UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) MIFTAHUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) MIFTAHUDDIN"

Transkripsi

1 UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) MIFTAHUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, November 2012 Miftahuddin NRP F

4

5 ABSTRACT MIFTAHUDDIN. Endurance Test of Diesel Engine Fueled with Tamanu Oil (Calophyllum inophyllum L.). Supervised by DESRIAL and Y. ARIS PURWANTO. Tamanu oil is one of alternative fuel for diesel engine which has close characteristics to diesel fuel. However, the viscosity of tamanu oil is much higher than petroleum diesel fuel, so it is necessary to lower down its viscosity for better atomization in fuel injection to get better combustion process. From previous research, diesel engine can operate well with pre-heated tamanu oil fuel in a short period. The objective of this study was to test the endurance of diesel engine with tamanu oil as its fuel. After endurance test, carbon deposit in engine component and lubricating oil quality were analyzed. An 8 HP diesel engine mounted to an electric generator and operated using tamanu oil for 50 hours with 2 kw load. The results showed that component of diesel engine such as piston, cylinder head, and injector still work well and seems normally. Specific fuel consumption for petroleum diesel fuel was 0.34 l/hp/hour and for tamanu oil fuel was 0.44 l/hp/hour. The weight of carbon on the diesel engine components when using tamanu oil fuel was 23.51% lower than using petroleum diesel fuel. The viscosity, total base number (TBN), and sulfated ash content of lubricating oil after 50 hours operation were cst, mg KOH/g, 1.19 %weight for petroleum diesel fuel, and cst, mg KOH/g, 1.42 %weight for tamanu oil fuel. The analysis of metal content showed that tamanu oil fuel resulted higher friction and wear, due to metal content of Fe, Cu, and Al exceed the maximum standard. FTIR (Fourier Transform Infra Red) analysis showed that soot content, oxidation, nitration, and sulfation of lubricating oil when using tamanu oil fuel are higher than using petroleum diesel fuel, but still below the allowable standard limit. It shows that lubricating oil contamination from fuel and combustion process residu when using tamanu oil fuel are higher than using petroleum diesel fuel. Regression analysis of lubricating oil properties shows that lubricating oil when using tamanu oil fuel have shorter life than using petroleum diesel fuel. Keywords: Endurance test, diesel, tamanu oil, carbon deposit, lubricating oil, lubricating oil life prediction

6

7 RINGKASAN MIFTAHUDDIN. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Dibimbing oleh DESRIAL dan Y. ARIS PURWANTO. Motor bakar diesel merupakan salah satu sumber tenaga penggerak pada bidang pertanian. Penggunaan motor bakar diesel telah mencakup hampir seluruh kegiatan pertanian, mulai dari kegiatan budidaya pertanian hingga pengolahan hasil pertanian. Motor bakar diesel dapat beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung secara langsung atau tanpa perlu dikonversi menjadi biodiesel terlebih dahulu, namun penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tersebut menyebabkan penurunan kinerja dari motor bakar diesel (Desrial, 2010). Secara umum, perbedaan yang paling mencolok antara minyak nyamplung dan solar terdapat pada nilai viskositasnya yang jauh lebih tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar pada motor bakar diesel berupa penambahan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan panas gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas bahan bakar digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga mendekati nilai viskositas solar. Menurut Reksowardojo et al (2009), penggunaan bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel akan menghasilkan penumpukan karbon yang berbeda dan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hasil penelitian Majuni (2006) menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel cenderung mengakibatkan penurunan kualitas pelumas yang lebih cepat dibandingkan dengan solar. Tujuan dari penelitian ini antara lain, 1) menguji daya tahan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung; 2) menganalisa dan membandingkan pengkerakan (penumpukan karbon) pada sistem pembakaran motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung; 3) menganalisa dan membandingkan karakteristik pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung; dan 4) memprediksi umur pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung. Penelitian diawali dengan pengamatan visual, pengambilan gambar, serta penggantian pada komponen-komponen utama motor bakar diesel yang berhubungan dengan sistem penyaluran bahan bakar dan sistem pembakaran seperti injektor, piston, ring piston, dan kepala silinder. Penggantian ini dimaksudkan untuk menyamakan kondisi awal motor bakar diesel pada saat dilakukan pengujian daya tahan. Pada saat pengujian daya tahan, motor bakar diesel dirangkaikan pada generator listrik dengan tingkat pembebanan sebesar 2 kw. Motor bakar diesel dioperasikan menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung yang telah dihilangkan gum-nya (degummed), masing-masing selama 50 jam. Selama pengujian daya tahan dilakukan pengambilan sampel pelumas setiap 10 jam. Dari hasil pengujian daya tahan, motor bakar diesel secara umum dapat beroperasi dengan baik menggunakan bahan bakar minyak nyamplung selama 50 jam. Konsumsi bahan bakar spesifik untuk bahan bakar solar sebesar 0.34 liter/hp/jam, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung sebesar 0.44

8 liter/hp/jam. Pengamatan terhadap komponen-komponen motor bakar diesel pun menunjukkan kondisi normal tanpa adanya kerusakan. Massa karbon yang terdapat pada komponen injektor, piston, dan kepala silinder saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung secara umum lebih rendah 23.51% dibandingkan dengan solar. Hasil analisa pelumas setelah motor bakar diesel beroperasi selama 50 jam menunjukkan nilai viskositas, Total Base Number (TBN), dan kandungan abu sulfat pelumas sebesar cst, mg KOH/g, 1.19 %massa untuk bahan bakar solar dan cst, mg KOH/g, 1.42 %massa untuk bahan bakar minyak nyamplung. Kandungan logam Fe, Cu, Al, dan Cr saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 116 ppm, 7 ppm, 17 ppm, dan 26 ppm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung sebesar 499 ppm, 42 ppm, 40 ppm, dan 13 ppm. Kandungan jelaga, bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi pada pelumas saat menggunakan bahan bakar solar adalah 0.15 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, dan 0 abs/0.1 mm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung adalah 0.16 abs/0.1 mm, 0.41 abs/0.1 mm, 0.09 abs/0.1 mm, dan 0.12 abs/0.1 mm. Untuk bahan bakar solar, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Cr, sedangkan untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Fe, Cu, dan Al. Secara umum, kondisi pelumas motor bakar diesel setelah beroperasi selama 50 jam menggunakan bahan bakar solar masih lebih baik dibandingkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Hasil prediksi umur pelumas menunjukkan bahwa waktu penggantian pelumas pada kondisi mesin baru saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih singkat dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Pada saat menggunakan bahan bakar solar, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan adalah jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan kromium (Cr) melebihi nilai ambang batas maksimumnya, sedangkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan yaitu sebesar jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan logam besi (Fe) melebihi nilai ambang batas maksimumnya. Kata kunci: diesel, uji daya tahan, minyak nyamplung, penumpukan karbon, pelumas 1

9 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya; a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

10

11 UJI DAYA TAHAN MOTOR BAKAR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) MIFTAHUDDIN F Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji Luar Komisi: Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si 1

13 Judul tesis Nama NRP : Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) : Miftahuddin : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Anggota Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 29 Agustus 2012 Tangal Lulus:

14

15 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Berbahan Bakar Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Desrial, M.Eng dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, nasehat, dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikannya tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku ketua program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (TMP) IPB. Ucapan terima kasih dan simpati disampaikan juga kepada rekan-rekan satu angkatan program magister TMP serta rekan-rekan angkatan lainnya. Terima kasih juga kepada Peter Harris (Chiang Mai University) yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pak Wana, Pak Parma, Mas Juli, Mas Firman, Mas Darma, Pak Ahmad, Pak Mul, dan Ibu Rusmawati yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian dan perkuliahan, serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tesis. Akhirnya izinkanlah penulis mempersembahkan tesis ini seraya berterima kasih kepada orang tua penulis, ayahanda Mugni Hadi dan ibunda Eti Nurwati, serta istri tercinta Nurul Muthmainnah atas setiap do a, kasih sayang, motivasi, dan nilai-nilai kehidupan yang menginspirasi penulis hingga terselesaikannya tingkat pendidikan ini. Penulis menyadari bahwa isi dari tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar lebih menambah khasanah pengetahuan penulis. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Aamiin. Bogor, November 2012 Miftahuddin

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 1986 dari ayah Mugni Hadi dan Ibu Eti Nurwati. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) pada tahun 2009 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2009 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana Keteknikan Pertanian (Formateta) IPB periode kepengurusan 2010/2011.

18

19 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN... 1 a. Latar Belakang... 1 b. Perumusan Masalah... 2 c. Tujuan Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 a. Bahan Bakar Diesel... 5 b. Minyak Nyamplung... 8 c. Aplikasi Bahan Bakar Minyak Nabati Pada Motor Bakar Diesel d. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel e. Pengkerakan Pada Ruang Pembakaran Motor Bakar Diesel f. Pelumas Motor Bakar Diesel III. METODOLOGI a. Waktu dan Tempat b. Alat dan Bahan c. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel b. Pengamatan Visual Komponen Motor Bakar Diesel c. Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel d. Pengukuran Massa Karbon e. Analisa Kualitas Pelumas f. Prediksi Umur Pelumas V. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

20

21 DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik solar... 5 Tabel 2. Karakteristik solar dan beberapa minyak nabati... 8 Tabel 3. Karakteristik minyak nyamplung murni... 9 Tabel 4. Kandungan asam lemak minyak nyamplung Tabel 5. Komposisi kerak (deposit) pada ruang pembakaran Tabel 6. Sifat fisika-kimia pelumas Tabel 7. Konsumsi bahan bakar spesifik motor bakar diesel Tabel 8. Indikator keausan komponen motor bakar diesel Tabel 9. Hasil analisis regresi sifat fisika-kimia pelumas iii

22

23 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagian-bagian tanaman nyamplung Gambar 2. Skema pemanasan bahan bakar minyak nabati Gambar 3. Hubungan viskositas minyak nyamplung dengan temperatur Gambar 4. Kinerja motor bakar diesel Gambar 5. Lokasi pengkerakan pada motor bakar diesel Gambar 6. Motor bakar diesel Dong Feng R180 yang telah dimodifikasi Gambar 7. Generator listrik Dong Feng ST Gambar 8. Pemanas bahan bakar minyak nyamplung Gambar 9. Digital tachometer Gambar 10. Timbangan digital Gambar 11. Prosedur penelitian Gambar 12. Set up penelitian Gambar 13. Kondisi awal komponen motor bakar diesel Gambar 14. Set up pengujian daya tahan Gambar 15. Pengambilan komponen-komponen motor bakar diesel Gambar 16. Perbandingan tampilan injektor Gambar 17. Perbandingan tampilan piston Gambar 18. Perbandingan tampilan kepala silinder Gambar 19. Massa karbon pada komponen motor bakar diesel Gambar 20. Pengambilan sampel pelumas Gambar 21. Sampel pelumas motor bakar diesel Gambar 22. Perubahan nilai viskositas pelumas pada suhu 100 C Gambar 23. Perubahan Total Base Number (TBN) pada pelumas Gambar 24. Nilai TBN dan TAN pelumas) Gambar 25. Kandungan abu sulfat pada pelumas Gambar 26. Kandungan Na dan Si pada pelumas Gambar 27. Kandungan Fe dan Cu pada pelumas Gambar 28. Kandungan Al dan Cr pada pelumas v

24 Gambar 29. Penurunan ph pelumas Gambar 30. Hubungan antara ph pelumas dengan kandungan logam Fe) Gambar 31. Kandungan jelaga, oksidasi, nitrasi, dan sulfasi pada pelumas Gambar 32. Regresi linier data viskositas pelumas vi

25 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Spesifikasi motor bakar diesel Dong Feng R Lampiran 2. Karakteristik minyak nyamplung Lampiran 3. Karakteristik pelumas Mesran untuk motor bakar diesel Lampiran 4. Data hasil analisis sifat fisika-kimia pelumas Lampiran 5. Hasil analisis regresi sifat fisika-kimia pelumas vii

26

27 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Motor bakar merupakan salah satu sumber tenaga penggerak pada bidang pertanian. Penggunaan motor bakar telah mencakup hampir seluruh kegiatan pertanian, mulai dari kegiatan budidaya pertanian hingga pengolahan hasil pertanian. Salah satu jenis motor bakar yang umum digunakan adalah motor bakar diesel. Motor ini bekerja dengan prinsip penggunaan panas yang dihasilkan oleh kompresi untuk melakukan penyalaan bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder (Arismunandar, 2008). Pada awal masa pembuatannya, Rudolf Diesel menciptakan motor bakar diesel untuk beroperasi menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak kacang-kacangan. Namun setelah maraknya eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi, penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi menjadi pilihan utama, sehingga desain motor bakar diesel pun mulai menyesuaikan bahan bakar tersebut. Sampai saat ini motor bakar diesel masih menggunakan bahan bakar solar yang berasal dari minyak bumi. Ketika persediaan minyak bumi semakin menipis, maka mulai bermunculan bahan bakar alternatif yang bersumber dari minyak nabati (biofuel). Di Indonesia terdapat lebih dari 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati baik untuk keperluan pangan maupun non-pangan, namun hanya beberapa yang dapat diolah menjadi minyak nabati untuk keperluan bahan bakar. Salah satu sumber minyak nabati yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel berasal dari tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Nyamplung merupakan salah satu jenis tanaman hutan potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan bakar alternatif motor bakar diesel karena minyak yang dihasilkannya memiliki karakteristik yang mirip dengan solar. Tanaman nyamplung tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah pesisir pantai (Suita, 2009). Kelebihan nyamplung sebagai bahan bakar nabati adalah bijinya mempunyai rendemen minyak yang tinggi, 1

28 dapat mencapai 70 75% (Dweck dan Meadows, 2002) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Minyak yang bersumber dari tanaman nyamplung atau tanaman-tanaman lain menjanjikan suatu bentuk bahan bakar alternatif yang bisa diperbaharui. Artinya bahan bakar ini akan selalu bisa diproduksi, tidak seperti bahan bakar minyak bumi yang suatu saat akan habis. Adanya potensi bahan baku yang cukup besar serta didukung oleh teknologi pengolahan minyak nabati yang semakin dikuasai memberi peluang dilakukannya diversifikasi produk dan pengembangan pasar di dalam maupun di luar negeri. Salah satunya adalah pemanfaatan minyak nyamplung sebagai bahan bakar diesel. Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar diesel sangat tepat untuk daerah-daerah di Indonesia yang memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah sementara harga solar di daerah tersebut relatif mahal. Penelitian mengenai aplikasi bahan bakar minyak nabati pada motor bakar diesel telah banyak dilakukan, namun sebagian besar masih menggunakan bahan bakar nabati hasil proses transesterifikasi (biodiesel), dimana dalam proses produksinya membutuhkan rantai proses yang cukup panjang dan biaya yang relatif tinggi. Dewasa ini, penerapan bahan bakar minyak nabati secara langsung (straight vegetable oil) mulai berkembang, namun masih sedikit yang membahas mengenai dampak dari penggunaan bahan bakar minyak nabati secara langsung tersebut terhadap kondisi operasi dan daya tahan komponen-komponen motor bakar diesel. Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel akan menghasilkan kualitas pembakaran yang berbeda dengan solar. Perbedaan tersebut dapat berpengaruh terhadap ketahanan komponen-komponen motor bakar diesel, terutama yang berkaitan langsung dengan sistem pembakaran. Karakteristik yang berbeda antara solar dan minyak nyamplung akan menghasilkan dampak berbeda pula pada sifat pelumas serta ketahanan komponen motor bakar diesel. b. Perumusan Masalah Motor bakar diesel dapat beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung secara langsung atau tanpa perlu dikonversi menjadi biodiesel 2

29 terlebih dahulu. Minyak nyamplung yang dimaksud merupakan minyak nyamplung hasil pengepresan dan dilanjutkan dengan proses penghilangan gum (degumming). Namun penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tersebut akan berdampak terhadap penurunan kinerja dan umur pakai pelumas serta komponen motor bakar diesel. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik seperti nilai kalor, densitas, viskositas, dan bilangan setana antara solar dengan minyak nyamplung sehingga minyak nyamplung menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Secara umum, perbedaan yang paling mencolok antara minyak nyamplung dan solar terdapat pada nilai viskositasnya, sehingga perlu dilakukan suatu cara untuk menurunkan nilai viskositas minyak nyamplung. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar pada motor bakar diesel berupa penambahan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan panas gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas bahan bakar digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung hingga mendekati nilai viskositas solar. Daya motor bakar sangat bergantung pada bahan bakar yang digunakan karena salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembakaran adalah nilai kalor yang terkandung serta bilangan setana dari bahan bakar. Penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar akan mengakibatkan perbedaan daya yang dihasilkan oleh motor bakar diesel. Struktur kimia dan kandungan hidrokarbon minyak nyamplung berbeda dengan solar. Selain mengakibatkan kualitas pembakaran yang lebih rendah, struktur kimia dan kandungan hidrokarbon juga turut mempengaruhi terjadinya pengkerakan atau penumpukan karbon pada komponen-komponen utama motor bakar diesel seperti saringan bahan bakar, injektor, piston, kepala silinder, dan ring piston. Penumpukan karbon ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi dari masing-masing komponen tersebut, sehingga kinerja motor bakar diesel secara keseluruhan juga akan ikut menurun. Untuk itu perlu dilakukan analisa tentang terjadinya pengkerakan dan penumpukan karbon pada komponen-komponen 3

30 utama motor bakar diesel, sehingga dapat ditentukan waktu perawatan dan penggantian komponen-komponen tersebut. Selain berpengaruh terhadap penumpukan karbon, penggunaan bahan bakar minyak nyamplung turut mempengaruhi kondisi pelumas motor bakar diesel. Pelumas akan mengalami penurunan kualitas seiring bertambahnya jam operasi motor bakar diesel. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa secara berkala untuk mengetahui kondisi terkini dari pelumas agar kerusakan yang disebabkan oleh menurunnya kualitas pelumas seperti keausan dan korosi dapat dicegah. Prediksi umur pelumas motor bakar diesel berguna untuk mendapatkan informasi mengenai rekomendasi waktu penggantian pelumas ataupun penambahan aditif untuk memperbaiki sifat fisika-kimia pelumas. Secara teoritis, pelumas akan mengalami penurunan kualitas seiring dengan bertambahnya jam operasi. Penurunan kualitas ini disebabkan oleh kondisi operasi motor bakar diesel yang berlangsung dalam suhu tinggi dan melibatkan proses kimiawi terutama yang berkaitan dengan proses pembakaran. Melalui prediksi umur pelumas ini, proses degradasi kualitas pelumasan dari waktu ke waktu serta penyebab dan dampak yang ditimbulkan oleh degradasi tersebut dapat diketahui untuk mencegah terjadinya kerusakan pada sistem motor bakar diesel. c. Tujuan Penelitian 1. Menguji daya tahan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. 2. Menganalisa dan membandingkan pengkerakan (penumpukan karbon) pada sistem pembakaran motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung. 3. Menganalisa dan membandingkan karakteristik pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung. 4. Memprediksi umur pelumas motor bakar diesel berbahan bakar solar dan minyak nyamplung. 4

31 II. TINJAUAN PUSTAKA a. Bahan Bakar Diesel Bahan bakar diesel atau yang lebih dikenal dengan istilah solar yang umum digunakan pada saat ini diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi (petroleum) atau minyak mentah (crude oil). Unsur kimia utama yang membentuk senyawa ini adalah karbon (C) dan hidrogen (H), sehingga senyawa ini dikenal pula dengan istilah hidrokarbon (Sukoco, 2008). Kualitas pembakaran pada motor bakar diesel dipengaruhi oleh sifat fisikakimia dari bahan bakar yang digunakan. Menurut surat keputusan Dirjen Migas 3675 K/24/DJM/2006, karakteristik bahan bakar diesel atau solar yang terdapat di Indonesia memiliki standar seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik solar Nilai No Karakteristik Satuan Min Max 1 Angka Setana Berat Jenis (15 C) kg/m 3 3 Viskositas (40 C) cst 4 Kandungan Sulfur % m/m 5 Distilasi C 6 Titik Nyala 60 - C 7 Titik Tuang - 18 C 8 Residu Karbon - Kelas I merit 9 Kandungan Air mg/kg 10 Korosi Bilah Tembaga - Kelas I merit 11 Kandungan Abu % m/m 12 Kandungan Sedimen % m/m 13 Bilangan Asam Total mg KOH/g 14 Partikulat - - mg/l 15 Penampilan Visual Jernih dan Terang - 16 Warna No. ASTM Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675 K/24/DJM/2006 Sukoco (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik bahan bakar diesel yang dapat mempengaruhi kinerja dari motor bakar diesel, diantaranya adalah nilai kalor, berat jenis, titik nyala, titik beku, titik uap, viskositas, bilangan setana, residu karbon, kandungan sulfur, serta kandungan sedimen dan air. 5

32 Nilai Kalor Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan dari proses pembakaran suatu bahan bakar. Jumlah senyawa karbon dan hidrogen mempengaruhi nilai kalor suatu bahan bakar. Berat Jenis Berat jenis bahan bakar merupakan perbandingan antara massa bahan bakar terhadap volume bahan bakar pada suhu tertentu. Informasi mengenai densitas ini berguna untuk perhitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Titik Nyala Titik nyala merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala api. Titik nyala bahan bakar diesel umumnya lebih tinggi daripada bahan bakar motor bensin agar tidak terjadi penyalaan selama proses penyaluran bahan bakar yang berlangsung dalam kondisi tekanan yang cukup tinggi. Titik Beku Titik beku bahan bakar merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar mulai membeku, dimana pada saat itu bahan bakar akan sangat sulit untuk mengalir dan dikabutkan. Karakteristik ini relatif tidak terlalu diperhitungkan di daerah yang memiliki iklim panas seperti di Indonesia. Informasi mengenai titik beku umumnya diperlukan untuk penggunaan bahan bakar pada daerah yang memiliki musim dingin dengan suhu lingkungan sangat rendah. Titik Uap Titik uap merupakan temperatur terendah dimana bahan bakar mulai menguap. Titik uap bahan bakar ditunjukkan dengan perbandingan udara dan uap bahan bakar yang dapat dibentuk pada temperatur tertentu. Pada bahan bakar diesel, titik uap ditunjukkan dengan 90 persen suhu penyulingannya, dimana pada suhu tersebut bahan bakar dapat didistilasikan dari minyak mentah. Viskositas Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi terhadap aliran. Viskositas bahan bakar diesel sangat mempengaruhi kemampuan bahan bakar untuk mengalir dan dikabutkan. Selain itu bahan bakar juga berfungsi sebagai pelumas bagian-bagian mesin yang dilaluinya, sehingga nilai viskositasnya tidak 6

33 boleh terlalu rendah. Namun viskositas yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan rendahnya kualitas pengkabutan bahan bakar. Bilangan Setana Kualitas penyalaan diukur dengan indeks yang disebut bilangan setana. Motor bakar diesel kecepatan tinggi saat ini umumnya memerlukan bilangan setana sekitar 50. Bilangan setana bahan bakar menunjukkan jumlah kandungan setana dalam campuran setana dan alfa-metil-naftalen. Setana dan alfa-metilnaftalen merupakan senyawa hidrokarbon yang dihasilkan secara kimia dari minyak ter (tar oil). Setana mempunyai mutu penyalaan yang sangat baik, sedangkan alfa-metil-naftalen mempunyai mutu penyalaan yang sangat buruk. Skala bilangan setana berkisar antara Bilangan setana 48 menujukkan bahan bakar tersebut terdiri atas 48% setana dan 52% alpha-metyl-naphtalen. Residu Karbon Residu karbon adalah karbon yang tertinggal dari suatu bahan bakar yang telah dipanaskan hingga menguap dan terbakar. Nilai residu karbon menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan karbon pada komponen mesin. Batas residu karbon yang diizinkan untuk bahan bakar diesel sebesar 0.1%. Kandungan Sulfur Setelah proses pembakaran, sulfur atau belerang yang terkandung di dalam bahan bakar akan menghasilkan zat yang sangat korosif apabila bersinggungan dengan permukaan logam, baik itu dalam bentuk gas ataupun cairan sulfur yang telah dingin. Gas dan cairan sulfur tersebut akan mengkontaminasi pelumas dan merusak struktur kimia pelumas dan komponen sistem pelumasan. Ambang batas maksimal yang diizinkan untuk kandungan sulfur dalam bahan bakar berkisar antara % Kandungan air dan Sedimen Kandungan air dan sedimen dapat menjadi sumber permasalahan pada motor bakar diesel. Endapan kotoran yang terbawa pada bahan bakar akan menjadi bahan yang mengakibatkan keausan, dan kemungkinan dapat menyumbat saluran distribusi bahan bakar. 7

34 b. Minyak Nyamplung Beberapa jenis minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan bakar diesel karena memiliki karakteristik yang mirip dengan solar. Dari Tabel 2 terlihat bahwa nilai kalor beberapa minyak nabati mendekati nilai kalor solar, namun nilai kalor solar masih lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati. Bilangan setana minyak nabati juga tidak berbeda jauh dengan bilangan setana solar, bahkan untuk beberapa minyak nabati, bilangan setananya melebihi bilangan setana solar. Kendala justru terdapat pada nilai viskositas minyak nabati yang bisa mencapai 10 kali lipat lebih besar dari viskositas solar. Tingginya nilai viskositas minyak nabati dapat mengganggu proses distribusi dan pengkabutan bahan bakar sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pembakaran di dalam silinder. Tabel 2. Karakteristik solar dan beberapa minyak nabati Calorific Density Flash Pour Kinematic Carbon Cetane Fuel value (kg/m 3 ) point point viscosity residues number (kj/kg) ( C) ( C) at 27 C (cst) (% w/w) Diesel Sunflower oil Cottonseed oil Soybean oil Peanut oil Corn oil Opium poppy oil Rapeseed oil Sesame seed oil Palm oil Coconut oil Mahua oil Rice bran oil Jatropha oil Pongamia oil Jojoba oil Rubber seed oil Sumber: Russo et al (2012) Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan bakar nabati. Tanaman nyamplung tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah pesisir pantai (Suita, 2009). Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah inti buah nyamplung (kernel) mempunyai rendemen minyak yang 8

35 tinggi, dapat mencapai 70 75% (Dweck dan Meadows, 2002) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Kartika et al (2011) telah melakukan penelitian untuk menganalisa karakteristik serta mengkondisikan minyak nyamplung yang akan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik untuk proses pemurnian minyak nyamplung diperoleh pada degumming dengan penambahan larutan asam fosfat 20% sebesar 0.2% dan netralisasi dengan larutan NaOH pada konsentrasi 18 Be. Perlakuan tersebut meghasilkan loss minyak yang rendah dan kualitas minyak nyamplung yang baik dengan bilangan asam, bilangan peroksida, kadar abu, dan viskositas yang cukup rendah. Selain itu, minyak nyamplung yang dihasilkan dari proses pemurnian melalui kombinasi degumming dan netralisasi memenuhi standar bahan bakar nabati (BBN) sehingga secara teknis memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bakar nabati pada motor bakar diesel. Sifat fisika-kimia minyak nyampung murni yang telah melewati proses degumming dan netralisasi dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan bagian-bagian dari tanaman nyamplung dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 3. Karakteristik minyak nyamplung murni Karakteristik Crude Degummed Neutralized Nilai kalor (kal/g) Berat jenis (g/cm3) Viskositas pada 30 C (cp) Panas jenis (kal/g) Flash point ( C) >110 Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan asam (mg NaOH/g) Bilangan penyabunan mg KOH/g) Bilangan tak tersabunkan (%) Kadar abu (%) Bilangan iod (mg iod/g oil) Bilangan peroksida (meq/kg) Ramsbottom residue (%berat) Sumber: Kartika et al. (2011)

36 Gambar 1. Bagian-bagian tanaman nyamplung Minyak nyamplung tersusun atas minyak dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh yang memiliki rantai karbon panjang. Kandungan utama minyak nyamplung terdiri atas asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat (Balitbang Kehutanan, 2008). Besarnya persentase kandungan asam lemak pada minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Kandungan asam lemak minyak nyamplung Komponen Persentase a b Asam Miristat (C14) 0.09% - Asam Palmitat (C16) 14.60% 15-17% Asam Palmitoleat (C16:1) % Asam Stearat (C18) 19.96% 8-16% Asam Oleat (C18:1) 37.57% 30-50% Asam Linoleat (C18:2) 26.33% 25-40% Asam Linolenat (C18:3) 0.27% - Asam Arachidat (C20) 0.94% 0.5-1% Asam Erukat (C20:1) 0.72% - Sumber: a) Balitbang Kehutanan (2008) b) Debaut et al (2005) c. Aplikasi Bahan Bakar Minyak Nabati Pada Motor Bakar Diesel Motor bakar diesel dapat beroperasi dengan menggunakan bahan bakar minyak nabati murni dengan melakukan penyesuaian atau modifikasi terhadap 10

37 motor bakar diesel (Rutz, 2007). Secara umum, penggunaan minyak nabati secara langsung terkendala oleh tingginya viskositas dan kecenderungannya untuk terpolimerisasi membentuk gum pada mesin (Majuni, 2006). Desrial et al (2009) telah memodifikasi sistem penyaluran bahan bakar motor bakar diesel dengan menambahkan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Pemanas tersebut berfungsi untuk memanaskan minyak nabati sehingga dapat menurunkan nilai viskositasnya hingga mendekati viskositas solar. Skema proses pemanasan bahan bakar nabati dapat dilihat pada Gambar Keterangan: 1. Saluran masuk gas buang 2. Saluran keluar gas buang 3. Saluran masuk minyak nyamplung 4. Saluran minyak nyamplung (pipa tembaga) 5. Saluran keluar minyak nyamplung Gambar 2. Skema pemanasan bahan bakar minyak nabati dengan memanfaatkan gas buang (Desrial et al, 2009) Desrial et al (2010) telah berhasil mengoperasikan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung dengan melakukan pemanasan awal hingga mencapai suhu 110 C, dimana pada suhu tersebut viskositas dari minyak nyamplung mendekati nilai viskositas solar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung secara langsung akan berdampak terhadap kualitas atomisasi bahan bakar dan penurunan kinerja motor bakar diesel. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik seperti nilai kalor, densitas, viskositas, dan bilangan setana antara solar dengan minyak nyamplung sehingga minyak nyamplung menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Berdasarkan hasil 11

38 Viscosity (cst) penelitian Desrial et al (2010), penggunaan bahan bakar minyak nyamplung menghasilkan kualitas pengkabutan bahan bakar yang lebih rendah dibandingkan dengan solar. Kinerja yang dihasilkan motor bakar diesel berbahan bakar minyak nyamplung lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Penurunan daya maksimum yang terjadi adalah 15.97% dan penurunan torsi maksimum yang terjadi sebesar 14.38% Temperature ( C) Crude Neutralized Diesel fuel at 30 C Degummed Degummed and Neutralized Gambar 3. Hubungan viskositas minyak nyamplung dengan temperatur (Desrial et al, 2010) (a) Gambar 4. Kinerja motor bakar diesel; (a) bahan bakar solar; (b) bahan bakar minyak nyamplung (Desrial et al, 2011) Reksowardojo et al (2009) membandingkan dampak pengaplikasian beberapa minyak nabati pada motor bakar diesel. Bahan bakar yang digunakan adalah campuran antara solar dengan minyak kelapa, minyak sawit, dan minyak jarak. Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa penggunaan minyak nabati pada motor bakar diesel mengakibatkan perubahan fisik dari komponen- (b) 12

39 komponen utama motor bakar diesel seperti injektor, piston, ring piston, dan katup, serta menimbulkan pengkerakan pada komponen-komponen tersebut. Selain itu minyak nabati juga dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari pelumas yang digunakan pada motor bakar diesel. Dampak ini mengakibatkan kecenderungan jangka waktu perawatan motor bakar diesel dan penggantian pelumasnya menjadi lebih singkat jika dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Dari hasil penelitiannya, O Brien (2001) menyimpulkan bahwa penumpukan karbon (carbon deposit) terjadi pada pengoperasian motor bakar diesel, terutama pada bagian piston, dinding silinder, dan kepala silinder. Penumpukan karbon ini dapat mengakibatkan meningkatnya kandungan NO x pada emisi, serta penurunan kinerja dan efisiensi termal motor bakar. d. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Pengujian daya tahan merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi motor bakar diesel setelah beroperasi pada jangka waktu yang relatif lama. Secara umum, tidak ada metode standar untuk melakukan pengujian daya tahan, baik itu dari segi alat dan bahan yang digunakan, maupun dari segi jangka waktu pengujian. Reksowardojo et al (2009) melakukan pengujian daya tahan menggunakan campuran solar dengan bahan bakar nabati yang berasal dari minyak sawit, minyak kelapa, dan minyak jarak. Pengujian daya tahan tersebut dilakukan selama 34 jam untuk melihat pengaruh penggunaan bahan bakar terhadap kinerja, perubahan bentuk dan ukuran komponen motor bakar diesel, pengkerakan, emisi, dan kualitas pelumas. Dari hasil penelitiannya dinyatakan bahwa pencampuran antara solar dan minyak nabati menyebabkan penurunan efisiensi termal dan peningkatan konsumsi bahan bakar spesifik. Deposit karbon yang dihasilkan pun meningkat jika dibandingkan dengan penggunaan solar. Majuni (2006) mengoperasikan motor bakar diesel selama 50 jam menggunakan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah untuk melihat pengaruh bahan bakar yang digunakan terhadap kualitas pelumas. Baitiang et al (2008) telah menguji daya tahan motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar biodiesel dan campuran minyak jarak dengan solar. 13

40 Tujuan pengujian tersebut adalah untuk membandingkan kinerja, tingkat kepekatan asap hitam dari gas buang (black smoke density), konsumsi bahan bakar spesifik, dan ketahanan motor bakar diesel. Dari hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara kedua bahan bakar yang digunakan. Dari segi tingkat kepekatan asap hitam, kedua bahan bakar tersebut memiliki tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar, namun konsumsi bahan bakar spesifiknya menjadi lebih besar. Untuk penggunaan minyak jarak, ditemui beberapa masalah pada komponen motor bakar diesel, diantaranya adanya penyumbatan pada bagian saringan bahan bakar dan injektor. Penggunaan bahan bakar minyak jarak perlu dicampur dengan solar dengan tingkat perbandingan 60:40 untuk menghindari terjadinya masalah pada komponen motor bakar diesel, dan setelah pengoperasian dengan menggunakan minyak jarak tersebut, motor bakar diesel perlu dibilas dengan menggunakan bahan bakar solar untuk menghindari kesulitan penyalaan awal pada pengoperasian berikutnya. e. Pengkerakan Pada Ruang Pembakaran Motor Bakar Diesel Pengkerakan atau penumpukan karbon terjadi akibat reaksi pembakaran yang tidak sempurna pada ruang pembakaran (O Brien, 2001). Fenomena ini terjadi di semua jenis motor bakar, baik motor bensin maupun motor bakar diesel. Proses terjadinya pengkerakan sangat bergantung pada desain motor bakar, karakteristik bahan bakar, jenis pelumas yang digunakan, serta kondisi operasi motor bakar. Pembentukan kerak pada ruang pembakaran merupakan sebuah fenomena kompleks yang dapat menimbulkan berbagai masalah pada motor bakar, sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kinerja dari motor bakar dan juga menyebabkan terjadinya kerusakan pada komponen-komponen motor bakar. Pengkerakan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai campuran berbagai macam hasil reaksi pembakaran yang terdiri atas sisa karbon hasil pembakaran (carbon residu), jelaga (soot), serta sisa bahan organik lainnya yang saling terikat sehingga membentuk sebuah campuran heterogen (Arifin, 2009). 14

41 Gambar 5. Lokasi pengkerakan pada motor bakar diesel (Arifin, 2009). Proses pengkerakan umumnya terjadi pada komponen-komponen motor bakar yang berhubungan dengan sistem penyaluran bahan bakar dan sistem pembakaran, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Komponen-komponen tersebut adalah plunger pompa injeksi, injektor, sistem katup (valve), kepala silinder, piston, dan ring piston. Secara umum, dampak dari terjadinya pengkerakan di ruang pembakaran dapat menyebabkan penurunan kinerja dari motor bakar, penyalaan awal yang sulit, perubahan pola penyemprotan injektor, peningkatan konsumsi bahan bakar, peningkatan suhu ruang pembakaran, peningkatan rasio kompresi, dan peningkatan emisi dari motor bakar tersebut (O Brien, 2001). Komposisi kerak yang terdapat pada ruang pembakaran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kerak (deposit) pada ruang pembakaran Elemen Persentase Massa Rasio Molar C H O N Lainnya (Zn, Ca, P) Sumber: (O Brien, 2001) < 0.02 f. Pelumas Motor Bakar Diesel Analisa sifat fisika dan kimia minyak pelumas digunakan untuk menentukan kualitas minyak pelumas setelah beroperasi dalam jangka waktu tertentu. 15

42 Perubahan terhadap sifat fisika dan kimia pelumas yang telah dipakai dapat dijadikan sebagai indikator dari kerusakan atau degradasi yang disebabkan oleh proses pembakaran, oksidasi, dan kontaminasi. Sifat-sifat tersebut digunakan sebagai dasar penentuan batas peringatan pemakaian pelumas dan prediksi kondisi dari komponen mesin. Menurut buku petunjuk penggunaan motor bakar diesel Dong Feng R180, periode penggantian pelumas dilakukan setiap motor bakar diesel beroperasi selama 100 jam (Dong Feng R180 Manual Book), namun untuk pengoperasian pertama kali atau kondisi baru, umumnya periode penggantian pelumas lebih singkat dari biasanya, karena tingkat kekasaran permukaan logam komponen-komponen diesel yang masih sangat tinggi. Tabel 6 di bawah menyajikan standar sifat fisika-kimia yang digunakan sebagai pedoman analisa pelumas. Tabel 6. Sifat fisika-kimia pelumas No Karakteristik Satuan Batasan Min. Maks. Sumber 1 Viskositas kinematik (100 C) cst SNI Angka basa total mgkoh/g 6 - SNI Kandungan abu sulfat % massa SNI Kontaminan Na ppm - 50 PT Petrolab Services Si ppm - 45 PT Petrolab Services Fe ppm PT Petrolab Services 5 Kandungan logam Cu ppm - 35 PT Petrolab Services Al ppm - 25 PT Petrolab Services Cr ppm - 15 PT Petrolab Services Jelaga Abs/0.1 mm PT Petrolab Services 6 FTIR Oksidasi Abs/0.1 mm PT Petrolab Services Nitrasi Abs/0.1 mm PT Petrolab Services Sulfasi Abs/0.1 mm PT Petrolab Services Menurut Majuni (2006), penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar motor bakar diesel dapat mempengaruhi kualitas pelumas yang disebabkan oleh karakteristik fisika dan kimia dari biodiesel. Sifat-sifat fisika dan kimia yang dijadikan acuan adalah viskositas, tingkat kelarutan bahan bakar, kandungan jelaga, total base number (TBN), dan kandungan logam. Dari hasil penelitian Majuni (2006) yang membandingkan kualitas pelumas antara motor bakar diesel yang menggunakan bahan bakar solar dengan bahan bakar biodiesel dari minyak jelantah, maka didapatkan kesimpulan bahwa pada motor bakar diesel dengan bahan bakar biodiesel yang dioperasikan selama 50 jam, terjadi pengenceran minyak pelumas sebesar 3.5% dan kandungan jelaga sebanyak 10 abs/cm. 16

43 Kandungan logam pada minyak pelumas juga mengalami kecenderungan meningkat. Hasil menunjukkan angka yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh menggunakan bahan bakar solar. Ini mengindikasikan bahwa pemakaian bahan bakar biodiesel minyak jelantah mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap terjadinya kontaminasi minyak pelumas motor bakar diesel jika dibandingkan dengan bahan bakar solar, sehingga secara umum jangka waktu penggantian minyak pelumasnya pun relatif menjadi lebih panjang. Reksowardojo (2009) yang menggunakan campuran bahan bakar solar dengan minyak sawit, minyak kelapa, dan minyak jarak menyatakan bahwa penggunaan minyak nabati pada motor bakar diesel memberikan dampak terhadap pelumasan yang lebih baik dibandingkan dengan solar. Hal tersebut terlihat dari penurunan nilai viskositas dan total kandungan logam yang terdapat pada pelumas saat menggunakan campuran antara solar dengan minyak nabati lebih rendah dibandingkan pada saat menggunakan solar. 17

44

45 III. METODOLOGI a. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan November Pengujian daya tahan motor bakar diesel dilakukan di laboratorium lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Analisa penumpukan karbon dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Analisa pelumas dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung dan PT Petrolab Services Jakarta. b. Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Motor bakar diesel stasioner 4 langkah Motor bakar diesel Dong Feng R180 digunakan sebagai alat utama yang akan diuji coba. Sistem penyaluran bahan bakar motor bakar diesel ini akan dimodifikasi dengan menambahkan sebuah pemanas bahan bakar yang memanfaatkan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Motor bakar diesel Dong Feng R180 yang telah dimodifikasi dapat ditunjukkan oleh Gambar 6, sedangkan spesifikasi motor bakar diesel yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Tangki minyak nyamplung Pemanas minyak nyamplung Gambar 6. Motor bakar diesel Dong Feng R180 yang telah dimodifikasi 19

46 2. Generator listrik Generator listrik Dong Feng ST-3 dengan daya maksimum 3000 watt digunakan untuk memberikan pembebanan pada motor bakar diesel. Generator Dong Feng ST-3 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Generator listrik Dong Feng ST-3 3. Pemanas bahan bakar (fuel heater) Alat penukar panas digunakan untuk memanaskan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke ruang pembakaran. Minyak nyamplung akan dipanaskan hingga mencapai suhu pemanasan optimumnya, yaitu sebesar 110 C (Desrial et al, 2010). Pemanasan minyak nyamplung ini bertujuan untuk menurunkan viskositasnya hingga mendekati viskositas solar. Pemanas bahan bakar minyak nyamplung yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Pemanas bahan bakar minyak nyamplung (Desrial et al, 2010) 4. Tachometer Tachometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan putaran motor bakar diesel (rpm). Tachometer yang digunakan merupakan jenis laser digital tachometer yang bisa dilihat pada Gambar 9. 20

47 Gambar 9. Digital tachometer 5. Lampu Halogen Lampu halogen digunakan untuk memberikan pembebanan pada saat pengujian daya tahan berlangsung. Total daya pembebanan yang diberikan sebesar 2 kw. 6. Timbangan digital Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa karbon yang melekat pada komponen-komponen motor bakar diesel. Timbangan digital yang digunakan memiliki tingkat ketelitian sebesar ±0.05 mg. Gambar timbangan digital yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Timbangan digital 7. Kamera digital Kamera digital digunakan untuk mengambil gambar komponen-komponen motor bakar diesel. Pengambilan gambar ini bertujuan untuk membandingkan tampilan komponen antara sebelum dan sesudah pengujian daya tahan. 8. Peralatan bengkel Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan bakar solar sebagai bahan bakar utama motor bakar diesel dan bahan bakar minyak nyamplung yang telah dihilangkan gum-nya (degummed) sebagai bahan bakar 21

48 alternatif. Tujuan proses degumming adalah untuk memisahkan minyak nyamplung dari getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, residu, air, dan resin. Proses degumming dilakukan dengan menambahkan asam fosfat untuk mengikat senyawa fosfatida yang mudah terpisah dari minyak nyamplung, kemudian senyawa tersebut dipisahkan berdasarkan pemisahan berat jenis yaitu senyawa fosfatida berada di bagian bawah dari minyak nyamplung tersebut. Minyak nyamplung hasil degumming akan menghasilkan warna yang lebih jernih dibandingkan minyak nyamplung kasar (crude). Pelumas yang digunakan untuk pengujian bahan bakar solar dan minyak nyamplung adalah pelumas motor bakar diesel Pertamina Mesran B SAE 40, API Service CD/SF. c. Prosedur Penelitian Mulai Uji daya tahan motor bakar diesel Pengambilan sampel pelumas setiap 10 jam Pengamatan visual komponen motor bakar diesel Analisa sifat fisika-kimia pelumas Pengukuran massa karbon pada komponen motor bakar diesel Prediksi umur pelumas motor bakar diesel Selesai Gambar 11. Prosedur penelitian Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Penelitian diawali dengan pengujian daya tahan motor bakar diesel. Motor bakar diesel dirangkaikan pada generator listrik untuk menyalakan lampu halogen dengan daya total 2 kw. Penyalaan lampu ini bertujuan untuk memberikan pembebanan terhadap motor bakar diesel selama pengujian daya tahan. Motor bakar diesel dioperasikan menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung yang telah dihilangkan gum-nya (degummed), masing-masing selama 50 jam. Pada saat pengujian daya 22

49 tahan menggunakan minyak nyamplung, motor bakar diesel tetap menggunakan bahan bakar solar di awal pengoperasian untuk proses pemanasan awal minyak nyamplung. Setelah minyak nyamplung mencapai suhu optimumnya (110 C), kran bahan bakar minyak nyamplung kemudian dibuka dan kran bahan bakar solar ditutup. Set up penelitian dapat dilihat pada Gambar 12. Sebelum dilakukan pengujian daya tahan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan visual (tampilan), pengambilan gambar, serta penggantian pada komponen-komponen utama motor bakar diesel yang berhubungan dengan sistem penyaluran bahan bakar dan sistem pembakaran seperti injektor, piston, ring piston, dan kepala silinder. Penggantian ini dimaksudkan untuk menyamakan kondisi awal motor bakar diesel pada saat dilakukan pengujian daya tahan. Kondisi awal komponen injektor, piston, dan kepala silinder dapat dilihat pada Gambar 13. Tangki minyak nyamplung Pemanas minyak nyamplung Tangki solar Generator listrik Lampu halogen Kran minyak nyamplung Kran solar Gambar 12. Set up penelitian Selama pengujian daya tahan dilakukan pengukuran kecepatan putaran mesin untuk mengetahui tingkat kestabilan operasi pada motor bakar diesel serta dilakukan pengukuran konsumsi bahan bakar untuk mengetahui nilai konsumsi bahan bakar spesifik. Konsumsi bahan bakar spesifik menunjukkan jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 1 HP selama satu jam. 23

50 Pada penelitian ini, pengukuran konsumsi bahan bakar spesifik dilakukan dengan mengukur jumlah bahan bakar yang dihabiskan untuk mengoperasikan motor bakar diesel dengan beban 2 kw (2.68 HP) dalam waktu 50 jam.... (1) Dimana: SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (l/hp/jam) fc = konsumsi bahan bakar (l) p = daya (HP) t = waktu (jam) Setelah pengujian daya tahan, dilakukan pengamatan terhadap komponenkomponen utama motor bakar diesel. Pada pengamatan ini akan dibandingkan bentuk dan ukuran dari masing-masing komponen tersebut antara sebelum dan sesudah melakukan pengujian daya tahan, serta antara kedua jenis bahan bakar yang digunakan. Injektor Piston Kepala silinder Gambar 13. Kondisi awal komponen motor bakar diesel Analisa penumpukan karbon pada komponen-komponen utama motor bakar diesel bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kualitas pembakaran yang terjadi di dalam ruang pembakaran. Parameter yang akan dianalisa adalah massa dari karbon yang terdapat pada komponen-komponen utama motor bakar diesel. 24

51 Massa karbon akan diukur dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 miligram. Pelumas akan mengalami perubahan karakteristik dan kandungan zat yang ada di dalamnya setelah motor bakar diesel beroperasi selama jangka waktu tertentu (Neale, 2001). Oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap perubahan karakteristik khususnya viskositas, Total Base Number (TBN), kandungan abu sulfat, kadar kontaminan (Ca dan Ni), kandungan logam (Fe, Cu, Al, dan Cr), kandungan jelaga (soot), serta bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi yang terdapat pada pelumas tersebut, sehingga akan dapat diketahui jangka waktu untuk melakukan penggantian minyak pelumas ketika motor bakar diesel beroperasi menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakarnya. Data yang diperoleh dari pengukuran sifat fisika-kimia selanjutnya dianalisis untuk melihat korelasi antara parameter fisika-kimia pelumas dengan jangka waktu pengoperasian motor bakar diesel. Analisis yang dilakukan berupa analisis regresi linier sederhana pada setiap parameter fisika-kimia pelumas. Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Tujuan utama regresi adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya sudah ditentukan. Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal (dependent variable), dalam hal ini adalah sifat fisika-kimia pelumas dengan variabel bebas tunggal (independent variable), yaitu jam operasi motor bakar diesel. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah (x) yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas (y). Bentuk umum dari persamaan regresi linier sederhana adalah:...(2) Dimana: y = variabel tak bebas x = variabel bebas a = parameter intersep b = parameter koefisien regresi variabel bebas 25

52 Koefisien persamaan a dan b didapatkan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, yaitu cara yang dipakai untuk menentukan koefisien persamaan a dan b dari jumlah kuadrat terkecil antara titik-titik dengan garis regresi. Dengan demikian, dapat ditentukan: ( )( ) ( )( ) ( )... (3) ( )( ) ( )... (4) Dari analisis regresi tersebut diperoleh garis regresi dan persamaan regresi yang bisa digunakan untuk melihat kecenderungan (trend) dan memprediksi umur pelumas. Umur pelumas diperoleh dengan memasukkan nilai ambang batas parameter fisika-kimia pelumas pada variabel tak bebas persamaan regresi sehingga dapat diketahui umur atau jam pemakaian pelumas saat mencapai nilai ambang batas tersebut melalui nilai variabel bebas pada persamaan regresi. 26

53 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Uji Daya Tahan Motor Bakar Diesel Dari hasil pengujian daya tahan, motor bakar diesel secara umum dapat beroperasi dengan baik menggunakan bahan bakar minyak nyamplung selama 50 jam. Namun masih terdapat beberapa masalah yang disebabkan oleh ketidakstabilan kondisi operasi mesin selama pengujian. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah siklus pemanasan minyak nyamplung. Pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, reaksi pembakaran yang terjadi di dalam silinder cenderung tidak stabil, hal ini diindikasikan oleh fluktuasi perubahan kecepatan putaran mesin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan solar. Kondisi ini mengakibatkan temperatur gas buang yang dihasilkan motor bakar diesel juga mengalami perubahan. Hal tersebut mempengaruhi kemampuan pemanas minyak nyamplung untuk bisa mencapai suhu pemanasan optimum, karena pemanas tersebut menggunakan gas buang sebagai sumber energi panasnya. Karena pemanasan yang kurang optimal, maka proses pengkabutan minyak nyamplung cenderung menghasilkan ukuran butiran-butiran yang lebih besar dari seharusnya, sehingga berpengaruh terhadap kualitas pembakaran. Siklus ini kerap terjadi selama pengoperasian motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Pada Tabel 7 terlihat bahwa setelah pengujian daya tahan selama 50 jam, motor bakar diesel menghabiskan liter untuk bahan bakar solar dengan konsumsi bahan bakar spesifik sebesar 0.34 liter/hp/jam dan liter untuk bahan bakar minyak nyamplung dengan komsumsi bahan bakar spesifik 0.44 liter/hp/jam. Tabel 7. Konsumsi bahan bakar spesifik motor bakar diesel Pembebanan Lama Konsumsi Konsumsi Bahan bakar (watt) pengujian bahan bakar bahan bakar spesifik (jam) (liter) (liter/hp/jam) Solar Minyak nyamplung Perbandingan konsumsi bahan bakar spesifik menunjukkan bahwa secara keseluruhan konsumsi bahan bakar spesifik minyak nyamplung lebih tinggi 30% 27

54 dibandingkan dengan solar. Perbedaan nilai konsumsi bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh nilai kalor minyak nyamplung yang lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga untuk menghasilkan daya yang sama dalam jangka waktu tertentu, dibutuhkan jumlah minyak nyamplung yang lebih banyak. Berdasarkan penelitian Kartika et al (2011), nilai kalor minyak nyamplung yang telah dihilangkan gum-nya yaitu sebesar kal/g dan nilai kalor solar sebesar 9355 kal/g. Gambar 14. Set up pengujian daya tahan Menurut Murni (2010), pemanasan pada bahan bakar biodiesel sebelum dinjeksikan ke dalam silinder dapat menurunkan nilai konsumsi bahan bakar spesifik dan meningkatkan efisiensi termal. Namun nilainya tidak selalu konstan, sehingga terdapat nilai optimal suhu pemanasan bahan bakar. Jika bahan bakar dipanaskan melebihi suhu pemanasan optimalnya, maka konsumsi bahan bakarnya pun akan kembali meningkat. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan temperatur bahan bakar menyebabkan bahan bakar sangat mudah terbakar, sehingga akan mempersingkat periode pembakaran awal. Periode pembakaran awal dapat didefinisikan sebagai waktu persiapan bahan bakar yang diukur dari awal penginjeksian bahan bakar sampai bahan bakar tersebut mencapai kondisi penyalaan sendiri. Temperatur bahan bakar yang sangat tinggi menyebabkan bahan bakar menjadi lebih cepat mencapai kondisi penyalaan sendiri. Apabila terlalu singkat, maka periode pembakaran akan selesai pada langkah kompresi atau jauh sebelum piston mencapai titik mati atas, sehingga 28

55 tekanan puncak juga terjadi pada piston sebelum mencapai titik mati atas. Kondisi ini merupakan suatu kerugian karena tekanan tersebut tidak dapat digunakan untuk langkah kerja, akibatnya daya yang dihasilkan akan berkurang dan konsumsi bahan bakar spesifik meningkat. Peningkatan konsumsi bahan bakar dan penurunan daya mesin mengakibatkan efisiensi termal menjadi menurun, karena efisiensi termal didefinisikan sebagai besarnya pemanfaatan panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar menjadi kerja mekanis. Panas atau tenaga yang dihasilkan oleh bahan bakar dapat diprediksi melalui besarnya konsumsi bahan bakar, sedangkan kerja mekanis dapat ditetapkan dari pengukuran daya mesin. Oleh karena itu, nilai efisiensi termal dipengaruhi oleh nilai konsumsi bahan bakar spesifik. b. Pengamatan Visual Komponen Motor Bakar Diesel Setelah pengujian daya tahan, dilakukan pengamatan terhadap komponenkomponen motor bakar diesel yang berkaitan dengan sistem pembakaran seperti injektor, piston, dan kepala silinder. Gambar 15. Pengambilan komponen-komponen motor bakar diesel 29

56 Pengamatan ini dilakukan untuk membandingkan hasil pengujian antara penggunaan bahan bakar solar dengan bahan bakar minyak nyamplung. Dari hasil pengamatan tidak ditemukan kerusakan yang cukup berarti baik berupa retakan, patahan, ataupun perubahan bentuk dari komponen injektor, piston, dan kepala silinder saat beroperasi menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung. Ini menunjukkan penggunaan bahan bakar minyak nyamplung tidak memiliki perbedaan siginifikan dengan bahan bakar solar ditinjau dari segi pengaruhnya terhadap kerusakan komponen injektor, piston, dan kepala silinder. c. Penumpukan Karbon Pada Komponen Motor Bakar Diesel Injektor merupakan komponen motor bakar diesel yang berfungsi untuk mengkabutkan dan menyemprotkan bahan bakar ke dalam silinder. Pengkabutan adalah proses memecah bahan bakar menjadi butiran kecil atau lebih dikenal dengan istilah atomisasi. Proses ini dimaksudkan agar bahan bakar lebih mudah menguap sehingga dapat lebih mudah bereaksi dengan udara (oksigen) dan menyebabkan terjadinya proses pembakaran. Deposit karbon (a) (b) Gambar 16. Perbandingan tampilan injektor; (a) setelah pengujian menggunakan solar, dan (b) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung. 30

57 Gambar 16 memperlihatkan penumpukan karbon pada injektor. Penumpukan karbon untuk kedua jenis bahan bakar terkonsentrasi pada bagian sekitar nozzle injektor. Hal tersebut jika dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan penyumbatan pada lubang nozzle sehingga dapat menurunkan kualitas pengkabutan bahan bakar dan secara umum mengganggu kinerja motor bakar diesel. Karbon yang melekat pada injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung memiliki perbedaan karakteristik dibandingkan dengan saat menggunakan bahan bakar solar, dimana pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, karbon mengalami penggumpalan dan melekat kuat pada permukaan logam di bagian kepala injektor serta terlihat lebih basah dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Karbon pada saat menggunakan bahan bakar solar berbentuk serbuk, kering, dan tidak lengket. Menurut O Brien (2001), penumpukan karbon sebagian besar disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dan selebihnya berasal dari terbakarnya pelumas yang masuk ke dalam silinder. Oleh karena itu, karakteristik fisika-kimia dari bahan bakar dan pelumas sangat mempengaruhi proses terjadinya penumpukan karbon di dalam silinder. Arifin (2009) menyatakan bahwa kualitas pembakaran bahan bakar biodiesel ataupun minyak nabati lebih rendah dibandingkan dengan solar. Hal tersebut disebabkan oleh sifat dari minyak nabati yang memiliki viskositas tinggi dan volatilitas rendah sehingga menghasilkan kualitas atomisasi dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang kurang baik. Ukuran butiran atomisasi yang besar dapat meningkatkan jumlah deposit karbon sebagai akibat dari tidak sempurnanya proses pembakaran. Gambar 17 dan Gambar 18 memperlihatkan perbandingan kondisi permukaan piston dan kepala silinder. Setelah pengoperasian selama 50 jam, permukaan piston dan kepala silinder menjadi tertutupi karbon sisa hasil pembakaran. Hal ini dapat menyebabkan beberapa kerugian seperti peningkatan suhu operasi mesin akibat adanya insulasi ruang pembakaran, proses pembakaran bahan bakar yang terlalu dini, dan pada akhirnya menurunkan kinerja dari motor bakar diesel tersebut. Karbon yang menempel pada piston dan kepala silinder saat menggunakan bahan bakar nyamplung juga terlihat menggumpal, lebih basah dan 31

58 lebih lengket jika dibandingkan dengan saat menggunakan solar sehingga sulit untuk dibersihkan. Karbon pada kepala silinder saat menggunakan minyak nyamplung terkonsentrasi di sekitar saluran penguhubung antara ruang pembakaran awal dan silinder. (a) (b) (c) Konsentrasi penumpukan karbon pada piston Gambar 17. Perbandingan tampilan piston; (a) kondisi baru, (b) setelah pengujian menggunakan solar, dan (c) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung. Konsentrasi penumpukan karbon pada kepala silinder (a) (b) (c) Gambar 18. Perbandingan tampilan kepala silinder; (a) kondisi baru, (b) setelah pengujian menggunakan solar, dan (c) setelah pengujian menggunakan minyak nyamplung. d. Pengukuran Massa Karbon Massa karbon yang terdapat pada injektor, piston, dan kepala silinder dapat dilihat pada Gambar 19. Dari grafik tersebut terlihat bahwa massa karbon pada 32

59 Massa (mg) komponen injektor saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar 40.3 mg, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar solar, yaitu 38.7 mg. Perbedaan diantara keduanya relatif sangat kecil, yaitu sebesar 1.6 mg. Massa karbon pada komponen piston saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung sebesar mg, sedangkan saat menggunakan bahan bakar solar sebesar mg. Ini berarti massa karbon saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih sedikit 161 mg dibandingkan bahan bakar solar. Untuk komponen kepala silinder juga berlaku demikian, pada saat menggunakan minyak nyamplung sebesar mg dan bahan bakar solar mg, sehingga perbedaannya menjadi mg. Secara keseluruhan massa karbon yang dihasilkan pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih rendah 23.51% dibandingkan dengan bahan bakar solar Injektor Piston Kepala Silinder Total Solar Minyak Nyamplung Gambar 19. Massa karbon pada komponen motor bakar diesel Pengukuran massa karbon dilakukan untuk menganalisa kualitas pembakaran suatu jenis bahan bakar. Secara umum, semakin sempurna suatu proses pembakaran, maka karbon yang dihasilkan pun akan semakin sedikit, karena semakin banyak atom C yang berasal dari bahan bakar (hidrokarbon) yang bereaksi dengan atom O yang berasal dari udara (oksigen) dan menghasilkan CO 2. Namun pada kasus penggunaan minyak nyamplung ini, hal tersebut belum tentu menunjukkan bahwa pembakaran minyak nyamplung lebih sempurna jika dibandingkan dengan solar karena massa karbonnya yang lebih sedikit. Jumlah karbon minyak nyamplung yang lebih sedikit dibandingkan solar disebabkan oleh 33

60 adanya sejumlah bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang pembakaran yang tidak ikut terbakar. Hal ini terlihat dari adanya sebagian minyak nyamplung yang keluar bersama gas buang melalui saluran pembuangan. Selain itu, penumpukan karbon pada penggunaan bahan bakar minyak nyamplung memiliki karakteristik yang berbeda dengan penggunaan bahan bakar solar, dimana karbon pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung bersifat lebih basah, menggumpal, dan melekat erat pada permukaan logam komponen motor bakar diesel, sedangkan karbon pada saat menggunakan bahan bakar solar berbentuk butiran atau serbukserbuk halus. Fenomena ini dapat terjadi akibat proses pengkabutan atau atomisasi minyak nyamplung yang kurang baik sehingga dihasilkan butiran-butiran minyak nyamplung yang berukuran besar dan sulit terbakar oleh panas hasil kompresi pada ruang pembakaran. Ini dibuktikan oleh hasil penelitian Desrial et al (2010) yang menyatakan bahwa minyak nyamplung memiliki kualitas atomisasi yang lebih rendah dibanding solar, dilihat dari segi diameter dan sudut penyemprotan yang dihasilkan. Rendahnya kualitas atomisasi ini menyebabkan bahan bakar nyamplung lebih sulit terbakar dibanding solar, sehingga menghasilkan massa karbon yang relatif lebih sedikit dibanding solar. Berkaitan dengan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, proses pengkabutan yang kurang baik ini dipengaruhi oleh kualitas pemanasan minyak nyamplung sebelum diinjeksikan ke dalam silinder. Jika suhu minyak nyamplung jauh di bawah suhu pemanasan optimumnya (110 C), maka nilai viskositasnya masih cukup tinggi, sehingga akan semakin sulit untuk dikabutkan. Selain karena proses pemanasan minyak nyamplung dan kualitas pengkabutan yang rendah, jumlah penumpukan karbon juga dipengaruhi oleh karakteristik bahan bakar yang digunakan. Minyak nyamplung memiliki nilai kalor dan bilangan setana yang lebih rendah sehingga menghasilkan kualitas pembakaran yang lebih rendah pula dibanding solar. e. Analisa Kualitas Pelumas Pelumas motor bakar diesel akan mengalami perubahan sifat fisika dan kimia selama beroperasi. Perubahan yang terjadi bergantung pada kondisi operasi motor bakar diesel, jenis bahan bakar dan pelumas yang digunakan, serta lama 34

61 pengoperasiannnya. Proses pengambilan sampel pelumas dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Pengambilan sampel pelumas baru 10 jam 20 jam 30 jam 40 jam 50 jam (a) baru 10 jam 20 jam 30 jam 40 jam 50 jam (b) Gambar 21. Sampel pelumas motor bakar diesel; (a) pelumas saat motor bakar diesel menggunakan bahan bakar solar; (b) pelumas saat motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Gambar 21 menunjukkan tampilan pelumas motor bakar diesel pada saat pengujian daya tahan. Interval waktu pengambilan sampel tersebut adalah setiap 10 jam sekali. Warna pelumas akan semakin hitam dan pekat dengan bertambahnya jam operasi mesin. Warna pelumas yang hitam dan pekat tidak selalu menunjukkan bahwa pelumas tersebut memiliki kualitas yang buruk, justru 35

62 Viskositas (cst) pelumas dengan warna hitam dan pekat menunjukkan bahwa pelumas tersebut telah bekerja untuk membersihkan dan mengikat jelaga ataupun sisa-sisa hasil pembakaran agar tidak menggumpal dan menempel pada komponen-komponen motor bakar diesel. e. 1. Viskositas Viskositas pelumas dapat diartikan sebagai resistansi pelumas untuk mengalir. Pada prakteknya, viskositas pelumas sangat dipengaruhi oleh suhu operasi motor bakar diesel. Pada suhu operasi motor bakar diesel yang tinggi, viskositas pelumas tidak boleh terlalu rendah karena lapisan pelumas yang berada di antara dua komponen mesin yang bergerak akan sobek dan terjadilah kontak antara komponen-komponen tersebut sehingga menyebabakan terjadinya keausan. Pada Gambar 22 dapat dilihat perubahan nilai viskositas pelumas pada suhu 100 C. Pada kondisi baru, viskositas pelumas pada suhu 100 C sebesar cst. Setelah digunakan selama 50 jam operasi, nilainya bertambah menjadi cst untuk bahan bakar solar dan cst untuk bahan bakar minyak nyamplung. Pada penggunaan bahan bakar solar, viskositas pelumas mengalami peningkatan sebesar 5.69%, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, nilainya meningkat sebesar 18.13%. Perubahan nilai viskositas ini masih dalam ambang batas yang diizinkan menurut SNI , yaitu sebesar cst Jam ke- Max Min P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum viskositas pelumas (SNI ) Min = Ambang batas minimum viskositas pelumas (SNI ) Gambar 22. Perubahan nilai viskositas pelumas pada suhu 100 C 36

63 Kenaikan nilai viskositas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, penyebab utamanya adalah proses oksidasi dan polimerisasi pelumas akibat suhu operasi motor bakar diesel yang sangat tinggi, dan penyebab lainnya adalah terkontaminasi dengan bahan bakar dan sisa hasil pembakaran, serta penurunan fungsi zat aditif pada pelumas. Menurut Majuni (2006), degradasi pelumas mesin dapat dipengaruhi adanya kontaminasi biodiesel. Sebagaimana diketahui bahwa biodiesel mengandung senyawa ester yang sebagian terdiri dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dikenal rentan terhadap reaksi oksidasi dan polimerisasi. Reaksi polimerisasi pada asam lemak menjadi salah satu penyebab terjadinya gumpalan dan pengentalan pada pelumas. Jika dibiarkan terus-menerus, pengentalan pelumas dapat memperberat kerja motor bakar diesel. Semakin tinggi kandungan ikatan tak jenuh atau ikatan rangkap dalam asam lemak, semakin tinggi bilangan iodin dan semakin rentan terhadap reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang diikuti dengan reaksi polimerisasi akan menghasilkan molekul lebih besar yang dapat menggumpal dan meningkatkan kekentalan. Jika bilangan iodin meningkat, gumpalan atau deposit ruang pembakaran juga meningkat. e. 2. Total Base Number (TBN) TBN merupakan suatu karakteristik kimia yang menunjukkan alkalinitas pelumas untuk menetralisir asam, baik asam hasil oksidasi pelumas, maupun asam yang terbentuk selama proses pembakaran dan mengkontaminasi pelumas. Semakin besar nilai TBN maka semakin besar pula kemampuan deterjensi, dispersi, dan netralisasi asam hasil oksidasi yang dapat menyebabkan korosi. Pelumas harus mengandung deterjen di dalamnya untuk menetralkan asam-asam mineral yang terjadi akibat reaksi hasil pembakaran bahan bakar seperti SO 3, SO 2, dan H 2 O yang masuk ke dalam ruang pelumas dan menjadi H 2 SO 4. Asam ini bersifat korosif dan dapat merusak logam atau alloy dari bagian atau komponen motor bakar diesel. Dengan adanya deterjen yang bersifat basa, maka asam sulfat yang terbentuk dapat dinetralkan. Selain itu deterjen juga dapat membersihkan kotoran yang menempel pada komponen mesin. Pada Gambar 23 bisa dilihat perubahan TBN selama 50 jam motor bakar diesel beroperasi. 37

64 TBN (mg KOH/g) Perubahan TBN cenderung fluktuatif, namun nilai akhirnya lebih rendah dari kondisi baru, yaitu sebesar mg KOH/g. Setelah pemakaian selama 50 jam, nilai TBN menjadi mg KOH/g untuk bahan bakar solar atau turun sebesar 2.32% dan mg KOH/g untuk bahan bakar minyak nyamplung atau turun sebesar 1.36%. Berdasarkan SNI , nilai TBN kedua pelumas tersebut masih memenuhi batas yang diizinkan yaitu minimal sebesar 6.0 mg KOH/g Jam ke- Min P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Min = Ambang Batas minimum TBN (SNI ) Gambar 23. Perubahan Total Base Number (TBN) pada pelumas Yuksek et al (2009) pernah meneliti tentang pengaruh penggunaan bahan bakar biodiesel dari rapeseed oil selama 150 jam terhadap nilai TBN dan TAN pelumas. Dari hasil penelitiannya, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 24, TBN pelumas mengalami penurunan seiring bertambahnya jam operasi motor bakar diesel sedangkan TAN berlaku sebaliknya. Penurunan nilai TBN dan kenaikan nilai TAN yang terjadi pada penggunaan biodiesel lebih besar dibandingkan dengan solar. Ini disebabkan oleh sifat dari minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel yang lebih mudah teroksidasi sehingga kandungan asam yang mengkontaminasi pelumas lebih tinggi (Yuksek et al, 2009). Aditif basa pada pelumas berfungsi menetralkan kondisi asam yang terbentuk akibat proses pembakaran (utamanya asam sulfurik dan asam nitrit), 38

65 asam organik dari hasil oksidasi pelumas, dan proses penuaan (aging). TBN pelumas menunjukkan kemampuan pelumas dalam menetralkan kondisi keasaman pada mesin. Pemilihan nilai basa pelumas untuk suatu mesin disesuaikan dengan pertimbangan jenis bahan bakar yang dipakai, kandungan sulfur, dan desain mesin itu sendiri. Penurunan nilai basa pelumas bekas pakai (used oil) dari hasil analisa pelumas menunjukkan degradasi aditif basa terhadap polutan asam serta indikasi kelayakan penggunaan kembali pelumas tersebut. Gambar 24. Nilai TBN dan TAN pelumas saat menggunakan solar (D) dan biodiesel minyak rapa (B100) (Yuksek et al, 2009) Pelumas secara terus-menerus bereaksi dengan udara di atmosfer dengan membentuk oksidan organik yang bersifat asam. Dalam suhu ruangan, reaksi ini berjalan sangat lambat dan sedikit sekali berpengaruh pada pelumas. Pada suhu operasi motor bakar diesel yang lebih tinggi, laju reaksi berjalan sangat cepat. Pelumasan komponen mesin yang bergesekan adalah contoh nyata kondisi tersebut, dimana suhu kerja di antara pelumas dan logam sangat tinggi, berbeda dengan bagian lain yang tidak bergesekan. Kondisi ini akan lebih buruk bila pelumas telah terkontaminasi dengan polutan padat, air, oksigen, dan bahan bakar. Polutan hasil oksidasi serta asam organik tidak mudah bereaksi dengan aditif TBN sehingga secara umum dapat meningkatkan kekentalan pelumas serta melapisi dan 39

66 Abu sulfat (%massa) menempel pada komponen motor bakar diesel. Dampak tersebut dapat diminimalisir dengan penerapan teknologi penyaringan yang baik. e. 3. Kandungan Abu Sulfat Kandungan abu sulfat merupakan residu yang tidak dapat terbakar yang terkadung di dalam pelumas. Aditif deterjen pelumas yang mengandung logam derivatif seperti senyawa kalsium, magnesium, dan seng merupakan sumber terbentuknya abu. Senyawa logam organik ini membentuk sifat alkalinitas atau yang biasa disebut TBN. Kandungan abu yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan abu dan mengganggu kinerja motor bakar diesel, namun di sisi yang lain, kandungan abu sulfat turut berperan dalam menjaga stabilitas oksidasi pelumas Jam ke- Min P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Min = Ambang batas minimum kandungan abu sulfat (SNI ) Gambar 25. Kandungan abu sulfat pada pelumas Gambar 25 menunjukkan kandungan abu sulfat pada pelumas. Karakteristik kandungan abu sulfat ini berkaitan dengan TBN yang menunjukkan kuantitas aditif deterjen di dalam pelumas, khususnya aditif Ca (Kalsium), Mg (Magnesium), dan Zn (Seng). Aditif Ca berasal dari senyawa deterjen yang berfungsi untuk menetralisir asam yang terjadi dari hasil pembakaran dan mencegah serta membersihkan kotoran. Mg berfungsi sebagai dispersan untuk mendispersikan kotoran agar tidak menggumpal. Sedangkan Zn berasal dari senyawa aditif yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti keausan. Kandungan 40

67 Na (ppm) Si (ppm) abu sulfat pelumas pada saat pengujian dengan bahan bakar solar mengalami peningkatan sebesar 8.18% dari 1.10 %massa menjadi 1.19 %massa, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, nilainya meningkat sebesar 29.09%, dari kondisi awal 1.10 %massa menjadi 1.42 %massa. Kedua nilai tersebut masih di atas ambang batas yang diizinkan menurut SNI , yaitu minimal sebesar 0.70 %massa. e. 4. Kandungan Kontaminan (Na dan Si) Gambar 26a dan 26b memperlihatkan kandungan Natrium (Na) dan Silikon (Si) pada pelumas. Kandungan Na pada pelumas baru sebesar 1 ppm, sedangkan Si sebesar 14 ppm. Setelah beroperasi selama 50 jam menggunakan bahan bakar solar dan minyak nyamplung, kandungan Na pada pelumas meningkat menjadi 9 ppm dan Si menjadi 22 ppm yang berlaku untuk kedua jenis bahan bakar. Angka tersebut masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan, yaitu sebesar 50 ppm untuk Na dan 45 ppm untuk Si (PT Petrolab Services) Max Max Jam ke Jam ke- P-1 P-2 (a) P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum (PT Petrolab Services) Gambar 26. Kandungan Na dan Si pada pelumas Kandungan Na dan Si berhubungan dengan kontaminasi yang berasal dari partikel debu atau kotoran yang masuk ke dalam ruang pembakaran, kemudian terbawa ke crankcase dan mengkontaminasi pelumas. Partikel Si juga bisa berasal dari komponen motor bakar diesel yang materialnya mengandung Si. e. 5. Kandungan Logam Besi (Fe) merupakan salah satu material utama yang digunakan untuk membuat komponen-komponen motor bakar diesel. Oleh karena itu, kandungan besi pada pelumas umumnya memiliki nilai yang paling tinggi di antara logamlogam lainnya. Pada Gambar 27a terlihat bahwa kandungan Fe mengalami (b) 41

68 Fe (ppm) Cu (ppm) peningkatan dari kondisi awal sebesar 8 ppm menjadi 116 ppm untuk bahan bakar solar dan 499 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung. Khusus untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, nilai kandungan Fe jauh melampaui batas maksimum kandungan Fe pada pelumas, yaitu sebesar 125 ppm (PT Petrolab Services). Pada saat penggunaan bahan bakar solar, kandungan logam mencapai batasnya setelah jam pengoperasian, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung, kandungan melebihi nilai maksimumnya sebelum melewati 10 jam operasi. Ini mengindikasikan terjadinya keausan yang cukup tinggi di antara komponen-komponen motor bakar diesel saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Dari Tabel 8, komponenkomponen motor bakar diesel yang mengalami keausan yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan logam Fe adalah cam shaft, crank shaft, cylinder wall, exhaust valve, piston, rings, dan gear Max Jam ke- P-1 P Max Jam ke- P-1 P-2 (a) Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum (PT Petrolab Services) Gambar 27. Kandungan Fe dan Cu pada pelumas Menurut Richard et al (2009), penggunaan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati dapat meningkatkan laju reaksi korosi pada permukaan logam yang mengalami kontak dengan asam lemak. Semakin tidak jenuh suatu asam lemak atau semakin banyak ikatan rangkapnya maka akan semakin rentan terhadap reaksi oksidasi dan laju reaksi korosi pun akan semakin meningkat. Minyak nyamplung sebagian besar terdiri atas asam lemak tak jenuh berupa asam oleat dengan ikatan rangkap 1 (C18:1) dan asam linoleat dengan ikatan rangkap 2 (C18:2). Dengan demikian penggunaan minyak nyamplung akan memperbesar peluang terjadinya korosi pada permukaan logam. Korosi ini membuat permukaan (b) 42

69 Al (ppm) Cr (ppm) logam menjadi semakin kasar, sehingga apabila terjadi kontak atau gesekan antara dua permukaan logam yang telah terkorosi, akan mengakibatkan keausan lebih tinggi. Itulah sebabnya pada saat penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, tingkat keausan logam yang terkandung di dalam pelumas cenderung lebih tinggi dibandingkan solar. Kandungan logam Cu pada pelumas mengalami kenaikan dari kondisi awal 2 ppm menjadi 7 ppm untuk bahan bakar solar dan 42 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 27b, sedangkan ambang batas yang diizinkan untuk logam Cu sebesar 35 ppm (PT Petrolab Services). Penggunaan bahan bakar minyak nyamplung melewati ambang batas kandungan Cu, ini mengindikasikan terjadi keausan yang cukup tinggi. Nilai kandungan logam Cu yang tinggi menunjukkan keausan pada komponen journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, dan wrist pinbushing. Tabel 8. Indikator keausan komponen motor bakar diesel Logam Indikasi keausan komponen cam shaft, crank shaft, cylinder wall, exhaust valve, Besi (Fe) oil pump, piston, ring, gears journal bearing, bushing, thrust washer, valve guides, Tembaga (Cu) wrist pin-bushing piston, bearing, thrust washer, housing/castings, Alumunium (Al) oil pump, oil pump bushing, wrist pin-bushing Cromium (Cr) cylinder wall, exhaust valve, rings Sumber: Oil Analyzers Inc Max Jam ke Max Jam ke- P-1 P-2 (a) P-1 P-2 (b) Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum (PT Petrolab Services) Gambar 28. Kandungan Al dan Cr pada pelumas 43

70 Gambar 28a menunjukkan kandungan logam pada pelumas motor bakar diesel. Logam Al mengalami kenaikan dari kondisi awal sebesar 4 ppm menjadi 17 ppm untuk bahan bakar solar dan 40 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung, dengan ambang batas maksimum sebesar 25 ppm (PT Petrolab Services). Peningkatan kandungan logam Al pada penggunaan bahan bakar minyak nyamplung melebihi ambang batas yang diizinkan. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi keausan cukup tinggi pada komponen piston, bearing, thrust washer, housing/casting, oil pump, oil pump bushing, dan wrist pin-bushing. Pada Gambar 28b terlihat bahwa logam Cr mengalami kenaikan dari 2 ppm menjadi 26 ppm untuk bahan bakar solar dan 13 ppm untuk bahan bakar minyak nyamplung dengan batas maksimum 15 ppm (PT Petrolab Services). Kandungan logam Cr melebihi ambang batas yang diizinkan pada penggunaan bahan bakar solar, ini mengindikasikan terjadinya keausan pada komponen cylinder wall, exhaust valve, dan piston rings. Dari keempat jenis logam tersebut dapat dikatakan bahwa bahan bakar minyak nyamplung secara umum menghasilkan tingkat keausan yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Keausan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tingkat kekasaran permukaan logam yang masih sangat tinggi, kontaminasi kotoran dan air, serta korosi pada permukaan logam. Minyak nyamplung memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang sangat dominan (asam oleat dan asam linoleat), dimana asam lemak tersebut sangat rentan terhadap reaksi oksidasi yang menyebabkan terbentuknya asam organik. Kandungan asam organik hasil pembakaran dan oksidasi minyak nyamplung berpengaruh terhadap tingkat keasaman (ph) pelumas. Hasil pengukuran ph pelumas diperlihatkan oleh Gambar 28. Pelumas mengalami penurunan ph dari kondisi awal sebesar 7.35 menjadi 5.90 untuk bahan bakar solar dan 5.66 untuk bahan bakar minyak nyamplung. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penurunan ph yang terjadi pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih besar dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. 44

71 ph Jam ke- P-1 P-2 Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Gambar 29. Penurunan ph pelumas Menurut hasil penelitian Mitsutake et al (1991) pada Gambar 29, semakin rendah ph pelumas maka semakin tinggi juga tingkat keausan pada komponenkomponen motor diesel. Hal tersebut terlihat dari kandungan logam Fe pada pelumas yang semakin meningkat seiring dengan menurunnya nilai ph. Keterangan: TBN = Total Base Number SAN = Strong Acid Number Gambar 30. Hubungan antara ph pelumas dengan kandungan logam Fe pada pelumas (Mitsutake et al, 1991) Pelumas yang bersifat asam dapat meningkatkan laju reaksi oksidasi permukaan logam yang menjadi awal terjadinya proses korosi. Peristiwa korosi 45

72 Nitration (Abs/0.1 mm) Sulfation (Abs/0.1 mm) Soot (Abs/0.1 mm) Oxidation (Abs/0.1 mm) pada kondisi asam, yakni pada kondisi ph < 7 semakin besar, karena adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode suatu logam, yaitu: 2H + (aq) + 2e - H 2 Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak atom logam yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam semakin besar. Korosi menyebabkan permukaan logam komponen-komponen motor diesel seperti dinding silinder dan piston menjadi lebih kasar. Permukaan logam tersebut akan saling bergesekan selama motor diesel beroperasi, sehingga terjadi proses keausan yang cukup tinggi dari masing-masing komponen motor diesel tersebut. e. 6. Kandungan jelaga, bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi Jam ke- Max Jam ke- Max P-1 P-2 P-1 P-2 (a) (b) Max Jam ke Jam ke- Max P-1 P-2 P-1 P-2 (c) (d) Keterangan: P-1 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan solar P-2 = Pelumas pada saat mesin beroperasi menggunakan minyak nyamplung Max = Ambang batas maksimum (PT Petrolab Services) Gambar 31. Kandungan jelaga, oksidasi, nitrasi, dan sulfasi pada pelumas Jelaga (soot) merupakan residu hasil proses pembakaran yang tidak sempurna. Residu ini kemudian tersuspensi oleh aditif pelumas dan biasanya menyebabkan warna pelumas menjadi lebih gelap dan cenderung hitam. Ketika jelaga terbentuk, maka kemampuan aditif pelumas menjadi menurun dan menyebabkan peningkatan viskositas pelumas. Konsentrasi jelaga yang cukup tinggi dalam pelumas dapat menyebabkan kerusakan akibat terhalangnya 46

73 permukaan kontak pelumasan. Pada Gambar 31a terlihat bahwa kandungan jelaga mengalami peningkatan selama 50 jam motor bakar diesel beroperasi. Kondisi awal pelumas tidak menunjukkan adanya kandungan jelaga, namun setelah 50 jam beroperasi nilainya menjadi 0.15 abs/0.1mm untuk bahan bakar solar dan 0.16 abs/0.1mm untuk bahan bakar minyak nyamplung, dengan ambang batas maksimum sebesar 0.8 abs/0.1mm (PT Petrolab Services). Pelumas akan kehilangan fungsinya atau terdegradasi jika dipanaskan pada suhu yang tinggi dan mengalami kontak dengan udara secara terus-menerus. Pelumas yang terdegradasi secara kimia dapat disebabkan oleh proses oksidasi, nitrasi, dan sulfasi. Akibat dari degradasi ini mengakibatkan sifat keasaman pelumas meningkat yang ditunjukkan oleh nilai Total Acid Number (TAN). Perubahan sifat kimia ini juga mengakibatkan perubahan sifat fisik pelumas, yaitu meningkatnya viskositas dari pelumas. Perubahan sifat kimia tersebut dapat menghasilkan asam yang dapat mengakibatkan korosi pada komponen-komponen motor bakar diesel. Oksidasi terjadi saat molekul oksigen secara kimiawi bersatu dengan molekul-molekul pelumas. Reaksi kimia ini dapat dipercepat oleh suhu pelumas yang tinggi. Oksidasi mengakibatkan pembentukan asam serta penebalan lapisan film yang ditandai dengan meningkatnya viskositas, sehingga secara umum dapat menurunkan kualitas pelumasan. Dari Gambar 31b terlihat bahwa oksidasi pelumas mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 0 abs/cm menjadi 0.04 abs/cm untuk bahan bakar solar dan 0.41 abs/0.1mm untuk bahan bakar minyak nyamplung, dengan ambang batas maksimum sebesar 0.5 abs/0.1mm (PT Petrolab Services). Pelumas memiliki fungsi untuk mengurangi friksi yang terjadi antara dua komponen yang bergerak. Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas. Semua pelumas akan teroksidasi bila mengalami kontak dengan oksigen dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang lama. Tingkat oksidasi yang terjadi dapat sangat besar, tergantung oleh beberapa faktor seperti temperatur, masa pemakaian, jumlah katalis, komposisi pelumas, dan kontaminasi pelumas. Temperatur yang sangat tinggi pada umumnya menjadi penyebab utama terjadinya oksidasi. Pada temperatur yang tinggi pelumas akan 47

74 teroksidasi oleh oksigen dan menghasilkan senyawa asam organik yaitu asam karboksilat. Bila pelumas teroksidasi, oksigen akan bereaksi dengan molekul pelumas dan membentuk tiga jenis produk, yaitu asam, lumpur oksidasi, dan lacquer. Asam yang terbentuk dari proses oksidasi pelumas dapat menyebabkan korosi. Selain itu lumpur oksidasi yang merupakan hasil dari polimerisasi molekul pelumas dapat terlihat dari meningkatnya viskositas pelumas. Jika pelumas terlalu lama digunakan dan mengalami proses oksidasi maka pelumas akan menjadi sangat kental pada suhu yang rendah dan akan menyebabkan kerja mesin semakin berat. Pelumas yang telah teroksidasi juga dapat melapisi atau menempel pada permukaan logam sehingga menghalangi proses pendinginan mesin. Renaldi (2009) menyatakan bahwa oksidasi adalah suatu proses yang dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Asam lemak pada umumnya bersifat reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul. Sebagai contoh, asam linoleat lebih mudah teroksidasi daripada asam oleat pada kondisi yang sama. Di samping itu variasi stabilitas asam lemak terhadap oksidasi dipengaruhi juga oleh sumber asam lemak. Dibandingkan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, minyak nabati memiliki stabilitas oksidasi lebih rendah. Kerusakan minyak dan lemak karena oksidasi diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, auto-oxidation, terjadi apabila lemak dan minyak terpapar udara pada temperatur ruang dan proses oksidasi terjadi secara perlahan-lahan sehingga peroksida akan terakumulasi di dalam minyak atau lemak. Kedua, thermal oxidation, adalah suatu fenomena dimana laju reaksi oksidasi meningkat pada minyak karena temperatur yang tinggi. Produknya selain hidrogen peroksida juga berupa komponen karbonil seperti aldehid atau polimer sehingga kekentalannya meningkat. Stabilitas oksidasi merupakan parameter yang penting karena sangat berpengaruh terhadap operasional mesin, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Proses nitrasi terjadi ketika pelumas dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi dan mengalami kontak langsung dengan udara atau gas yang mengandung oksigen dan nitrogen. Senyawa nitrogen berasal dari gas hasil pembakaran yang masuk ke dalam crankcase. Sebagai akibatnya pelumas menjadi lebih asam dan membuat pelumas menjadi lebih kental. Proses nitrasi merupakan penyebab utama 48

75 terbentuknya lacquer yang menyebabkan tidak sesuainya waktu penyalaan. Pada Gambar 31c terlihat bahwa nitrasi pelumas mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 0 abs/0.1mm menjadi 0.04 abs/0.1mm untuk bahan bakar solar dan 0.09 abs/0.1mm untuk bahan bakar minyak nyamplung, dengan ambang batas maksimum sebesar abs/0.1mm (PT Petrolab Services). Komponen sulfur umumnya ditemui pada minyak mentah dan terkadang juga digunakan sebagai salah satu bahan aditif pelumas. Produk hasil proses sulfasi terbentuk karena pelumas mengalami kontak dengan sulfur, baik yang berasal dari bahan bakar maupun dari gas hasil pembakaran dan membentuk asam sulfat. Sifat dari asam sulfat ini adalah mendegradasi pelumas dan menghasilkan sludge. Pada Gambar 31d terlihat bahwa sulfasi pelumas saat menggunakan bahan bakar solar nilainya tetap atau sama dengan kondisi awal sebesar 0 abs/0.1mm, sedangkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung nilainya meningkat menjadi 0.12 abs/0.1mm. Namun nilai sulfasi tersebut masih di bawah ambang batas maksimum, yaitu sebesar 0.5 abs/0.1mm (PT Petrolab Services). Walaupun pada kondisi operasi yang terbaik, pelumas tetap mempunyai batas umur, hal ini dikarenakan pelumas selalu mengalami kontak dengan oksigen, panas, dan gas hasil pembakaran. Peristiwa oksidasi pada pelumas dapat menurunkan mutu pelumas itu sendiri, karena pada proses oksidasi akan terbentuk asam organik, sehingga pelumas yang teroksidasi akan mengalami perubahan sifat fisika-kimia seperti kenaikan nilai viskositas dan bilangan asam, sehingga akan terjadi korosi, pembentukan lumpur (sludge), dan kenaikan nilai absorbansi gugus karbonil, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pelumasan. f. Prediksi Umur Pelumas Monitoring sifat fisika-kimia pelumas digunakan untuk menentukan degradasi kualitas pelumas. Perubahan terhadap sifat fisika-kimia pelumas yang telah dipakai dapat dijadikan sebagai parameter dari kerusakan atau degradasi yang disebabkan proses oksidasi dan kontaminasi. Sifat-sifat tersebut digunakan sebagai dasar penentuan batas peringatan pemakaian pelumas dan untuk memonitor kondisi dari komponen mesin. Prediksi umur pelumas motor bakar diesel dilakukan dengan melakukan analisis regresi pada data hasil pengukuran sifat fisika-kimia pelumas untuk 49

76 memperoleh persamaan regresi. Umur pelumas diperoleh dengan memasukkan nilai ambang batas parameter fisika-kimia pelumas pada variabel tak bebas persamaan regresi sehingga dapat diketahui umur atau jam pemakaian pelumas saat mencapai nilai ambang batas tersebut melalui nilai variabel bebas pada persamaan regresi. Parameter yang akan dijadikan acuan untuk prediksi umur pelumas adalah nilai viskositas, TBN, kadar kontaminan, kandungan logam, kandungan jelaga, bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi. Viskositas merupakan salah satu sifat yang paling penting dari suatu pelumas, karena fungsi utama pelumas untuk meminimalisir kontak antar logam bergantung pada nilai viskositasnya. Viskositas pelumas memiliki kemungkinan untuk meningkat maupun menurun. Penurunan dan peningkatan viskositas berkaitan dengan kontaminasi, degradasi termal, dan oksidasi yang dialami pelumas. Menurut Majuni (2006), overheating atau degradasi termal terjadi ketika base oil mengalami kontak dengan permukaan yang sangat panas dalam saluran pelumas, atau dalam kata lain terjadinya kontak dengan temperatur tinggi dalam waktu yang lama. Akibat dari overheating ini molekul base oil mengalami kerusakan atau terjadi proses pemutusan rantai karbon menjadi molekul-molekul hidrokarbon yang lebih kecil. Kontaminasi pada pelumas disebabkan oleh sisa hasil pembakaran maupun debu yang masuk ke dalam ruang pembakaran. Gambar 32 memperlihatkan trendline dari hasil pengukuran viskositas. Untuk penggunaan bahan bakar solar (P-1), diperoleh persamaan y (P-1) = x dengan nilai R 2 = Untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung (P-2), persamaan yang didapatkan adalah y (P-2) = x dengan nilai R 2 = Trend yang terjadi cenderung mengalami kenaikan, sehingga jika nilai ambang batas maksimum nilai viskositas sebesar 16.3 cst dimasukkan pada persamaan tersebut, maka umur pelumasnya menjadi 227 jam untuk bahan bakar solar dan 82 jam untuk bahan bakar minyak nyamplung. 50

77 Viskositas (cst) y (P-1) = x R² (P-1) = y (P-2) = x R² (P-2) = Jam ke- P-1 P-2 Linear (P-1) Linear (P-2) Gambar 32. Regresi linier data viskositas pelumas Dengan cara yang sama, analisis regresi sifat fisika-kimia pelumas dilakukan untuk mengetahui umur atau jam penggantian pelumas. Hasil analisis regresi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis regresi sifat fisika-kimia pelumas Parameter Viskositas kinematik pada 100 C (cst) Total Base Number (mg KOH/g) Kontaminan (ppm) kandungan logam (ppm) FTIR (Abs/0.1mm) Na Si Fe Cu Al Cr Jelaga Oksidasi Nitrasi Sulfasi Persamaan regresi R 2 Umur pelumas (jam) P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P-1 y = x P-2 y = x P P-2 y = x

78 Pada Tabel 9, secara umum dapat terlihat bahwa umur pelumas lebih singkat pada saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung jika ditinjau dari segi degradasi kualitas pelumasan yang terjadi. Pada saat menggunakan bahan bakar solar selama 50 jam, parameter sifat fisika-kimia yang melebihi ambang batas adalah kandungan logam besi (Fe) dan kromium (Cr), dimana masing-masing umur penggantian pelumasnya adalah jam dan jam. Jika dilihat dari material penyusun komponen motor bakar diesel, maka kandungan logam Fe dan Cr tersebut berasal dari bagian dinding silinder yang memang masih memiliki tingkat kekasaran permukaan cukup tinggi, karena motor bakar diesel pada saat beroperasi menggunakan bahan bakar solar masih dalam kondisi baru. Untuk pengoperasian motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung selama 50 jam, parameter sifat fisika-kimia yang melebihi ambang batas terdapat pada kandungan logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan alumunium (Al), sedangkan untuk parameter yang lain masih dalam ambang batas yang diizinkan. Kandungan ketiga logam yang melebihi ambang batas menyebabkan umur penggantian pelumas menjadi sangat singkat, yaitu jam akibat nilai kandungan logam Fe, jam akibat nilai kandungan Cu, dan jam akibat kandungan logam Al. Tingginya kandungan logam tersebut sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, disebabkan oleh kondisi beberapa komponen diesel yang masih baru seperti injektor, piston, ring piston, dan kepala silinder. Selain karena kondisi yang masih baru, keausan juga terjadi akibat kondisi lingkungan yang cenderung asam akibat proses oksidasi bahan bakar minyak nyamplung dan pelumas. Kondisi pelumas yang cenderung asam (ph < 7), akan memperbesar peluang terjadinya korosi pada permukaan logam, sehingga meningkatkan kekasaran permukaan logam. Permukaan logam yang kasar akan tergerus selama motor diesel beroperasi sehingga tingkat keausan logam pun akan semakin tinggi (Mitsutake et al, 1991). Dari hasil prediksi umur pelumas, maka dapat disimpulkan bahwa waktu penggantian pelumas pada kondisi mesin baru saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih singkat dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar, yaitu sebesar jam untuk bahan bakar minyak nyamplung dan jam untuk bahan bakar solar. Ini menunjukkan periode penggantian pelumas yang 52

79 lebih singkat jika dibandingkan dengan rekomendasi penggantian pelumas pada saat kondisi mesin baru, dimana penggantian pelumas dilakukan setelah motor bakar diesel beroperasi selama 50 jam. 53

80

81 V. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan 1. Motor bakar diesel dapat beroperasi dalam jangka waktu 50 jam menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Komponen-komponen utama motor bakar diesel masih dapat berfungsi dengan baik dan tampak masih terlihat normal setelah 50 jam beroperasi menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Konsumsi bahan bakar spesifik solar sebesar 0.34 liter/hp/jam dan minyak nyamplung sebesar 0.44 liter/hp/jam. 2. Massa karbon yang terdapat pada injektor, piston, dan kepala silinder saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 38.7 mg, mg, dan mg, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung sebesar 40.3 mg, mg, dan mg. Secara keseluruhan massa karbon saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih kecil 23.51% dibandingkan dengan bahan bakar solar. 3. Hasil analisa pelumas setelah motor bakar diesel beroperasi selama 50 jam menunjukkan nilai viskositas, Total Base Number (TBN), dan kandungan abu sulfat pelumas sebesar cst, mg KOH/g, 1.19 %massa untuk bahan bakar solar dan cst, mg KOH/g, 1.42 %massa untuk bahan bakar minyak nyamplung. Kandungan logam Fe, Cu, Al, dan Cr saat menggunakan bahan bakar solar sebesar 116 ppm, 7 ppm, 17 ppm, dan 26 ppm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung sebesar 499 ppm, 42 ppm, 40 ppm, dan 13 ppm. Kandungan jelaga, bilangan oksidasi, nitrasi, dan sulfasi pada pelumas saat menggunakan bahan bakar solar adalah 0.15 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, 0.04 abs/0.1 mm, dan 0 abs/0.1 mm, sedangkan untuk bahan bakar minyak nyamplung adalah 0.16 abs/0.1 mm, 0.41 abs/0.1 mm, 0.09 abs/0.1 mm, dan 0.12 abs/0.1 mm. Untuk bahan bakar solar, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Cr, sedangkan untuk penggunaan bahan bakar minyak nyamplung, parameter yang melebihi ambang batas yang diizinkan adalah kandungan logam Fe, Cu, dan Al. Secara umum, kondisi pelumas motor bakar diesel setelah beroperasi selama 50 jam menggu- 55

82 nakan bahan bakar solar masih lebih baik dibandingkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. 4. Hasil prediksi umur pelumas menunjukkan bahwa waktu penggantian pelumas pada kondisi mesin baru saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung lebih singkat dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar solar. Pada saat menggunakan bahan bakar solar, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan adalah jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan kromium (Cr) melebihi nilai ambang batas maksimumnya, sedangkan saat menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, waktu penggantian pelumas yang direkomendasikan yaitu sebesar jam, dimana pada waktu tersebut nilai kandungan logam besi (Fe) melebihi nilai ambang batas maksimumnya b. Saran 1. Pengoperasian awal (run in) perlu dilakukan sebelum pengujian daya tahan. Hal tersebut berguna untuk menyeragamkan kondisi awal pengujian, karena kondisi motor bakar diesel ataupun komponen baru masih memiliki tingkat kekasaran permukaan logam yang cukup tinggi. 2. Perlu dilakukan pengujian dalam jangka waktu yang lebih lama untuk dapat memastikan tingkat daya tahan motor bakar diesel menggunakan bahan bakar minyak nyamplung. Semakin lama jangka waktu pengujian akan semakin mencerminkan tingkat kelayakan secara teknis mengenai penggunaan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif motor bakar diesel. 3. Perlu dipastikan bahan bakar minyak nyamplung yang digunakan untuk pengujian secara keseluruhan memiliki karakteristik yang relatif seragam, karena sifat fisika-kimia minyak nyamplung sangat mempengaruhi kualitas pembakaran dan degradasi kualitas pelumas. Semakin seragam kualitas minyak nyamplung yang digunakan, maka hasilnya akan semakin objektif. 56

83 DAFTAR PUSTAKA Arifin, Y. B. M Diesel and Bio-diesel Fuel Deposits on A Hot Wall Surface. Disertation. Department of Mechanical System Engineering. Gunma University. Arismunandar, W. dan K. Tsuda Motor bakar diesel Putaran Tinggi. Pradnya Paramita: Jakarta. Baitiang, T., K. Suwannakit, T. Duangmukpanao, C. Sukjamsri, S. Topaiboul, N. Chollacoop Effects of Biodiesel and Jatropha oil on Performance, Black Smoke and Durability of Single-Cylinder Diesel Engine. Journal of Metals, Materials and Minerals. Vol.18 No.2, 2008 ( ). Balitbang Kehutanan Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan. Bogor Debaut, V. J., Y. B. Jean, S. A. Greentech Tamanol A Stimulant for Collagen Synthesis for Use in Anti Wrinkle and Anti Stretch Mark Products. Cosmetics and Toiletries Manufacture Worldwide. Greentech: St. France. Desrial, Y. A. Purwanto, Miftahuddin Rancang Bangun Elemen Pemanas Bahan Bakar Motor bakar diesel Untuk Optimalisasi Aplikasi Minyak Kelapa Murni Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Prosiding Seminar Nasional PERTETA Mataram. Desrial, Y. A. Purwanto, I. A. Kartika, J. Pitoyo, N. Wahyudi Rekayasa Sistem Penyaluran Bahan Bakar Motor bakar diesel Untuk Pemakaian Minyak Nyamplung Murni Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian, Desember 2010, Hal: Serpong. Desrial, Y. A. Purwanto, A. S. Hasibuan Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram. Prosiding Seminar Nasional PERTETA, Juli 2011, Hal: Jember. Dharmastiti, R. dkk Evaluasi Penggantian Pelumas Meditran S 40 Pada Mesin Diesel Cummins KTA 38. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) Ke-9, Oktober 2010, Halaman Universitas Sriwijaya: Palembang. Dweck, A.C. and T. Meadows Tamanu (Calophyllum inophyllum) The Africa, Asian Polynesian and Pacific Panacea. International Journal of Cosmetic Science. 24:

84 Fajar, R. dan S. Yubaidah Penentuan Kualitas Pelumasan Mesin. Jurnal MESIN Vol. 9 No. 1 Hal: Kartika, I. A., S. Fathiyah, Desrial, Y. A. Purwanto Pemurnian Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati. J. Tek. Ind. Pert. Vol. 20 (2), Majuni, L. Y Studi Biodiesel Dengan Bahan Dasar Minyak Jelantah Terhadap Pelumasan Pada Mesin Diesel. Tesis. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Indonesia: Depok. Matsutake, S., S. Ono hk, K. Maekawa, and K. Inada Evaluation Method of Lubrication by Oil Sampling from Liner Wall for Marine Diesel Engine. Bulletin of the N.I.E.S.J., Vo1. 19, No.1. Mortier, R. M Chemistry and Technology of Lubricants. 3 rd Springer: London. edition. Murni Kajian Eksperimental Pengaruh Temperatur Biodiesel Minyak Sawit Terhadap Performansi Mesin Diesel Direct Injection Putaran Konstan. Tesis. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Diponegoro: Semarang. Neale, M. J Lubrication and Reliability Handbook. Butterworth Heinemann: Boston. O Brien, C Formation Mechanisms of Combustion Chamber Deposits. Disertation. Department of Mechanical Engineering. Massachusetts Institute of Technology. Oil Analyzers Inc. User s Guide to Oil Analysis Services. Reksowardojo, I. K., dkk Comparison of Diesel Engine Characteristic Using Pure Coconut Oil, Pure Palm Oil, and Pure Jatropha Oil as Fuel. Jurnal Teknik Mesin Vol 11 No 1. Page: Renaldi, A. A., Kajian Stabilitas Oksidasi Campuran Biodiesel Minyak Jelantah-Solar dan Kinerja Motor bakar diesel. Tesis. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Indonesia: Depok. Richard, K. M. and S. McTavish Impact of Biodiesel on Lubricant Corrosion Performance. SAE International Publication. Russo, D., M. Dassisti, V. Laawlor, A. G. Olabi State of The Art of Biofuels from Pure Plant Oil. J. Renewable and Sustainable Energy 16 (2012), Rutz, D., R. Janssen Biofuel Technology Handbook. WIP Renewable Energies: Muenchen. Setiyadi, I. Kerusakan Komponen Mesin Diesel Untuk Transportasi Melalui Analisis Pelumas. M.P.I Vol. 3 No. 2,

85 SNI Klasifikasi dan Spesifikasi Pelumas Bagian 5: Minyak Lumas Motor bakar diesel Putaran Tinggi. Badan Standardisasi Nasional. Suita, E. dan Nurhasybi Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Tanaman Hutan Untuk Biofuel: Sebaran Tumbuh dan Regenerasi Alami. Jurnal Info Benih Vol 13 No 2 Desember Balai Penelitian Teknologi Perbenihan: Bogor. Sukoco, Z. Arifin Teknologi Motor bakar diesel. Alfabeta: Bandung. Yuksek, L., H. Kaleli, O. Ozener, B. Ozoguz The Effect and Comparison of Biodiesel-Diesel Fuel on Crankcase Oil, Diesel Engine Performance and Emissions. FME Transactions (2009) 37,

86

87 LAMPIRAN

88

89 Lampiran 1. Spesifikasi motor bakar diesel Dong Feng R-180 No Spesifikasi Keterangan 1 Merek/tipe Dong Feng/R Jumlah langkah 4 langkah 3 Jumlah silinder 1 silinder 4 Diameter x langkah 80 mm x 80 mm 5 Daya kontinyu 7 HP pada 2200 rpm 6 Daya maksimum 8 HP pada 2600 rpm 7 Volume silinder 402 cc 8 Rasio kompresi 21 9 Bahan bakar Solar 10 Tipe pompa injeksi Bosch 11 Sistem pembakaran Indirect injection 12 Sistem pelumasan Tekanan dan percikan 13 Tipe pompa pelumas Trikoida 14 Minyak pelumas SAE Sistem pendinginan Hopper 16 Sistem governor Mekanik 17 Dimensi 658 mm x 341 mm x 463 mm 18 Berat 70 kg 19 Starter Engkol 63

90 Lampiran 2. Karakteristik minyak nyamplung a. Karakteristik minyak nyamplung kasar (crude) Parameter Nilai Satuan Kadar asam lemak bebas % Bilangan asam mg NaOH/ Bilangan penyabunan mg KOH/g Bilangan tak tersabunkan % Bilangan iod g I 2 /100 g Bilangan peroksida meq/kg Kadar abu % Masssa jenis 0.93 g/cm 3 Viskositas dinamik 63 cp Flash point 82 C Ramsbottom residu 1.5 % berat Nilai kalor kal/g Panas jenis kal/g C Warna Hijau kehitaman - Sumber: Kartika et al (2011) b. Karakteristik minyak nyamplung murni (degummed and neutralized) Sumber: Kartika et al (2011) 64

91 Lampiran 3. Karakteristik pelumas Mesran untuk motor bakar diesel Sumber: Pertamina 65

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Pembahasan terhadap data hasil pengujian didasarkan pada hasil pengujian sifat bahan bakar yang dalam pelaksanaannya dilakukan di PetroLab Service, Rawamangun, oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER Muhammad Agus Sahbana 1), Naif Fuhaid 2) ABSTRAK Biodiesel merupakan bahan

Lebih terperinci

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP. Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP. 2308 030 028 M FIKRI FAKHRUDDIN NRP. 2308 030 032 Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP. 19570819 198701 1 001 Latar Belakang Bahan Bakar Solar Penggunaan

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R Wilviari Vekky V.R dan Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE)

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) Turmizi Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh - Medan, Buketrata,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan bahan bakar bagi penduduk di seluruh dunia semakin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil semakin menipis. Oleh karena itu banyak negara

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA PENGGUNAAN BAHAN BAKAR NABATI PADA MESIN-MESIN PERTANIAN

PELUANG DAN KENDALA PENGGUNAAN BAHAN BAKAR NABATI PADA MESIN-MESIN PERTANIAN PELUANG DAN KENDALA PENGGUNAAN BAHAN BAKAR NABATI PADA MESIN-MESIN PERTANIAN PENDAHULUAN Saat ini terdapat sejumlah masalah yang berkenaan dengan energi nasional khususnya di Indonesia, yaitu adanya kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG. Oleh: MIFTAHUDDIN F

RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG. Oleh: MIFTAHUDDIN F RANCANG BANGUN ELEMEN PEMANAS BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA UNTUK MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG Oleh: MIFTAHUDDIN F14104109 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI Oleh : PRAMUDITYA AZIZ FATIHA F14053142 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 PENGUKURAN VISKOSITAS MINYAK NYAMPLUNG Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukan kekentalan suatu fluida. semakin kental suatu fuida maka nilai viskositasnya semakin besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN 4.1 Data Hasil Pengujian Data hasil pengujian pelumas bekas yang telah dilakukan di laboratorium PT. CORELAB INDONESIA Cilandak Jakarta dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI REFINING OF CALOPHYLLUM OIL AND ITS APPLICATION AS BIOFUEL ABSTRACT

PEMURNIAN MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI REFINING OF CALOPHYLLUM OIL AND ITS APPLICATION AS BIOFUEL ABSTRACT PEMURNIAN MINYAK NYAMPLUNG DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI REFINING OF CALOPHYLLUM OIL AND ITS APPLICATION AS BIOFUEL Ika Amalia Kartika 1)*, Syelly Fathiyah 1), Desrial 2), Yohanes Aris Purwanto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN 46 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN 4.1 Data Hasil Pengujian Sampel pelumas mesin Hino model RK8JSKA-MHJ milik PT Primajasa Perdana Raya Utama di uji di Laboratorium milik PT Corelab Indonesia.

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perindustrian di Indonesia akan menyebabkan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat sehingga dibutuhkan bahan bakar alternatif lain yang dapat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II Oktober 217 Terbit 64 halaman PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Lebih terperinci

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. Ale,B.B, (2003), melakukan penelitian dengan mencampur kerosin dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil penelitian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223 PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223 Diajukan Untuk Mencapai Gelar Strata Satu (S1) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini diantaranya yaitu minyak Jarak dan minyak Kelapa. Kedua minyak tersebut memiliki beberapa karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath,

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath, BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN 4.1 Data Hasil Pengujian Data hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium PT. CORELAB INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN 1 ) 2) 2) Murni, Berkah Fajar, Tony Suryo 1). Mahasiswa Magister Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC 2009: Teknik Blending Dengan Biodiesel Sawit dan Rekayasa Kimia (Partial Hydrogenation) Rizqon Fajar, Siti Yubaidah, Muhammad Ma ruf

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER Imron Rosyadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

EKA DIAN SARI / FTI / TK

EKA DIAN SARI / FTI / TK PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI Oleh: EKA DIAN SARI 0731010031 / FTI / TK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARTHUR K.M. BINTANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

Spesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel, Minyak Solar dan Standard International

Spesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel, Minyak Solar dan Standard International Seminar Kajian Teknis dan Uji Pemanfaatan Biodiesel B-20 pada Kendaraan Bermotor dan Alat Berat Jakarta, 17 Februari 2015 Spesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Mesin diesel, minyak solar, Palm Methyl Ester, simulasi. 1. Pendahuluan

ABSTRAK. Kata kunci : Mesin diesel, minyak solar, Palm Methyl Ester, simulasi. 1. Pendahuluan Studi Perbandingan Performa Motor Diesel dengan Bahan Bakar Solar dan Palm Methyl Ester Berbasis Pada Simulasi Oleh Yahya Putra Anugerah 1), Semin Sanuri 2), Aguk Zuhdi MF 2) 1) Mahasiswa : Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar di Indonesia. Konsumsi bahan bakar solar terus meningkat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA KAJI BANDING DATA PENGUJIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA KAJI BANDING DATA PENGUJIAN 58 BAB IV HASIL DAN ANALISA KAJI BANDING DATA PENGUJIAN 4.1 Data Hasil Pengujian Sample pelumas Nissan Forklift engine QD32 milik PT. Kianis Pratama di uji di Laboratorium milik PT. Petrolab Indonesia.

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana) Poedji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai bulan Agustus 2010. Bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Bengkel

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. Grafik bhp vs rpm BHP BHP (hp) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 500 1500 2500 3500 4500 5500 Putaran Engine (rpm) tanpa hho HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. (HHO (spiral)) Grafik

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Pratama Akbar 4206 100 001 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS PT. Indonesia Power sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia Rencana untuk membangun PLTD Tenaga Power Plant: MAN 3 x 18.900

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR

ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR KELOMPOK 6: 1. YUNO PRIANDOKO 4210100060 2. ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR 4211100018 3. AYUDHIA PANGESTU GUSTI 4211100089 4. RAHMAD BAYU OKTAVIAN 4211100068 1 TEORI, FUNGSI, KARAKTERISTIK, TIPE, DAN KOMPONEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Pada penelitian ini, bahan yang digunakan dalam proses penelitian diantaranya adalah : 3.1.1. Mesin Diesel Mesin diesel dengan merk JIANGDONG R180N 4 langkah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut njeksi Burhan Fazzry, ST, MT. (), Agung Nugroho, ST., MT. Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan nformatika, Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX

KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX Ahmad Thoyib Program Study Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 83 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA FISIK DAN KIMIA BBM PERTAMINA Data Fisik dan Kimia tiga jenis BBM Pertamina diperolah langsung dari PT. Pertamina (Persero), dengan hasil uji terakhir pada tahun

Lebih terperinci

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman Biotechnology and Energy Conservation Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman 13 th Lecture Biodiesel The Aim: Students can explain

Lebih terperinci

1. Densitas, Berat Jenis. Gravitas API

1. Densitas, Berat Jenis. Gravitas API UJI MINYAK BUMI DAN PRODUKNYA 2 1. Densitas, Berat Jenis dan Gravitas API Densitas minyak adalah massa minyak persatuan volume pada suhu tertentu. Berat spesifik atau rapat relatif (relative density) minyak

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMANTAUAN KONDISI MESIN DIESEL HINO R235 RK8JSKA-MHJ MELALUI ANALISA PELUMAS. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat

TUGAS AKHIR PEMANTAUAN KONDISI MESIN DIESEL HINO R235 RK8JSKA-MHJ MELALUI ANALISA PELUMAS. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat TUGAS AKHIR PEMANTAUAN KONDISI MESIN DIESEL HINO R235 RK8JSKA-MHJ MELALUI ANALISA PELUMAS Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Muhamad

Lebih terperinci

OPTIMASI PENCAMPURAN PRODUK EKSISTING PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II (UP-II) UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BARU PERTADEX SKRIPSI

OPTIMASI PENCAMPURAN PRODUK EKSISTING PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II (UP-II) UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BARU PERTADEX SKRIPSI OPTIMASI PENCAMPURAN PRODUK EKSISTING PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II (UP-II) UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BARU PERTADEX SKRIPSI HAFIZI TOLANDA EL HADIDHY 100822035 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN 3.1. Diagram Alir Perancangan Dalam analisis perancangan ini, dapat diketahui diagram alir utama yang digunakan sebagai acuan langkah-langkah pengerjaan pada gambar

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil & Pembahasan 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp Pada penelitian ini, digunakan mikroalga Chlorella Sp sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Penelitian ini

Lebih terperinci