STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR"

Transkripsi

1 STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara KARUNIA WISDANINGTYAS I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara KARUNIA WISDANINGTYAS SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 ABSTRACT The welfare of fishermen in coastal area depends on the quality of fishery resources. The economic activity in the mainland leads a pollution problem in the coastal area, which worsen the life of the fishermen who depends their only source of earn-living from the sea. As an impact of sea pollution, the fishermen who lived in sea-polluted area were tends to do some strategies which helped them surviving in living and distributes the livelihood within all the season of the year. This research was intended (1) to identify the survival strategies of fishermen, (2) to identify the relation between fishermen s characteristic and their survival strategies, (3) to analyze the social mobility of fishermen in times before and after the sea-pollution, and (4) to analyze the social stratification of fishermen. The research result showed that the fishermen did the survival strategies in terms of distributing the basic necessities through all the year. The survival strategies were done by the fishermen based on the human-resources allocation from the fishermen s households, social capital, financial, spatial, and livelihoodproduction source. The characteristic of fishermen which are their educational level, age, and number of family member were related with their survival strategies. After the times of sea-pollution, the research result also showed the social sinking in fishermen s social mobility. As an impact of sea-pollution, the stratification of fishermen was also descended to the lower level of social stratification. Keywords: sea pollution, survival strategies, social mobility of fishermen, social stratification of fishermen.

4 RINGKASAN KARUNIA WISDANINGTYAS. STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR (Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara) (Di bawah Bimbingan ARIF SATRIA). Kesejahteraan secara ekonomi masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumberdaya perikanan baik perikanan tangkap di laut maupun budidaya, yang hingga saat ini masih bersifat open access. Aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk di daratan menyebabkan munculnya masalah di wilayah perairan pesisir dan perairan. Akibatnya masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir semakin kesulitan mendapatkan kesejahteraan akibat lingkungan pesisir yang semakin terdegradasi. Turunnya kualitas lingkungan menyebabkan kemiskinan nelayan pun meningkat, sehingga masyarakat nelayan yang hidup dan bergantung pada sumberdaya lautan mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup (survival strategies). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan di Kampung Bambu, kemudian menganalisis hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup yang dilakukan rumahtangga nelayan, selanjutnya adalah mengetahui stratifikasi sosial serta mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan sebelum dan sesudah terjadi pencemaran pesisir. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menangkap data seputar karakteristik rumahtangga nelayan dan mencari hubungan antara karakteristik responden dengan strategi hidup, dengan menggunakan instrument kuesioner. Sementara metode kualitatif digunakan untuk menangkap data seputar pencemaran pesisir dengan metode wawancara mendalam. Tahap pertama penelitian ini adalah menentukan strategi hidup nelayan berupa strategi sosial dan strategi ekonomi nelayan, kemudian dianalisis menggunakan teori strategi berdasarkan basis produksi, pemanfaatan modal sosial, alokasi sumberdaya manusia, spasial dan finansial. Tahap kedua penelitian ini adalah mencari hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup nelayan. Kemudian menganalisis strategi hidup tersebut dengan terjadinya mobilitas sosial nelayan yang juga akan mempengaruhi stratifikasi nelayan sebelum dan sesudah terjadinya pencemaran. Strategi bertahan hidup yang dilakukan rumahtangga nelayan tersebut antara lain adalah strategi berbasis modal sosial yang terwujud dalam kelembagaan patron klien berupa sistem bagi hasil antara nelayan dengan pedagang, pemilik perahu maupun pemilik ternak. Strategi selanjutnya adalah strategi alokasi sumberdaya manusia. Strategi ini merupakan strategi pemanfaatan modal manusia dalam rumahtangga nelayan, yang terlihat pada diversifikasi kerja rumahtangga nelayan dan pelibatan anggota rumahtangga nelayan. Tidak terjadi mobilitas kerja atau perpindahan kerja pada saat musim baratan sebab nelayan lebih memilih untuk menganggur dan menunggu angin timur.

5 Strategi bertahan hidup lain yang dilakukan nelayan adalah strategi pola nafkah ganda. Meskipun demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa strategi ini tidak banyak dilakukan oleh kepala rumahtangga nelayan. Hal ini disebabkan nelayan lebih memilih untuk mengandalkan satu jenis pekerjaan yang mereka kuasai daripada menyambi dengan perkerjaan lain yang mereka tidak terlalu paham bidangnya. Sementara strategi berdasarkan basis produksi merupakan strategi yang diterapkan rumahtangga nelayan dengan memanfaatkan sumber produksi secara maksimal. Bentuk strategi bertahan hidup lainnya yang dilakukan rumahtangga nelayan adalah strategi spasial dan finansial. Strategi finansial cenderung dilakukan oleh anggota keluarga selain kepala keluarga. Sementara itu tidak ada rumahtangga nelayan yang menjalankan strategi finansial dengan memanfaatkan modal keuangan berupa tabungan atau investasi. Hal ini disebabkan capaian status nafkah nelayan tradisional di Kampung Bambu masih terbatas pada strategi keamanan dan stabilitas, artinya semua hasil yang diperoleh rumahtangga nelayan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal kebutuhan subsisten pangan. Terdapat hubungan antara usia dengan jaringan sosial, terlihat bahwa semakin tua usia responden maka kualitas jaringan sosialnya semakin baik. Terdapat pula hubungan antara usia dengan strategi lainnya, yaitu semakin tua responden terbukti bahwa mereka memiliki strategi lain untuk mengatasi masa kritis akibat pencemaran. Hal ini dikarenakan faktor usia turut mempengaruhi pengalaman hidup. Terlihat pula hubungan antara besar keluarga dengan strategi lainnya, semakin besar jumlah anggota keluarga maka strategi lain yang dilaksanakan keluarga tersebut untuk mengatasi masa kritis semakin terlihat. Hubungan yang tidak signifikan terlihat adalah antara tingkat pendidikan dengan strategi sosial maupun strategi ekonomi. Hubungan yang tidak bisa diuji adalah seluruh variabel karakteristik dengan strategi ekonomi mobilitas kerja, artinya tidak pernah terjadi mobilitas kerja untuk semua responden. Stratifikasi sosial nelayan yang terjadi sebelum dan sesudah pencemaran diteliti menggunakan metode reputasional dimana nelayan mempersepsikan diri mereka berada dalam lapisan atas-bawah sebelum terjadi pencemaran dan berada dalam lapisan bawah atas setelah terjadi pencemaran. Pada periode sebelum pencemaran, nelayan menempati posisi atas-bawah sementara sesudah pencemaran nelayan secara drastis mengalami mobilitas vertikal ke posisi bawahatas. Penurunan status ini disebabkan semata oleh laut yang semakin tercemar sehingga mengurangi debit ikan yang secara langsung akan berpengaruh pada kelangsungan distribusi pendapatan nelayan dan kondisi ekonomi rumahtangga keluarga. Terjadi mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking) sebagai perpindahan posisi nelayan dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain yang tidak sederajat setelah pencemaran. 5

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR (STUDI KASUS NELAYAN KAMPUNG BAMBU, KELURAHAN KALI BARU, KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2011 Karunia Wisdaningtyas I

7 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Karunia Wisdaningtyas NRP : I Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Di Daerah Pencemaran Pesisir (Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua Dr. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Lulus Ujian:

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 9 Oktober Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Gatoet Wirjantoro dan Ibu Urip Iswarini. Semenjak memasuki usia sekolah penulis tinggal di kawasan Bekasi. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Wijaya Kusuma tahun 1994, SDN Duren 07 tahun 2000, SLTPN 3 Bekasi tahun 2003 dan SMUN 1 Bekasi tahun Pada tahun 2006 pula penulis menjadi mahasiswa IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui pemilihan mayor-minor. Selama di kampus, penulis juga tergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya kepengurusan HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) divisi Advertising dan Multimedia pada periode Penulis juga tergabung dalam kepanitiaan acara-acara kemahasiswaan yang berskala nasional antara lain sebagai sekretaris Indonesian Ecology Expo 2008, serta merupakan angkatan pertama Leadership Training for Students on CSR (LET S CSR) Fakultas Ekologi Manusia.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Daerah Pencemaran Pesisir. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana strategi hidup baik secara sosial maupun ekonomi yang dilakukan oleh nelayan yang hidup di daerah pencemaran pesisir khususnya warga Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Penulis

10 Indeed, hardship is followed by ease (Qs. 94:5)

11 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat االله Subhanahu wa ta ala, The Compassionate, The Beneficent, The Merciful, The One who has plenty of mercy for the believers, atas limpahan nikmatnya yang tidak pernah putus untuk disyukuri sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini: 1. Dr. Arif Satria, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu dan bimbingannya serta referensi buku-buku yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc dan Ir. Dwi Sadono, M.Si selaku dosen penguji skripsi. 3. Bapak Tahir, Bapak Jamal, Bapak Candring, Bapak Tahang, Mamah Lia, Via, Tasya dan rekan-rekan nelayan di Kampung Bambu Jakarta Utara atas waktu dan semangatnya yang terus menyala. 4. Ir. Gatoet Wirjantoro dan Urip Iswarini, Ayah dan Ibu tersayang di rumah yang selalu mendukung penulis untuk segera menyelesaikan studinya. Atas doa yang tidak pernah putus, atas kasih sayang yang selalu terurai, atas segalanya sampai detik ini: terima kasih. 5. Wini Rizkiningayu Kakakku, terima kasih atas dorongan yang selalu diberikan kepada penulis via Twitter, YM, Tumblr, dan interlokal Balikpapan-Bogornya. Dimas Nandang Hidayat, adikku yang selalu membuatku ingin melakukan yang terbaik untuk masa depannya nanti. 6. Radhitya Ganarso, soulmate, sahabat, tempat berbagi, tempat curhat, terima kasih untuk selalu ada dan untuk nasehat-nasehat yang membuat penulis berpikir lebih rasional. 7. Keluarga QuadraPop tersayang, Pita, Dion, Erna, dan Ami, yang selalu memberikan tawa diantara perjuangan penulis menyelesaikan skripsinya. 8. Teman seperjuangan menyelesaikan skripsi, Elhaq dan Ria; teman-teman KPM 43, terutama Bedhil, Rei dan Arma, terima kasih untuk bantuan, diskusi-diskusi serta dukungan moril kepada penulis. 9. Teman-teman SMA yang turut mendukung penulis, Uwie, Tika, Sandy, Iman, Kinung; teman-teman asrama dan TPB, Rini, Sarah, Dian, Septi, Anjar, Ratri dan semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 10. Super Junior dan SHINee.

12 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xix DAFTAR LAMPIRAN... xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pesisir dan Laut Dampak Pencemaran Pesisir dan Laut Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Sistem Patron Klien Klasifikasi Nelayan Stratifikasi Masyarakat Nelayan Mobilitas Sosial Strategi Hidup Masyarakat Nelayan BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis Pengarah Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Keadaan Wilayah Karakteristik Responden Nelayan Bagang Nelayan Jaring Nelayan Budidaya Nelayan Sero Nelayan Tembak Nelayan Bagang-Budidaya... 44

13 xiii Kuli Nelayan BAB VI ANALISIS STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN Dampak Pencemaran Teluk Jakarta Terhadap Masyarakat Nelayan Kampung Bambu Strategi Sosial Strategi Sosial Nelayan Bagang Strategi Sosial Nelayan Jaring Strategi Sosial Nelayan Budidaya Strategi Sosial Nelayan Sero Strategi Sosial Nelayan Tembak Strategi Sosial Nelayan Bagang-Budidaya Strategi Sosial Kuli Nelayan Strategi Ekonomi Strategi Ekonomi Nelayan Bagang Strategi Ekonomi Nelayan Jaring Strategi Ekonomi Nelayan Budidaya Strategi Ekonomi Nelayan Sero Strategi Ekonomi Nelayan Tembak Strategi Ekonomi Nelayan Bagang-Budidaya Strategi Ekonomi Kuli Nelayan Strategi Sosial dan Strategi Ekonomi Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap Bentuk Strategi Bertahan Hidup Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap Strategi Berbasis Modal Sosial: Sistem Patron-Klien Strategi Alokasi Sumberdaya Manusia Strategi Berdasarkan Basis Produksi Strategi Spasial dan Finansial BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN EKONOMI Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial Hubungan antara Usia dengan Strategi Sosial Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Sosial Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Sosial Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Ekonomi Hubungan antara Usia dengan Strategi Ekonomi Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Ekonomi Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Ekonomi Hubungan Karakteristik Nelayan Alat Tangkap Statis dan Dinamis dengan Strategi Hidup Nelayan Mobilitas Sosial dan Stratifikasi Sosial Nelayan Sebelum dan Sesudah Terjadi Pencemaran BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran

14 xiv DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman Tabel 1. Jenis Data, Metode Pengumpulan dan Sumber Data Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah anggota Keluarga Tabel 5. Jumlah dan Presentasi Responden Berdasarkan Jenis Alat Produksi Tabel 6. Sebaran Umur Nelayan Bagang dalam Angka Absolut dan Persen Kampung Bambu, Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Bagang dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 8. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Bagang dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 9. Sebaran Umur Nelayan Jaring dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Jaring dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 11. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Jaring dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 12. Sebaran Umur Nelayan Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 13. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 14. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 15. Sebaran Umur Nelayan Sero dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 16. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Sero dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 17. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Sero dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 18. Sebaran Usia Nelayan Tembak dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 19. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Tembak dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 20. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Tembak dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 21. Sebaran Umur Nelayan Bagang-Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 22. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Bagang-Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu,

16 Tabel 23. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 24. Sebaran Umur Kuli Nelayan dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 25. Sebaran Tingkat Pendidikan Kuli Nelayan dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 26. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Kuli Nelayan dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 27. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 28. Sebaran Rumahtangga Nelayan Jaring dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 29. Sebaran Rumahtangga Nelayan Budidaya dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 30. Sebaran Rumahtangga Nelayan Sero dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 31. Sebaran Rumahtangga Nelayan Tembak dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 32. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 33. Sebaran Rumahtangga Kuli Nelayan dalam Ragam Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 34. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja,Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 35. Sebaran Rumahtangga Nelayan Jaring dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 36. Sebaran Rumahtangga Nelayan Budidaya dalam Ragam xvi

17 Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 37. Sebaran Rumahtangga Nelayan Sero dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 38. Sebaran Rumahtangga Nelayan Tembak dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 39. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 40. Sebaran Rumahtangga Kuli Nelayan dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, Tabel 41. Strategi Sosial Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, Tabel 42. Strategi Ekonomi Nelayan Berupa Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, dan Mobilitas Kerja Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, Tabel 43. Strategi Ekonomi Nelayan Berupa Berhutang, Kegiatan Ilegal, dan Strategi Lainnya Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, Tabel 44. Hubungan Usia dengan Pinjaman Pada Patron Pada Saat Tidak Melaut Tabel 45. Hubungan Usia dengan Tingkat Kepuasan Terhadap Patron Tabel 46. Hubungan Usia dengan Jaringan Sosial Tabel 47. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pinjaman Pada Patron Pada Saat Tidak Melaut Tabel 48. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepuasan Pada Patron Tabel 49. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Jaringan Sosial Tabel 50. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Pinjaman Pada Patron Tabel 51. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kepuasan Pada Patron Tabel 52. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Jaringan Sosial Tabel 53. Hubungan antara Usia dengan Diversifikasi Kerja Tabel 54. Hubungan antara Usia dengan Pola Nafkah Ganda Tabel 55. Hubungan antara Usia dengan Mobilitas Kerja Tabel 56. Hubungan antara Usia dengan Berhutang xvii

18 xviii Tabel 57. Hubungan antara Usia dengan Kegiatan Ilegal Tabel 58. Hubungan antara Usia dengan Strategi Lainnya Tabel 59. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Diversifikasi Kerja Tabel 60. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pola Nafkah Ganda Tabel 61. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Mobilitas Kerja Tabel 62. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kebiasaan Berhutang Tabel 63. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kegiatan Ilegal Tabel 64. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Lainnya Tabel 65. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Diversifikasi Kerja Tabel 66. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Pola Nafkah Ganda Tabel 67. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Mobilitas Kerja Tabel 68. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kebiasaan Berhutang Tabel 69. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kegiatan Ilegal Tabel 70. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Lainnya dalam Pandangan Nelayan Tabel 71. Stratifikasi Sosial Masyarakat Nelayan Sebelum Pencemaran dalam Pandangan Nelayan Tabel 72. Stratifikasi Sosial Masyarakat Nelayan Sesudah Pencemaran dalam Pandangan Nelayan

19 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 2. Matriks Sistem Patron Klien Sebagai Strategi Sosial Berdasarkan Jenis Alat Tangkap Nelayan Kampung Bambu, Gambar 3. Matriks Pelibatan Anggota Rumahtangga Sebagai Strategi Ekonomi Berdasarkan Jenis Alat Tangkap Nelayan Kampung Bambu, Gambar 4. Pola Mobilitas Nelayan Sebelum dan Sesudah Pencemaran

20 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1. Stratifikasi Sosial Nelayan Sebelum Pencemaran Lampiran 2. Stratifikasi Sosial Nelayan Sesudah Pencemaran Lampiran 3. SPSS Output Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, diikuti Kanada dan Rusia, dengan panjang mencapai lebih dari kilometer (km) dengan pulau, seperti tertuang dalam pernyataan PBB tahun Predikat sebagai negara kepulauan (archipelagic state) atau negara maritim disandang oleh Indonesia karena sebesar dua pertiganya terdiri dari lautan. Dengan keanekaragaman hayati yang beragam, wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan baik secara kualitas lingkungan baik secara kuantitas jumlah keanekaragaman hayati melalui preservasi dan konservasi. Potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir Indonesia tidak lepas dari masyarakat pesisir pantai yang hidup dari sumberdaya di sekitarnya. Satria (2002) menyatakan bahwa secara sosiologis masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial yang berbeda dengan masyarakat lainnya, karena perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Kesejahteraan secara ekonomi masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumberdaya perikanan baik perikanan tangkap di laut maupun budidaya, yang hingga saat ini aksesnya masih bersifat terbuka (open access), sehingga kondisi lingkungan wilayah pesisir dan laut menentukan keberlanjutan kondisi sosial ekonomi mereka. Aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk di daratan menyebabkan munculnya masalah di wilayah perairan pesisir dan perairan. Kerusakan ekosistem laut akibat pencemaran pesisir merupakan serangkaian sebab-akibat yang bermuara pada aktivitas manusia dan industri di daerah pesisir. Kerusakan SDA timbul ketika terjadi ketidakseimbangan kekuasaan di kalangan pihak yang terlibat 1. Ketidakseimbangan kekuasaan ditandai dengan adanya ketimpangan 1 Disampaikan oleh Dr. Soeryo Adiwibowo, MS dalam mata kuliah Politik Sumberdaya Alam tanggal 18 November 2009

22 2 kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Aktor-aktor penyebab pencemaran dinilai memiliki ketimpangan dalam kepentingan pemanfaatan sumberdaya, terutama industri. Pencemaran pesisir merupakan salah satu bentuk krisis ekologi dan salah satu bentuk kerusakan sumberdaya air sungai dan laut yang disebabkan oleh dibuangnya limbah industri dan limbah rumahtangga ke sungai. Limbah domestik dari rumahtangga yang dibuang ke sungai oleh masyarakat yang hidup di bantaran sungai akan terbawa sampai ke laut dan menyebabkan pencemaran pesisir. Akses dan kontrol masyarakat terhadap sumberdaya alam yang dekat merupakan alasan utama masyarakat membuang sampah ke sungai, adanya persepsi bahwa sungai merupakan tanah tak bertuan yang arusnya akan membawa sampah mereka hilang dari pandangan membuat perilaku membuang sampah masyarakat yang hidup di bantaran sungai semakin menjadi-jadi (Kartika, 2008). Apabila dianalisis menggunakan teori etika lingkungan, aktivitas membuang sampah ke sungai oleh masyarakat daerah bantaran sungai yang menyebabkan pencemaran pesisir merupakan bentuk etika antroposentrisme yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan (Keraf, 2002). Kondisi ini akan terus berlanjut apabila masyarakat tidak merubah pola pikir dan perilaku mereka. Sementara limbah industri merupakan limbah buangan hasil industri yang dibuang ke sungai atau ke laut. Pesatnya pembangunan industri di daratan tepi dan lepas pantai ditengarai sebagai pihak yang paling besar berkontribusi dalam pencemaran lingkungan kelautan 2. Pemanfaatan sumberdaya air khususnya sungai oleh industri untuk membuang limbahnya menyebabkan degradasi lingkungan di wilayah hilir, yaitu pesisir dan laut. Pemanfaatan sungai sebagai tempat dibuangnya limbah industri menyebabkan perubahan fisik pada sungai dari bahan kimia limbah industri dan juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di kawasan pesisir dan laut yang merupakan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir. 2 ekologi laut dan lingkungan.html, diakses pada 15 Desember 2009

23 3 Industri yang melakukan aktivitas pembuangan limbah seharusnya memiliki perizinan. Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut Pasal 2 ayat 1: Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah wajib mengolah air limbahnya sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sebelum air limbah dibuang ke laut, dan Pasal 3: Setiap usaha dan/atau kegiatan yang akan melakukan pembuangan air limbah ke laut wajib mendapatkan izin dari Menteri. Menteri dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin pembuangan air limbah ke laut kepada Gubernur. Implementasi kebijakan inilah yang masih sedikit dilakukan oleh industri-industri yang membuang limbah secara aktif. Instruksi kewajiban industri melakukan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), tertuang dalam Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Dengan adanya dokumen pengelolaan lingkungan ini, industri diharapkan mampu menaati baku mutu lingkungan dan baku kerusakan lingkungan. Sementara dampak yang sangat terlihat dari pencemaran pesisir adalah dampak lingkungan atau ekologis yang terjadi di daerah pesisir dan laut. Dampak lingkungan seperti terjadinya 3 : (1) Eutrofikasi, (2) Sedimentasi akibat perubahan lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas perumahan atau industri yang akhirnya sampai di laut, (3) Akresi dan abrasi 4, dan (4) menumpuknya sampah padat dan logam berat. Serta dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat pesisir. Akibatnya masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir semakin kesulitan mendapatkan kesejahteraan akibat lingkungan pesisir yang semakin terdegradasi. Akibat turunnya kualitas lingkungan, kemiskinan nelayan meningkat. Sebab secara umum jumlah tangkapan nelayan menjadi berkurang, 3 (diakses tanggal 10 Januari 2010) 4 (diakses tanggal 25 Januari 2010)

24 4 sehingga masyarakat nelayan yang hidup dan bergantung pada sumberdaya lautan mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup (survival strategies) dari besarnya dampak pencemaran. Strategi bertahan hidup ini kemudian menjadi indikator terjadinya mobilitias sosial nelayan. Kusnadi (2009) mendefinisikan kebudayaan nelayan sebagai sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat nelayan yang dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam interaksi bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosiohistoris yang panjang dan kristalisasi dari interaksi yang intensif antara masyarakat dan lingkungannya. Kondisi-kondisi lingkungan atau struktur sumberdaya alam, mata pencaharian, dan sejarah sosial-etnisitas akan mempengaruhi karakteristik kebudayaan masyarakat nelayan. Perubahan kondisi lingkungan dan sumberdaya alam menjadi sedemikian terdegradasi diasumsikan turut mengubah lapisan nelayan dalam stratifikasi sosial. Kawasan Cilincing, Jakarta Utara merupakan tempat bermuara tiga belas anak sungai yang tercemar di pantai utara Jakarta, selain itu kawasan ini merupakan daerah pembuangan limbah industri kawasan industri Tanjung Priuk. Kondisi pantai utara dan teluk Jakarta pada saat ini sangat kritis dan dilematis, karena seluruh kawasan pesisir telah dimanfaatkan secara sangat intensif untuk berbagai kegiatan pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan. Data KIARA (2009) menyebutkan perairan Teluk Jakarta termasuk paling kotor di dunia. Penyebab kekotoran ini sebagian besar atau sekitar 80 persen berasal dari daratan, terutama akibat sampah dan limbah cair yang mengalir melalui 13 sungai ke teluk. Pencemaran yang berasal dari daratan atau land-based pollution menyumbang 80 persen terhadap pencemaran perairan teluk, baik akibat bahan organik, bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti logam dan pestisida, pencemaran minyak dan sedimen, pencemaran organisme patogen dan eksotik, serta detergen. Tiga belas sungai besar yang bermuara ke Teluk Jakarta mulai dari Sungai Kamal hingga Cakung memiliki andil. Mereka menjadi saluran limbah gratis bagi sekitar 20 juta warga Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ditambah pula sekitar perusahaan yang juga menggelontorkan limbah cairnya ke sungai. Data resmi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta menyebutkan perairan Teluk Jakarta sudah

25 5 tak layak lagi untuk wisata bahari dan kehidupan biota laut. Alasannya, Teluk Jakarta tercemar; kandungan nitrat, amoniak, dan fosfat sudah melebihi ambang batas Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian yang dapat diambil dari penulisan ini adalah: 1) Bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan masyarakat nelayan? 2) Bagaimana hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup rumahtangga nelayan? 3) Bagaimana stratifikasi sosial sebelum dan sesudah terjadi pencemaran? 4) Bagaimana mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui strategi bertahan hidup yang dilakukan masyarakat nelayan, 2) Mengetahui hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup rumahtangga nelayan 3) Mengetahui stratifikasi sosial yang terjadi sebelum dan sesudah terjadi pencemaran. 4) Mengetahui mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir, 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para peminat ilmu sosial mengenai masyarakat pesisir di daerah pencemaran pesisir. Sementara bagi peneliti diharapkan dapat berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam melihat fenomena pencemaran pesisir yang terjadi dan mengaitkannya dengan teori yang telah diperoleh. Penelitian ini diharapkan pula dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan dalam mata kuliah ekologi manusia dan politik sumberdaya alam. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

26 6 evaluasi dan pertimbangan bagi pembuat kebijakan untuk lebih arif dalam pengendalian pencemaran pesisir dan kesejahteraan masyarakat nelayan.

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Pesisir dan Laut Miller dalam Mukhtasor (2007) mendefinisikan pencemaran sebagai proses penambahan sebarang zat pada udara, air dan tanah, atau makanan yang dapat membahayakan kesehatan, ketahanan, atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya. Sementara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Lebih spesifik, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut, mendefinisikan pencemaran laut sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Sementara Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH, 1991) menyatakankan pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung, oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi. Definisi pencemaran laut tersebut sejalan dengan pengertian dalam United Nations Environmental Programs yang mengartikan pencemaran laut adalah dimasukannya substansi atau energi ke dalam lingkungan laut oleh manusia secara langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan seperti merusak sumberdaya hidup, bahaya pada kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan kelautan diantaranya

28 8 perikanan, rusaknya kualitas air, dan pengurangan pada keindahan dan kenyamanan. Pencemaran laut juga dapat didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota, sumberdaya, kenyamanan ekosistem laut, serta kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut, baik disebabkan secara langsung mau\pun tidak langsung oleh pembuangan bahanbahan atau limbah ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan laut, yang berakibat pada turunnya kualitas (degradasi) lingkungan dan masyarakat yang hidup dari lingkungan tersebut Sumber Pencemaran Samawi (2007) menyebutkan sekitar 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land base activity). Bahan-bahan pencemar berasal dari kegiatan seperti rumahtangga, industri, aktivitas pelabuhan dan lain-lain yang akhirnya menimbulkan dampak negatif kepada perairan pantai. Secara garis besar sumber pencemaran perairan pantai kota berasal dari industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stomwater), aktivitas pelabuhan, tempat pendaratan ikan (TPI), padatan, unsur hara, pestisida, logam beracun, organisme eksotik dan pathogen, plastik, bahan organik. Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan laut dapat digolongkan menjadi bahan pencemar yang bersumber dari darat (Land Based Pollution) dan bersumber dari laut (Marine Based Pollution). Eiswerth dalam Samawi (2007) menjelaskan bahwa pencemaran laut yang disebabkan oleh kegiatan di darat dapat digolongkan menjadi empat kategori sebagai berikut: a. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri Kegiatan industri yang dilakukan oleh manusia di daratan bermacammacam, namun yang dinilai paling potensial menimbulkan pencemaran

29 9 adalah industri pulp, industri kertas, industri pengolahan makanan atau minuman dan industri farmasi-kimia. b. Pencemaran yang disebabkan oleh sampah (limbah domestik) Limbah domestik yang terbawa oleh aliran air dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap di dasar perairan, dan selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan atau kapasitas asimilasi perairan untuk diasimilasikannya, maka timbul pencemaran. c. Pencemaran yang disebabkan oleh sedimentasi Kegiatan manusia di daratan yang menimbulkan erosi akan menyebabkan meningkatnya proses sedimentasi khususnya di daerah pantai. d. Pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan pertanian Kegiatan pemupukan (di sawah atau kolam ikan) yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor (pupuk ZA, TSP) akan menyebabkan penyuburan perairan dan tumbuhnya gulma air termasuk fitoplankton, sehingga terjadi proses pembusukkan dan pengendapan yang dapat menimbulkan bau menyengat dan berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air Dampak Pencemaran Pesisir dan Laut Pencemaran pesisir dan laut menyebabkan degradasi lingkungan atau menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan kepada masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir. 1) Dampak Ekologis Dampak yang sangat terlihat dari pencemaran pesisir adalah dampak lingkungan atau ekologis yang terjadi di daerah pesisir dan laut. Dampak ekologis ini menimbulkan perubahan pada kualitas lingkungan di sekitar

30 10 pesisir dan lain. Dampak lingkungan yang terjadi antara lain seperti terjadinya 5 : a. Eutrofikasi, yakni pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Eutrofikasi telah dikenal sebagai penyebab utama penyebab utama kerusakan karang yang tumbuh di daerah pesisir yang dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. b. Sedimentasi akibat perubahan lahan untuk membangun fasilitasfasilitas perumahan atau industri yang akhirnya sampai di laut. Sedimen yang sampai di laut akan menyebabkan kerusakan karang melalui penutupan secara langsung dan mengurangi kemampuan karang untuk bereproduksi, c. Akresi dan abrasi 6. Abrasi adalah berkurangnya daratan dan akresi adalah pertambahan daratan. Adanya pasokan sediment yang besar dari daratan menyebabkan sebagian besar pantai mengalami akresi. Di pihak lain, adanya pola arus tertentu yang selalu bergerak sepanjang tahun menyebabkan beberapa bagian pantai mengalami abrasi. Abrasi dan akresi tidak hanya dipicu oleh alam tetapi juga disebabkan oleh eksploitasi langsung baik yang berupa penambangan batu karang maupun pasir. d. Menumpuknya sampah padat dan logam berat. 2) Dampak Ekonomi Pencemaran pesisir dan laut yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat (limbah industri/domestik) menyebabkan penurunan jumlah sumberdaya yang terkandung di wilayah pesisir. Berkurangnya jumlah tangkapan ikan merupakan salah satu akibat pencemaran pesisir, terlebih apabila limbah yang dibuang ke sungai/laut mengandung bahan kimia berbahaya. Hal ini mengakibatkan hilangnya mata pencaharian nelayan 5 (diakses tanggal 10 Januari 2010) 6 (diakses tanggal 25 Januari 2010)

31 11 yang secara langsung akan menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang akses terhadap sumberdaya. 3) Dampak Sosial Menurunnya kesejahteraan ekonomi akan berdampak pada aspek kehidupan yang lain, termasuk pendidikan. Contohnya orang tua yang tidak lagi memiliki sumber mata pencaharian (livelihood) tidak mampu lagi membiayai sekolah anaknya sehingga terpaksa harus putus sekolah. Sementara dalam aspek kesehatan, pencemaran pesisir yang mengandung limbah berbahaya akan mengancam kesehatan masyarakat yang mengakses sumberdaya tersebut. Tingkat pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu tolok ukur kesejahteraan sosial, akan menurun seiring semakin menurunnya kesejahteraan ekonomi masyarakat akibat degradasi sumberdaya pesisir Pencemaran Teluk Jakarta dan Dampaknya Hariyadi et al (2004) menyebutkan bahwa pencemaran di Teluk Jakarta telah menjadi isu sejak lama. Terdapat informasi bahwa di perairan Teluk Jakarta sejak tahun 1974 sering terjadi ledakan populasi alga yang disebut red tide. Di Indonesia ada sekitar 20 jenis alga (fitoplankton) yang dapat menyebabkan ikan mati, sementara di Teluk Jakarta sendiri terdapat 17 jenis yang tergolong beracun dan akan meledak (blooming) bila terjadi pengayaan nutrien di perairan. Nutrien itu berupa fosfat yang berasal dari limbah seperti deterjen dan organik yang dihanyutkan air sungai ke laut (Hariyadi et al, 2004). Telah dilakukan pemantauan kualitas air oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DKI Jakarta bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta pada 23 titik pengamatan di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan data terlihat kondisi perairan yang tergolong berkualitas buruk tersebut terutama disebabkan oleh tingginya nilai beberapa parameter seperti nitrit, fenol, logam-logam berat Cu, Ni, Pb, Zn dan bakteri coliform yang melebihi baku mutu. Anggraeni (2002) juga menyebutkan bahwa dari beberapa pengamatan menunjukkan tingginya kandungan padatan

32 12 tersuspensi, deterjen dan amonia serta kadar oksigen terlarut yang rendah di muara-muara sungai. Berita berjudul Teluk Jakarta tercemar, nelayan tak bisa melaut pada Harian Kompas edisi Rabu, 8 Agustus 2001, disebabkan oleh tercemarnya air laut Teluk Jakarta oleh limbah kimia, yang diduga dibuang oleh pabrik-pabrik pengawetan kayu di sekitar Marunda dan Kali Baru, sehingga air berwarna merah kecoklatan yang menyebabkan ikan, kepiting, udang bahkan kerang hijau mati. Sementara Harian Suara Pembaharuan edisi 28 Juli 2002 memuat tulisan berjudul Pencemaran di Teluk Jakarta memprihatinkan yang berisi pernyataan peneliti LON LIPI tentang tingginya kandungan logam berat Pb dalam kerang hijau dan sedimen serta tingginya limbah domestik yang dibuang ke perairan. Harian Tempo edisi 27 Mei 2004 memberitakan pernyataan pemerintah melalui konferensi pers tanggal 21 Mei 2004 bahwa penyebab terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta adalah akibat blooming dari fitoplankton sehingga terjadi penurunan oksigen yang menyebabkan ikan-ikan mati kekurangan oksigen. Dalam tulisan yang sama juga disajikan hasil pengamatan Tim PKSPL-IPB menunjukkan hasil yang berbeda. Menurut kajian TIM PKSPL-IPB tidak terlihat adanya indikasi blooming fitoplankton pada saat kematian massal ikan terjadi. Harian Republika edisi 25 Mei 2004 juga menurunkan berita berjudul Dampak Pencemaran Teluk Jakarta antara lain berisi tingkat kandungan pestisida yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT (melebihi ambang batas yang diperbolehkan sebesar 0,5 ppb). Sementara salah satu berita harian Kompas edisi 4 Juni 2004 adalah mengenai ribuan meter kubik sampah dibuang ke laut. Mengutip pendapat Asisten Deputi Ekosistem Pesisir Laut KLH, disebutkan bahwa sekitar 1500 m3 sampah Jakarta per hari masuk ke Teluk Jakarta melalui sungai. Juga disebutkan bahwa 80% pencemaran laut bersumber dari limbah domestik, hanya 20% yang bersumber dari industri. Sementara itu hasil penelitian BPLHD (biro lingkungan hidup daerah) Jakarta juga menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Jakarta sangat dipengaruhi oleh 13 sungai yang bermuara di pesisir Teluk Jakarta. Salah satu berita yang diturunkan Harian Kompas edisi 20 Juli 2004 bertajuk Industri Pencemar Utama di Teluk Jakarta yang didasarkan atas hasil

33 13 penelitian Indo Repro-Indonesia. Sumber pencemar dari industri antara lain adalah logam berat, POP (Persistent Organic Pollutant) dan hidrokarbon (minyak). Disebutkan pula bahwa sejak tahun 1987, Teluk Jakarta telah tercemar limbah dari sekitar 800 industri yang berada di pinggir pantai, hanya 10 persen yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Salah satu berita harian Kompas edisi 8 September 2004 berjudul Deformasi Kerang Hijau disebutkan adanya hasil penelitian Sudaryanto dan koleganya dari Ehime University, Jepang, tentang kandungan tributiltin (TBT) yang tinggi pada daging kerang yang dikumpulkan dari Muara Kamal, Cilincing dan Ancol, masing-masing dengan kadar 13,38 dan 37 ng/g daging kering. Sementara beberapa peneliti dari LON LIPI menemukan kandungan TBT di kolom air laut sebesar 2-15 ng/l, dan dalam sedimen sebesar ng/l. Data tersebut menunjukkan kandungan TBT di Teluk Jakarta yang sudah sangat tinggi karena baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika terhadap kandungan TBT di dalam jaringan tubuh biota laut tidak boleh lebih dari 10 ng/g daging kering. Pencemaran pesisir dapat berasal dari limbah industri maupun sampah rumahtangga yang masuk ke laut dan menyebabkan degradasi lingkungan pesisir dan laut dan berpengaruh pada lingkungan biotik maupun abiotik masyarakat di sekitarnya. Darimanapun asalnya pencemaran, bahan-bahan itu berdampak negatif terhadap biota perairan yang tercemar dan lingkungannya. Dengan laut yang tercemar, maka nelayan tidak dapat melaut sehingga rantai produksi tata niaga hasil perairan dan perikanan terputus. Nelayan tidak mendapatkan pendapatan dan konsumen tidak mendapatkan ikan. Ikan atau hasil perairan lainnya yang ditemukan dari perairan tercemar tidak lagi dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi. Keadaan ini akan sangat merugikan dan juga akan berdampak pada masyarakat di wilayah pesisir. Keadaan ini menyebabkan pelaku-pelaku ekonomi dalam kegiatan perikanan yaitu nelayan penjual ikan, pengusaha budidaya kerang dan karamba menjadi gundah (Hariyadi, et al, 2004). Dampak terbesar akibat degradasi lingkungan akan dirasakan oleh nelayan yang sudah miskin akibat musim yang semakin tidak menentu, dan diperparah oleh pencemaran pesisir yang menyebabkan menurunnya hasil dan jumlah tangkapan ikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Pesisir dan Laut Miller dalam Mukhtasor (2007) mendefinisikan pencemaran sebagai proses penambahan sebarang zat pada udara, air dan tanah, atau makanan yang dapat

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN 7.1. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial 7.1.1. Hubungan Usia dengan Strategi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

Pencemaran Teluk Jakarta

Pencemaran Teluk Jakarta Pencemaran Teluk Jakarta Republika Sabtu, 29 Mei 2004 Pencemaran Teluk Jakarta Oleh : Tridoyo Kusumastanto# Pasca kematian massal ikan di Teluk Jakarta, publik telah disuguhi berbagai macam analisis kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN I. PENDAHULUAN Saat ini budidaya ikan di waduk dengan menggunakan KJA memiliki prospek yang bagus untuk peningkatan produksi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang Kata Pengantar Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Rahamat-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini secara khusus penulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan pesisir merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut. Dalam suatu wilayah pesisir terdapat bermacam ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumber daya alam yang dapat dipergunakan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, setiap sumber daya haruslah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia memiliki luas lahan keseluruhan mencapai 661,52 berdampak kepada pertumbuhan permukiman. Menurut data statistik Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

Jurnal Pencemaran Air ABSTRAK

Jurnal Pencemaran Air ABSTRAK ABSTRAK Masalah pencemaran air yang ada di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat-zat atau komponen yang lainnya yang menyebabkan kualitas air terganggu

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh: DAHLAN E34070096 2007 TUTIA RAHMI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG Menimbang NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci