yang tersedia untuk dibangun dan terus meningkatnya harga tanah yang terlalu tinggi serta kesulitan dalam proses pembebasan tanah untuk perumahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "yang tersedia untuk dibangun dan terus meningkatnya harga tanah yang terlalu tinggi serta kesulitan dalam proses pembebasan tanah untuk perumahan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus mengalami pertambahan yang sangat pesat, hal ini akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju dan sejalan dengan ketentuan Garis Garis Besar Haluan Negara, maka dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, di samping penyediaan papan dan sandang pada tingkat harga yang wajar pembangunan perumahan rakyat merupakan sasaran yang penting. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan suatu kawasan perumahan atau permukiman yang dapat menunjang kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Menurut UU RI No 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman menyebutkan bahwa perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Selain itu, perumahan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan ini merupakan salah satu titik strategis dalam pembangunan manusia seutuhnya dan merupakan pintu masuk kedunia yang menjanjikan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, pembangunan perumahan juga dapat memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi dan juga perluasan lapangan pekerjaan (Batubara, 1994 dalam Budiharjo, 1998). Kebutuhan rumah akan selalu ada dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat didaerah perkotaan maka akan mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan juga semakin meningkat, terutama kebutuhan akan perumahan (Panudju,1999). Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru, antara lain ketersediaan lahan yang semakin terbatas karena kepadatan penduduk yang terus bertambah, sementara lahan yang ada bersifat tetap. Masalah utama yang menghambat pembangunan perumahan adalah kurangnya tanah 1

2 yang tersedia untuk dibangun dan terus meningkatnya harga tanah yang terlalu tinggi serta kesulitan dalam proses pembebasan tanah untuk perumahan (Batubara, 1982 dalam Budihardjo, 1998). Masalah perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai permasalahan fisik semata, namun harus dikaitkan dengan masalah sosial, ekonomi serta budaya masyarakat. Penyediaan perumahan dan fasilitasnya menjadi penting karena ketersediaan tersebut merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan merupakan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia lapangan kerja serta pendorong pembentukan modal yang besar. Pembangunan perumahan akan membuka peluang usaha bagi para pengembang yang akan menyerap tenaga kerja. Secara tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran, serta peningkatan pendapatan masyarakat dan akan berpengaruh positif bagi proses pembangunan pada umumnya. Pelaksanaan pembangunan perumahan dibutuhkan adanya ketersediaan lahan yang tidak sedikit, khususnya lahan yang belum terbangun dan lahan yang telah diperuntukan bagi perumahan. Perencanaan pembangunan ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan sosial. Pembangunan perumahan membutuhkan lahan yang memenuhi beberapa kriteria nilai fisik maupun nilai ekonomi. Kriteria fisik harus sesuai untuk konstruksi bangunan, dan kriteria sosial ekonomi harus memenuhi persyaratan seperti : aksesibilitas baik, adanya sarana dan prasarana lingkungan (Suharyadi, 1996).Ketersediaan lahan didaerah Kecamatan Jetis yang semakin terbatas, sementara kebutuhan akan tempat tinggal terus bertambah seiring laju pertumbuhan penduduk, sehingga menyebabkan banyak terjadinya masalah permukiman di kecamatan Jetis. Pemilihan lokasi untuk kawasan perumahan mempunyai arti penting dalam aspek keruangan, karena hal ini akan menentukan keawetan bangunan, nilai ekonomis, dan dampak permukiman terhadap lingkungan disekitarnya (Sutikno, 1982). Selama ini pembangunan kawasan permukiman hanya berorientasi pada aspek ekonomisnya saja tanpa memperhatikan penataan lingkungan masyarakat setempat. Perencanaan dan pembangunan perumahan perlu mempertimbangkan 2

3 kesesuaian tata ruang dan tata guna lahan bagi wilayah yang bersangkutan, agar dapat mempertahankan kualitas lingkungan serta terhindar dari masalah bencana seperti erosi, banjir, ataupun longsor lahan.proses pemilihan letak perumahan memerlukan data dan informasi yang bersifat keruangan. Teknik penginderaan jauh dapat diterapkan dalam kegiatan penentuan letak perumahan karena mampu menyediakan informasi yang lengkap, akurat dan cepat dengan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya (Sutanto, 1989). Penggunaan citra penginderaan jauh merupakan cara yang tidak dapat ditinggalkan dalam proses inventarisasi dan analisis bagi para perencana. Salah satu produk hasil teknologi penginderaan jauh yang relatif baru yaitu citra Ikonos. Citra Ikoknos ini memiliki resolusi spasial dan temporal yang lebih baik dibandingkan FU, selain itu juga dapat menyajikan data keruangan yang berkaitan dengan letak, persebaran dan kualitas obyek secara nyata. Kemampuan Citra Ikonos dalam menyadap informasi keruangan secara rinci dapat digunakan untuk mengkaji permasalahan perumahan secara mendetail. Dalam pengolahan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan sistem yang mampu mengolah dan menyajikan data secara spasial, yaitu Sistem Informasi Geografi (SIG). Sistem Informasi Geografi (SIG) ini dapat digunakan meneliti dan mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, menentukan pilihan dan kebijakan melalui metode analisis keruangan (Dulbahri, 1990). Pengolahan data menggunakan SIG telah banyak diterapkan dalam pemetaan dan analisis masalah keruangan. Sistem Informasi Geografi merupakan salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan, penyimpanan, dan analisis data dalam jumlah yang besar dengan cepat dan mudah. Salah satu contohnya dalam pengolahan dan pengembangan suatu wilayah yang melibatkan data geografi, SIG berperan sebagai alat untuk membantu membuat keputusan dan kebijakan dalam rangka mengatur berbagai aspek yang berpengaruh terhadap tujuan pengembangan wilayah tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat mengakibatkan tekanan pada lahan yang semakin besar terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan 3

4 perumahan. Ketersediaan sumber daya lahan yang terbatas atau lahan yang bersifat tetap sedangkan kebutuhan perumahan yang terus meningkat dapat mengakibatkan persaingan yang sangat kompetitif dalam mendapatkan lahan. Hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi konversi (perubahan) penggunaan lahan tertentu seperti konversi yang terjadi pada penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian. Karena itu, dalam penentuan lokasi untuk pengembangan perumahan dibutuhkan perencanaan dan pengolahan yang baik. Lahan yang dicadangkan untuk pengembangan perumahan luasnya relatif terbatas, dan dari luas yang terbatas tersebut tidak seluruhnya sesuai untuk konstruksi bangunan. Sedangkan untuk pengembangan perumahan /permukiman dibutuhkan lahan yang memenuhi beberapa kriteria. Kriteria fisik harus sesuai untuk konstruksi bangunan, dan kriteria sosial ekonomi harus memenuhi persyaratan lahan permukiman lainnya, seperti : adanya fasilitas dan utilitas kota, aksesibilitas baik, dan jarak dari tempat bekerja masih dalam jangkauan. Adanya perbedaan yang mencolok antara besarnya permintaan lahan untuk perumahan dan terbatasnya lahan yang ada, menyebabkan banyak dijumpai adanya perumahan yang dibangun pada lokasi yang kurang sesuai secara fisik maupun non fisik. Perumahan yang dibangun pada kondisi yang kurang sesuai akan menyebabkan terancamnya penghuni dari beberapa bencana alam, dan beberapa hambatan yang berkaitan dengan kenyamanan untuk betempat tinggal. Evaluasi lahan diperlukan untuk menilai kesesuaian lahan bagi penggunaan tertentu, dalam hal ini penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan. Selain itu pertimbangan mengenai kedekatan dengan sarana umum juga penting untuk dinilai termasuk faktor akses yang merupakan sarana penghubung lokasi perumahan dengan wilayah lain. Faktor akses merupakan faktor yang menentukan dalam hal pengembangan perumahan, karena kecenderungan konsumen dalam memilih perumahan lebih mengutamakan perumahan yang dekat dengan jalan dan dekat dengan sarana umum. Menurut Karmono (1985 dalam Sutanto, 1987), Teknik penginderaan jauh merupakan salah satu usaha untuk mempercepat pengumpulan data dan informasi sumberdaya lahan, disamping itu pemetaan dengan menggunakan data penginderaan 4

5 jauh disertai uji lapangan dapat memberi keuntungan dalam hal biaya dan waktu. Selain itu pemanfaatan teknik penginderaan jauh dan sistem analisis keruangan untuk penentuan lokasi perumahan dengan menggunakan SIG, diharapkan dapat membantu dalam mengambil keputusan yang tepat dan sesuai sehingga dapat memecahkan masalah yang ada dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk pengembangan perumahan. Paduan antara penginderaan jauh dan sistem informasi geografi inventarisasi data sumberdaya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perencanaan pengembangan wilayah dalam memberikan sistem informasi yang baik. Proses pemilihan lokasi perumahan yang berwawasan lingkungan memerlukan pengetahuan yang memadai tentang lahan yang ada sekarang beserta penggunaan lahan dan potensinya secara rinci serta aktual. Untuk itu diperlukan teknik yang sesuai yang dapat menyajikan data secara rinci dan cepat. Citra Ikonos sebagai salah satu produk penginderaan jauh yang mampu menyajikan data keruangan secara nyata. Data tersebut berkaitan dengan letak, persebaran, dan kualitas obyek. Pengolahan data tersebut membutuhkan suatu sistem yang sesuai dan efisien agar data yang tersedia dapat menghasilkan informasi yang diinginkan. Data yang diperoleh melalui citra tersebut masih perlu dilengkapi dengan data yang harus diperoleh secara langsung dengan cara kerja lapangan. Selain itu, kerja lapangan juga dilakukan menguji ketelitian data hasil interpretasi citra Ikonos. Data hasil dari interpretasi citra dengan dilengkapi data lapangan perlu diolah lebih lanjut untuk menghasilkan informasi baru baik berupa tabel, grafik, deskripsi maupun peta. Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini, yaitu : 1. Sejauh mana pemanfaatan Citra Ikonos dapat digunakan dalam menyadap informasi parameter fisik lahan dalam membantu menentukan lokasi untuk perumahan? 2. Bagaimana memilih lokasi perumahan yang sesuai sehingga secara teknis memenuhi syarat dan menguntungkan secara ekonomis? Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan judul : Penentuan Lokasi Perumahan Berdasarkan Interpretasi Citra Ikonos dan Sistem Informasi Geografi Di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. 5

6 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kemampuan Citra Ikonos dalam menyadap parameter fisik lahan dalam membantu menentukan lokasi untuk pembangunan perumahan. 2. Menentukan lokasi yang strategis untuk pengembangan perumahan. 1.4 Sasaran Penelitian 1. Pembuatan peta bentuk lahan, peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, peta kedalaman muka air tanah, peta daya dukung tanah, peta drainase permukaan yang semuanya merupakan peta fisik lahan. 2. Pembuatan peta jarak terhadap jalan utama dan peta jarak terhadap pusat kota yang merupakan aksesibilitas. 3. Mengolah data dengan melakukan overlay terhadap parameter fisik lahan dan parameter jarak untuk menentukan lokasi untuk pengembangan perumahan. 4. Pemilihan lokasi perumahan sesuai dengan parameter fisik lahan. 1.5 Kegunaan Penelitian 1. Mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu geografi khususnya dalam bidang penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi. 2. Dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian penelitian lain yang menggunakan PJ dan SIG khususnya dalam hal merencanakan lokasi perumahan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. 3. Hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak baik pihak pemerintah maupun pengembang dalam merencanakan dan mempertimbangkan lahan untuk pengembangan perumahan agar pemanfaatan lahan yang ada lebih fungsional. 1.6 Tinjauan Pustaka Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena dipermukaan bumi melalui analisis data yang 6

7 diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lilliesand & Kiefer, 1990). Salah satu jenis data penginderaan jauh adalah citra. Sistem penginderaan jauh digambarkan dalam gambar 1.1. Gambar 1.1.Sistem penginderaan jauh (Lilliesand dan Kiefer 1990) Sumber tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh adalah tenaga elektomagnetik. Energi elektromagnetik adalah salah satu bentuk energi yang hanya dapat diamati dari hasil interaksinya dengan obyek. Gelombang elektromagnetik dipandang sebagai suatu energi, sehingga mempunyai materi yang dapat diukur dan dideteksi. Ketika energi elektromagnetik terpantulkan dari suatu obyek dan diterima sensor, menyebabkan perubahan kenampakan fisik yang dapat diamati dan diukur. Dalam penginderaan jauh, besar energi yang diterima sensor terekam dalam data (data digital/visual). Pengoperasian sensor dalam wilayah target mempunyai suatu resolusi spasial. Hal ini ditangkap sebagai suatu ukuran sinyal. Besarnya radiasi materi tergantung sifat materi itu sendiri (Aronof, 1989). Energi elektromagnetik dapat dideteksi hanya bila berinteraksi dengan bahan atau sensor. Apabila energi gelombang elektromagnetik yang kemudian dinamakan cahaya mengenai obyek/bahan, akan mengalami reaksi sesuai sifat bahan yang dikenai. Reaksi tersebut adalah pemantulan, pembiasan, pembauran dan penyerapan. Sistem penginderaan jauh terdiri atas beberapa komponen dan interaksi antar komponen (Sutanto, 1994). Serangkaian komponen dalam system penginderaan jauh tersebut meliputi : 1. Sumber Tenaga 7

8 Data penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah (system pasif) maupun sumber tenaga buatan (system aktif). Tenaga ini berinteraksi dengan obyek dipermukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. 2. Atmosfer Sebelum mengenai obyek, energi yang dihasilkan sumber tenaga merambat melewati atmosfer. Atmosfer ini berperan sebagai media penghantar tenaga yang berasal dari matahari dan penyampai sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan oleh obyek dipermukaan bumi. Pengaruh atmosfer merupakn fungsi panjang gelombang dan bersifat selektif terhadap panjang gelombang. 3. Interaksi antara Tenaga dan Obyek Tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga ke sensor. Pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan menyidik karakteristik spektral obyek yang tergambar pada citra.obyek yang mempunyai daya pantul tinggi akan terlihat cerah pada citra, sedangkan obyek yang daya pantulnya rendah akan terlihat gelap pada citra. 4. Sensor Sensor adalah alat yang digunakan untuk melacak, mendeteksi dan berfungsi sebagai alat perekam tenaga alam system penginderaan jauh. Tiap sensor memiliki resolusi spektral, yaitu kepekaan sensor terhadap bagian spektrum elektromagnetik tertentu dan resolusi spasial yang berbeda. Perbedaan kedua hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas citra PJ yang dihasilkan. Semakin kecil obyek yang dapat direkam oleh sensor semakin baik kualitas sensor itu dan semakin baik resolusi spasial dari citra. 5. Perolehan Data dan Penggunaan Data Perolehan data dapat dilakuakn secara manual yaitu dengan interpretasi secara visual, maupun dengan cara digital yaitu dengan menggunakan komputer. Pengguna data merupakan komponen paling penting dalam penginderaan jauh karena komponen ini menentukan dapat diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh untuk suatu aplikasi. 8

9 Interpretasi Citra Penginderaan Jauh Interpretasi citra adalah pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonnet,1975 dalam Sutanto, 1994). Menurut Lintz Jr Simonnet (1976) dalam Sutanto (1994), ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, yaitu 1. Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu obyek. 2. Identifikasi, adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. 3. Analisis, adalah tahap mengumpulkan keterangan lebih lanjut Pengenalan obyek dalam citra penginderaan jauh dilakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik obyek dengan memperhatikan kunci kunci interpretasi. Unsur unsur interpretasi citra terdiri dari : a. Rona dan warna Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Adapun warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap putih. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam. Karakteristik obyek yang mempengaruhi rona, permukaan yang kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna obyek yang gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, obyek yang basah atau lembab cenderung menimbulkan rona gelap. b. Bentuk Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti bentuk memanjang, lingkaran, dan segi empat. c. Ukuran Ukuran yaitu merupakan atribut obyek yang terdiri dari tinggi, lereng, luas, jarak, dan volume. Ukuran dapat mencirikan obyek sehingga menjadi pembeda dengan obyek sejenis yang lain. Ukuran obyek yang ada pada foto udara dapat 9

10 diketahui dengan membandingkan skala foto udara, sehingga ukuran ini selalu berkaitan dengan skalanya. d. Tekstur Tekstur yaitu frekuensi perubahan rona pada citra atau halus kasarnya obyek pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu halus, sedang, dan kasar. Contohnya hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, sedangkan semak-semak bertekstur halus. e. Pola Pola yaitu susunan keruangan dan merupakan ciri ciri yang memadai bagi banyak obyek bentukan manusia ataupun beberapa obyek alamiah. Pola aliran sungai sering menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah. f. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan obyek secara langsung yang berada didaerah gelap. Bayangan dapat digunakan untuk obyek yang memiliki ketinggian, seperti obyek bangunan, patahan, dan menara. g. Situs Situs ialah letak suatu obyek terhadap obyek lain disekitarnya. Situs juga diartikan sebagai letak obyek terhadap bentang darat, seperti situs suatu obyek di rawa, dipuncak bukit yang kering dan sebagainya. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, tetapi dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar. h. Asosiasi Asosiasi yaitu keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Karena adanya keterkaitan tersebut maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. Misalnya stasiun kereta api berasosiasi dengan rel kereta api yang jumlahnya bercabang, lapangan sepak bola selain bentuknya persegi panjang ditandai dengan situsnya yang berupa gawang. 10

11 Karakteristik Ikonos Perkembangan penginderaan jauh satelit ini ditunjukkan dengan beroperasinya satelit Ikonos yang menghasilkan citra beresolusi spasial sangat tinggi (4 meter untuk multispektral dan 1 meter untuk pankromatik) dengan perekaman data yang dapat dilakukan setiap hari. Satelit Ikonos diluncurkan pada tanggal 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California, Amerika Serikat (Space Imaging, 2002), sebagai fase baru dari perkembangan teknologi satelit komersial yang beresolusi spasial sangat tinggi. Satelit Ikonos memiliki resolusi spasial 1 m pada mode pankromatik, dimana waktu pencitraan dilakukan secara serempak. Ikonos memiliki resolusi temporal yang cukup singkat, yaitu antara 1,5 sampai 3 hari. Satelit Ikonos yang tergolong jenis polar sinkronous matahari ini beredar mengelilingi bumi diketinggian 364 mil, 14 kali sehari. Kepekaan kamera pankromatiknya mampu memotret segala macam obyek dibumi hingga yang berdiameter satu meter sekalipun, sedangkan sensor multispektralnya peka pada obyek hingga yang berukuran 3,28 meter. Kepekaan ini di dapat karena Ikonos memiliki teleskop optis khusus. Kualitas piktorial citra Ikonos sangat baik, yaitu setara dengan foto udara skala 1 : dan memiliki beberapa keuntungan dibanding foto udara diantaranya : a) wahana yang lebih stabil, b) kemampuan untuk melakukan perekaman ulang, dan c) harga relatif lebih murah. Citra Ikonos didesain untuk digunakan pada berbagai macam bidang aplikasi. Melihat karakter resolusi spasialnya yang sangat baik, beberapa aplikasi yang menggunakan citra satelit Ikonos antara lain : penentuan batas bidang, identifikasi jaringan jalan, transportasi, dan identifikasi bangunan (Transavia Informatika Pratama, 2000). Untuk menggunakan citra Ikonos pada suatu bidang aplikasi harus diperhatikan kondisi citra, dalam hal ini terkait erat dengan tingkat pengolahan dan harga. 11

12 Tabel 1.1. Karakteristik Citra Ikonos Elemen Keterangan Tanggal peluncuran 24 September 1999 di Vandenberg Air force, california Usia operasi Lebih dari 7 tahun Orbit 98.1 derajat, sun synchronous Kecepatan orbit 7.5 kilometer (4.7 mil) perdetik Kecepatan diatas tanah 6.8 kilometer (4.2 mil) perdetik Jumlah evolusi 14.7 setiap 24 jam Waktu orbit mengelilingi bumi 98 menit Resolusi Spasial Nadir : 0.82 meter panchromatic, 3.2 meter multispektral, off-nadir : 1.0 meter pankromatik, 4.0 meters multispektral Lebar swath 11.3 killometer (7.0 mil) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 mil) pada 26 off nadir Waktu melewati ekuator Sekitar jam 10:30 a.m. solar time Waktu revisit Sekitar 3 jam pada resolusi 1-meter, 40 L Dynamic range 11 bits perpiksel Jumlah band Pankkromatik, R, G, B, dan NIR Sumber : Space Imaging, 2012 Space Imaging (2012) menyebutkan tingkat Citra Ikonos, yaitu geo, standard ortho, reference, pro, precision, dan precision plus. Faktor yang membedakan antar tingkat produk adalah ketelitian posisinya. Semakin tinggi tingkatnya maka ketelitian posisi semakin tinggi, tetapi dengan konsekuensi harga yang juga semakin mahal. Tingkat (level) geo adalah tingkatan terendah dengan karakteristik ketelitian posisi sekitar 15 m (standar CE 90) Sistem Informasi Geografi Sitem Informasi Geografi merupakan kumpulan terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, dalam Prahasta, 2002). Sementara itu, menurut Linden (1987, dalam Suharyadi, 1992), mengemukakan bahwa Sistem Informasi Geografi merupakan system untuk pengolahan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan penayangan 12

