Keadaan Sosial Ekonomi, Kehamilan, Kesehatan, dan Konsumsi Ibu Hamil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keadaan Sosial Ekonomi, Kehamilan, Kesehatan, dan Konsumsi Ibu Hamil"

Transkripsi

1 V. HASL DAN PEMBAHASAN Keadaan Sosial Ekonomi, Kehamilan, Kesehatan, dan Konsumsi bu Hamil Karakteristik Sosial Ekonomi Wilayah Demografi Kecamatan Leuwiliang dan kecamatan Cibungbulang adalah dua kecamatan yang termasuk Kabupaten DAT Bogor. Luas wilayah kecamatan Leuwiliang adalah Ha yang terdiri dari 19 desa, 147 RW dan 512 RT. Sebahagian besar tanah dimanfaatkan untuk tegallkebun sebesar Ha, sawah sebesar Ha dan fasilitas umurn seperti lapangan olah raga sebesar 28 Ha. Wilayah Leuwiliang dibatasi oleh Kecamatan Cibungbulang disebelah Timur, Kecamatan Nanggung sebelah Barat, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Rumpin disebelah Utara serta sebelah Selatan dengan Kabupaten Sukabumi Kecamatan Cibungbulang mempunyai luas wilayah sebesar Ha dan terdiri dari 15 desa, 94 RW dan 317 RT. Sebahagian besar tanah digunakan untuk sawah sebesar Ha, bangunanlpekarangan sebesar 657 Ha, ladang sebesar 208 Ha, dan empang sebesar 59 Ha serta lain-lain sebesar 430,5 Ha. Cibungbulang dibatasi dengan Kecamatan Ciampea disebelah Timur, Kecamatan Leuwiliang disebelah Barat, Kecamatan Rurnpin disebelah Utara dm Kecamatan Pamijahan disebelah Selatan. Sarana dan Prasarana Kesehatan Tabel 5.1. menunjukan bahwa tempat pelayanan kesehatan di Kecamatan Leuwiliang relatif lebih banyak yakni sebanyak 174 buah, Sedangkan di

2 Kecamatan Cibungbulang hanya 134 buah. Diantara semua tempat pelayanan kesehatan, posyandu merupakan tempat pelayanan yang paling banyak di kedua kecamatan yakni 168 buah (96,6%) di Kecamatan Leuwiliang dan 1 12 buah (83,6%) di Kecamatan Cibungbulang. Tabel 5.1. Sebaran tempat pelayanan kesehatan di Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang No Tempat Pelayanan Kesehatan Puskesmas Posyandu Pos KB Balai Pengobatan Total Sumber: BPS, 1998 Leuwiliang 1 Cibungbulang 1 Total N ] % N % N 1 % ,3 96,6 0 1, ,2 83,6 60 8, ,o 90,6 2,6 4,4 Tenaga pelayanan kesehatan pada kedua desa terdiri dari dokter umum, dokter gigi, bidan dan dukun (Tabel 5.2). Di Kecamatan Cibungbulang yang mempunyai wilayah yang jauh lebih kecil dari wilayah Kecamatan Leuwiliang yakni + 16%, mempunyai dokter yang relatif banyak yakni 8 orang (21,1%), sedangkan di Kecamatan Leuwiliang hanya 5 orang (3,0%). Tabel 5.2. Sebaran tenaga pelayanan kesehatan di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cibungbulang Sumber: BPS, 1998 Demikian juga jumlah tenaga medis laimya seperti dokter gigi dan bidan, relatif lebih banyak di Kecamatan Cibungbulang. Sebaliknya jumlah dukun jauh lebih banyak di Kecamatan Leuwiliang. Sebahagian besar tenaga pelayanan kesehatan pada kedua wilayah adalah dukun (77,3%).

3 Pendidikan dan Pekerjaan Penduduk Mata pencaharian penduduk di kedua kecamatan cukup beragam, yakni sektor pertanian, perdagangan, buruh, wiraswasta, ABR/TN, pegawai negeri dan pensiunan. Relatif lebih banyak penduduk, yakni lebih dari separoh penduduk di kecamatan Leuwiliang bergerak dalam bidang pertanian (54,9%), sedangkan di kecamatan Cibungbulang relatif lebih banyak penduduk bergerak dalam bidang perdagangan (39,7%) (Tabel 5.3). No 1 Tabel 5.3. Sebaran penduduk menurut jenis pekerjaan di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cibungbulang Jenis Leuwiliang Cibungbulang Total Sumber: BPS, 1998 Tabel 5.4. menunjukan di Kecamatan Leuwiliang, tingkat pendidikan penduduk masih rendah. Sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan tamat dan tidak tamat, dimana proporsi penduduk yang tidak tamat Tabel 5.4. Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecarnatan Surnber: BPS, 1998 * Profil Kecamatan Cibungbulang, 1998

4 sebesar 23,8 %, sedangkan yang tamat sebesar 34,1%. Meskipun ada penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi seperti akademi dan perguruan tinggi, tetapi proporsinya masih relatif sangat kecil yakni 0,2% dan 0,1%. Demikian juga di Kecamatan Cibungbulang penyebarannya relatif sama. Karakteristik Sosial Ekonomi bu hamil Besar Keluarga Besar keluarga bu hamil berkisar antara 2 sampai dengan 9 orang, yang tersebar pada masing-masing kelompok. Lebih dari 36 % bu hamil mempunyai besar keluarga antara 4-6 orang, dan kurang dari 54% bu harnil mempunyai anggota keluarga dibawah 4 orang. Tabel 5.5. Sebaran ibu hamil menurut besar keluarga dan deskriptif statistik Sedangkan sebagian kecil lainnya diatas 6 orang (Tabel 5.5). Setelah dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata tidak ada perbedaan yang nyata antara jurnlah anggota keluarga masing-masing kelompok intervensi (Tabel Lampiran 6).

5 Umur Sebagian besar suami ibu hamil berurnur antara th yakni sebanyak lebih dari 84 %, sebagian kecil lainnya diatas 40 th, serta tidak ada satupun suami yang berumur dibawah 21 th. Penyebaran yang sama juga ditemui pada setiap kelompok intervensi. Tabel 5.6. Sebaran ibu hamil menurut umur dan deskriptif statistik umur pada berbagai kelompok intervensi Sedangkan sebagian besar umur ibu hamil yakni lebih 90 % berusia antara th, dan sebagian kecil (kurang dari 10,0% berurnur 20 th (Tabel 5.6.). Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata baik umur suami maupun umur ibu hamil pada masing-masing kelompok intervensi tidak berbeda nyata (Tabel Lampiran 6).

6 Tingkat Pendidikan Tabel 5.7. Sebaran ibu hamil dan suarni menurut tingkat pendidikan dan deskriptif statistik tingkat pendidikan pada berbagai kelompok intervensi Tabel 5.7. menunjukan bahwa tingkat pendidikan baik ibu hamil maupun suami masih rendah, dimana penyebaran bu hamil dan suami yang paling banyak pada tingkat pendidikan SD. Jika dibandingkan antara ibu hamil dan suami, secara relatif suami mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Penyebaran ini ditemukan pada setiap kelompok intervensi. Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata tingkat pendidikan

7 baik suami maupun bu hamil pada masing-masing kelompok intervensi tidak berbeda nyata (Tabel Lampiran 6). Pendapatan Keluarga ibu hamil Pendapatan keluarga ibu hamil pada tiap kelompok intervensi sedikit ada perbedaan. Pada kelompok, hampir separoh (45,5%) keluarga berpendapatan dibawah kebutuhan fisik minimum, sedangkan pendapatan keluarga bu hamil pada kelompok,, V, dan V, lebih banyak berada diatas standar fisik minimum (Tabel 5.8.). Tabel 5.8. Sebaran ibu hamil menurut tingkat pendapatan keluarga dan deskriptif statistik pendapatan keluarga pada berbagai kelompok intervensi No Tingkat Pendapatan (Rplbln) 1. (S Rp 000) 2. ( >Rp 000) Rataan Simpangan Baku Maksimum Minimum Kelompok (n=33) (n=32) 1 (n=32) ( V(n=31) V(n=32) ,8 81, (%) 34,4 65,6 (Rp 1 bulan) ,3 67, ,1 71, Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata pendapatan keluarga pada masing-masing kelompok tidak berbeda nyata (Tabel Lampiran 6).

8 Riwayat Kehamilan Paritas (Frekuensi Kehamilan) Dari Tabel 5.9. dapat dilihat rata-rata fiekuensi kehamilan ibu harnil pada masing-masing kelompok adalah antara 2,9 sampai dengan 3,2 kali. Relatif lebih banyak ibu hamil yang mempunyai fiekuensi kehamilan 2-3 kali, yang ditemui pada masing-masing kelompok intervensi. Setelah diuji dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata tidak ada perbedaan yang nyata antara paritas ibu hamil pada kelompok yang berbeda (Tabel Lampiran 6). Tabel 5.9. Sebaran ibu hamil menurut fiekuensi kehamilan dan deskriptif statistik fiekuensi kehamilan pada berbagai kelompok intervensi No Frekuensi Kehamilan 2-3 kali 4-5 kali Total Rataan Simpangan Baku Kelompok (n=33) (n=32) 1 (n=32) 1 V(n=31) [ V(n=32) 60,6 39,4 3,1 1,o 65,6 34,4 3,1 1,1 (%) 62,5 37,5 (kali) 3,2 1,1 71,O 29,O 2,9 1,1 65,6 34,4 3,1 1,1 Jarak Dua Kehamilan Terakhir Pada Tabel dapat dilihat jarak kehamilan terakhir pada masing- masing kelompok kurang dari 48 bulan, berkisar antara 22,6% sampai dengan 53,1% bu hamil. Setelah dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan jarak kehamilan terakhir dengan kehamilan sebelumnya tidak berbeda nyata secara statistik antara masing-masing kelompok (Tabel Lampiran 6).

9 Tabel Sebaran ibu hamil menurut jarak kehamilan terakhir dan deskriptif statistik jarak kehamilan pada berbagai kelompok intervensi No Jarak Kehamilan (bl) 1. c Total Rataan Simpangan Baku Maksimum Minimum Kelom pok (n=33) (n=32) (n=32) V(n=31) V(n=32) (% 31,3 68,8 56,6 19,s ,6 59,4 53,s 21, ,6 59,4 (bulan) 56,7 23, ,6 77,4 60,5 17, ,l 46,9 47,8 17,O Usia Kehamilan Pengelompokan usia kehamilan didasarkan pada kriteria trimester, yaitu trimester (usia kehamilan < 28 minggu), dan trimester (usia kehamilan 2 28 minggu). Sebagian besar bu hamil yakni lebih dari 93% ibu harnil pada awal penelitian telah memasuki trimester 11, hanya sebagian kecil ibu harnil yang telah memasuki trimester, yang ditemui pada setiap kelompok. No 1 Tabel Sebaran ibu hamil menurut usia kehamilan dan deskriptif statistik usia kehamilan pada berbagai kelompok intervensi Usia Kehamilan Kelompok (n=33) 1 (n=32) (n=32) ) V(n=31) V(n=32) (%) Rata-rata usia keharnilan pada masing-masing kelompok tidak berbeda jauh, yakni berkisar antara 21 sampai dengan 22 minggu (Tabel 5.1 1). Setelah

10 diuji secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara usia kehamilan awal intervensi masing-masing kelompok (Tabel Lampiran 6). Kesehatan Keluhan Kesehatan bu hamil Keluhan kesehatan yang diamati pada penelitian ini adalah keluhan-keluhan yang dialami ibu hamil yang diduga mempengaruhi penyerapan dan utilisasi zat gizi dari makanan yang telah dikonsurnsi ibu hamil, seperti fiekuensi diare, fiekuensi muntah dan fiekuensi panas atau demam. Tabel 5.12 Persentase ibu hamil menurut keluhan kesehatan pada berbagai kelom~ok intervensi 3 L =O > o Total Frekuensi Demam/Panas =O > 0 Total 90,9 9,1 97,O 3,O 96,9 3,1 (%) 96,9 3,l 93,5 6,5 93,5 6,5 93,9 6,3 Tabel menunjukan bahwa sebagian besar ibu hamil selama intervensi tidak mengalami keluhan kesehatan. Dari uji statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, ternyata tidak ada perbedaan yang nyata secara statistik antara keluhan kesehatan kelompok intervensi yang berbeda (Tabel Lampiran 6).

11 Konsumsi "Cookies", Lama ntervensi dan Tingkat Kepatuhan "Cookies" dikonsumsi oleh ibu hamil 3 hari dalarn seminggu, ini tujuannya agar ibu hamil tersebut tidak bosan, dimana untuk satu hari tersebut jumlah "cookies" yang diberikan adalah f 83 gram (Tabel 5.13), yang diberikan berbagai macam rasa yaitu; rasa coklat, rasa strawberi, rasa vanilla dan rasa jeruk untuk menghindari kebosanan. Tabel Komposisi "cookies" yang dikonsumsi ibu hamil dalam 83 g Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah rata-rata kontribusinya terhadap kecukupan ibu harnil dalam satu hari.

12 Gambar 5-1. "Cookies" yang dikonsumsi fiu hamil Tabel Sebaran ibu hamil menurut lama intervensi dan deskriptif statistik lama intervensi pada berbagai kelompok intervensi No Lama ntervensi (hari) 1. < Total Rataan Simpangan Baku Maksimum Minimum Kelompok (n=33) (n=32) (n=32) V(n=31) 1 V(n=32) (% 51,5 48,5 75,8 10, ,4 65,6 78,9 10, ,8 56,3 (Hari) 76,8 9, ,7 61,3 78,5 9, ,4 65,6 79,2 10, Penyebaran bu hamil menurut lama intervensi relatif sama banyak antara antara kelompok. Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata tingkat kepatuhan antara kelompok intervensi yang berbeda (Tabel Lampiran 6)

13 Tabel Sebaran ibu hamil menurut tingkat kepatuhan dan deskriptif statistik tingkat kepatuhan pada berbagai kelompok intervensi No Tingkat Kepatuhan (94) 1.~ Total Rataan Sirnpangan Baku Maksimum Minimum Kelompok (n=33) (n=32) H(n=32) V(ns31) V(n=32) 30,3 69,7 96,7 3,9 90,O 12,5 87,5 98,l 2,9 90,7 18,8 81,2 (%) 98,l 3,6 91,6 12,9 87,l 98,4 2, ,5 87,5 98,3 2,9 90,O Tingkat kepatuhan ibu hamil tinggi sekali dilihat dari rata-rata yakni diatas 96%. Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata tingkat kepatuhan antara kelompok intervensi yang berbeda (Tabel Lampiran 6). Konsumsi Zat Gizi Selain "Cookies" "Recall" konsumsi untuk menghitung asupan zat gizi yang berasal dari pangan dilakukan satu atau dua kali, yakni pada trimester 2 dm trimester 3. Pengambilan data konsurnsi dengan cara "recall" hanya satu kali per trimester ini dapat mewakili konsumsi selama satu trimester. Hal ini telah dibuktikan dari pengujian dengan menggunakan "uji beda sampel berpasangan" atau "Paired Samples Test". Uji ini dilakukan pada 31 ibu hamil.

14 Dari hasil pengujian menunjukan bahwa secara statistik konsumsi zat gizi tidak berbeda secma secara > 0,05), baik untuk konsumsi zat gizi makro seperti energi dan protein, maupun konsumsi zat gizi rnikro seperti besi, seng, 1 vitamin A dan vitamin C (Tabel Lampiran 5). Tabel Kandungan Fe elemental suplemen No Suplemen 1 Ferro fumarat 2 Ferro sulfat (exsiccated) 3 Ferro sulfat (non exsiccated) 4 Ferro glukonat Sumber: Kochenour (1994) Kandungan (%) Konsumsi zat gizi ibu hamil diukur dengan menggunakan berbagai macam daftar yaitu: (1) Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik ndonesia. DKBM ini dipakai untuk mengukur konsumsi energi, protein, besi, vitamin C dan vitamin A dari makanan ; (2) Daftar Komposisi dari berbagai sumber baik dari luar maupun dalam negeri, untuk mengukur konsumsi folat, seng, iodium dari makanan, DKBM yang digunakan tersebut (a) Food Composition Table for Use in East Asia yang dikeluarkan oleh FAO(Leung, et a1.,1972), (b) The Composition of Foods (Holland et al., 1992), dan kontak pribadi dengan Dr. Mien Karrnin Mahmud ; (3) Sedangkan untuk mengukur konsumsi zat gizi yang berasal dari suplemen, menggunakan buku SO, ndonesia (1998). Semua suplemen yang mengandung besi (Fe) terdapat dalam bentuk senyawa yang berikatan dengan fumarat, sulfat, atau glukonat (Tabel 5.17).

15 Tabel 5.17 Komposisi beberapa vitamin dan mineral suplemen yang dikonsumsi ibu hamil Sumber : nformasi Spesialite Obat (SO, ndonesia, 1998) Tingkat Konsumsi Zat Gizi bu Hamil Tabel menunjukan bahwa rata-rata tingkat konsumsi energi yang berasal dari pangan selain dari cookies pada masing-masing kelompok cukup baik yakni berkisar antara 82,3% pada kelompok 1V sampai dengan 88,3 % pada kelompok 11. Rata-rata tingkat konsumsi protein yang berasal dari pangan selain dari "cookies" pada masing-masing kelompok berkisar antara 83,O % sampai dengan 88,2 %. Meskipun masih ada ibu hamil dengan tingkat konsumsi energi dan protein dibawah 70%. Rata-rata tingkat konsumsi besi dan folat yang berasal dari pangan selain "cookies", relatif kecil dibandingkan tingkat konsumsi suplemen. Bormd et al. (1993) menemukan bahwa besi didalam makanan wanita hamil di United States hanya mengandung 43% dari RDA. Sedikit lebih tinggi dari asupan besi wanita hamil di Kaohsiung, Taiwan yakni sebesar 38,4% RDA (Kao et al., 1994). Sedangkan asam folat dalam makanan wanita hamil di United States hanya sebesar 55% dari RDA (Bormd et ~1.1993). Tingkat konsumsi vitamin C yang berasal dari suplemen relatif rendah. Sedangkan konsumsi seng dan iodium semuanya berasal dari pangan.

16 Tabel Rata-rata tingkat konsumsi zat gizi (%) ibu hamil No Energi Protein Zat Besi Folat Vitamin A Vitamin C Zat Seng Zat odium 83 f 35,9 * 22,5 4,6 f 7,6 216,6 f 229,4 75,6 * 55,O 29,6 * 122 1,4 f 3,l Keterangan: Pang : Pangan Sup : Suplemen Kelompok (n=33) (n=32) (n=32) Pang Sup Pang Su Pang Sup P 88,7 f 20,2 88,3 f 31,6 82,4 f 30,2 29,7 32,9 zk 38,4 46,6 49,8 51,6 f * f 39,8 34,O ,l 31,8 34,O f * * 25,4-21,7-23,3 3,2 * 4,7 85,8 * 36,5 f 23,2 5,6 f 8,9 327,5 * 258,8 85,2 * 56,8 31,3 * 12,l 0,7 * 1,7 * 3,2 5, ,2 32,2 * 30,5 3,6 f 6,O 422,5 * 434,3 69,4 * 60,l 32,2 f 13,4 1,7 * 3,7-2,2 * 4,6 V(n=31) Pang Su P 82,3f 33,7 46,l 52,5 f 47,8 37,9 85,7 f 33,2 * 21,8 5,O f 9,8 274,5 * 258,5 57,8 * 54,2 31,6 * 13,3 0,9 * 3,3 * 35,9 - * - 6,O 6,8 - V(n=32) Pang Su P 86,4 f 29,8 88,2 f 36,7 f 31,l 2,9 * 4,8 381,3 f 307,5 66,O * 49,2 32,5 f 11,6 2,2 f 5,4 34,7 47,9 * 41,9 25,2 f 26,5 - * 1,4-2,7 - Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan tingkat konsumsi zat gizi ibu hamil dilihat dari tingkat konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C, zat seng dan iodium baik yang berasal dari pangan, maupun suplemen tidak berbeda nyata antara kelompok intervensi (Tabel Lampiran 7). Pen~aruh "Cookies" terhadap Profil Biokimia Darah bu Hamil Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan darah sebagai akibat dari reaksi fisiologis yang normal (Gambar 5.2). Kochenour (1994) menyatakan bahwa adanya reaksi fisiologis ini bermanfaat untuk: (1) menyediakan darah yang cukup untuk dialirkan keseluruh tubuh dan janin, dimana pada kehamilan sistem pembuluh darah meningkat; (2) agar darah dapat mengalir seluruh tubuh dan ke

17 janin dalam berbagai posisi (telentang maupun berdiri); (3) melindungi ibu dari kehilangan darah yang berlebihan pada waktu melahirkan. Oleh karena terjadi peningkatan jumlah volume plasma tidak sejalan dengan peningkatan jurnlah sel darah merah, maka pada kehamilan "cut of point" anemia menjadi lebih rendah. - Volume darah ' 801 &, a Volume plasma -- Masa sel darah merail ""t Usia Kehamilan Gambar 5.2 Perubahan volume darah selama kehamilan yaig normal (Scott, 1972) Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Pengelompokan Hb didasarkan pada kriteria anemia dan tidak anemia (normal), yakni Hb c 11 gldl menunjukan anemia, dan Hb 2 1 lg/dl menunjukan tidak anemia menurut kriteria anemia pada ibu hamil menurut WHO (1990): Kriteria ini digunakan untuk ibu hamil pada usia kehamilan trimester, sedangkan pada ibu hamil dengan usia kehamilan trimester, "cutt of point" nya adalah 10,5. Anemia telah didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar Hb dibawah normal sebagai akibat kekurangan satu atau lebih zat gizi, yaitu besi

18 folat, vitamin B 12, secara sendiri, atau secara bersama. Disamping itu anemia juga terjadi oleh adanya penyebab lain yang bukan gizi yaitu infestasi cacing, kehilangan darah yang berlebihan, status sosio ekonomi yang rendah, latar belakang pendidikan yang kurang baik (Sulabha, 1999). Tabel Sebaran ibu hamil menurut kadar Hb darah dan deskriptif statistik kadar Hb darah pada berbagai kelompok intervensi Anemia adalah sebuah kondisi tidak cukup sel darah merah dalam darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Jika kadar hemoglobin sangat rendah, jaringan tubuh tidak memperoleh cukup oksigen. Selarna kehamilan, jumlah sel darah merah meningkat, tetapi peningkatannya tidak sebanding dengan peningkatan plasma darah. ni yang menyebabkan kadar hemoglobin sedikit berkurang dari pada biasanya (Hunter, 2000). Total masa hemoglobin meningkat dari 550g pada awal kehamilan menjadi 7258 pada bulan ketujuh kehamilan, sedangkan volume plasma meningkat 50%. Besi disimpan dalam janin selama periode terakhir kehamilan biasanya pada trimester ke tiga, yang tidak dapat dipindahkan kembali ke ibu meskipun kadar Hb ibu turun (Sulabha, 1999).

19 Bech and Manniche (2000), menyatakan bahwa jumlah sel darah merah pada ibu hamil 45% lebih tinggi, yang berguna untuk membawa lebih banyak oksigen untuk dipompakan ke plasenta untuk pertumbuhan janin Peningkatan produksi darah menyebabkan kebutuhan zat gizi besi dan folat yang menghasilkan hemoglobin yang membawa oksigen keseluruh tubuh juga meningkat. Peningkatan produksi darah paling besar terjadi sekitar 20 minggu kehamilan, dan pada saat ini kebutuhan besi dan folat juga paling tinggi. Banyak ibu hamil yang merasa letih dan sesak nafas pada saat tersebut. a 80 UJ 2 60 a re 1 PO* 1 re 1 post re 1 post re 1 PO P= 1 post 1 l(n=33) ll(n=32) lll(n=32) V(n=31) V(n=32) Keiompok Keterangan Kelompok: diberi "cookies" formula A (di fortifikasi Fe, folat, vit.a,vit.c) 1 diberi "cookies" formula B (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn) 11 diberi "cookies" formula C (di fortifikasi Fe, folat, vit A, vit.c, ) V diberi "cookies" formula D (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn, dan ) V diberi "cookies formula E (tanpa fortifikasi) Gambar 5.3. Diagram batang proporsi ibu hamil menurut kadar Hb pada berbagai kelompok sebelum (pre) dan setelah intervensi (post) Tabel menunjukan sebagian besar ibu hamil yakni lebih dari 80%, dengan kisaran 80,6% sampai dengan 87,9% ibu hamil pada sebelum intervensi mempunyai kadar Hb normal, sebagian kecil lainnya dengan kisaran 12,1% sampai dengan 19,4% ibu hamil mempunyai kadar Hb tidak normal (anemia). Namun setelah intervensi terjadi peningkatan proporsi ibu hamil yang mempunyai Hb dibawah normal yang terjadi pada semua kelompok intervensi. Sebaliknya

20 proporsi ibu hamil yang mempunyai Hb normal rnenurun setelah intervensi. Namun dari kelima kelompok ini, peningkatan proporsi ibu harnil yang mempunyai Hb dibawah normal pada kelompok V relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keempat kelompok lainnya, yakni sebesar 19,4 %. Hal ini menunjukan bahwa proporsi ibu hamil yang mengalami anemia bertambah jumlahnya setelah intervensi, namun jika dibandingkan antara masing-masing kelompok maka proporsi ibu hamil yang menjadi anemia paling banyak pada kelompok V % 11.5 " 11 Rataan Hb i l(n=33) ll(n=32) lll(n=32) V(n=31) V(n=31) Kelompok Keterangan Kelompok: diberi "cookies" formula A (di fortifikasi Fe, folat, vit.a,vit.c) 1 diberi "cookies" formula B (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn) 11 diberi "cookies" formula C (di fortifikasi Fe, folat, vit A, vit.c, ) V diberi "cookies" formula D (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn, dan ) V diberi "cookies formula E (tanpa fortifikasi) Gambar 5.4. Diagram batang rata-rata Hb sebelum (1) dan setelah intervensi (2) menurut kelompok intervensi Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda antara kelima kelompok (Tabel Lampiran 8) dan antara kelompok yang diberi "cookies" yang di fortifikasi besi, folat, vitamin A, dan vitamin C ( kelompok, T,, V) dengan kelompok yang diberi "cookies" tanpa fortifikasi besi, folat, vitamin A, dan

21 vitamin C (kelompok V) (Tabel Lampiran 9) pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata kadar Hb ibu hamil sebelum intervensi. ni artinya status gizi ibu harnil sebelum intervensi dilihat dari kadar Hb darah antara kedua kelompok adalah sama. Demikian juga setelah intervensi, dengan menggunakan uji beda rata-rata kadar Hb antara kelompok yang diberi "cookies" yang di fortifikasi besi, folat, vitamin A, dan vitamin C dengan kelompok yang diberi "cookies" yang tidak di fortifikasi sama sekali pada a = 5%, tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Tabel Lampiran 9). Tabel 5.19 dan Gambar 5.4 juga menunjukan ada perbedaan rata-rata Hb. Rata-rata Hb pada masing-masing kelompok turun setelah intervensi pada semua kelompok. Penurunan rata-rata Hb paling tinggi pada kelompok V. Dilihat dari rata-rata perubahan Hb pada masing-masing kelompok intervensi, ternyata pada setiap kelompok terjadi penurunan rata-rata kadar Hb yang berkisar antara -1,2 gldl sampai dengan -0,6 g/dl Dibandingkan dengan keempat kelompok lainnya rata-rata perubahan Hb paling rendah adalah pada kelompok V yakni sebesar - 1,2 gldl. Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda berpasangan menunjukan bahwa rata-rata Hb sebelum dan setelah intervensi berbeda secara statistik, baik pada kelompok yang diberi "cookies" yang di fortifikasi (p=0,000) maupun kelompok yang diberi "cookies" yang tidak di fortifikasi (p=0,000) (Tabel Lampiran 10). Meskipun sama-sama mengalami penurunan kadar selama intervensi, tetapi ketika dilakukan uji beda antara kedua kelompok menunjukan perubahan Hb berbeda nyata (p=0,048) (Tabel Lampiran 9).

22 Perturnbuhan konseptus dan peningkatan volume darah ibu yang nyata menyebabkan peningkatan secara nyata kebutuhan besi. Penambahan 18 % sel darah merah membutuhkan kira-kira 300 mg besi (Rosso, 1990). Halberg (1988), memperhitungkan 350 mg besi digunakan untuk fetus dan plasenta, 450 mg besi digunakan untuk pertambahan jumlah sel darah merah ibu, dan kehilangan besi dari tubuh selama kehamilan sekitar 240 mg. Sehingga total kebutuhan besi kirakira 1040 mg besi selama kehamilan. Jumlah ini tanpa memperhitungkan besi yang hilang bersama darah pada waktu bersalin yakni sebanyak 250 mg. Rata-rata penurunan kadar Hb pada kelompok yang diberi "cookies" yang di fortifikasi besi, folat, vitamin A, dan vitamin C lebih rendah yakni sebesar 0,7242 gldl, sedangkan pada kelompok yang tidak di fortifikasi penmannya lebih tinggi yakni sebesar 1,4290 gldl. ni menunjukan bahwa meskipun fortifikasi "cookies" dengan zat besi (Fe) dan folat, vitamin A, dan vitamin C belum mampu menghambat laju penurunan Hb darah selama kehamilan tetapi penman laju secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa fortifikasi. Peneliti tidak bisa memastikan apakah pengaruh penghambatan laju penurunan kadar Hb ini diakibatkan oleh fortifikasi, besi, folat, vitamin A, dan vitamin C secara bersama-sama atau hanya diakibatkan oleh fortifikasi besi saja. Pada ibu hamil terjadi penurunan kadar Hb, yang diakibatkan oleh karena adanya reaksi fisiologis yang normal, dimana Hb merupakan bagian dari sel darah merah. Scholl dan Reilly (2000), menunjukan bahwa defisiensi besi pada akhir kehamilan mungkin sebagai refleksi dari ekspansi volume plasma ibu hamil sebagai reaksi fisiologi yang normal. Reaksi fisiologis yang normal ini menyebabkan volume plasma meningkat pesat yang meningkat sampai.50%.,

23 Meskipun terjadi juga peningkatan sel darah merah (sekitar 30%) selama kehamilan tetapi peningkatannya tidak sejalan dengan peningkatan volume plasma, namun total sel darah merah cukup (Ladipo, 2000). Disamping itu penman kadar Hb juga disebabkan aliran zat gizi yang cepat ke janin. Zat besi sebagai komponen Hb, merupakan salah satu zat gizi yang dapat mengalir dengan cepat ke janin, meskipun ibu dalam keadaan defisien zat gizi besi (Kochenour, 1994). Dua puluh persen besi yang disimpan pada janin terakumulasi pada minggu terakhir kehamilan (Linder, 1992). Faktor yang mempengaruhi Perubahan Hb Faktor yang diduga mempengaruhi perubahan Hb dapat dilihat dalam Tabel Dari hasil analisis dengan menggunakan regresi pada a = 5%, menunjukan bahwa perubahan Hb pada ibu hamil dipengaruhi oleh Hb awal ( p = 0,000), formula A (p=0,044) dan lama intervensi ( p=0,010 ). Koefisien determinasi adalah 0,329 dengan p = 0,000. Hubungan antara peubah respon dengan peubah bebas cukup kuat dilihat dari R=0,573. Tabel Koefisien regresi.peubah yang diduga berpengaruh terhadap perubahan Hb Standardized t Sig. R R' Coefficients Beta (Constant) FORMULAA FORMULAB FORMULAC FORMULAD L. NTERV K KESEHATAN BES SUPLEMEN HB AWAL Unstandardized Coefficients B E E Std. Error , lo OOO 0,573 0,329

24 Tabel 5.20 menunjukan bahwa perubahan Hb mempunyai hubungan positif dengan formula A dan lama intervensi. Sebaliknya kadar Hb awal intervensi mempunyai hubungan negatif dimana semakin baik status Hb awal, maka perubahan Hb setelah intervensi semakin kecil. Zavaleta et a1 (2000) menunjukan bahwa suplementasi besi dan folat pada wanita Peru yang hamil, tidak menunjukan perbedaan status besi yang dilihat pada perubahan hematologi, tetapi perubahan hematologi dipengaruhi oleh status Hb pada awal. Hb merupakan senyawa yang terdiri dari heme dan globin, dimana heme itu sendiri disusun oleh besi (Fe). Keadaan ini didukung oleh sejumlah penelitian terdahulu yang menyatakan penyerapan besi sebagai komponen Hb, dipengaruhi oleh status besi tubuh. Fe merupakan senyawa esensiel bagi pembentukan Hb (hemoglobin). Hb merupakan komponen protein yang utama dalam sel darah merah, yang dibentuk oleh 4 subunit, 2 unit a-globin dan 2 unit P-globin. Setiap subunit mengandung sebuah kelompok heme (Brody, 1994). Heme dibentuk dari Fe dan glisin, yang merupakan komponen protein. Kekurangan protein menyebabkan pembentukan Hb menjadi berkurang. Rata-rata tingkat konsumsi protein pada ibu hamil yang diteliti cukup baik, yakni sekitar 85%, namun masih ada ibu hamil dengan tingkat konsumsi protein dibawah 70%. Perubahan Hb semakin besar dengan semakin kecilnya kadar Hb pada sebelum intervensi. Hal ini diakibatkan oleh karena penyerapan Fe aktual diatur oleh kebutuhan tubuh. Hallberg (1988) menyatakan penyerapan besi non-heme sangat dipengaruhi oleh status besi seseorang, tetapi pengaruh ini tidak tampak pada besi heme dalam jumlah dibawah beberapa mg perhidangan makanan..

25 Pada kondisi tubuh mengalami defisiensi Fe yang dapat dilihat dari kadar Hb, maka penyerapan Fe dari dinding mukosa usus semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan Hb semakin besar. Penemuan ini sejalan dengan penemuan yang dilaporkan oleh Goonewardana et al. (1996), bahwa suplementasi Fe dan vitamin C, mampu meningkatkan Hb pada kelompok dengan Hb awal < 11 g/dl. Formula A mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan Hb setelah intervensi. Rata-rata perubahan Hb ibu hamil yang diberi "cookies" formula A, adalah 0,767 g/dl, lebih tinggi dari ibu hamil yang diberi "cookies" formula E. "Cookies" formula B, C, D, meskipun sama-sama di fortifikasi dengan besi (Fe), folat, vitamin A dan vitamin C, namun ketiga formula tersebut tidak mempengaruhi perubahan Hb ibu hamil secara nyata. Diduga ha1 ini disebabkan karena adanya zat gizi lain yang ditambah seperti; pada formula B, selain ditambah besi, folat, vitamin A, dan vitamin C, juga ditambah zat seng (Zn); formula C, juga ditambah iodium (); dan formula D, juga ditambah Zn dan. Diduga adanya tambahan mineral Zn, menyebabkan penyerapan Fe terhambat. Pada formula B dan D, ditambahkan Zn sebesar 15 mg/83 gram "cookies", disamping juga ditambahkan Fe sebesar 36 mg/83 gr "cookies". Berarti penambahan Fe dan Zn dengan perbandingan 36:14 atau sama dengan 2,6 : 1, mungkin menghambat penyerapan Fe. Penemuan ini tidak sejalan dengan penemuan yang dilaporkan oleh O'Brien et al., 1999, bahwa suplementasi Fe dan Zn dengan perbandingan 4: 1 tidak mempengaruhi penyerapan Fe. Sedangkan pada formula C yang ditambah iodium juga tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada perubahan Hb darah, bagaimana mekanismenya belum dapat dijelaskan.,

26 Barangkali ini ada kaitannya dengan persaingan dalam penggunaan protein. Adanya tambahan iodium dalarn "cookies" formula C, mengakibatkan sejumlah protein dibutuhkan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga protein yang tersedia untuk digunakan dalam penyerapan maupun transportasi besi sebagai komponen Hb menjadi relatif rendah jurnlahnya. ni yang menyebabkan pembentukan Hb pada ibu hamil yang diberi "cookies" formula C, menjadi terhambat dibandingkan pada ibu hamil yang diberi "cookies" formula A. Keluhan kesehatan dan konsumsi besi dari suplemen tidak mempengaruhi perubahan Hb ibu hamil. Hal ini diduga diakibatkan sebagian besar ibu hamil tidak mengalami keluhan kesehatan. Kontribusi besi dari suplemen cukup tinggi yakni sekitar 45%, namun tidak terlihat pengaruhnya terhadap perubahan Hb. Meskipun perubahan Hb dipengaruhi oleh Hb sebelum intervensi dan lama intervensi, tetapi perubahan Hb antara kelompok tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara statistik. Hal ini disebabkan oleh karena status Hb sebelum intervensi dan lama intervensi, tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara kelompok. Koefisien determinasi model diatas masih relatif kecil, yakni 0,329. ni artinya hanya 32,9% model ini dapat menjelaskan perubahan Hb, sedangkan 67,l % perubahan Hb dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi pembentukan Hb dalam tubuh yakni dimulai dari asupan besi dan protein yang merupakan komponen pembentuk Hb, serta zat lain yang mempengaruhi baik penyerapan maupun metabolismenya dalam tubuh. Berbagai peubah yang diduga mempengaruhi terbentuknya Hb yang mampu diukur dimasukan dalam model. Namun ada berbagai peubah 1ain.yang.

27 tidak mungkin dimasukan karena berbagai keterbatasan. Terbentuknya Hb dalam tubuh merupakan suatu proses metabolisme yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor termasuk saling interaksi diantara komponen zat gizi maupun zat bukan gizi. Berbagai zat gizi clan zat bukan gizi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi mempengaruhi perubahan Hb. Sebagian zat gizi yang diduga mempengaruhi perubahan Hb diukur pada penelitian ini, tetapi tidak dimasukan kedalam model regresi. Hal ini disebabkan karena pengukurannya kurang akurat, karena hanya diukur 1 kali dalam 1 trimester (Tabel 5.18). Pengukuran konsumsi zat gizi pada penelitian ini hanya digunakan untuk membandingkan konsumsi zat gizi antara kelompok intervensi. Dikenal dua macam besi yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme hams dihidrolisa dari hemoglobin atau myoglobin sebelum diserap. Pemecahan ini dilakukan oleh protease pada lambung dan usus kecil. Heme yang berasal dari hemoglobin mengandung besi dan cincin porphyrin diserap secara utuh sebagai metalloporphyrin kedalam sel mukosa usus halus (Monsen, 1988). Dalam sel mukosa, heme yang telah diserap dipecah oleh enzim oksigenase sehingga heme menjadi besi ferro dan protoporphyrin ( Groff et al., 1995). Besi yang telah dibebaskan kemudian dipindahkan ke sisi serosa sel mukosa dengan menggunakan mekanisme pengangkutan intraseluler yang sama seperti yang digunakan oleh besi non-heme (Hallberg, 1988).

28 Peneliti tidak memasukan peubah jurnlah enzim protease dan oksigenase, karena peneliti tidak mungkin mengukurnya. Menurut Espinosa-Nava dikutip oleh Muchtadi 2001 menyatakan aktifitas enzim-enzim protease dipengaruhi oleh serat makanan, yang juga tidak diukur pada penelitian hi. Bagaimana besi melewati sel mukosa atau berdistribusi dalam sel belum diuraikan secara jelas, tetapi Groff et al. (1995) telah mengajukan sebuah model bahwa besi non-heme diarnbil dari usus dalam bentuk ion fero, oleh reseptor pada sel mukosa usus. Besi ferro dapat dikonversi menjadi bentuk feri sebelum berikatan dengan membran protein. Beberapa besi mungkin melewati sel mukosa secara difbsi. Asam amino tertentu seperti sistein yang merupakan komponen protein, asam laktat, asam tartarat, Wosa, sorbitol, daging dan ikan mempunyai peran dalam peningkatan penyerapan besi, serta fitat dan tannin yang menghambat penyerapan besi juga tidak diukur. Beberapa faktor dapat meningkatkan penyerapan yakni vitamin C, asam laktat, asam tartarat, Wosa, sorbitol, daging dan ikan (Hallberg, 1988 dan Monsen, 1988), Bagaimana daging, burung dan ikan dapat meningkatkan penyerapan besi non-heme belum dapat diidentifikasi dengan jelas (Hurrell et al., 1988). Tetapi Taylor et al., 1986, dan Monsen, 1988 menyatakan protein ini dicerna menjadi peptida yang mengandung relatif lebih banyak asam amino sistein, senyawa inilah yang berperan dalam peningkatan penyerapan besi. Beberapa faktor lainya menurunkan penyerapannya seperti fitat, dan tannin ( Groff et al., 1995).

29 Asam amino seperti sistein dan histidin dapat berfbngsi sebagai transpor besi ~ menyeberangi sel mukosa. Beberapa besi mukosa mungkin dioksidasi menjadi bentuk ferri dan berikatan dengan apotransferin sel mukosa dan membentuk 1 transferin. Tranferin membawa ion ferri menyeberangi sitosol sel mukosa. Besi tidak menyeberangi sel dengan difusi, tetayi berikatan dengan asam amino, atau sebagai bagian dari transferin, digabungkan dengan apoferitin. Apoferitin adalah sebuah protein yang beraksi sebagai pemegang besi. Protein ini berfbngsi sebagai feroksidase menggunakan oksigen untuk merobah besi fero yang terikat menjadi feri untuk cadangan. Cadangan besi dalam bentuk feri ini dapat dirubah menjadi fero dan dilepaskan dari molekul feritin jika besi dibutuhkan oleh sel mukosa atau untuk transpor pada jaringan lain. Jika tidak dibutuhkan besi tetap sebagai feritin dan dikeluarkan 2 atau 3 hari kedalam lumen sistem pencemaan. Besi dalam bentuk feri dibawa dalam plasma dalam bentuk ikatan dengan transferin glikoprotein. 1 Ceruloplasmin adalah protein yang mengandung copper (Cu) juga mempunyai aktifitas feroksidase yang dapat mengkatalisir oksidasi fero menjadi feri sehingga dapat berikatan kuat dengan transferin. Copper (Cu) sebagai komponen ceruloplasmin juga tidak diukur. Beberapa zat lain yang diduga mempengaruhi penyerapan besi yang juga tidak diukur adalah kalsium dan vitamin B 2 (riboflavin). Hallberg et a1 (1992) menyatakan kalsium secara kuat menghambat penyerapan besi hem maupun besi nonhem. Power et a1 (1993) melaporkan riboflavin dikaitkan dengan metabolisme besi, mereka menunjukan defisien riboflavin menurunkan absorbsi besi dan meningkatkan kehilangan gastrointestinal. Defisiensi besi mengakibatkan 99

30 meningkatnya proliferasi sel kript usus sehingga merusak penyerapan besi, sehingga akumulasi besi dihati dikurangi. Kadar Feritin Serum Fakta menunjukan bahwa ada hubungan antara feritin serum dengan cadangan besi. Hal ini dikaitkan dengan: (1) ada korelasi positif antara kadar feritin serum dengan cadangan besi dalam sumsum tulang; (2) turunnya kadar feritin serum sejalan dengan perubahan cadangan besi hati (Walters et al. 1973); (3) terapi besi dan tranfusi yang berulang-ulang, dapat meningkatkan kadar feritin serum (Kimber et al., 1983). Tabel Sebaran ibu hamil menurut kadar feritin serum dan deskriptif statistik kadar feritin serum pada berbagai kelompok intervensi Pengelompokan kadar feritin serum didasarkan pada kriteria WHO (1996). Ada keragaman kadar feritin pada data awal, dimana sebanyak 21,9% sampai dengan 42,5% ibu hamil mempunyai kadar feritin serum dibawah 10 pgfl. ni menunjukan masih relatif banyak ibu hamil yang mengalami deplesi simpanan

31 besi, bahkan telah dapat dikatakan anemia defisiensi besi. Keadaan ini membawa risiko pada ibu hamil, karena besi sangat diperlukan selama kehamilan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, disamping untuk mempertahankan kesehatan ibu hamil itu sendiri, baik pada masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Sebagian lain ibu hamil mempunyai kadar feritin 2 10 pg/l. 1 l(n=33) Pre 1 Post Pre 1 Post Pre 1 Post Pre 1 Post Pre 1 Post ll(n=32) 1 1 lll(n=32) V(n.31) V(n=32) Kelompok Keterangan Kelompok: diberi "cookies" formula A (di fortifikasi Fe, folat, vit.a,vit.c) 1 diberi "cookies" formula B (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn) 11 diberi "cookies" formula C (di fortifikasi Fe, folat, vit A, vit.c, ) V diberi cookie^'^ formula D (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn, dan ) V diberi "cookies formula E (tanpa fortifikasi) Gambar 5.5. Diagram batang proporsi ibu hamil menurut kadar feritin serum sebelum (pre) dan setelah intervensi (post) Meskipun ada keragaman kadar feritin pada data awal namun setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji sidik ragam pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata rata-rata kadar feritin ibu hamil sebelum intervensi antara kelima kelompok intervensi (Tabel Lampiran 8). Demikian juga ketika digunakan uji beda antara kelompok yang di fortifikasi besi, folat, vitamin<a, vitamin C dengan yang tidak di fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C (Tabel Lampiran 9). ni artinya status gizi ibu hamil dilihat dari kadar feritin serum sebelum intervensi antara kelompok tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

32 Zat besi dalam tubuh disimpan sebagai feritin atau hemosiderin dalam beberapa jaringan dan organ terutama hati, limpa dan sumsum tulang. Pada lakilaki dewasa simpanan besi berkisar mg, sedangkan pada wanita dewasa lebih rendah dan jarang melebihi 500 mg. Banyak wanita di negara industri dan negara yang sedang berkembang tidak mempunyai simpanan besi sama sekali (Hallberg, 1988), ha1 ini disebabkan karena ketersediaan besi secara biologis rendah dan surnber besi heme dalam makanan terbatas (O'Brien et al., 1999). Gejala yang paling awal dari defisiensi besi meliputi bentuk simpanan besi. Besi disimpan secara intraselluller dalarn feritin, yang pada keadaan defisiensi, kadar feritin menjadi rendah (Godfiey et al, 1991 dan Nelson et al, 1993). Kadar feritin disamping dipakai untuk mendeteksi cadangan juga dapat digunakan untuk mengetahui deplesi simpanan besi atau bahkan sebagai indikator adanya kelebihan besi jika feritin serum > 200 pgll, tetapi pada ibu hamil pada penelitian ini tidak ditemukan ada yang mempunyai feritin serum lebih dari 200 pg/l. Pada ibu hamil yang anemia ditemukan kadar feritin serum < 10 pg/l (Gibson, 1990). Menurut Cook and Skikne, 1982 yang dikutip oleh Gibson (1990), setiap 1 pg/l setara dengan kira-kira 10 mg simpanan besi. Simpanan besi sangat dibutuhkan bagi ibu hamil untuk persiapan pada waktu persalinan, karena persalinan dalam keadaan nomalpun membutuhkan sejumlah darah ekstra. Besi yang merupakan komponen sel darah merah ikut hilang bersama kehilangan darah pada waktu persalinan. Halberg (1988) menyatakan pada waktu persalinan tubuh kehilangan darah sebesar 200 mg besi. Setelah intervensi proporsi ibu hamil yang mempunyai kadar feritin dibawah 10 pg/l berkisar antara 21,9 % sampai dengan 50,0%. Proporsi ibu hamil' yang.

33 mempunyai kadar feritin dibawah 10 pgll paling besar pada kelompok V. Meskipun ada keragaman namun setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda pada ct = 5%, antara kelompok yang di fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C, dengan kelompok yang tidak di fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C tidak menunjukan perbedaan yang nyata (Tabel Lampiran Rata-rata kadar feritin pada masing-masing kelompok berkisar antara 21,9 pg/l sampai dengan 27,O pg/l pada sebelum intervensi dan 12,9 pg/l sampai dengan 18,7 pg/l setelah intervensi. Dilihat dari rata-rata kadar feritin pada masing-masing kelompok menunjukan adanya penurunan setelah intervensi, dimana rata-rata penurunan terbesar terjadi pada kelompok V, yakni sebesar 11, E) = 10 Rataan Feritin 2 0 Kelompok Keterangan Kelompok: diberi clcookies" formula A (di fortifikasi Fe, folat, vit.a,vit.c) 1 diberi "cookies" formula B (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn) 111 diberi "cookies" formula C (di fortifikasi Fe, folat, vit A, vit.c, ) V diberi "cookies" formula D (di fortifikasi Fe,folat, vit A, vit C, Zn, dan ) V diberi "cookies formula E (tanpa fortifikasi) Gambar 5.6. Diagram batang rata-rata feritin serum sebelum (1) dan setelah intervensi (2) menurut kelompok intervensi

34 i Penurunan kadar feritin selama keharnilan merupakan suatu reaksi fisiologis yang normal, seperti hemoglobin, kegagalan ekspansi volume plasma atau yang disebut hipovolemia juga berimplikasi pada tingginya kadar feritin plasma ibu ~ (Scholl dan Reilly, 2000). Rosso dan Salas (1994) dikutip oleh Scholl dap Reilly (2000) melaporkan pada hewan yang kurang gizi, ekspansi volume plasma selama kehamilan dikurangi dan mengakibatkatkan aliran darah melalui plasenta (lower uteroplacental blood flow) lebih rendah sehingga pengiriman zat gizi ke janin terhambat. Disamping itu penurunan kadar feritin juga disebabkan terjadinya aliran zat gizi yang cepat ke janin. Zat besi sebagai komponen feritin, merupakan salah satu zat gizi yang dapat mengalir dengan cepat ke janin, meskipun ibu dalam keadaan defisien zat gizi besi (Kochenour, 1994). Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda berpasangan (t test) menunjukan ternyata rata-rata kadar feritin serum sebelum dan setelah intervensi berbeda secara statistik pada masing-masing kelompok (p = 0,000 pada kelompok diberi "cookies" yang di fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C ; p = 0,004 pada kelompok yang diberi "cookies" tanpa fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C (Tabel Lampiran 10). Setelah dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji beda pada a = 5%, menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata pada perubahan rata-rata kadar feritin serum antara kelompok yang diberi "cookies" yang difortifikasi besi, folat vitamin A, vitamin C dengan kelompok yang yang diberi "cookies" tanpa fortifikasi besi, folat, vitamin A, vitamin C

35 (Tabel Lampiran 9). Diduga ha1 ini disebabkan karena zat besi masih diperlukan untuk membentuk Hb, sehingga tidak tersedia untuk pembentukan feritin. Faktor vann Memvennaruhi Perubahan Feritin Serum Faktor yang mempengaruhi perubahan feritin setelah dianalisis dengan menggunakan regresi dapat dilihat dalam Tabel Dari Tabel tersebut dapat dilihat faktor yang berpengaruh secara nyata (pada a = 5%) adalah kadar feritin awal intervensi (p = 0,000), dengan koefisien deterrninasi regresi sebesar 0,815; p = 0,000. Hubungan antara peubah respon dan peubah bebas sangat kuat dilihat dari R=0,903. Tabel Koefisien regresi peubah yang diduga berpengaruh terhadap Tabel 5.22 menunjukan bahwa semakin tinggi kadar feritin awal, maka semakin kecil perubahan feritin serum. Tidak ada pengaruh pemberian "cookies" yang di fortifikasi dengan besi, folat, vitamin A, dan vitamin C terhadap perubahan feritin serum dibandingkan dengan pemberian "cookies" tanpa fortifikasi dengan besi, folat, vitamin A dan vitamin C. ni menunjukan ternyata

36 pemberian "cookies" yang di fortifikasi ini belum mampu meningkatkan jumlah besi dalam cadangan tubuh. Diduga disebabkan karena jumlah besi mash dibutuhkan untuk pembentukan Hb, dimana selama intervensi masih menunjukan terjadinya penurunan rata-rata kadar Hb ibu hamil, Ferititl serum merupakan indikator dari simpanan Fe(besi) tubuh, yang dapat mendeteksi defisiensi Fe pada tahap awal. Korelasi antara rendahnya feritin serum dengan rendahnya simpanan Fe dalam sumsum tulang sangat kuat. Fe yang ada dalam pusat inti feritin (FeO0H)n berasal dari Fe yang dibawa oleh transferin dari lapisan serosa pada dinding usus. Penambahan Fe pada "cookies" tidak mempengaruhi perubahan feritin. Hal ini diduga jumlah Fe yang diberikan belum mencukupi untuk kebutuhan Fe tubuh sehingga belum mampu untuk meningkatkan jumlah Fe dalam cadangan. ni dapat dilihat dari perubahan Hb dimana pada semua kelompok masih terjadi penurunan kadar Hb pada akhir keharnilan. Penemuan ini sejalan dengan penemuan yang dilaporkan oleh Ridwan et a1.(1996), bahwa suplementasi 60 mg Fe + 0,25 mg folat secara harian atau 120 mg Fe + 0,5 mg folat secara mingguan tidak mempengaruhi kadar feritin serum. Kemudian juga seperti yang dilaporkan Preoziosi et a1.(1997), suplementasi Fe sebanyak 2 x 50 mg secara harian tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada kadar feritin serum dibandingkan dengan plasebo. Tetapi penemuan ini berlawanan dengan yang dilaporkan oleh Milman et al. (1991) dan Tholin et al. (1 995), suplementasi 60 mg Fe secara harian menunjukan kadar feritin nyata lebih tinggi dari plasebo.

37 Perubahan feritin serum dipengaruhi oleh kadar feritin pada awal intervensi, dimana hubungmya terbalik. Perubahan feritin serum semakin besar jika semakin rendah kadar feritin pada awal intervensi. Fe yang diserap mula-mula masuk kedalam sel mukosa usus, kemudian melalui mekanisme tertentu dipindahkan kedalam darah. Jumlah Fe yang masuk kedalam darah sangat dipengaruhi oleh jumlah cadangan Fe dalam tubuh, dimana semakin sedikit cadangan Fe, maka semakin banyak Fe yang diserap dari dinding mukosa usus. Semakin rendah kadar feritin serum pada sebelum intervensi makin besar perubahan feritin serum. Penyerapan heme dipengaruhi oleh cadangan besi tubuh, 15% pada status besi normal dan 35% pada yang defisien. Penyerapan terjadi pada sepanjang usus halus tetapi paling efisien pada duodenum (Groff et al. 1995). Hal yang senada juga dinyatakan oleh Hallberg (1988), bahwa penyerapan besi non-heme sangat dipengaruhi oleh status besi seseorang. Selanjutnya dijelaskan lagi oleh Hallberg et a1 (1997), bahwa pada subjek pria yang normal, ada hubungan terbalik antara total penyerapan dan konsentrasi feritin, pada konsentrasi feritin yang tinggi (>60 pg 11) penyerapan menurun sampai pada kadar hanya cukup untuk mengganti kehilangan besi basal dan O'Brien et al. (1999) telah pula membuktikan ha1 yang sama pada ibu hamil. Meskipun perubahan feritin serum dipengaruhi oleh kadar feritin sebelum intervensi, tetapi perubahan feritin antara kelompok tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara statistik. Hal ini disebabkan oleh karena kadar feritin pada awal intervensi tidak berbeda nyata antara kelompok. Lama intervensi, keluhan

38 kesehatan, dan besi suplemen juga tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap perubahan feritin ibu hamil. Model menunjukan mempunyai koefisien determinasi yang cukup besar, yakni 0,815. ni artinya 813% perubahan feritin dipengaruhi oleh kadar feritin awal, sedangkan 18,5% dipengaruhi oleh peubah lain yang tidak terdeteksi pada penelitian ini. Seperti ha1 nya Hb, feritin merupakan indikator dari status besi dalam tubuh, dimana feritin lebih menggambarkan status besi dalam bentuk simpanan. Oleh karena itu semua faktor yang mempengaruhi penyerapan maupun metabolisme besi mempengaruhi juga perubahan feritin serum, kecuali vitamin A dan folat. Berbagai zat gizi dan zat bukan gizi yang terdapat dalarn makanan yang dikonsumsi mempengaruhi perubahan feritin. Sebagian zat gizi yang diduga mempengaruhi perubahan feritin diukur pada penelitian hi, tetapi tidak dimasukan kedalam model regresi. Hal ini disebabkan karena pengukurannya kurang akurat, karena hanya diukur 1 kali dalam 1 trimester (Tabel 5.18). Pengukuran konsumsi zat gizi pada penelitian ini hanya digunakan untuk membandingkan konsumsi zat gizi antara kelompok intervensi. Oleh karena adanya keterbatasan seperti terbatasnya tenaga dan waktu serta Daftar Komposisi Bahan Makanan yang tersedia, maka beberapa peubah yang diduga mempengaruhi perubahan feritin tidak dianalisis. Beberapa peubah yang tidak dianalisis antara lain jenis asam amino tertentu yang dapat meningkatkan penyerapan Fe, senyawa-senyawa yang mampu menghambat penyerapan Fe seperti fitat dan tannin, serta senyawa lain yang secara tidak langsung menghambat tersedianya Fe. Bagaimana peubah tersebut

111. KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

111. KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS 111. KERANGKA PEMKRAN & HPOTESS Keran~ka Pemikiran Bayi lahir dengan status gizi dan kesehatan yang optimal lahir dari ibu dengan kondisi kehamilan yang optimal. Kondisi tersebut dapat terjadi jika status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi tumbuh kembang janinnya. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK N 1 Sukoharjo 1. Keadaan Demografis SMK Negeri 1 Sukoharjo terletak di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami PENDAHULUAN Latar belakang Anemia zat besi di Indonesia masih menjadi salah satu masalah gizi dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian. Anemia zat besi akan berpengaruh pada ketahanan

Lebih terperinci

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS persisten, RCT 2. Zn + Vit,mineral 3. plasebo, durasi 6 bln BB KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BB, PB Zn dan Zn + vit, min lebih tinggi drpd plasebo Kebutuhan gizi bayi yang tercukupi dengan baik dimanifestasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

PROFIL BIOKIMIA DARAH IBU HAMIL YANG DIBERI "COOKIES" DIFORTIFIKASI ZAT BESI, ASAM FOLAT, VITAMIN A, VITAMIN C, ZAT SENG, DAN ZAT IODIUM

PROFIL BIOKIMIA DARAH IBU HAMIL YANG DIBERI COOKIES DIFORTIFIKASI ZAT BESI, ASAM FOLAT, VITAMIN A, VITAMIN C, ZAT SENG, DAN ZAT IODIUM PROFIL BIOKIMIA DARAH IBU HAMIL YANG DIBERI "COOKIES" DIFORTIFIKASI ZAT BESI, ASAM FOLAT, VITAMIN A, VITAMIN C, ZAT SENG, DAN ZAT IODIUM Oleh: KESUMA SAYUTI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ada empat masalah gizi utama yang ada di Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk. Kedua, kurang vitamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Gizi Besi Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi

Lebih terperinci

Siti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni

Siti Asiyah, Dwi Estuning Rahayu, Wiranti Dwi Novita Isnaeni PERBANDINGAN EFEK SUPLEMENTASI TABLET TAMBAH DARAH DENGAN DAN TANPA VITAMIN C TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DENGAN USIAKEHAMILAN 16-32 MINGGU DI DESA KENITEN KECAMATAN MOJO KABUPATEN KEDIRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin a. Metabolisme besi Zat besi normal dikonsumsi 10-15 mg per hari. Sekitar 5-10% akan diserap dalam bentuk Fe 2+ di duodenum dan sebagian kecil di jejunum. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gizi seimbang merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan, perkembangan, menurunkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi 2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sel telur dengan sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sel telur dengan sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sel telur dengan sel spermatozoa yang diikuti dengan perubahan fisiologis dan psikologis (Mitayani, 2012). Peristiwa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi di ASEAN. Menurut data SDKI tahun 2007 didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci

MAKALAH GIZI ZAT BESI

MAKALAH GIZI ZAT BESI MAKALAH GIZI ZAT BESI Di Buat Oleh: Nama : Prima Hendri Cahyono Kelas/ NIM : PJKR A/ 08601241031 Dosen Pembimbing : Erwin Setyo K, M,Kes FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anemia Gizi Besi (AGB) masih menjadi masalah gizi yang utama di Indonesia. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goal s (MDG s) Sesuai target Nasional menurut MDGs yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia secara praktis didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang sering dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang asupan zat besi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Defenisi motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti menggerakan (Winardi, 2007). Swanburg 2002 mendefenisikan motivasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang

Lebih terperinci

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS)

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) Setyo mahanani Nugroho 1, Masruroh 2, Lenna Maydianasari 3 setyomahanani@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Secara konseptual, variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent dan variabel dependent seperti gambar berikut : Variabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia

TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Pengertian Anemia Klasifikasi anemia 4 TINJAUAN PUSTAKA Anemia Gizi Besi pada Ibu Hamil Kehamilan merupakan hal yang diharapkan oleh setiap calon ibu. Namun pada kenyataannya ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rawan terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tubuh, zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier, 2009). Besi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, karena pada dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007). 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada dikepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) seseorang dalam darah lebih rendah dari normal sesuai dengan nilai batas ambang menurut umur dan jenis kelamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zat Besi 2.1.1. Fungsi Zat Besi Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja wanita usia subur (WUS) selama ini merupakan sumber daya manusia (SDM) yang utama di banyak industri, terutama industri pengolahan pangan yang pekerjaannya masih banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan memberikan perubahan yang besar terhadap tubuh seorang ibu hamil. Salah satu perubahan yang besar yaitu pada sistem hematologi. Ibu hamil sering kali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Heatlh Organization 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

Yuliana Salman 1*, Ideris 2, Siti Maryam Muharramah 3

Yuliana Salman 1*, Ideris 2, Siti Maryam Muharramah 3 Hubungan Pola Konsumsi Zat Besi Dan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Fe Dengan Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambung MakmurTahun 2015 Correlation Of Pattern Consumption Of Iron And Compliance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pada

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA

PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA PENGARUH PEMBERIAN ZAT BESI HEM DAN NON HEM PADA DIET HARIAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI ANEMIA Yeni Tutu Rohimah, Dwi Susi Haryati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Intik gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap kekurangan gizi makro

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan hal yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Bahkan menurut data WHO tahun 2011, jumlah perokok Indonesia mencapai 33% dari total jumlah penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 SRI SYATRIANI * & ASTRINA ARYANI** (*Dosen STIK Makassar & ** Alumni STIK Makassar) Masa remaja merupakan masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci