BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Pemeriksaan Barang Kiriman Pos

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Pemeriksaan Barang Kiriman Pos"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta tentang prosedur penindakan barang kiriman pos, data-data yang diperoleh berdasarkan dokumen, pengamatan secara langsung, dan wawancara dengan narasumber terkait adalah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Barang Kiriman Pos Pengawasan kepabeanan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa pengawasan di bidang impor dan ekspor. Salah satu pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kegiatan impor ialah pengawasan terhadap barang kiriman pos. Barang kiriman pos yang diawasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah barang kiriman pos luar negeri yang dikirim ke penerima dalam negeri.dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan penulis melakukan kunjungan lapangan ke Kantor Pos Lalu Bea Surakarta yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No. 8 Kampung Baru, Solo Kantor tersebut ditunjuk untuk mengirim/menerima kiriman pos untuk/dari luar negeri dan untuk melalubeakan kiriman pabean.barang kiriman pos yang diselesaikan pemenuhan kewajiban kepabeanannya di Kantor Pos Lalu Bea Surakarta adalah kiriman EMS(diawali kode E), Registered (diawali kode R), Paket (diawali kode P), dan Bungkus (diawali kode B) dengan tujuan seluruh wilayah karisidenan Surakarta yaitu Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Setiap kiriman pabean wajib diberitahukankepada petugas Bea dan Cukai dan hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan petugas Beadan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai kemudian mencocokan barang kiriman dengan PP22A, apabila sesuai pejabat Bea Cukai 1

2 menandatangani PP22A dan mengembalikan PP22A lembar ketiga kepada petugas Pos Lalu Bea Surakarta.Pernyataan tersebut diperjelas dengan Bapak Sumedi selaku petugas bea dan cukai yang bertugas mengawasi alur keluar masuknya barang di Kantor Pos Lalubea Surakarta pada wawancara tanggal 1 Februari 2016 sebagai berikut : Apabila lembar PP22A yang tercantum tidak sesuai dengan jumlah barang yang masuk maka pihak bea dan cukai tidak dapat menandatangani PP22A tersebut dan mengembalikan lembar PP22A ke petugas pos untuk diperbaiki. Hal ini dikarenakan agar pemeriksaan terhadap barang dapat berjalan lancar sehingga tidak akan ada barang-barang yang lolos dalam pemeriksaan dalam artian tidak diperiksa. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Berdasarkan hasil penelitian dokumen, pemeriksaan fisik dilakukan : a. Dalam hal keterangan jumlah dan jenis barang serta nilai pabean tercantum lengkap pada dokumen pemeriksaan dilakukan dengan mesin X-Ray dan apabila terdapat kecurigaan Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang tersebut. b. Dalam hal keterangan jumlah dan jenis barang serta nilai pabean tidak tercantum pada dokumen maka terhadap barang tersebut dilakukan pemeriksaan fisik. c. Di Kantor-kantor Pos Lalubea yang tidak tersedia mesin X-Ray dilakukan pemeriksaan fisik. d. pemeriksaan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan disaksikan oleh Petugas Pos. Pemeriksaan fisik dilakukan guna untuk menetapkan klasifikasi dan nilai pabean atas kiriman pos serta memastikan apakah terhadap barang kiriman pos terkena ketentuan perijinan dari instansi terkait, seperti :

3 a. Produk makanan, minuman, obat-obatan harus memperoleh persetujuan dari BPOM; dalam hal kiriman adalah untuk tujuan penelitian termasuk uji klinik, pengembangan produk, sample registrasi, bantuan/hibah/donasi, tujuan pameran dan penggunaan sendiri/pribadi dapat melalui mekanisme jalur khusus yakni mengajukan Ijin SAS ( Special Acces Scheme) ke BPOM. b. Produk kosmetika harus memperoleh persetujuan dari BPOM berupa SKI ( Surat Keterangan Impor) c. Impor kiriman telepon seluler, komputer genggam,(handheld) dan komputer tablet hanya diperbolehkan maksimal dua buah sebagaimana diatur di Peraturan Menteri Perdagangan d. Impor kiriman pakaian jadi hanya diperbolehkan maksimal sepuluh buah sebagaimana diatur di Peraturan Menteri Perdagangan e. Impor kiriman produk elektronik hanya diperbolehkan maksimal dua buah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan f. Produk hewan, tumbuhan dan ikan harus memperoleh ijin pemasukan dari Badan Karantina g. Produk senjata api, air softgun dan peralatan sejenis harus mendapatkan ijin dari Kepolisian. Oleh petugas Bea dan Cukai setelah barang kiriman pos tersebut di periksa dengan alatpemindai X-Ray, kemudian dibuka dan dilakukan pemeriksaan atas fisik barang 100 %(pencacahan) dan penelitian dokumen dengan disaksikan oleh petugas pos sebagai wakil daripenerima. Pemeriksaan fisik barang tersebut juga untuk menetapkan tarif dan nilai pabean serta untuk mengetahui apakah barang kiriman tersebut terkena ketentuan larangan dan pembatasan atau bebas. Setelah dilakukan pemeriksaan maka petugas Bea dan Cukai menuangkan hasil pemeriksaan ke dalam dokumen PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos). Untuk kiriman pabean yang

4 ditetapkan nilai pabeannya melebihi FOB USD 50, maka petugas Bea dan Cukai akan menghitung besarnya pungutan impor atas kiriman pabean tersebut. Hasil penetapan tarif dan nilai pabean serta perhitungan pungutan impor oleh petugas Bea dan Cukai dituangkan dalam formulir PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos). Setelah dilakukan pemeriksaan, atas barang kirimantersebut kemudian ditutup kembali dan dikemas ulang oleh petugas pos.pejabat Bea dan Cukai menyerahkan tiga lembar PPKP beserta fisik barang kiriman pabean yang bersangkutan. Penyerahan tersebut menggunakan dokumen PP22B rangkap dua. Lembar PP22B pertama untuk diserahkan kembali ke Pejabat Bea dan Cukai setelah ditandatangani Petugas Pos sebagai tanda terima dan lembar PP22B kedua digunakan Petugas Pos untuk menghapus pembukuan kiriman pabean pada model PP22A. Setelah barang diserahkan kembali ke petugas Pos dengan PP22B barang yang dibebaskan langsung dikirim ke alamat tujuan oleh Petugas Pos. Sedangkan, untuk barang yang dikenakan pungutan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)akan dikirim Petugas Pos ke Kantor Pos yang terdekat dengan alamat penerima disertai dokumen PPKP-nya.Formulir PPKP tersebut kemudiandisampaikan kepada penerima barang melalui petugas pos.untuk menyelesaikan barang kiriman pos yang nilai pabeannya melebihi FOB USD 50, penerima barang datang ke Kantor Pos terdekat dengan membawa dokumen PPKP yang diterima dari petugas pos dan menyerahkan SSPCP (Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak) untuk melakukan pembayaran atas pungutan impor barang kiriman pos. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada tanggal 1 Februari 2016, tidak selamanya penerima barang dapat menyetujui tarif bea masuk yang sudah ditetapkan oleh petugas bea dan cukai, hal ini diungkapkan oleh salah satu petugas bea dan cukai yang berada di Kantor Pos Lalubea Surakarta yaitu :

5 Apabila penerima kiriman berkeberatan terhadap penetapan bea yang telah ditetapkan dalam PPKP, penerima kiriman dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan menjelaskan alasanalasannya. Apabila keberatan diterima dan ada perubahan pada jumlah bea, Pejabat Bea dan Cukai membuat nota pembetulan PPKP rangkap empat, kemudian tiga rangkapnya diteruskan kepada Petugas Pos untuk direkatkan pada setiap lembar PPKP yang semula dan pada PPKP dicantumkan nomor dan tanggal pembetulan yang bersangkutan. Penerima kiriman membayar pungutan berdasarkan PPKP dan/atau nota pembetulan.kiriman pabean dapat diserahkan kepada penerima apabila yang bersangkutan telah membayar seluruh Bea Masuk dan PDRI yang terhutang. Kiriman pabean untuk Kantor Pos tujuan bukan Kantor Pos Lalubea dapat diteruskan ke kantor pos tujuan nya untuk diserahkan ke penerima setelah diselesaiakan pembayarannya atau setelah dilunasi PPKP-nya. Kemudian PPKP yang telah dilunasi didistribusikan oleh Petugas Pos sebagai berikut : a. Lembar ke-1 untuk Kantor Pelayanan Bea dan Cukai b. Lembar ke-2 untuk loket Kantor Pos c. Lembar ke-3 untuk penerima kiriman Selain melakukan pengamatan terhadap prosedur penindakan barang kiriman di Kantor Pos Lalu Bea Surakarta. Penulis juga mengambil sampel data PP22A(daftar penyerahan barang kiriman pos kepada Bea Cukai) dan PP22B(daftar penyerahan kembali barang kiriman pos kepada Petugas Pos) dari bulan September 2015 bulan Januari 2016 untuk mengetahui rata-rata jumlah barang yang masuk dan dikeluarkan setiap harinya. Tabel 4.1Data Barang Kiriman Pos pada Bulan September 2015Januari2016 berdasarkan PP22A dan PP22B No Bulan Jumlah Kiriman Masuk Jumlah Kiriman Keluar 1 September Oktober November

6 4 Desember Januari TOTAL Sumber : PP22A dan PP22B Manual Dari sampel data yang penulis ambil yakni arus masuk dan arus keluar barang kiriman periode bulan September 2015 Januai 2016 dapat dilihat adanya fluktuasi jumlah barang kiriman yang masuk setiap bulannya. Jumlah kiriman yang masuk setiap bulannya tidak pernah sama, sedikit atau banyaknya biasanya dipengaruhi oleh waktu-waktu tertentu seperti menjelang hari raya. Apabila dibandingkan rata-rata jumlah barang yang keluar perbulan dengan yang masuk, rata-rata jumlah barang yang masuk perbulannya jauh lebih besar dari rata-rata jumlah kiriman yang keluar.hal ini menunjukkan bahwa banyaknya minat masyarakat terhadap barang impor, sebaliknya justru ekspor jarang dilakukan.kemudian dengan melihat banyaknya kiriman yang masuk menunjukkan bahwa arus barang di Kantor Pos Lalu Bea Surakarta termasuk lancar, dan salah satu faktor yang menyebabkan lancarnya arus barang adalah prosedur penyelesaian barang kiriman oleh Bea Cukai yang efektif dan efisien. 2. Penindakan Barang Kiriman Pos Dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan penulis melakukan identifikasi tentang barang kiriman luar negeri yang ditegah. Seksi P2 (Penindakan dan Penyidikan) dalam hal ini mendapatkan tugas untuk melakukan proses penegahan terhadap barang yang masuk ke Indonesia baik yang sudah maupun yang tanpa memiliki ijin kepabeanan atau tanpa surat-surat atau dokumen yang legal sesuai dengan barang yang dibawa atau dipesan maupun barang yang belum memenuhi prosedur bea masuk oleh individu perseorangan maupun perusahaan.sesuai dengan UU No.10 Tahun 1995 pasal 1 ayat 15 setiap barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean

7 diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif ( ZEE ) dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, dalam rangka mengamankan hak-hak negara dan menjamin pemenuhan kewajiban kepabeanan, Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1996 dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-53/BC/2010, Unit Penindakan dan Penyidikan Kepabeanan dan Cukai melaksanakan kegiatan penindakan dengan upaya fisik yang bersifat administratif, meliputi tindakan berupa : 1. Penghentian a. Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan sarana pengangkut serta barang impor, ekspor, barang tertentu, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait yang berada di sarana pengangkut, dilaksanakan oleh Pejabat secara selektif berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran. b. Sarana pengangkut yang dimaksud meliputi: - alat yang digunakan untuk mengangkut impor, ekspor, barang tertentu, barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait di darat, di air, atau di udara; dan - orang pribadi yang mengangkut impor, ekspor, barang tertentu, barang kena cukai dan/atau barang lainnya tanpa menggunakan alat angkut. c. Penghentian terhadap sarana pengangkut dilakukan dengan cara memberikan isyarat berupa isyarattangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio dan sebagainya yang lazim digunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut. Dalam melakukan penghentian, Pejabat harus menunjukkan surat perintah kepada Pengangkut atau orang pribadi yang

8 dihentikan. Terhadap sarana pengangkut yang tidak mengindahkan perintah penghentian akan dilakukan pengejaran. Pengejaran dilakukan secara terus menerus (hot pursuit)hingga keluar wilayah kerja, pada kesempatan pertama harus dilaporkan kepada pejabat yang mengeluarkan surat perintah. d. Atas perintah atau permintaan dari Pejabat, Pengangkut wajib: - menghentikan sarana pengangkut atau kegiatan mengangkutnya; dan - menunjukkan dokumen impor, ekspor, barang kena cukai dan/atau dokumen pelengkap lainnya yang diwajibkan menurut peraturan yang berlaku. e. Setelah penghentian dan kewajiban Pengangkut dilakukan, segera dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai. 2. Pemeriksaan Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang yang dibawa oleh sarana pengangkut, terkecuali barang yang telah disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos. Pejabat Bea dan Cukai juga berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Untuk keperluan pemeriksaan sarana pengangkut atas permintaan atau isyarat Pejabat Bea dan Cukai pengangkut wajib menghentikan sarana pengangkutnya dan Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta agar sarana pengangkut dibawa ke Kantor Pabean atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan. Atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pengangkut wajib membuka sarana pengangkut atau bagiannya untuk diperiksa. Segala biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan pemeriksaan merupakan tanggung jawab :

9 a. Pengangkut, apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan Undang-undang b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, apabila dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran ketentuan Undang-undang. Tindak lanjut dari pemeriksaan sarana pengangkut dan barang yang dibawa dilakukan sebagai berikut : a. Apabila terdapat pelanggaran, segera dilakukan penegahan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang yang dibawanya b. Apabila tidak terdapat pelanggaran, segera mengizinkan pengangkut beserta sarana pengangkut berikut barang yang ada dibawa untuk meneruskan perjalanan. Pejabat Bea dan Cukai selain melakukan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut, awak sarana pengangkut, Pejabat Bea dan Cukai juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap barang. Untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau kuasanya wajib menyerahkan barang dan membuka setiap bungkusan atau kemasan barang yang akan diperiksa. Jika permintaan tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas resiko dan biaya pihak yang diperiksa.pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap : a. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain yang penyelenggaraannya dengan izin yang diberikan berdasarkan Undang-undang b. Bangunan atau tempat lain yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang dibawah pengawasan pabean. c. Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan merupakan rumah tinggal

10 yang berdasarkan Undang-undang penyelenggaraannya tidak berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan. Pejabat Bea dan Cukai juga berwenang memeriksa badan setiap orang : a. Yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean b. Yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean c. Yang sedang berada di atau baru sajameninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat d. Yang sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean 3. Penegahan Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dengan melakukan penegahan terhadap : 1. Barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean 2. Barang impor yang keluar dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya 3. Barang ekspor yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya 4. Sarana pengangkut yang memuat barang yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya 5. Sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya. Penegahan terhadap barang tidak selalu dapat dilakukan, menurut petugas bea dan cukai yang bertugas di Kantor Pos

11 Lalubea Surakarta ada juga penegahan yang tidak dapat dilakukan yakni : Paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos, Barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran Bea Masuk, sarana pengangkut yang disegel oleh Penegak Hukum lain atau Dinas Pos, dan sarana pengangkut negara atau Negara Asing. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai dikuasai negara dan disimpan di TempatPenimbunan Pabean.Barang atau sarana pengangkut yang ditegah diselesaikan dengan cara : 1. Diserahkan kembalikepada pemiliknya, apabila telah memenuhi kewajiban pabean 2. Dimusnahkan karena barang tersebut busuk 3. Dilelang, karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi 4. Diserahkan kepada penyidik sebagai bukti dalam proses penyidikan 5. Dalam hal menyangkut barang yang dilarang atau dibatasi, menjadi milik negara. 4. Penyegelan Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan terhadap : 1. Barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya 2. Barang ekspor yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan atau tempat lain 3. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah. Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel.pemilik dan/atau yang menguasai sarana

12 pengangkut atau tempat-tempat yang disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau tanda pengaman tidak rusak atau hilang.kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas atau dirusak tanpa izin dari Pejabat Bea dan Cukai.Penyegelan juga dapat dihentikan dalamhal : 1. Barang dan/atau sarana pengangkut telah diselesaikan kewajiban pabeannya 2. Penyegelan sebagai tindak lanjut dari penegahan yang dilakukan tanpa surat perintah tidak mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal 3. Barang dan/atau sarana pengangkut diserahkan kepada penyidik sebagai barang bukti..setelah barang kiriman pos diperiksa danterbukti atau diketahui barang tersebut tidak sesuai dengan bukti dokumen barangimpor yang ada atau barang tersebut adalah barang yang tidakdiperbolehkan masuk ke Negara Republik Indonesia ( barang lartas ), makabarang tersebut akan ditegah dengan penindakan lebih lanjut yang dilakukan oleh petugas dari seksi P2 ( Penindakan dan Penyidikan ).Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, dalam rangka mengamankan hak-hak negara dan menjamin pemenuhan kewajiban cukai, berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No- 53/BC/2010, Unit Penindakan Kepabeanan dan Cukai melaksanakan kegiatan penindakan dengan upaya fisik yang bersifat administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Penegahan terhadap barang, dilakukan dengan menundapengeluaran, pemuatan, pembongkaran dan pengangkutan barangimpor, ekspor, barang tertentu atau barang kena cukai, yangsebagian atau seluruhnya tidak memenuhi kewajiban kepabeanandan/atau cukai.

13 Setelah penindakan dilakukan dan ditemukan pelanggaranditerbitkan Surat Bukti Penindakan (SBP) yang ditandatangani oleh Pejabat yang melakukan penindakan dan kemudian Surat Bukti Penindakan (SBP) tersebut diserahkan kepada pemilik barang. Berdasarkan Surat Bukti Penindakan, Pejabat yang melaksanakan penindakan segera membuat Laporan Pelaksanaan Tugas Penindakan (LPTP).Atas hasil penindakan yang telah dilaksanakan, Unit Penindakan segera menyampaikan kepada Subdit Intelijen dengan menggunakan Informasi Penindakan (IP) yang ditembuskankepada Subdit Penindakan, untuk digunakan sebagai masukanatau referensi dalam rangka pengolahan informasi. Segera setelah seluruh tahapan penindakan selesai, dilaksanakan pembuatan Laporan Tugas Penindakan (LTP) dan dilakukan Analisa Hasil Penindakan dalam waktu paling lama 7 x 24 jam sejak dilakukan penindakan untukdugaan pelanggaran kepabeanan. Analisa Hasil Penindakan dilakukan untuk menentukan adanya dugaan pelanggaran atas penindakan yang dilakukan. Analisis hasil penindakan dituangkan dalam Lembar Penentuan Hasil Penindakan (LPHP). Apabila terdapat dugaan pelanggaran maka dibuat Laporan Pelanggaran (LP) dengan dilampiri Laporan Tugas Penindakan (LTP), berkas penindakan beserta barang hasil penindakan untuk diserahkan kepada Unit Penyidikan dan BHP. Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan juga mengemukakan bahwa : Apabila dalam Analisa Hasil Penindakan tidak terdapat pelanggaran, pejabat yang melakukan penindakan membuat laporan pelaksanaan penindakan dan mengembalikan barang yang dilakukan penindakan kepada yang menguasai barang dengan disertai berita acara. (Kamis, 4 Februari 2016) Proses selanjutnya adalah tata laksana penanganan perkara. Kegiatan penanganan perkara dilaksanakan oleh Unit Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran dan membuat keterangan pelanggaran. Kegiatan penanganan perkara meliputi :

14 a. penerimaan perkara b. penelitian pendahuluan c. penentuan skema penanganan perkara d. penelitian atau penyelidikan dan penyidikan e. penanganan barang hasil penindakan f. penanganan pelaku pelanggaran g. pengelolaan Cabang Rumah Tahanan DJBC. Selanjutnya Penerimaan Perkara dilaksanakan berdasarkan Laporan Pelanggaran (LP) oleh Unit Penindakan atau laporan dugaan pelanggaran pidana lainnya. Laporan dugaan pelanggaran pidana lainnya yaitu : a. hasil pengembangan penyidikan ditemukan tindak pidana yang tidak terkait dengan tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikan. b. Hasil penelitian atau pemeriksaan dari unit lainnya c. Hasil tertangkap tangan oleh pejabat d. Penyerahan dari instansi lain. Perkara yang diduga merupakan pelanggaran diterima dalam bentuk: a. Laporan pelanggaran yang berasal dari Unit Penindakan b. Laporan dugaan pelanggaran pidana c. Surat perlimpahan perkara yang berasal dari instansi lain. Dalam hal hasil Penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari Unit Penindakan ditemukan dugaan pelanggaran, dilakukan: a. Penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga pelanggaran pidana

15 b. Penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi pelanggaran c. Permintaan penyerahan Barang Hasil Penindakan (BHP) dengan berita acara. Dalam hal hasil Penelitian Pendahuluan atas penerimaan perkara yang berasal dari unit lainnya ditemukan dugaan pelanggaran, dibuatkan Laporan Pelanggaran (LP-1) dan dilakukan: a. Penyidikan dengan menerbitkan Laporan Kejadian (LK), Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP), Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (PDP), apabila diduga pelanggaran pidana b. Penelitian dengan menerbitkan Surat Perintah Penelitian (SPLIT), apabila diduga pelanggaran administrasi atau diperlukan penelitian lebih mendalam atas indikasi pelanggaran c. Pelaksanaan serah terima perkara disertai barang hasil penindakan, alat bukti terkait, dan pelaku yang bertanggungjawab atas pelanggaran (jika ada) dengan berita acara d. Penegahan dengan penerbitkan dan penyampaian Surat Bukti Penindakan (SBP) kepada pemilik atau penguasa barang. Dalam hal hasil penelitian pendahuluan atas penerimaan perkara dari Unit Penindakan dan Unit lainnya tidak ditemukan dugaan pelanggaran, dilakukan pengembalian perkara dengan pemberitahuan tertulis disertai alasan. Setelah dilakukan prosedur penindakan terhadap barang-barang yang ditegah maka barang hasil tegahan tersebut yang sudah disegel atau diberi pelekat untuk mengamankan dan juga sebagai tanda bahwa barang sudah diperiksa dan dilengkapi dokumen administrasinya tidak dapat dibuka tanpa izin dari Pejabat Bea dan Cukai.

16 Berikut ini penulis akan menyajikan data barang kiriman posyang masuk dan ditegah oleh KPPBC TMP B Surakarta periode bulan September 2015 Januari Tabel 4.2 Barang Hasil Tegahan periode September 2015 Januari 2016 di Kantor Pos Lalubea Surakarta No Tanggal Jenis Barang Jumlah Barang 1 11 September 2015 Sex Toys 1 Pcs 2 27 Oktober 2015 Sex Toys 1 Pcs 3 25 November 2015 Bibit Tanaman 10 Batang 4 25 November November November 2015 Bibit bunga, sayur dan buah Bibit Tanaman / Sayuran Bibit Tanaman/ Sayuran 11 Pcs 20 Pack 37 Pack 7 25 November 2015 Peluru Cal 5,5 2 Kaleng 8 25 November 2015 Bibit Bunga 6 Bungkus 9 25 November 2015 Kosmetik 22 Botol November 2015 Kartu bergambar Pornografi 3 Pack 11 8 Desember 2015 Sex Toys 1 Pack 12 8 Desember 2015 Obat-obatan 1 Botol 13 8 Desember 2015 Sex Toys 3 Pack 14 8 Desember2015 Sex Toys 1 Pack Desember 2015 Pisau 1 Pcs Desember 2015 Sex Toys 1 Pcs 17 5 Januari 2016 Sex Toys 2 Pcs 18 5 Januari 2016 Sex Toys 1 Bungkus (7 pcs) 19 6 Januari 2016 Sex Toys 1 Pcs

17 20 13 Januari 2016 Sex Toys 2 Pcs Januari 2016 Sex Toys 2 Pcs Januari 2016 Obat-obatan (Viagra) 1 Botol (30 Pcs) Januari 2016 Sex Toys 1 Pcs Januari 2016 Pisau Lipat 1 Pcs januari 2016 Sex Toys 1 Pcs Januari 2016 Anak Panah 47 Pcs Januari 2016 Sex Toys 1 Pcs Januari 2016 Sex Toys 2 Pcs Januari 2016 Sex Toys 1 Pcs Januari 2016 Sex Toys 1 Pcs Januari 2016 Sex Toys 4 Pcs Sumber : SBP dari Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2) Tabel diatas adalah daftar barang-barang yang telah diproses oleh seksi penindakan dan penyidikan dan terbukti atau diketahui barang tersebut tidak sesuai dengan bukti dokumen barang impor yang melengkapi barang atau termasuk jenis barang yang tidak diperbolehkan masuk ke Negara Republik Indonesia, maka barang yang tidak lolos proses penegahan akan berubah statusnya menjadi Barang Hasil Penegahan. Kemudian disimpan di TPS (Tempat Penimbunan Sementara) dan ditindak lanjuti oleh seksi Penindakan dan Penyidikan.Penulis mengambil sampel data dari Surat Bukti Penindakan (SBP) periode September 2015 sampai dengan Januari Dari data yang ada menunjukkan bahwa Sex Toys merupakan barang yang paling banyak yaitu sejumlah 26 Pcs selama 5 bulan terakhir dan sisanya seperti anak panah, obat-obatan, bibit tanaman/sayuran dan kartu hanya beberapa saja.

18 3. Barang Tegahan Disimpan di TPS (Tempat Penimbunan Sementara) Barang hasil penegahan yang tidak diselesaikan kepengurusan dokumen atau ijinnya akan disimpan sementara dalam TPS (Tempat Penimbunan Sementara). Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan untuk menimbun barang-barang yang ditegah. Setelah dalam jangka waktu 30 hari barang hasil penegahan berada dalam TPS (Tempat Penimbunan Sementara) tidak diselesaikan oleh pemilik barang proses administrasi maupun dokumen kelengkapan barangnya maka barang hasil penegahan yang dilakukan oleh Seksi P2 (Penindakan dan Penyidikan) statusnya berubah menjadi Barang Dimiliki Negara (BDN). Barang penegahan kemudian diteruskan kepada Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai untuk diproses dan ditindaklanjuti dan disimpan di TPP ( Tempat Penimbunan Pabean ) dibawah pengawasan untuk menunggu waktu pemusnahan. 4. Penyelesaian Barang Hasil Penindakan Dalam kasus ini penulis akan memaparkan prosedur penyelesaian barang hasil penindakan mulai dari Barang Dikuasai Negara (BDN), Barang Menjadi Milik Negara (BMN) sampai dengan pemusnahan. Penetapan BDN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BDN. Awalnya dari Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2) menyerahkan barang disertai dengan Nota Dinas kepada Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai (PKC). Kepala Seksi PKC mengutus bawahan untuk melakukan pemeriksaan terhadap jumlah barang yang ditegah dan dibandingkan dengan jumlah barang yang terlampir di Nota Dinas, apabila jumlah barang sama maka selanjutnya membuat Berita Acara Pencacahan (BAP) atas barang tegahan tersebut guna mengetahui bahwa barang sudah dicacah/diperiksa dan lengkap. Untuk menetapkan barang sudah

19 dikuasai Negara Kepala Kantor mengeluarkan Surat Keputusan tentang barang yang tidak memenuhi ketentuan di bidang cukai sebagai barang yang sudah dikuasai Negara.Setelah dalam jangka waktu 30 hari barang hasil penegahan berada dalam TPS ( Tempat Penimbunan Sementara ), statusnya akan berubah menjadi Barang Menjadi Milik Negara (BMN). Penetapan BMN dilakukan oleh kepala kantor pabean dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BMN dengan disertai Nota Dinas. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.04/2006 penyelesaian akhir atas Barang Yang Menjadi Milik Negara dapat diusulkan untuk dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dan atau untuk ditetapkan status penggunaannya.kepala Seksi PKC mengusulkan kepada Kepala Kantor yang menyatakan untuk dilakukan pemusnahan dalam hal BMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, tidak dapat dihibahkan, dan tidak mempunyai nilai ekonomis. Apabila Kepala Kantor menyetujui atas usulan pemusnahan tersebut, selanjutnya Kepala kantor menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sehubungan dengan barang-barang hasil tegahan yang sudah menjadi Barang Milik Negara untuk dilakukan pemusnahan karena barang yang ditegah tidak dapat dilelang/dihibahkan. Setelah mendapatkan persetujuan dari KPKNL terhadap usulan pemusnahan barang tegahan tersebut, maka petugas Bea dan Cukai segera membuat Surat Tugas untuk melaksanakan pemusnahan dengan diikuti beberapa petugas Bea dan Cukai lain yang disaksikan oleh Kepala Kantor. Setelah pelaksanaan pemusnahan selesai wajib membuat Berita Acara Pemusnahan dengan lampiran barang-barang yang dimusnahkan. Berikut ini bagan alur prosedur penindakan barang kiriman pos hingga proses pemusnahan :

20 Gambar 4.1 Alur Barang Masuk Hingga Proses Penyelesaian Barang Masuk ke Indonesia Melalui Darat Udara Laut Diperiksa oleh Seksi P2 Ditegah Barang Tegahan disimpan di TPS Status Barang Berubah Barang Tidak Dikuasai Negara Barang Dikuasai Negara Barang Milik Negara Dilelang/Dihibahk an/dimusnahkan

21 B. Hambatan dan Kendala Pada saat melakukan penelitian di lapangan penulis menemukan beberapa kendala yang mengganggu dan menghambat kinerja Bea Cukai.Baik itu yang bersifat teknis maupun nonteknis, ada beberapa yang penulis temui di dalam pekerjaan. Beberapa masalah dan hambatan kerja yang penulis temui antara lain: 1. Arus Barang di Kantor Pos lalu Bea Surakarta Masalah yang menurut penulis harus diperhatikan adalah arus barang di Kantor Pos Lalu Bea Surakarta. Barang yang baru diserahkan dari pengangkut ke Petugas Pos akan dikumpulkan dulu kemudian akan dilakukan pembukaan kiriman Pos dan dilakukan pencocokan kiriman antara dokumen PP22A dengan jumlah barang. Setelah kiriman disortir oleh Petugas Pos dalam kelompok barang mulai dari EMS, R, P, dan B, kemudian kiriman barang tersebut dibawa ke area selanjutnya untuk dilakukan pemeriksaan pabean. Barang diserahkan ke Pelaksana Pemeriksa dengan PP22A.Kemudian kiriman dibuka oleh Petugas Pos dan diperiksa oleh Pelaksana Pemeriksa. Masalahnya adalah kurangnya petugas pos yang membantu membuka dan mengawasi barang kiriman, sehingga apabila barang yang masuk banyak, barang akan menumpuk dan bercampur kembali dengan barang yang baru masuk dan belum diperiksa. Petugas pos disana hanya ada 1 orang saja yang bertugas membuka dan menutup kembali barang kiriman tersebut, hal ini juga menghambat pekerjaan karena mengingat banyaknya barang kiriman yang masuk dan arus barang akan menjadi tidak efektif. 2. Hambatan Pencacahan dan Pembeaan Pemeriksaan pabean terhadap kiriman pos dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen untuk pencacahaan dan pembeaan kiriman pos. Pencacahan dan pembeaan kiriman pos adalah proses pemeriksaan untuk mengetahui jumlah barang, jenis barang, dan klasifikasi guna menetapkan tarif Bea Masuk dan pajak dalam

22 rangka impor. Barang kiriman pos diperiksa oleh Pelaksana Pemeriksa guna menetapkan klasifikasi dan Tarif Bea Masuk kemudian ditetapkan nilai kirimannya.penetapan dilakukan secara official assessment oleh Pejabat Bea dan Cukai. Keluhan terkait penetapan Nilai Pabean merupakan keluhan terbanyak yang sering muncul dari pengguna jasa. Hal ini disebabkan karena penetapan Pejabat PDTT terlampau jauh dengan harga yang dibayarkan oleh penerima barang/consignee/pengguna jasa kepada pengirim barang di luar Daerah Pabean. Pejabat PDTT untuk melakukan penetapan dilakukan dengan cara membandingkan dengan harga lainnya, dalam hal ini menggunakan internet. Pejabat PDTT menggunakan harga yang ada pada internet sebagai referensi wajar atau tidaknya harga yang diberitahukan. Hal ini sebenarnya kurang obyektif karena harga yang kita dapatkan pada internet tidak dapat dijadikan sebagai acuan penetapan nilai pabean. Karena di setiap sumber internet seperti, e-bay, amazon, dan situs sejenisnya memiliki harga yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan penetapan yang berbeda-beda dan terkadang tidak merepresentasikan harga transaksi pengguna jasa/penerima barang. Oleh karena itu, dasaran yang valid untuk digunakan sebagai acuan dalam penetapan adalah transfer payment tetapi tidak mungkin semua penerima barang dimintakan transfer payment. Pada praktiknya, hanya untuk barang-barang terentu Pejabat PDTT meminta transfer payment milik penerima barang dan selebihnya adalah berdasarkan proffessional judgement Pejabat PDTT. Menurut penulis masalah ini disebabkan karena kurang jelasnya aturan yang mengatur tentang dokumen pelengkap pabean apa saja yang harus dilampirkan untuk barang kiriman pabean, tidak samanya persepsi antara Bea Cukai dengan pengguna jasa tentang dokumen pelengkap pabean barang kiriman, banyak masyarakat awam yang notabenenya bukan importir sehingga tidak mengetahui alur impor,

23 ketentuan impor dan persyaratannya. Untuk barang kiriman yang dokumen pelengkap pabeannya tidak lengkap dan tidak dilampiri uraian barang yang jelas Bea Cukai akan mengirim surat konfirmasi kepada penerima melalui pos untuk melengkapi agar dapat diproses. Selama itu barang belum dapat dikeluarkan sampai dilengkapi sebagaimana mestinya.hal ini juga menambah waktu pelayanan menjadi lebih lama.selain itu kadang-kadang impor barang tertentu yang memiliki karakteristik khusus seperti bahan kimia yang tidak dilengkapi dengan manual book/buku petunjuk untuk pembukaannya dari kemasan dan penanganannya. Hal tersebut tentunya menghambat proses pemeriksaan. 3. Status Kiriman Pos Tidak Sesuai dengan Keadaan Sebenarnya Kemajuan teknologi telah memudahkan kita dalam melakukan segala hal. Salah satunya sekarang kita dapat melakukan pelacakan terhadap status barang kiriman kita (tracking) melalui website Pos Indonesia atau website lain yang menyediakan layanan tracking kiriman. Dengan layanan tersebut pengirim/penerima barang dapat mengetahui posisi barang kiriman dimana dan statusnya hanya dengan memasukkan nomer resi pengiriman. Masalahnya adalah terkadang status yang diberitahukan dari proses tracking tidak sesuai dengan keadaan dan status barang sebenarnya. Setelah barang tiba di OE (Office of Exchange) atau Kantor Tukar Pos Udara, status barang akan berubah menjadi airport handling dan processing document by customs. Kemungkinan yang timbul atas status barang processing document by customs antara lain status barang sudah berubah dari airport handling atau barang sudah di bandara, padahal secara fisik Pihak Pos bisa jadi belum menyerahkan kiriman pos ke Pejabat Bea dan Cukai karena masih proses pemilahan dan distribusi ke gudang pemeriksaan. Status barang sudah PP22A secara sistem, namun fisik barang belum diserahkan oleh Pihak PT Pos Indonesia kepada Petugas Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Status sudah

24 selesai pemeriksaan fisik barang sudah dialihkan ke PT Pos Indonesia dengan penerbitan PP22B dan PPKP secara sistem oleh Petugas Bea Cukai tetapi posisi barang belum berpindah dari lokasi gudang pemeriksaan Bea Cukai, atau belum dikirimkan ke Kantor Pos terdekat dengan domisili penerima barang. Status konfirmasi/notifikasi ke penerima barang melalui PT Pos Indonesia, atas barang yang kurang lengkap informasi harganya atau membutuhkan perijinan dari instansi terkait. Untuk status konfirmasi/notifikasi masalahnya biasanya surat konfirmasi yang dikirim Bea Cukai kepada penerima melalui pos tidak sampai ke penerima karena alamat penerima yang tertera tidak jelas atau alamatnya merujuk kerumah kosong. Karena penerima tidak menerima surat konfirmasi dari Bea Cukai maka penerima tidak mengetahui barangnya tertahan karena memerlukan dokumen yang harus dilengkapi. Untuk kasus demikian biasanya yang di komplain pengguna jasa adalah Bea Cukai padahal secara sistem Bea Cukai sudah melaksanakan ketentuan yang berlaku. Menurut analisa penulis masalah status palsu dari barang kiriman seperti diatas disebabkan karena komunikasi dan koordinasi dari Bea Cukai dengan Pihak PT Pos Indonesia yang kurang baik. 4. Terbatasnya peralatan IT ( Informasi Teknologi ) yang diperlukan petugas guna mengawasi dan menindak setiap barang yang masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia. 5. Minimnya pengertian dan pengetahuan para importir tentang barangbarangapa sajakah yang dapat mereka kirim kedalam negeri, seperti jenis dan karakteristik barang, apakah termasuk barang yang diperbolehkan masuk, dibatasi jumlahnya maupun yang tidak diperbolehkan masuk. 6. Adanya importir yang tidak mematuhi prosedur impor yang telah ditetapkan. Pelanggaran yang biasanya terjadi adalah importir memberikan keterangan yang tidak benar mengenai barang yang

25 mereka impor, artinya jenis barang yang tercantum dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan kenyataannya dilapangan adalah berbeda. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan pula didalam memnentukan besarnya tarif bea masuk dan pajak-pajak lain dalam rangka impor yang harus dibayar.

26 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa prosedur penindakan barang kiriman pos pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakata bisa dikatakan baik. Dalam melakukan penindakan terhadap barang kiriman pos terdapat beberapa proses mulai dari pemeriksaan barang kiriman pos, penegahan, penyegelan hingga pemusnahan. Semua prosedur penindakan terhadap barang kiriman dilakukan sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri keuangan serta Undang-undang Kepabeanan sehingga memudahkan prosedur dan tatacara penanganan terhadap barang kiriman hingga proses pemusnahan. Kerjasama dan koordinasi antar Seksi atau Sub Seksi yang ada di Kantor Pengawasan dan Pelayan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta dalam menangani barang hasil penegahan juga berjalan sebagaimana mestinya dan sesuai peraturan yang telah ditetapkan tanpa saling tumpah tindih atau mis koordinasi antara Sub Seksi yang mempunyai tugas dan peran masing-masing sesuai tugas dan kewajibannya. Dengan tiap Sub Seksi bekerja dengan baik dan profesional menjalankan tugasnya dalam menangani barang hasil penegahan, maka Negara pun diuntungkan dengan penerimaan bea masuk dari berbagai macam jenis dan karakter barang yang masuk ke Negara Indonesia ( Wilayah Kepabeanan ).Dengan meminimalisir barang yang masuk ke wilayah Republik Indonesia tanpa dilengkapi surat-surat, dokumen, maupun barang yang tidak boleh atau dibatasi jenis, banyak dan karakter barangnya maka penerimaan Negara dari sektor kepabeanan akan dapat dimanfaatkan dengan baik dan seoptimal mungkin guna dialirkan ke sektor-sektor Negara lainnya. Hambatan dan kendala dalam penindakan barang kiriman pos antara lain : 1. Arus barang di Kantor Pos lalu Bea Surakarta dengan kurangnya petugas pos yang membantu membuka dan mengawasi barang menjadi faktorpenghambat dalam pemeriksaan, sehingga apabila barang yang masuk banyak, pemeriksaan barang menjadi tidak efektif.

27 2. Hambatan pencacahan dan pembeaan disebabkan karena kurang jelasnya aturan yang mengatur tentang dokumen pelengkap pabean apa saja yang harus dilampirkan untuk barang kiriman pabean, tidak samanya persepsi antara Bea Cukai dengan pengguna jasa tentang dokumen pelengkap pabean barang kiriman, banyak masyarakat awam yang notabenenya bukan importir sehingga tidak mengetahui alur impor, ketentuan impor dan persyaratannya 3. Status kiriman pos tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga adanya status palsu terbukti bahwa kurangnya komunikasi dan koordinasi dari Bea Cukai dengan Pihak PT Pos Indonesia yang kurang baik. 4. Terbatasnya peralatan IT ( Informasi Teknologi ). 5. Minimnya pengertian dan pengetahuan para importir tentang barang-barang apa sajakah yang dapat mereka kirim kedalam negeri, seperti jenis dan karakteristik barang, apakah termasuk barang yang diperbolehkan masuk, dibatasi jumlahnya maupun yang tidak diperbolehkan masuk. 6. Adanya importir yang tidak mematuhi prosedur impor yang telah ditetapkan. B. Saran Saran yang dapat penulis berikan bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta dalam menangani barang kiriman luar negeri mulai dari pemeriksaan hingga pemusnahan adalah sebagai berikut : 1. Para pejabat bea dan cukai meningkatkankinerja Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Surakarta dalam hal mengawasi masuknya barang impor yang melalui mekanisme prosedur pemeriksaan, penindakan hingga proses pemusnahanyang dapat penulis simpulkan sudah berjalan dengan baik. 2. Memberikan penyuluhan-penyuluhan dan memberikan informasi yang jelas kepada setiap penumpang, awak sarana pengangkut, pengusaha dsb agar lebih memperhatikan dan mengetahui jenis-jenis barang apa saja yang dapat dan tidak boleh masuk ke Negara Indonesia yang keluar atau masuk masuk ke Negara Indonesia ( kawasan pabean ) baik itu melalui darat, udara maupun laut seperti :

28 b. Memberi pamflet, selebaran atau memasang pengumuman atau poster yang berisi informasi, pemberitahuan atau peraturan tentang berbagai jenis macam barang dan karakteristiknya apakah termasuk barang yang boleh, dibatasi atau tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia. c. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak Pos Indonesia untuk memberikan informasi yang benar maupun mengingatkan para masyarakat tentang barang bawaan yang dapat, dibatasi atau tidak diperbolehkan mereka kirim ke Indonesia (impor)ataupun kirim keluar Indonesia (ekspor). 3. Melengkapi para petugas dengan sarana dan prasarana ( seperti alat atau armada transportasi seperti mobil dinas,mobil boks maupun truk pengangkut) yang lebih baik guna menunjang tugas dan kinerja para petugasnya.

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B Dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan tim dari unit pengawasan di Kantor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

1 of 6 18/12/ :44

1 of 6 18/12/ :44 1 of 6 18/12/2015 14:44 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI

Lebih terperinci

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Terhadap Barang

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Terhadap Barang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyelesaian Barang. Milik Negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 /PMK.04/2011 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-24/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK SERTA PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BMN YANG SELAIN DARI APBN

BMN YANG SELAIN DARI APBN BMN YANG SELAIN DARI APBN Oleh: Rahmad Guntoro,S.E,M.M *) Abstrak: Dua sumber perolehan Barang Milik Negara (BMN) adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan perolehan lainnya yang sah. Dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KANTOR PUSAT DITJEN BEA DAN CUKAI. Homepage

KANTOR PUSAT DITJEN BEA DAN CUKAI. Homepage KANTOR PUSAT DITJEN BEA DAN CUKAI Homepage http://www.beacukai.go.id DASAR HUKUM Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 73 Undang- Undang Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG DAN AWAK SARANA PENGANGKUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-23/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN 188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN Contributed by Administrator Friday, 29 October 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

PROSEDUR PENINDAKAN BARANG KIRIMAN POS PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA

PROSEDUR PENINDAKAN BARANG KIRIMAN POS PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA PROSEDUR PENINDAKAN BARANG KIRIMAN POS PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Sebutan Vokasi Ahli

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2002 BPHN UU 10/1995, KEPABEANAN *9048 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BARANG, BANGUNAN ATAU TEMPAT LAIN DAN SURAT ATAU DOKUMEN YANG BERKAITAN DENGAN BARANG Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta

, No.2069 Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta No. 2069, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pusat Logistik Berikat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 271/PMK.06/2015 TENTANG PUSAT LOGISTIK BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI DASAR HUKUM UU KEPABEANAN PASAL 3 UU NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UU NOMOR 17 TAHUN 2006 PERATURAN MENTERI KEUANGAN PMK NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PABEAN DI BIDANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN BARANG PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, KIRIMAN MELALUI JASA TITIPAN DAN KIRIMAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.213, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Kawasan. Penimbunan Sementara. Tempat. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PMK.04/2015 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT

Lebih terperinci

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA)

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Kuala Namu, 21 September 2016 Latar Belakang & Ruang Lingkup 1 Latar Belakang Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut DJBC adalah salah satu instansi di bawah Kementerian Keuangan yang berada di garis terdepan dalam pengawasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG IMPOR BARANG PRIBADI PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS DAN BARANG KIRIMAN MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN Indeks: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

Penyelesaian Impor Barang Kiriman Pos

Penyelesaian Impor Barang Kiriman Pos Penyelesaian Impor Barang Kiriman Pos Oleh: Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Penyelesaian Barang kiriman pos yang berasal dari luar negeri memiliki ketentuan yang berbeda

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-08/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un No.1563, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.04/2007 TENTANG PEMERIKSAAN PABEAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus.

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. 3.1.1 Pengertian Kepabeanan Menurut UU No.17 Tahun 2006 Pasal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK. 04/ /2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG PENGHENTIAN, PEMERIKSAAN, DAN PENEGAHAN SARANA PENGANGKUT DAN BARANG DI ATASNYA SERTA PENGHENTIAN PEMBONGKARAN DAN PENEGAHAN BARANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5), Pasal 14, dan Pasal 18 Peraturan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JL. Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta - 13320 Faksimili : 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta - 10002 Kepada : 1. Sekretaris

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai; PP 23/1996, PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1996 (23/1996) Tanggal: 2 APRIL 1996 (JAKARTA) Sumber: LN 1996/38; TLN NO. 3628 Tentang: PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET EKS KEPABEANAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-39/BC/2008 TENTANG TATALAKSANA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET EKS KEPABEANAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 21/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci