IKTERUS OBSTRUKTIF I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IKTERUS OBSTRUKTIF I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 IKTERUS OBSTRUKTIF I. PENDAHULUAN Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel darah merah. 1 Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah (khususnya kelainan sel darah merah). Kadar normal bilirubin dalam serum berkisar antara 0,3 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar, konyugasi dan ekskresi empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning. Ikterus terjadi karena peningkatan kadara bilirubin direk (conjugated bilirubin) dan atau kadar bilirubin indirek (unconjugated bilirubin). 4 Kata ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. 1,2 Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. 4 Pada ikterus obstruktif, kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus akibat adanya suatu obstruksi. 2 1

2 Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Pada ikterus obstruksi intra hepatal terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu, sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan di luar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang juga menyebabkan tanda-tanda stasis empedu. 3 II. ETIOLOGI Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula vateri, sehoingga ikterus obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruksi ekstrahepatik dan intrahepatik. Adapaun penyebab ikterus ekstrahepatik antara lain : Atresia biliaris Stenosis duktus biliaris Hipoplasia biliaris Massa (batu, neoplasma) Perforasi spontan duktus biliaris Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik : Idiopatik : Hepatitis neonatal idiopatik. Kelianan ini ditandai oleh peningkatan kadar bilirubin direct dan bilirubin indirect yang dihubungkan dengan adanya giant cell transformation dalam parenkim hati. 11 Kolestasis intrahepatik persisten Kelainan anatomis struktur intrahepatik Defisiensi alfa-1 antitripsin Hepatitis. Peradangan intrahepatik pada hepatitis mengganggu transport bilirubin terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Defisiensi alfa-1 antitripsin Gangguan genetik & kromosom 2

3 III. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Ikterus obstruksi dapat ditemukan pada semua kelompok umur, tetapi bayi baru lahir dan anak-anak lebih rentan mengalami ikterus obstruksi karena struktur hepar yang masih immatur. 8 Bayi-bayi yang lahir prematur, BBLR, dan riwayat sepsis,serta riwayat mendapat nutrisi parenteral dalam waktu lama meningkatkan risiko terjadinya ikterus obstruksi. 8 Adapun Angka kejadian ikterus obstruksi kausa Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1: kelahiran, dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. 6 Dan didunia angka kejadian Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang. 5 Dari segi gender, Atresia Bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8 minggu 5. Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih. 5,11 Di Kings College Hospital England antara tahun , atresia bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%). 9 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun dari penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%). 9 3

4 lain. 3,4 Pada proses penghancuran eritrosit di organ RES, cincin hem setelah IV. PATOGENESIS Metabolisme Bilirubin Bilirubiin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang berasal dari pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag dari sistem retikulo-endotelial terutama dalam lien.. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah dihancurkan menghasilkan mg bilirubin. Kini diketahui juga bahwa pigmen empedu sebagian juga berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sumsum tulang dan dari hemoprotein dibebaskan dari Fe dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau oleh enzim heme oksigenase. Enzim reduktase akan merubah biliverdin menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini akan berikatan dengan protein sitosolik spesifik membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan melalui darah ke dalam sel hati. Pada saat transportasi menuju hati, bilirubin ini berikatan dengan albumin. Bilirubin ini dikenal sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi (bilirubin I) atau bilirubin indirek berdasarkan reaksi diazo Van den Berg. Bilirubin indirek ini tidak larut dalam air dan tidak diekskresi melalui urine. 3 Saat tiba di hati, albumin dipisahkan dan bilirubin indirect terikat pada protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin indirect akan diikat oleh asam glukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini disebut bilirubin direct (memberikan reaksi langsung dengan diazo Van den Berg) atau bilirubin terikat (conjugated bilirubin), dan bersifat larut dalam air. Selanjutnya bilirubin direct akan dikeluarkan ke saluran empedu.. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk (terkonjugasi atau bilirubin II). 3,4,15 Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan masuk ke usus halus sampai ke kolon. Oleh aktivitas enzim-enzim bakteri dalam kolon, glukoronid akan pecah dan bilirubin dirubah menjadi mesobilirubinogen, stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke dalam feses. Urobilinogen 4

5 akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna feses. Bila terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan terjadi pembentukan urobilinogen dalam kolon sehingga warna feses seperti dempul (alkoholik). Urobilinogen yang terbentuk akan direabsorbsi dari usus, dikembalikan ke hepar yang kemudian langsung diekskresikan ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sejumlah kecil lainnya diserap oleh usus dan masuk ke aliran darah, mencapai ginjal dan diekskresi melalui urine. 3,4,15 Gambar 1. Metabolisme Bilirubin (dikutip dari kepustakaan 3) 5

6 pula. 6 Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada Patofisiologi Ikterus Obstruktif Patofisiologi ikterus obstruktif juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran histopatologik, diketahui bahwa karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang progresif sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi progresif yang menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang mengakibatkan terputusnya duktus biliaris. 5 Pada atresia bilier tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan lama dalam ductus ekstrahepatik. 5 Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi. Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus. 5,12 6

7 Gambar 3. Kolestasis intrahepatal (atas) dan kolestasis ekstrahepatal (bawah) (dikutip dari kepustakaan 3) Efek patofisiologis yang nyata terlihat pada ikterus obstruktif adalah tidak adanya komponen garam empedu dan bilirubin dalam usus. Tidak adanya bilirubin dalam usus menyebabkan tinja pasien dengan ikterus obstruksi berwarna pucat. Tidak adanya garam empedu menimbulkan malabsorbsi lemak, sehingga timbul gejala steatorea dan defisiensi vitamin larut lemak seperti vitamin A, K, dan D. Defisisensi vitamin K akan mengurangi kadar protrombin, sehingga menimbulkan gangguan pembekuan darah. Pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan, yang disertai malabsorbsi vitamin D dan Ca, dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis atau osteomalacia. Kadang-kadang pruritus timbul sebagai gejala awal, hal ini berkaitan dengan peningkatan kadar asam empedu dalam plasma dan pengendapannya di jaringan perifer terutama kulit. Kadang-kadang 7

8 terbentuk xantoma kulit (penimbunan fokal kolesterol) akibat hiperlipidemia dan gangguan eksresi kolesterol. 3,7 Temuan laboratorium yan karakteristik adalah peningkatan kadar akali fosfatase serum, suatu enzim yang terdapat di epitel duktus empedu dan membrane kanalikulus hepatosit. Terdapat isozim yang secara normal ditemukan dalam banyk jaringan lain seperti tulang, sehingga kadar yang meningkat tersebut perlu dipastikan berasal dari hati. 3 V. MANIFESTASI KLINIS Pasien yang mengalami ikterus obstruktif umumnya datang dengan keluhan mata dan kulit berwarna kuning, urin berwarna gelap dan feses yang pucat. Sering pula pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada kulit. Bayi yang yang disertai infeksi biasanya terlihat lesu dan nafsu makan menurun. Riwayat demam, kolik bilier serta ikterus yang intermitten mengarahkan kita pada 7, 15 diagnosis cholangitis dan choledocholithiasis. VI. DIAGNOSIS A. Gambaran Klinis Anamnesis Ikterus neonatorum yang timbul pada bayi umur 2-3 hari biasanya akan menghilang pada umur 2-3 minggu. Bila ikterus menetap setelah 2-3 minggu sebaiknya dipikirkan kelainan patologis. 4 Kecurigaan adanya obstruksi pada ikterus yang memanjang (lebih dari 2 minggu) disertai dengan terlihatnya tinja yang akolis dan urin yang menyerupai teh pekat. Pada kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan, pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal. Selanjutnya, perlu dipikirkan apakah kasus ini termasuk kausa hepatitis atau atresia. 4 8

9 Pada anamnesis sebaiknya ditanyakan apakah ada gejala ikterus memanjang pada saudara kandung lainnya dan bagaimana perjalanan penyakitnya. Pertanyaan ini menjadi penting karena ikterus kausa hepatitis bisa ditemukan pada penderita dan saudaranya. Selain itu perlu pula ditanyakan tentang riwayat kelahiran bayi, karena umumnya atresia bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). 4,5 Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan fisis ikterus mudah dilihat, hati membesar dan bila teraba tumpul dan keras lebih condong disebabkan oleh atresia, sedangkan pembesaran yang rata dan lunak lebih ke arah hepatitis. Adanya hepatosplenomegali mengarah kepada kemungkinan adanya hipetensi portal. Ditemukannya asites, edema dan pucat menunjukkan adanya kemundurang fungsi hati lanjut. 4 Jika pada palpasi teraba pembesaran kandung empedu dapat dicurigai terjadinya keganasan extrahepatik (Couvoissier s Law). 7 B. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Hiperbilirubinemia terkonjugasi, didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dl atau lebih dari 20% total bilirubin. 5,13 Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum. 5 Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase, gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases dan serum asam empedu. 5 9

10 Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun pemeriksaan biokimia yang dapat membedakan secara akurat antara Atresia Bilier dengan penyebab kolestasis lain pada neonatus. 5 Sebagai tambahan terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi (temuan universal terhadap semua bentuk kolestasis neonatus), abnormalitas pemeriksaan enzim termasuk peningkatan level AP. Pada bebrapa kasus, peningkatan AP akibat sumber skeletal dapat dibedakan dengan yang berasal dari hepar dengan menghitung fraksi spesifik hati, 5` nucleotidase. 5 GGTP merupakan protein membrane integral pada kanalikuli bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi kolestasis. Kadar GGTP berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi bilier. Tapi bagaimana pun juga terkadang kadar GGTP normal pada beberapa bentuk kolestasis akibat kerusakan hepatoseluler. 5 Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam menegakkan diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar alanine transferase (>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan hepatoseluler yang signifikan dan lebih konsisten pada kondisi sindrom hepatitis neonatus. 5 Pemeriksaan Radiologis 1. Ultrasonography / Color Doppler Ultrasonography Sindrom kolestasis neonatus dapat dibedakan dengan anomali sistem bilier ekstrahepatik dengan menggunakan US, terutama kista koledokal. Saat ini, diagnosis kista koledokal harus dibuat dengan menggunakan US fetal in utero. 5,13 2. Hepatobiliary scintiscanning (HSS) 10

11 80%. 13 Jika ekskresi dari radiotracer terlihat/keluar dari, diagnosis atresia Hepatobiliary scintigraphy selama beberapa tahun digunakan sebagai modalitas untuk mendiagnosis atresia bilier. 14 Sensitivitas dari scintigraphy untuk mendiagnosis Atresia bilier terlihat cukup tinggi dati 2 retrospektif (83% sampai 100%), dengan secara nyata pasien yang terkena tidak menunjukkan eksresi. Akan tetapi spesifitas dari modalitas in sedikit berkurang yakni sekitar 33% sampai bilier dapat dikeluarkan. Namun jika radiotracer tidak terlihat dalam 24 jam ataupun setelahnya (seperti gambar dibawah ini), dapat dicurigai atresia bilier Cholangiography Intraoperatif Pemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam saluran empedu lalu kemudian difoto X-Ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan gagal menunjukkan hasil yang adekuat. 5,13 VII. DIAGNOSIS BANDING Sindrom Crigler-Najjar tipe I dan tipe II. Sindrom Crigler-Najjar tipe I merupakan penyakit resesif autosomal yang jarang, pada penyakit tersebut, enzim yang berperan dalam konjugasi asam glukoronida ke bilirubin sama sekali tidak terdapat. Akibatnya terjadi peningkatan kadar bilirubin indireck dalam darah. Sindrom ini biasanya fatal dan menyebabkan kematian dalam 18 bulan setelah lahir akibat kerusakan otak (kernikerus). Sedangkan Sindrom Crigler-Najjar tipe II merupakan penyakit resesif autosomal yang lebih ringan dan nonfatal yang defek enzim konjugasinya 11

12 hanya bersifat parsial. Konsekuensi utama adalah kulit yang sangat kuning. 3 Sindrom Dubin-Johnson terjadi akibat defek resesif autosomal protein pengangkut yang berperan dalam ekskresi hepatoseluler bilirubin glukoronida melewati membrane kanalikulus. Pada pasien dengan sindroma ini, memperlihatkan hiperilirubinemia terkonjugasi. Selain memiliki hati yang berwarna gelap (akibat metabolit epinefrin polimer, bukan bilirubin) dan hepatomegali, pada pasien ini tidak ditemukan kelainan fungsi. 3 VIII. PENATALAKSANAAN Penanganan kasus ikterus obstruksi bertujuan menjamin kelancaran aliran empedu ke duodenum dengan menghilangkan sumbatan dengan cara pembedahan seperti, pengangkatan batu, reseksi tumor, atau tindakan endoskop laparoskopi atau laparoskopi eksplorasi terutama pada kasus yang dicurigai sebagai biliary atresia. Bila penyebab sumbatan tidak dapat diatasi maka aliran empedu dapat dialihkan dengan drainase eksterna atau drainase interna dapat dilakukan dengan jalan membuat pintasan biliodigestive atau bypass, misalnya kholesistojejunostomi, kholedoko-jejunostomi, hepatiko- jejunostomi. Pada kasus ikterus obstruktif kausa hepatitis, sebaiknya diobati secara konservatif dan berupaya agar kerusakan sel hati masih bersifat reversible. 4 IX. PROGNOSIS Jika ikterus obstruktif disebabkan oleh hepatitis neonatorum tipe giant cell transformation, maka prognosis umumnya buruk. Mortalitas kira-kira 30-40%. Prognosis ini berhubungan dengan lengkap atau tidaknya giant cell transformation itu. Pada penderita dengan giant cell transformation lengkap, pada hepar akan terjadi kolaps pasca nekrotik dan fibrosis yang merata tanpa tonjolan yang regeneratif. Hal ini disebbaka oleh sifat sel raksasa hati yang tidak 12

13 dapat bereproduksi. Biasanya penderita meninggal dengan ikterus yang berat dan beberapa gejala yang mirip dengan gejala yang disebabkan atresia bilier. Prognosis giant cell transformation yang tidak lengkap sebaliknya tidak terlalu buruk, kecuali bila disertai atresia bilier atau infeksi rekuren. Sebabnya ialah karena bagian parenkim yang masih normal dan mengandung kanal empedulambat laun dapat beregenerasi menggantikan sel raksasa hati yang degenerative dan berjangka hidup terbatas, sehingga kadang-kadang dapat mencapai keadaan hamper normal, baik struktur maupun fungsionalnya. 4 Sedangkan ikterus obstruksi kausa atresi bilier memiliki prognosis lebih baik jika mendapat operasi yang tepat dan cepat. Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Sepertiga dari semua pasien ini, mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi bedah,sehingga anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis pada beberapa tahun pertama kehidupan mereka meskipun transplantasi hati sudah dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi setelah portoenterostomi antara lain kolangitis (50%) dan hipertensi portal (>60%).5 X. PENCEGAHAN Belum ada upaya pencegahan yang tepat untuk kasus ikterus obstruksi. Salah satu yang diupayakan adalah ibu hamil sebaiknya tidak mengonsumsi sembarang obat selama kehamilan untuk mencegah gangguan organogenesis janinnya. 7 Salah satu faktor risiko terjadinya ikterus adalah infeksi, oleh karena itu meghindari paparan infeksi selama kehamilan dapat diupayakan untuk mencegah ikterus obstruktif

14 DAFTAR PUSTAKA 1. Sulaiman, Ali Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPD FKUI. h Guyton, Arthur C dan John E hall Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC. h Robbins, Stanley L dan Vinay Kumar Buku Ajar Patologi volume 2 edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Abdoerrachman, M.H. et al Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Schwarz SM. Pediatric biliary atresia. [online]. Updated Juni [cited September 2011]. Available from URL: 6. Ringoringo, Parlin dr. Atresia Bilier dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 86, Jakarta: Jurnal diunduh dari 7. Kadumbo, UN dr. Diagnosis and Management of Malignant Obstructive Jaundice. Junior Registrar in General Surgery Institute of Continued Health Education University of Zimbabwe. 8. Hisham Nazer, MB, BCh, FRCP, DCh, DTM&H. Cholestasis. [online]. Available from URL: overview#a Arief, Sjamsul. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Surabaya; FK UNAIR/ RSU Dr Soetomo. Diunduh dari ena504-pkb.pdf diakses 2 okt

15 10. JOHN LOUGH, M.D., F.R.C.P. [C] and JULIUS D. METRAKOS, Ph.D. Idiopathic Neonatal Jaundice Discordance in Monozygotic Twins. Canad. Med. Ass. J. May 6, 1967, vol Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, James LM, Khoury MJ. Epidemiology of biliary atresia: a population-based study. In: Pediatrics Journal Vol. 99. Ilinois; p Lugo-Vicente, Humberto L. Biliary Atresia: An overview. Puerto Rico: Boletín Asociación Médica de Puerto Rico; Vol 87 (7-8-9): Benchimol EI, Walsh CM, Ling SC. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice: test at 2 weeks. In: Clinical Review Canadian Family Physician Vol. 55. Canada; p Zukotynski K, Babin PS. Biliary atresia imaging. [online]. June [cited October 2011]. Available from URL: Kader H, Balesteri W. Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn. In: Kliegman RM, Behrman RM, Jenson HB, Stanton BF, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone;

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.

Lebih terperinci

berusia 21 tahun mengalami ikterus dan untuk dirawat. Ikterus ini ia alami sudah 1 menunjukkan banyak kelainan kecuali

berusia 21 tahun mengalami ikterus dan untuk dirawat. Ikterus ini ia alami sudah 1 menunjukkan banyak kelainan kecuali Seorang remaja laki-laki bernama Hepta berusia 21 tahun mengalami ikterus dan oleh keluarganya dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. Ikterus ini ia alami sudah 1 minggu. Hasil pemeriksaan fisik tidak menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar

Lebih terperinci

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN HIPERBILIRUBIN ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai

Lebih terperinci

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO Pendahuluan Atresia biliaris adalah suatu kaeadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra hepatik.karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya

Lebih terperinci

dr.ika Setyawati, M.Sc. Blok 6 1

dr.ika Setyawati, M.Sc. Blok 6 1 dr.ika Setyawati, M.Sc. Blok 6 1 Mahasiswa Mampu Memahami: Pembentukan Heme: Struktur porfirin, sifat dan contoh zat yang mengandung profirin, Biosintesis porfirin, pembentukan heme dan Hb Katabolisme

Lebih terperinci

ATRESIA BILIER. Embriologi dan Anatomi Traktus Biliaris

ATRESIA BILIER. Embriologi dan Anatomi Traktus Biliaris ATRESIA BILIER Embriologi dan Anatomi Traktus Biliaris Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm yang timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama

Lebih terperinci

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS IKTERUS Jaundice/ikterus : pewarnaan kuning pada kulit, sklera, atau membran mukosa akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan 60% pada bayi cukup bulan; 80% pada bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme bilirubin Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati

Lebih terperinci

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed. Author : Olva Irwana, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati Hati adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya ± 1 ½ kg. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma.

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil

Lebih terperinci

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL PENDAHULUAN VARIASI HEP.VIRUS TERGANTUNG JENIS A,B.C KLINIS TERGANTUNG RINGAN-BERAT DARI TIPIKAL S/D ATIPIK HEPATITIS VIRAL AKUT : 1. BENTUK KHAS / SIMPTOMATIK

Lebih terperinci

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN Roro Kurnia Kusuma W Pendahuluan Kata ikterus (jaundice) -> Perancis jaune - >kuning. Bilirubin tak terkonjugasi ->Ikterus : perubahan warna kulit, sklera

Lebih terperinci

METABOLISME BILIRUBIN

METABOLISME BILIRUBIN Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN Atresia bilier merupakan penyakit hati yang ditandai dengan obstruksi dan fibro-obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat ini penyebab atresia bilier belum diketahui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berat Bayi Lahir 2.1.1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi

Lebih terperinci

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering ASKEP HEPATITIS TINJAUAN TEORITIS Defenisi Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa penyebab kematian adalah berat lahir rendah, hipotermi, hipoglikemi, ikterus, hiperbilirubinemia, asfiksia, gangguan nafas pada bayi, kejang pada bayi baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Berat Badan pada neonatus Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena masalah menyusui serta bisa disebabkan faktor lain akibat cairan ekstraseluler

Lebih terperinci

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419 Materi Fototerapi Pada Bayi Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 1 / 7 A. Pendahuluan Fototerapi Pada Bayi Hiperbilirubin merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara

Lebih terperinci

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 1. Kaitan antara hati dan eritrosit adalah??? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 Hati berperan dalam perombakan eritosit Hati menghasilkan eritrosit Eritrosit merupakan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan

Lebih terperinci

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 8. Fungsi hemodinamik Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta

Lebih terperinci

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Sirosis Hepatis Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, perkembangan bayi secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida A. Pengertian Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI Hipoposphatasia merupakan penyakit herediter yang pertama kali ditemukan oleh Rathbun pada tahun 1948. 1,2,3 Penyakit ini dikarakteristikkan oleh gen autosomal resesif pada bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci

KOLESTASIS EKTRAHEPATIK ET CAUSA ATRESIA BILIER PADA SEORANG BAYI

KOLESTASIS EKTRAHEPATIK ET CAUSA ATRESIA BILIER PADA SEORANG BAYI KOLESTASIS EKTRAHEPATIK ET CAUSA ATRESIA BILIER PADA SEORANG BAYI Merry Mawardi Sarah M. Warouw Praevilia M. Salendu Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 120 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment)

Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 120 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi: 4 minggu (facilitation and assessment) 157 Kolestasis Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 2 X 60 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 120 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS

REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS Disusun oleh : Abrilia Octafijayanti Pembimbing: Dr. Husni Adnan, Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SUBANG KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Atresia Biliaris. 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi sistem hepatobiliar.

Atresia Biliaris. 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi sistem hepatobiliar. Atresia Biliaris Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari atresia biliaris ; dapat menegakkan diagnosis,

Lebih terperinci

OBSTRUKSI JAUNDICE. hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah

OBSTRUKSI JAUNDICE. hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah OBSTRUKSI JAUNDICE PENDAHULUAN Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus adalah jaundice yang berasal dari bahasa Perancis jaune yang juga berarti kuning. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin dalam darah sehingga menjadi

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Kolestasis Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi

Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Kolestasis Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi pissn: 0126-074X; eissn: 2338-6223; http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v48n1.733 Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Kolestasis Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi Abstrak Dwi Prasetyo, Yudith

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,

Lebih terperinci

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005 ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005 Astri Maulani, 2007; Pembimbing I: Bambang Hernowo, dr.,sp.a.,m.kes. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada proses pencernaan, makanan yang dimakan oleh manusia dicerna sampai dapat diabsorpsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang tidak boleh diabaikan (Charlton et al., 2009).

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kadar bilirubin neonatus Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga 34 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga November 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Data yang dianalisis berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya pencegahan dan

Lebih terperinci