BAB II PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM PELAKSANAAN PERKAWINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM PELAKSANAAN PERKAWINAN"

Transkripsi

1 BAB II PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM PELAKSANAAN PERKAWINAN A. Pengertian dan Unsur-unsur Dalihan Natolu 1. Pengertian Dalihan Natolu Pengertian Dalihan adalah tungku yang dibuat dari batu, sedangkan Dalihan natolu ialah tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu. Ketiga dalihan yang ditanam berdekatan ini berfungsi sebagai tungku tempat memasak. Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama lain serta tingginya sama dan harmonis. Pada zamannya, kebiasaan masyarakat Batak memasak di atas tiga tumpukan batu, dengan bahan bakar kayu. Tiga tungku itu, dalam bahasa Batak disebut dalihan. Falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak. Tungku merupakan bagian peralatan rumah yang sangat vital. Karena menyangkut kebutuhan hidup anggota keluarga, digunakan untuk memasak makanan dan minuman yang terkait dengan kebutuhan untuk hidup. Dalam prakteknya, kalau memasak di atas dalihan natolu, kadang-kadang ada ketimpangan karena bentuk batu ataupun bentuk periuk. Untuk mensejajarkannya,

2 digunakan benda lain untuk mengganjal. Dalam bahasa Batak, benda itu disebut Sihal-sihal. Apabila sudah pas letaknya, maka siap untuk memasak. Dalihan Natolu merupakan pemilihan tungku masak berkaki tiga sebagai lambang pengibaratan tatanan sosial kemasyarakatan orang batak. Ketiga kaki tungku melambangkan struktur sosial masyarakat batak, yaitu kelompok Dongan Sabutuha, kelompok Hula-Hula dan kelompok Boru. Nama setiap kelompok juga mengisyaratkan fungsi sosial setiap kelompok. Dengan demikian, satu dari kaki tungku merepresentasikan kelompok dan fungsi dongan sabutuha yaitu orang yang satu marga dengan fungsi kepada sesama. Kaki kedua merepresentasikan kelompok dan fungsi Hula-Hula, yaitu kumpulan beragam marga asal para istri dari orang semarga. Kaki ketiga merepresentasikan kelompok dan fungsi Boru, yaitu kumpulan beragam marga asal suami dari perempuan semarga. Ketiga struktur dan fungsi sosial tersebut adalah dasar berpijak dan tonggak penopang ( pilar ) dari pergaulan hidup masyarakat Batak atau dengan kata lain sebagai suatu tatann sosial kemasyarakatan. Tatanan tersebut telah memberikan kepastian hukum tentang kedudukan (tohonan-posisi-jabatan), hak (sijaloon-right) dan kewajiban (sileanon-obligation), sikap dan perilaku (pangalaho-attitude), Patik (hukum-law-rule), Ruhut (aturanguidance), Parturena (urut-urutan-sequence), Tording (batasan-boeder line), Uhum (perbuatan baik-good deeds) dan Ugari (wujud perbuatann baik-form of good deeds), Partuturan (system kekerabatan-kinship, family relationship), Tarombo (silsilah-family tree), Ulaon adat (peristiwa adat-sosial gathering),

3 Tonggo Raja, Ria Raja, Rapot (forum musyawarah), dan sebagainya. Demikianlah tua-tua pendahulu melakukan rekayasa sosial (sosial engineering) pranata masyarakat Batak dengan rinci agar impiannya tewujud, yaitu menciptakan keteraturan dan ketertiban (Rue and Order) bermasyarakat bagi keturunannya. Ketiga kelompok tesebut selalu dijumpai ber-inter-relasi dan ber-inter-aksi, selaras, seimbang dan kokoh dengan Marga sebagai perekat dan Hukum Marga sebagai pengikat. Orang yang satu marga tetap menganggap dirinya satu darah karena berasal dari satu leluhur pemersatu yang mewariskan marga mereka. Tidak dipermsalahkan bentangan generasi pemisah diantara mereka. Fakta tersebut telah membuktikan bahwa marga itu memiliki daya rekat yang luar biasa kepada warganya. Hukum Marga menetapkan Papangan so jadi pusung, artinya tidak boleh makan sendiri atau harus mengutamakan kebersamaan, kepedulian, gotong royong. Hukum Marga menetapkan Bongbong yaitu larangan menikah dengan kawan semarga. Akibat atau implikasi hukum Bongbong mengharuskan pernikahan antar marga atau eksogami. Pernikahan antar marga tersebut telah menciptakan eksistensi Hula-hula dan Boru. Dengan kata lain, terciptanya Dalihan Natolu merupakan konsekuensi logis dari hukum Bongbong. Bukan karena dongeng, karangan-karangan tanpa dasar. Leluhur membuktikan dirinya memiliki inteligensia yang prima sebagai konseptor komunitas yang baik. Teratur dan tertib. Oleh sebab itu, setiap pribadi (hadirion) orang Batak dapat berkedudukan (tohonan) atau fungsi Dongan Sabutuha, Hula-hula atau Boru. Dengan kata lain

4 setiap pribadi Batak memiliki tiga fungsi. Dongan sabutuha atau kawan semarga merupakan kelompok yang bersifat tetap (hot), permanen sementara hula-hula dan Boru bersifat tidak tetap atau berubah pada waktunya. Masyarakat Batak telah menganut faham patrilineal atau garis ayah karena leluhur pemersatu yang mewariskan marga adalah laki-laki, Ayah dari keturunannya. Demikianlah garis besar konsep Dalihan Natolu sebagai tatanan sosial kemasyarakatan Batak Toba. Kapan waktunya, pada generasi keberapa keturunan Si Raja Batak konsep ini direkayasa dan diberlakukan, agak sulit untuk ditelusuri. Fakta atau kenyataan membuktikan bahwa tatanan Dalihan Natolu telah dihayati dan diramalkan ratusan tahun yang lalu dan masih terus dihayati dan diamalkan mayoritas masyarakat batak hingga sekarang. 7 Ompunta naparjolo martungkot sialagundi. Adat napinungka ni naparjolo sipaihut-ihut on ni na parpudi. Umpasa itu sangat relevan dengan falsafah Dalihan Natolu paopat sihal-sihal sebagai sumber hukum adat Batak. Apakah yang disebut dengan Dalihan Natolu paopat sihal-sihal itu. Dari umpasa di atas, dapat disebutkan bahwa Dalihan Natolu itu diuraikan sebagai berikut : Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Angka na so somba marhula-hula siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu, natajom ma adopanna, jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna. 7 P.L.Situmeang Doangsa, Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, (Jakarta, : Kerabat, 2007), h 207

5 Itulah tiga falsafah hukum adat Batak yang cukup adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir sampai meninggal dunia. 1. Somba marhula-hula Hula-hula dalam adat Batak adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Dalam adat Batak yang paternalistik, yang melakukan peminangan adalah pihak lelaki, sehingga apabila perempuan sering datang ke rumah laki-laki yang bukan saudaranya, disebut bagot tumandangi sige. (artinya, dalam budaya Batak tuak merupakan minuman khas. Tuak diambil dari pohon Bagot (enau). Sumber tuak di pohon Bagot berada pada mayang muda yang di agat. Untuk sampai di mayang diperlukan tangga bambu yang disebut Sige. Sige dibawa oleh orang yang mau mengambil tuak (maragat). Itulah sebabnya, Bagot tidak bisa bergerak, yang datang adalah sige. Sehingga, perempuan yang mendatangi rumah laki-laki dianggap menyalahi adat. Pihak perempuan pantas dihormati, karena mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi sampai kepada tingkat ompung dan seterusnya.

6 Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan dalam upacara Saurmatua (meninggal setelah semua anak berkeluarga dan mempunyai cucu). Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain : Bonaniari, Bonatulang, Tulang rorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-hula. Disebutkan, Naso somba marhula-hula, siraraon ma gadong na. Gadong dalam masyarakat Batak dianggap salah satu makanan pokok pengganti nasi, khususnya sebagai sarapan pagi atau bekal/makan selingan waktu kerja (tugo). Siraraon adalah kondisi ubi jalar (gadong) yang rasanya hambar. Seakanakan busuk dan isi nya berair. Pernyataan itu mengandung makna, pihak yang tidak menghormati hula-hula akan menemui kesulitan mencari nafkah. Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula. Sehingga boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak menghormati hula-hulanya. Misalnya, tanah adat tidak akan diberikan untuk diolah boru yang tidak menghormati hula-hula. 2. Manat Mardongan Tubu Dongan tubu dalam adat Batak adalah kelompok masyarakat dalam satu rumpun marga. Rumpun marga suku Batak mencapai ratusan marga induk. Silsilah marga-marga Batak hanya diisi oleh satu marga. Namun dalam perkembangannya, marga bisa memecah diri menurut peringkat yang dianggap perlu, walaupun dalam kegiatan adat menyatukan diri. Misalnya: Si Raja Guru

7 Mangaloksa menjadi Hutabarat, Hutagalung, Panggabean, dan Hutatoruan (Tobing dan Hutapea). Atau Toga Sihombing yakni Lumbantoruan, Silaban, Nababan dan Hutasoit. Dongan Tubu dalam adat batak selalu dimulai dari tingkat pelaksanaan adat bagi tuan rumah atau yang disebut Suhut. Kalau marga A mempunyai upacara adat, yang menjadi pelaksana dalam adat adalah seluruh marga A yang kalau ditarik silsilah ke bawah, belum saling kimpoi. Gambaran dongan tubu adalah sosok abang dan adik. Secara psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat erat. Namun satu saat hubungan itu akan renggang, bahkan dapat menimbulkan perkelahian. seperti umpama Angka naso manat mardongan tubu, na tajom ma adopanna. Ungkapan itu mengingatkan, na mardongan tubu (yang semarga) potensil pada suatu pertikaian. Pertikaian yang sering berakhir dengan adu fisik. Dalam adat Batak, ada istilah panombol atau parhata yang menetapkan perwakilan suhut (tuan rumah) dalam adat yang dilaksanakan. Itulah sebabnya, untuk merencanakan suatu adat (pesta kimpoi atau kematian) namardongan tubu selalu membicarakannya terlebih dahulu. Hal itu berguna untuk menghindarkan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan adat. Umumnya, Panombol atau parhata diambil setingkat di bawah dan/atau setingkat di atas marga yang bersangkutan.

8 3. Elek Marboru Boru ialah kelompok orang dari saudara perempuan kita, dan pihak marga suaminya atau keluarga perempuan dari marga kita. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah elek marboru yang artinya agar saling mengasihi supaya mendapat berkat(pasu-pasu). Istilah boru dalam adat batak tidak memandang status, jabatan, kekayaan oleh sebab itu mungkin saja seorang pejabat harus sibuk dalam suatu pesta adat batak karena posisinya saat itu sebagai boru. Pada hakikatnya setiap laki-laki dalam adat batak mempunyai 3 status yang berbeda pada tempat atau adat yg diselenggarakan misalnya: waktu anak dari saudara perempuannya menikah maka posisinya sebagai Hula-hula, dan sebaliknya jika marga dari istrinya mengadakan pesta adat, maka posisinya sebagai boru dan sebagai dongan tubu saat teman semarganya melakukan pesta. 2. Unsur-unsur Dalihan Natolu Adapun unsur-unsur Dalihan Natolu dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dongan Tubu Dongan tubu atau disebut juga dongan sabutuha adalah keluarga-keluarga satu marga. Artinya semua keluarga yang suaminya marga Sihombing adalah dongan tubu atau dongan sabutuha. Cakupan semarga ini bisa sampai puluhan generasi keturunan seorang moyang sepanjang semua keluarga itu masih tetap memelihara garis keturunan atau silsilahnya dan masih tetap setia untuk tidak saling mengawinkan keturunan masing-masing.

9 2. Hula-hula Secara garis besar adalah keluarga pihak perempuan dalam sebuah keluarga. Perempuan ini dalam konteks keluarga besar (extended family) termasuk isteri, ibu, nenek, nenek moyang (nenek bapak kita sendiri), nenek, ibu, isteri, anak menantu wanita, cucu menantu wanita. Hula-hula dikelompokkan sesuai jenjang generasi tersebut. Artinya ada hula-hula dari pihak nenek, ada dari pihak ibu, ada dari pihak anak, dst., 3. Boru Secara sederhana boru artinya adalah anak perempuan. Arti lain dari boru menggambarkan peran dalam tatanan kekerabatan keluarga besar yaitu keluaraga yang isterinya berasal dari marga tertentu. Kalau satu keluarga beristeri boru Hutabarat, maka keluarga tersebut berkedudukan sebagai boru di kalangan keluarga Hutabarat. Sebaliknya, keluarga Hutabarat adalah hula-hula keluarga tersebut. Adapun landasan filosofis interaksi dari unsur-unsur Dalihan Natolu dalam pelaksanaan perkawinan Adat Batak dapat ditemukan Empat Peran Utama (Suhi Ni Ampang Naopat). Empat peran utama (suhi ni ampang naopat) yang didasarkan pada kekerabatan Dalihan Natolu itu berinteraksi dalam satu upacara adat dapat diilustrasikan sbb:

10 1. Suhut. Dalam satu upacara perkawinan dimana satu keluarga mengawinkan seorang putri, sementara satu keluarga lain mengawinkan seorang putra, substansi upacara ini bukan hanya mengawinkan dua insan menjadi satu keluarga tetapi sekaligus menjalin hubungan baru dua keluarga besar menjadi hula-hula disatu pihak (keluarga pengantin wanita) dan menjadi boru disatu pihak (keluarga lakilaki). Dalam upacara seperti ini jelas ada dua keluarga yang menjadi suhut yaitu orangtua pengantin laki-laki dan orangtua pengantin wanita. Masing-masing suhut menghadirkan dongan tubu, hula-hula, maupun boru masing-masing. Cakupan siapa saja yang berperan sebagai suhut tergantung pada luasnya cakupan hula-hula dan dongan tubu yang dilibatkan. Kalau satu keluarga mengundang hula-hulanya mulai dari marga nenek, ibu, isteri, mantu, maka semua keturunan satu nenek tersebut dianggap berperan sebagai suhut. Yang tergolong suhut dari masing-masing pihak adalah inti pemikul kewajiban dan penerima hak adat sesuai kedudukan masing-masing apakah sebagai hula-hula atau sebagai boru dalam satu upacara adat yang dilaksanakan. 2. Dongan tubu. Dalam hal ini suhut dan dongan tubu semarga berada di satu pihak untuk menghadapi hula-hula maupun boru. Cakupan dongan tubu ini biasanya sampai beberapa generasi diatas suhut sepanjang komitmen sisada anak sisada boru yang artinya tidak saling mengawinkan keturunan masing-masing masih dipegang teguh. Pihak dongan tubu yang berperan sebagai boru dalam satu acara

11 adat karena dipihak pengantin pria mempunyai kewajiban adat untuk ikut berpartisipasi menunjukkan rasa hormat dan menunaikan kewajiban adat kepada hula-hula sebagai wujud dukungan kepada suhut. Disisi lain dongan tubu pihak keluarga pengantin juga ikut berpartisipasi memberi berkat melalui doa dan simpul-simpul budaya berupa penyerahan ulos kepada pengantin dan kerabat keluarga pengantin pria, dan sebaliknya ikut memperoleh hak adat yang diberikan keluarga pengantin laki-laki. 3. Hula-hula: Dalam satu upacara perkawinan, peran hula-hula dapat digolongkan menjadi dua. Pertama: Hula-hula dalam kedudukan sebagai keluarga asal pengantin perempuan. Dalam hal ini, kedudukan itu merupakan kedudukan baru karena baru resmi dalam upacara tersebut. Setelah semua kewajiban adat ditunaikan keluarga pengantin laki-laki, maka keluarga pihak perempuan yang mulai saat itu telah berperan sebagai hula-hula keluarga pengantin memberikan restu baik berupa wejangan, doa, atau/dan simpul-simpul budaya. Pemberian restu ini kemudian diikuti oleh hula-hula keluarga suhut marga pengantin wanita. Kedua: Hula-hula suhut pengantin laki-laki. Setelah hula-hula baru keluarga pengantin laki-laki, dalam hal ini keluarga semarga keluarga asal pengantin perempuan dan juga hula-hula suhut keluarga pengantin perempuan memberi restu kepada pengantin, maka hula-hula keluarga pengantin laki-laki diberikan

12 kesempatan memberi restu, dan merupakan penutup dari rangkaian pemberian restu dari pihak hula-hula. Hula-hula ini dapat dikelompokkan sbb: 1. Hula-hula tangkas 2. Tulang. 3. Boaniari 4. Bonatulang. 5. Tulang Rorobot. Ad 1: Hula-hula tangkas terdiri dari : 1. Keluarga marga asal seorang isteri, Misalnya, kalau isteri dalam satu keluarga Simbolon adalah boru (putri) dari keluarga Napitupulu maka keluarga Napitupulu khususnya kerabat dekat orangtua boru Napitupulu tersebut adalah hula-hula tangkas keluarga Simbolon tersebut. 2. Keluarga marga asal ibu. Kalau seorang suami adalah putra seorang boru Simanjuntak, maka keluarga Simanjuntak darimana ibunya berasal adalah hulahula keluarga suami tersebut, yang disebut juga "tulang" 3. Keluarga marga asal nenek. Misalnya nenek satu keluarga dari pihak pria adalah boru Tambunan, maka keluarga Tambunan darimana sang nenek berasal adalah-hula-hula keluarga keturunan nenek tersebut, yang selanjutnya disebut "bona ni ari"

13 4. Keluarga marga asal nenek buyut. Kalau nenek buyut dari pihak laki-laki satu keluarga adalah marga Siregar, maka keluarga marga Siregar darimana sang nenek buyut berada adalah hula-hula dan dikelompokkan "bona tulang" 5. Keluarga marga asal ibu seorang isteri, atau kalau ibu yang melahirkan isteri adalah marga Simatupang, maka semua kerabat dekat yang semarga dengan keluarga Simatupang tersebut adalah hula-hula keluarga si isteri tersebut, yang disebut "tulang rorobot" 4. Boru. Dalam pelaksanaan perkawinan, boru dapat digolongkan menjadi dua. 1. Keluarga yang isterinya semarga dengan pengantin pria merupakan kelompok boru yang berperan membantu suhut keluarga pengantin lakilaki. Bantuan boru ini dapat berupa tenaga dalam merencanakan dan melaksanakan jalanya upacara adat dan ada juga berupa materi yang disebut tumpak. Disamping kewajiban adat tersebut, boru juga mendapat hak adat dari hual-hula baru (keluarga pengantin perempuan) berupa restu, doa, maupun simpul-simpul budaya. 2. Kedua: Kelompok kedua adalah boru dari keluarga pengantin perempuan. Mereka juga mempunyai kewjiban dan hak adat. Unsur-unsur boru ini dapat dikelompokkan sbb:

14 1. Keluarga yang isterinya adalah putri dari keluarga yang menjadi suhut satu perhelatan adat. Kelompok ini disebut "boru tubu" 2. Keluarga yang isterinya adalan saudari perempuan sang suami keluar suhut. Sehari-hari disebut "iboto" atau "ito" 3. Keluarga yang isterinya adalah saudari perempuan ayah sang suami keluarga suhut. Panggilan sehari-hari adalan "namboru" 4. Keluarga yang isterinya adalah saudari perempuan kakek suami keluar suhut. Disebut "iboto mangulahi" 5. Keluarga dongan tubu boru (a,b,c,d), khususnya para orangtua dalam kedudukan adat disebut "boru matua" (besan atau orangtua menantu lakilaki) 6. Putra-putra keluarga boru (a,b,c,d) yang kedudukan adatnya disebut "bere 7. Putri~putri keluarga boru (a,b,c,d) yang kedudukan adatnya disebut ibebere Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa unsur-unsur dalihan natolu terfokus pada hubungan kekerabatan suhut atau keluarga inti (the nucleus of an extended family), dan anak-anaknya.

15 B. Peranan Dalihan Natolu dalam Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Batak Toba Bagi masyarakat adat Batak Toba, perkawinan itu adalah dimana seorang laki-laki mengikatkan diri dengan seorang wanita, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dengan melalui prosedur yang ditentukan dalam ketentuanketentuan hukum adat batak. Laki-laki yang mengikatkan diri ini disebut dengan Tunggane Doli ( suami ) dan wanita yang mengikatkan diri dengan laki-laki disebut dengan Tunggane Boru ( istri ). Pada masyarakat batak toba, seorang laki-laki di dalam menentukan siapa yang pantas menjadi Tunggane Boru-nya bukanlah hanya masalah laki-laki itu saja, melainkan pihak keluarga dan orang tua si laki-laki ikut menentukan. Karena seorang laki-laki pada masyarakat Batak Toba, adalah menjadi penerus marga, maka suatu marga tidak menghendaki marganya diturunkan dari seorang Tunggane Boru yang tidak berperilaku baik. Demikian juga pihak si wanita yang mau menentukan siapa yang menjadi Tunggane Doli, bukan hanya masalahnya sendiri, tetapi juga menjadi andil dari keluarga orang tuanya yang sangat menentukan. Walaupun wanita itu nantinya tidak akan menurunkan marga dari Bapaknya, tetapi dengan suatu perkawinan berarti bertambahnya keluarga, bagi puhak keluarga si wanita. Pihak keluarga dari yang menjadi suami ( Tunggane Doli ) si wanita itu nantinya adalah menjadi boru, bagi kelompok marga ayah si wanita itu. Setiap keluarga masyarakat Batak Toba, menghendaki agar Boru ( hela = menantu )-nya adalah berasal dari keluarga yang baik-baik.

16 Dengan demikian perkawinan bagi masyarakat Batak Toba, berarti pula menentukan siapa menjadi tunggane doli seorang wanita, dan siapa yang menjadi tunggane boru seorang laki-laki. Penentuan ini bukan hanya urusan para pihak, tetapi juga menjadi urusan para keluarga mereka, karena dengan cara ini, nantinya diharapkan terbentuklah suatu rumah tangga baru yang rukun dan harmonis, dan dapat menurunkan marga dengan baik. 8 Pesta perkawinan adalah upacara yang terpenting bagi orang Batak, oleh karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan upacara adat, dan upacara-upacara adat lainnya seperti menyambut lahirnya seorang anak, pemberian nama kepadanya dan lain sebagainya adalah sesudah pesta kawin itu. Tambahan lagi adapun pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan semacam jembatan yang mempertemukan Dalihan Natolu dari orang tua penganten lelaki dengan Dalihan Natolu dari orang tua penganten perempuan. Artinya karena perkawinan itulah maka Dalihan Natolu dari penganten pria merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Natolu pengantin wanita, demikian pula sebaliknya. Segala istilah sapaan dan acuan yang digunakan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, demikian pula sebaliknya, adalah istilahistilah kekerabatan berdasarkan Dalihan Natolu. Hal ini dikarenakan bahwa pada perkawinan orang Batak bukanlah persoalan suami istri saja, termasuk orang tua serta saudara kandung masing-masing, akan tetapi merupakan ikatan juga dari marga orang tua si suami dengan marga orang tua siistri, ditambah lagi dengan 8 Saragih Djaren,dkk. Hukum Perkawinan Adat Batak, khususnya Simalungun, Toba, Karo, dan UU Tentang Perkawianan (UU. No 1/1974).Tarsito. Bandung, h.29.

17 boru serta hula-hula masing-masing pihak. Akibatnya ialah kalau cerai perkawinan sepasang suami istri maka putus pulalah ikatan antara dua kelompok tadi. Kesimpulannya ialah perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Natolu, dan upacara agama serta catatan sipil hanyalah perlengkapan belaka. Perkawinan orang Batak yang hanya diabsahkan dengan upacara agama serta catatan sipil boleh dikatakan masih dianggap perkawinan gelapoleh masyarakat Batak dilihat dari sudut adat Dalihan Natolu. Buktinya ialah apabila timbul keretakan di dalam suatu rumah tangga demikian maka sudah pasti marga dari masing-masing pihak tidak merasa ada hak dan kewajiban untuk mencampurinya. Di daerah Balige pada khususnya masih diteruskan tradisi tentang pembagian jambar-jambar yang masih istilah seperti jambar Pamarai dan lain sebagainya, supaya jelas, perlu kita sorot dulu latar belakang di bona pasogit di zaman dulu sehubungan dengan perkawinan. Sudah disinggung dalam bab sebelumnya mengenai besarnya peranan domu-domu (perantara) di zaman dulu, biasanya boru di suatu kampung. Pertama sekali tugasnya adalah menyampaikan lamaran seorang pemuda kepada sang gadis pilihan hatinya. Selain para perantara dari pihak orang tua si gadis ada juga dari pihak orang tua si pemuda perundingan mereka secara tidak resmi di belakang layar dinamai marhusip, artinya secara harafiah berbisik, dengan tujuan menghindari sedapat mungkin kegagalan pada waktu marhata sinamot, yaitu perundingan secara resmi mengenai besarnya mahar. Perundingan ini dilakukan di

18 tempat tinggal orang tua si putri. Untuk itu pembicara ialah para pengetua adat dari kedua pihak, yaitu pihak orang tua sipemuda dan pihak orang tua si putri tadi. Sesudah ada kesepakatan mengenai besarnya mahar, maka beberapa utusan dari parboru, yaitu orang tua dari si putri pergi maningkir lobu, artinya mengunjungi rumah orang tua si pemuda sambil melihat ternak yang akan menjadi mahar itu didalam lobu (kandang). Disepakatilah harinya kapan ternak tadi, atau ternak-ternak kalau lebih dari satu akan dihantarkan ke kampung parboru. Pada hari yang ditentukan itu sudah bersedia para penghuni kampung tersebut menantinya lalu membuka gerbang kampung itu yang memasukkan ternak atau ternak-ternak itu ke kandangnya ialah salah seorang saudara lelaki dari ayah si putri; oleh karena itulah ia dinamai pamarai artinya yang memasukkan ke kandang (bara). Menurut seorang sarjana hukum adat yang terkenal bernama Terhaar, yang mengambil hukum perkawinan adat batak sebagai contoh mengenai pindahnya seorang wanita ke klen suaminya, mahar ialah alat magis yang melepaskan ikatan seseorang wanita dari klen ayahnya ke klen suaminya sehingga tidak menimbulkan gangguan di dalam keseimbangan sosial dan kosmos. 9 Menurut alam pikiran para leluhur orang batak sesuai dengan prinsip Dalihan Natolu, yang mengasuh calon pengantin perempuan tersebut tidak hanya orang tuanya tetapi turut juga Dalihan Natolu yang kandung dari ayah sigadis. Pertama-tama ialah saudara-saudara lelaki dari sang ayah, kedua ialah boru yang 9 Sehubungan dengan konsep kosmos secara vertical, yaitu ada benua tengah,benua bawah dan benua atas, maka angka 3 adalah sacral (ingat Dalihan Natolu sebagai tritunggal); demikian pula sehubungan dengan kosmos secara horizontal karena ada 4 mata angin maka angka 4 juga sacral (demi sopan santun sederajat dijadihon suhut dengan dalihan natolu kandungannya menjadi bakul bersegi empat)

19 meliputi para putri dan saudara perempuan dari si ayah tersebut, ketiga ialah hulahula yang meliputi saudara lelaki dari ibu si putri. Orang tua dari calon pengantin wanita bersama tiga unsur yang disebut tadi merupakan empat dalam jumlah, kesemuanya merupakan catur garis tunggal, yang dalam bahasa Batak dinamai Suhi Ampang Ni Opat, artinya Empat Persegi dari bukul. Masing-masing mereka yang sudah kawin ini menerima jambar nagok, artinya jambar yang penuh. Orang tua dari calon pengantin perempuan itu mendapat upah suhut, yang jauh lebih bernilai dari pada yang diterima oleh tiga pihak lainnya. Biasanya dari tiga pihak lainnya ini ada kesepakatan dikalangan masing-masing pihak untuk menerima secara bergilir, misalnya kalau ada beberapa saudara lelaki dari ayah si putri maka salah seorang diantara mereka yang menerima upah pamarai tersebut secara bergilir. Yang diterima oleh boru kandung ialah upah pariban dan yang diterima oleh hula-hula ialah upah tulang. Yang diterima itu biasanya sebagian dari ternak hidup; kalau setengah dinamai sambariba horbo, kalau seperempat dinamai sanghae (sepaha) dan kalau seperdelapan dinamai santambirik. 10 Lama kelamaan peranan domu-domu berkurang di Tanah Batak, demikian pula mahar yang berwujud kerbau sudah biasa diganti dengan uang demi praktisnya, tetapi istilah-istilah sebagaimana dipaparkan diatas masih tetap 10 Sebagai tambahan kalau pihak paranak sanggup memberikan ada lagi jambar siungkap bahal untuk para tetangga di kampung itu yang telah membuka gerbang kampung untuk kerbau (atau kerbau-kerbau) tersebut. Maknanya yang dalam adalah mereka turut juga sebagai tetangga membesarkan siputeri sejak kecil sebelum menjadi penganten. Selain itu ada lagi jambar simandokhon untuk salah satu saudara lelaki dari penganten itu, yang telah bersusah payah turut membantu orangtuanya mengundang para tamu ke pesta itu. dua macam jambar tersebut sebagai pelengkap saja, tidak wajib.

20 terpakai. Upa pamarai, upa pariban, dan upa tulang di luar mahar (upa suhu) sudah berupa uang juga. Menerima secara bergilir tidak lagi dipertahankan; diperantauan yang hadir si pesta perkawinan itulah yang menerima, sesuai dengan prinsip bahwa yang berhak turut ke bagian jambar ialah orang yang hadir. Jambar berupa daging khusus yang disajikan kepada Dalihan Natolu yang tidak kandung tetap bertahan dari dulu sampai kini, baik di bonani pasogit maupun didaerah perantauan. Untuk memahami arti yang dalam dari daging namargoar (yang bermakna) dari binatang tersebut, marilah kita sorot dulu alam pikiran para leluhur di zaman animism yang telah menciptakannya sewaktu seekor binatang kerbau dipotong secara beramai-ramai dan bagian-bagian tertentu disisihkan, tidak ikut dicincang, diantaranya rusuk-rusuk, kepala,laher, dan ekor (bagian akhir) dari binatang tersebut. Punggung, mulai dari tengkuk, mendukung beban, jadi sudah cocok menjadi jambar untuk dongan sabutuha (dongan tubu) yang mendukung secara ramai-ramai tugas sebagai penanggung jawab dalam pesta. Punggung beserta kira-kira 5 rusuk dari depan dinamai jambar panamboli; arti harifiahnya bagian untuk pemotong hewan. Kepala adalah untuk hula-hula yang harus disembah, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Diantara kepala ini dan tengkuk ialah leher kerbau, yang diperuntukkan menjadi jambar untuk boru karena boru adalah penguhubung diantara dongan tubu dan hula-hula. Ekor kerbau adalah untuk suhut. Hal ini dikarenakan bahwa ekor adalah bagian tubuh binatang yang menyatakan identitasnya, berbeda dengan manusia, misalnya dalam pertanyaan bahasa Indonesia, berapa ekor?. Jadi jelaslah kiranya siapa yang mendapat ekor kerbau dialah pemiliknya. Suhut memberikan

21 sebagian atau seluruhnya dari ihur-ihur (ekor serta pantat) tersebut sebagaimana balasan dari ikan mas yang disodorkan kepadanya oleh pihak mertua. Empat macam tersebut diatas dapat kita sebut jambar-jambar sekunder sebagai pelengkap untuk golongan-golongan lain yang berfungsi dalam pesta adat. Mengenai jambar-jambar dari tubuh kerbau sebagaimana tercantum diatas, boleh dikatakan sudah standar di bona pasogit, oleh karena sering dilakukan dilapangan terbuka dan dihalaman kampung. Akan tetapi mengenai jambar-jambar dari kerbau pendek ada perbedaan tafsiran oleh karena lehernya tidak mempunyai fungsi sebagai jambar boru, tetapi kepalanya dibagi diantara hula-hula dan boru. Di bona pasogit dipotong kerbau pendek hanya untuk pesta-pesta adat di rumah, sedang didaerah rantauan untuk praktisnya selain untuk pesta-pesta adat di rumah, juga untuk pesta perkawinan di gedung pertemuan umum. 11 Pada masyarakat Batak Toba saat sebelum upacara dan saat sesudah upacara, adalah masalah yang penting dalam pelaksanaan perkawinan. Saat-saat ini adalah saat yang ikut menentukan, apakah perkawinan itu sudah berjalan sesuai dengan adat. Atau dengan kata lain saat-saat sebelum upacara perkawinan ikut menentukan kesyahan suatu perkawinan di depan pandangan masyarakat. Oleh karena itu dalam Pelaksanaan Perkawinan ini, dicoba menguraikan dalam tiga tahap. Tahap-tahap ini dengan sendirinya merupakan proses yang satu sama lain mempunyai kaitan. 11 Siahaan Nalom, Dalihan Natolu Prinsip dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Tulus Jaya, 1982), h.50

22 1. Sebelum Upacara Perkawinan Dalam masyarakat Adat Toba, sebelum upacara perkawinan, terdapat tahap-tahap tertentu, yang merupakan rangkaian proses yang kait mengkait di dalam menuju suatu perkawinan. Tahap-tahap ini juga hanya kita lihat dari segi pihak laki-laki. Adapun tahap-tahap tersebut adalah : A. Martandang Kata martandang artinya berkunjung ke rumah orang lain.dalam martandang ini si laki-laki ke luar dari rumahnya dan berkunjung ke rumah si gadis untuk berkenalan. Pada martandang inilah sering disebut dengan mangaririt boru oleh si laki-laki. Mangaririt berasal dari kata ririt yang artinya pilih. Oleh karena itu pada martandang ini, termasuk juga dari tujuan si laki-laki untuk memilih si gadis untuk menjadi bakal istrinya. Acara martandang ini biasanya dilakukan pada malam hari. Kalau seorang laki-laki susuah untuk memilih gais untuk calon istrinya, biasanya si laki-laki tersebut akan mencari boru tulang ( anak paman ) nya. Boru Tulang sebagai istri adalah sangat disetujui oleh ibu dari si laki-laki. Dan ayah dari si wanita itu juga, jarang untuk menolak, karena anak laki-laki itu adalah anak ni namboru dari anak wanitanya sendiri.

23 B. Mangalehon Tanda Mangalehon Tanda artinya adalah memberikan tanda. Pemberian tanda ini terjadi, apabila, si laki-laki itu sudah menemukan gadis sebagai calon istrinya, dan si gadis itu sudah menyetujui si laki-laki itu menjadi calon suaminya. Kedua belah pihak yaitu laki-laki maupun perempuan saling memberikan tanda. Dari pihak laki-laki biasanya menyerahkan uang kepada wanita itu sebagai tanda, sedang dari pihak anak wanita menyerahkan kain sarung, ataupun ulos sitoluntuho kepada si laki-laki. Setelah pemberian tanda dilakukan maka si laki-laki dan si wanita itu sudah mempunyai ikatan, dan si laki-laki ini akan memberitahukan hal ini kepada orangtuanya. Kemudian orang tua si laki-laki menyuruh perantara yang disebut domu-domu untuk memberitahukan kepada ayah si wanita bahwa anak laki-laki mereka yelah mengikat janji dengan puteri yang empunya rumah. Apabila ayah si gadis menyetujui, maka dia memberitahukan kepada perantara tersebut, untuk diteruskan kepada orang tua si laki-laki. C. Patuahon Hata Tahap pertama yang termasuk urusan adat adalah patuahon hata; arti harafiahnya mematangkan pembicaraan. Yaitu meningkatkan hubungan diantara si pemuda dan sipemudi menjadi urusan serius diantara orang tua masing-masing. Tukar cincin sebagi pengganti adat masilehon tanda burju, kalaupun diadakan, tidak lagi dianggap urusan adat sekarang, baik di Bona Pasogit maupun di

24 perantauan. Seorang pemuda tidak boleh langsung mengajukan lamaran kepada orang tua kekasihnya, ia hanya boleh melamar wanita itu sendiri. Kalau mereka berdua telah sepakat membentuk rumah tangga dan orang tua masing-masing juga telah merestuinya, maka pada hari yang ditentukan berangkatlah suatu perutusan dari pihak orang tua sipemuda ke rumah orang tua sipemudi. Perutusan ini terdiri dari beberapa kerabat dekat pihak pemuda, biasanya lebih banyakboru daripada dongan sabutuha. Orang tua si pemuda serta saudara-saudaranya lelaki yang masih kandung tidak ikut serta. Pada jam yang telah ditentukan telah menanti orang tua si pemudi, disertai saudara-saudaranya yang leleki dan perempuan. Setelah mengobrol sebentar maka salah seorang saudara lelaki tuan rumah itu bertanya dalam bahasa daerah apa tujuan kedatangan mereka. Yang menjawabnya ialah salah seorang boru dari perutusan tersebut. Ringkasan isinya kira-kira sebagai berikut, ada ipar saya sudah berapa lama martandang ke daerah lingkungan ini, dan ia terpikat oleh seorang gadis. Setelah kami selidiki ternyata sang wanita adalah penghuni rumah ini. Kami ingin mengetahui lamarannya berterima atau tidak. Diantara salah satu saudara tuan rumah untuk menjawab, Untuk mengetahuinya mari saya suruh salah seorang wanita dari pihak boru bertanya kepada yang berasangkutan, yang sekarang sedang berada di kamar tidur. Selang beberapa menit kembali yang diiuruh tadi memberitahukan kepada para hadirin, bahwayang dinyatakan tadi adalah benar adanya. Sesudah itu kadang-kadang pembicaraaan selanjutnya meningkat ke perencanaan mengenai tanggal marhata sinamot, martumpol, dan pesta perkawinan.

25 Boru dari pihak orang tua pemuda dan pihak orang tua sipemudi biasanya menjadi semcam domu-domu mengenai besarnya mahar serta hal-hal lain sehubungan dengan perencanaan menuju ke pesta perkawinan. Mengenai upacara marhata sinamot adalah wewenang dari desa di bona pasogit. 12 D. Marhusip Perundingan diam-diam Arti harafiah marhusip adalah berbisik-bisik. Adat marhusip dilaksanakan setelah patua hata. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, tugas tersebut pada mulanya diperankan oleh kelompok boru dari kedua belahpihak. Mereka dapat bertemju dimana saja secara informal. Mereka akan membicarakan-negosiasi segala sesuatu berdasarkan mandate yang diterima dari hula-hulanya. Mereka tidak akan menyimpang dari pesan yang diterima sehingga mereka dijuluki sebagai suruhan haposan (pesuruh terpercaya). Segala sesuatu akan dirundingkan seperti tempat pesta diselenggarakan. Pilihan akan tempat pesta akan menimbulkan dampak tersendiri. Apabila pesta ditempat oroan, semua perlakuan adat yang sudah dibakukan akan dilaksanakan berurutan sebagaimana mestinya. Jika pesta diselenggarakan ditempat pihak pangoli, maka hak dan kewajiban akan berubah. Pihak pangoli tidak diharuskan marsibuha-buhai (sajian pagi berupa makanan tradisional babi sebagai petanda pembukaan atau permulaan kekerabatan partondongan mereka ). Jual beras (boras si pir ni tondi) dan 12 P.L.Situmeang Doangsa, Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, (Jakarta, : Kerabat, 2007), h 141

26 dengke siuk (ikan arsik-pepes) sebagai bawaan kerabat pihak oroan akan beralih hak kepada pihak pangoli sebagai bolahan ama atau tuan rumah. Selanjutnya mereka akan membicarakan jumlah dan bentuk sinamot (uang mahar) yang akan diberikan pihak pangoli. Panjuhuti (jenis ternak yang akan dipotong yang kini ditetapkan oleh pihak oroan. Dahulu, ternak panjuhuti disediakan oleh pihak pangoli dan merupakan bagian dari sinamot. Kemudian paulak une, yang dilaksanakan satu dua minggu kemudian oleh keluarga pengantin laki-laki. Bawaan berupa makanan tradisional (babi) dan lampet atau tepung beras. Mayoritas anggota rombongan terdiri dari orang tua laki-laki, kerabat dekat dan boru. Menjelang kampung sang istri, orang-orang yang berpapasan dengan mereka berhak meminta lampet dan harus diberikan. Sewaktu rombongan pangoli pulang, mereka dilengkapi dengan bawaan suguhan berupa ikan (dengke). Belakangan ini, praktek pataru boru dan paulak une sudah dilangsungkan secara simultan di tempat pesta dilangsungkan dengan tetap mengindahkan persyaratan yang telah dibakukan.pelaksanaan simultan tersebut dinamai ulaon sadari (semua adat pernikahan diselesaikan pada hari itu juga) yang tidak dijumpai dalam terminology adat. Yang tempat adalah mangihut di ampang. Paulak une seperti dahulu sudah jarang diselenggarakan belakangan ini mengingat waktu yang tidak memungkinkan. Jika dikaji lebih mendalam, tingkir tangga dan paulak une merupakan kesempatan baik bagi yang berbesanan untuk saling mengenal lebih jauh satu sama lain, termasuk antar anak-anak mereka. Sifatnya ekslusif. Kedua pihak

27 menunjukkan keakraban dan kerukunan yang mempunyai pengaruh positif terhadap keluarga baru. Pelaksanaan tingkir tangga dan paulak une di gedung pesta menunjukkan penyerobotan hak eksklusif menjadi hak inklusif. Raja-raja adat Jakarta sudah lupa makna indah dari amsal yang berbunyi : molo ripe-ripe ndang jadi pamunjungan, molo pamunjungan ndang jadi ripe ripe. Artinya, milik bersama tidak boleh dijadikan menjadi milik bersama tidak boleh dijadikan menjadi milik pribadi dan milik pribadi tidak boleh dijadikan milik bersama. Tingkir tangga dan Paulak Une bersifat eksklusif. 13 Pada acara marhusip ini yang masing-masing pihak masih diwakili oleh perantara, yang dilakukan acara diam-diam, pihak laki-laki menanyakan pada pihak si wanita, berapa kira-kira jumlah uang sinamot, yang harus disediakan oleh pihak keluarga si laki-laki, dan juga memberitahukan kepada pihak si wanita kirakira kemampuan pihak si laki-laki. Hal ini dilakukan agar kedua belah pihak mengerti bagaimana keadaan masing-masing pihak. Marhusip ini dilakukan di rumah si wanita, dan dalam hal ini orang tua kedua belah pihak belum ikut campur. Dalam waktu marhusip ini lah juga ditentukan kapan orang tua si laki-laki datang ke rumah orang tua si wanita untuk membicarakan keinginan orang tua si laki-laki itu kepada orang tua si wanita secara resmi. 13 P.L.Situmeang Doangsa, Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, (Jakarta, : Kerabat, 2007), h 143

28 E. Marhata Sinamot - Merundingkan mas kawin (uang mahar) Marhata sinamot adalah peristiwa adat untuk merundingkan Sinamot atau uang mahar atau maas kawin. Setelah patua hata dan marhusip dilaksanakan maka tahap berikutnya adalah Marhata Sinamot. Rombongan Pangoli yang terdiri dari Orang tua Pangoli dan kawan semarga. Boru dan Tulang Pangoli, jika diperlukan mendatangi rumah pihak Oroan yang disambut dengan komposisi yang sama, termasuk Tulang Oroan yang kehadirannya wajib. Inilah representasi yang baku dan memenuhi persyaratan Marhata Sinamot. Kecenderungan mengikutsertakan aras Hula-hula lain diluar Tulang, bukan lah keharusan adat. Mereka bukan parjambar na gok atau perjambar di jabu (fungsionaris penerima berkat utama atau penerima berkat di rumah), melainkan diserahkan di halaman (pesta pernikahan) sama dengan undangan lainnya. Marhata sinamot merupakan tahap penentu dalam pernikahan. Disinilah pihak Pangoli dan pihak Oroan menjalin kesepakatan tentang tata cara pernikahan yang akan dilaksanakan serta wujud dari hak dan kewajiban masing-masing. Oleh karena simpul-simpul kesepakatan telah dirumuskan ketika marhusip, maka proses marhata sinamot akan berjalan mulus karena perbedaan-perbedaan antara pihak-pihak telah diselesaikan terlebih dahulu oleh Boru yang bertugas sebagai medioator (domu-domu). Tidak salah mengatakan bahwa Marhata Sinamot merupakan peresmian perjanjian dan kesepakatan di antara kedua belah pihak yang akan berbesanan. Seusai Marhata Sinamot, pihak Pangoli akan memberikan

29 pasituak na tonggi (uang pembeli tuak) kepada semua anggota rombongan pihak Oroan. 14 Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada waktu marhusip dibicarakan kapan keluarga si laki-laki secara resmi datang ke keluarga si wanita, untuk membicarakan keinginan dari anaknya, sekaligus membicarakan berapa jujur ( sinamot ) yang mereka harus serahkan. Pada waktu yang telah ditetapkan rombongan pihak laki-laki datang kerumah orang tua si perempuan, dengan membawa makanan adat. Pada Masyarakat Batak Toba, pembicaraaan baru akan diadakan setelah makan bersama makanan yang dibawa oleh pihak si laki-laki. Setelah makan barulah diadakan acara Marhata Sinamot artinya membicarakan jumlah besarnya jujur yang harus diserahkan oleh pihak si laki-laki, biasanya dalam pembicaraan ini, terjadi tawar menawar yang gesit, yang nantinya jatuh pada jumlah yang telah ditetapkan pada waktu marhusip. Walaupun tidak persis sama, tetapi tidak seberapa jauh bedanya. Sinamot pada masyarakat Batak Toba biasanya terdiri dari uang dan hewan. Sinamot yang terdiri dari uang biassanya diserahkan pada orang tua si wanita pada saat marhata sinamot. Oleh karena itu untuk pihak orang tua si wanita disebut manjalo sinamot (menerima sinamot). Sedangkan sinamot yang terdiri dari hewan diserahkan kemudian. Pada waktu Marhata Sinamot inilah dibicarakan semua hal-hal yang penting di dalam pelaksanaan perkawinan. Misalnya kapan pelaksanaan perkawinannya dan bagaiman bentuknya. 14 P.L.Situmeang Doangsa, Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, (Jakarta, : Kerabat, 2007), h 145

30 Marhata Sinamot juga adalah saat perkenalan resmi antara orang tua si laki-laki dengan orang tua si wanita. F. Maningkir Lobu Seperti telah dikemukakan diatas bahwa Sinamot itu disamping uang ada juga hewan. Oleh karena itu pada saat yang ditentukan keluarga si wanita yang biasanya diwakili oleh adik atau kakak dari ayah si gadis, datang maningkir ( melihat ) lobu ( Hewan Piaraan ) yang telah dijanjikan, ketempat keluarga si lakilaki. Kemudian setelah acara makan bersama, perutusan keluarga si wanita itu akan membawa hewan itu ke tempat keluarga si wanita. Hewan yang biasanya digunakan sebagai Sinamot adalah kerbau dan lembu. G. Martonggo Raja Perkawinan pada masyarakat Batak Toba, bukanlah hanya urusan ayah dan ibu si laki-laki saja, melainkan urusan semua keluarga. Oleh karena itu orang tua si laki-laki akan mengumpulkan semua keluarganya terutama yang menyangkut Dalihan Natolu, untuk berkumpul di rumah orang tua si laki-laki, dan membicarakan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan

31 perkawinan. Jadi Martonggo Raja ini adalah merupakan suatu rapat untuk mengadakan pembagian tugas Pada saat pelaksanaan Perkawinan Yang dimaksudkan disini pengertian upacara perkawinan adalah sejak dipertemukannya calon pengantin pria dan calon pengantin wanita, menurut hukum adat dan sejak adanya pemberitahuan calon mempelai kepada pegawai pencatat perkawinan sampai terlaksananya perkawinan menurut agamanya masing-masing. Proses-proses yang dijumpai dalam hukum adat, sebelum sampai kepada upacara perkawinan, seperti yang telah dikemukakan adalahdimulai dari Martandang, Mangalehon Tanda, Marhusip, Marhata Sinamot, Maningkir Lobu, dan Martonggo Raja. Setelah selesai semua acara ini, maka pada waktu yang telah ditetapkan pihak keluarga laki-laki datang ke rumah orang tua si wanita dengan membawakan makanan adat. Makanan adat ini ditaruh di dalam bakul yang disebut Ampang, dan dibawa oleh seseorang boru yang disebut Boru Sihunti Ampang. Rombongan ini sudah ditunggu oleh keluarga si wanita di rumah orang tua si wanita tersebut. Setelah makan maka secara bersama-sama mereka mengantarkan kedua calon pengantin ini, untuk melakukan perkawinan secara agama. Perkawinan secara agama ini, bagi yang beragama Kristen diberkati di 15 Saragih Djaren,dkk. Hukum Perkawinan Adat Batak, khususnya Simalungun, Toba, Karo, dan UU Tentang Perkawianan (UU. No 1/1974) (Bandung : Tarsito., 1980),h.63

32 gereja dan bagi yang beragama Islam melakukan akad nikah di depan penghulu atau tuan kadi. Seusai upacara menurut agama ini, maka semua keluarga bersama pengantin pergi ke tempat pesta yang telah ditentukan. Bagi masyarakat adat Batak Toba peresmian perkawinan biasanya harus dilakukan dalam suatu pesta. Besar kecilnya pesta ini dengan sendirinya disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak. Pesta peresmian perkawinan ini dapat dilakukan di tempat pihak keluarga laki-laki dan dapat dilakukan di tempat keluarga perempuan. Kalau pesta upacara perkawinan dilakukan di tempat keluarga laki-laki maka, setelah upacara perkawinan di Gereja atau akad nikah di Penghulu, maka si wanita itu dibawa ke rumah keluarga si laki-laki, pesta dilakukan disana. Upacara perkawinan seperti ini disebut Ditaruhon Jual. Semua pembagian Jambar bagi yang berhak diserahkan pada saat pesta tersebut. Kalau pesta perkawinan dilakukan di tempat si wanita maka, setelah upacara perkawinan di gereja atau di kantor Urusan Agama maka kedua pengantin dibawa dulu ke rumah orang tua si wanita atau langsung ke tempat pesta. Acara perkawinan seperti ini dinamakan Dialap Jual. Kemudian setelah pesta baru si wanita dibawa ke rumah keluarga si laki-laki. Pada pesta ini jugalah diserahkan pembagian jambar bagi pihak-pihak yang berhak Setelah Upacara Perkawinan Seperti telah dikemukakan terlebih dahulu bahwa pada orang batak Toba, setelah upacara perkawinan anak perempuan itu akan dibawa ke lingkungan si 16 Saragih Djaren,dkk. Hukum Perkawinan Adat Batak, khususnya Simalungun, Toba, Karo, dan UU Tentang Perkawianan (UU. No 1/1974) (Bandung : Tarsito., 1980),h.73

33 laki-laki. Walaupun si perempuan itu dibawa ke lingkungan si laki-laki, bukan berarti sudah selesai proses-proses yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, di dalam rangka perkawinan mereka. Acara-acara tertentu yang harus dilaksanakan, tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Dengan kata lain bahwa acaraacara itu masih merupakan bagian dari proses perkawinan, yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Acara-acara yang terjadi setelah upacara perkawinan tidak ditentukan di dalam Undang-undang tentang perkawinan maupun peraturan pelaksanaannya. Acara-acara setelah perkawinan pada masyarakat Batak Toba : a. Mebat ( Paulak Une ) Artinya bahwa kira-kira setelah satu minggu, maka kedua pengantin dengan beberapa orang keluarganya datang kerumah orang tua si wanita. Sebelum Mebat ini maka si wanita dan suaminya belum boleh berkunjung ke rumah orang tua si wanita tersebut. Pada acara ini biasanya adalah untuk kesempatan bagi kedua orang tua untuk memberikan nasehat-nasehat kepada kedua suami istri yang baru itu. b. Maningkir Tangga Maningkir artinya melihat. Berarti dalam hal ini kedua orang tua si wanita beserta beberapa orang keluarganya datang ke rumah orang tua si laki-laki untuk melihat rumah tangga anaknya. Kedatangan mereka ini selalu membawa makanan adat.

34 c. Manjae Setelah semua upacara selesai maka orang tua si laki-laki akan memberi peralatan dan makanan secukupnya sambil menunggu panen dari sawah mereka. Dengan demikian suami istri yang baru itu akan berdiri sendiri sebagai rumah tangga yang mempunyai hak dan kewajiban penuh menurut adat. 17 C. Akibat Hukum yang timbul dari perkawinan adat Batak Toba 1. Kedudukan Orang Tua Dilihat dari sistem hukum adat Batak Toba maka masyarakat Batak menarik keturunan dari pihak laki-laki (ayah) atau disebut dengan Patrilineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir maupun laki-laki ataupun perempuan dengan sendirinya mengikuti klan atau marga dari ayahnya. Disamping itu, yang dapat meneruskan marga dan silsilah seorang ayah, hanyalah anak laki-laki, sedang anak perempuan bukanlah penerus marga dan silsilah dari ayahnya, apabila seorang wanita kawin, maka anak-anak yang dilahirkannya akan mengikuti marga daripada suaminya. Hak dan kewajiban suami isteri sebagai orang tua terhadap anak-anak mereka adalah seimbang menurut kedudukan dan tanggung jawabnya masingmasing dalam kekeluargaan atau rumah tangga. Rasa cinta, saling hormat menghormati, kesetiaan dan saling bantu membantu dalam kehidupan harus 17 Saragih Djaren,dkk. Hukum Perkawinan Adat Batak, khususnya Simalungun, Toba, Karo, dan UU Tentang Perkawianan (UU. No 1/1974) (Bandung : Tarsito., 1980), h.77

35 terjalin sedemikian rupa, tidak saja antara suami dan isteri serta anak-anak, tetapi juga terhadap semua anggota kerabat bersangkutan. Bahkan dalam masyarakat kekerabatan yang masih kuat ikatannya, kedudukan dan tempat kediaman (rumah) Orang tua tidak semata-mata ditentukan oleh suami-isteri tetapi juga ditentukan oleh anggota-anggota kerabat yang lain. 18 Demikian seterusnya sehingga dalam lingkungan masyarakat adat kekerabatan, selama rasa tanngngjawab kekerabatan itu masih kuat berlaku, maka selama itu akan kecil sekali kemungkinan terjadinya anak-anak yang tidak terurus. Jika orang tua tidak dapat mengurus kehidupan anak-anaknya atau melalaikan tanggungjawabnya memelihara dan mendidik anak-anaknya, maka tanggungjawab beralih dengan sendirinya kepada pama-paman, saudara lelaki dari ayah; apabila ini tidak mampu untuk bertanggung jawab maka pertanggungjawaban dapat beralih kepada paman-paman saudara lelaki sekakek (dongan tubu) atau beralih kepada saudara-saudara lelaki ibu (hula-hula), atau beralih kepada saudarasaudara wanita ayah dan suaminya (namboru). Demikian seterusnya sehingga dalam lingkungan masyarakat adat kekerabatan, selama rasa tanngngjawab kekerabatan itu masih kuat berlaku, maka selama itu akan kecil sekali kemungkinan terjadinya anak-anak yang tidak terurus. 18 Sesungguhnya kewajiban orang tua sebagai suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat (pasal 30 UU No. 1/1974).

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan tidak hanya penting bagi suku-suku bangsa tertentu tetapi negarapun menganggap penting untuk mengatur dan mengesahkan tahapan perkawinan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak

Gambar 2. Silsilah si Raja Batak. c. Posisi duduk dalam ritual Batak b. Tarombo Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah atau patrilineal dalam suku Batak. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar

Lebih terperinci

DALIHAN NATOLU ROLE IN TRADITIONAL MARRIAGE PORTLAND, OREGON SEKAR ROSE COUNTRY VILLAGE OF SAND TURTLE INDRAGIRI UPSTREAM

DALIHAN NATOLU ROLE IN TRADITIONAL MARRIAGE PORTLAND, OREGON SEKAR ROSE COUNTRY VILLAGE OF SAND TURTLE INDRAGIRI UPSTREAM 1 DALIHAN NATOLU ROLE IN TRADITIONAL MARRIAGE PORTLAND, OREGON SEKAR ROSE COUNTRY VILLAGE OF SAND TURTLE INDRAGIRI UPSTREAM Mega Veronika Tamba *,Isjoni **,Kamaruddin*** Email: Mega.veronica@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT ABSTRAK Upacara adat Batak Toba adalah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk komunikasi dan situasi. Kehidupan semacam inilah terjadi interaksi, dari hasil interaksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Budaya merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: ) 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung 1. Punguan Pomparan Raja Silahisabungan Punguan Pomparan Raja Silahisabungan

Lebih terperinci

TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA

TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA 1 TAHAPAN ADAT PERNIKAHAN ORANG BATAK TOBA 1. Marhori-hori Dinding. Pada tahap "Marhori-hori dinding" merupakan tahap pendekatan pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan untuk memberitahukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka miliki. Salah satu nilai yang masih bertahan hingga saat ini yaitu umpasa. Dalam upacara adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa

Lebih terperinci

PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA (Studi Pada Perkumpulan Masyarakat Adat Batak Toba Di Bandar Lampung) Skripsi.

PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA (Studi Pada Perkumpulan Masyarakat Adat Batak Toba Di Bandar Lampung) Skripsi. PERANAN DALIHAN NATOLU DALAM HUKUM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA (Studi Pada Perkumpulan Masyarakat Adat Batak Toba Di Bandar Lampung) Skripsi Oleh ERIC EVONSUS SIMBOLON FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

Perkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara. Oleh: Sartika Simatupang

Perkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara. Oleh: Sartika Simatupang Perkawinan Semarga dalam Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar, Kab. Tapanuli Utara Oleh: Sartika Simatupang Program Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada

Lebih terperinci

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA

BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA BAB III PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA B. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat Batak Toba Sebagaimana telah kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Batak Toba pesta perkawinan menurut adat sebenarnya adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan menurut semestinya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nilai Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, hal ini terbukti dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mempunyai budaya berbedabeda. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Samosir merupakan sebuah pulau yang terletak ditengah-tengah Danau Toba. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan masyarakat Batak Toba. Di pulau inilah lahir si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki berbagai fungsi dalam penggunaannya. Salah satu di antaranya adalah sebagai alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Budaya kita mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA

THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA 1 THE ROLE OF THE TOBA BATAK UNITS IN BEQUEATH TEMPLE OF TOBA COMMUNITY MARRIAGE IN THE DURI SEBANGA Rinaldi Afriadi Siregar *, Prof.Dr.Isjoni, M.Si **, Bunari, S.Pd, M.Si *** Email: rinaldiafriadi4@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) X : Selamat siang pak N : Iya, siang X : Saya ingin bertanya-tanya tentang perkawinan semarga pak, kenapa perkawinan semarga itu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SIKAP 1. Definisi Sikap Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap dimensi atribut seperti baik-buruk, berbahaya-menguntungkan menyenangkantidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI 1. Definisi Harga Diri Coopersmith (1967, h.4) menyatakan bahwa self esteem refer to the evaluation which the individual makes and customarily maintains with regard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

SEKILAS BUDAYA BATAK PAKPAK

SEKILAS BUDAYA BATAK PAKPAK SEKILAS BUDAYA BATAK PAKPAK oleh K. Kudadiri Disajikan pada Seminar Perkawinan Adat Batak Parsadaan Bona Pasogit (PARBOPAS) Daerah Istimewa Yogyakarta 22 Juni 2002 1 SEKILAS BUDAYA BATAK PAKPAK I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak sebagai salah satu golongan ethnis di Sumatera sejak dahulu sampai kini menempuh kebudayaannya menurut kepribadian sendiri. Tampaknya moderenisasi yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

PARTUTURON DALAM MASYARAKAT ANGKOLA

PARTUTURON DALAM MASYARAKAT ANGKOLA Halaman 23 PARTUTURON DALAM MASYARAKAT ANGKOLA Rosliana Lubis Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Abstract There is a kinship system which has main roles in Angkola ethnic group society. They follow

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional.

Lebih terperinci

KOMUNIKASI INTRABUDAYA DALAM UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA SAMOSIR DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI. Oleh Glimstan Sidabutar

KOMUNIKASI INTRABUDAYA DALAM UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA SAMOSIR DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI. Oleh Glimstan Sidabutar KOMUNIKASI INTRABUDAYA DALAM UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA SAMOSIR DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh Glimstan Sidabutar glimstan@gmail.com Pembimbing : Dr. Welly Wirman, S.IP, M.Si Jurusan Ilmu Komunikasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba karena semangat migran yang mereka jiwai. Mereka bekerja keras di daerah perantauannya yaitu Medan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keaneka ragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat. Semua manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki kebudayaan tersendiri. Keduanya tidak mungkin dipisahkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Suku Batak memiliki lima sub suku, yaitu suku Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak atau Dairi, dan Angkola-Mandailing. Setiap sub suku tersebut memiliki ciri

Lebih terperinci