BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukemia Limfoblastik Akut Leukemia Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang terjadi pada sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih. Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal dari sel limfosit B dan sisanya dari sel limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada stase manapun pada saat proses diferensiasi sel leukosit (Howard dan Hamilton, 2008). LLA merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada anak usia 2-5 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010) dan akan terus meningkat seiring berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan dengan pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR) (Howard dan Hamilton, 2008) Etiologi LLA Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor genetik (Tabel 1), dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus Epstein-Barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007).

2 6 Tabel 2.1-Faktor predisposisi dari Leukemia Limfoblastik Akut (Tubergen dan Bleyer, 2007) Faktor Genetika Faktor Lingkungan Sindrom Down Sindrom Fanconi Sindrom Bloom Diamond-Blackfan anemia Sindrom Schwachman Sindrom Klinefelter Sindrom Turner Neurofibromatosis tipe 1 Ataxia-telangiectasia Severe combined immune deficiency Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria Sindrom Li-Fraumeni Radiasi Obat-obat Alkylating agents Nitrosourea Epipodophyllotoxin Benzene exposure Advanced maternal age Klasifikasi LLA Klasifikasi dari LLA terbagi atas beberapa jenis, yaitu klasifikasi berdasarkan morfologik, berdasarkan genetika, dan immunofenotip. 1. Klasifikasi French-American-British (FAB) Klasifikasi dari LLA yang digunakan oleh dunia adalah klasifikasi morfologik menurut FAB (French-American-British) yang berdasarkan atas karakteristik dari sel blas (ukuran sel, rasio sitoplasma-inti, ukuran dari inti sel, dan warna sel). LLA-L1 Pada tipe ini, sel blas berukuran kecil dengan sitoplasma yang sempit, nukleolus tidak jelas terlihat, dan kromatin homogen. L1 merupakan jenis leukemia limfoblastik akut yang sering terjadi pada anak-anak, sekitar 70% kasus dengan 74% nya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Gamal, 2011). LLA-L2

3 7 L2 terdiri dari sel blas berukuran lebih besar, ukuran inti tidak beraturan, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti, dan membran nukleolus yang irregular serta sitoplasma yang berbeda warna. Sekitar 27% kasus LLA, didapati morfologik tipe L2 dan lebih sering terjadi pada pasien usia di atas 15 tahun (Gamal, 2011). LLA-L3 L3 terdiri dari sel blas berukuran besar, ukurannya homogen, ukuran inti bulat atau oval dengan kromatin berbercak, anak inti banyak ditemukan, sitoplasma yang sangat basofilik disertai dengan vakuolisasi. Pada tipe ini, terjadi mitosis yang cepat sebagai pertanda dari adanya tahapan aktifitas dari makrofag (Gambar 1) (Gamal, 2011).

4 8 Gambar 1 : (A)L1 limfoblas (B)L2 limfoblas (C)L3 limfoblas (Howard dan Hamilton, 2008) 2. Klasifikasi World Health Organization (WHO) Kelainan klon kromosom sekarang juga dapat diidentifikasi pada sebagian kasus dengan menghitung jumlah kromosom per sel leukemia dan hasil perhitungannya dapat digunakan sebagai penentu baik buruknya prognosis penyakit leukemia. Selain itu juga dilihat translokasi dari genetika sel itu sendiri. Pembagian dari klasifikasi berdasarkan genetika yang dipakai adalah yang diluncurkan oleh WHO (Tabel 2).

5 9 Tabel 2.2-Klasifikasi LLA berdasarkan WHO (Vadirman, 2009) Klasifikasi WHO Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, tidak spesifik Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan kelainan genetik Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(9;22)(q34; q11.2); BCR-ABL1 Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(v; 11q23); MLL rearranged Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(12;21)(p13; q22); TEL-AML1 (ETV6-RUNX1) Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hiperdiploid (>50 kromosom/sel) Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hipodiploid (<45 kromosom/sel) Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel T 3. Klasifikasi Imunofenotip Klasifikasi berdasarkan imunofenotip dapat mengklasifikasikan leukemia sesuai dengan tahap-tahap maturasi normal yang dikenal. Klasifikasi ini membagi LLA ke dalam prekursor sel-b atau sel-t. Prekursor sel B termasuk CD 19, CD 22, CD 34, dan CD 79. Sedangkan prekursor sel T membawa imunofenotip CD 2, CD 3, CD 4, CD 5, CD 7, atau CD 8 (Gamal, 2011) Patofisiologi LLA Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan,

6 10 dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel progenitornya mengalami abnormalitas (Gambar 2) (Roganovic, 2013). Gambar 2 : Asal sel dan evolusi dari sel kanker (Roganovic, 2013) Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam proses pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA (Roganovic, 2013). Anak-anak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obatobatan yang bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami keganasan terutama limfoma. LLA bisa saja muncul tetapi jarang. Adanya perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan infeksi (Roganovic, 2013).

7 Gejala Klinis LLA Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia (pucat, lemah, takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif), trombositopenia ( peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam), dan neutropenia (demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa). Selain itu, anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis LLA (Roganovic, 2013). Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (hepatomegali). Pada pasien dengan LLA prekursor sel-t dapat ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013) Diagnosis LLA Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan diagnosis dari LLA, yaitu : 1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menegakkan diagnosis dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap, dimana akan didapatkan adanya peningkatan sel darah putih/white blood cell (WBC) mencapai > /mm 3 sedangkan pada 20% kasus peningkatan mencapai > /mm 3. Selain itu, akan ditemukan neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dl) normokromik dan normositik disertai rendahnya retikulosit, trombositopenia (hitung platelet <

8 /mm 3 ), dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel blas. 2. Aspirasi sumsum tulang belakang Untuk memastikan diagnosis dari LLA, harus dilakukan aspirasi sumsum tulang belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu kita mengklasifikasikan LLA. Pasien disuspek menderita leukemia bila didapatkan lebih dari 5% blas pada sumsum tulang, tetapi minimum 25% sel blas diperlukan untuk memenuhi standar kriteria sebelum diagnosis ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang homogen dan hiperseluler dari sumsum tulang. 3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimptomatik untuk mendeteksi leukemia dengan cara pemeriksaan sitologi CSF yang akan menunjukkan pleositosis dan adanya sel blas. 4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofenotip, sitogenetik, dan lain-lain (Roganovic, 2013) Faktor prognostik LLA Respon pasien terhadap pengobatan berbeda-beda. Ada yang tingkat kesembuhannya lebih tinggi, sedangkan ada yang tingkat kesembuhannya lebih rendah sehingga pengobatan yang dijalani lebih lama. Perbedaan yang mempengaruhi respon terhadap pengobatan disebut sebagai faktor prognostik. Berdasarkan faktor prognostik, pasien dapat digolongkan ke kelompok resiko biasa dan resiko tinggi. Faktor prognostik LLA menurut Bambang Permono dan IDG Ugrasena dalam IDAI 2010, yaitu : 1. Usia Pasien anak yang berusia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien anak yang berusia diantara itu. Pasien bayi yang berusia dibawah 6 bulan pada saat ditegakkan diagnosis, mempunyai prognosis paling buruk.

9 13 2. Jumlah leukosit Jumlah leukosit awal pada saat penengakan diagnosis LLA sangat bermakna tinggi sebagai suatu faktor prognostik. Ditemukan adanya hubungan antara hitung jumlah leukosit dengan outcome pasien LLA pada anak, yaitu pada pasien dengan jumlah leukosit > /mm 3 akan mempunyai prognosis yang buruk. 3. Jenis kelamin Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan cenderung mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai kecenderungan untuk terjadi relaps testis, insidensi leukemia sel-t yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa pada mediastinum. 4. Imunofenotipe Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik pasien LLA. Leukemia sel-b (L3) dengan antibodi kappa dan lambda pada permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk tetapi dengan pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan sebagai kelompok resiko tinggi. 5. Respon terhadap terapi Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas yang ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah dimulai terapi prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase induksi hari ke-7 atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada sumsum tulang. 6. Kelainan jumlah kromosom LLA hiperdiploid (>50 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang baik, sedangkan LLA hipodiploid (< 45 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang buruk. Adanya translokasi t(9;22) atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk.

10 Penatalaksanaan LLA Penatalaksanaan dari leukemia terbagi atas kuratif dan suportif. Penatalaksanaan suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai leukemia beserta komplikasinya, seperti tranfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang baik, dan aspek psikososial (Permono dan Ugrasena, 2010). Penatalaksaan kuratif, seperti kemoterapi, bertujuan untuk menyembuhkan leukemia. Di Indonesia sendiri sudah ada 2 jenis protokol pengobatan yang umumnya digunakan, yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL Selain dengan kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tulang juga memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis leukemia sel-t (Permono dan Ugrasena, 2010). Tahapan Kemoterapi Pengobatan LLA yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi. Kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan leukemia dan proses pengobatannya terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu fase induksiremisi, intensifikasi awal, konsolidasi/terapi profilaksis susunan saraf pusat, intensifikasi akhir (terbagi atas fase re-induksi dan re-konsolidasi), dan maintenance/rumatan. Terapi Induksi. Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi adalah untuk mencapai remisi komplit dan menggembalikan fungsi hematopoesis yang normal. Terapi induksi meningkatkan angka remisi hingga mencapai 98%. Terapi ini berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan menggunakan 3-4 obat, yaitu glukokortikoid (prednison/deksametason), vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin. Sekitar 2% kasus pasien anak LLA yang menjalani terapi induksi mengalami kegagalan (Roganovic, 2013). Intensifikasi awal. Target pengobatan adalah anak-anak yang sudah mencapai remisi dan fungsi hematopoesis-nya kembali normal. Tujuan dari tahapan intensifikasi adalah untuk eradikasi sel leukemia yang tersisa dan meningkatkan angka kesembuhan (Roganovic, 2013).

11 15 Konsolidasi/Terapi Profilaksis SSP. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melanjutkan peningkatan kualitas remisi di sumsum tulang dan sebagai profilaksis susunan saraf pusat. Profilaksis SSP dilakukan mengacu pada fakta bahwa SSP merupakan pusat dari sel leukemia dan dilindungi oleh sawar darah otak sehingga obat tidak bisa menembusnya (Roganovic, 2013). Intensifikasi Akhir. Penambahan dari tahap intensifikasi akhir ini setelah terapi induksi ataupun konsolidasi ternyata meningkatkan prognosis pasien anak dengan LLA. Tahap ini merupakan tahap pengulangan dari tahap induksi dan intensifikasi awal dan untuk menghindari terjadinya resistensi obat maka dilakukan pergantian obat (Roganovic, 2013). Terapi rumatan. Setelah pengobatan dengan dosis tinggi dijalankan selama 6 sampai 12 bulan, obat sitotoksis dosis rendah digunakan untuk mencegah terjadinya kondisi relaps. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengurangi sel leukemia sisa yang tidak terdeteksi. Terapi rumatan dilaksanakan selama 2 atau 3 tahun setelah diagnosis atau setelah tercapainya kondisi remisi morfologik. Keberhasilan ini dipantau dengan melihat hitung leukosit ( /mm 3 ) (Roganovic, 2013). Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia. Selain itu, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12gr/dL tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3.000/uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2.000/uL, jumlah trombosit > /uL, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal (Permono dan Urgasena, 2010). Efek Samping Kemoterapi Kemoterapi membunuh sel-sel kanker yang aktifitas mitosisnya cepat dan terapi ini tidak bisa membedakan yang mana sel kanker yang mana sel normal karena ada sel normal yang aktifitas mitosisnya cepat. Kerusakan

12 16 pada sel yang normal disebut sebagai efek samping. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah sebagai berikut : - Anemia - Alopecia - Lebam, perdarahan dan infeksi - Mual dan muntah - Perubahan selera makan - Konstipasi - Diare - Masalah kesehatan mulut, gusi, dan tenggorokan - Gangguan otot dan saraf - Gangguan pada kulit dan kuku - Gangguan ginjal, vesika urinaria, dan urine - Weight gain (ACS, 2013) Status nutrisi pada kanker anak Nutrisi merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasien anak penderita kanker. Baik penyakit maupun pengobatan akan mempengaruhi selera makan, toleransi terhadap makanan, dan kemampuan dari tubuh untuk mengolah nutrien. Nutrisi yang bagus mempunyai banyak manfaat, seperti menurunkan resiko infeksi pada saat pengobatan, menjaga pertumbuhan anak, memberikan kualitas hidup yang bagus, dan lain-lain (ACS, 2013). Anak-anak dengan kanker membutuhkan banyak nutrisi, seperti : 1. Protein Tubuh membutuhkan protein untuk tumbuh; memperbaiki jaringan yang rusak; dan untuk menjaga kulit, sel darah, sistem imun, serta sel epitel saluran cerna tetap bagus. Apabila anak tidak mendapatkan asupan protein yang cukup, tubuh akan memecah otot sebagai sumber energi. Hal ini akan meningkatkan resiko infeksi dan memperpanjang proses penyembuhan dari penyakit. Anak-anak yang menjalani kemoterapi, radiasi, dan operasi

13 17 akan membutuhkan asupan protein lebih untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan mencegah infeksi (ACS, 2013). 2. Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi tubuh untuk berfungsi secara normal. Kalori yang dibutuhkan oleh anak-anak bergantung pada usia, berat badan, serta aktifitas fisik mereka dan jumlah kalori mereka akan lebih besar daripada orang dewasa. Anak-anak dengan kanker membutuhkan kalori sekitar 20-90% lebih banyak daripada anak-anak yang tidak menderita kanker (ACS, 2013). 3. Lemak Lemak memiliki peranan penting dalam nutrisi pada anak karena lemak merupakan sumber kalori paling besar untuk tubuh. Tubuh akan memecah lemak untuk digunakan sebagai energi, melindungi jaringan tubuh, dan melarutkan vitamin untuk diserap ke dalam aliran darah (ACS, 2013). 4. Air Sel dalam tubuh membutuhkan air untuk berfungsi. Salah satu efek samping dari kemoterapi adalah mual dan muntah, jika gejala ini berkepanjangan akan menyebabkan anak mengalami dehidrasi sehingga keseimbangan cairan dalam tubuh akan terganggu (ACS, 2013). 5. Vitamin dan mineral Tubuh membutuhkan sedikit vitamin dan mineral untuk tumbuh kembang dan berfungsi secara normal serta membantu tubuh untuk menggunakan energi yang didapat dari makanan. Vitamin D dan kalsium sangat penting untuk pertumbuhan tulang. Pada anak normal, asupan kedua zat ini tidak cukup sehingga pada anak penderita kanker disarankan untuk memperbanyak asupan vitamin D dan kalsium karena obat-obat kemoterapi dapat menurunkan kadar kedua zat dalam tubuh (ACS, 2013). Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi dari nutrisinutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh tidak dapat berfungsi secara normal. Malnutrisi pada anak yang menderita kanker disebabkan oleh beberapa

14 18 hal. Sekitar 50-60% anak yang menderita kanker mengalami malnutrisi yang dipengaruhi oleh jenis keganasan dan negara tempat tinggal, baik negara berkembang ataupun negara maju (Alcazar, 2013). Menurut penelitian Underzo et al. (1996) dan Reilly J, et al. (1999) dalam Alcazar A. M., et al (2013), prevalensi malnutrisi pada pasien yang didiagnosis menderita LLA sekitar 7% untuk negara berkembang, dan pada penelitian yang lainnya menunjukkan angka sekitar 21-23%. Prevalensi anak-anak yang mengalami obesitas setelah selesai pengobatan adalah sekitar 20-34%. Nutrisi menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan prognosis dan harapan hidup dari pasien LLA. Pada pasien LLA yang mengalami malnutrisi pada saat ditegakkan diagnosis, ditemukan bahwa kemoterapi lebih berbahaya dan tidak begitu efektif dibandingkan dengan pasien LLA yang mempunyai nutrisi adekuat. Toksisitas hematologi adalah penyebab paling sering dari komplikasi yang terjadi, seperti meningkatkanya resiko infeksi, perdarahan, dan relapse yang disebabkan oleh neutropenia, trombositopenia, dan pengobatan yang dihentikan (Alcazar, 2013) Patogenesis kanker cachexia dan obesitas Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan kondisi malnutrisi terjadi pada pasien kanker seperti interaksi antara energi dan substrat metabolisme, komponen hormonal dan inflamasi, serta pergantian dari kompartmen metabolik. Hal ini akan mengakibatkan aktivitas metabolik yang dipercepat, oksidasi dari substrat energi, dan hilangnya protein tubuh. Mekanisme kanker cachexia Cachexia adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan jaringan otot dan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus dan bersifat progresif. Pada kanker cachexia, terjadi kehilangan lemak dan otot yang berbeda dengan orang yang puasa berkepanjangan ataupun kelaparan. Hal ini disebabkan oleh adanya peranan sitokin seperti IL-1α,

15 19 IL-1β, dan IL-6 yang dihasilkan oleh jaringan tumor, sel stroma, sistem imun selain itu juga disebabkan TNF- α, dan INF-γ (Bauer, 2011). Sitokin-sitokin tersebut akan mempengaruhi asupan makanan dan penggunaan energi sehingga menyebabkan gejala klinis dari cachexia. Sitokin akan dibawa melewati blood-brain barier dan berinteraksi dengan sel endotel yang berada di permukaan lumen otak yang menyebabkan suatu substansi dikeluarkan dan mempengaruhi selera makan (Bauer, 2011). Reseptor TNF- α dan IL-1 ditemukan berada di daerah hipotalamus, yang berperan dalam pengaturan nafsu makan. Semua sitokin ini akan menyebabkan terjadinya anoreksia. Selain itu, prostaglandin juga berperan sebagai mediator penekan nafsu makan (Tisdale, 2009). Selain itu, hal-hal seperti meningkatnya jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien kanker, gangguan penyerapan nutrient disebabkan adanya gangguan saluran pencernaan oleh karena efek samping pengobatan, gangguan metabolik dan hormonal, nyeri yang tidak terkontrol, dan gangguan pada pengecapan akan memicu penurunan asupan energi sehingga resiko terjadinya cachexia lebih tinggi (Bauer, Jacqueline, 2011). Mekanisme obesitas Obesitas atau overweight merupakan hal yang perlu diperhatikan sebagai akibat dari pengobatan kanker jangka panjang. Mekanisme pasti dari terjadinya obesitas belum dapat dijelaskan secara pasti, namun ada beberapa hipotesis yang menjelaskan adanya akumulasi berlebihan dari lemak tubuh sehingga menyebabkan IMT yang berlebihan (Alcazar, 2013). Terapi kortikosteroid selain digunakan untuk pengobatan LLA, juga dapat meningkatkan sintesis leptin. Setelah leptin dihasilkan dan masuk ke dalam aliran darah, leptin akan mencapai sistem saraf pusat dan berikatan dengan reseptornya yang terdapat di hipotalamus. Aktivasi dari

16 20 reseptor akan menurunkan produksi dari neuropeptida Y dan peptida lainnya. Selain itu, leptin juga akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga aktifitas metabolik dan konsumsi energi meningkat. Leptin mengurangi sekresi insulin sehingga penyimpanan glukosa sebagai sumber energi akan berkurang (Alcazar, 2013). Ketika terjadi insensitifitas terhadap leptin, akan mengakibatkan gangguan regulasi berat badan dan metabolisme. Sehingga akan menyebabkan adanya gangguan secara intrasel dan mengakibatkan modifikasi metabolik yang mengarah pada peningkatan IMT (Alcazar, 2013) Tahapan Kemoterapi dan nutrisi pasien LLA Status nutrisi pada pasien LLA merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi prognosis dan harapan hidup dari pasien tersebut. Malnutrisi lebih sering ditemukan pada saat anak menjalani tahapan kemoterapi terutama tahapan induksi. Faktor-faktor seperti obat(steroid), makanan, dan aktifitas fisik mempengaruhi status nutrisi dan dimanifestasikan sebagai gangguan pertumbuhan, berat badan bertambah ataupun berat badan menurun (Tan, 2013). Penurunan berat badan yang berlebihan pada pasien LLA merupakan efek samping dari terapi kanker. Anoreksia, muntah, ataupun malabsorpsi akan mengurangi absorpsi dari nutrien yang dikonsumsi. Sedangkan pada pasien yang mengalami peningkatan berat badan dan obesitas, dikaitkan dengan penggunaan steroid yang berkepanjangan pada saat terapi sehingga selera makan pasien akan meningkat dan asupan energi meningkat (Tan,2013) Indeks Massa Tubuh Anak Menurut CDC (2011), Indeks Massa Tubuh adalah angka yang didapatkan melalui perhitungan berat badan dan tinggi badan anak. IMT merupakan salah satu indikator yang menunjukkan lemak dalam tubuh pada anak-anak maupun remaja. Perhitungan IMT tidak memakan biaya dan merupakan metode yang mudah untuk digunakan sebagai screening awal untuk masalah berat badan.

17 21 Untuk anak-anak, IMT spesifik terhadap usia dan jenis kelamin, sehingga sering disebut BMI-for-age. Setelah dilakukan perhitungan IMT, hasilnya akan di-plot-kan ke dalam kurva WHO maupun CDC sesuai dengan usia mereka untuk mendapatkan hasil persentil. Persentil merupakan indikator yang sudah umum digunakan untuk melihat pertumbuhan anak-anak dan hasilnya membantu mengklasifikasikan anak-anak sesuai dengan berat badan mereka. Interpretasi hasil : Kurva WHO (2014) : Z score : < -3SD : Gizi buruk / Kurus sekali < -2SD s/d -3SD : Gizi kurang / Kurus -2SD s/d +2SD : Gizi baik / Normal > +2SD : Gizi lebih / Gemuk Persentil : < 5th persentil : Underweight 5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik) 85th persentil - < 95th persentil : Overweight >= 95th persentil : Obesitas Kurva CDC (2011) : < 5th persentil : Underweight 5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik) 85th persentil - < 95th persentil : Overweight >= 95th persentil : Obesitas

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leukemia merupakan kanker pada jaringan pembuluh darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang yang paling sering

Lebih terperinci

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain LEUKEMIA Keganasan sistem hemopoietik: transformasi maligna suatu progenitor/prekursor sel darah klon sel ganas proliferasi patologis (abnormal) & tidak terkendali menyebabkan: - pendesakan kegagalan sumsum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008; American Cancer. sisanya sebagian besar AML (Rudolph, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008; American Cancer. sisanya sebagian besar AML (Rudolph, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah (Hoffbrand, Pettit & Moss, 2005). Leukemia merupakan

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54 Leukemia adalah kondisi sel-sel darah putih yang lebih banyak daripada sel darah merah tapi sel-sel darah putih ini bersifat abnormal. Leukemia terjadi karena proses pembentukan sel darahnya tidak normal.

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan jenis penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

LAPORAN TUTORIAL MODUL : Ilmu Penyakit Dalam TRIGGER 5. OLEH: Kelompok Tutorial XVII

LAPORAN TUTORIAL MODUL : Ilmu Penyakit Dalam TRIGGER 5. OLEH: Kelompok Tutorial XVII LAPORAN TUTORIAL MODUL : Ilmu Penyakit Dalam TRIGGER 5 OLEH: Kelompok Tutorial XVII Fasilitator : dr.rifkind Malik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG 2012/2013 Trigger 5 : Bukan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks semakin hari menjadi salah satu penyakit yang semakin meresahkan manusia. Kanker diperkirakan menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak yang melebihi 20% pada pria dan 25% pada wanita dari bobot badan normal. Kondisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit memiliki status gizi berbeda-beda, ada yang sangat kurus, kurus, normal hingga pasien yang berbadan gemuk. Pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hematologi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada umumnya, darah terdiri dari dua komponen utama, yaitu: (1) 55% adalah sel plasma, cairan matriks ekstraselular yang mengandung zat-zat terlarut, dan (2) 45%

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Gizi lebih tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Leukemia Akut Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

Editor : Yayan Akhyar Israr. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Editor : Yayan Akhyar Israr. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Editor : Yayan Akhyar Israr Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2010 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kanker merupakan penyakit keganasan yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar. Penyakit kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Kanker

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyebab utama kesakitan dan kematian didunia terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditransmisikan oleh nyamuk Ae. Aegypti. 1 Menyebabkan banyak kematian pada anakanak sekitar 90 % dan biasanya

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUSU/RS. Dr. Pirngadi Medan Zairul Arifin Bagian Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak Telah dilakukan suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN Penyakit Leukimia TUGAS 1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah Editor : LUPIYANAH G1C015041 D4 ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64 14 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Frekuensi Karakteristik Trombosit, Perdarahan Kulit, Petechiae, Perdarahan Mukosa, Epistaxis, Perdarahan Gusi, Melena 60 Hasil Uji Statistik Trombosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyakit keganasan yang timbul ketika sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian tumbuh cepat dan tidak mempedulikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION

INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION INTRATHECAL CHEMOTHERAPY INDICATION AND PATIENT SELECTION Yudha Haryono, dr., Sp. S Neurology Departement of Madical Faculty Airlangga University Dr. Soetomo General Hospital Surabaya JW MARRIOTT, CNE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap perubahan status nutrisi telah diketahui sejak tahap awal epidemi. Penyebaran HIV di seluruh

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolute atau

Lebih terperinci

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak tubuh dengan berat badan total lebih besar daripada normal, atau terjadi peningkatan energi akibat ambilan makanan yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DBD (Demam Berdarah Dengue) DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Patogenesis Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Cytokine-mediated signaling pertumbuhan dan ketahanan sel

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR KREATININ PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA BLU RSUP PROF DR RD KANDOU

ANALISIS KADAR KREATININ PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA BLU RSUP PROF DR RD KANDOU ANALISIS KADAR KREATININ PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA BLU RSUP PROF DR RD KANDOU 1 Fajrul Falakh Tamsil 2 Max F.J Mantik 2 Adrian Umboh 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang paling sering diderita manusia. Saat ini penderita obesitas di dunia terus meningkat. Penelitian sejak tahun 1990-an menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan BAB I KONSEP DASAR A. Konsep Medis Kurang Energi Protein (KEP) 1. Pengertian Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atua lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian

Lebih terperinci