ANALISIS KOMPETENSI PENGAWAS DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MELALUI PENGUATAN BUDAYA MUTU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOALEMO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KOMPETENSI PENGAWAS DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MELALUI PENGUATAN BUDAYA MUTU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOALEMO"

Transkripsi

1 ANALISIS KOMPETENSI PENGAWAS DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MELALUI PENGUATAN BUDAYA MUTU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN BOALEMO Abd. Kadim Masaong (1), Arfan Arsyad (2) ABSTRAK Jabatan pengawas (supervisor) dalam Sistem Pendidikan Nasional sangat strategik untuk penguatan budaya mutu sekolah. Pengawas berfungsi mendorong, membimbing, mengkoordinir, menstimulir dan menuntun pertumbuhan profesi kepala sekolah dan guru-guru secara berkesinambungan baik secara individual maupun kelompok agar lebih efektif menjalankan inovasi sekolah terutama inovasi pembelajaran. Dengan posisi yang strategik ini, maka pengawas disebut sebagai Gurunya Guru (Glickman, 1991). Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai gurunya guru secara efektif, Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas. Permen tersebut menegaskan seorang pengawas dituntut memiliki kualifikasi akademik minimal S2 dan memenuhi 6 (enam) kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, komptensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, serta kompetensi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kompetensi manajerial, kompetensi mengelola kurikulum dan pembelajaran serta kompetensi pengawas dalam implementasi manajemen berbasis sekolah melalui penguatan budaya mutu di SMP Negeri Kabupaten Boalemo. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif eksplanatori. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kompetensi manajerial pengawas berada pada kategori cukup, (2) kompetensi pengawas dalam mengelola kurikulum dan pembelajaran kategori cukup, (3) kompetensi pengawas dalam penguatan budaya sekolah kategori cukup, dan (4) kompetensi manajerial pengawas dalam pengembangan budaya kerja berada pada kategori cukup. Kata kunci: kompetensi pengawas, implementasi manajemen berbasis sekolah, budaya mutu Abstract Supervisor positions in the National Education System is very strategic for strengthening the quality of school culture. Supervisor serves to encourage, guide, coordinate and stimulate the growth of principals and teachers profession on an ongoing basis, either individually or in groups, in order to more effectively bring innovations to their school, especially in learning system. Therefore, supervisor called "teachers of the teachers" (Glickman, 1991). To be able to carry out their duties as teachers of teachers effectively, The Ministry of National Education has set the Ministerial Regulation No. 12 of 2007 for Standards of Competence of Supervisor. That regulation confirms that a suvervisor is required to have a an academic qualification as Magister (minimum) and meet the six competence; the personal compentency, the managerial competency, the academic competency, the evaluation of education competency, the research and develepment competency, and the social competency. The aim of this study is to obtain the managerial competency for curriculum and learning and supervisory competency in the implementation of school-base management through that strengthening the quality of the school culture of SMP Negeri Kabupaten Boalemo. The approach used is a quantitative study by descriptive explanatory method. The results showed: (1) managerial competency of the supervisor is in the enough category, managing curricullum and learning is in the enough category, (3) strengthening quality of the school culture competency is in the enough category, and (4) development of the work culture competency is in the enough category. Keyword: the supervisor competence, shool-base management implementation, school culture A. Pendahuluan Posisi kepala sekolah dan guru sangat strategik dalam pengembangan sumber daya manusia sebagai tujuan utama pembangunan nasional. Olehnya itu, re-vitalisasi dan reorientasi pola pikir/pola kerja kepala sekolah dan guru sangat penting. Keberadaan kepala sekolah sebagai top leader sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah dalam 176 mengembangkan mutu pendidikan. Demikian pula posisi guru di kelas tidak dapat digantikan oleh teknologi dan media/perangkat pembelajaran, sebab secanggih apapun teknologi dan media pembelajaran tidak dapat berinteraksi atau berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan peran guru dalam inovasi sekolah sekitar 37%, sedangkan peran kepala sekolah sekitar 32,50%. Hasil penelitian di Finlandia,

2 Jepang, Sanghai dan Hongkong menyimpulkan 50% mutu pendidikan sekolah ditentukan oleh guru. Untuk itu peran pengawas sebagai mitra kerja kepala sekolah dan guru sangat penting dalam memperkuat inovasi dan budaya mutu di sekolah. Oleh karena itu, reformasi manajemen sekolah mutlak diperlukan seiring dengan otonomi daerah. Melalui UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menetapkan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kewenangan yang sangat luas bagi kepala sekolah dan guru untuk mengembangkan diri. Akan tetapi, realitas di lapangan justru kebebasan sekolah dan guru berinovasi dan berkreasi sering terkendala dengan kebijakan dari pemerintah daerah/dinas Pendidikan. Peran pengawas sebagai perpanjangan tangan Dinas Pendidikan mutlak diperkuat agar inovasi sekolah dan penguatan budaya mutu berjalan efektif. Idealnya seorang pengawas memposisikan diri sebagai gurunya guru dan diharapkan pula bertindak sebagai mediator antara harapan-harapan pihak sekolah dan tuntutan kebijakan dari pemerintah daerah (diknas), namun faktanya justru pengawas tidak berdaya menghadapi sikap otoritas dan orogansi pemerintah daerah terhadap kepala sekolah dan guru. Hal ini berdampak pada meningkatnya rasa takut dan pesimisme guru dalam melakukan inovasi-inovasi dan penguatan budaya mutu, sehingga manajemen berbasis sekolah tidak berjalan sesuai tujuan penerapannya, yaitu otonomi sekolah dalam pengambilan keputusan. Posisi strategis lain yang harus diperankan pengawas adalah membimbing dan memfasilitasi guru mengelola pembelajaran mulai dari disain pembelajaran sampai evaluasi pembelajaran. Tingkat pemahaman guru-guru tentang kurikulum nasional masih belum optimal, sehingga implementasinya belum berjalan sesuai dengan harapan. Indikasi tersebut terlihat antara lain: (a) rendahnya kemampuan guru mengembangkan indikatorindikator untuk mengukur standar kompetensi, (b) kemampuan mengembangkan materi sangat terbatas dan umumnya mengacu pada buku paket saja, (c) pengembangan format dan instrumen penilaian berbasis kompetensi belum efektif, (d) mengelola kelas bernuansa PAKEM belum nampak, (e) kemampuan mengembangkan dan mendisain lingkungan sebagai sumber/media pembelajaran masih rendah, dan (f) tingkat pemahaman guru tentang PAKEM dan implementasinya masih jauh dari harapan. Begitu urgennya peran pengawas dalam membantu kepala sekolah dan guru untuk pengembangan budaya mutu di sekolah 177 sehingga Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan Permendiknas no 12 tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Standar Kompetensi Pengawas Pendidikan. Keenam kompetensi yang dipersyaratkan yaitu: (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi akademik, (3) kompetensi supervisi manajerial, (4) kompetensi sosial, (5) kompetensi penilaian, dan (6) kompetensi penelitian dan pengembangan. Keenam kompetensi ini harus diperkuat agar pengawas dapat memposisikan dirinya sebagai gurunya guru secara efektif. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Memperoleh gambaran kompetensi manajerial pengawas dalam implementasi manajemen berbasis sekolah di SMP Negeri Kabupaten Boalemo. b. Memperoleh gambaran kompetensi pengawas dalam mengelola kurikulum dan pembelajaran pada SMP Negeri di Kabupaten Boalemo. c. Memperoleh gambaran kompetensi pengawas dalam penguatan budaya sekolah pada SMP Negeri di Kabupaten Boalemo d. Memperoleh gambaran kompetensi pengawas dalam pengembangan budaya kerja kepala sekolah dan guruguru pada SMP Negeri di Kabupaten Boalemo. C. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk: (1) meningkatkan kemampuan pengawas dan kepala sekolah memperkuat kompetensinya mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah (MBS) melalui penguatan budaya mutu sekolah; (2) meningkatkan kemampuan pengawas dan kepala sekolah dalam mengelola kurikulum dan pembelajaran, (3) meningkatkan kemampuan pengawas dalam mengembangkan kompetensi kepala sekolah dan guru melalui penguatan budaya mutu sekolah; (4) meningkatkan kemampuan pengawas dan kepala sekolah dalam mengaplikasikan hasilhasil penelitian untuk penguatan budaya mutu sekolah. D. Kajian Pustaka 1. Pengertian Supervisi dalam pandangan penulis bermakna sebagai layanan yang bersifat bimbingan, memfasilitasi, memotivasi dan menilai guru dalam pelaksanaan pembelajaran serta pengembangan profesinya secara efektif.supervisi pendidikan diartikan sebagai

3 pelayanan yang disediakan oleh pengawas (supervisor) untuk membantu guru-guru agar menjadi guru yang semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan khususnya, agar mampu meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di sekolah (Nawawi, 1991). Supervisi dimaknai pula sebagai usaha manstrimulir, mengkoordinir, dan membimbing pertumbuhan guru-guru di sekolah, baik secara individual maupun kelompok, dengan tenggangrasa dan tindakantindakan pedagogis yang efektif, sehingga mereka lebih manpu menstimulir dan membimbing pertumbuhan masing-masing siswa agar lebih mampu berpartisipasi di dalam masyarakat yang demokratis (Soetopo, 2003). Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan beberapa aspek penting supervisi, yaitu: (1) supervisi bersifat bantuan danpelayanan kepada kepala sekolah,guru dan staf, (2) untuk pengembangan kualitas diri kepala sekolah dan guru, (3) untuk pengembangan profesional kepala sekolah dan guru, dan (4) untuk memotivasi kepala sekolah dan guru. Aspek-aspek tersebut menuntut pengetahuan tetang konsep-konsep dan pendekatan supervisi yang ditunjang dengan kinerja serta akuntabilitas yang tinggi dari pengawas. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan supervisi sebagai layanan profesional dapat meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru dalam pembelajaran yang bermuara pula pada perwujudan hasil belajar peserta didik secara optimal. Dewasa ini kegiatan supervisi oleh sebagian pengawas masih berorientasi pada pengawasan (kontrol) dan obyek utamanya adalah administrasi, sehingga suasana kemitraan antara guru dan pengawas kurang tercipta dan bahkan guru secara psikologis merasa terbebani dengan pikiran untuk dinilai. Padahal kegiatan supervisi akan efektif jika perasaan terbebas dari berbagai tekanan diganti dengan suasana pemberian pelayanan serta pemenuhan kebutuhan yang bersifat informal. Aspek lain yang mengakibatkan kegiatan supervisi kurang bermanfaat menurut Semiawan (Imron, 1996) adalah bahwa sistem supervisi kurang memadai dan sikap mental dari pengawas yang kurang sehat. Kurang memadainya sistem supervisi dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain: (1) supervisi masih menekankan pada aspek administratif dan mengabaikan aspek profesional, (2) tatap muka antara pengawas dan guru-guru sangat sedikit, (3) pengawas banyak yang sudah lama tidak mengajar, sehingga banyak dibutuhkan bekal tambahan agar dapat mengikuti perkembangan 178 baru, (4) pada umumnya masih menggunakan jalur satu arah dari atas kebawah, dan (5) potensi guru sebagai pembimbing kurang dimanfaatkan. Sedangkan dikaji dari sikap mental yang kurang sehat dari pengawas terlihat beberapa indikasi, yaitu; (1) hubungan profesional yang kaku dan kurang akrab akibat sikap otoriter dari pengawas, sehingga guru takut bersifat terbuka kepada pengawas, (2) banyak pengawas dan guru merasa sudah berpengalaman,sehingga merasa tidak perlu lagii belajar, (3) pengawas dan dan guru meras cepat puas dengan hasil belajar siswa. Temuan Semiawan sekitartahun 1986 tersebut nampaknya masih banyak pengawas yang belum mengalami perubahan metode pelaksanaan supervisi hingga saat ini. Hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan supervisi belum efektif meningkatkan kemampuan profesional kepala sekolah dan guru dalam pembelajaran. Selain itu, tingkat pengetahuan pengawas tentang konsep-konsep supervisi pendidikan modern perlu ditingkatkan. Ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas dan Kualifikasi Akademik yang menjadi persyaratan utama diharapkan posisi pengawas sebagai gurunya guru dan mitra kerja utama kepala sekolah dalam pengembangan sekolah semakin efektif. Hasil wawancara penulis dengan beberapa pengawas dan hasil diskusi dengan guru-guru tentang pola pembinaan pengawas menunjukkan masih banyak pengawas yang mengalami kesulitan dalam menjalankan kompetensi mereka terutama Dimensi Penelitian dan Pengembangan serta Dimensi Supervisi Manajerial. 2. Tujuan Supervisi pendidikan Supervisi bertujuan untuk menigkatkan kemampuan profesional guru dalam proses dan hasil pembelajaran melalui pemberian layanan profesional kepada guru. Wiles (Imron, 2012) mengatakan supervisi pendidikan bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Sedangkan Glickman (dalam Sagala, 2010) mengatakan tujuan supervisi pendidikan adalah membantu guruguru belajar bagaimana meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya, agar peserta didiknya dapat mewujudkan tujuan belajar yang telah ditetapkan. Feter F. Oliva (dalam Sagala, 2010) menegaskan tujuan supervisi pendidikan adalah: (1) membantu guru dalam mengembangkan proses pembelajaran, (2) mengembangkan kurikulum dalam kegiatan pembelajaran, dan (3) membantu guru dalam mengembangkan staf sekolah.

4 Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan utama supervisi pendidikan adalah: (1) membimbing dan memfasilitasi kepala sekolah dan guru mengembangkan kompetensi profesinya, (2) memberi motivasi kepala sekolah dan guru agar menjalankan tugasnya secara efektif, (3) membantu kepala sekolah dan guru mengelola kurikulum dan pembelajaran berbasis K13; (4) membantu kepala sekolah dan guru membina peserta didik agar potensinya berkembang secara maksimal. 3. Fungsi Supervisi pendidikan Supervisi pendidikan berfungsi untuk memperbaiki situasi pembelajaran melalui pembinaan profesionalisme guru. Briggs (dalam Masaong, 2013) menyebutkan fungsi supervisi sebagai upaya mengkoordinir, menstimulir dan mengarahkan pertumbuhan guru-guru. Supervisi pendidikan memiliki fungsi penilaian (evaluation) yaitu penilaian kinerja guru dengan jalan penelitian, yakni mengumpulkan informasi dan fakta-fakta mengenai kinerja guru dengan cara melakukan penelitian. Kegiatan evaluasi dan penelitian ini merupakan usaha perbaikan (impovement), sehingga berdasarkan data dan informasi yang mestinya sehingga dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dalam pembelajaran (Sagala, 2010). Swearingen mengemukakan delapan fungsi utama supervisi pendidikan, yaitu: (1) mengkoordinir semua usaha sekolah, (2) memperlengkapi kepemimpinan sekolah, (3) memperluas pengalaman guru-guru/staf, (4) menstimulir usaha-usaha yang kreatif, (5) memberikan fasilitis dan penilaian yang terus menerus, (6) menganalisis situasi belajar mengajar, (7) memberikan pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staf, dan (8) mengintegrasikan tujuan pendidikan serta membantu meningkatkan kemampuan staf dan kemampuan mengajar guru. 4. Kompetensi Pengawas Kompetensi pengawas menurut Ben Harris (1985) mencakup: (1) pengembangan kurikulum, (2) penyediaan bahan ajar, (3) penyiapan tenaga pendidik, (4) mengorganisir pembelajaran, (5) membimbing guru dalam pelayanan siswa, (6) penyusunan bahan/materi pelatihan, dan (7) pembinaan hubungan sekolah dan masyarakat, dan (8) menilai pembelajaran. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Kepmendiknas no 12 tahun 2007 menetapkan enam kompetensi pengawas yang harus dikuasai, yaitu: (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi sosial, (5) 179 kompetensi penilaian, dan (6) kompetensi penelitian dan pengembangan. 5. Menganalisis Tingkat Abstraksi dan Komitmen Kepala Sekolah/Guru Untuk menentukan efektif tidaknya perilaku pengawas sangat tergantung padatingkat pemahaman mereka terhadap karakteristik kepala sekolah dan gurunya. Setiap individu memiliki kelebihan dan kelemahan serta kebutuhan yang berbeda, sehingga memerlukan teknik atau pendekatan yang berbeda-beda pula. Sebagai bahan komparasi bagi pengawas dikemukakan karakteristik kepala sekolah dan guru menurut pendapat Glickman (1991). Glickman membagi karakteristik atas dua tingkatan atau level, yaitu tingkatan komitmen (level of commitment) dan tingkatan abstraksi (level of abstracktion).kedua level ini membentuk perilaku kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan diri dan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Level abstraksi merujuk pada kemampuan kognitif, sedangkan level komitmen merujuk pada kesungguhan untuk menjalankan tugas-tugas yang diemban. a) Level of Commitment Menurut Shehy (dalam Glickman, 1991) sikap hidup seseorang dalam karirnya bagi kepala sekolah dan guru yang umurnyamasih muda mempunyai ciri-ciri, aspiratif,inovatif, visioner dan enerjik. Mereka umumnya memiliki semangat dan rencana kerja yang berbeda dengan guru-guru yang telah berumur di atas 50 tahun. Hasil penelitian Samani (2012) dan PMTK menyimpulkan bahwa kepala sekolah dan guru-guru yang berumur 50 tahun ke atas kinerjanya cendrung semakin menurun. Tingkat komitmen dilukiskan oleh Glickman (1991) seperti berikut: Rendah 1. Sedikit perhatian terhadap siswanya 2. Sedikit waktu dan tenaga yang dikeluarkan 3. Perhatian utama mempertahanka n jabatan Tinggi 1. Tinggi perhatian terhadap siswanya 2. Banyak tenaga dan waktu digunakan 3. Bekerja sebanyak mungkin untuk orang lain *) Sumber Glickman 1990 Developmental Supervision b) Level of Abstraction Tingkatan abstraksi kepala sekolah dan guru sangat penting untuk dipahami dalam

5 melaksanakan tugas-tugas pembelajaran. Harvey (dalam Glickman, 1991) melalui studinya menemukan bahwa mereka yang tingkat perkembangan kognitifnya tinggi, berpikir lebih abstrak, imajinatif dan demokratis. Kepala sekolah dan guru dengan model tersebut dapat melaksanakan tugas dengan baik, fleksibel tanpa mengalami gangguan yang berarti. Sedangkan Galssber s sebagaimana dikutip oleh Glickman (1991) menyimpulkan bahwa mereka yang tingkat abstraknya tinggi memiliki gaya yang relatif fleksibel, danpotensial. Sebaliknya mereka yang tingkat abstraksinya rendah, hanya mampu menemukan satu alternatif saja, dan kadangkala bingung menghadapi masalah. Glickman (1991) melukiskan tingkat abstraksi kepala sekolah dan guru dalam satu kontinum sebagai berikut: RENDAH SEDANG TINGGI - Bingung menghadapi masalah - Tidak mengetahui cara bertindak bila menghadapi masalah - Selalu memohon petunjuk - Responsnya terhadap masalah biasa saja - Dapat mencegah masalah - Dapat menafsirkan satu atau dua kemungkinan pemecahan masalah - Sulit merencanakan pemecahan masalah secara komprehensip *) Sumber Glickman 1991 Developmental Supervision - Dalam menghadapi masalah selalu dapat mencari alternatif permasalahan - Dapat menggeneralisasikan berbagai alternatif pemecahan masalah Mengacu pada komitmen dan tingkat abstraksi yang telah dikemukakan, pengawas dapat mengelompokkan perilakukepala sekolah dan guru ke dalam empat kuadran perilaku sebagaimananampak pada figur berikut: Quadrant III Analytical Observers Quadrant IV Professionals Quadrant I Teacher Dropouts Quadrant II Unfocused Workers Berdasarkan figur tersebut diketahui empat(4) model perilakukepala sekolah dan guru, sehingga memudahkan pengawas memilih strategi supervisi yang tepat yaitu: 1. Kepala sekolah dan guru yang drop out, memiliki tingkat komitmen rendah dan tingkat abstraksi yang rendah. Menghadapi seperti ini pengawas dapat menggunakan pandangan direktif 2. Kepala sekolah dan guru yang kerjanya tak terarah (unfokused worker) tingkat komitmen kerjanya tinggi tetapi tingkat berpikirnya rendah. Tipe seperti ini pengawas dapat menggunakan pandangan collaborative Kepala sekolah dan guru yang pengamat analisis (analytic observer) tingkat abstraksinya tinggi tetapi rendah tingkat komitmennya. Pandangan yang dapat digunakan pengawas adalah collaborative dengan titik tekan negosiasi. 4. Kepala sekolah dan guru profesional yaitu memiliki tingkat komitmen dan tingkat abstraksinya tinggi. Pandangan yang dapat digunakan oleh pengawas adalah nondirective. Melalui pemahaman terhadap perilakukepala sekolah dan guru diharapkan pengembangan kompetensi profesionalnya semakin efektif. Dengan kompetensi pengawas

6 yang tinggi makaakan mampu meningkatkan kemampuan profesional kepala sekolah dan guru. Demikian pula profesionalisme kepala sekolah dan guru yang tinggi akan mampu mewujudkan tujuan pendidikan yang bermutu tinggi.keefektifan penguatan budaya mutu kepala sekolah dan guru sangat tergantung pada kemampuan untuk saling menghargai dan saling memperhatikan, bukan dalam arti saling sopan santun dan berbasa basi belaka, tetapi saling menyadari dan memahami keberadaan masing-masing, (Masaong, 2013)". Sedangkan Dewey (dalam Hersey, 1992) mengatakan faktor komunikasilah yang paling mengagumkan dan buah dari komunikasi adalah partisipasi serta sikap saling memberi dan menerima sebagai suatu keajaiban yang tak ada bandingannya. Budaya MutuSekolah Budaya mutu sekolah diartikan sebagai sistem makna yang dianut bersama oleh warga sekolah yang membedakannya dengan sekolah lain. Budaya sekolah merupakan kerangka kerja yang disadari, terdiri dari sikap-sikap, nilainilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan harapan-harapan di antara warga sekolah. Budaya sekolah disebut kuat bila guru, staf dan stakeholder lainnya saling berbagi nilai-nilai dan keyakinan dalam melaksanakan pekerjaan(nurkolis, 2003). Budaya sekolah dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana sekolah seharusnya dikelola atau dioperasikan (Barry Cushway dalam Masaong, 2011). Sedangkan budaya mutu merupakan elemen-elemen simbolik dari kehidupan sekolah dengan ciri sebagai berikut: (1) falsafah atau ideologi yang menyertai kepala sekolah dan stafnya, (2) caracara bagaimana falsafah tersebut diterjemahkan ke dalam visi dan misi sekolah, (3) seperangkat nilai yang dianut kepala sekolah dan staf, (4) menunjukkan kualitas tindakan pribadi dan interaksi di antara warga sekolah, (5) kiasankiasan baik disadarimaupun tidak disadari menjadi kerangka kerja dalam berpikir dan bertindak, serta (6) perwujudan yang nyata atau tidak nyata yang sampai saat ini kurang penting fungsinya, tetapi memiliki potensi dan pengaruh di sekolah (Wohlstetter, 1999). Budaya sekolah penting perannya terhadap kesuksesan sekolah dengan beberapa alasan. Pertama, budaya sekolah merupakan identitas bagi para guru dan staf di sekolah. Kedua, budaya sekolah merupakan sumber penting stabilitas dan kelanjutan sekolah sehingga memberikan rasa aman bagi warga sekolah. Ketiga, budaya sekolah membantu para guru baru/fomula untuk menginterpretasikan apa yang terjadi di sekolah. Keempat, budaya sekolah membantu menstimulus antusiasme guru dan staf dalam menjalankan tugasnya (Katleen Cotton, 2013). Budaya sekolah berkaitan erat dengan visi dan misi yang dimiliki oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi akan mampu mengatasi tantangan sekolah di masa depan. Hal ini akan efektif apabila: (1) kepala sekolah dapat berperan sebagai model (teladan), (2) mampu membangun tim work yang kuat, (3) belajar dari guru, staf dan siswa, dan (4) harus memahami kebiasaan yang baik di sekolah untuk terus dikembangkan (Robbins, 2003). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan budaya mutu di sekolah, yaitu: (1) iklim dan lingkungan sekolah yang kondusif, (2) perangkat kerja dan fasilitas pembelajaran secara memadai, (3) prosedur dan mekanisme kerja yang jelas, (4) dorongan dan pengakuan atas prestasi kerja yang diraih guru dan staf. 6. Karakteristik Budaya Mutu Sekolah Budaya mutu sekolah memiliki empat karakteristik yaitu: (1)budaya sekolah bersifat khusus (distinctive) karena masing-masing sekolah memiliki sejarah, pola komunikasi, sistem dan prosedur, pernyataan visi dan misi, (2)budaya sekolah pada hakikatnya stabil dan biasanya lambat berubah, (3)budaya sekolah biasanya memiliki sejarah yang bersifat implisit dan tidak eksplisit, (4)budaya sekolah tampak sebagai perwakilan simbol yang melandasi keyakinan dan nilai-nilai sekolah tersebut. Karakteristik budaya sekolah bermutu (Arcaro, 1995) terdiri dari tiga pondasi dasar dan lima pilar utama sebagaimana tercantumdalam ilustrasi berikut: 181

7 Pondasi utama mutu pendidikan di sekolah adalah visi dan misi, keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah serta adanya tujuan dan sasaran yang jelas. Ketiga pondasi tersebut diperkuat dengan lima pilar yaitu: (1) fokus pada costumer, (2) keterlibatan total semua warga sekolah, (3) pengukuran yang jelas, (4) komitmen yang kuat, dan (5) adanya perbaikan secara berkelanjutan. E. Metode Penelitian Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian deskriptif eksplanatory. Data yang diperoleh melalui angket dianalisis dengan deskriptif persentase (%). Setelah dianalisis dilakukan kajian dengan mengeksplanasi data secara mendalam melalui observasi dan wawancara kepada pengawas, kepala sekolah dan guru-guru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aspek yang berkaitan dengan analisis kompetensi pengawas dalam implementasi manajemen berbasis sekolah melalui penguatan budaya mutu sekoalah SMP Negeri di Kabupaten Boalemo. Anggota populasi untuk analisis deskriptif peresentase (%) adalah guruguru yang dijadikan sebagai responden sebanyak 40 orang. Sedangkan untuk eksplanatory dilakukan wawancara dengan pengawas, kepala sekolah dan guru-guru. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dan wawancara. Angket digunakan untuk mengetahui pemetaan kompetensi pengawas dan kepala sekolah dengan metode skala likert yakni skala 1-5 yang bermakna: 5= Sangat Sesuai (SS) 4= Sesuai (S); 3= Agak Sesuai (AS); 2= Tidak Sesuai (TS); 1= Sangat Tidak Sesuai (STS). Wawancara digunakan untuk melakukan eksplanatori secara mendalam terhadap kompetensi pengawas dalam implementasi MBS melalui penguatan budaya mutu sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:(1) angket, (2) (2) wawancara, dan (3) dokumentasi. Data dianalisis secara deskriptif persentase (%) dan eksplanasi. F. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada kompetensi pengawas membimbing guru mengelola kurikulum dan pembelajaran, kompetensi pengawas dalam membina kepala sekolah mengembangkan budaya sekolah serta penguatan budaya kerja kepala sekolah dan guru-guru. 1. Kompetensi Pengawas a) Kompetensi Manajerial Hasil penelitian kompetensi pengawas dalam membina kepala sekolah dan guru-guru berkaitan dengan kompetensi manajerial dijabarkan pada diagram berikut: 182

8 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Diagram 1: Kompetensi Manajerial Pengawas Berdasarkan data tersebut dapat diketahui kompetensi manajerial pengawas berada pada kategori cukup. Hasil penelitian ini didukung hasil wawancara dengan beberapa kepala sekolah, guru-guru, dan pengawas bahwa kompetensi manajerial pengawas masih belum optimal untuk memperkuat manajemen sekolah. Indikasi lemahnya kompetensi manajerial dapat dipengaruhi oleh sistem rekrutmen pengawas yang tidak berdasarkan kompetensinya serta rendahnya pengetahuan pengawas tentang konsep manajemen dan supervisi. Salah satu faktor utama yang perlu diperkuat oleh pengawas adalah tingkat kemampuannya dalam membantu kepala sekolah mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif. Hal ini penting, sebab masih banyak kepala sekolah yang kurang kompeten dalam memperkuat kepemimpinan dan manajemen sekolah. b) Kompetensi Mengelola Kurikulum Kompetensi pengawas dalam mengelola kurikulum dapat dilihat pada diagram berikut: 183

9 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Diagram2: Kompetensi Mengelola Kurikulum Berdasarkan data pada diagram tersebut diketahui kompetensi pengawas dalam mengelola kurikulum berada pada kategori cukup. Hal ini mengindikasikan bahwa peran pengawas sebagai gurunya guru dengan tugas utama membimbing dan membina guru dalam mengembangkan kurikulum belum terlaksana dengan baik. Salah satu faktor pemicu karena pengawas sendiri kurang memahami konsep dan substansi serta inovasi kurikulum termasuk kurikulum Padahal setiap pengawas dituntut peran maksimalnya untuk membina guru dalam implementasi kurikulum Hasil wawancara dengan beberapa pengawas menyatakan tingkat pengetahuan guru-guru sebagian besar lebih baik dibanding tingkat pengetahuan pengawas itu sendiri dalam mengimplementasikan kurikulum sehingga sering terjadi kurang percaya diri dalam melakukan pembinaan. Peran pengawas sangat urgen dalam membina guru mengembangkan kurikulum. Ben Harris (1985) menegaskan tugas pengawas terkait kurikulum mencakup: (1) pengembangan kurikulum, (2) penyediaan bahan ajar, (3) mengorganisir pembelajaran, (4) membimbing guru membimbing siswa, dan (5) menilai pembelajaran. Tugas yang sangat urgen ini akan terwujud dengan baik jika pembinaan pada pengawas dilakukan secara intensif dan pengangkatan pengawas harus mengacu pada Permendiknas nomor 12 tahun c) Kompetensi Mengelola Pembelajaran Kompetensi pengawas dalam membina guru mengelola pembelajaran dapat dilihat pada diagram berikut: 184

10 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Diagram3: Kompetensi Mengelola Pembelajaran Mengacu pada diagram tersebut diperoleh gambaran bahwa kompetensi pengawas dalam membimbing guru mengelola pembelajaran berada pada kategori cukup. Hasil penelitian menunjukkan pula dari sepuluh kompetensi yang dikaji terkait dengan pengelolaan pembelajaran semua berada kategori cukup. Dalam kaitan ini perlu adanya pembinaan secara kontinu oleh kepala Dinas Pendidikan agar fungsi pengawas sebagai gurunya guru sekaligus mitra kepala sekolah untuk pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk dapat menjalankan fungsi pengawas sebagai gurunya guru dengan efektif, Glickman (1991) merekomendasikan perlunya dipahami perilaku guru yang terbentuk dari perpaduan antara level abstaksi dan level komitmen yaitu: (1) guru yang dropout; yaitu memiliki kimitmen dan abstraksi yang rendah, (2) guru yang kerjanya tidak terarah, yaitu memiliki komitmen kerja tinggi tetapi abstraksinya rendah, (3) guru pengamat analitis, yaitu memiliki abstraksi yang tinggi tetapi komitmen kerjanya rendah, dan (4) guru profesional, yaitu tingkat komitmen dan abstraksinya tinggi. Pengawas merupakan perpanjangan tangan Kepala Dinas Pendidikan dalam pembinaan dan pengembangan sekolah terutama kepala sekolah dan guru sehingga apabila pengawas kompetensinya rendah maka tidak akan bisa membina guru secara optimal. Hasil wawancara dengan pengawas disimpulkan terdapat beberapa penyebab utama rendahnya kompetensi pengawas dalam membina guru mengelola pembelajaran, yaitu: (1) pengawas jarang mengikuti pelatihan pengelolaan pembelajaran inovatif, (2) tingkat komitmen dan abstraksi pengawas yang masih kurang, dan (3) rendahnya wawasan pengawas tentang konsep manajemen dan supervisi pembelajaran. d. Budaya Organisasi (Sekolah) Hasil penelitian terkait kompetensi pengawas dalam penguatan budaya organisasi (sekolah) dapat dilihat pada diagram berikut: 185

11 Skor Berani menanggung resiko berinovasi Perhatian terhadap tugas tinggi Orientasi hasil Orientasi manusia (siswa) Orientasi team work Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Diagram4:Kompetensi Penguatan budaya Sekolah Menilik data pada diagram tersebut menunjukkan kompetensi pengawas dalam mengembangkan budaya sekolah berada pada kategori cukup. Artinya, peran pengawas dalam mengembangkan budaya sekolah belum maksimal. Oleh karena itu penting bagi pengawas meningkatkan kompetensinya dalam penguatan dan pengembangan budaya sekolah. Pengawas merupakan mitra utama kepala sekolah membangun budaya sekolah sehingga kompetensinya sangat dibutuhkan. Pengawas yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang budaya sekolah dapat membantu kepala sekolah memperkuat budaya sekolah. Sekolah tanpa didukung budaya yang kuat mengindikasikan bahwa sekolah tersebut tidak memiliki masa depan yang jelas, sebab visi tidak dapat terwujud tanpa diperkuat budaya. Budaya sekolah merupakan ciri pembeda dari satu sekolah dengan sekolah yang lain terutama berkaitan dengan nilai-nilai, sikap, norma dan perilaku warga sekolah. Selain itu, budaya sekolah yang kuat dapat membuat iklim sekolah semakin kondusif (Sudarwan, 2006). Hasil wawancara dengan beberapa kepala sekolah dan pengawas menunjukkan bahwa budaya sekolah belum nampak pada program-program yang ada di sekolah selama ini. Sekolah yang memiliki budaya yang kuat dapat tergambar pada: (1) visi sekolah yang menekankan pada palayanan yang prima bagi peserta didik, (2) kemampuan kepala sekolah mengartikulasikan visi dan misinya pada semua stakeholder, (3) sekolah memiliki keyakinan dan nilai yang kuat dalam mewujudkan visi sekolah, (4) sekolah memiliki standar mutu yang jelas, dan (5) inovasi dilaksanakan secara berkelanjutan. e. Budaya Kerja Kepala Sekolah dan Guru Hasil penelitian tentang kompetensi pengawas dalam membina guru kepala sekolah dan guru-guru untuk penguatan budaya kerja dapat diilustrasikan pada diagram berikut: 186

12 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Skor 5 Diagram5: Kompetensi Penguatan Budaya Kerja Kepala Sekolah dan Guru Berdasarkan diagram tersebut diperoleh gambaran kompetensi pengawas (supervisor) dalam membina kepala sekolah dan guru-guru untuk pengembangan budaya kerja berada pada kategori cukup. Hal ini mengindikasikan peran pengawas dalam memperkuat budaya mutu (kerja) guru belum berjalan efektif. Hasil wawancara penulis terhadap pengawas dan kepala sekolah menunjukkan tingkat pemahaman pengawas dalam pengembangan budaya kerja masih sangat penting ditingkatkan. Budaya kerja tidak dapat dipisahkan dengan budaya sekolah, semakin baik budaya sekolah maka semakin baik pula budaya kerja guru-guru dan staf. Di samping itu, budaya kerja sangat dipengaruhi pula oleh tingkat kecerdasan guru-guru dan staf, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual. Sinergitas ketiga kecerdasan ini akan memperkuat budaya kerja guru-guru. Hal ini senada dengan Glickman (1991) yang menegaskan budaya kerja guru sangat dipengaruhi oleh level of commitment dan level of abstaction. Peran pengawas sebagai gurunya guru dalam memotivasi, membimbing dan memfasilitasi guru-guru mengembangkan budaya kerja mereka sangat strategik untuk mewujudkan mutu pembelajaran secara efektif. Hasil wawancara terhadap beberapa pengawas ini didukung pula fakta dan pengalaman Arfan Arsyad (tim peneliti)sebagai mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo. Arfan menyatakan rendahnya kompetensi pengawas dalam melaksanakan tugas dan fungsi mendorong, membimbing, mengkoordinir, menstimulir dan menuntun pertumbuhan profesi kepala sekolah dan guru-guru disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) pembentukan 187 daerah otonom baru/pemekaran daerah membutuhkan aparatur yang siap mengisi jabatan eselon maupun non eselon. Pada umumnya SDM yang memenuhi persyaratan administrasi adalah guru sehingga banyak guru yang berprestasi dan memenuhi syarat pangkat direkrut untuk mengisi jabatan struktural di pemerintahan, (2) setelah 1 2 periode pemerintahan ketika terjadi proses politik mereka menjadi korban politik, ada yang di non job dan pada umumnya diparkir dalam jabatan pengawas, akibatnya dapat dipastikan bahwa kompetensi mereka di bidang kepengawasan masih rendah, (3) sebagian besar guru yang menduduki jabatan struktural pemerintahan, ketika memasuki batas usia pensiun 56 tahun bermohon untuk pindah ke jabatan fungsional pengawas agar batas usia pensiunnya diperpanjang menjadi 60 tahun. Sudah lama tidak mengajar sehingga tidak kompeten lagi memangku jabatan sebagai pengawas pendidikan, dan (4) Asosiasi Pengawas Pendidikan kurang optimal melaksanakan kegiatan pembinaan secara kontinu kepada para pengawas sebagai anggotanya. G. Simpulan Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kompetensi manajerial pengawas dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah berada pada kategori cukup 2. Kompetensi pengawas dalam mengelola kurikulum dan pembelajaran berada pada kategori cukup 3. Kompetensi pengawas dalam penguatan budaya organisasi (sekolah) berada pada kategori cukup

13 4. Kompetensi pengawas dalam pengembangan budaya kerja kepala sekolah dan guru-guru berada pada kategori cukup. DAFTAR RUJUKAN Arcaro, Jerome.S Quality in Education: An Implementation Handbook. Terjemahan. St. Lucie Press. Danim, Sudarman, Visi Baru Manajemen Sekolah; Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Pendidikan. Jakarta. Glickman C.D,1991.Developmental Supervision,Alexandria ASCD Haris, Ben M, Pengawasy Behavior in Education. New Jersev Prentice Hall Imron, Ali, 1996 Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta Pustaka Jaya Imron, Ali Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Katleen, Cotton. School Based Management. NWREL. School Improvement Research Series (SIRS). Digest/index. Masaong, A.K. & Ansar Manajemen Berbasis Sekolah. Sentra Media. Masaong, A.K Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru. Bandung. Alfabeta. Nawawi, Ismail Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja.Jakarta: Prenadamedia Grouf Nawari, Hadari Administrasi Pendidikan. Jakarta. Nurkolis Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia. Depdiknas Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 12 Tahun Tentang Standar Kompetensi Pengawas. Jakarta. Rahmi, Sri Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi. Jakarta: Mitra Wacana Media Robbins, P.S Organizational Behavior. Tenth Edition. Terjemahan. New Jersey: Upper Saddle River. Prentice Hall.Inc. Sagala, Syaiful Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta Samani, M Profesionalisasi Pendidikan. Surabaya. Unesa University Press. Sutopo, Hendiyat Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan Jakarta Bina Aksara. UU Nomor 20 Tahun Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta Wohlstetter, P. & Brigs, K.L Key Elements of a Successful School Based Management Strategi. Paper Working. October 21,

MEMBERDAYAKAN SUPERVISOR SEBAGAI GURUNYA GURU. Prof. Dr. Abd. Kadim Masaong, M.Pd. Abstrak

MEMBERDAYAKAN SUPERVISOR SEBAGAI GURUNYA GURU. Prof. Dr. Abd. Kadim Masaong, M.Pd. Abstrak MEMBERDAYAKAN SUPERVISOR SEBAGAI GURUNYA GURU Prof. Dr. Abd. Kadim Masaong, M.Pd Abstrak Jabatan supervisor (pengawas) dalam Sistem Pendidikan Nasional sangat stratejik untuk memperbaiki mutu guru. Supervisor

Lebih terperinci

SELAMI IPS Edisi Nomor 40 Volume 2 Tahun XIX Agustus 2014 ISSN

SELAMI IPS Edisi Nomor 40 Volume 2 Tahun XIX Agustus 2014 ISSN PERANAN PENGAWAS PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU DI KOTA KENDARI Syahri Nehru Husain Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo, Kendari Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II ORIENTASI SUPERVISI PENDIDIKAN

BAB II ORIENTASI SUPERVISI PENDIDIKAN BAB II ORIENTASI SUPERVISI PENDIDIKAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Singkat Materi ini membahas tentang orientasi supervisi pendidikan yaitu orientasi Directive, orientasi Non Direktif, Kolaboratif, dan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL Artikel yang berjudul Implementasi Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Kabupaten Banggai Kepulauan Oleh Ida Roswita R. Sapukal Pembimbing I Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan Sumber daya Manusia salah satunya dilakukan melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, non formal maupun informal. Pendidikan yang

Lebih terperinci

Supervisi Pengajaran: Pendekatan & Program Pelaksanaannya

Supervisi Pengajaran: Pendekatan & Program Pelaksanaannya Supervisi Pengajaran: Pendekatan & Program Pelaksanaannya Maisyaroh Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang Abstrak. Kualitas peserta didik ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas II. KAJIAN PUSTAKA A. Supervisi Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah tenaga pendidik. Tenaga pendidik (guru) dituntut untuk mampu melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Sagala (2010:1) mutu. Menurut Laporan Pengembangan Manusia (Human Developement

BAB I PENDAHULUAN. belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Sagala (2010:1) mutu. Menurut Laporan Pengembangan Manusia (Human Developement BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini semakin pesat dan menuntut semua pihak agar bisa dan siap bersaing di era globalisasi. Kenyataan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan suatu sistim yang di dalamnya terdapat komponen-komponen yang harus digerakkan untuk mencapai tujuan. Tujuan pendidikan di Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. tentang konsep dasar supervisi pendidikan, orientasi supervisi pendidikan, model-model

KONTRAK PERKULIAHAN. tentang konsep dasar supervisi pendidikan, orientasi supervisi pendidikan, model-model KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Supervisi Pendidikan Bobot sks : 3 (tiga) Semester : IV (empat) Hari Pertemuan : Senin Tempat Pertemuan : MP Lt 1 Dosen Pengajar : Besse Marhawati, S.Pd, M.Pd 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diberlakukannya Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi titik tolak acuan standarisasi dalam pengelolaan pendidikan nasional.

Lebih terperinci

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI) MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH A. Prawacana DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI) Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Peran LPMP Provinsi Kalimantan Timur dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan mutu pendidikan LPMP Provinsi Kalimantan Timur dalam pelaksanaan tupoksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas peyelenggaraan pendidikan selalu terkait dengan masalah sumber daya manusia yang terdapat dalam institusi pendidikan tersebut. Masalah sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan sistem otonomi daerah menuntut pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dengan menggunakan sistem manajemen berbasis sekolah yang implementasinya

Lebih terperinci

PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN 38 Jurnal Hanata Widya, Vol. 5 No. 7 Tahun 2016 PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMP NEGERI SE-KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN COMPETENCY PROFESSIONAL TEACHER GUIDANCE BY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peduli pada pembangunan sektor pendidikan. Menurut Kurniadin (2012:206)

BAB I PENDAHULUAN. peduli pada pembangunan sektor pendidikan. Menurut Kurniadin (2012:206) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai kemajuan bangsa. Oleh karena itu, di era global seperti saat ini, pemerintahan yang kurang peduli

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawas PAI sebagai seorang supervisor harus memiliki keterampilan. meningkatkan kinerja guru PAI.

BAB I PENDAHULUAN. Pengawas PAI sebagai seorang supervisor harus memiliki keterampilan. meningkatkan kinerja guru PAI. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Supervisi akademik pendidikan agama Islam sangat penting dilakukan untuk menjamin berjalannya proses pembelajaran pendidikan agama Islam sesuai dengan standar

Lebih terperinci

PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR 1 PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Andi Nur Alam 1, Maisyaroh 2, Ahmad Yusuf Sobri 3 Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam proses kemajuan suatu bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia menuju ke kehidupan yang lebih baik. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makna penting pendidikan ini telah menjadi kesepakatan yang luas dari setiap elemen masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional yang telah dibangun selama tiga dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan dan tantangan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam membentuk siswa menjadi manusia yang penuh optimis, berani, tampil, berperilaku kooperatif, dan kecakapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU

UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU UPAYA PENINGKATAN KINERJA GURU Oleh : Lailatussaadah Dosen Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry Email: lailamnur27@gmail.com ABSTRAK Kinerja guru merupakan hasil, kemajuan dan prestasi kerja guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengawas pendidikan mempunyai kedudukan yang strategis dan penting dalam membina dan mengembangkan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah dengan tujuan agar sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pendidikan sangat penting dan menduduki posisi sentral

Lebih terperinci

LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan ISSN : Vol. 13 No. 1 (2018) 1 10

LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan ISSN : Vol. 13 No. 1 (2018) 1 10 LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan ISSN : 0216-7433 Vol. 13 No. 1 (2018) 1 10 PENERAPAN COACHING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH DALAM SUPERVISI AKADEMIK PADA SMP BINAAN DINAS PENDIDIKAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan meningkatkan pelayanan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Apalagi dengan adanya deregulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan masa mendatang cenderung semakin kompleks dan penuh tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap insan yang kompeten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu usaha menciptakan manusia yang mampu berinovasi dengan mengembangkan potensi dalam dirinya. Selain itu, pendidikan juga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Guru merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama. Figur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga atau sarana dalam melaksanakan pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan formal, sekolah memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti terhadap "Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Sekolah Efektif (Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat karena maju mundurnya suatu bangsa dapat ditentukan oleng bagsa itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan sumber daya manusia maupun untuk menciptakan masyarakat yang berkualitas, berbagai upaya dilakukan

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Supervisi merupakan tahapan proses yang sangat penting bagi suatu organisasi dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program yang telah direncanakan demi tercapainya

Lebih terperinci

PERSEPSI GURU TERHADAP PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMK SE-KECAMATAN LUBUK BEGALUNG PADANG

PERSEPSI GURU TERHADAP PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMK SE-KECAMATAN LUBUK BEGALUNG PADANG PERSEPSI GURU TERHADAP PEMBINAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU OLEH KEPALA SEKOLAH DI SMK SE-KECAMATAN LUBUK BEGALUNG PADANG Dina Melani Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP Abstract The purpose of this

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global, perlu mempersiapkan sumber daya manusia (human resources) secara unggul. Sumber daya manusia yang unggul diperlukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap profesional ingin menunjukkan bahwa kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Guru sebagai seorang profesional mempertaruhkan profesi pada kualitas kerjanya.

Lebih terperinci

SUPERVISI PENDIDIKAN PENGERTIAN SUPERVISI PENDIDIKAN. Supervisi

SUPERVISI PENDIDIKAN PENGERTIAN SUPERVISI PENDIDIKAN. Supervisi PENGERTIAN SUPERVISI PENDIDIKAN SUPERVISI PENDIDIKAN Berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua kata yaitu super yang berarti lebih; dan vision yang berarti melihat atau meninjau. Secara terminologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sumber daya manusia yang menjadi aset terpenting perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. peranan sumber daya manusia yang menjadi aset terpenting perusahaan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan dapat tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia yang menjadi aset terpenting perusahaan karena perannya sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui pembahasanpembahasan secara teoritis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rohyan Sosiadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian    Rohyan Sosiadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung selanjutnya dalam tesis ini oleh penulis disingkat STP Bandung, dahulu dikenal dengan nama National Hotel Institute (NHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan sosok yang sangat memegang peranan penting dalam proses pembelajaran siswa di sekolah, yang harus dapat membawa perubahan besar dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dengan urgensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dengan urgensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dengan urgensi dan signifikansi yang memadai bagi kehidupan manusia. Ini semua terindikasi dari fungsi strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang ditemui setiap individu dalam kehidupannya. Ketidakmampuan mereka sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional.

BAB I PENDAHULUAN. daya sekolah untuk dapat menjalankan tugas secara profesional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja sekolah merupakan representasi dari kinerja semua sumber daya yang ada di sekolah dalam melaksanakan tugas sebagai upaya mewujudkan tujuan sekolah. Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan kepemimpinan saat ini adalah menghadapi perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan kepemimpinan saat ini adalah menghadapi perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan kepemimpinan saat ini adalah menghadapi perubahan lingkungan yang cepat berubah dengan percepatan (acceleration) yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah memberikan kewenangan yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Salah satu kewenangan tersebut

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU DAN PERANAN KEPALA SEKOLAH. Inom Nasution 1 ABSTRAK

KOMPETENSI GURU DAN PERANAN KEPALA SEKOLAH. Inom Nasution 1 ABSTRAK KOMPETENSI GURU DAN PERANAN KEPALA SEKOLAH Inom Nasution 1 ABSTRAK Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Kompetensi guru tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Upaya yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kebutuhan berprestasinya menjadi melemah. Fenomena lain. menunjukkan bahwa guru kurang komit dalam menjalankan tugas

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kebutuhan berprestasinya menjadi melemah. Fenomena lain. menunjukkan bahwa guru kurang komit dalam menjalankan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemampuan yang dimiliki guru harus senantiasa dikembangkan agar kinerjanya semakin meningkat. Kenyataan yang terjadi hingga saat ini, bahwa kesadaran guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pada hakekatnya adalah suatu proses yang menggambarkan pergerakan dari suatu kondisi yang lama ke kondisi yang baru. Pergerakan perubahan itu dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin kelas, dan berbagai peran lainnya. Sejatinya guru adalah sebagai. penjamin mutu pendidikan yang paling terdepan.

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin kelas, dan berbagai peran lainnya. Sejatinya guru adalah sebagai. penjamin mutu pendidikan yang paling terdepan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah sangat strategis. Walaupun perkembangan teknologi cukup pesat, sampai saat ini peranan guru sebagai

Lebih terperinci

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SATUAN PENDIDIKAN YANG DISELENGGARAKAN ATAU DIDIRIKAN PEMERINTAH DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik membutuhkan manusia sebagai sumber daya pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Hal ini perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka memacu

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Hal ini perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar dapat tercapai jika di adakan reformasi pendidikan secara menyeluruh atas berbagai dimensi dan berbagai komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya organisasi adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai bersama yang diyakini

Lebih terperinci

BA B I. dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran guna. dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan memberikan konstribusi

BA B I. dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran guna. dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan memberikan konstribusi BA B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupan agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran guna dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan baik dilihat dari sudut pandang internal berhubungan dengan pembangunan bangsa maupun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhenti ketika nyawa sudah tidak ada lagi di dalam raga manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berhenti ketika nyawa sudah tidak ada lagi di dalam raga manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara pendidikan sebenarnya sama halnya dengan berbicara kehidupan. Pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh setiap individu menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dalam masyarakat, karena dengan pendidikan, manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dalam masyarakat, karena dengan pendidikan, manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama dari semua kemajuan dan perkembangan yang ada dalam masyarakat, karena dengan pendidikan, manusia dapat mewujudkan semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jauh ketinggalan dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. jauh ketinggalan dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah merubah pola pikir masyarakat. Hal ini mengakibatkan program pendidikan dan pengajaran jauh ketinggalan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen pegawai merupakan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang telah ditentukan serta budaya kerja yang dianut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang. Pendidikan merupakan wadah yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan menghadapi dua tuntutan yaitu tuntutan dari masyarakat dan tuntutan dunia usaha. Hal yang menjadi tuntutan yaitu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa sentralisasi segala sesuatu seperti: bangunan sekolah, kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. masa sentralisasi segala sesuatu seperti: bangunan sekolah, kurikulum, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di masa desentralisasi berbeda dengan sentralisasi. Pada masa sentralisasi segala sesuatu seperti: bangunan sekolah, kurikulum, jumlah siswa,

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya

Lebih terperinci

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI SD NEGERI BENDUNGAN GAJAHMUNGKUR SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajeman Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Supervisi sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu bangsa. Melalui pendidikan setiap peserta didik difasilitasi, dibimbing

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara. 95 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidik merupakan tenaga profesional sesuai dengan bidangnya, hal ini sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan mengalami perubahan yang sangat cepat yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut menuntut

Lebih terperinci

PROFESI GURU DALAM KENYATAAN DAN HARAPAN OLEH: H. MOHAMAD SURYA

PROFESI GURU DALAM KENYATAAN DAN HARAPAN OLEH: H. MOHAMAD SURYA PROFESI GURU DALAM KENYATAAN DAN HARAPAN OLEH: H. MOHAMAD SURYA GURU ADALAH PENDIDIK PROFESIONAL DENGAN TUGAS UTAMA MERNDIDIK, MENGAJAR, MEMBIMBING, MENGARAHKAN, MELATIH, MENILAI. DAN MENGEVALUASI PESERTA

Lebih terperinci