BAB II ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT. menjadi pihak penyedia kapal atau penyedia angkutan laut untuk merawat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT. menjadi pihak penyedia kapal atau penyedia angkutan laut untuk merawat"

Transkripsi

1 BAB II ANALISA KARAKTERISTIK KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT A. Jenis-Jenis Kecelakaan Angkutan Laut Berbicara mengenai angkutan laut, erat kaitannya dengan kapal yang menjadi salah satu alat transportasi yang digemari masyarakat Indonesia. Sudah menjadi pihak penyedia kapal atau penyedia angkutan laut untuk merawat kapal,menjaga kenyaman dan keamanan kapal. Baik sebelum berlayar, sedang berlayar, ataupun sesudah berlayar.itu dikarenakan angkutan lautlah yang memiliki resiko kecelakaan yang cukup tinggi.baik penumpang maupun awak kapal bisa terancam nyawanya apabila kapal tersebut tidak layak jalan. Berbicara mengenai kecelakaan erat kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau yang sering disebut dengan (K3). Prinsip K3 tersebut dibuat dengan maksud untuk memberikan jaminan ataupun perlindungan pada setiap pekerja yang melakukan pekerjaan. Prinsip K3 tersebut juga dibuat dengan berbagai macam tujuan, antara lain : 25 Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, maupun psikologis. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, seefektif mungkin. Agar semua hasil produksi di pelihara keamananya. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 25 Mangkunegara Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja Rosdakarya:Bandung Hal. 162

2 Agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau konsisi kerja. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Sesuai dengan tujuan yang dibuatnya prisnsip keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, agar terjadi peningkatan pekerjaan ditinjau dari hasil kerjanya, serta agar membuat para pekerja merasa terlindungi pada saat melakukan pekerjaan, dan agar setiap pekerjaan yang dilakukan terhindar dari segala macam kecelakaan. Untuk menghindari kecelakaan juga, perusahaan dalam mengawasi pekerjanya harus memperhatikan beberapa hal, agar terhindar dari segala kecelakaan : Harus memeriksa apakah calon pegawai ataupun pekerja dalam keadaan sehat atau tidak. Artinya dari mulai alat indera, stamina, emosi, motivasi harus diperhatikan. Pemakaian peralatan kerja harus digunakan secara benar. Keadaan lingkungan kerja harus memungkinkan, artinya lingkungan kerja harus terhindar dari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan kerja. Masih banyak lagi hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Terkadang semua aturan mengenai keselamatan kerja tetap dilakukan, tetapi masih saja kecelakaan dapat terjadi. Itulah sebabnya semua aspek yang berkaitan dengan keselamatan kerja harus diperhatikan dengan baik.

3 Kecelakaan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja.maka dari itu sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kenyaman dan keselamatan pada saat berlayar. Awak kapal maupun pihak yang menyediakan angkutan laut tersebut harus memperhatikan kelayakan kapal, apakah kapal tersebut dalam keadaan layak atau tidak untuk berlayar, juga memeriksa kelengkapan dan perlengkapan dalam menunjang keselamatan pada saat berlayar apakah semua sudah memenuhi standard operasional apa belum.sedangkan para penumpang wajib menjaga perlengkapan dan kelengkapan keselamatan didalam kapal agar tidak rusak ataupun dicuri, serta para penumpang wajib mengikuti semua peraturan yang telah dibuat oleh penyedia jasa angkutan laut, selama berlayar. Kecelakaan dalam pelayaran harus menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang terkait dalam praktek pelayaran.salah satu pihak yang turut bertanggung jawab dalam kecelakaan yangvterjadi pada suatu kapal adalah Nahkoda ataupunawak kapal dari kapal tersebut. Dalam KUHD disebutkan dalam pasal 341 bahwa Nahkoda adalah pemimpin kapal. Sehingga sebagai pemimpin kapal, diharapkan Nahkoda dapat memenuhi pertanggung jawabannya seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang. 26 Kecelakaan yang terjadi pada saat berlayar ada berbagai macam jenis dan faktor penyebabnya. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu Jenis-Jenis Kecelakaan, yaitu : 26 Andrea Nathaly Sitompul, Pertanggungjawaban Nahkoda dan Pengangkut Terhadap Kecelakaan Kapal ( Tinjauan KEPUTUSAN Mahkamah Pelayaran No.973/051/XII/MP-8), (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: 2010), hlm. 6-8

4 1. Tenggelam Menurut beberapa literatur secara garis besar yang disebut dengan tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia. 27 Tetapi dalam pembahasan ini bukanlah tenggelam yang di terangkan diatas, melainkan tenggelam yang dialami oleh sebuah kapal ataupun angkutan laut yang kadang kala terjadi dalam sebuah pelayaran. Yang dimaksudkan dengan tenggelam disini ialah peristiwa masuknya badan kapal sebagian atau seluruhnya yang mengakibatkan sebuah kapal tidak dapat lagi berlayar atau beroperasi.sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan tenggelam ialah masuk terbenam didalam air. 28 Peristiwa tenggelamnya sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Faktor Cuaca Dalam sebuah pelayaran yang dilakukan oleh sebuah kapal, cuaca sangat berpengaruh dalam kelancaran dan keamanan kegiatan pelayaran tersebut. Sering kali cuaca yang tidak mendukung menyebabkan terhambatnya ataupun mengganggu kegiatan pelayaran. Bahkan jika sebuah kapal melakukan pelayaran ditengah cuaca yang sedang buruk, akan menyebabkan kecelakaan kbbi.web.id/tenggelam

5 Seperti yang dialami oleh Pelayaran yang dilakukan pada tanggal April 1912 dilautan Atlantis, sebuah kapal yangbernama Titanic tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang sangat buruk. 29 Pada saat itu Titanic berlayar dalam kondisi cuaca yang sedang berkabut sehingga mengganggu pandangan dari sang Nahkoda kapal, pada saat yang bersamaan iklim pada saat itu sedang mempertemukan Labrador Current dan the Gulf Stream atau pertemuan dua air dingin dan hangat yang menyebabkan arus yang sangat deras, serta pada saat pelayaran tersebut sedang mengalami musim dingin yang menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan es di Samudera Atlantis tersebut. Selain peristiwa yang terjadi di Samudera Atlantis, peristiwa tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oelh faktor cuaca juga terjadi di Indonesia. Yakni peristiwa yang terjadi di Denpasar pada perairan Jungut Batu, Nusa Lembongan, Klungkung Bali. Sebuah kapal yang berkapasitas 40 orang itu tenggelam yang disebabkan oleh cuaca yang buruk, dan memaksa gelombang tinggi untuk menghantam kapal tersebut. 30 Masih banyak lagi kejadian-kejadian tenggelamnya sebuah kapal yang disebabkan oleh cuaca buruk yang terjadi di Indonesia maupun di luar Indonesia. Pada intinya sebelum melakukan pelayaran seorang Nahkoda wajib memeriksa informasi kondisi cuaca maupun iklim yang terjadi pada jalur pelayaran. Informasi mengenai cuaca dan iklim dapat diterima Nahkoda kapal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Dan memang Perusahaan Angkutan Laut

6 harus mengadakan ikatan dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) demi menunjang kelancaran dan kenyamanan pada saat kegiatan pelayaran. b. Human Error Bagi sebuah kapal laut terutama sekali apabila sedang dalam pelayaran menyebrangi lautan, peranan dan keberadaan seorang nahkoda sebagai pejabat tertinggi yang memimpin dan bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang berada didalamnya, mempunyai arti yang sangat penting. 31 Juga, setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal, termasuk perlengkapannya, serta pengoperasian kapal di Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. 32 Maka dari itu Nahkoda dan/atau anak buah kapal harus memberitahukan kepada pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau bagian dari kapalnya dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal. 33 Terlebih anak buah kapal harus mematuhi juga menaati nahkoda secara cepat dan cermat. Terkadang anak buah kapal mengabaikan perintah yang diberikan oleh Nahkoda kapal untuk memeriksa perlengkapan serta kelengkapan untuk menunjang kelancaran pelayaran. Serta para anak buah dari kapal tersebut sering kali mengambil jalan keluar yang tidak di kordinasikan terlebih dahulu dengan Nahkoda mengenai keadaan mesin yang rusak atau kapal yang tidak layak 31 Santosa Djohari. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta: UII Press,2004. Hal Muhammad Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal Ibid., Hal.105

7 untuk berlayar. Peristiwa seperti itulah yang banyak menyebabkan tenggelamnya kapal yang disebabkan oleh keadaan kapal yang kurang layak untuk melakukan pelayaran, akibat kelalaian dari anak buah kapal ataupun Nahkoda kapal. Adapun yang menyebabkan sebuah kapal dapat tenggelam akibat sang Nahkoda kapal menghiraukan kapasitas penumpang dan barang pada kapalnya tersebut. Akibatnya kapal tidak dapat menahan kapasitas yang berada didalamnya. Seperti yang dialami oleh Kapal Mitra Abadi yang pada saat itu berada di Pelabuhan Jambrud Timur, Tanjung Perak Surabaya. Kapal yang akan berlayar dengan tujuan Donggala Sulawesi Tengah harus tenggelam sebelum berlayar akibat kelebihan muatan atau Over Capacity. Kapal tersebut memuat berbagai barang campuran makanan dan minuman, dan bahan-bahan kebutuhan lainnya yang melebihi kapasitas, yang mengakibatkan kapal tersebut tenggelam. 34 c. Terbakar Kecelakaan yang selanjutnya yaitu kebakaran yang di alami oleh sebuah kapal. Kecelakaan ini jarang terjadi pada saat pelayaran, lebih sering kecelakaan ini terjadi pada saat sebuah kapal sedang bersandar di pelabuhan. Kebakaran pada sebuah kapal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Korseleting listrik yang terjadi pada komponen-komponen mesin yang berguna untuk menjalankan motor kapal tersebut. 2. Sabotase yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, dengan tujuan tertentu, 34

8 3. Kondisi kelistrikan kapal yang tidak layak lagi untuk digunakan, yang mengakibatkan terjadinya arus pendek, 4. Tabrakan kapal yang dapat mengeluarkan bahan bakar kapal tersebut keluar,dan mungkin saja dapat mengakibatkan kebakaran kapal, 5. Lubang buang (scuppers) tidak dimatikan pada waktu bongkar/muat dan bahan nya yang mudah terbakar. d. Tubrukan Kejadian tubrukan kapal sering kali terjadi pada saat pelayaran, tubrukan yang terjadi oleh sebuah kapal dapat terjadi antara kapal dengan kapal dan kapal dengan benda keras yang dapat membahayakan kegiatan pelayaran. Ada beberapa pengertian mengenai Tubrukan kapal, suatu tubrukan kapal dapat diartikan sebagai suatu bencana laut yang menjadi sumber dari kerugian-kerugian yang timbul pada salah satu pihak atau kedua belah pihak. Dan akibat-akibat hukum yang timbul dari peristiwa tubrukan kapal itu harus diatur dalam Undang- Undang. Untuk itulah bab VI, buku kedua KUHD dibuat. 35 Pengertian yang lain mengenai tubrukan kapal juga terdapat dalam pasal 544 dan 544-a, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Apabila sebuah kapal, sebagai akibat dari caranya berlayar atau karena tidak memenuhi suatu ketentuan Undang-Undang, sehingga menimbulkan kerugian pada kapal lain, barang-barang atau orang yang ada di kapal tersebut, maka peristiwa tersebut termasuk dalam pengertian tubrukan kapal (pasal 544). Disini tidak terjadi tabrakan 35 Purwosutjipto, H.M.N,. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia:Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat. Jakarta: Djambatan Hal. 274

9 atau singgungan antara kapal yang satu dengan lainnya, meskipun begitu peristiwa ini dimasukkan dalam pengertian tubrukan kapal. 2. Jika sebuah kapal menabrak benda lain yang bukan kapal, baik yang berupa benda tetap maupun bergerak, misalnya: pangkalan laut atau dermaga, lentera laut, rambu-rambu laut (baken) dan lain-lain, maka peristiwa tabrakan antara kapal dengan benda lain yang bukan kapal tersebut dapat disebut tabrakan kapal (pasal 544-a). 36 Tubrukan yang terjadi antara kapal dengan kapal, biasanya disebabkan oleh perubahan haluan yang dilakukan oleh sebuah kapal yang mengakibatkan terambilnya jalur pelayaran kapal yang lainnya. Dan biasanya kejadian tubrukan kapal terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi yang dilakukan antar nahkoda kapal, sehingga terjadi tubrukan kapal. Nahkoda kapal juga harus memperhatikan beberapa peraturan agar tidak terjadi tubrukan kapal, yaitu Nahkoda kapal harus memperhatikan ruang gerak dilaut yang cukup. Ruang gerak terhadap kapal yang luas sangat memungkinkan sebuah kapal merubah haluannya dengan tujuan untuk menghindari bahaya ataupun halangan yang berada didepannya. Jika ruang gerak dari kapal tersebut terbatas, sebuah kapal tidaklah mungkin untuk merubah arah haluannya, karena akan mengganggu jalur pelayaran kapal lain ataupun menabrak se.suatu benda yang dapat menimbulkan kecelakaan. Nahkoda pada sebuah kapal juga harus memperhatikan kecepatan kapalnya, nahkoda harus menjaga kecepatan kapal selama pelayaran Jika Nahkoda tidak memerhatikan kecepatan kapal tersebut 36 Ibid. Hal. 275

10 apalagi menambah kecepatan kapal tersebut, memungkinkan kapal tersebut akan mengalami tubrukan dengan kapal yang berada didepannya ataupun dengan kapal yang lainnya dengan jalur yang berbeda. 37 Ataupun kejadian tubrukan kapal terjadi karena penyalahgunaan kekuasaan oleh Nahkoda. Sang Nahkoda dengan sengaja tidak memperhatikan peraturan-peraturan dalam mengemudikan kapal. Padahal, Undang-Undang telah memberikan kekuasaan begitu besar kepada seorang Nahkoda, namun demikian Undang-Undang juga memberikan acaman pidana dan denda keperdataan serta tindakan disipliner terhadap nahkoda, apabila Nahkoda tersebut menyalahgunakan kekuasaannya. Bagi Nahkoda yang bertindak buruk terhadap kapal yang dikemudikannya dengan putusan Mahkamah Pelayaran Indonesia, wewenang dari Nahkoda tersebut untuk mengemudikan kapal dicabut selama jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun. 38 Sedangkan tubrukan kapal yang terjadi karena kapal menabrak bendabenda tertentu seperti pegunungan es, yang terjadi pada kapal Titanic, itu disebabkan oleh faktor cuaca yang sangat buruk. e. Kandas Kapal yang mengalami kandas biasanya disebabkan oleh nahkoda kapal yang terlalu memaksakan melewati perairan dengan keadaan air yang sedang surut. Seperti yang terjadi pada KM Titian Nusantara yang mengalami kandas di Muara Jungkat. Sang Nahkoda dari KM Titian Nusantara memkasakan kapalnya untuk Santosa Djohari, op.cit. Hal.57

11 keluar dari Pelabuhan Dwikora Pontianak melewati Muara Jungkat yang keadaan air pada saat itu sedang surut. Akibatnya KM Titian Nusantara mengalami kandas. 39 Kandasnya sebuah kapal dapat juga disebabkan oleh menabrak sebuah gundukan yang berada didasar laut. Maka dari itu peran penting seorang Nahkoda sangat berpengaruh, Nahkoda harus memperhatikan keadaan permukaan air pada saat pelayaran untuk menghindari kandas. Nahkoda harus menghindari permukaan air yang sedang surut dan juga harus memperhatikan apakah didalam permukaan air tersebut atau didasar air laut terdapat gundukan apa tidak yang dapat menyebabkan sebuah kapal kandas. B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Angkutan Laut Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui udara, laut, dan darat untuk mengangkut orang dan barang. Dalam perjalanannya dalam melakukan pengangkutan melalui udara, laut, dan darat sering mendapat halangan ataupun hal-hal yang menghambat pengangkutan tersebut. Salah satu hambatan ataupun halangan tersebut adalah kecelakaan. 40 Kecelakaan (Accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak; terjadi sebelum, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan Sinta Uli. Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan.USU Press Hal.1

12 manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian bagi pihak penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut. 41 Dalam pengangkutan apapun, keselamatan menjadi faktor penting demi menunjang kenyamanan dalam perjalanan. Keselamatan juga menjadi modal penting bagi berkembangnya usaha, terlebih dalam bidang jasa. Semua orang atau pengguna jasa angkutan pastinya sangat mementingkan keselamatan dalam memilih sebuah angkutan, karena keselamatan berhubungan erat dengan jiwa manusia. Seperti kutipan Leon C. Megginson (1981:364) mengemukakan bahwa : The term safety is an overall term that can include both safety and health hazards. In the personel are, however, a distinction is usually made between them. Occupational safety refers to the condition of being safe from suffering or causing-hurt, injury, or loss in the workplace. Safety hazards are those aspects of the work environment that can cause burns, electrical shick, cuts, bruises, sprains, broken bones, and the loss of limbs, eyesight, or hearing. They are often associated with industrial equipment or the physical environment and involve job taks that require care and training. The harm is usualy immediate and sometimes violent. Occupational health refers to the condition of being free from physical, mental, or emotional disease or pain caused by the work environment that, over a period of time, can create emotional stress or physical disease Muhammad Abdulkadir., op.cit. Hal Chung, Kae H., and Leon C. Megginson.Organizational Behaviour: Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row Publishers Hal. 364

13 Memang dalam tulisan tersebut lebih ditegaskan pada keselamatan kerja, tetapi ada sebuah tulisan tersebut yang menegskan bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Maka dalam sebuah pengangkutan keselamatan menjadi unsur yang sangat penting. Tidak menutup kemungkinan bahwa memang setiap orang ingin agar perjalanan mereka ke suatu tempat aman dan selamat, tanpa ada halangan dan hambatan. 43 Pada pembahasan sekarang ini Kecelakaan yang akan di bahas adalah mengenai kecelakaan yang terjadi pada angkutan laut. Kecelakaan yang dapat terjadi pada kegiatan pelayaran. Pelayaran itu sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan perairan, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam menjalankan pengangkutan terlebih pengangkutan laut harus memperhatikan nilai keamanan dan keselamatan. Terlebih dalam angkutan laut, pihak penyedia moda angkutan laut harus memperhatikan aspek-aspek keamanan dan keselamatan yang terdapat didalam sebuah objek angkutan laut yaitu kapal. Ada berbagai fasilitas ataupun aspek yang menunjang keamanan dan keselamatan pada angkutan laut. Dimulai dari pelampung,skoci,dan fasilitas keamanan kapal lainnya. Tetapi sekarang sudah ada peraturan Internasional yang mengatur tentang keamanan kapal.peraturan tersebut dinamakan International Shipand Port Facility Security Code atau yang disingkat dengan ISPS Code. International Ship and Port Facility Security Code atau ISPS Code adalah merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk 43 Mangkunegara Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya Hal. 161

14 meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan, atau dapat dikatakan sebagai peraturan Internasional tentang keamanan kapal dana fasilitas pelabuhan, yang terdiri dari dua bagian, bagian A dan B. Bagian A terdiri berisi persyaratan wajib untuk pemerintah, kapal/perusahaan, dan fasiitas pelabuhan. Sedangkan bagian B berisi pedoman. Adapun fasilitas ataupun kelengkapan keselamatan yang harus ada dalam sebuah kapal, sesuai dengan isi dari International Ship and Port Facility Security Code adalah : a. Memastikan pelaksanaan terhadap seluruh tugas-tugas keamanan kapal. b. Pengawasan keluar masuk ke kapal. c. Pengawasan terhadap naiknya orang-orang/personil-personilnya dan barang bawaannya. d. Memantau areal terbatas untuk memastikan bahwa hanya orangorang/personil-personil yang berwenang yang memiliki akses keluar masuk. e. Memantau areal geladak dan areal sekeliling kapal. f. Mengawasi penanganan muatan dan perbekalan kapal. g. Memastikan bahwa komunikasi keamanan ada dan siap digunakan. Masih banyak lagi aspek keamanan kapal yang diatur dalam International Ship and Port Facility Security Code tersebut, untuk menunjang kelancaran serta keamanan dan kenyamanan kapal dalam hal pelayaran. Namun seringkali pihakpihak tertentu tidak memperhatikan peraturan yang telah dibuat,terutama ISPS itu sendiri. Akibatnya masih sering terjadi kecelakaan yang dialami oleh sebuah

15 kapal. Akan tetapi, tidak semua kecelakaan kapal yang terjadi disebabkan oleh kesalahan teknis atau Human Error. Kecelakaan kapal dapat juga disebabkan oleh faktor alam. Dan masih ada lagi faktor yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut terlebih pada kapal. Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Mahkamah Pelayaran dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada menteri Perhubungan, yang berfungsi untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal. 44 Berikut akan diuraikan faktor-faktor penyebab dari kecelakaan angkutan laut, antara lain: a. Faktor Manusia Kecelakaan yang terjadi atau dialami oleh angkutan umum terlebih angkutan laut, tidak lepas dari faktor manusia. Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar yang diantaranya adalah kecerobohan didalam menjalankan kapal, kurangnya kemampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang timbul dalam operasional kapal. Masih banyak awak kapal ataupun Nahkoda kapal yang menghiraukan aspek keselamatan pada saat pelayaran. Padahal sudah ada peraturan yang mengatur Nahkoda dan awak kapal untuk menjaga kenyaman dan keselamatan kapal yang dikemudikan. Sebelum berbicara mengenai faktor manusia yang menyebabkan kecelakaan pada angkutan laut, perlu di jelaskan terlebih dahulu pihak-pihak ataupun petugas-petugas yang mendukung kelancaran dan keselamatan pelayaran. 44 Muhammad Abdulkadir., Op.cit. Hal.242

16 Adapun pihak-pihak tersebut antara lain: 45 Sesuai dengan definisi dari Nahkoda itu sendiri, Nahkoda ialah pejabat yang bertanggung jawab dan memegang kekuasaan tertinggi dalam kapal. Artinya segala sesuatu baik mengenai pengoperasian, mekanisme kapal, ataupun keselamatan pada saat pelayaran, itu dipegang penuh oleh seorang nahkoda. Selain daripada Nahkoda kapal, pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran adalah awak kapal. Awak kapal teridiri dari: Bagian Geladak (Deck Departement). Awak kapal bagian geladak ini bertugas untuk navigasi (pelayaran). Bagian Kamar Mesin (Engineering Departement). Kepala bagian mesin ini disebut kepala kamar mesin atau masinis kepala, tugasnya ialah menjalankan dan memelihara segala macam mesin, yang ada di kapal. Bagian Perbekalan (Catering Departement) Bagian ini mempunyai dua seksi, yaitu: seksi masak dan seksi pelayanan. Bagian ini adalah besar, dan lebih luas lagi di kapal penumpang, dimana organisasinya menyerupai hotel. Urusan administrasi/keuangan. Dalam kapal terkadang ditempatkan seorang petugas khusus yang mengurus administrasi/keuangan/muatan. Petugas ini disebut Purser Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal Ibid. Hal

17 Urusan Kesehatan. Pada kapal penumpang terdapat pula seorang dokter dan beberapa juru rawat. Markonis. Hampir disetiap kapal ditempatkan satu atau beberapa orang markonis, yang bertugas menerima dan mengirimkan telegrap atau telepon radio. Dari semua pihak yang berperan dalam sebuah pelayaran, sudah jelas bahwa masing-masing pihak sudah ada tugasnya sendiri. Dan sekali lagi para awak kapal tersebut bekerja berdasarkan perintah dari seorang Nahkoda kapal. Sering kali, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh masing-masing pihak ataupun pihak tertentu menghiraukan perintah dari seorang Nahkoda kapal, serta kecelakaan kapal dapat terjadi karena kesalahan kordinasi antara Nahkoda kapal dengan awak kapal, yang mengakibatkan tidak berjalannya satu atau beberapa sistem kapal yang dapat mengakibatkan kecelakaan. a. Faktor Teknis Kecelakaan yang dialami oleh sebuah kapal, dapat juga disebabkan oleh faktor teknis. Yang dimaksudkan dengan faktor teknis disini adalah masalah kurang cermatnya pembuat design kapal dalam membuat design kapal. Banyak kapal-kapal, terlebih kapal penumpang yang salah dalam hal design kapal tersebut. Ada juga faktor teknis dalam hal perawatan kapal telebih mesin kapal. Perawatan yang dilakukan terkadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah

18 dibuat, sehingga menyebabkan mesin kapal menjadi cepat panas dan mengakibatkan sebuah kapal dapat terbakar. 47 b. Faktor Cuaca Kecelakaan seringkali disebabkan oleh kondisi alam yang tidak bersahabat ataupun kondisi cuaca yang sedang buruk. Banyak Nahkoda yang menghiraukan kondisi cuaca pada saat pelayaran, padahal sudah ada laporan mengenai kondisi cuaca yang terjadi pada jalur pelayaran. Faktor cuaca disini dapat berupa angin yang sangat kencang, gelombang yang sedang meninggi, hujan yang sangat lebat, ataupun kabut yang dapat menghalangi jarak pandang dari Nahkoda tersebut. Serta arus yang sangat deras yang dapat mengakibatkan terganggu nya sistem navigasi dari sang Nahkoda. Dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan laut diatas, maka jelaslah bahwa sebelum sebuah kapal melakukan sebuah pelayaran harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapan serta perlengkapan dalam menunjang keselamatan dan kenyamanan dalam pelayaran, selanjutnya seorang Nahkoda harus bekerja sama ataupun Nahkoda harus meminta laporan cuaca dari BMKG pada jalur pelayarannya, agar terhindar dari cuaca buruk. Tetapi sebelum itu semua perusahaan penyedia transportasi laut harus menyeleksi Nahkoda dan awak kapal. Mereka harus mempunyai kompetensi dalam hal perkapalan agar sebuah kapal terhindar dari sebuah kecelakaan. 47

19 C. Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Terjadinya Kecelakaan Angkutan Laut Pada setiap angkutan, terlebih angkutan laut sangat mementingkan aspek keselamatan dalam setiap pelayanannya. Tidak ada orang yang mau perjalanan mereka ataupun barang yang diangkut mengalami kendala tersuk kecelakaan. Sudah menjadi tanggung jawab penyedia jasa angkutan untuk menjaga kenyamanan serta keamanan dalam setiap angkutan. Sudah terdapat peraturan mengenai pelayanan dalam setiap angkutan umum, lebih khususnya angkutan laut. Mengenai Angkutan Laut sudah ada Undang-Undang yang mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan angkutan laut, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Jika berbicara mengenai kecelakaan, terdapat pihak yang dirugikan akibat kecelakaan dan pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut. Kerugian yang di timbulkan dapat kerugian materiil dan kerugian immateriil.kerugian materiil dan immateriil biasanya ditujukan pada benda yang terangkut dalam sebuah kapal. Yang dimaksudkan dengan kerugian materiil yaitu jika barang tampak tidak menderita kerugian atau kerusakan, tidak kurang dan tidak cacat, tetapi harga itu merosot, sehingga bagi tertanggung hal yang demikian juga merupakan kerugian juga. Tetapi yang dimaksudkan kerugian immateriil adalah sebagai kerugian dimana keadaaan barang kurang dan cacat, serta harga dari barang itu pun merosot Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal. 354

20 Sedangkan untuk kerugian yang ditimbulkan bagi manusia, kerugian materiil ialah kerugian yang sebabkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya barang atau rusaknya barang dari penumpang tersebut, sehingga menimbulkan kerugian dari segi materi. Lain hal dengan kerugian immateriil, kerugian immateriil dapat berupa trauma yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut, timbulnya luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan, serta hilangnya nyawa penumpang yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut. 49 Perusahaan pengangkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama pengangkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan yang dimaksud dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan (pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008). Perusahaan pengangkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatandan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya. Perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. 50 Mengenai kerugian yang timbulkan oleh sebuah kecelakaan, harus ada yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Mengenai tanggung jawab tersebut sudah dituliskan dalam pasal 40 sampai pasal 43 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran. 49 Ibid. Hal Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal. 45

21 Dalam pasal 40 tertulis bahwa: Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkatnya. 51 Ini berarti bahwa setiap kejadian yang bersangkutan dengan kapal, itu adalah tanggung jawab perusahaan kapal. Terlebih Nahkoda dan awak kapal. Dan juga dijelaskan pada pasal 41 tanggung jawab yang dimaksudkan jika di timbulkan akibat dari kematian dan luka-luka penumpang yang diangkut, musnah atau hilangnya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang, dan kerugian pihak ketiga. 52 Selain perusahaan kapal, dijelaskan pada pasal 341 KUHD ditegaskan bahwa nahkoda itu memimpin kapal. Penegasan ini membawa konsekuensi bahwa nahkoda itu harus bertanggung jawab atas keselamatan kapal dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. 53 Jika berujuk pada Hukum pengangkutan, bahwa terlah dijelaskan pada pasal 468 KUHD menyebutkan: 54 Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang di angkut sejak saat penerima sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau 51 Pasal 40. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran 52 Pasal 41. Undang-Undang Nomor 17 Tahun Djohari Santosa. Pokok-Pokok Hukum Perkapalan. Yogyakarta:UII Press Hal Sinta Uli. Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara. Medan.USU Press Hal. 27

22 dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab perbuatan-perbuatan darimereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Pada pasal 321 ayat (1) KUHD menetapkan bahwa pengusaha kapal terikatoleh segala perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, dalam kedudukan dan lingkungan kekuasaan mereka. Sedangkan pengusaha kapal bertanggungjawab untuk segala kerugian yang diterbitkan pada pihak ketiga, oleh suatu perbuatan melanggar hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya atau yang melakukan sesuatu pekerjaan dikapal guna kepentingan kapal dan muatannya, asal perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam rangka dan pada waktu mereka menjalankan tugas mereka. Jadi, kalau perbuatan yang dilakukan oleh buruh kapal itu suatu perbuatan hukum, maka pengusaha kapal itu terikat, artinya pengusaha kapal harus melaksanakan pekerjaan sebagai akibat adanya perbuatan hukum tersebut. 55 Sebagai contoh seorang Nahkoda, karena Nahkoda adalah buruh utama pengusaha kapal (pasal 399 KUHD), maka segala perbuatannya menjadi tanggung jawab pengusaha kapal, asal segala perbuatannya itu dilakukan dalam jabatannyaatau dalam waktu mereka menjalankan pekerjaan itu. Kalau seorang nahkoda berbuat diluar wewenangnya, maka menurut pasal 373 KUHD nahkoda sendirilah yang bertanggung jawab Purwosutjipto, H.M.N,. Opcit. Hal Ibid. Hal. 91

23 Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability). Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga. 57 Tanggung jawab karena kesalahan ialah jika setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab karena praduga dijelaskan bahwa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Sedangkan tanggung jawab mutlak dijelaskan juga bahwa pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut Muhammad Abdulkadir. Opcit. Hal Ibid. Hal. 49

SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. OLEH : Andre William NIM :

SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. OLEH : Andre William NIM : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN SANTUNAN PADA PENYANDANG DISABILITAS PADA KECELAKAAN ANGKUTAN LAUT (Studi Pada PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Merak) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang terbesar di dunia dengan memiliki luas wilayah laut yang sangat luas Oleh karena itu, kapal merupakan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional Dengan kemajuan teknik pada masa kini, kecelakaan-kecelakaan pesawat udara relatif jarang terjadi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PENGARUH (Studi Pada Karyawan Bagian Teknisi PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) AREA Bojonegoro) Christina Shabellia Dwi Anggraeni Mochammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN LAMPIRAN 1 84 Universitas Kristen Maranatha 85 Universitas Kristen Maranatha 86 Universitas Kristen Maranatha 87 Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal Dekie GG Kasenda STIH Tambun Bungai Palangka Raya Email : dekie.kasenda@gmail.com Abstract : Transportation is a very important

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT Oleh: Ni Made Trevi Radha Rani Devi I Wayan Parsa Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN PP 1/1998, PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL Menimbang: *35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 93 ayat (3) Undang-undang

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK disegala kebutuhannya, IPTEK berkembang dengan pesat hampir di seluruh negara. Dari negara maju sampai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT Oleh : I Gusti Agung Ayu Laksmi Astri I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini berjudul

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

MOTOR VEHICLE INSURANCE No. Pencatatan Produk OJK : S-932/NB.11/2013

MOTOR VEHICLE INSURANCE No. Pencatatan Produk OJK : S-932/NB.11/2013 MOTOR VEHICLE INSURANCE No. Pencatatan Produk OJK : S-932/NB.11/2013 I. Nama Produk : Motor Vehicle Insurance II. Jenis Produk : Asuransi Kendaraan Bermotor III. Nama Penerbit : IV. Data Ringkas Asuransi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain. BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Klasifikasi Kendaraan Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga, yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang

Lebih terperinci

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5448 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 156) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakansumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM I. UMUM Angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi, selain memiliki peran sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat

I. PENDAHULUAN. rasa tidak aman yang lazim disebut sebagai risiko. kelebihan. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat yang alamiah, mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dulu secara tepat. Dengan demikian keadaan termaksud

Lebih terperinci

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil.

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus. kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil. BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas yaitu berkaitan dengan dasar hukum dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PELAYARAN DAN KECELAKAAN KAPAL MENURUT KUHD DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PELAYARAN DAN KECELAKAAN KAPAL MENURUT KUHD DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI PELAYARAN DAN KECELAKAAN KAPAL MENURUT KUHD DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Tinjauan Teoritis Tentang Kegiatan Pelayaran 1. Pengertian Pelayaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya dicuri,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 17-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 98, 1992 (PERHUBUNGAN. Laut. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki beribu-ribu pulau dengan area teritori laut yang sangat luas. Daratan Indonesia seluas 1.904.569 km 2 dan lautannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011 Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA Oktober 2011 1 LATAR BELAKANG Memberikan pemahaman kepada penyedia dan pengguna jasa angkutan udara tentang arti sebuah tiket, surat muatan udara dan claim

Lebih terperinci

MENGAMATI KESELAMATAN PENUMPANG ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU

MENGAMATI KESELAMATAN PENUMPANG ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENGAMATI KESELAMATAN PENUMPANG ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU Budi Hartanto Susilo 1, Petrus Teguh Esha 2 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria Sumantri,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver. STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI A. Definisi Risiko RISIKO adalah : a. Risiko adalah kans kerugian b. Risiko adalah kemungkinan kerugian c. Risiko adalah ketidak pastian d. Risiko adalah penyimpangan kenyataan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perdagangan dalam masyarakat tidak dapat dilepas dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481] UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara melalui kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT TANGGUNG JAWAB HUKUM PT ASURANSI JASA INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN KLAIM ASURANSI PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang sepanjang garis khatulistiwa, oleh karenanya angkutan laut sangat dibutuhkan untuk memperlancar roda ekonomi regional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT 2.1 Pengangkutan Laut 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Laut Pengangkutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN JASA KEPELABUHAN DAN BANDAR UDARA

PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN JASA KEPELABUHAN DAN BANDAR UDARA BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN JASA KEPELABUHAN DAN BANDAR UDARA Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BULUNGAN, bahwa ketentuan retribusi yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Harus diakui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar

Lebih terperinci