13 data, yang mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan permukaan bumi. Sistem informasi geografi mampu untuk mengelola data spasial maupun atribut secara efektif dan efisien sehingga dapat menjawab pertanyaan pertanyaan spasial maupun atribut dengan baik dan juga mampu untuk membantu dalam menentukan pengambilan keputusan yang tepat. Menurut Star dan Estes (1990), Sistem informasi Geografi harus mempunyai 5 elemen yang essensial, yaitu : 1. Akuisisi data merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam aplikasi, biasanya terdiri dari pengumpulan data baru dan pengumpulan data dari peta atau citra. 2. Pra pemrosesan merupakan manipulasi data sehingga data tersebut dapat dimasukkan dalam SIG, manipulasi ini misalnya konversi format digital dan identifikasi lokasi obyek pada data asli. 3. Manajemen data merupakan proses input data, update, pengubahan, dan penghapusan data. 4. Manipulasi dan analisis merupakan proses yang melibatkan operator untuk memanipulasi dan menganalisis data yang telah ada sehingga menghasilkan data baru sesuai dengan aplikasinya. 5. Generasi produk merupakan output yang dihasilkan dari SIG, output ini dapat berbentuk softcopy maupun hardcopy. Sistem informasi geografis memiliki beberapa subsistem (Prahasta,2002) yaitu input, manipulasi, managemen data, query, analisis, dan visualisasi. 1. Input Merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Data yang digunakan harus dikonversi menjadi format digital yang sesuai. 2. Manipulasi Penyesuaian terhadap data masukan untuk proses lebih lanjut, misalnya penyamaan skala, pengubahan sitem proyeksi, generalisasi. 3. Managemen Data 13

14 Managemen data meliputi semua kegiatan operasional penyimpanan, pengaktifan, pengorganisasian, dan pengolahan data. 4. Query Merupakan penelusuran data menggunakan lebih dari satu layer dapat memberikan informasi untuk analisis dan memperoleh data yang diinginkan. 5. Analisis Kemampuan untuk analisis data spasial untuk memperoleh informasi baru. Salah satu fasilitas yang banyak dipakai adalah analisis tumpang susun peta (overlay). 6. Visualisasi Penyajian hasil berupa informasi baru atau basis data yang ada baik dalam bentuk softcopy maupun dalam bentuk hardcopy seperti dalam bentuk : peta, table, grafik, dan yang lainnya. Apliasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentinngan selama data yang diolah memiliki referensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau obyek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan. Sejalan dengan pemikiran diatas Edy Prahasta (2005), menyimpulkan bahwa Sistem Informasi Geografi terdiri dari beberapa subsistem yaitu: data input, data output,data management, data manipulasi dan analisis. Gambar 1.2. Subsistem SIG (Edy Prahasta, 2005) 14

15 Teori Perumahan Dan Permukiman Pengertian tentang perumahan dan permukiman masih sering mengalami kerancuan dalam penggunaanya. Perbedaan arti dari permukiman dan perumahan terletak pada skala bahasan maupun dari segi skala wilayah. Secara arti permukiman manusia (hunian settlement) adalah semua bentukan secara buatan maupun secara alami dengan segala perlengkapannya, yang dipergunakan oleh manusia baik secara individual maupun kelompok, untuk bertempat tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 1996). Dalam UU RI No.4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, termuat istilah rumah, perumahan, dan permukiman. Rumah menurut undang-undang tersebut adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan diartikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman dikatakan sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Berkaitan dengan pembedaan makna istilah perumahan dan permukiman tersebut, Yunus (1987) lebih menekankan pada pemaknaan perumahan dan permukiman dari lingkup skala bahasan maupun dari segi skala wilayah. Secara luas permukiman manusia diartika sebagai semua bentukan secara buatan maupun alami dengan segala perlengkapannya, yang diperlukan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Istilah perumahan dimaknai sebagai kelompok bangunan rumah dengan segala kelengkapannya, yang digunakan sebagai tempat tinggal secara menetap maupun sementara, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Perumahan dan permukiman selain berfungsi sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia dan pengejawantahan dari lingkungan sosial yang tertib, juga 15

16 merupakan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia lapangan kerja serta pendorong pembentukan modal yang besar. Dalam perkembangannya ada beberapa hal yang mempengaruhi corak maupun tipe perumahan diantaranya : 1. Faktor lingkungan dimana masyarakat itu berada seperti aksesibilitas lokasi dengan pusat-pusat pelayanan umum, jaringan jalan, sungai, dan lain-lain 2. Tingkat perekonomian masyarakat ditandai dengan pendapatan yang dimiliki, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan dan atau dibeli 3. Kemajuan teknologi yang dimiliki terutama teknologi pembangunan seperti perkembangan dunia arsitektur 4. Kebijakan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna lahan, program perumahan yang dimiliki Menurut Mirhad (1983, dalam Budiharjo, 1984) disampaikan tentang pengadaan perumahan bagi berbagai tingkat pendapatan dan penentuan lokasi permukiman yang baik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Ditinjau dari aspek teknis pelaksanaanya a. Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan gali dan urug, pembongkaran tonggak kayu, dan sebagainya. b. Bukan merupakan daerah banjir, daerah gempa, daerah angin ribut, dan bukan daerah rayapan. c. Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti. d. Kondisi tanah baik, sehingga konstruksi bangunan direncanakan semurah mungkin. e. Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah f. Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan. g. Mudah mendapatkan tenaga kerja. 2. Ditinjau dari aspek tata guna tanah 16

17 a. Tanah yang secara ekonomis sukar dikembangkan secara produktif. b. Tidak merusak lingkungan yang telah ada bahkan kalau dapat memperbaikinya. c. Sejauh mungkin mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, dan penampung air hujan. 3. Ditinjau dari aspek kesehatan a. Lokasinya sebaiknya jauh dari lokasi pabrik yang dapat mendatangkan polusi. b. Lokasinya sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan. c. Lokasinya sebaiknya dipilih yang udaranya masih sehat. d. Lokasinya sebaiknya mudah mendapatkan air minum e. Lokasinya sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni 4. Ditinjau dari aspek ekonomis a. Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya b. Dapat merupakan suatu contoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk membangun rumah dan lingkungan yang sehat c. Mudah menjualnya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan mendapatkan keuntungan yang wajar. Budiharjo (1991), menyatakan bahwa dalam pengembangan permukiman masih sering terabaikannya sarana dan prasarana lingkungan bagi kelayakan hidup manusia. Sarana lingkungan tersebut meliputi : pelayanan sosial antara lain (sekolah, klinik, puskesmas, atau rumah sakit yang umumnya disediakan oleh pemerintah) dan fasilitas sosial antara lain (tempat peribadatan, makam, gedung pertemuan, lapangan olah raga, ruang terbuka, pasar, pertokoan, warung kaki lima). Sedangkan prasarana lingkunngan meliputi : jalan dan jembatan, air brsih, listrik, telepon, saluran pembuangan. 17

18 Evaluasi Kesesuaian Lahan Penentuan lokasi yang optimal sesuai dengan daya dukungnya dapat dilakukan apabila tersedia informasi sumberdaya lahan termasuk informasi kesesuaian lahan. Untuk itu diperlukan evaluasi kesesuaian lahan. Sitorus (1985), mengemukakan evaluasi lahan merupakan penilaian daya guna lahan untuk tipe penggunaan tertentu. Serta mengemukakan tujuan dari eveluasi lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yanng dapat diharapkan berhasil. Hasil akhir dari evaluasi lahan adalah kepuasan bagi penggunaan lahan yang optimum, baik dalam bentuk usaha pribadi ataupun untuk kepentingan umum. Manfaat mendasar dari evaluasi lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan-perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan dalam wilayah tersebut dan kesesuaian lahan bagi suatu areal dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan wilayah tersebut (Sitorus, 1985). Menurut FAO kegiatan utama dalam evaluasi lahan meliputi : 1. Konsultasi pendahuluan yang meliputi penetapan yang jelas tentang tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi daerah penelitian, serta intensitas dan skala survei. 2. Penjabaran dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan 3. Deskripsi peta satuan lahan dan kualitas lahan berdasarkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu pembatas-pembatasnya 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada 5. Hasil dari butir keempat adalah klasifikasi kesesuaian lahan 6. Penyajian hasil evaluasi 18

19 Sutikno (1992), menyatakan bahwa salah satu konsep dasar yang perlu dipegang dalam pemanfaatan lahan adalah apabila tidak ada kesesuaian antara kualitas lahan dengan peruntukkannya akan menimbulkan degradasi lingkungan. Banyak kegiatan yang menunjukkan akibat dari ketidaksesuaian antara kualitas lahan dengan pemanfaatannya yang menimbulkan masalah lingkungan, seperti tanah longsor dan banjir Penelitian Sebelumnya Dibyosaputro Sunarto (1990), melakukan penelitian evaluasi lahan untuk perkembangan permukiman di Kota Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Parameter parameter yang digunakan adalah : kedalaman alur, kerapatan, kemiringan lereng, proses- proses geomorfologi, serta penggunaan lahan yang bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman dengan pendekatan geomorfologis. Metode yang digunakan adalah kualitatif empiris dengan teknik pengharkatan terhadap parameter geomorfologi pada setiap satuan lahan. Hasilnya terdiri dari 5 kelas kesesuaian lahan permukiman. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa foto udara dapat digunakan untuk menyadap data parameter lahan yang diperlukan untuk evaluasi lahan permukiman dan menentukan kesesuaian lahan untuk permukiman. Sardjono (1993), mengadakan penelitian evaluasi sumberdaya lahan yang digunakan untuk pengembangan permukiman di Kota Sukoharjo dan sekitarnya dengan menggunakan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 5000 dengan bantuan peta tematik dan uji lapangan. Pada penelitian ini parameter lahan yang digunakan antara lain : kemiringan lereng, jumlah dan kerapatan alur sungai, tingkat erosi, gerak massa batuan, lama penggenangan akibat banjir, daya dukung tanah, keadaan pengatusan, tingkat pelapukan batuan dan kekuatan batuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketelitian dan kemampuan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 5000 dalam identifikasi parameter kesesuaian lahan dan melakukan evaluasi lahan untuk perencanaan pengembangan permukiman. Metode yang digunakan adalah kualitatif empiris dengan pengharkatan terhadap parameter lahan. Satuan pemetaaan adalah unit lahan yang disusun berdasarkan 19

20 bentuk lahan, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 5000 mempunyai ketelitian yang baik dan dapat digunakan untuk mendapatkan parameter lahan yang sangat diperlukan dalam menentukan keseuaian lahan untuk permukiman. Mustakim (2003), melakukan penelitian penggunaan foto udara untuk penentuan lokasi perumahan menengah di Kota Pekalongan dengan menggunakan foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi yang paling sesuai bagi pembangunan perumahan kelas menengah. Parameter yang digunakan dalam menilai kesesuaian lahan meliputi : kemiringan lereng, bentuk lahan, penggunaan lahan, drainase tanah, jarak dari jalan utama, jarak dari fasilitas umum, jarak dari lokasi industri, kedalaman air tanah, kualitas air tanah, kerawanan bencana banjir, dan jarak dari jaringan air minum, listrik, dan telepon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif empiris dengan pengharkatan terhadap parameter parameter lahan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta prioritas perumahan menengah berdasarkan fisik lahan dan jarak. Prihatna (2004) melakukan evaluasi penggunaan lahan untuk permukiman di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan persebaran lahan yang sesuai bagi pengembangan permukiman. Data yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah dari citra Ikonos dimana citra tersebut digunakan untuk menyadap data penggunaan lahan dan bentuk lahan, dibantu dengan peta rupa bumi dan data sekunder untuk mengumpulkan informasi parameter parameter yang digunakan penilaian kesesuaian lahan. Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah dengan pengharkatan pada masing masing parameter lahan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta kelas kesesuaian lahan untuk permukiman. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan : a. Citra penginderaan jauh memiliki kemampuan dapat digunakan sebagai sumber data untuk indentifikasi parameter fisik lahan dalam melakukan penelitian untuk penentuan lokasi perumahan. 20

21 b. Metode penelitian, khususnya kuantitatif empiris dengan metode pengharkatan terhadap parameter sangat efektif dan efisien untuk diterapkan. Tabel 1.2. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya No Peneliti Tahun Lokasi Tujuan/Pokok bahasan 1 Suprapto 1990 Wates, Evaluasi Dibyosaputro Kulonprogo kesesuaian & Sunarto lahan pemukiman dengan pendekatan geomrfologis 2 Sardjono 1993 Kota Sukoharjo dan sekitarnya 3 Mustakim 2003 Kota Pekalongan 4 Doni Prihatna 2004 Tasik Malaya, Jawa Barat 5 Henny Indriana 2013 Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul Sumber : Telaah Pustaka Tahun 2011 Evaluasi sumberdaya lahan untuk pengembangan permukiman Penentuan prioritas lokasi untuk perumahan menengah Evaluasi lahan untuk menentukan lahan persebaran lahan yang sesuai bagi pengembangan permukiman Penentuan lokasi pengembangan perumahan berdasarkan aspek fisik dan non fisik Metode Interpreasi FU,kuantitatif empiris, dengan pengharkatan terhadap parameter geomorfologi pada setiap satuan lahan Interpretasi FU; parameter lahan dengan metode penilaian kuantitatif empiris Interpretasi FU,kuantitatif empiris, dengan pengharkatan parameter lahan Uji ketelitian hasil interpretasi Ctra Ikonos, pengharkatan parameter lahan Interpretasi citra Ikonos, pengharkatan parameter fisik dan parameter aksesibilitas lahan Hasil penelitian Peta kelas kesesuaian lahan untuk permukiman Peta kesesuaian lahan untuk permukiman Peta prioritas perumahan menengah berdasarkan fisik lahan dan jarak Peta kelas kesesuaian lahan untuk permukiman Peta prioritas lokasi perumahan 21

22 1.8. Kerangka Penelitian Daerah perkotaan memiliki masyarakat yang sangat kompleks dan permasalahan yang terjadi juga sangat banyak, antara lain pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga mengakibatkan kebutuhan lahan untuk perumahan juga semakin meningkat. Pembangunan perumahan tersebut membutuhkan lahan tidak sedikit, khususnya lahan yang belum terbangun. Sementara itu ketersediaan lahan ataupun ruang didaerah perkotaan semakin terbatas. Keterbatasan lahan yang ada dapat mengancam keberadaan lahan dimasa mendatang, apabila dalam pemanfaatannya tidak sesuai dengan potensi atau daya dukung lahan. Pembangunan suatu kawasan perumahan seringkali menghadapi banyak kendala yang mendasar, seperti : ketersediaan dan harga lahan yang tidak sesuai, pembiayaan serta sarana dan prasarana untuk perumahan. Hal tersebut menjadikan pemilihan suatu lokasi perumahan sebagai bagian penting dalam perencanaan pembangunan perumahan. Penentuan lokasi perumahan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan penilaian dan pertimbangan terhadap beberapa parameter yang digunakan, baik parameter fisik lahan maupun parameter aksesibilitas. Parameter fisik lahan yang digunakan meliputi : kemiringan lereng, penggunaan lahan, bentuk lahan, daya dukung tanah, drainase tanah, kedalaman muka air tanah. Jarak terhadap jalan utama dan jarak terhadap pusat kota merupakan parameter aksesibilitas yang berpengaruh terhadap penyediaan fasilitas sarana umum. Informasi lahan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan memanfaatkan keunggulan data penginderaan jauh berupa citra, karena hal ini akan menghemat banyak waktu, tenaga, dan biaya bila dibandingkan dengan cara terestrial. Citra yang digunakan adalah citra Ikonos daerah Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul tahun perekaman Pengumpulan data dan informasi lahan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan memanfaatkan data penginderaan jauh yaitu Citra Ikonos sebagai sumber data utama. Data yang diperoleh dari citra tersebut dilakukan dengan cara interpretasi terhadap parameter yang berpengaruh dalam penentuan lokasi perumahan berdasarkan kunci kunci 22

23 interpretasi maupun pendekatan pendekatan informasi kenampakn lain pada citra tersebut. Kerja lapangan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi melakukan pengukuran atau mengambil data yang tidak dapat disadap secara langsung dari Citra Ikonos seperti daya dukung tanah. Uji ketelitian hasil interpretasi tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya dilapangan. Kerja lapangan ini sangat perlu dilakukan agar data dan informasi yang diperoleh benar benar dapat dipercaya sehingga dapat digunakan pada tahap selanjutnya. Data yang telah diperoleh dari hasil interpretasi citra Ikonos dan kerja lapangan tersebut diolah dengan bantuan SIG. SIG ini berperan sebagai alat untuk membantu proses pengolahan data / parameter yang digunakan agar cepat dan hasil yang diperoleh lebih tepat. Penentuan lokasi perumahan dilakukan dengan menilai masing-masing parameter yang mempengaruhi pemilihan lokasi perumahan yaitu salah satunya dengan pembobotan. Pembobotan dilakukan pada setiap parameter, baik parameter fisik lahan maupun parameter aksesibilitas, kemudian dilakukan penilaian yang telah ditentukan, sehingga diperoleh peta kesesuaian lahan. Tahap selanjunya dilakukan tumpang susun kedua peta tersebut untuk memperoleh prioritas lokasi perumahan. Diharapkan dengan cara ini dapat tercapai optimalisasi pemanfaatan lahan dan kelestarian sumberdaya alam. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah peta prioritas lokasi perumahan di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. 23

24 Daerah Perkotaan Pertumbuhan Penduduk Kebutuhan Perumahan Meningkat Ruang/Lahan Terbatas Kerja Lapangan Penggunaan Citra Ikonos Parameter fisik lahan a. Kemiringan lereng b. Penggunaan lahan c. Bentuk lahan d. Daya dukung tanah e. Drainase tanah f. Kedalaman muka air tanah Parameter Aksesibilitas a. Jarak terhadap jalan utama b. Jarak terhadap pusat kota Pengolahan Dan Analisis data Prioritas Lokasi untuk Perumahan Gambar 1.3. Diagram alir kerangka pemikiran 1.8 Batasan Operasional Aksesibilitas : adalah kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam suatu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak. (Bintarto, 1979) Bentuk Lahan : adalah bentuk dan sifat dari kenampakan tertentu pada permukaan bumi yang telah mengalami berbagai proses dalam jangka waktu tertentu. (Suharsono, 1988) Citra (image) : (1) gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh lensa atau cermin. (2) gambaran rekaman obyek 24

25 yang dibentuk dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, dan elektronik, yang biasanya dalam bentuk gambaran foto (Sutanto, 1986). Daya Dukung Tanah : adalah kemampuan suatu bidang tanah untuk menahan beban yang berada diatasnya tanpa terjadi keruntuhan akibat menggeser. (Wesley, 1977) Interpretasi Citra : adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingya obyek yang tergambar pada citra atau foto tersebut. (Sutanto, 1994) Jalan : adalah suatu ruang dimana gerakan transportasi dapat terjadi. (Morlok, 1985) Lahan : adalah bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, bahkan keadaan vegetasi alami yang kesemuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (FAO, 1976) Lahan Potensial : adalah lahan yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang sanggup mendukung suatu penggunaan lahan tertentu diatasnya. (Suharsono, 1986) Penentuan Lahan ( site selection ) : adalah survey untuk menentukan alternatif yang paling menguntungkan di dalam pemanfaatan lahan dan untuk mengurangi resiko yang bisa ditimbulkan karena pemanfaatan lahan tersebut. (de Bruijn, 1987) Penggunaan lahan : adalah segala bentuk campur tangan manusia baik secara permanen maupun siklik terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan di sebut lahan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya. (Malingreu, 1982) Penginderaan Jauh : adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena dipermukaan bumi melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. (Lilliesand dan Kiefer, 1990) Perumahan : adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana 25

26 serta perumahan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. (UU No 4 Tahun 1992) Sistem Informasi Geografi : adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak data geografis, dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis. (Prahasta, 2002) Wilayah : adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis serta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. (UU RI No 24 Tahun 1992) 26

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI Oleh : Lili Somantri Abstrak Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana, baik karena faktor alam maupun karena

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA Lampiran 1 Ringkasan Materi RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA 1 Pengertian Intepretasi Citra Inteprtasi Citra adalah kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali objek pada citra, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K 5410012 PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan rumah bahkan termasuk ke dalam kebutuhan primer selain makanan dan pakaian. Dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008 PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri, S.Pd. M.Si ABSTRAK Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*) PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR Oleh : Lili Somantri*) Abstrak Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi setiap musim hujan. Bencana ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu sekarang dalam perekonomian manapun di permukaan bumi ini tumbuh dan berkembang berbagai macam lembaga keuangan. Semua lembaga keuangan tersebut mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang menjadi pusat dari segala aktivitas masyarakat yang ada disekitarnya. Wilayah perkotaan sendiri memiliki suatu daya tarik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, perkembangan suatu daerah semakin pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan sarana prasarana. Akibatnya, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana keadaan di negara-negara lain, industri keuangan di Indonesia kini tengah mengalami perubahan yang mendasar. Perubahan yang mendasar tersebut terjadi

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO Risma Fadhilla Arsy Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Tadulako

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi adalah suatu kesatuan dari elemen elemen, komponen komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang memiliki jangkaun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan secara alami akan menimbulkan masalah. Permasalahan utama yang terjadi di kota adalah masalah permukiman manusia, yang pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota mempunyai peranan penting sebagai titik pusat pertumbuhan dan pusat aktivitas ekonomi, sosial maupun budaya. Hal ini dicirikan dengan adanya kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN KOTA YOGYAKARTA BAGIAN SELATAN DENGAN FOTO UDARA PANKROMATIK HITAM PUTIH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YUSUF SYARIFUDIN L2D 002 446 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci