BAB 1 PENDAHULUAN. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) merupakan metode reproduksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) merupakan metode reproduksi"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) merupakan metode reproduksi terbantu yang efisien karena hanya membutuhkan satu buah sel telur dan satu buah sel sperma yang telah matang untuk memulai proses pembentukan individu baru (Okada et al. 1999, De Vos, 2000 dan Yanagida, 2009). Metode ini pertama kali ditemukan oleh Hiramoto (1966) untuk membuktikan bahwa peristiwa dekondensasi spermatozoa dan pembentukan pronukleus jantan tidak akan terjadi sebelum spermatozoa masuk ke dalam sel telur. Pada tahun 1976, Uehara dan Yamaguchi melanjutkan penelitian Hiramoto untuk menguji kelayakan penggunaan metode ICSI pada manusia (Said et al., 2006). Hasil penelitian mereka memperlihatkan bahwa sperma manusia yang dibekukan dalam media isotonik tanpa krioprotektan mampu terkondensasi dan membentuk pronukleus setelah disuntikkan ke dalam sel telur. Catatan ilmiah mengenai ICSI dimulai sejak adanya laporan keberhasilan penerapan metode In-Vitro Vertilization (IVF) dan Embryo Transfer (ET) pada pasangan yang sulit mendapatkan keturunan oleh Edwards et al. (1980). Sejak saat itu, para ilmuwan berlomba-lomba mengembangkan berbagai metode fertilisasi terbantu berupa metode Zona Thinning (ZT), Zona Drilling (ZD), Sub- Zonal Insemination (SUZI) dan ICSI tingkat lanjut untuk memberikan solusi terhadap berbagai kegagalan fertilisasi yang tidak dapat diselesaikan menggunakan metode IVF. Dari serangkaian teknik yang dikembangkan, hanya 1

2 metode ICSI yang terbukti secara nyata memberikan pengaruh signifikan terhadap kesuksesan fertilisasi terbantu (Palermo et al., 1992). Penemuan metode ICSI telah mengantarkan manusia pada era revolusi reproduksi terbantu secara radikal melalui penggunaan sperma tunggal untuk menghasilkan kehamilan pada manusia (Okada et al., 1999) serta hewan (Yanagimachi, 2001). Saili et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan metode ICSI telah berhasil dilakukan pada kelinci (Hosoi et al., 1988; dan Iritani, 1989), mencit (Kimura dan Yanagimachi, 1995), kucing (pope et al., 1998), kuda (Cochran et al., 1998), domba (Gomez et al., 1998), sapi (Hamano et al., 1999), kera (Hewitson et al., 1999), babi (Martin, 2000) dan tikus (Said et al., 2003). Dalam perkembangannya, sperma yang digunakan untuk ICSI dapat berasal dari sperma ejakulat (Saili et al., 2005), pembedahan mikro epididimis (Silber et al., 1994), aspirasi menggunakan jarum mikro pada epididimis (Craft et al., 1995) dan aspirasi pada testis (Saili et al., 2005). Sebelum sel sperma diinjeksikan secara mekanis ke dalam sel telur di bawah mikroskop inverted, perlu dilakukan imobilisasi pada sel sperma untuk mendukung proses dekondensasi (Boediono, 2001) dengan cara menekan ekor sperma sampai ke dasar petri (Dozortzev et al., 1995) atau dengan memisahkan kepala dan ekor sperma menggunakan ultrasonikasi (Kuretake et al., 1996). Sejarah mengenai usaha pemilihan sel sperma unggul untuk keperluan ICSI dilakukan pertama kali oleh Van Steirteghem et al. (1993). Dalam percobaannya Van Steirteghem et al. menggunakan metode seleksi gradien densitas percoll dengan tambahan 2-Deoxy-Adenosin (2DA) dan pentoxyfillyne untuk merangsang motilitas spermatozoa. Namun perlakuan tersebut justru meningkatkan potensi kegagalan pembelahan sel pada fase embrionik lanjut 2

3 akibat sifat toksik dari senyawa 2DA yang digunakan. Sejak penelitian Van Steirteghem et al. tersebut, berbagai macam metode seleksi sperma dikembangkan pada berbagai jenis spesies untuk mencapai kesuksesan fertilisasi yang tinggi. Penelitian mengenai penggunaan metode ICSI untuk meningkatkan produksi hewan ternak di Indonesia juga telah dilakukan oleh Saili et al. (2005), Kaiin et al. (2008) dan Gunawan et al. (2014) namun penelitian tersebut belum mampu mencapai tingkat fertilitas yang diharapkan untuk penerapan ICSI pada skala industri. Merujuk pada penelitian Karpuz et al. (2007), Fauque et al. (2007), Javed dan Michael (2012) dapat disimpulkan bahwa kualitas sel sperma yang diinjeksikan ke dalam sel telur memiliki peran yang besar dalam menentukan kesuksesan fertilisasi dengan metode ICSI Rumusan Masalah Menurut penelitian Bartoov et al. (2001), Berkovits et al. (2006), Brito (2007), Darin et al. (2010) dan Vanderzwalmen et al. (2012), kecacatan morfologi sperma berkorelasi positif terhadap tingkat kegagalan perkembangan sel pada fase embrionik. Fertilisasi memang dapat dimulai menggunakan sperma yang memiliki kecacatan morfologis tinggi namun pertumbuhan embrio akan terhenti pada tahap perkembangan awal. Sehingga diperlukan mekanisme seleksi kualitas sperma berdasar morfologi untuk menekan potensi kegagalan perkembangan embrio. Sayangnya, berbagai metode pengukuran kualitas sperma yang tersedia hingga saat ini seperti Analisis Sperma Konvensional, Computer Assisted Sperm Analysis (CASA), Automated Sperm-Head Morphometry Analysis (ASMA), Sperm Motility Analysis System (SMAS), 3

4 Computer-Aided Sperm Morphometric Assessment (CASMA) hingga Copenhagen Rigshospitalet Image House Sperm Motility Analysis System (CRISMAS) masih berorientasi pada analisis statistik terhadap populasi sperma sampel dan tidak memprioritaskan analisis secara spesifik terhadap morfologi individu sperma (Wang et al., 2011; Amann dan Waberski, 2014). Oleh karena itu diperlukan sebuah metode pendekatan baru dalam melakukan analisis sperma individual secara spesifik menggunakan model sperma ideal Batasan Masalah Penelitian ini terbatas pada rancang bangun: 1. Persamaan morfologi secara umum untuk memprediksi nilai potensi fertilitas sel sperma secara individu 2. Piranti lunak analisis morfologi yang diturunkan dari (1) serta perangkat keras pendukung Seluruh analisis morfologi akan ditujukan pada sampel semen sapi hasil thawing yang diamati menggunakan sebuah mikroskop cahaya. Semen sapi sampel dianggap telah diberi perlakuan awal dan telah memiliki sperma matang yang siap diinjeksikan ke dalam sel telur untuk memulai proses fertilisasi. Selama proses seleksi berlangsung, seluruh keputusan seleksi diambil secara otomatis oleh piranti lunak berdasarkan parameter visual yang tertangkap oleh kamera mikroskop yang akan diterjemahkan menjadi aksi fisis oleh piranti keras pendukung. Aspirasi sperma yang telah immotil dilakukan sesuai dengan prosedur ICSI yang diusulkan oleh Liu et al. (2013). 4

5 1. 4 Keaslian Penelitian Analisis sperma menggunakan bantuan komputer telah menjadi bagian yang penting dalam prosedur penentuan kesuburan individu jantan secara modern (Gravance et al., 1995). Hingga saat ini terdapat berbagai metode untuk menganalisis kualitas spermatozoa dari semen sampel. Berbagai rancangan piranti lunak, piranti keras, algoritma dan proses analisis telah dikembangkan oleh para ilmuwan untuk menghasilkan prosedur dan mekanisme analisis sel spermatozoa dengan kehandalan, akurasi dan kepresisian yang tinggi. Dari berbagai metode yang tersedia, metode analisis sperma konvensional merupakan metode yang paling banyak digunakan karena alasan kesederhanaan serta biaya yang rendah. Metode analisis sperma konvensional dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dan sebuah hemocytometer atau counting chamber sesuai dengan kriteria standar analisis spermatozoa dari World Health Organization (WHO). Metode analisis sperma konvensional merupakan metode yang memiliki hasil analisis dengan nilai keluaran yang paling variatif apabila dibandingkan dengan metode analisis terbantu komputer (Komori et al., 2006). Walaupun metode analisis sperma konvensional telah memiliki standar internasional dari WHO, perbedaan intepretasi prosedur analisis standar WHO di tingkat laboratorium seringkali menjadi faktor utama yang menyebabkan data hasil analisis keluaran berbagai laboratorium memiliki angka divergensi yang tinggi. Metode analisis sperma konvensional juga masih menyisakan permasalahan dalam prediksi reproduktivitas secara detil, kendali kualitas produk yang rendah serta berbagai permasalahan kompleks yang berantai apabila diterapkan pada tingkat industri. Lebih jauh lagi, metode analisis sperma konvensional hanya 5

6 mampu menganalisis motilitas sperma secara umum namun tidak dapat menganalisis karakteristik gerak sperma tingkat individu seluler seperti halnya kecepatan gerak dan linieritas gerak spermatozoa. Computer Assisted Sperm Analysis (CASA) merupakan metode analisis spermatozoa pertama yang menggunakan bantuan piranti lunak untuk mengatasi kendala yang muncul dalam metode analisis sperma konvensional (Komori et al., 2006). CASA diperkenalkan pada pertengahan 1980-an dan telah menjadi salah satu mekanisme standar untuk menganalisis kualitas spermatozoa dari suatu spesies (Shi et al., 2008 dan Wang et al., 2011). CASA mengkuantisasi parameter kualitas spermatozoa yang berada di dalam semen sampel menggunakan algoritma pengolahan citra digital secara detil dan objektif. Adanya CASA telah meningkatkan kehandalan dan presisi penilaian terhadap kualitas spermatozoa yang ditentukan berdasar parameter visual yang tertangkap oleh sistem optiknya. CASA juga mampu meningkatkan independensi hasil analisis sperma terhadap respon mata pengamat secara signifikan. Kesuksesan CASA dalam memprediksi dan menganalisis pembuahan in-vitro dan in-vivo telah teruji dan telah dituangkan dalam berbagai jurnal ilmiah. Namun CASA masih memiliki kelemahan dalam hal biaya kerja yang tinggi serta membutuhkan persiapan preparat yang rumit agar mampu mencapai kinerja optimumnya. Faktor-faktor tersebut otomatis membatasi penggunaan CASA untuk keperluan klinis dalam skala besar (Komori et al., 2006). Automated Sperm-Head Morphometry Analysis (ASMA) merupakan salah satu bentuk perangkat CASA yang dikembangkan secara spesifik untuk menganalisis morfologi kepala sperma kambing (Gravance et al., 1995). ASMA memiliki derajat kesalahan pengenalan morfologi sebesar 1%. ASMA 6

7 membutuhkan setidak-tidaknya 100 sel sperma kambing yang telah diwarnai menggunakan hematoxylin dan diamati menggunakan lensa objektif 20X agar dapat mencapai kemampuan optimalnya. Dalam pengujian yang telah dilakukan, ASMA mampu mengenali 96% objek sperma yang telah diwarnai. Pewarnaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan perbedaan warna dan kontras objek sperma kambing yang masih aktif dengan objek-objek lainnya. Lama pewarnaan ideal berlangsung selama 20 menit. ASMA membutuhkan waktu kerja rata-rata sebesar 2 menit untuk menyelesaikan satu kali proses analisis semen standar. Sperm Motility Analysis System (SMAS) merupakan kesatuan piranti lunak dan piranti keras yang dirancang sebagai alternatif pengganti sistem CASA. Perangkat sistem SMAS terdiri dari sebuah kamera digital pemindai beresolusi tinggi, sebuah monitor komputer serta sebuah komputer personal yang berisi piranti lunak pencuplik citra dan piranti lunak pengolah citra digital. SMAS mampu menganalisis 200 sel sperma spesies tertentu secara simultan berdasarkan parameter visual yang terdeteksi oleh kamera pemindai. SMAS menawarkan keunggulan dalam hal kesederhanaan proses, kemudahan persiapan preparat, biaya operasional yang lebih rendah dari sistem CASA dan visualisasi hasil analisis yang dapat digabungkan (blending) dengan tampilan citra utama sehingga pengguna dapat meninjau ulang dan mengoreksi hasil analisis piranti lunak SMAS secara waktu-nyata (Komori et al., 2006). Secara umum, keluaran hasil analisis SMAS berupa data statistik yang divisualisasikan lebih lanjut menggunakan serangkaian simbol, bentuk geometri, angka dan warna. Parameter analisis sperma fundamental seperti persen motilitas, konsentrasi spermatozoa, kecepatan kurvilenear, kecepatan gerak lurus, besar pergeseran herakan kepala sperma, linieritas dan frekuensi 7

8 tumbukan silang telah diintegrasikan dalam fitur standar SMAS. Jejak aktifitas gerakan sel-sel sperma divisualisasikan menyerupai sistem CASA sehingga mempermudah pengguna lama dalam bermigrasi ke sistem baru. SMAS mampu bekerja secara optimum pada penggunaan mikroskop phase-kontras negatif yang menghasilkan tampilan citra cerah pada objek kepala dan ekor sperma dan menghasilkan tampilan redup keabuan pada seluruh bidang latar belakang. Computer-Aided Sperm Morphometric Assessment (CASMA) merupakan bentuk lain dari perangkat CASA dan ASMA yang digunakan secara khusus untuk menganalisis morfologi sel sperma. CASMA mampu mengukur 8 (delapan) parameter sperma secara bersamaan. Penggunaan CASMA pada mikroskop cahaya terbukti memberikan prediksi analisis fertilitas yang lebih akurat daripada penggunaan CASMA pada Scanning Electron Microscopy (SEM) (de Paz et al., 2011). Copenhagen Rigshospitalet Image House Sperm Motility Analysis System (CRISMAS) adalah sistem analisis spermatozoa manusia yang mampu mengidentifikasi konsentrasi sperma dan mengklasifikasi gerakan sperma dalam tiga kategori motilitas untuk memprediski kesuburan seorang pria. Hasil analisis piranti lunak CRISMAS memiliki kecenderungan estimasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode analisis sperma konvensional. Selain tinjauan terhadap kedua hal tersebut, CRISMAS dan metode analisis sperma konvensional tidak menunjukkan tren keterkaitan analisis jenis apapun (Vested et al., 2011). Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan metode analisis sperma yang tersedia hingga saat ini. 8

9 Gambar 1.1 Perkembangan metode analisis sperma 9

10 Nilai Kebaruan Dalam penelitian ini diusulkan sebuah model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) kepala sperma ideal yang akan diturunkan menjadi sebuah persamaan polinomial untuk mengukur nilai fertilitas sel sperma berdasar masukan empat buah parameter Tygerberg (luas, keliling, panjang dan lebar kepala sperma). JST dibangun untuk merepresentasikan model kepala sperma ideal berdasar masukan dari berbagai hasil penelitian sejak tahun 1956 hingga Model kepala sperma ideal ini akan diuji secara parsial untuk mendapatkan persamaan fertilitas berdasar perubahan satu parameter spesifik untuk digeneralisasi guna mendapatkan persamaan umum fertilitas spermatozoa. Gambar 1.2 menunjukkan model JST yang dibangun dalam penelitian ini. HASIL PENELITIAN KEPALA SPERMA IDEAL ( ) MODEL JST KEPALA SPERMA SAPI IDEAL (FERTILITAS 100%) UJI PARSIAL TERHADAP MODEL JST GENERALISASI PERSAMAAN FERTILITAS SPERMA SAPI PEMBENTUKAN PERSAMAAN MORFOLOGI PARSIAL (CURVE FITTING) RESPON UJI PARSIAL MODEL JST Gambar 1.2 Model JST kepala sperma sapi ideal sebagai kebaruan penelitian Aplikasi persamaan umum fertilitas spermatozoa akan diterapkan satupersatu pada sperma yang akan diketahui nilai fertilitasnya. Proses pengukuran fertilitas sperma dilakukan secara otomatis dengan bantuan algoritma pengolahan citra digital untuk menganalisis seluruh sperma sapi Peranakan Ongole (PO) yang tampak pada bidang pandang lensa objektif. Data yang didapatkan kemudian diurutkan untuk mendapatkan koordinat objek dengan nilai fertilitas tertinggi. Verifikasi terhadap viabilitas objek dengan skor tertinggi 10

11 dilakukan menggunakan algoritma deteksi gerak. Apabila objek target terdeteksi memiliki nilai gerak positif maka piranti lunak akan menetapkan objek tersebut menjadi target utama yang valid kemudian menandainya menggunakan sebuah penanda visual. Proses penandaan visual akan dilakukan secara terus-menerus selama sperma target berada dalam bidang padang lensa objektif. Apabila sperma target bergerak keluar dari batas pengamatan visual maka penggerak mikroskopis akan menempatkan koordinat terakhir sperma target yang diketahui ke tengah bidang pandang kemudian melakukan pengukuran, validasi dan penandaan ulang lokasi sperma target. Selama proses pelacakan gerak dilakukan, temperatur preparat sperma ditahan pada suhu rendah yang berdekatan dengan titik beku air namun masih cukup aman terhadap organel sperma (Baust et al., 2009) hingga sperma target berhenti bergerak akibat paparan temperatur rendah dalam jangka panjang (Sukhato et al., 2001, Esfandiari et al., 2002, Varisli et al., 2009 dan Ledezma-Torres et al., 2014). Keluaran metode seleksi kualitas sperma berupa informasi lokasi sel sperma yang memiliki nilai fertilitas maksimum diantara seluruh sel sperma yang teramati dalam bidang pandang lensa objektif. Berbeda dengan metode analisis sperma yang sudah ada (lihat Gambar 1.1), metode Analisis Morfologi (AM) yang dibangun dalam penelitian ini bekerja secara mandiri. Seluruh mekanisme pengolahan citra dan pelacakan gerak dilakukan secara otomatis tanpa campur tangan manusia guna memperoleh hasil yang lebih objektif. Tabel 1.1, Tabel 1.2 dan Tabel 1.3 menunjukkan perbandingan metode Analisis Morfologi (AM) yang dibangun dalam penelitian ini dengan metode analisis sperma konvensional standar WHO, CASA, ASMA, SMAS, CASMA dan CRISMAS. 11

12 Tabel 1.1 Perbandingan metode Analisis Morfologi (AM) dengan metode Analisis Sperma Konvensional dan Computer Assisted Sperm Analysis (CASA) Pembeda AM Konvensional CASA Subjek Analisis Piranti Lunak Pengamat Profesional Piranti Lunak (& Keras) Kecepatan Analisis Tinggi Menengah Tinggi Hasil Analisis Individual Statistik Statistik (& Individual) Variasi Hasil Analisis Rendah Tinggi Rendah Biaya Operasional Rendah Rendah Tinggi Jenis Mikroskop Cahaya Cahaya Cahaya ( Optik CASA) Independensi Hasil Tinggi Rendah Tinggi Kendali Kualitas Tinggi Rendah Tinggi Jenis Spesies Sapi Umum Umum Proses Tambahan Tidak Diperlukan Terkadang Diperlukan Tidak Diperlukan Tabel 1.2 Perbandingan metode Analisis Morfologi (AM) dengan metode Automated Sperm-Head Morphometry Analysis (ASMA) dan metode Sperm Motility Analysis System (SMAS) Pembeda AM ASMA SMAS Subjek Analisis Piranti Lunak Piranti Lunak Piranti Lunak Kecepatan Analisis Tinggi Rendah Menengah Hasil Analisis Individual Statistik & Individual Statistik Variasi Hasil Analisis Rendah Rendah Rendah Biaya Operasional Rendah Tidak Diketahui Rendah Jenis Mikroskop Cahaya Cahaya Phase - Kontras Independensi Hasil Tinggi Rendah Rendah Kendali Kualitas Tinggi Tinggi Tinggi Jenis Spesies Sapi Spesifik: Kambing Umum Proses Tambahan Tidak Diperlukan Pewarnaan Sperma Tidak Diperlukan 12

13 Tabel 1.3 Perbandingan metode Analisis Morfologi (AM) dengan metode Computer-Aided Sperm Morphometric Assessment (CASMA) dan metode Copenhagen Rigshospitalet Image House Sperm Motility Analysis System (CRISMAS) Pembeda AM CASMA CRISMAS Subjek Analisis Piranti Lunak Piranti Lunak Piranti Lunak Kecepatan Analisis Tinggi Menengah Menengah Hasil Analisis Individual Statistik & Individual Statistik Variasi Hasil Analisis Rendah Rendah Rendah Biaya Operasional Rendah Tidak Diketahui Tidak Diketahui Jenis Mikroskop Cahaya Cahaya & SEM Cahaya Independensi Hasil Tinggi Rendah Rendah Kendali Kualitas Tinggi Tinggi Tinggi Jenis Spesies Sapi Umum Manusia Proses Tambahan Tidak Diperlukan Tidak Diperlukan Tidak Diperlukan 1. 5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan merancang bangun algoritma penilaian fertilitas sel sperma sapi PO secara kuantitatif menggunakan model JST kepala sperma sapi ideal berdasarkan empat parameter morfologi dasar Tygerberg. Algoritma analisis morfologi tersebut akan digunakan untuk mendapatkan lokasi sel sperma fertil dengan kecacatan morfologis minimum agar dapat menekan potensi kegagalan perkembangan embrio sapi yang difertilisasi menggunakan metode ICSI. 13

14 1. 6 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: a) meningkatkan efisiensi fertilisasi metode ICSI pada sapi PO menggunakan sel sperma yang memiliki penyimpangan bentuk fisik minimum. b) menurunkan kesalahan paralaks dan kesalahan tanggap warna mata pengamat c) menyediakan salah satu metode seleksi sperma alternatif untuk sapi dan hewan ternak ruminansia lainnya 14

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan pada skripsi. 1.1. Latar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau lebih telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan adekuat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA 32-35 O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DI LAB PERALATAN BERSIH WAKTU EVALUASI ( 15-30

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 117 menyatakan Seseorang dinyatakan mati apabila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan kegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah melakukan hubungan sanggama

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Teknologi reproduksi manusia telah berkembang. sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teknologi reproduksi manusia telah berkembang sangat pesat pada beberapa dekade terakhir ini. Ruang lingkup teknologi reproduksi antara lain meliputi fertilisasi in

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit 17 PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia khususnya di Afrika dan negara berkembang. Angka prevalensi yang cukup tinggi serta menghasilkan dampak sosial,

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena produk dengan kualitas tinggi adalah kunci untuk memenangkan pasar yang sekarang semakin kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksinya parasit malaria terhadap sel darah merah. Parasit malaria tergolong jenis parasit dari genus Plasmodium,

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN EPIDIDIMIS, ABNORMALITAS SPERMATOZOA DAN VOLUME SEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (The

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi

I. PENDAHULUAN. spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang penting bagi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bagi manusia dan makhluk hidup yang berkembang biak secara generatif, spermatozoa merupakan bagian dari sistem reproduksi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran forensik sering digunakan untuk penentuan kematian seseorang

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran forensik sering digunakan untuk penentuan kematian seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penerapan ilmu kedokteran forensik dikalangan masyarakat semakin banyak digunakan. Perkembangan ilmu kedokteran forensik yang semakin maju, menjadikan ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah masalah utama kesehatan sebagai penyebab penyakit dan penyebab kematian di dunia. Menurut WHO, lebih dari 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA Tatap mukake 6 PokokBahasan: KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti Kuantitas dan Kualitas Sperma pada berbagai ternak Mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra digital telah digunakan secara luas pada era modern seperti sekarang ini, citra digital banyak dimanfaatkan untuk merekam informasi, komunikasi dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.000 hipertensi, menurunkan IQ dan juga mengurangi kemampuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Skor Motilitas Kime et al. (2001) mengemukakan bahwa skor motilitas merupakan parameter yang sering digunakan dalam mengukur kualitas sperma. Ada berbagai metode yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat ukur suhu yang berupa termometer digital.

BAB I PENDAHULUAN. alat ukur suhu yang berupa termometer digital. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Engineer tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan alat ukur. Akurasi pembacaan alat ukur tersebut sangat vital di dalam dunia keteknikan karena akibat dari error yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 31 Pemilihan Parameter Masukan JST Data pengujian kualitas surfaktan-mesa yang dimiliki SBRC IPB (009) terdiri atas tegangan permukaan, IFT, densitas, viskositas, ph, dan kandungan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin Media Peternakan, April 2004, hlm. 16-20 ISSN 0126-0472 Vol. 27 N0. 1 Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin F. Afiati Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jl. Raya Bogor

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN HEMIKALSIUM DALAM MEDIUM FERTILISASI IN VITRO TERHADAP VIABILITAS DAN AGLUTINASI SPERMATOZOA SAPI [The Usage effect of Hemicalcium in a Medium of In Vitro Fertilization on Viability

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini meliputi ilmu kedokteran

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini meliputi ilmu kedokteran BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini meliputi ilmu kedokteran forensik dan medikolegal, thanatologi forensik, sitologi forensik 4.2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan seksual aktif dan tidak memakai alat kontrasepsi untuk hamil dalam kurun waktu satu tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infertilitas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, didefinisikan sebagai ketidakmampuan terjadinya konsepsi spontan pada pasangan yang aktif secara seksual tanpa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia, sebanyak 31,4% orang dewasa di Indonesia adalah perokok. Konsumsi rokok oleh seseorang individu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dia hasil bayi tabung. Apa si sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung

BAB I PENDAHULUAN. dia hasil bayi tabung. Apa si sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seringkali kita mendengar kata ikut bayi tabung aja atau anak dia hasil bayi tabung. Apa si sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung itu? Apakah ini cara

Lebih terperinci

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB 3 Analisis Ketepatan Prediksi Bobot Hidup Induk Sapi PO Dari Ukuran Lingkar Dada dan Panjang Badan

BAB 3 Analisis Ketepatan Prediksi Bobot Hidup Induk Sapi PO Dari Ukuran Lingkar Dada dan Panjang Badan BAB 3 Analisis Ketepatan Prediksi Bobot Hidup Induk Sapi PO Dari Ukuran Lingkar Dada dan Panjang Badan Ternak sapi Peranakan Ongole (PO) di wilayah pedesaan Indonesia dipelihara oleh rakyat sebagai peternak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci