BAB IV KESIMPULAN. masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan
|
|
- Farida Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV KESIMPULAN Pada dasarnya, persoalan konflik di Papua yang paling substansial adalah masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang diperlukan untuk menangani konflik dan mentransformasi konflik Papua agar dapat mencapai rasa aman dan damai dalam jangka waktu yang panjang adalah dengan memperhitungkan faktor manusia itu sendiri, penghargaan terhadap harkat kemanusiaan, jati diri dan hak-hak dasar orang Papua. 55 Pendekatan yang digunakan untuk menangani konflik di Papua ini perlu mengutamakan unsur manusia itu sendiri dalam hal keselamatan, mengurangi penderitaan, dan menghargai hak-hak dasar masyarakat Papua. Dalam prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas imparsialitas, dan humanis menjadi prinsip pengantar dalam memberikan bantuan kemanusiaan baik terhadap konflik maupun bencana. Hal ini juga berlaku dalam konteks konflik Papua terutama oleh aktor-aktor yang berusaha menangani dan mentransformasi konflik agar dapat menghasilkan perdamaian jangka panjang dan berkelanjutan. Tidak ada pihak yang lebih diutamakan dan juga keadilan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Agar seluruh masyarakat dapat merasakan cita-cita perdamaian tersebut, dibutuhkan kemauan untuk duduk bersama dalam dialog sebagai pintu gerbang perdamaian yang akan membicarakan segala pendekatan kemanusiaan yang 55 Dr.Sostenes Sumihe, 2013 dalam 100 Orang Indonesia Angkat Pena demi Dialog Papua. Yogyakarta: Interfidei. 59
2 menjamin keselamatan dan hak-hak masyarakat Papua sehingga konflik separatisme di Papua dapat ditransformasi menuju resolusi. Segala keluhan masyarakat Papua perlu didengar oleh pemerintah melalui dialog agar kepercayaan masyarakat yang telah hilang dapat muncul kembali. Sebaliknya, untuk dapat mempertahankan keutuhan NKRI sebagai wujud kedaulatan negara, Pemerintah perlu menurunkan ego untuk dapat mendengarkan keluhan masyarakat dan menangani konflik separatisme dengan pendekatan yang paling manusiawi, yaitu dengan dialog kemanusiaan. Untuk menjaga keutuhan negara, pemahaman terhadap konflik perlu diberikan perhatian khusus hingga level grass root (akar rumput), tidak hanya secara top down yang selama ini diberlakukan selaras dengan kurikulum Orde Baru dengan falsafah top-down nya. Kekerasan hati masing-masing pihak perlu diredam terlebih dahulu sebelum memulai dialog partisipatoris ini. Kekerasan hati yang dimaksudkan oleh Pasto Neles Tebay berupa NKRI harga mati bagi pemerintah Indonesia dan Papua Barat merdeka untuk masyarakat Papua. A. Transformasi Konflik Papua Konflik merupakan suatu kenyataan hidup yang tidak dapat dihindari dan terjadi jika terdapat tujuan masyarakat yang tidak sejalan. Konflik sendiri timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan antargolongan seperti kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran, akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang- yang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, 60
3 kemiskinan, penindasan, kejahatan dan masing-masing tingkat tersebut berpotensi untuk menghadirkan perubahan baik yang konstruktif maupun destruktif. 56 Jika suatu konflik ditekan, masalah-masalah baru akan muncul di kemudian hari tetapi juga berpotensi untuk menjadi bagian dari solusi dari suatu masalah. Konflik juga dapat berpotensi menimbulkan kekerasan jika terjadi hal-hal berikut: 1. Saluran dialog dan wadah untuk mengungkapkan perbedaan pendapat tidak memadai 2. Suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan-keluhan yang terpendam tidak didengar dan diatasi 3. Banyak ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakutan dalam masyarakat yang lebih luas. Untuk menangani konflik yang sudah terlanjur terjadi dalam bentuk kekerasan, diperlukan transformasi konflik untuk mengatasi sumber konlikkonflik sosial dan politik yang lebih luas dan upaya untuk mengubah kekuatna negative dari peperangan menjadi kekuatan osial dan politik yang positif. Transformasi konflik sendiri merupakan strategi yang paling menyeluruh dan luas, yang juga merupakan strategi yang membuthkan komitmen yang paling lama dan paling luas cakupannya. 57 Berdasarkan asumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaran yag muncul sebagai masalah masalah sosial, budaya, dan ekonomi, sasaran yang ingin dicapai dalam upaya transformasi konflik adalah sebagai berikut: 56 Simon Fisher, et al, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak (Working with Conflict: Skills and Strategies for Action). The British Council. Hlm Ibid, Hlm
4 1. Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaran dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi. 2. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihakpihak yang mengalami konflik. 3. Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan. 58 Trauma dan kepedihan yang dialami di masa lampau sering diremehkan: seperti pengalaman pribadi dan pengalaman kolektif tentang kepedihan, kehilangan, kesakitan, dan mungkin kekerasan; ini sering menjadi penghalang dalam menangani konflik. Dalam konteks konflik Papua, masyarakat Papua telah mengalami perjalanan panjang penderitaan sejak bergabung dengan Indonesia sehingga muncul ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Konflik di Papua terjadi karena telah lamanya penderitaan masyarakat Papua dan teriakan mengenai dialog yang belum dilakukan oleh Pemerintah pusat. Komunikasi yang tidak berjalan dengan baik inilah yang menyebabkan konflikkonflik di Papua mengalami eskalasi sehingga tuntutan separatisme dianggap menjadi jalan keluar yang terbaik bagi sebagian kelompok masyarakat yang merasa tidak puas dengan jalannya pemerintahan di Indonesia. Ketika masyarakat Papua sudah mengalami keputusasaan dengan pendekatan pemerintah melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan yang dinilai kurang berhasil, tokohtokoh masyarakat Papua pun pada akhirnya menyuarakan dialog sebagai jalan paling damai dan manusiawi. Masyarakat Papua pada kesempatan sebelumnya pernah mengemukakan keinginan untuk berdialog pada rezim Habibie. Akan tetapi, dialog tersebut tidak mendapat respon yang baik dari pemerintah sehingga mengurungkan cita-cita 58 Ibid, Hlm 9. 62
5 masyarakat Papua pada saat itu. Ketika rezim Habibie beralih pada rezim Abdurrahman Wahid, kebebasan berekspresi (freedom of expression) mulai didapatkan oleh masyarakat Papua yang dapat dengan bebas mengibarkan bendera bintang kejora bersamaan dengan bendera merah putih. Namun, rezim Abudrrahman Wadih yang berlangsung tidak begitu lama telah berganti menjadi kebijakan Otonomi Khusus Papua yang dalam perjalanannya mengalami banyak hambatan yang berasal dari elit-elit Papua sendiri sehingga peruntukan dana Otsus tersebut tidak teralokasikan dengan baik kepada target, yaitu masyarakat di berbagai pelosok. Transformasi konflik-konflik separatism di Papua sangat diperlukan untuk bersama-sama mengatasi sumber-sumber konfllik sosial dan politik dan mengubah kekerasan-kekerasan menjadi suatu upaya persatuan yang solid antar masyarakat maupun dengan pemerintah pusat. Perjalanan panjang untuk mentransformasi konflik tersebut sangat diperlukan dalam mendukung proses dialog antara pemerintah pusat dengan komunitas-komunitas di Papua yang melatarbelakangi berbagai kepentingan. Kedua belah pihak perlu untuk bersamasama meningkatkan jalinan hubungan yang baik antara warganegara dengan pemimpin. Proses transformasi konflik memerlukan kerelaan dari berbagai pihak yang berkonflik untuk bersama-sama berupaya menanamkan pendekatan kemanusiaan dalam setiap permasalahan yang ingin diselesaikan dalam konflik separatisme. Dalam hierarki aktor-aktor yang berkepentingan di Papua, tingkat teratas diduduki oleh Pemerintah Pusat dan Daerah Papua. Pada tingkat kedua, NGO dan aparat 63
6 keamanan menempati posisi tengah dalam hierarki tersebut, dan pada tingkat paling bawah diduduki oleh masyarakat asli Papua dan pendatang yang digambarkan dalam hubungan piramida sebagai berikut: Gambar 1. Tingkatan Humanitarian Approach Berdasarkan Aktor Dari posisi teratas, pemerintah pusat telah memberikan dukungan dana dan kebijakan otonomi khusus kepada pemerintah daerah Papua. Dana yang terbilang cukup besar yaitu sekitar 4,35 triliyun pada tahun Dana tersebut telah dialokasikan untuk 29 kabupaten di Papua untuk berbagai bidang pembangunan. Namun dalam implementasinya, seluruh masyarakat belum dapat merasakan manfaat kebijakan tersebut karena peruntukan dana Otsus tersebut mengalami hambatan di level pemerintahan daerah. Sejumlah kasus korupsi yang dilakukan 59 bpkad.papua.go.id. Diakses tanggal 21 Juni
7 oleh pemerintah daerah telah muncul dan beberapa dugaan korupsi lainnya masih dalam penyelidikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan pada level pemerintahan daerah dalam upaya pemerintah pusat (pemerintah Indonesia) untuk mengatasi kompleksitas konflik di Papua. Selama ini, pemerintah pusatlah yang menjadi pihak yang dipercaya bertanggung jawab penuh terhadap konflik-konflik yang mengarah pada separatism di Papua, padahal, terdapat hambatan pada level pemerintahan daerah yang mengakibatkan terhambatnya pembangunan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat asli Papua sehingga tuntutan kemerdekaan semakin berkembang. Oleh karena itu, seluruh aktor dari tiap level masyarakat yang digambarkan dalam piramida di atas perlu menggunakan landasan humanitarian approach dalam melaksanakan kehidupan di Papua yang bermartabat dan humanis bagi masyarakat Papua maupun pendatang. Keselamatan manusia, penderitaan yang diringankan, serta martabat manusia yang terjaga menjadi prinsip yang melandasi setiap aksi yang akan dilakukan aktoraktor yang terlibat dalam konflik yang mengarah pada separatisme di Papua. B. Rekomendasi Perlu adanya goodwill (itikad/kemauan baik) dari pihak-pihak yang berkonflik baik dari pemerintah Inndonesia maupun masyarakat Papua dalam berbagai lapisan untuk dapat duduk bersama melakukan dialog untuk melihat segala permasalahan dari segi kemanusiaan. Goodwill tersebut nantinya mendasari rasa saling percaya yang tadinya tidak ada menjadi ada kembali untuk menghasilkan jalan keluar terbaik baik kedua pihak. Rakyat Papua yang heterogen 65
8 dalam hal latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan pandangan politik perlu diberi ruang untuk menyatukan visi sebelum masuk dalam perundingan dengan pihak Jakarta. 60 Oleh karena itu, dialog horizontal antara komunitas-komunitas Papua perlu dilakukan terlebih dahulu untuk menyatukan pandangan yang sama sebelum pada akhirnya dilanjutkan dengan pihak pemerintah agar tidak terjadi ketimpangan kepentingan antar golongan dan komunitas. Tidak hanya antar komunitas, tetapi juga antara warga sipil dan aparat pemerintahan daerah di Papua yang turut melakukan dialog agar terbentuk kepercayaan satu sama lain dan dapat menyatukan pikiran bersama dalam mencapai cita-cita masyarakat Papua akan kehidupan yang damai dan humanis. Sudah saatnya pihak pemerintah merespon permintaan masyarakat Papua dan rekomendasi dari LIPI dengan mengadakan dialog. Dialog tersebut berisikan berbagai hal yang menjadi ganjalan pemeritah Indonesia terhadap Papua dan sebaliknya. Cakupan bidang-bidang pokok agenda dialog meliputi segala aspek yang selama ini menjadi penyebab konflik seperti permerataan ekonomi, penghormataan terhadap hak-hak dasar, kebebasan berkespresi, kebebasan dari penyiksaan yang dilakukan oleh aparat militer, penghormatan terhadap budaya leluhur, serta kemajuan dalam pendidikan. Hal yang paling penting dalam konflik ini adalah mengenai pendidikan, baik dalam sektor formal maupun informal. Dari sektor formal, pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi menjadi tanggung jawab penuh pemerintah untuk dapat memenuhinya karena 60 Dr.Mery Kolimon, 2013 dalam 100 Orang Indonesia Angkat Pena demi Dialog Papua. Yogyakarta: Interfidei. Hlm
9 pendidikan merupakan hak substantif yang berada dalam kovenan hak ekonomi, sosial, dan budaya yang telah diratifikasi sendiri oleh pemerintah. Ketika terjadi konflik-konflik baik secara horizontal maupun vertikal, masyarakat Papua perlu mendalami asas Pancasila yang selama ini kurang dipahami sebagai falsafah dasar negara Indonesia. Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda namun tetap satu juga belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia yang secara fisik maupun psikis berbeda satu sama lain, terlebih masyarakat Papua yang merasa secara fisik berbeda sekali dengan masyarakat di luar Papua karena masyarakat Papua tergolong dalam Melanesian dan masyarakat non Papua tergolong Melayu. Perbedaan fisik tersebut semestinya tidak menjadi masalah bagi masyarakat Papua jika betul-betul memahami paham Bhinneka Tunggal Ika tersebut. Agar tidak terjadi kekerasan pula antara kelompok-kelompok masyarakat yang merasakan perbedaan secara fisik maupun ideology (perang suku), diperlukan pendidikan hukum dan HAM di Papua untuk membangun persaudaraan yang berlandaskan kemanusiaan. 61 Membangun relasi sosial secara horizontal maupun vertikal amatlah penting untuk menciptakan tatanan kehidupan yang harmonis dan damai. Terlebih, relasi horizontal akan membentuk solidaritas yang merupakan tanda dari kualitas persatuan dan hubungan harmonis dalam masyarakat. Dalam usaha mewujudkan tanah Papua yang damai, solidaritas kemanusiaan untuk turut merasakan kesakitan yang 61 I GM Sunarta, S.AG, MM, 2013 dalam 100 Orang Indonesia Angkat Pena demi Dialog Papua. Yogyakarta: Interfidei. Hlm
10 dialami oleh seseorang menjadi sangat penting untuk menjaga keutuhan relasi antarmasyarakat sendiri 62 sehingga dapat meredam kemungkinan berkonflik. Hal yang juga menjadi sangat penting untuk meredam intensitas konflikkonflik yang mengarah pada separatisme adalah dengan memberikan masyarakat Papua kebebasan untuk berkespresi (freedom of expression) sebesar-besarnya. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Elizabet Adriana menilai, untuk bisa menyelesaikan masalah dan menyelamatkan Papua, pemerintah harus memberikan kebebasan kepada masyarakat setempat."papua harus diberikan kebebasan berekspresi, rasa aman, nyaman, dan tidak takut untuk diteror. Hal-hal inilah yang dapat menyelamatkan Papua," 63 Menurut beliau, kemerdekaan yang dimaksudkan masyarakat Papua itu adalah bentuk dari ketidakpuasan Papua terhadap pemerintah pusat. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan perhatian pemerintah terhadap berbagai permasalahan yang ada di Papua yang telah terjadi semenjak Papua beralih dari Belanda ke Indonesia melalui UNTEA. Konsep mengenai kemerdekaan tidak semata-mata menginginkan pembentukan suatu negara baru dengan pemerintahan sendiri, tetapi juga karena ketidakmampuan pemerintah untuk menangani konflik-konflik dan ketertinggalan di Papua sehingga ideologi tersebut diteriakkan oleh kelompok-kelompok separatis tertentu. Untuk itu, pemerintah dan berbagai aktor kemanusiaan yang turut berpartisipasi aktif dalam menangani konflik di Papua perlu menggunakan humanitarian approach (pendekatan kemanusiaan) sebagai upaya awal untuk duduk bersama dan saling mendengarkan dalam sebuah proses dialog yang 62 Ibid, Hlm Diakses tanggal 16 Mei
11 berkelanjutan untuk menangani dan mentransformasi konflik separatisme di Papua menjadi sebuah jalan damai yang dicita-citakan masyarakat Papua dan menjaga persatuan NKRI bagi pemerintah Indonesia. Dari keseluruhan rekomendasi tersebut, hal yang perlu dibangun terlebih dahulu untuk dapat melakukan perbaikan dalam segala aspek kehidupan di Papua adalah dengan melaksanakan pemerintahan daerah yang bersih dan dapat menjadi model percontohan bagi masyarakat sipil dan pendatang di Papua. Dana otonomi khusus telah dikucurkan dari pemerintah pusat dan dialokasikan untuk berbagai bidang pembangunan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Namun, jalannya pemerintahan daerah masih tersendat-sendat oleh ketidakhadiran pemerintah daerah sebagai pimpinan dan pelaksana pemerintahan di Papua yang mengakibatkan terhambatnya program-program pembangunan. Masyarakat belum dapat merasakan manfaat dari kebijakan pemerintah pusat sehingga tuntutan akan kemerdekaan semakin merebak. Oleh karena itu, jalanannya pemerintahan daerah perlu disertai dengan humanitarian approach juga selain approach dari pemerintah pusat agar pemerintahan pusat dan daerah dapat bersinergi satu sama lain untuk menjalankan roda kehidupan di Papua yang penuh damai dan sejahtera. Agar dapat menjalankan pemerintahan ideal tersebut, dibutuhkan dialog konstruktif dari berbagai elemen mulai dari Pemerintah pusat, pemerintah daerah, aparat keamanan dan NGOs, serta masyarakat sipil dan pendatang untuk menjalankan pemerintahan dengan prinsip kemanusiaan yang turut memperhatikan aspek keselamatan manusia, meringankan penderitaan, dan menjaga martabat setiap manusia. 69
FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1
FAKTOR-FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN DIALOG JAKARTA JAYAPURA 1 Oleh: Sostenes Sumihe 2 1. Mencermati kondisi sosial kemasyarakatan Papau akhir-akhir ini, maka Papua lebih merupakan sebuah tanah konflik daripada
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satu-kesatuan pemerintahan daerah
Lebih terperinciBAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945
BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Tuhana Andrianto, Mengapa Papua Bergolak, (Yogyakarta: Gama Global Media, 2001), Hlm
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai beberapa konflik yang mewujud ke dalam bentuk separatisme. Salah satunya adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tanah Papua. Tulisan
Lebih terperinciBAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT
BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas
Lebih terperinciBAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinci[Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK. Dewi Triwahyuni
[Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK Dewi Triwahyuni 1 KONFLIK : KONSEP DAN TEORI 2 Konflik pada dasarnya merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki,
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Isu-isu kemanusiaan dewasa ini semakin meluas baik dari segi aktor-aktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu-isu kemanusiaan dewasa ini semakin meluas baik dari segi aktor-aktor kemanusiaan yang meluas maupun permasalahan yang semakin beragam dan menjadi perhatian. Tidak
Lebih terperinciRESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO
RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciPOKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012
POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012 UNTUK PENCERAHAN DAN SOLUSI PERMASALAHAN BANGSA Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari komponen bangsa. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat peduli atas
Lebih terperinci13MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara. Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Modul ke: Fakultas
Modul ke: Fakultas 13MKCU PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Program Studi Manajemen Makna Sila Persatuan Indonesia Persatuan
Lebih terperinciKEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA
KEADILAN UNTUK MASYARAKAT PAPUA Disusun Oleh : Nama : Rian Eka Putra Nim : 11.11.5130 Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo Kelompok : D Untuk memenuhi salah satu syarat Mata Kuliah Pendidikan Pancasila JURUSAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim
Lebih terperinciTitle? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT
Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap
Lebih terperinciOleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA
Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA Jakarta, 6 Oktober 2016 VISI KABINET KERJA: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN
Lebih terperinciDikdik Baehaqi Arif, M.Pd
IDENTITAS NASIONAL Dikdik Baehaqi Arif, M.Pd PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA Bangsa Indonesia adalah seluruh manusia yang menurut wilayahnya telah ditentukan untuk tinggal bersama di wilayah nusantara dari
Lebih terperinciMEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA
MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Disusun oleh: Nama : Tuzara Adhelia Wibowo No. Absen : 31 Kelas : X MIA 2 SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan
Lebih terperinciPROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at
PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya
Lebih terperinciMENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM
SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH
Lebih terperinciBAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.
Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks
BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Membangun Nasionalisme kebangsaan tidak bisa dilepas pisaahkan dari konteks wawasan kebangsaan yang merupakan pandangan seorang warga negera tentang negaranya, dan pembentukan
Lebih terperinciSOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016 Mata Pelajaran Kelas Nama Guru : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan : SMK X : Nur Shollah, SH.I Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat!
Lebih terperinciK E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal, yang mengharuskan
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA Yang saya hormati, Tanggal : 11 Agustus 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai
Lebih terperinciBAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah bersama bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
Lebih terperinciNO URUT. 16. Sumber : = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
NO URUT. 16 Visi Partai adalah bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur Proklamasi 17 Agustus 1945, diperlukan kualitas manusia Indonesia yang patriotik, yaitu warga bangsa yang cerdas, sehat,cakap,tangguh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,
Lebih terperinciREVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan
Lebih terperinciPada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas
Lebih terperinci2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita
Lebih terperinciadalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.
BAB V KESIMPULAN, ILPIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan pada Bab IV penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh nilai-nilai
Lebih terperinciPIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek
Lebih terperinciAMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015
AMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita sekalian Om Swastyastu
Lebih terperinciKebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Makalah Disampaikan pada
Lebih terperinciPANCASILA. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Bernegara
PANCASILA Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Bernegara Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pendahuluan
Lebih terperinciNo ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperincidengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional.
Lebih terperinciD E W A N P E R W A K I L A N R A K Y A T D A E R A H D A E R A H I S T I M E W A Y O G Y A K A R T A F R A K S I P D I P E R J U A N G A N
D E W A N P E R W A K I L A N R A K Y A T D A E R A H D A E R A H I S T I M E W A Y O G Y A K A R T A F R A K S I P D I P E R J U A N G A N Sekretariat: Jl. Malioboro, Nomor 54, Yogyakarta Telpun/Fax:
Lebih terperinciANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA
ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP. Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah Kabupaten Nagekeo dalam pembangunan saluran irigasi Mbay kiri dipicu oleh masalah ketidakadilan
Lebih terperinciKOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.
KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang
Lebih terperinciRefleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua
Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan
Lebih terperinciUKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia di tengah keberagamannya menganut falsafah Bhinneka Tunggal Ika. 1 Prinsip ini mengandung makna dan nilai yang sangat dalam serta luas bagi pengembangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA. Dr. H. Kadri, M.Si
PARTAI POLITIK DAN KEBANGSAAN INDONESIA Dr. H. Kadri, M.Si Outline Peran dan Fungsi Partai Politik Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Realitas Partai Politik saat ini Partai Politik sebagai Penjaga Nilai
Lebih terperinciPLEASE BE PATIENT!!!
PLEASE BE PATIENT!!! CREATED BY: HIKMAT H. SYAWALI FIRMANSYAH SUHERLAN YUSEP UTOMO 4 PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PANCASILA NKRI BHINEKA TUNGGAL IKA UUD 1945 PANCASILA MERUPAKAN DASAR
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh Bersama Ke-5, Jakarta, 8 Februari 2012 Rabu, 08 Pebruari 2012
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh Bersama Ke-5, Jakarta, 8 Februari 2012 Rabu, 08 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN CAP GO MEH BERSAMA KE-5 DI JIEXPO KEMAYORAN,
Lebih terperinciPemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciKODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA
KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai bangsa yang multikultur ternyata belum berhasil melakukan internalisasi nilai kedamaian yang terlihat dari masih mengemukanya berbagai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam
BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Irton, SE, M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA DOSEN
TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA = Fuad Anggoro Pandawa NIM = 11.01.3006 KELOMPOK = B PROGRAM STUDI = Pancasila JURUSAN = D3 (Teknik informatika) NAMA DOSEN Irton, SE, M.Si Kata Pengantar Alhamdulillah
Lebih terperinciKontroversi Agama dan Pancasila
Kontroversi Agama dan Pancasila Tugas Akhir Pancasila STMIK Amikom Yogyakarta Disusun Oleh : Dosen : : M Khalis Purwanto, Drs, MM Nama : HANANDA RISZKY PRATAMA Nim : 11.02.7959 ABSTRAK Agama mampu membangun
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengantar Hubungan internasional merupakan hubungan yang kompleks. Fenomena hubungan internasional banyak diwarnai oleh berbagai macam interaksi internasional dengan sifat, pola,
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,
Lebih terperinciK E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekuasaan atau adat yang berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan peraturan berupa norma yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku
Lebih terperinciSILABUS MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA
SILABUS MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Satuan Pendidikan : SMK NEGERI 21 JAKARTA Kelas : XI Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea ke Empat yaitu
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Pembangunan Daerah Dalam kampanye yang telah disampaikan, platform bupati terpilih di antaranya sebagai berikut: a. Visi : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-2
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-2 Substansi Hak dan Kewajiban asasi Manusia dalam Pancasila PANCASILA UNDANG UNDANG DASAR 1945 PASAL 28A -28J UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
178 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh beberapa temuan penelitian yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Berikut
Lebih terperinciPerayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia
1 Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia Musdah Mulia Hari ini umat Baha i di seluruh dunia berada dalam suka cita merayakan dwiabad atau genap 200 tahun kelahiran Baha ullah. Untuk
Lebih terperinciTERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA
TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.
Lebih terperinciKISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PPKn
KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PPKn No 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 1.1. Memahami karakteristik
Lebih terperinciAkses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia
Akses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia Tujuan Akses thd Keadilan melindungi dan memperkuat mereka yang miskin, lemah dan tertindas memberi mereka pintu untuk bisa masuk ke dalam pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciRENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN
LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciJendela Papua Papua Window
PROFIL Jendela Papua Papua Window JENDELA PAPUA adalah sebuah organisasi non pemerintah, yang berkedudukan di Kotamadya Sorong provinsi Papua Barat. JENDELA PAPUA berbentuk PERKUMPULAN, didirikan pada
Lebih terperinciPERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-59 - - 60 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KEDUA
Lebih terperinciApakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?
PANCASILA SEBAGAI PEMBANGUNAN BANGSA TEORI Pengertian Paradigma Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif),
Lebih terperinciPartisipasi Publik dan Harmoni Sosial
Bab VIII Penutup Ruang publik di wilayah perkotaan merupakan magnet yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha sektor informal. PKL merupakan aktivitas ekonomi sektor informal yang cukup
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)
BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciMata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah. RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin Topik Makalah RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21 Tanggal Penyerahan Makalah : 25 Juni 2013 Tanggal Upload
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,
Lebih terperinciKESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA
KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018
Lebih terperincid. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.
BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat
Lebih terperinci2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2012 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci