BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Pesisir dan Laut Miller dalam Mukhtasor (2007) mendefinisikan pencemaran sebagai proses penambahan sebarang zat pada udara, air dan tanah, atau makanan yang dapat membahayakan kesehatan, ketahanan, atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya. Sementara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Lebih spesifik, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut, mendefinisikan pencemaran laut sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Sementara Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH, 1991) menyatakankan pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung, oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi. Definisi pencemaran laut tersebut sejalan dengan pengertian dalam United Nations Environmental Programs yang mengartikan pencemaran laut adalah dimasukannya substansi atau energi ke dalam lingkungan laut oleh manusia secara langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan seperti merusak sumberdaya hidup, bahaya pada kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan kelautan diantaranya

2 8 perikanan, rusaknya kualitas air, dan pengurangan pada keindahan dan kenyamanan. Pencemaran laut juga dapat didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota, sumberdaya, kenyamanan ekosistem laut, serta kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut, baik disebabkan secara langsung mau\pun tidak langsung oleh pembuangan bahanbahan atau limbah ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan laut, yang berakibat pada turunnya kualitas (degradasi) lingkungan dan masyarakat yang hidup dari lingkungan tersebut Sumber Pencemaran Samawi (2007) menyebutkan sekitar 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land base activity). Bahan-bahan pencemar berasal dari kegiatan seperti rumahtangga, industri, aktivitas pelabuhan dan lain-lain yang akhirnya menimbulkan dampak negatif kepada perairan pantai. Secara garis besar sumber pencemaran perairan pantai kota berasal dari industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stomwater), aktivitas pelabuhan, tempat pendaratan ikan (TPI), padatan, unsur hara, pestisida, logam beracun, organisme eksotik dan pathogen, plastik, bahan organik. Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan laut dapat digolongkan menjadi bahan pencemar yang bersumber dari darat (Land Based Pollution) dan bersumber dari laut (Marine Based Pollution). Eiswerth dalam Samawi (2007) menjelaskan bahwa pencemaran laut yang disebabkan oleh kegiatan di darat dapat digolongkan menjadi empat kategori sebagai berikut: a. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri Kegiatan industri yang dilakukan oleh manusia di daratan bermacammacam, namun yang dinilai paling potensial menimbulkan pencemaran

3 9 adalah industri pulp, industri kertas, industri pengolahan makanan atau minuman dan industri farmasi-kimia. b. Pencemaran yang disebabkan oleh sampah (limbah domestik) Limbah domestik yang terbawa oleh aliran air dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap di dasar perairan, dan selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan atau kapasitas asimilasi perairan untuk diasimilasikannya, maka timbul pencemaran. c. Pencemaran yang disebabkan oleh sedimentasi Kegiatan manusia di daratan yang menimbulkan erosi akan menyebabkan meningkatnya proses sedimentasi khususnya di daerah pantai. d. Pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan pertanian Kegiatan pemupukan (di sawah atau kolam ikan) yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor (pupuk ZA, TSP) akan menyebabkan penyuburan perairan dan tumbuhnya gulma air termasuk fitoplankton, sehingga terjadi proses pembusukkan dan pengendapan yang dapat menimbulkan bau menyengat dan berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air Dampak Pencemaran Pesisir dan Laut Pencemaran pesisir dan laut menyebabkan degradasi lingkungan atau menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan kepada masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir. 1) Dampak Ekologis Dampak yang sangat terlihat dari pencemaran pesisir adalah dampak lingkungan atau ekologis yang terjadi di daerah pesisir dan laut. Dampak ekologis ini menimbulkan perubahan pada kualitas lingkungan di sekitar

4 10 pesisir dan lain. Dampak lingkungan yang terjadi antara lain seperti terjadinya 5 : a. Eutrofikasi, yakni pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Eutrofikasi telah dikenal sebagai penyebab utama penyebab utama kerusakan karang yang tumbuh di daerah pesisir yang dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. b. Sedimentasi akibat perubahan lahan untuk membangun fasilitasfasilitas perumahan atau industri yang akhirnya sampai di laut. Sedimen yang sampai di laut akan menyebabkan kerusakan karang melalui penutupan secara langsung dan mengurangi kemampuan karang untuk bereproduksi, c. Akresi dan abrasi 6. Abrasi adalah berkurangnya daratan dan akresi adalah pertambahan daratan. Adanya pasokan sediment yang besar dari daratan menyebabkan sebagian besar pantai mengalami akresi. Di pihak lain, adanya pola arus tertentu yang selalu bergerak sepanjang tahun menyebabkan beberapa bagian pantai mengalami abrasi. Abrasi dan akresi tidak hanya dipicu oleh alam tetapi juga disebabkan oleh eksploitasi langsung baik yang berupa penambangan batu karang maupun pasir. d. Menumpuknya sampah padat dan logam berat. 2) Dampak Ekonomi Pencemaran pesisir dan laut yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat (limbah industri/domestik) menyebabkan penurunan jumlah sumberdaya yang terkandung di wilayah pesisir. Berkurangnya jumlah tangkapan ikan merupakan salah satu akibat pencemaran pesisir, terlebih apabila limbah yang dibuang ke sungai/laut mengandung bahan kimia berbahaya. Hal ini mengakibatkan hilangnya mata pencaharian nelayan 5 (diakses tanggal 10 Januari 2010) 6 (diakses tanggal 25 Januari 2010)

5 11 yang secara langsung akan menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang akses terhadap sumberdaya. 3) Dampak Sosial Menurunnya kesejahteraan ekonomi akan berdampak pada aspek kehidupan yang lain, termasuk pendidikan. Contohnya orang tua yang tidak lagi memiliki sumber mata pencaharian (livelihood) tidak mampu lagi membiayai sekolah anaknya sehingga terpaksa harus putus sekolah. Sementara dalam aspek kesehatan, pencemaran pesisir yang mengandung limbah berbahaya akan mengancam kesehatan masyarakat yang mengakses sumberdaya tersebut. Tingkat pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu tolok ukur kesejahteraan sosial, akan menurun seiring semakin menurunnya kesejahteraan ekonomi masyarakat akibat degradasi sumberdaya pesisir Pencemaran Teluk Jakarta dan Dampaknya Hariyadi et al (2004) menyebutkan bahwa pencemaran di Teluk Jakarta telah menjadi isu sejak lama. Terdapat informasi bahwa di perairan Teluk Jakarta sejak tahun 1974 sering terjadi ledakan populasi alga yang disebut red tide. Di Indonesia ada sekitar 20 jenis alga (fitoplankton) yang dapat menyebabkan ikan mati, sementara di Teluk Jakarta sendiri terdapat 17 jenis yang tergolong beracun dan akan meledak (blooming) bila terjadi pengayaan nutrien di perairan. Nutrien itu berupa fosfat yang berasal dari limbah seperti deterjen dan organik yang dihanyutkan air sungai ke laut (Hariyadi et al, 2004). Telah dilakukan pemantauan kualitas air oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DKI Jakarta bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta pada 23 titik pengamatan di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan data terlihat kondisi perairan yang tergolong berkualitas buruk tersebut terutama disebabkan oleh tingginya nilai beberapa parameter seperti nitrit, fenol, logam-logam berat Cu, Ni, Pb, Zn dan bakteri coliform yang melebihi baku mutu. Anggraeni (2002) juga menyebutkan bahwa dari beberapa pengamatan menunjukkan tingginya kandungan padatan

6 12 tersuspensi, deterjen dan amonia serta kadar oksigen terlarut yang rendah di muara-muara sungai. Berita berjudul Teluk Jakarta tercemar, nelayan tak bisa melaut pada Harian Kompas edisi Rabu, 8 Agustus 2001, disebabkan oleh tercemarnya air laut Teluk Jakarta oleh limbah kimia, yang diduga dibuang oleh pabrik-pabrik pengawetan kayu di sekitar Marunda dan Kali Baru, sehingga air berwarna merah kecoklatan yang menyebabkan ikan, kepiting, udang bahkan kerang hijau mati. Sementara Harian Suara Pembaharuan edisi 28 Juli 2002 memuat tulisan berjudul Pencemaran di Teluk Jakarta memprihatinkan yang berisi pernyataan peneliti LON LIPI tentang tingginya kandungan logam berat Pb dalam kerang hijau dan sedimen serta tingginya limbah domestik yang dibuang ke perairan. Harian Tempo edisi 27 Mei 2004 memberitakan pernyataan pemerintah melalui konferensi pers tanggal 21 Mei 2004 bahwa penyebab terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta adalah akibat blooming dari fitoplankton sehingga terjadi penurunan oksigen yang menyebabkan ikan-ikan mati kekurangan oksigen. Dalam tulisan yang sama juga disajikan hasil pengamatan Tim PKSPL-IPB menunjukkan hasil yang berbeda. Menurut kajian TIM PKSPL-IPB tidak terlihat adanya indikasi blooming fitoplankton pada saat kematian massal ikan terjadi. Harian Republika edisi 25 Mei 2004 juga menurunkan berita berjudul Dampak Pencemaran Teluk Jakarta antara lain berisi tingkat kandungan pestisida yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT (melebihi ambang batas yang diperbolehkan sebesar 0,5 ppb). Sementara salah satu berita harian Kompas edisi 4 Juni 2004 adalah mengenai ribuan meter kubik sampah dibuang ke laut. Mengutip pendapat Asisten Deputi Ekosistem Pesisir Laut KLH, disebutkan bahwa sekitar 1500 m3 sampah Jakarta per hari masuk ke Teluk Jakarta melalui sungai. Juga disebutkan bahwa 80% pencemaran laut bersumber dari limbah domestik, hanya 20% yang bersumber dari industri. Sementara itu hasil penelitian BPLHD (biro lingkungan hidup daerah) Jakarta juga menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Jakarta sangat dipengaruhi oleh 13 sungai yang bermuara di pesisir Teluk Jakarta. Salah satu berita yang diturunkan Harian Kompas edisi 20 Juli 2004 bertajuk Industri Pencemar Utama di Teluk Jakarta yang didasarkan atas hasil

7 13 penelitian Indo Repro-Indonesia. Sumber pencemar dari industri antara lain adalah logam berat, POP (Persistent Organic Pollutant) dan hidrokarbon (minyak). Disebutkan pula bahwa sejak tahun 1987, Teluk Jakarta telah tercemar limbah dari sekitar 800 industri yang berada di pinggir pantai, hanya 10 persen yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Salah satu berita harian Kompas edisi 8 September 2004 berjudul Deformasi Kerang Hijau disebutkan adanya hasil penelitian Sudaryanto dan koleganya dari Ehime University, Jepang, tentang kandungan tributiltin (TBT) yang tinggi pada daging kerang yang dikumpulkan dari Muara Kamal, Cilincing dan Ancol, masing-masing dengan kadar 13,38 dan 37 ng/g daging kering. Sementara beberapa peneliti dari LON LIPI menemukan kandungan TBT di kolom air laut sebesar 2-15 ng/l, dan dalam sedimen sebesar ng/l. Data tersebut menunjukkan kandungan TBT di Teluk Jakarta yang sudah sangat tinggi karena baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika terhadap kandungan TBT di dalam jaringan tubuh biota laut tidak boleh lebih dari 10 ng/g daging kering. Pencemaran pesisir dapat berasal dari limbah industri maupun sampah rumahtangga yang masuk ke laut dan menyebabkan degradasi lingkungan pesisir dan laut dan berpengaruh pada lingkungan biotik maupun abiotik masyarakat di sekitarnya. Darimanapun asalnya pencemaran, bahan-bahan itu berdampak negatif terhadap biota perairan yang tercemar dan lingkungannya. Dengan laut yang tercemar, maka nelayan tidak dapat melaut sehingga rantai produksi tata niaga hasil perairan dan perikanan terputus. Nelayan tidak mendapatkan pendapatan dan konsumen tidak mendapatkan ikan. Ikan atau hasil perairan lainnya yang ditemukan dari perairan tercemar tidak lagi dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi. Keadaan ini akan sangat merugikan dan juga akan berdampak pada masyarakat di wilayah pesisir. Keadaan ini menyebabkan pelaku-pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan yaitu nelayan penjual ikan, pengusaha budidaya kerang dan karamba menjadi gundah (Hariyadi, et al, 2004). Dampak terbesar akibat degradasi lingkungan akan dirasakan oleh nelayan yang sudah miskin akibat musim yang semakin tidak menentu, dan diperparah oleh pencemaran pesisir yang menyebabkan menurunnya hasil dan jumlah tangkapan ikan.

8 Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Secara geografis, kawasan pesisir terletak pada wilayah transisi antara darat dan laut. Sebagian besar masyarakat yang hidup di wilayah tersebut disebut sebagai masyarakat nelayan. Dalam konteks ini, masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif sosial masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, yang pola-pola perilakunya diikat oleh sistem nilai budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sistem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan (Kusnadi, 2009). Satria (2002) mendefinisikan bahwa secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris seiring perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini masih bersifat open access. Karakteristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal sehingga memiliki elemen resiko yang tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko inilah yang menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter yang keras, tegas dan terbuka. Lebih lanjut Kusnadi (2009) mendefinisikan kebudayaan nelayan sebagai sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat nelayan yang dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam interaksi bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosio-historis yang panjang dan kristalisasi dari interaksi yang intensif antara masyarakat dan lingkungannya. Kondisi-kondisi lingkungan atau struktur sumberdaya alam, mata pencaharian, dan sejarah sosial-etnisitas akan mempengaruhi karakteristik kebudayaan masyarakat nelayan. Dalam perspektif antropologis, eksistensi kebudayaan nelayan tersebut adalah sempurna dan fungsional bagi kehidupan masyarakatnya. Dalam perspektif stratifikasi sosial-ekonomi, masyarakat pesisir bukanlah masyarakat yang homogen. Masyarakat pesisir terbentuk oleh kelompok-

9 15 kelompok sosial yang beragam. Dilihat dari aspek interaksi masyarakat dengan sumberdaya ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir terkelompok sebagai berikut: 1) Pemanfaatan langsung sumberdaya lingkungan, seperti nelayan (yang pokok), pembudidaya ikan di perairan pantai (dengan aring apung atau keramba), pembudi daya rumput laut/mutiara, dan petambak; 2) Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya, seperti pemindang, pengering ikan, pengasap, pengusaha terasi/krupuk ikan/tepung ikan dan sebagainya; dan, 3) Penunjang kegiatan ekonomi perikanan, seperti pemilik toko atau warung, pemilik bengkel (montir dan las), pengusaha angkutan, tukang perahu, dan kuli kasar (manol) Sistem Patron Klien Struktur sosial dalam komunitas nelayan dicirikan oleh kuatnya ikatan patron klien. Hubungan patron klien ini timbul sebagai konsekuensi dari sifat penangkapan ikan yang penuh resiko dan ketidakpastian (Satria, 2002), Koentjaraningrat (1990) dalam Satria (2002) melihat patron klien sebagai pola hubungan yang didasarkan pada asas timbal balik. Scott (1981) juga melihat sistem patron klien sebagai mekanisme pertukaran antara patron dan klien, dimana patron memberikan penghidupan subsisten dasar, memberikan jaminan krisis subsisten berupa pinjaman saat klien menghadapi kesulitan ekonomi, memberikan perlindungan terhadap klien dari ancaman pribadi dan ancaman umum, memberikan jasa kolektif seperti mendukung festival serta perayaan desa, sedangkan kliennya membalasnya dengan memberikan kesetiaan untuk bekerja pada patron. Dengan pola tersebut, maka klien akan terus memiliki keterikatan dengan patron. Bagi klien sendiri, pemberian bantuan tersebut dianggap sebagai taktik patron untuk mengikat kliennya sehingga bisnisnya terus berjalan (Satria, 2002). Kusnadi (2003) menyebutkan bahwa pola patron klien ini terjelma dalam

10 16 dua kelembagaan strategis komunitas nelayan, yaitu kelembagaan penangkapan ikan dan kelembagaan pemasaran Klasifikasi Nelayan Satria (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan kapasitas teknologi, orientasi pasar, serta karakteristik hubungan pribadi dalam empat tingkatan, yaitu peasant fisher, post peasant, commercial fisher, dan industrial fisher. a. Peasant fisher merupakan nelayan yang masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri, peasant fisher dicirikan oleh teknologi sederhana, ukuran perahu kecil, daya jelajah dan daya muat terbatas, besaran modal usaha terbatas, jumlah anggota penangkapan kecil, pembagian kerja kolektif serta mengutamakan nlai-nilai kekeluargaan dan kekerabatan. b. Post peasant merupakan nelayan yang lahir setelah terjadi modernisasi perikanan. Nelayan post peasant dicirikan dari penggunaan teknologi tangkap yang lebih maju, berorientasi pasar, serta tidak lagi menggantungkan produksi pada tenaga kerja keluarga. c. Commercial fisher merupakan nelayan yang berorientasi pada peningkatan keuntungan. Commercial fisher dicirikan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja yang digunakan, diferensiasi status awak kapal yang berbeda-beda karena teknologi penangkapan membutuhkan spesialisasi dalam pengoperasiannya. d. Industrial fisher mengorganisir produksinya yang padat modal dengan manajemen yang mirip dengan perusahaan agroindustri. Pendapatan yang dihasilkan jauh lebih tinggi karena produk yang dihasilkan adalah ikan kaleng dan ikan beku untuk ekspor Sementara Kusnadi (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan (1) penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap, (2) investasi modal usaha serta (3) teknologi peralatan tangkap. Berdasarkan penguasaan alat produksi nelayan dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan kuli, berdasarkan investasi modal

11 17 usaha, nelayan dibagi menjadi nelayan besar dan nelayan kecil, sementara berdasarkan teknologi peralatan tangkap, nelayan dibagi menjadi nelayan modern dan tradisional Stratifikasi Masyarakat Nelayan Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (Sorokin dalam Soekanto, 1994). Basis pembedaan kelas menurut Sorokin adalah hak dan privilege (rights and privilege), kewajiban dan tanggung jawab (duties and responsibiliy), nilai sosial dan privasi (social values and privations), serta kekuasaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat (social power and influences among the members of a society), Sorokin (1962) dalam Satria (2002) membagi bentuk stratifikasi menjadi tiga, yaitu: 1. Stratifikasi berdasar ekonomi (economically stratified), yaitu jika dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan atau ketidaksetaraan status ekonomi, 2. Stratifikasi berdasar politik (politically stratified), yaitu jika terdapat rangking sosial berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan dan gelar, atau jika ada pihak yang mengatur (the rulers) dan yang diatur (the ruled), 3. Stratifikasi berdasarkan pekerjaan (occupationally stratified), yaitu jika masyarakat terdiferensiasi kedalam berbagai pekerjaan, dan berbagai pekerjaan itu lebih tinggi statusnya dibandingkan pekerjaan lain. Zanden (1990) dalam Satria (2002) menyebutkan setidaknya terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu: a. Pendekatan obyektif, yaitu menggunakan ukuran obyektif berupa variabel yang mudah diukur secara statistik, b. Pendekatan subyektif (self-placement), kelas dilihat sebagai kategori sosial dan disusun dengan meminta par responden survei untuk menilai status sendiri dengan jalam menempatkan diri pada skala kelas tertentu, c. Pendekatan reputasional, subyek penelitian diminta untuk menilai status orang lain dengan jalan menempatkan orang lain itu pada skala tertentu.

12 Mobilitas Sosial Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya, sementara mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking). Sumber mata pencaharian nelayan yang berubah akibat adanya pencemaran merupakan indikator masyarakat nelayan melakukan mobilitas sosial vertikal atau horizontal Strategi Hidup Masyarakat Nelayan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi adalah suatu tindakan yang digunakan untuk mengatasi masalah dengan cara menetapkan pilihan dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia (Ependi, 2004). Masyarakat nelayan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya melakukan berbagai bentuk strategi. Menurut Crow (1989) dalam Dharmawan (2001), pengertian dari strategi adalah seperangkat pilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Konsep strategi ini merupakan bagian dari teori pilihan rasional dengan memperlhatikan unsur untung rugi yang akan diperoleh. Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) menyebutan terdapat beberapa aspek strategi yaitu: 1) Adanya pilihan sehingga dapat memilih diantara beberapa alternatif yang ada, 2) Adanya kemampuan untuk melatih kekuatan karena seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol akan lebih memiliki kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,

13 19 3) Pemilihan strategi yang baik dapat mengeliminir ketidakpastian, 4) Strategi merupakan respon terhadap tekanan karena situasi ekonomi. Semakin kompleks tekanan yang dihadapi, strategi yang disusun semakin terperinci, 5) Adanya sumberdaya dan pengetahuan untuk menyusun dan melakukan beragam strategi, 6) Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalam rumahtangga. Dalam penerapan suatu strategi, rumahtangga nelayan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya. Scoones (1998) menyebutkan bahwa terdapat berbagai strategi yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam upaya untuk dapat bertahan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya yaitu: a. Rekayasa sumberdaya nafkah yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor produksi secara lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (ekstensifikasi) maupun dengan memperluas lahan produksi (intensifikasi), b. Pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan), c. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara melakukan mobilisasi baik secara permanen maupun secara sirkuler. Selain strategi di bidang ekonomi (produksi), rumahtangga nelayan juga menerapkan strategi non-produksi yang melibatkan nilai-nilai tradisional yaitu strategi berbasiskan modal sosial. Menurut Dharmawan (2002), dalam konsep modal sosial terdapat tiga esensi atau pilar penting yang mendukung stok modal sosial yaitu kepercayaan (trust) yang dibangun melalui kepercayaan antar individu dalam jangka waktu yang lama dan melalui proses sosial yang rumit, jaringan sosial (social networking), dan norma-norma sosial (shared norms). Stok modal

14 20 sosial inilah yang dapat membantu nelayan untuk menghadapi tekanan dengan mendorong terjadinya kerjasama dalam hubungan antara anggota komunitas. Dharmawan (2001) dalam Lestari (2005) menyebutkan terdapat dua macam strategi yang dikembangkan oleh rumahtangga peasant terkait dengan fase-fase kehidupannya, yaitu strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada dalam keadaan normal dan strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada dalam keadaan krisis. Secara khusus strategi nafkah rumahtangga miskin dapat dikelompokkan pada dua macam strategi, yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi merupakan strategi yang didasarkan pada penggunaan struktur alokasi tenaga kerja dalam rumahtangga, sedangkan strategi sosial merupakan strategi yang didasarkan pada penggunaan lembaga tradisional dan jejaring sosial yang ada di sekitar rumahtangga miskin (Widodo, 2009). Menurut Dharmawan (1993), terdapat tiga tahapan capaian status nafkah yang dijalankan oleh rumahtangga petani berdasarkan lapisan sosialnya, yaitu: 1) Strategi keamanan dan stabilitas (srategi bertahan hidup) adalah strategi minimal yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan hidup. Strategi ini dilakukan dengan berbagai cara oleh berbagai lapisan (atas, menengah, bawah) untuk dapat bertahan hidup. Artinya semua hasil yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal kebutuhan subsisten pangan. 2) Strategi konsolidasi adalah strategi yang berisi aksi-aksi tindakan seseorang yang telah melewati tingkat keamanan dari sekedar bertahan hidup. Strategi ini digunakan sebagai langkah untuk memantapkan posisi rumahtangga secara lebih aman dalam jaminan nafkah bila dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan subsisten. Strategi konsolidasi dilakukan dengan memiliki pekerjaan sampingan terutama pada bidang nonpertanian untuk menghasilkan pendapatan tambahan. 3) Strategi akumulasi yaitu tindakan yang diterapkan oleh seseorang yang telah melewati dua tahap dibawahnya. Strategi ini biasanya diterapkan oleh seseorang yang telah melewati dua tahap dibawahnya. Strategi akumulasi merupakan bentuk strategi yang dijalankan dengan

15 21 mengumpulkan berbagai aset/kekayaan untuk tujuan tertentu misalnya memberi jaminan hidup generasi berikutnya. Komunitas nelayan Kampung Bambu sebagai responden penelitian tergolong dalam nelayan miskin yang hanya mampu mengusahakan perpanjangan distribusi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten, sehngga masyarakat nelayan dalam komunitas tersebut cenderung hanya mampu melakukan strategi keamanan dan stabilitas (bertahan hidup). Hidayati (2000) mengemukakan bahwa disamping melakukan kegiatan yang dapat merusak SDL, masyarakat pesisir mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup. Strategi bertahan hidup masyarakat pesisir antara lain: 1) Meminjam bantuan pada bos 2) Mobilitas dan diversifikasi kerja dalam rumahtangga 3) Strategi lainnya: berhutang, menjual dan menggadaikan barang

STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR

STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara KARUNIA WISDANINGTYAS I34062694 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang Kata Pengantar Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Rahamat-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini secara khusus penulis

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Pencemaran Teluk Jakarta

Pencemaran Teluk Jakarta Pencemaran Teluk Jakarta Republika Sabtu, 29 Mei 2004 Pencemaran Teluk Jakarta Oleh : Tridoyo Kusumastanto# Pasca kematian massal ikan di Teluk Jakarta, publik telah disuguhi berbagai macam analisis kemungkinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri.

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN 7.1. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial 7.1.1. Hubungan Usia dengan Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya ikan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dalam lingkungan yang terkontrol. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah pemberian pakan.manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. NAMA : KELAS : NO : SOAL PENCEMARAN AIR Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. 1. Perhatika pernyataan di bawah ini : i. Perubahan

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah banyak dikonversi lahan pantainya menjadi kawasan industri, antara lain industri batubara, pembangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA NAMA : KELAS : SOAL PENCEMARAN AIR NO : Pilihlah salah satu jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Bagan Asahan yang terletak pada koordinat 03 01' 00 LU dan 99 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat Malaka,

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

FAKTOR EKOLOGI SEBAGAI INDIKATOR STATUS GIZI

FAKTOR EKOLOGI SEBAGAI INDIKATOR STATUS GIZI FAKTOR EKOLOGI SEBAGAI INDIKATOR STATUS GIZI Edited by: Suyatno,, Ir. MKes E-mail : suyatno@undip.ac.id Hp : 08122815730 Blog : suyatno.blog.undip.ac.id Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri yang ada di kota-kota telah menimbulkan kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap pencemaran, kesehatan dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan lingkungan yang melimpah. Indonesia juga terkenal sebagai negara maritim dan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci