampel ekstrak tersebut sebanyak 1 ml, diencerkan dengan buffer sitrat-pospat ph 5 dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 537 nm dan 500 nm. Nilai absorbansi dihitung dengan persamaan A = 1,095 [A (λ=537 nm) - A (λ=500 nm) ]. Penentuan kadar betasianin dengan persamaan berikut ini: Kadar betasianin = (1) (A:absorbansi, FP:faktor pengenceran, BM:550 gr/mol, : L/mol.cm, l: tebal kuvet 1 cm). Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kadar betasianin antara mg/l. Pada Gambar 8 terlihat kadar betasianin tertingi diperoleh pada temperatur 40 C dan rasio F:S (1:17,5). Diduga pada temperatur 40 C dan rasio F:S (1:17,5) memberikan mobilitas pelarut yang cukup baik pada ekstraksi betasianin dan tidak menurunkan stabilitas betasianin pada proses ekstraksi. Khuluq (2007) menyatakan semakin tinggi temperatur ekstraksi, maka semakin meningkatkan energi kinetik dari suatu senyawa yang mengakibatkan mobilitasnya meningkat dan apabila kondisi

6 tersebut dipertahankan maka semakin banyak pula jumlah antosianin yang dapat diekstrak. Betasianin memiliki kesamaan dengan antosianin sebagai pewarna alami dimana stabilitasnya dipengaruhi oleh temperatur. Stabilitas betasianin akan semakin menurun pada pemanasan temperatur 70 C dan 80 C. Kadar Betasianin Kadar Betasianin (mg/l) F:S=1:10 F:S=1:12,5 F:S=1:15 F:S=1:17,5 F:S=1:20 Temperatur, C Gambar 8 Kurva Kadar Betasianin Analisis Intensitas Warna Merah Pada ekstraksi zat warna dari serbuk bit kering menggunakan pelarut aquadest dengan variasi temperatur dan rasio F:S menunjukkan penurunan intensitas zat warna merah seiring dengan kenaikan temperatur dari 50 C sampai 70 C dan kenaikan rasio F:S dari 1:17,5 sampai 1:20. Pada Gambar 9 digunakan pengenceran 1000 ppm, dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur, maka intensitas warna merah akan semakin menurun. Secara visual, terlihat intensitas warna merah naik dari temperatur 30 C-40 C, kemudian turun pada temperatur 50 C- 70 C. Pada pengamatan nilai absorban dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan kenaikan absorbansi, yang berarti kenaikan intensitas warna yang terekstrak. Pada Gambar 10, absorbansi tertinggi diperoleh pada temperatur 60 C, namun jika dilihat dari Gambar 9, warna yang didapatkan cenderung merah kecoklatan. Temp. 30 C Temp. 40 C Temp. 50 C Temp. 60 C Temp. 70 C Gambar 9 Pengamatan Visual Intensitas Warna Merah Terhadap Perbedaan Temperatur (Foto Pribadi, 2012) Diduga, hal ini disebabkan oleh semakin tinggi temperatur maka zat warna betasianin semakin rusak dan kadar betasianin terekstrak menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan intensitas warna merah. Khuluq (2007) berpendapat bahwa semakin tinggi konsentrasi betasianin dalam ekstrak maka intensitas warna merah akan semakin besar pula. Kenaikan dan penurunan intensitas warna merah ekstrak dipengaruhi oleh besar kecilnya kadar betasianin pada bahan. Sifat betasianin tidak stabil pada temperatur tinggi. Pada temperatur tinggi, betasianin dapat terdekomposisi dan merubah warna menjadi coklat. Pada Gambar 9 menunjukkan penurunan

7 intensitas warna merah seiring dengan kenaikan temperatur dari 50 C sampai 70 C pada rasio F:S yang sama, sedangkan pada temperatur yang sama, perbedaan rasio F:S secara visual pada gambar 11, terlihat kurang berpengaruh terhadap intensitas warna merah. Pada pengamatan nilai absorban dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan pada temperatur yang sama, semakin tinggi rasio F:S, absorbansi dan konsentrasi semakin meningkat. Nilai konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi. Intensitas Warna Merah Konsentrasi (ppm) Temperatur, C F:S=1:10 F:S=1:12,5 F:S=1:15 F:S=1:17,5 F:S=1:20 Gambar 10 Kurva Intensitas Warna Merah Gambar 10 menunjukkan pada rasio F:S 1:17,5 diperoleh konsentrasi tertinggi. Hal ini disebabkan karena perbandingan jumlah umpan (serbuk bit kering) dan jumlah pelarutnya sudah cukup, sehingga pelarut dapat larut dengan baik ke dalam umpan akibatnya betasianin dapat dilarutkan oleh pelarut. Ekstrak yang memiliki kadar betasianin lebih tinggi mempunyai kontribusi warna merah yang lebih baik dibandingkan kadar betasianin rendah. Khuluq (2007) menyatakan β-karoten merupakan pigmen alami berwarna kuning atau orange. Oleh karena itu, semakin banyak banyak β-karoten yang terekstrak maka kepekatannya semakin meningkat, hal ini menyebabkan intensitas warna merah ekstrak β-karoten meningkat. 1:10 1:12,5 1:15 1:17,5 1:20 Gambar 11 Pengamatan Visual Intensitas Warna Merah Terhadap Perbedaan Rasio F:S (Foto Pribadi, 2012) Analisis Rendemen dan Yield Rendemen dan yield yang diperoleh bervariasi berdasarkan variasi temperatur dan rasio F:S. Nilai rendemen berbanding lurus dengan yield. Rendemen dan yield tertinggi didapatkan pada temperatur 60 C dengan rasio F:S sebesar 1:17,5, yaitu sebesar 39,63% dan 75,78%. Kurva analisis rendemen dan yield terhadap temperatur dan rasio F:S disajikan pada Gambar 12. Pada rasio F:S yang sama, kenaikan temperatur ekstraksi menyebabkan kenaikan rendemen dan yield. Pada temperatur yang sama, kenaikan rasio F:S (1:10 sampai 1:17,5) menyebabkan kenaikan rendemen dan yield serta penurunan rendemen dan yield pada rasio F:S (1:17,5 sampai 1:20).

8 Pengaruh Rasio F:S dan Temperatur terhadap Rendemen 40 Rendemen (%) Temperatur, C Pengaruh Rasio F:S dan Temperatur terhadap Yield Yield (%) 30 Temperatur, C Gambar 12 Kurva Rendemen dan Yield F:S=1:10 F:S=1:12,5 F:S=1:15 F:S=1:17,5 F:S=1:20 F:S=1:10 F:S=1:12,5 F:S=1:15 F:S=1:17,5 F:S=1:20 Uji Stabilitas Zat Warna Terhadap Pengaruh Sinar UV Berdasarkan Gambar 13 tidak terlalu terlihat perbedaan zat warna setelah disinari UV selama 24 jam dengan zat warna awal. Pada pengamatan dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan hasil penurunan absorbansi seiring dengan lamanya penyinaran pada sinar UV. Pada waktu awal, diketahui absorbansinya sebesar 0,35 lalu menurun pada waktu 6 jam menjadi 0,32, sampai akhirnya pada waktu 24 jam menjadi 0,23. Semakin lama penyinaran, stabilitas betasianin akan semakin menurun sehingga terjadi pemucatan warna. Pemucatan warna disebabkan oleh adanya degradasi zat warna yang ditunjukkan oleh penurunan absorbansi. Pada penelitian yang lalu diketahui penurunan nilai absorbansi disebabkan karena terjadinya perubahan struktur zat warna betasianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna), dan akhirnya membentuk alfa diketon yang berwarna coklat. (Niken, 2011) Larutan Awal 40 C Penyinaran UV (24 jam) Temperatur Lemari Es (24 jam) Temperatur Kamar (24 jam) Penambahan Oksidator (24 jam) Gambar 13 Hasil Analisis Stabilitas Zat Warna (Foto Pribadi, 2012) Hasil pengamatan intensitas warna dari ekstrak serbuk bit kering yang telah disimpan pada temperatur kamar dengan kondisi penyinaran UV menunjukkan perubahan intensitas warna yang

9 cukup besar bila dibandingkan kondisi gelap selama 24 jam. Perubahan intensitas warna ini ditunjukkan dengan perubahan absorbansi. Pada kondisi gelap, saat awal diketahui absorbansinya sebesar 0,35, pada waktu 6 jam menurun menjadi 0,33, sampai akhirnya pada waktu 24 jam menjadi 0,29. Menurut Niken (2011), perubahan absorbansi saat penyimpanan pada kondisi penyinaran UV dimungkinkan disebabkan reaksi kopigmentasi dan diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase yang mengkatalis reaksi pencoklatan. Uji Stabilitas Zat Warna Terhadap Pengaruh ph ph memiliki peranan penting dalam ekstraksi betasianin karena memberikan pengaruh pada kestabilan betasianin. Pada Gambar 14 terlihat bahwa pada ph 5 menghasilkan stabilitas warna merah tertinggi, sedangkan pada ph basa (ph 7-13) absorbansi zat warna betasianin yang dihasilkan mengalami penurunan. Menurut Khuluq (2007), betasianin memiliki tingkat kestabilan yang tinggi pada ph 5. Kerusakan betasianin meningkat tajam dibawah ph 4, dan pada nilai ph netral mengubah warna menjadi coklat. ph 1 ph 3 ph 5 ph 7 ph 8,5 ph 11 ph 13 Gambar 14 Pengaruh Variasi ph Terhadap Stabilitas Zat Warna (Foto Pribadi, 2012) Uji Stabilitas Zat Warna Terhadap Pengaruh Oksidator Penambahan oksidator H 2 O 2 (disajikan pada Gambar 13) menyebabkan penurunan serapan/ absorbansi zat warna pada pengamatan setelah 6 jam pertama. Hasil pengamatan intensitas warna dari ekstrak serbuk bit kering terhadap pengaruh oksidator memberikan pengaruh yang nyata, hal ini dapat dilihat dari hilangnya absorbansi maksimum pada konsentrat yang telah disimpan selama 24 jam. Pada waktu awal, diketahui absorbansinya sebesar 0,35 lalu menurun pada waktu 6 jam menjadi 0,20, sampai akhirnya pada waktu 24 jam menjadi 0,05. Khuluq (2007) berpendapat bahwa penambahan H 2 O 2 mengakibatkan dekomposisi betasianin baik pada penambahan sedikit H 2 O 2 atau dengan konsentrasi yang signifikan dimana H 2 O 2 merupakan senyawa yang mudah untuk mengoksidasi zat warna. Adanya penambahan oksidator menyebabkan penurunan serapan atau berkurangnya kadar pewarna akibat terjadinya penyerangan pada gugus reaktif pewarna oleh oksidator, sehingga gugus reaktif yang bersifat memberi warna berubah menjadi tidak memberikan warna. Uji Stabilitas Zat Warna Terhadap Pengaruh Kondisi Penyimpanan Gambar 13 menunjukkan tidak adanya perbedaan dari pengamatan visual secara signifikan pada intensitas warna merah. Pada pengamatan dengan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan absorbansi pada kondisi penyimpanan temperatur lemari es dan temperatur kamar juga tidak terlalu mengalami perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data Penurunan Absorbansi Terhadap Pengaruh Kondisi Penyimpanan t=0 jam t=6 jam t=24 jam Temperatur %T A %T A %T A Lemari es (4 C) 44,8 0,35 44,8 0,35 46,1 0,34 Kamar (26 C) 44,8 0,35 46,8 0,33 51,6 0,29

10 Pada kondisi penyimpanan temperatur kamar terjadi penurunan absorbansi yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi penyimpanan pada temperatur lemari es. Kesetimbangan antara sruktur-struktur antosianin yaitu basa kuinoidal (biru), kation flavium (merah), basa karbinol (tak berwarna), dan kalkon (tak berwarna) bersifat endotermik jika berjalan dari kiri ke kanan. Zat warna betasianin pada bit memiliki kemiripan struktur dengan antosianin sehingga dapat diduga temperatur penyimpanan juga mempengaruhi stabilitas betasianin. Perubahan saat penyimpanan dimungkinkan disebabkan reaksi kopigmentasi dan diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase yang mengkatalis reaksi pencoklatan. Penyimpanan pada kondisi kamar menyebabkan terjadinya perubahan intensitas zat warna yang cukup besar akibat dua hal tersebut. Penyimpanan pada kondisi dingin dapat menghambat terjadinya reaksi kopigmentasi (pencoklatan). (Niken, 2011) Perpindahan Massa Ekstraksi Pengambilan zat warna alami umbi bit dengan aquadest adalah proses perpindahan massa zat warna dari padatan (serbuk bit kering) ke fase cairan (aquadest) yang disebut dengan proses ekstraksi padat-cair. Menurut Samun (2008), kecepatan ekstraksi padat-cair tergantung pada dua tahapan pokok yaitu perpindahan massa dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan. Jika perbedaan kecepatan kedua tahap hampir sama, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua kedua proses tersebut, tetapi jika perbedaan kecepatan kedua tahapan cukup besar, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kecepatan proses yang paling lambat. Koefisien Perpindahan Massa ln (C*-C) y = x R² = t (menit) Gambar 15 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa Proses ekstraksi batch dilakukan selama 4 jam, berdasarkan penentuan waktu kesetimbangan proses ekstraksi pada temperatur paling rendah 30 C dengan F:S paling besar (1:20). Koefisien perpindahan massa pada proses ekstraksi batch pada temperatur 30 C dengan rasio F:S (1:20) sebesar 0,0126/menit (disajikan pada Gambar 15). Pada Gambar 16 menunjukkan semakin lama waktu ekstraksi, konsentrasi pewarna dalam pelarut (aquadest), C, akan semakin besar, tetapi pertambahan konsentrasi untuk setiap interval waktu pengambilan sampel semakin lama akan semakin kecil. Pada saat tertentu, pertambahan konsentrasi sudah tidak signifikan lagi. Pada kondisi ini, konsentrasi pewarna dalam badan cairan (C) dan konsentrasi pewarna dalam padatan (x) sudah berada dalam kesetimbangan.

11 Laju Konsentrasi Zat Warna Terhadap Waktu C (ppm) t (menit) Gambar 16 Laju Konsentrasi Zat Warna Terhadap Waktu Kurva Kesetimbangan Pada pembuatan kurva kesetimbangan ekstraksi dilakukan perhitungan N R, N E, X, dan Y. N R menyatakan jumlah padatan yang terkandung dalam rafinat, N E menyatakan jumlah padatan yang terkandung dalam ekstrak, X menyatakan jumlah solut dalam rafinat, dan Y menyatakan jumlah solut dalam ekstrak. Pada penelitian ini didapat kurva kesetimbangan ekstraksi pada Gambar 17. Kurva Kesetimbangan Ekstraksi 0.08 N R, N E Temp.30C Temp.40C Temp.50C Temp.60C Temp.70C X, Y Gambar 17 Kurva Kesetimbangan Ekstraksi Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor dimana hasil penelitian ekstraksi zat warna dari serbuk bit menggunakan pelarut aquadest pada variasi faktor temperatur dan rasio F:S sebagai respon kadar betasianin yang dihasilkan. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kadar betasianin pada setiap tempuhan adalah faktor A (temperatur) dan faktor B (perbandingan serbuk bit kering dengan pelarut). Interaksi antara faktor A dan B tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar betasianin. Peningkatan temperatur akan meningkatkan kadar betasianin yang diperoleh. Peningkatan temperatur akan meningkatkan solubilitas zat terlarut ke dalam pelarut dan meningkatkan laju ekstraksi. Peningkatan rasio F:S akan meningkatkan driving force ekstraksi berupa perbedaan konsentrasi zat terlarut di fasa padat dan fasa cair.

12 Tabel 2 Analisis Varian Rancangan Percobaan Faktorial Derajat Jumlah Kuadrat Variasi Kebebasa Fo Ftabel Kesimpulan Kuadrat Rata-Rata n Perlakuan A 3288, ,102 4,664 > 2,132 Ho ditolak Perlakuan B , , ,576 > 2,132 Ho ditolak Interaksi AB 1330, ,158 0,472 < 1,746 Ho diterima Kesalahan Percobaan 4406, ,253 Total , KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Semakin tinggi temperatur dalam proses ekstraksi zat warna dari umbi bit, maka rendemen dan yield yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. 2. Pada kenaikan temperatur dari 40 C sampai 70 C dalam proses ekstraksi zat warna dari umbi bit, kadar betasianin dan intensitas warna merah yang dihasilkan semakin menurun. 3. Pada kenaikan rasio F:S dari 1:10 sampai 1:17,5 dalam proses ekstraksi zat warna dari umbi bit, rendemen, yield, kadar betasianin dan intensitas warna merah yang dihasilkan semakin tinggi. 4. Sinar UV, ph, oksidator, dan kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas zat warna hasil ekstraksi umbi bit. 5. Walaupun pada temperatur 60 C dan rasio F:S (1:17,5) dihasilkan rendemen dan yield tertinggi, kadar betasianin dan intensitas warna merah yang dihasilkan semakin menurun. Oleh karena itu, dipilih temperatur 40 C dan rasio F:S (1:17,5) untuk menghasilkan kadar betasianin dan intensitas warna merah yang paling baik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Ibu Anastasia Prima Kristijarti dan Ibu Ariestya Arlene Arbita atas bimbingan Ibu selama penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arjuan, H., (2008), Aplikasi Pewarna Bubuk Ekstrak Umbi Bit (Beta vulgaris) Sebagai Pengganti Pewarna Tekstil pada Produk Terasi Kabupaten Berau Kalimantan Timur, repository.ipb.ac.id, diakses pada tanggal 05/05/2012 pk Khuluq, A. D., (2007), Ekstraksi dan Stabilitas Betasianin Daun Darah (Alternanthera denata) (Kajian Perbandingan Pelarut Air:Etanol dan Suhu Ekstraksi), Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 8, diakses pada tanggal 28/01/2012 pk Kusumawati, R.P., (2008), Pengaruh Penambahan Asam Sitrat dan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpinia sappan L) Terhadap Stabilitas Warna Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L), Skripsi, diakses pada tanggal 20/05/2012 pk , hal Mastuti, R., (2010), Pigmen Betalain pada Famili Amaranthaceae, diakses pada tanggal 01/01/2012 pk

13 Niken, (2011), Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit Manggis serta Uji Stabilitasnya, diakses pada tanggal 21/12/2012 pk Nottingham, S., (2005), Beetroot, diakses pada tanggal 14/03/2012 pk Samun, (2008), Koefisien Transfer Massa Volumetris Ekstraksi Zat Warna Alami dari Rimpang Kunyit (Kurkuminoid) di Dalam Tangki Berpengaduk, Ekuilibrium Vol. 7, diakses pada tanggal 21/12/2012 pk The Scientific Electronic Library Online, (2012), Betacyanin and Betaxanthin, diakses pada tanggal 11/04/2012 pk The Society of Chemical Industry, (2012), Anthocyanin and Betalain, diakses pada tanggal 11/04/2012 pk

PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO UMPAN TERHADAP PELARUT DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA DARI BAYAM MERAH

PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO UMPAN TERHADAP PELARUT DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA DARI BAYAM MERAH PENGARUH TEMPERATUR DAN RASIO UMPAN TERHADAP PELARUT DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA DARI BAYAM MERAH Yakobus Kristianto, Ariestya Arlene.A, ST., M.T., Anastasia Prima. K, S.Si., M.T. Jurnal Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT MANGGIS SERTA UJI STABILITASNYA

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT MANGGIS SERTA UJI STABILITASNYA 1 EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT MANGGIS SERTA UJI STABILITASNYA Niken Dian Saraswati ( L2C607038 ) dan Suci Epri Astutik ( L2C607054 ) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN A.1 DATA PENELITIAN PENDAHULUAN Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin Perlakuan Panjang Gelombang Dipotong kecil-kecil 506 Diblender 507,5 Tabel A.2

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT

Pewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT MERAH BIT Bit atau Beta vulgaris merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di Eropa dan sebagian Asia serta Amerika Serikat. Daun tanaman bit banyak dimanfaatkan sebagai sayur. Namun tanaman ini dibudidayakan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, 22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil Pertanian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis)

LAPORAN TUGAS AKHIR ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis) LAPORAN TUGAS AKHIR ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (Hylocereus costaricensis) Disusun oleh: RASINTAN AYUDHA PRAMITA I 8310050 SEKAR KUSUMANINGRUM I8310056 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN A.1 DATA PENELITIAN PENDAHULUAN Tabel A.1 Data Panjang Gelombang Antosianin Perlakuan Panjang Gelombang Dipotong kecil-kecil 512 Diblender 514,5 Tabel A.2

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KLOROFIL DAN UJI STABILITAS WARNA RENDEMEN DARI DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

EKSTRAKSI KLOROFIL DAN UJI STABILITAS WARNA RENDEMEN DARI DAUN KATUK (Sauropus androgynus) EKSTRAKSI KLOROFIL DAN UJI STABILITAS WARNA RENDEMEN DARI DAUN KATUK (Sauropus androgynus) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri

Lebih terperinci

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Jurnal Bahan Alam Terbarukan Jurnal Bahan Alam Terbarukan ISSN 2303-0623 PEMANFAATAN KULIT BUAH NAGA (Dragon Fruit) SEBAGAI PEWARNA ALAMI MAKANAN PENGGANTI PEWARNA SINTETIS Prima Astuti Handayani dan Asri Rahmawati Program Studi Teknik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. EKSTRAKSI SERBUK KELOPAK BUNGA ROSELA ( Hibiscus sabdarifa Linn. ) untuk UJI KANDUNGAN WARNA dengan SPEKTROFOTOMETER

TUGAS AKHIR. EKSTRAKSI SERBUK KELOPAK BUNGA ROSELA ( Hibiscus sabdarifa Linn. ) untuk UJI KANDUNGAN WARNA dengan SPEKTROFOTOMETER TUGAS AKHIR EKSTRAKSI SERBUK KELOPAK BUNGA ROSELA ( Hibiscus sabdarifa Linn. ) untuk UJI KANDUNGAN WARNA dengan SPEKTROFOTOMETER (Extraction of Rosela Petals Powder for Colour Content Test using Spectrophotometer)

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. (Juni 4) EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) Lidya Simanjuntak, Chairina Sinaga, Fatimah Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Ekstraksi Kulit Buah Naga sebagai Pewarna Alami

Ekstraksi Kulit Buah Naga sebagai Pewarna Alami Ekstraksi Kulit Buah Naga sebagai Pewarna Alami Sri Sudarmi 1, Purwo Subagyo 2, Anna Susanti 3*, dan Anggun Sri Wahyuningsih 4 Department of Chemical Engineering, Faculty of Industrial Technology, UPN

Lebih terperinci

ANALISA KANDUNGAN ANTOSIANIN PADA BUNGA MAWAR MERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER

ANALISA KANDUNGAN ANTOSIANIN PADA BUNGA MAWAR MERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER TUGAS AKHIR ANALISA KANDUNGAN ANTOSIANIN PADA BUNGA MAWAR MERAH MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER (Analysis Of The Anthocyanin Content Of Red Roses Using A Spectrofotometer ) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi 30 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Kimia Terpadu Universitas Muhammadiyah Riau dan di Laboratorium Patologi, Entimologi dan Mikrobiologi

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah duwet yang diperoleh dari Jember Jawa Timur. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah etanol, aquadest,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN L1.1 DATA RENDEMEN EKSTRAK Dari hasil percobaan diperoleh data rendemen ekstrak sebagai berikut: Jumlah Tahap Ekstraksi 2 3 Konsentrasi Pelarut (%) 50 70 96 50 70 96 Tabel L1.1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal bebas dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit di awali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Indo. J. Chem. Sci. 2 (2) (2013) Indonesian Journal of Chemical Science

Indo. J. Chem. Sci. 2 (2) (2013) Indonesian Journal of Chemical Science Indo. J. Chem. Sci. 2 (2) (2013) Indonesian Journal of Chemical Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs PENGARUH ASAM ORGANIK DALAM EKSTRAKSI ZAT WARNA KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana)

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP PIGMEN BETACYANIN DAUN KREMAH MERAH (Alternanthera dentata) DAN APLIKASINYA PADA PANGAN

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP PIGMEN BETACYANIN DAUN KREMAH MERAH (Alternanthera dentata) DAN APLIKASINYA PADA PANGAN PENGARUH SUHU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP PIGMEN BETACYANIN DAUN KREMAH MERAH (Alternanthera dentata) DAN APLIKASINYA PADA PANGAN [The Effect of Extraction Temperature and The Concentration

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN L1.1 DATA RENDEMEN EKSTRAK Jumlah Tahap Ekstraksi 2 3 Dari hasil percobaan diperoleh data rendemen ekstrak sebagai berikut: Konsentrasi Pelarut (%) 50 70 96 50 70 96 Tabel L1.1

Lebih terperinci

ANALISA ANTOSIANIN PADA BUAH STROBERI MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SINAR TAMPAK

ANALISA ANTOSIANIN PADA BUAH STROBERI MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SINAR TAMPAK i TUGAS AKHIR ANALISA ANTOSIANIN PADA BUAH STROBERI MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SINAR TAMPAK (Analysis of Anthocyanin on Strawberry Using Spectrophotometer Visible) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST, MT, PhD. Prof. Dr. Ir. H. M. Rachimoellah Dipl. EST Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Teknik Kimia FTI-ITS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

KINETIKA DEGRADASI ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIT MERAH (Beta vulgaris) SELAMA PROSES PEMANASAN DAN PERUBAHAN ph

KINETIKA DEGRADASI ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIT MERAH (Beta vulgaris) SELAMA PROSES PEMANASAN DAN PERUBAHAN ph KINETIKA DEGRADASI ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIT MERAH (Beta vulgaris) SELAMA PROSES PEMANASAN DAN PERUBAHAN ph DEGRADATION KINETICS OF RED BEET (Beta vulgaris) EXTRACT DURING THERMAL PROCESSING AND CHANGE OF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator asam basa sangat diperlukan dalam proses pembelajaran IPA di sekolah menengah, terutama untuk menunjang penguasaan konsep pada materi-materi tertentu. Salah

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang Analisis Pati dan Karbohidrat), Laboratorium Pengolahan Limbah Hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Jasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 17-20 Juni 2013 di Laboratorium Uji Mineral 1 Politeknik Kampar. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG Secang atau Caesalpinia sappan L merupakan tanaman semak atau pohon rendah dengan ketinggian 5-10 m. Tanaman ini termasuk famili Leguminoceae dan diketahui

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah tumbuhan yang bermula dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) selain daging buahnya,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012, bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PIGMEN Ekstraksi adalah proses penarikan komponen dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pada umumnya ekstraksi zat warna dari bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI DARI BIJI KESUMBA DALAM BENTUK KONSENTRAT TINGGI UNTUK PEWARNA MAKANAN

PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI DARI BIJI KESUMBA DALAM BENTUK KONSENTRAT TINGGI UNTUK PEWARNA MAKANAN PEMBUATAN ZAT WARNA ALAMI DARI BIJI KESUMBA DALAM BENTUK KONSENTRAT TINGGI UNTUK PEWARNA MAKANAN Paryanto 1,*, Hermiyanto 1, Simon Dicky Surya Sanjaya 1, 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT 372 PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT Zahra Fona 1, Syafruddin 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe,

Lebih terperinci

PENGUJIAN STABILITAS ZAT WARNA KULIT MANGGIS (Gracinia mangostana L) DENGAN SPEKTROFOTOMETER

PENGUJIAN STABILITAS ZAT WARNA KULIT MANGGIS (Gracinia mangostana L) DENGAN SPEKTROFOTOMETER LAPORAN TUGAS AKHIR PENGUJIAN STABILITAS ZAT WARNA KULIT MANGGIS (Gracinia mangostana L) DENGAN SPEKTROFOTOMETER (Color Stability Testing of Mangosteen Skin (Gracinia mangostana L) Using Spectrophotometer

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium,

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, 36 BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, bahan, dan cara kerja penelitian. Dibawah ini adalah uraian mengenai tiga hal tersebut. 3.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Warna merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan mutu suatu produk pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu karakteristik

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT METANOL SKRIPSI

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT METANOL SKRIPSI EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) DENGAN PELARUT METANOL SKRIPSI Oleh ELVI RASIDA FLORENTINA HUTAPEA 090405030 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 meter, bahkan di Papua

TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 meter, bahkan di Papua II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pandan Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk bulat, seperti buah durian. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 meter, bahkan di Papua

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana) LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana) Disusun Oleh: ANGGESTY AYU ANJALI I 8310008 AZIZZAH DEVI MAHARANI I 8310014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikator asam basa adalah suatu bahan yang dapat mengidentifikasi sifat asam dan basa suatu larutan. Apabila suatu bahan indikator diujikan terhadap larutan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR

Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR Ekstraksi likopen dari tomat dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton : metanol dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI KELOPAK BUNGA ROSELLA DENGAN PELARUT ETANOL

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI KELOPAK BUNGA ROSELLA DENGAN PELARUT ETANOL E K U I L I B R I U M ISSN : 1412-9124 Vol. 12. No. 2. Halaman : 49 53 Juli 213 EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI KELOPAK BUNGA ROSELLA DENGAN PELARUT ETANOL Endang Mastuti *, Maria Gretalita Niken Winaputri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK PEWARNA BUAH SENDUDUK

PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK PEWARNA BUAH SENDUDUK PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK PEWARNA BUAH SENDUDUK Nurzarrah Tazar 1, Fidela Violalita 1, Mimi Harmi 1, Khandra Fahmy 2 1 Program Studi Teknologi Pangan,

Lebih terperinci