BAB I PENDAHULUAN. banyak suku dan bahasa dan juga memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. banyak suku dan bahasa dan juga memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Papua adalah Provinsi yang terletak di ujung timur Indonesia. Provinsi Papua memiliki banyak suku dan bahasa dan juga memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda-beda. Di Papua terdapat berbagai macam suku, bahasa dan budaya. Pola hidup yang dianggap biasa oleh salah suatu suku belum tentu sama dengan suku yang lain, meskipun masing-masing wilayah saling berdekatan. Begitu pula dengan cara mereka bergaul dan menjalani kehidupan mereka sehari-hari. Bahasa yang digunakan, kepercayaan yang dianut, dan budaya yang ada pada tiap suku di Papua berbeda, sehingga Papua dikenal memiliki beragam suku dan bahasa. Dahulu sebelum resmi bergabung dengan Indonesia, orang Papua memiliki gerakan untuk menentukan nasib sendiri dan semuanya itu terjadi pada saat zaman pendudukan Jepang pada tahun Banyak manuskrip telah mencatat sejarah perlawanan rakyat Papua yaitu gerakan Koreri di wilayah Biak yang paling spektakuler dan berpengaruh pada saat itu 1. Gerakan ini sendiri dipimpin oleh Angganitha Menafaur. Ia menjuluki dirinya sebagai Ratu emas dari Yudea dan ia juga menahbiskan diri sebagai nabi perempuan titisan Manseren Manggoendi 2. Gerakan Koreri ini kemudian mengalami penjelmaan dari gerakan kebatinan kepada gerakan kemerdekaan yang bersifat ethonasionalis-politis akibat salah seorang rekan seperjuangan Menafaur yang bernama Stephanus Simopyaref berambisi untuk menyatukan semua suku dan klan Melanesia ke dalam suatu pandangan nasionalisme bangsa Papua 3. 1 P.J. Droglever, Tindakan Pilihan Bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, Kanisius, Yogyakarta, 2010,86 2 Ibid 3 Decky Wospakrik, S.H, Gerakan Separatis di Papua Diktat, Salatiga, 2011, 1

2 Perjalanan Papua untuk menentukan nasib sendiri kemudian memasuki babak baru. Dalam sidang BPUPKI pada tanggal 10 dan 11 Juli 1945, status Papua sebagai wilayah bagian dari Indonesia sangat alot diperdebatkan. Ada banyak pandangan yang beredar mengenai Papua yang berintegrasi dengan Indonesia menurut Muhamad Yamin dan Ir. Soekarno dan juga ada pandangan yang non-integratif dari Muh. Hatta 4. Pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, tetapi Papua secara administratif masih berada di bawah naungan kerajaan Belanda. Kemudian Belanda memberikan kebebasan bagi bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. Belanda pada saat itu bertujuan untuk menyiapkan kemerdekaan bangsa Papua sebagai sebuah negara di bawah naungan kerajaan Belanda. Kaum elit Papua terdidik yang dipimpin Nicholas Jouwe, merespon baik niat Belanda itu dengan membentuk satu organisasi yang bernama Nieuw Guinea Raad, yang bertujuan untuk mempersiapkan alat-alat dan simbol-simbol kelengkapan negara. Negara yang telah dipersiapkan oleh bangsa Papua itu kemudian dinamakan Papua Barat atau West Papua. Kemudian pada tanggal 1 Desember 1961, Bendera Bintang Kejora yang merupakan bendera nasional negara Papua Barat dikibarkan sejajar dengan bendera negara Belanda. Lagu yang dipilih menjadi lagu kebangsan adalah lagu Hai Tanahku Papua karangan Pdt. Izaak Samuel Kijne yang merupakan bagian karangan dari buku nyanyian Seruling Emas, yang dikarang sekitar 30 tahun lebih, jauh sebelum kemerdekaan Papua barat diproklamasikan di hadapan putra mahkota kerajaan Belanda 5. Proklamasi yang dilakukan oleh bangsa Papua Barat pada saat itu menyebar dan kemudian diketahui oleh Pemerintahan Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1961 dari alunalun Yogyakarta, terdengar pidato Tri Komando Rakyat yang mengobarkan semangat 4 Drooglever, ibid, Ibid, 571

3 pengembalian Papua kembali kepada NKRI dari Negara Boneka yang dianggap pembentukan oleh Belanda. Tahun 1962, pasukan Indonesia mulai merencanakan dan melaksanakan operasi pembebasan Papua dari Belanda. Di tengah konflik yang memanas, pada bulan Maret di Tahun yang sama, Amerika Serikat mengajukan usulan kepada PBB mengenai permasalahan Papua Barat. PBB kemudian menyetujui usulan tersebut dengan mengadakan New York Aggrement pada tanggal 15 Agustus Dalam perundingan ini terjadi kesepakatan yang berisi : 1. Belanda menyerahkan tanggung jawab administratif pemerintah Papua Barat kepada PBB melalui UNTEA, 2. Terhitung 1 Mei 1963, UNTEA Menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, 3. Pada akhir tahun 1969 diadakan act of free choice bagi rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri di bawah pengawasan PBB 6. Papua resmi bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada Tahun Resmi bergabungnya Papua dengan NKRI melalui suatu perundingan yang disebut PEPERA. PEPERA sendiri adalah singkatan dari Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera/act of free choice). Penentuan pendapat tersebut hanya diwakili oleh orang Papua, sedangkan dalam Act of self-determination, yang mengaidahkan bahwa satu orang mempunyai hak satu suara. Proses untuk masuknya Papua ke dalam bagian Indonesia sendiri mengalami suatu proses yang sangat panjang. Proses tersebut juga secara langsung terlihat menimbulkan adanya kekerasan fisik dan mental. Menurut rakyat Papua sampai saat ini PEPERA masih dianggap sebagai bentuk manipulasi Indonesia untuk menguasai Tanah Papua 7. Kebanyakan orang juga menyatakan PEPERA ini sendiri telah dimenangkan oleh aparat melalui mencong senjata, tekanan, intimidasi 6 Decky Wospakrik, S.H, Ibid, 3 7 Ibid

4 dan teror yang semuanya itu mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang cacat secara hukum Internasional 8. Bangsa Papua sendiri yang menjadi saksi hidup kekejaman orang Indonesia pada waktu itu mencatat bahwa, ketika Papua diserahkan secara administratif kepada UNTEA, keadaan situasi politik sangat berubah drastis dan dirasakan ada yang sangat mengganggu. Orang Papua juga dibodohi serta diperlakukan secara tidak manusiawi dengan jajak pendapat tersebut. Selain itu juga terlihat praktik yang mendiskreditkan orang asli Papua mulai diterapkan oleh bangsa Indonesia dan penggunaan kekuatan militer secara penuh, serta operasi-operasi intelejen yang sangat terkoordinir membuat orang Papua sendiri berada dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk memerdekakan diri dan lebih memilih kepada NKRI karena takut ancaman dan nyawa yang menjadi taruhannya 9. Kekerasan yang dialami dahulu tidak dapat dipungkiri semua itu terjadi sampai pada masa sekarang ini. Memasuki rezim orde baru dan runtuhnya rezim tersebut pada tahun 1998, keinginan kemerdekan secara utuh dari orang Papua untuk lepas dari NKRI adalah salah satu pandangan yang berkembang pada saat itu. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Papua dengan mengusung isu 10 : 1. Pertanggungjawaban pemerintah pusat atas terjadinya pelanggaran HAM di Papua, 2. Hak untuk berpartisipasi dalam jenjang kepegawaian di Papua, 3. Pengendalian perampasan kekayaan alam di Papua, 4. Persoalan hak ulayat atas tanah adat masyarakat Papua. Tuntutan tersebut tidak direspon baik oleh pemerintah. Seiring dengan perubahan isu, terjadi pula perubahan aktor. Demonstrasi yang pada awalnya dilancarkan oleh para pemuda dan 8 Pale Gwijangge, Kerkerasan Negara Terhadap Masyarakat Papua., Salatiga:Tesis MSA UKSW,2013, 2 9 Ibid, 3 10 Decky Wospakrik, S.H, Ibid, 5

5 mahasiswa, kemudian bergabunglah kelompok-kelompok tua dan tokoh-tokoh agama yang kembali mengusung masalah lama yakni masalah PEPERA. Perlu dilandasi juga pergolakan di Papua pada tahun 1998 merupakan suatu bentuk kekecewaan masyarakat Papua akibat berbagai penderitaan baik secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Bukan hanya itu saja, tetapi juga karena pelanggaran HAM akibat diberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM) dan stigmatisasi OPM sebagai kelompok pengacau keamanan yang disematkan militer Indonesia kepada orang Papua. Ada juga pandangan bahwa Papua kekayaan yang dimiliki oleh orang Papua dirampas oleh Indonesia dan termarginalnya masyarakat Papua oleh kekuasaan pusat. Untuk meredam hal tersebut pemerintah Indonesia mencoba merespon semuanya itu dengan mengeluarkan undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong 11. Hal tersebut membuat Papua pada saat itu terpecah menjadi 3 bagian Provinsi. Jalan pemecahan masalah dari Pemerintah Pusat tersebut ditolak secara luas oleh seluruh rakyat Papua. Pemerintah Indonesia kembali merespon dalam Sidang Umum MPR Oktober 1999 dengan mengeluarkan TAP MPR No. 4/1999 tentang GBHN yang berisi tentang Integrasi bangsa dipertahankan di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah Otonomi Khusus yang diatur dengan Undangundang Ini adalah pernyataan awal adanya Otonomi Khusus yang terdapat dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 bagi Provinsi Papua, untuk meredam dan menyelesaikan konflik yang berkepanjangan tersebut. Otonomi Khusus di Papua pada dasarnya bertujuan untuk memberikan 11 Ibid 6

6 kewenangan yang lebih luas bagi Pemerintah Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan memimpin diri sendiri dalam kerangka NKRI 12. Kewenangan ini juga adalah bagaimana upaya untuk mengembangkan semua potensi dari berbagai bidang tetapi juga memberikan peran yang memadai bagi orang Papua untuk dapat berkembang. Sifat dari Otonomi Khusus ini juga secara tidak langsung melindungi dan memberikan hak-hak dasar bagi orang asli Papua untuk dapat berkembang. Tetapi dalam kenyataannya Otonomi Khusus sendiri seiring berjalannya waktu mengalami banyak permasalahan. Permasalahan yang terjadi adalah 13 : 1. Tidak adanya kesepahaman antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua. Pemerintah Pusat sendiri tidak mempunyai komitmen yang kuat dalam pelaksanaan Otonomi Khusus ini tetapi juga Pemerintah Papua ini sendiri tidak siap dengan pelaksanaan otsus di Papua. Pemerintah pusat berpandangan adalah Otsus Papua ada sebagai sarana bagi gerakan separatis Papua, sehingga banyak penyimpangan yang terjadi di daerah-daerah pemekaran dibiarkan begitu saja. 2. Adanya juga temauan penyelewengan dana Otsus Papua oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebesar Rp.4,2 Triliun dari total 28,8 Triliun sejak periode Dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk pengembangan pendidikan dan kesehatan rakyat Papua. 3. Pembentukan MRP di wilayah Provinsi Papua Barat telah melenceng dari semangat Otonomi Khusus di Papua mengenai UU Otsus Papua, PP No. 54/2004 dan Perdasus No 4/2010 tentang Pemilihan Majelis Rakyat Papua yang hanya mengenal satu MRP. Ini mengakibatkan adanya dualisme MRP yang dapat menyebabkan perpecahan. 4. Terjadi pemaksaan dalam pemekaran di wilayah Papua yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan membagi Papua menjadi tiga Provinsi. 12 Ibid 13 Ibid

7 5. Pemerintah Pusat melarang penggunaan lambang dan simbol kedaerahan yang berhubungan dengan gerakah separatis dan hal ini sangat bertentangan dengan amanat penggunaan lambang yang terdapat dalam Pasal 2 UU Otonomi Khusus. 6. Terjadi masalah dalam pembagian sumber daya alam Papua untuk wilayah Papua sendiri dan di pusat. Ini terlihat dari permasalahan yang terjadi dengan kontrak antara Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia. Banyaknya persoalan yang terjadi di Papua ini mengakibatkan orang Papua merasa jenuh dengan ketidakadilan yang terjadi. Beberapa orang Papua mulai kembali melihat sejarah dan mulai mengingat kembali akan perkataan seorang zending pekabaran injil, Pdt. Izaak Samuel Kijne. Kijne adalah seorang penginjil Zending yang berasal dari Belanda, datang dan diutus untuk mengajar dan mendidik orang Papua dahulu melalui sekolah-sekolah peradaban yang dibangun zending pada saat itu. Dalam mendidik orang Papua, ia menggunakan pendekatan agama, bahasa dan budaya 14. Dari pendekatan yang ia lakukan, ia dapat mengenal dan membentuk suatu pola peradaban baru bagi orang Papua melalui Pendidikan. Banyak hal yang telah dilakukan olehnya, akhirnya ia dianggap sebagai nabi bagi orang Papua. Dalam melakukan pekerjaannya dan pelayanannya, ia banyak melakuakan nubuatan. Hal ini disebabkan Kijne terlihat mempunyai tujuan yang baik bagi orang Papua dan juga ia melihat adanya potensi bagi orang Papua untuk dapat berkembang sama seperti bangsa lain. Salah satu perkataan nubuatnya yang terkenal dan dikenang oleh orang Papua, diucapkan di Miei, Wasior pada tanggal 26 Oktober Ia mengatakan Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri 15. Kalimat 14 Pdt. J.F. Onim, M.Th, 87 Tahun Sejarah Pendidikan Teologi di Tanah Papua, Jayapura:GMT,2004, Hanz Wanma, Cahaya Yang Pudar di Bukit Peradaban Tanah Nieuw Guinea, Jayapura:Andy Wijaya,2011,hal 104

8 inilah yang mulai berkembang dalam pemikiran orang Papua dan menjadi penyemangat bagi orang Papua untuk bagaimana dapat memimpin dirinya sendiri tanpa tekan dari siapapun. Bertolak dari latar belakang diatas, Penulis ingin melakukan penelitian mengenai Suatu Studi Terhadap Pemaknaan Ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne. B. Perumusan Masalah Dalam hal ini masalah yang diangkat dari judul ini adalah apa maksud dari perkataan Pdt. Izaak Samuel Kijne mengenai memimpin diri sendiri. Berdasarkan pokok masalah ini, maka untuk pemecahannya penulis memfokuskannya pada beberapa pertanyaan dibawah ini : 1. Apa makna dari ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne dulu mengenai Memimpin Diri Sendiri? 2. Bagaimana pemahaman Tokoh Gereja dan Tokoh Masyarakat Papua kini tentang perkataan Pdt. Izaak Samuel Kijne mengenai Memimpin Diri Sendiri? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk meneliti: 1. Mendeskripsikan makna dari ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne dulu mengenai Memimpin Diri Sendiri. 2. Mendeskripsikan pemahaman Tokoh Gereja dan Tokoh Masyarakat Papua kini tentang ungkapan Pdt. Izaak Samuel Kijne mengenai Memimpin Diri Sendiri. D. Manfaat Penelitian

9 Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi seluruh masyarakat Papua pada khususnya dan Sinode GKI di Tanah Papua pada umumnya, serta mahasiswa Fakultas Teologi selaku calon pemimpin gereja. E. Kerangka Berpikir Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri ini merupakan kutipan dari perkataan Pdt. Izaak Samuel Kijne yang di anggap menjadi nabi bagi orang Papua. Perkataan ini dianggap juga sebagai suatu perkataan penyemangat bagi orang Papua. Dalam hal ini saya menemukan beberapa hal yang saya anggap bertentangan dengan maksud dari perkataan tersebut. Masalah yang ditemukan adalah bagaimana sumber daya alam Papua yang melimpah, namun orang Papua sendiri masih belum menikmati hasil tersebut dan belum dapat memimpin dirinya sendiri. Dengan kata lain, orang Papua belum dapat menjadi tuan di negerinya sendiri. Masalah tersebut yang mengakibatkan adanya salah penafsiran dari perkataan tersebut, ditambah dengan adanya suatu anggapan adanya kesenjangan sosial kepada orang Papua. Maka dalam masalah ini saya ingin meluruskan maksud yang sebenarnya dari perkataan Pdt. Izaak Samuel Kijne mengenai memimpin diri sendiri. F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Kualitatif yang bersifat Deskriptif untuk memandu peneliti dalam mengeksplorasi dan memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas, dan mendalam (Sugiyono, 2008).

10 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Kota Jayapura Waktu : 1 Bulan 3. Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini, diperoleh dari data Primer dan sekunder. Yaitu data yang diperoleh dari informan (Kunci) yaitu Tokoh Gereja terdiri dari, Ketua Sinode dan Mantan Badan Pekerja Am Sinode GKI di Tanah Papua, guruguru jemaat (Murid Kijne) dan beberapa Tokoh Masyarakat, serta berbagai Literatur yang dapat membantu penulis dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa: Wawancara: Teknik Pengumpulan Data di mana peneliti melakukan dialog langsung secara terbuka dengan informan untuk mendapatkan gambaran tentang fokus penelitian. 16 Teknik ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara terbuka pula. Kajian Literatur : Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengkajinya dari buku-buku yang sesuai dengan persoalan yang sementara dibahas. 5. Teknik Analisa Data Data yang dikumpulkan di analisa secara kualitatif bertujuan memaparkan secara tepat fungsi, peran, sifat, dari persoalan yang sementara dibahas, sehingga ia dapat memberikan fakta mengenai objek penelitian. Sedangkan metode analisa yang dipakai adalah Metode Deskrisptif. 6. Cara Penyajian 16 H.Hadawi Nawawi, MetodologiPenelitianBidangSosial, Yogyakarta : Gajah Mada University, 1998, Hlm 70

11 Penulisan ini disajikan dalam empat Bab, yakni Bab I berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka berpikir, dan Metode Penelitian. Bab II Kerangka Teori, Bab III Laporan Penelitian Lapangan, Analisa Data dan Refleksi Teologis, Bab IV Penutup serta Kritik dan Saran.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil Perjanjian Komisi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

Lebih terperinci

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I. 1. Latar Belakang

Pendahuluan BAB I. 1. Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Keinginan orang Papua Barat 1 untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali diangkat setelah angin reformasi terjadi dalam Republik ini. Keinginan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 2008 OTONOMI KHUSUS. PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Papua. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4842) PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN Salah satu keputusan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 September 1949 adalah kedudukan Irian Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satu-kesatuan pemerintahan daerah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah : 178 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan di antaranya adalah : 1. Implementasi Otsus Papua di Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

BAB III KEWENANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN BAB III KEWENANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN A. Tentang Kementrian Dalam Negeri Keberadaan Kementrian Dalam Negeri, Diawali pada Zaman Hindia Belanda sampai tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

Pancasila dalam kajian sejarah perjuangan bangsa

Pancasila dalam kajian sejarah perjuangan bangsa Mata Kuliah Pancasila Modul ke: Pancasila dalam kajian sejarah perjuangan bangsa Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Panti Rahayu, SH, MH Program Studi MANAJEMEN PANCASILA ERA PRA DAN ERA KEMERDEKAAN 2 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi keprihatinan bersama. Sampai dengan saat ini, tercatat beberapa kasus

BAB I PENDAHULUAN. menjadi keprihatinan bersama. Sampai dengan saat ini, tercatat beberapa kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi ini menjelaskan tentang Nasionalisme Papua dalam bendera Bintang Kejora, Burung Mambruk, dan lagu Hai Tanahku Papua. Berbagai polemik yang berkaitan dengan ideologi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Lebih terperinci

BERBAGAI ANCAMAN TEHADAP KEUTUHAN NKRI (6 X 40 Menit)

BERBAGAI ANCAMAN TEHADAP KEUTUHAN NKRI (6 X 40 Menit) BERBAGAI ANCAMAN TEHADAP KEUTUHAN NKRI (6 X 40 Menit) Kompetensi Inti: 1.Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yg dianutnya. 2.Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI?

MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI? MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI? "Kami tidak butuh dibebaskan dari Penjara, tetapi butuh dan tuntut BEBASKAN Bangsa Papua dari Penjajahan Negara Kolonial Republik Indonesia", demikianlah

Lebih terperinci

IRIAN JAYA ATAU PAPUA ADALAH INDONESIA..

IRIAN JAYA ATAU PAPUA ADALAH INDONESIA.. Kolom IBRAHIM ISA Selasa, 15 April 2014 ------------------ IRIAN JAYA ATAU PAPUA ADALAH INDONESIA.. Asvi Warman Adam -- KEMBALIKAN IRIAN PADA BANGSA INDONESIA! Minggu lalu aku menerima kiriman artikel

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia

Lebih terperinci

PANCASILA ERA PRA KEMERDEKAAN

PANCASILA ERA PRA KEMERDEKAAN Modul ke: PANCASILA ERA PRA KEMERDEKAAN Fakultas Muhamad Rosit, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Soekarno pernah mengatakan jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Kompetensi dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 03Fakultas Oni FASILKOM PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA PRA KEMERDEKAAN & ERA KEMERDEKAAN Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan yang saat ini dinikmati oleh bangsa Indonesia bukanlah usaha mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang tidak hanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PERKEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI WiLAYAH INDONESIALatihan Soal 1.1

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PERKEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI WiLAYAH INDONESIALatihan Soal 1.1 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PERKEMBANGAN SISTEM ADMINISTRASI WiLAYAH INDONESIALatihan Soal 1.1 1. Provinsi pertama di Indonesia terbentuk berdasarkan hasil sidang... BPUPKI MPR PPKI DPR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belanda yang ingin menjadikan Papua Barat sebagai Boneka atau pergolakan

I. PENDAHULUAN. Belanda yang ingin menjadikan Papua Barat sebagai Boneka atau pergolakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian New York 1962, merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan kedaulatan NKRI. Usaha ini mendapatkan banyak sekali tantangan,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA http://nasional.inilah.com I. PENDAHULUAN Provinsi Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia bagian timur

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia Aktivitas 5.9 Carilah permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah di daerah kalian yang dapat membahayakan prinsip negara kesatuan. Diskusikan dalam kelompok mengapa masalah tersebut ada? Apa akibat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Bung Karno dan Pembebasan Papua Barat

Bung Karno dan Pembebasan Papua Barat Bung Karno dan Pembebasan Papua Barat Fakta sejarah menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya Republik Indonesia, Papua Barat merupakan wilayah negeri ini. Soekarno tidak pernah menganeksasi Papua Barat,

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Dalam Sejarah Perjuangan Bangsa (Pra Kemerdekaan) Fakultas MKCU Drs. AMIRUDDIN, S.P.d. MM Program Studi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Soekarno pernah mengatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1

FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1 FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1 Oleh: Sostenes Sumihe 2 1. Mencermati kondisi sosial kemasyarakatan Papau akhir-akhir ini, maka Papua lebih merupakan sebuah tanah konflik daripada

Lebih terperinci

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Pembentukan BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) Pembentukan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) Peristiwa Rengasdengklok Perumusan Teks

Lebih terperinci

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada tanggal 16 September 1975. Sebelumnya negara ini berada di bawah mandat teritori Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebagai suatu lembaga pelengkap dalam pelaksanaan Otsus Papua. Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB IV PENUTUP. sebagai suatu lembaga pelengkap dalam pelaksanaan Otsus Papua. Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Kedudukan MRP dalam peran dan fungsi dalam pelaksanaan Otsus Papua dari sisi kewenangan terlihat lemah. Sehingga MRP dilihat sebagai suatu lembaga pelengkap dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA

KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA Disusun Oleh : Nama : Rian Eka Putra Nim : 11.11.5130 Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo Kelompok : D Untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Pendidikan Pancasila JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmosudirdjo (1988:76) mengemukakan bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmosudirdjo (1988:76) mengemukakan bahwa: 39 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kewenangan Pemerintah Daerah Secara umum kewenangan merupakan kekuasaan untuk melakukan semua tindakan atau perbuatan hukum publik. Dengan kata lain, Prajudi Atmosudirdjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN-KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN. Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan

BAB IV KESIMPULAN. masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan BAB IV KESIMPULAN Pada dasarnya, persoalan konflik di Papua yang paling substansial adalah masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan untuk menangani konflik dan mentransformasi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN Profil Target Komunikasi Laki-laki dan perempuan tahun Semua status ekonomi

BAB 4 KONSEP DESAIN Profil Target Komunikasi Laki-laki dan perempuan tahun Semua status ekonomi BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Strategi Kreatif 4.1.1 Strategi Komunikasi Strategi komunikasi yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut: 4.1.1.1 Fakta Kunci Fakta kunci dari film edukasi Machmud Rumagesan

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB]

11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB] 11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB] 1. Definisi Ormas Sangat Umum, Membelenggu Semua Bentuk dan Bidang Kemasyarakatan Definisi Ormas dalam Pasal 1 yang serba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : VI / I Alokasi Waktu : 6 x 35 Menit Standar Kompetensi 1. Menghargai nilai-nilai juang dalam proses

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

INTEGRASI PAPUA KE DALAM INDONESIA: TINJAUAN SEJARAH

INTEGRASI PAPUA KE DALAM INDONESIA: TINJAUAN SEJARAH INTEGRASI PAPUA KE DALAM INDONESIA: TINJAUAN SEJARAH Cahyo Pamungkas Seminar refleksi akhir tahun Kajian Papua Pusat Penelitian Politik LIPI dan Jaringan Damai Papua 18 Desember 2014 Sistematika Pendahuluan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cita-cita dan tujuan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM

LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM LATIHAN SOAL BELA NEGARA Pilihlah jawaban yang benar. 1. Cinta tanah air merupakan perwujudan pengamalan Pancasila sila. A. Ketuhanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Urgensi Memahami Kembali Pancasila Oleh : Bambang Trisutrisno Ketua Lembaga Kajian Pertahanan untuk Kedaulatan NKRI KERIS

Urgensi Memahami Kembali Pancasila Oleh : Bambang Trisutrisno Ketua Lembaga Kajian Pertahanan untuk Kedaulatan NKRI KERIS Urgensi Memahami Kembali Pancasila Oleh : Bambang Trisutrisno Ketua Lembaga Kajian Pertahanan untuk Kedaulatan NKRI KERIS www.lembagakeris.net Sebagai Bangsa yang dihuni oleh berbagai suku bangsa, etnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan kata lain, gerakan

Lebih terperinci

H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH.

H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH. Modul ke: IDENTITAS NASIONAL Disampaikan pada perkuliahan Kewarganegaraan kelas PKK Fakultas Ekonomi & Bisnis H. U. Adil Samadani, SS., SHI.,, MH. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA Indonesia Dahulu Kala Sebagai sebuah bangsa, embrio bangsa Indonesia dapat dilacak dari abad ke-7m Ditandai munculnya kerajaan Kutai, Mataram Kuno, Sriwijaya,

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cita-cita dan tujuan Negara

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS; MENGETAHUI SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA MENJELASKAN

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA PANCASILA Modul ke: 03Fakultas Ekonomi dan Bisnis PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi S1 Manajemen Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia Presiden

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: MATA KULIAH BAHASA INDONESIA 03 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SUPRIYADI, M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan internet saat ini memberikan banyak kemudahan bagi para penggunanya. Internet memungkinkan penggunanya mendapatkan informasi yang diinginkan dengan cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi dibutuhkan sebagai pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Namun fungsi dari komunikasi tidak hanya terbatas sebagai pengantar bahasa dan interaksi manusia,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Bab 1. Standar Kompetensi Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Bab 1. Standar Kompetensi Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas Semester : Sekolah Dasar (SD) : Pendidikan Kewarganegaraan : VI (Enam) : I (Satu) Bab 1 Standar Kompetensi Menghargai nilai-nilai

Lebih terperinci

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6 KISI KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Nama Madrasah: MTsN 1 Kota Serang Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas : IX Kurikulum : KTSP/2006 No Standar Kompetensi

Lebih terperinci