PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA)"

Transkripsi

1 PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MUHAMMAD SHALAHUDDIN NIM: (Program Magister Informatika) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009

2 PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA) Oleh Muhammad Shalahuddin NIM: (Program Magister Informatika) Institut Teknologi Bandung Menyetujui Bandung, 26 Juni 2009 Pembimbing Dr.Ing.M.Sukrisno Mardiyanto NIP

3 ABSTRAK PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA) Oleh Muhammad Shalahuddin NIM : (Program Magister Informatika) Pemilihan umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi. Pemungutan suara adalah bagian penting dari proses pemilihan umum. Saat ini proses pemungutan suara di Indonesia masih dilakukan dengan cara konvensional yaitu menggunakan media kertas suara. Electronic voting atau biasa disebut e-voting adalah alat proses demokrasi pada masa depan untuk melakukan proses pemungutan suara dengan memanfaatkan teknologi informasi. Penelitian tentang e-voting dimulai sejak abad 18, ketika Thomas Alfa Edison menerima paten tentang electronic voting device. Kegiatan penelitian terkait e- voting meningkat pesat sejak tahun 1990an sampai sekarang. Saat ini sudah banyak negara yang memanfaatkan teknologi e-voting, misalnya Brazil, Jepang, Estonia, dan lain-lain. Ada bermacam-macam teknologi yang digunakan dalam mengembangkan e- voting tersebut, misalnya e-voting melalui World Wide Web (WWW). Permasalahan utama yang dihadapi oleh e-voting sampai saat ini adalah masalah keamanan sehingga masih banyak negara yang belum memanfaatkan e-voting. Pembuatan model e-voting pada tesis ini difokuskan pada teknologi berbasis web karena teknologi tersebut mudah dalam pengaksesannya. Faktor keamanan teknologi web sekarang ini juga sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya transaksi internet misalnya transaksi keuangan melalui web. Model yang dihasilkan pada tesis ini diberi nama Web-Vote. Model Web-Vote adalah model e-voting berbasis web yang terdiri dari empat macam sudut pandang, yaitu sudut pandang teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Model yang dihasilkan tersebut bersifat spesifik untuk pemilihan umum di Indonesia. Hasil pengujian membuktikan bahwa model yang dihasilkan mampu memenuhi persyaratan e-voting yang baik. Selain model, pada tesis ini juga dilakukan pembuatan prototype. Prototype tersebut mengimplementasikan regulasi mengenai pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden di Indonesia. Hasil pengujian prototype membuktikan bahwa berjalan dengan baik dan memenuhi kebutuhan fungsional yang ada. Kata kunci: pemilihan umum, e-voting, web, model, Web-Vote, prototype.

4 ABSTRACT MODELING WEB BASED E-VOTING (CASE STUDY INDONESIAN LEGISLATIVE AND PRESIDENT ELECTION) by Muhammad Shalahuddin NIM : (Informatics Master Program) Election is unseparate part of Indonesia as democratic nation. Voting is an important part of election. Nowadays, Indonesia are still using conventional voting model by paper ballot. Electronic voting or usually called e-voting is the future democratic tools to execute information technology supported voting process. Researchs about e-voting have begun since 18 th century, when Thomas Alfa Edison received patent for an electronic voting device. Researchs about e-voting increase rapidly since1990s until now. Nowadays, a lot of countries have already used e- voting, for example Brazil, Japan, Estonia, etc. There are kinds of technology that used in e-voting, for example e-voting over World Wide Web (WWW). The biggest problem of e-voting is security so many countries not yet using e-voting. Modeling e-voting in this thesis is focus on a web based technology because that technology easy to access. Security factor for web based technology is good enough because nowadays a lot of transactions using internet, for example internet banking. Model that produced in this thesis is called Web-Vote. Web-Vote model is a web based e-voting model that consist of four points of view, that is technology, law, social, and operational procedure. Web-Vote model is a spesific model for election in Indonesia. Testing result prove that Web-Vote model can fullfil e-voting criterion. Besides of model, this thesis is also produced prototype. That prototype is implement regulation of Indonesian legislative and president election. Prototype testing result proved that prototype run correctly and can fulfill functional requirements. Keywords: election, e-voting, web, model, Web-Vote, technology, law, social, operational procedure.

5 PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. i

6 Tesis ini dipersembahkan kepada Gadiza Mutia S. dan Rosa Ariani S. ii

7 KATA PENGANTAR Segala puji syukur bagi Allah SWT atas rahmat yang dilimpahkan-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan tesis yang berjudul Pembuatan Model E-voting Berbasis Web (Studi Kasus Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden Indonesia). Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program magister Magister Informatika di Institut Teknologi Bandung. Laporan tesis ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada nama-nama yang tercantum di bawah atas bantuan yang diberikan. 1. Bapak M. Sukrisno Mardiyanto selaku dosen pembimbing yang sangat baik hati, terima kasih atas waktu, tenaga, dan pemikiran yang telah diberikan. 2. Bapak Husni S. Sastramihardja selaku dosen mata kuliah tesis, terima kasih atas segala kemudahan yang diberikan. 3. Bapak Kridanto Surendro selaku dosen wali, terima kasih sudah menjadi dosen wali yang baik untuk kami. 4. Bapak Achmad Imam Kristijantoro selaku dosen penguji pada proposal dan sidang tesis ini, terima kasih atas masukannya dalam penyusunan tesis ini. 5. Ibu Christine Suryadi selaku dosen penguji pada sidang tesis ini, terima kasih atas masukannya khususnya masukan mengenai perbaikan judul tesis ini. 6. Ibu Ayu Purwarianti selaku dosen penguji pada pra sidang tesis ini, terima kasih atas saran yang diberikan untuk perbaikan isi tesis ini. 7. Istriku Rosa Ariani Sukamto dan anakku Gadiza Mutia Shalahuddin, terima kasih atas dukungan moral, bantuan, kerja sama, kasih sayang dan semuanya yang sudah diberikan padaku. 8. Temanku Andik Taufiq atas segala bantuan moral, material, dan finansial sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang berjuang bersama-sama untuk menyelesaikan kuliah dan tesis khususnya para pejuang wisuda juli Bapak Ade Taryat, Ibu Nurhayati, dan seluruh staf Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung lainnya, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. iii

8 11. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan tetapi Penulis berharap semoga Laporan Tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis, pembaca, dan semua pihak yang terkait. Semoga tesis ini mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bandung, 26 Juni 2009 Penulis iv

9 DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT...iv PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS...i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI...v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI... viii DAFTAR TABEL...ix DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN...x BAB I PENDAHULUAN...I-1 I.1 Latar Belakang...I-1 I.2 Rumusan Masalah...I-2 I.3 Tujuan...I-3 I.4 Ruang Lingkup...I-3 I.5 Metode Penelitian...I-4 I.6 Sistematika Pembahasan...I-4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...II-1 II.1 Demokrasi...II-1 II.2 Pemilihan Umum (Pemilu)...II-2 II.3 Pemungutan Suara...II-5 II.4 E-Voting...II-6 II.4.1 E-Vox...II-9 II.4.2 e-vote...ii-10 II.4.3 MarkPledge...II-12 II.4.4 Sistem E-Voting Terpusat...II-14 II.5 Web...II-15 II.5.1 Pengertian Umum Web...II-15 II.5.2 Keamanan Web...II-16 BAB III ANALISIS... III-1 III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain... III-1 v

10 III.2 Analisis Kebutuhan... III-3 III.2.1 Kebutuhan Fungsional... III-4 III.2.2 Kebutuhan Non Fungsional... III-5 III.3 Analisis Proses... III-6 III.3.1 Aktor... III-6 III.3.2 Proses... III-7 III.4 Aspek Sistem E-Voting... III-10 III.5 Keamanan Sistem E-Voting... III-11 BAB IV MODEL WEB-VOTE... IV-1 IV.1 Model Teknologi Web-Vote... IV-2 IV.2 Model Hukum Web-Vote... IV-4 IV.3 Model Sosial Web-Vote... IV-6 IV.4 Model Prosedur Operasional Web-Vote... IV-7 BAB V PROTOTYPE DAN PENGUJIAN... V-1 V.1 Prototype... V-1 V.1.1 Perancangan Kelas... V-2 V.1.2 Perancangan Basis Data... V-3 V.1.3 Perancangan Interaksi Sistem... V-3 V.2 Pengujian... V-4 V.2.1 Pengujian Prototype... V-4 V.2.2 Pengujian Model... V-4 BAB VI PENUTUP... VI-1 VI.1 Kesimpulan... VI-1 VI.2 Saran... VI-1 DAFTAR REFERENSI... xii DAFTAR PUSTAKA...xiv vi

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Perbandingan Sistem E-Vox, e-vote, MarkPledge, dan Sistem E-Voting Terpusat... A-1 Lampiran B Diagram Kelas Admin...B-1 Lampiran C Diagram Kelas Includes...C-1 Lampiran D Diagram Kelas President... D-1 Lampiran E Diagram Kelas Legislative...E-1 Lampiran F Diagram Kelas Result... F-1 Lampiran G Rancangan Basis Data... G-1 Lampiran H Sitemap... H-1 Lampiran I Contoh Antarmuka Pengguna...I-1 Lampiran J Hasil Pengujian Prototype...J-1 vii

12 DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI Gambar II-1 Pihak yang terkait Pemilu [19]...II-5 Gambar II-2 Arsitektur Sistem E-Vox [8]...II-10 Gambar II-3 Arsitektur Sistem e-vote [7]...II-11 Gambar II-4 Arsitektur Sistem MarkPledge [1]...II-12 Gambar II-5 Arsitektur Sistem E-voting Terpusat [8]...II-15 Gambar II-6 Karakteristik Keamanan Sistem...II-18 Gambar III-1 Use case pemilihan umum... III-7 Gambar III-2 Karakteristik Sistem E-voting... III-11 Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote... IV-1 Gambar IV-2 Desain Umum Sistem... IV-2 Gambar IV-3 Desain E-voting Server... IV-2 Gambar IV-4 Konversi Sistem... IV-6 Gambar IV-5 Alur Pelaksanaan Pemungutan Suara... IV-8 Gambar V-1 Package Sistem Web-Vote... V-2 viii

13 DAFTAR TABEL Tabel III-1 Deskripsi use case validasi data pemilih... III-8 Tabel III-2 Deskripsi use case login... III-8 Tabel III-3 Deskripsi use case memasukkan pilihan... III-8 Tabel III-4 Deskripsi use case menjumlahkan pilihan... III-9 Tabel III-5 Deskripsi use case melihat hasil pemilihan... III-9 Tabel III-6 Deskripsi use case logout... III-9 Tabel III-7 Deskripsi use case memantau data pemilih... III-9 Tabel III-8 Deskripsi use case validasi data hasil perhitungan... III-10 ix

14 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN No. Istilah Penjelasan 1. Abstain Tidak memilih satupun calon yang ada. 2. Banwaslu Badan Pengawas Pemilu, yaitu badan yang ditunjuk pemerintah untuk bertugas melakukan pengawasan jalannya pemilihan umum. 3. DPD Dewan Perwakilan Daerah, yaitu wakil rakyat yang duduk di lembaga MPR yang bukan berasal dari partai politik. 4. DPR Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu lembaga legislatif setingkat presiden. 5. DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu lembaga legislatif setingkat kepala daerah. Untuk kepada daerah tingkat satu maka disebut DPRD 1 dan untuk daerah tingkat dua disebut DPRD KPU Komisi Pemilihan Umum, yaitu komisi yang ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara pemilihan umum. 7. MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu lembaga pemerintahan tertinggi di Indonesia. 8. Partai Sekumpulan orang yang bergabung dalam satu wadah organisasi politik yang mempunyai kesamaan visi dan misi mengenai cara pandang tentang politik dan pemerintahan. 9. Pemilu Pemilihan Umum yaitu proses untuk memilih wakil rakyat maupun kepala negara yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. 10. Pemilu legislatif Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD. 11. Prototype Sebuah aplikasi yang digunakan untuk memberikan kemudahan dalam pemahaman model sistem yang dikembangkan tanpa harus mengembangkan seluruh sistem yang ada. x

15 No. Istilah Penjelasan 12. RI Republik Indonesia yaitu negara Indonesia yang dalam tesis ini dijadikan studi kasus untuk penerapan model sistem yang dikembangkan. 13. TPS Tempat Pemungutan Suara, yaitu tempat di mana masyarakat dapat melakukan proses pemberian suara. Biasanya sebuah TPS dibangun untuk mencakup beberapa RT/RW. 14. Web Lihat WWW. 15. Web browser Aplikasi untuk mengakses halaman web yang disimpan pada web server. 16. Web server Aplikasi yang menyimpan halaman web yang dapat diakses oleh pengguna menggunakan web browser. 17. Web-Vote Nama model e-voting berbasis web yang dihasilkan pada tesis ini. 18. WWW World Wide Web atau sering juga disebut dengan web saja yaitu sebuah sistem yang saling terkait menggunakan dokumen hypertext yang diakses melalui jaringan internet. xi

16 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan bagian pada suatu proses demokrasi. Indonesia adalah salah satu negara demokrasi yang melaksanakan pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Di Indonesia, pelaksanaan pemilihan umum dilakukan mulai dari tingkat desa (pemilihan kepala desa), kota / kabupaten (pemilihan walikota / bupati dan anggota DPRD tingkat 2), propinsi (pemilihan gubernur dan anggota DPRD 1), sampai tingkat pemerintah pusat (presiden dan anggota DPR). Pemilihan umum di Indonesia masih dilakukan secara manual. Warga yang mempunyai hak pilih datang ke tempat pemungutan suara pada saat hari pemilihan. Mereka kemudian mencoblos atau mencontreng ( ) kertas suara dan kemudian memasukkan ke kotak suara. Mulai Pemilu Legislatif tahun 2009, proses pemungutan suara dengan cara mencontreng ( ). Setelah proses pemungutan suara selesai, kemudian dilakukan penghitungan suara. Proses pemungutan dan penghitungan suara secara konvensional tersebut mempunyai beberapa kelemahan. Berikut ini beberapa kelemahan proses secara konvensional tersebut. 1. Lambatnya proses penghitungan suara. Di Indonesia, proses penghitungan suara biasanya membutuhkan waktu sampai beberapa minggu. 2. Kurang akuratnya hasil perhitungan suara. Karena proses pemungutan suara dilakukan dengan pencoblosan kertas suara, sering kali muncul perdebatan mengenai sah atau tidaknya sebuah kertas suara. 3. Tidak ada salinan terhadap kertas suara. Hal ini menyebabkan jika terjadi kerusakan terhadap kertas suara, panitia pemilihan umum sudah tidak mempunyai bukti yang lain. 4. Sulitnya perhitungan kembali jika terjadi ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. 5. Rawan konflik. Pemilihan umum di Indonesia saat ini sering menimbulkan konflik. Hal tersebut dipicu adanya ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. Menurut data pada tahun 2005, dari 226 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah terjadi konflik mencapai 20 daerah lebih [15]. I-1

17 6. Besarnya anggaran yang dilalukan untuk melakukan proses pemungutan suara. Berdasarkan data terakhir KPU (Komisi Pemilihan Umum), yaitu lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pelaksanaan pemiliham umum di Indonesia, pemerintah telah menyetujui anggaran pemilu mencapai Rp 10,4 triliun untuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 [14]. Anggaran yang sangat besar tersebut digunakan untuk proses pencetakan kertas suara, distribusi kertas suara, gaji panitia pengawas, dan lain-lain. Dengan banyaknya permasalahan tersebut, maka muncullah gagasan untuk melaksanakan pemilihan umum dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada khususnya teknologi berbasis web. Hal ini juga didukung dengan semakin luasnya jaringan komunikasi dan biaya komunikasi yang semakin murah. Pada penelitian e-voting ini, solusi e-voting lebih difokuskan pada pemanfaatan teknologi berbasis web. Teknologi berbasis web mempunyai kelebihan utama dalam hal kemudahan akses dan biaya yang jauh lebih murah. Pemilihan suara secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi elektronik (e-voting) saat ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan pemilihan umum secara konvensional yang sekarang ini digunakan. Penelitian mengenai e-voting telah dilakukan lebih dari 20 tahun. Permasalahan utama yang dihadapi dalam e-voting adalah terkait dengan faktor keamanan. Sampai saat ini, belum ada solusi lengkap baik secara teori maupun praktek yang mampu mengatasi permasalahan tersebut [16]. I.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Apa syarat e-voting agar mampu digunakan untuk menggantikan pemilihan umum secara konvensional, misalnya persyaratan mengenai kerahasiaan (privacy), kejujuran (fairness), dan lain-lain. Hal ini sangat penting karena pemanfaatan teknologi berbasis web juga memunculkan adanya kelemahan-kelemahan baru. Jika kelemahan-kelemahan tersebut tidak dapat untuk diatasi maka e-voting tidak akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemilihan secara konvensional. I-2

18 2. Bagaimana model e-voting berbasis web yang memenuhi persyaratan e-voting yang baik serta mampu menutup kelemahan yang muncul pada pemilihan umum konvensional. 3. Bagaimana membuat prototype yang mampu merepresentasikan model e-voting yang telah dihasilkan. 4. Bagaimana melakukan pengujian terhadap model e-voting yang telah dibuat. I.3 Tujuan Tujuan dari tesis ini adalah membuat model e-voting berbasis web yang memenuhi syarat agar mampu menggantikan pemilihan umum secara konvensional yang selama ini digunakan di Indonesia. I.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Model e-voting yang dihasilkan adalah e-voting berbasis web dan spesifik untuk pemilihan umum di Indonesia. 2. Fokus utama dalam tesis ini adalah pada model konseptual e-voting, prototype hanya digunakan untuk mempermudah dalam pemahaman mengenai model konseptual. Prototype tersebut juga digunakan untuk melakukan pengujian terhadap model yang dihasilkan. 3. Prototype menggunakan studi kasus pemilihan umum anggota legislatif (DPR, DPR tingkat 1, DPRD tingkat 2, dan DPD) serta pemilihan umum presiden. 4. E-voting yang dikembangkan adalah mulai dari tahap pemungutan suara sampai dengan perhitungan suara. Penelitian terkait tahap pelaksanaan sebelum proses pemungutan suara misalnya pembuatan DPT (Daftar Pemilih Tetap) dan tahap setelah perhitungan suara misalnya penentuan pemenang pemilihan umum dilakukan pada penelitan yang terpisah. Penelitian tersebut dilakukan pada tesis Iyus Supriadi. I-3

19 I.5 Metode Penelitian Tesis yang dilakukan adalah berupa penelitian dan mengimplementasikannya dalam sebuah program. Metode yang dipergunakan dalam Tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Studi literatur yang berkaitan dengan mekanisme e-voting dengan cara mempelajari sistem e-voting yang telah dikembangkan sebelumnya dan mempelajari penerapan sistem e-voting yang telah dilakukan pada beberapa negara. 2. Analisis sistem lain yang telah dikembangkan. 3. Analisis hasil penerapan e-voting pada negara lain. 4. Analisis masalah dan kebutuhan e-voting berbasis web. 5. Pembuatan model konseptual e-voting. 6. Pembuatan prototype untuk mengimplementasikan model yang telah dibuat. 7. Pengujian terhadap model secara umum termasuk juga prototype. 8. Perbaikan dan penarikan kesimpulan. I.6 Sistematika Pembahasan Laporan tesis ini terdiri dari enam buah bab yaitu bab I Pendahuluan, bab II Tinjauan Pustaka, bab III Analisis, bab IV Desain Sistem, bab V Implementasi dan Pengujian, serta bab VI Penutup. Bab I Pendahuluan berisi penjelasan mengenai latar belakang pemilihan topik tesis, rumusan masalah tesis, tujuan tesis, ruang lingkup tesis, dan metode penelitian yang dilakukan selama pembuatan tesis. Bab II Tinjuan Pustaka berisi penjelasan mengenai demokrasi dan keterkaitannya dengan voting (pemungutan suara), penerapan e-voting pada beberapa negara dan beberapa contoh sistem e-voting yang telah dikembangkan sebelumnya, serta teknologi berbasis web yang dijadikan dasar sistem e-voting. Bab III Analisis berisi analisis kebutuhan dan syarat e-voting berbasis web. Analisis kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fungsional dan non fungsional. I-4

20 Bab IV Model Web-Vote berisi mengenai perancangan model e-voting berbasis web. Perancangan model tersebut disesuaikan dengan hasil analisis yang telah diperoleh pada bab sebelumnya. Bab V Prototype dan Pengujian berisi mengenai rancangan kelas, basis data, dan antar muka prototype e-voting berbasis web. Selain itu bab ini juga berisi hasil pengujian terhadap prototype tersebut dan juga pembuktian terhadap model Web-Vote yang telah didefinisikan sebelumnya. Bab VI Penutup berisi kesimpulan dan saran terkait dengan isi tesis ini. I-5

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka terkait dengan e-voting. Pertama, akan dijelaskan mengenai keterhubungan antara demokrasi (democracy), pemilihan umum (election), pemungutan suara (voting), dan pemungutan suara berbasis elektronik (e-voting). Penjelasan mengenai e-voting akan disertai beberapa contoh penelitian terkait e-voting yang telah dilakukan saat ini. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai teknologi web yang menjadi dasar teknologi e-voting pada tesis ini. Pembahasan mengenai web akan difokuskan pada faktor keamanan pada teknologi web. II.1 Demokrasi Demokrasi (democracy) saat ini dianut oleh banyak negara di dunia karena dianggap sebagai sebuah tatanan sosio-politik yang ideal [2]. Indonesia adalah salah satu negara penganut paham demokrasi sesuai dengan pernyataan pada UUD1945 pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat [17]. Demokrasi berasal bahasa Yunani yaitu demokratia, demos berarti rakyat (people) dan kratos berarti kekuatan, kekuasaan (strength, rule) [2]. Konsep demokrasi sebagai sebuah bentuk pemerintahan telah berkembang sejak jaman Yunani kuno. Pada sekitar abad 5 4 sebelum Masehi, beberapa kota di Yunani, salah satunya adalah Athena, telah menganut bentuk pemerintahan tersebut. Demokrasi mempunyai pengertian yang ambigu dan tidak tunggal. Setiap negara mempunyai karakteristik yang berbeda dalam menerapkan konsep demokrasi. Ada yang menganut demokrasi liberal, monarkhi konstitusional, demokrasi pancasila, dan sosial demokrasi. Menurut Amien Rais, mantan ketua MPR RI, sebuah negara disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi kriteria sebagai berikut. 1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan. 2. Persamaan di depan hukum. 3. Distribusi pendapat secara adil. 4. Kesempatan pendidikan yang sama. II-1

22 5. Empat macam kebebasan, yaitu: a. Kebebasan mengeluarkan pendapat. b. Kebebasan persuratkabaran. c. Kebebasan berkumpul. d. Kebebasan beragama. 6. Ketersediaan dan keterbukaan informasi. 7. Mengindahkan tata karma politik. 8. Kebebasan individu. 9. Semangat kerja sama. 10. Hak untuk protes [2]. II.2 Pemilihan Umum (Pemilu) Pemilihan Umum (Pemilu) atau dalam bahasa inggris disebut election adalah cara yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi rakyat dalam pemerintahan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil rakyat di parlemen dan kepala pemerintahan berdasarkan suara terbanyak. Mantan sekretaris jenderal PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UN (United Nations) pernah mengatakan bahwa pemilihan umum merupakan elemen utama dari demokrasi sebagai sebuah cara masyarakat untuk mengambil keputusan [10]. Di Indonesia, Pemilu merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan bernegara. Peraturan tertinggi mengenai pemilu diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen. Pemilu secara tegas diatur pada UUD 1945 perubahan III, bab VIIB tentang Pemilihan Umum, pasal 22E. Berikut ini adalah isi pasal tersebut. 1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. II-2

23 4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang [17]. Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil [18]. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut. 1. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. 2. Pendaftaran peserta Pemilu. 3. Penetapan peserta Pemilu. 4. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan. 5. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 6. Masa kampanye. 7. Masa tenang. 8. Pemungutan dan penghitungan suara. 9. Penetapan hasil Pemilu. 10. Pengucapan sumpah / janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota [18]. Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melibatkan beberapa pihak. Gambar II-1 menunjukkan pihak-pihak pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum sesuai dengan Undang-Undang No 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada gambar II-1 Pihak yang terkait Pemilu. 1. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. II-3

24 2. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu ditingkat provinsi dan kabupaten/kota. 3. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan. 4. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa/kelurahan. 5. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri. 6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri. 8. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Indonesia. 9. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Banwaslu untuk mengawasi penyelenggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 10. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan. 11. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan. 12. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau telah / sudah pernah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya. 13. Peserta Pemilu ada beberapa macam. a. Pada pemilihan anggota DPR, DPRD tingkat 1, dan DPRD tingkat 2 peserta Pemilu adalah partai politik. b. Pada Pemilu anggota DPD, peserta Pemilu adalah perorangan. c. Pada pemilihan presiden / wakil presiden, peserta Pemilu adalah wakil partai politik. d. Sedangkan pada pemilihan kepala daerah / wakil kepala daerah, peserta Pemilu adalah wakil partai politik atau perorangan. II-4

25 Gambar II-1 Pihak yang terkait Pemilu [19] II.3 Pemungutan Suara Pemungutan suara (voting) adalah salah satu tahap pelaksanaan pemilihan umum. Secara umum, di banyak negara, pemungutan suara dilaksanakan secara rahasia pada tempat yang khusus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemungutan suara. Proses pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan cara manual, yaitu menggunakan kertas suara. Berikut ini adalah urutan proses pada saat pemungutan suara di Indonesia. 1. Calon pemilih datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). TPS adalah tempat melakukan pemungutan suara yang disediakan oleh panitia pemilihan umum. 2. Calon pemilih memberikan kartu pemilih. Kartu pemilih ini digunakan sebagai tanda bahwa calon pemilih telah terdaftar sebagai calon pemilih. 3. Calon pemilih mengambil kertas suara (ballot) dan kemudian melakukan pencoblosan di dalam bilik suara. 4. Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara (ballot box). 5. Salah satu jari pemilih diberi tanda dengan tinta sebagai penanda bahwa pemilih tersebut telah melakukan pemungutan suara. II-5

26 6. Setelah waktu untuk memasukkan suara selesai, maka kemudian dilakukan perhitungan suara. 7. Kertas suara dikeluarkan dari kotak suara dan kemudian dihitung bersama-sama dengan diawasi oleh saksi dari berbagai pihak antara lain panitia dan perwakilan partai politik. 8. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikirimkan ke kantor KPU untuk dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Proses pemungutan suara secara manual menggunakan kertas suara sampai saat ini masih digunakan di Indonesia dan negara-negara lain yang belum menggunakan sistem e-voting. Berikut ini adalah beberapa alasan yang mungkin mendasari suatu negara tetap menggunakan sistem pemungutan suara secara manual. 1. Belum ada sistem e-voting yang keamanannya sudah benar-benar teruji. 2. Tingkat pendidikan masyarakat secara umum masih cukup rendah sehingga penerapan teknologi baru membutuhkan biaya dan waktu yang cukup besar untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat mampu menggunakannya. 3. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi sistem baru agar masyarakat mau mengadopsi sistem baru. 4. Konversi dari sistem lama (manual) ke sistem baru (e-voting) membutuhkan usaha yang cukup besar. Selain beberapa alasan di atas, ada prasangka negatif mengenai keengganan pemerintah mengadopsi sistem e-voting. Prasangka negatif tersebut khususnya terkait dengan transparansi atau keterbukaan. Pada beberapa negara dengan tingkat korupsi yang cukup tinggi seperti Indonesia masalah transparansi merupakan hal yang sering dihindari oleh para aparat pemerintah yang korup. Mereka tidak senang apabila penggunaan sistem e- voting akan menjadikan proses pemilihan umum semakin transparan sehingga kedudukan mereka di pemerintahan akan terancam. II.4 E-Voting Seiring dengan perkembangan jaman, sudah banyak penelitian pemanfaatan elektronik pada proses pemungutan suara menggantikan proses pemungutan suara secara manual. Teknologi tersebut disebut e-voting. E-voting adalah proses pemungutan suara yang II-6

27 memanfaatkan elektronik. Penelitian mengenai e-voting telah berlangsung cukup lama. Sebagai contoh, pada 1 Juni 1869 Thomas A. Edison menerima paten dari pemerintah Amerika untuk sebuah electronic vote recorder yang akan digunakan pada Kongres, tetapi teknologi tersebut tidak pernah digunakan karena anggota Kongres belum siap untuk menggunakannnya [13]. Seiring dengan perkembangan jaman, ada pergeseran makna terkait e-voting. E-voting saat ini lebih dikhususkan pada pemanfaatan teknologi informasi khususnya jaringan internet pada pelaksanaan pemungutan suara. Penelitian terkait e-voting yang memanfaatkan teknologi informasi mulai banyak bermunculan pada tahun 1990an. Pemanfaatan e-voting sudah mulai dilakukan pada beberapa negara. Berikut ini adalah beberapa contoh negara yang telah memanfaatkan teknologi e-voting. 1. Brazil Brazil adalah salah satu negara yang masuk sepuluh besar jumlah penduduk terbesar di dunia selain Indonesia. Brazil telah mulai memperkenalkan sistem e-voting pada awal tahun 1990an pada kota-kota dengan penduduk sekitar orang. Kemudian pada tahun 1998, sistem e-voting telah digunakan pada proses pemilihan umum dengan skala yang lebih tinggi. Pada tahun 2002, lebih dari 100 juta penduduk Brazil memasukkan suara mereka menggunakan mesin e-voting yang berjumlah lebih dari yang tersebar di seluruh bagian negara [6]. Keberhasilan Brazil tersebut menunjukkan bahwa negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar juga telah mampu memanfaatkan sistem e-voting. 2. Jepang Jepang mulai memanfaatkan e-voting secara resmi pada tahun 2002 pada pemerintah lokal kota Niimi. Penggunaan e-voting tersebut cukup sukses karena diikuti oleh 96% warga kota tersebut dari total penduduk kota. Pelaksanaan e-voting di kota tersebut serupa dengan pelaksanaan e-voting di Brazil dengan menggunakan mesin e-voting pada setiap TPS [12]. 3. Estonia Estonia adalah sebuah negara di Eropa dengan jumlah penduduk lebih dari satu juta jiwa. Estonia telah berhasil memanfaatkan teknologi e-voting berbasis internet pada tahun 2005 pada Pemilu lokal dengan jumlah warga yang memanfaatkan teknologi tersebut sebanyak orang. Pada tahun 2007, Estonia telah menjadi negara pertama di dunia yang berhasil memanfaatkan teknologi e-voting berbasis internet II-7

28 untuk melakukan Pemilu secara nasional. Jumlah warga negara yang memanfaatkan teknologi tersebut adalah orang. Pada saat pemanfaatan teknologi e-voting berbasis internet, pemerintah Estonia juga tempat pemungutan suara (TPS) seperti biasa. Jadi warga bebas memilih akan melakukan pemungutan suara menggunakan teknologi e-voting berbasis internet maupun menggunakan TPS. Selain ketiga negara di atas, sebenarnya masih banyak negara lain yang sudah mulai memanfaatkan e-voting dalam proses pemungutan suara antara lain India, Irlandia, Amerika, Perancis, dan lain-lain. Seperti halnya negara Jepang, hampir semua negara tersebut memanfaatkan teknologi e-voting masih dalam tingkat pemilihan umum lokal, belum bersifat nasional. Masih ada kekhawatiran yang cukup besar terkait dengan keamanan sistem e-voting. Brazil dan Estonia adalah contoh negara yang telah berani memanfaatkan teknologi e-voting untuk pemilihan umum nasional. Penelitian terkait e-voting masih terus dilakukan sampai sekarang. Ada bermacam-macam teknologi yang digunakan dalam mengembangkan e-voting tersebut. Berikut ini beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu sistem e-voting. 1. Accuracy (akurasi) yaitu ketepatan hasil perhitungan suara. Ketepatan ini meliputi tidak ada satupun pihak yang diperbolehkan mengubah suara yang telah masuk, semua suara yang valid dihitung dengan tepat, dan suara yang tidak valid tidak boleh dihitung. 2. Democracy (demokrasi) yaitu hanya calon pemilih yang memenuhi syarat berhak untuk memilih dan setiap pemilih hanya berhak untuk memasukkan suaranya satu kali. 3. Privacy (privasi) yaitu tidak seorang pun yang dapat menghubungkan seseorang dengan hasil pilihannya. 4. Robustness yaitu tidak ada gangguan yang menghalangi pelaksanaan pemungutan suara. Jadi aspek ini berkaitan erat dengan aspek security (keamanan). 5. Verifiability yaitu setiap orang dapat membuktikan bahwa tidak ada manipulasi terhadap hasil perhitungan. 6. Uncoercibility yaitu tidak adanya paksaan kepada pemilih dalam menentukan pilihannya. Agar tidak terjadi maka pemilih harus tidak dapat membuktikan hasil pilihannya kepada orang lain (receipt freeness). II-8

29 7. Fairness yaitu setiap orang tidak dapat mengetahui hasil pemilihan sebelum proses pemilihan selesai dan dilakukan perhitungan suara. 8. Verifiable participation yaitu mampu membuktikan apakah seseorang telah melakukan pemungutan suara atau belum [11]. Pada sub bab berikut akan dijelaskan mengenai beberapa contoh penelitian terkait dengan sistem e-voting. II.4.1 E-Vox E-Vox adalah sebuah sistem e-voting yang dikembangkan oleh Mark A. Herschberg pada tesis yang berjudul Secure Electronic Voting Over the World Wide Web tahun 1997 [8]. Sistem E-Vox mempunyai kelebihan dalam kemudahan akses oleh pemilih. Pemilih hanya membutuhkan username (identitas pemilih) dan password untuk dapat mengakses sistem tersebut. Pemilih tidak perlu menggunakan otentikasi lainnya. Penanganan keamanan sistem ditangani secara internal dan tidak menyulitkan calon pemilih dalam mengoperasikan sistem tersebut. Sistem E-Vox secara umum mempunyai desain yang cukup sederhana. Sistem tersebut terdiri dari empat buah modul utama yaitu counter, administrator, anonymizer, dan voter applet. Counter digunakan untuk menghitung hasil pemungutan suara. Administrator memverifikasi data pemilih dan memberikan tanda bahwa surat suara yang telah masuk tersebut sah. Anonymizer adalah modul yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan data pemilih. Dan terakhir adalah voter applet yang digunakan sebagai antar muka langsung ke pemilih. Desain proses sistem E-Vox dapat dilihat pada gambar II-2. Berikut ini penjelasan proses yang dilakukan pada sistem E-Vox tersebut. 1. Pemilih memilih kandidat yang diinginkan yang telah dienkripsi menggunakan voter applet. 2. Surat suara kemudian dikirimkan ke administrator menggunakan jaringan yang aman. 3. Administrator memverifikasi bahwa pemilih mempunyai hak untuk memilih. Administrator kemudian mengirimkan kembali surat suara tersebut ke pemilih setelah diberi tanda (setelah waktu pemungutan suara selesai, administrator II-9

30 mempublikasikan daftar nama pemilih, surat suara yang telah dienkripsi, dan tanda dari administrator). 4. Pemilih memverifikasi tanda dari administrator dan kemudian membuka surat suara tersebut. 5. Surat suara tersebut kemudian dikirimkan ke anonymous server. 6. Semua surat suara diterima anonymous server sebelum waktu pemungutan suara selesai. 7. Surat suara yang terkumpul dihitung setelah mengkonfirmasi tanda yang diberikan oleh administrator. 8. Setelah selesai, counter memberikan tanda bahwa proses telah berhasil dilakukan ke modul anonymizer dan kemudian diteruskan ke voter applet. Gambar II-2 Arsitektur Sistem E-Vox [8] II.4.2 e-vote Sistem e-vote adalah sebuah sistem voting berbasis internet. e-vote adalah sebuah proyek yang dilakukan oleh konsursium terdiri dari universitas-universitas dan perusahaanperusahaan IT di Eropa pada tahun e-vote mempunyai tujuan untuk membuat desain, mengembangkan, dan melakukan validasi sebuah sistem e-voting berbasis internet. Sistem ini meliputi registrasi pemilih, validasi pemilih, mengumpulkan suara, dan melakukan perhitungan hasil suara. II-10

31 Sistem e-vote terdiri dari empat macam domain aplikasi yang berbeda yaitu pemilihan umum, pemilihan pada internal organisasi, referendum, dan jejak pendapat. Setiap domain aplikasi tersebut mempunyai requirement dan arsitektur sistem yang berbeda-beda. Pada dokumen tesis ini, sistem e-vote yang dibahas hanya pada modul pemilihan umum karena karakteristiknya paling sesuai dengan model yang dikembangkan pada tesis ini. Sistem e-vote mempunyai kelebihan mengenai banyaknya pilihan arsitektur sistem yang bisa digunakan. Misalnya, proses penanganan otentikasi calon pemilih ada banyak alternatif yang bisa digunakan, alternatif tersebut antara lain otentikasi dengan satu password, otentikasi dengan dua password, otentikasi menggunakan kartu chip, dan lain-lain. Pada contoh model yang digunakan sebagai perbandingan saat ini adalah salah satu bentuk umum arsitektur sistem e-vote. Gambar II-3 adalah contoh model arsitektur umum sistem e-vote. Gambar II-3 Arsitektur Sistem e-vote [7] Berikut ini adalah penjelasan setiap komponen dari Gambar II-3 Arsitektur Sistem e- VOTE. 1. Web browser adalah aplikasi untuk mengakses web server yang berisi aplikasi e- voting. Jadi web browser menjadi suatu e-voting front end yang berinteraksi langsung dengan pemilih. 2. Web server adalah aplikasi di sisi server yang mengelola aplikasi e-voting yang akan diakses oleh pemilih menggunakan web browser. II-11

32 3. Certification Authority (CA) adalah modul yang berfungsi untuk memeriksa apakah calon pemilih mempunyai hak akses untuk memilih atau tidak. 4. Registration client adalah berisi daftar calon pemilih. Daftar calon pemilih tersebut akan dimasukkan ke modul CA dan modul Message board untuk membuktikan apakah calon pemilih yang masuk tersebut telah terdaftar atau belum. 5. Message board adalah bagian server yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menghitung suara yang telah masuk. 6. Tally server adalah bagian server untuk melakukan dekripsi terhadap hasil pemungutan suara setelah proses pemungutan suara selesai dilakukan. 7. Administrative client adalah komputer client untuk kegiatan administratif yang hanya digunakan apabila kegiatan administratif tersebut tidak dilakukan otomatis pada Message board. Kegiatan adminstratif tersebut antara lain perhitungan suara secara manual, pemeriksaan daftar pemilih, dan pemeriksaan daftar suara yang telah masuk. II.4.3 MarkPledge MarkPledge adalah sistem e-voting yang dikembangkan oleh Andrew Neff sekitar tahun Secara umum, sistem MarkPledge mempunyai arsitektur seperti pada Gambar II-4. Gambar II-4 Arsitektur Sistem MarkPledge [1] Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada arsitektur sistem MarkPledge sesuai gambar II Voting Machine adalah mesin yang digunakan untuk melakukan proses pemungutan suara. II-12

33 2. Bulletin board adalah modul yang digunakan untuk mengumpulkan data suara yang telah masuk dan melakukan perhitungan hasil pemungutan suara. 3. Helper adalah bagian yang bertugas memverifikasi surat suara apakah surat suara yang masuk valid atau tidak. Berikut ini adalah proses yang terjadi pada saat pelaksanaan pemungutan suara menggunakan sistem MarkPledge. 1. Pemilih masuk ke bilik pemungutan suara, sebuah tempat yang terjaga privasinya, dan kemudian mengaktifkan mesin voting (voting machine). 2. Pemilih memasukkan suara pilihannya ke mesin voting. 3. Mesin membuat surat suara dijital berisi hasil pilihan pemilih yang telah dienkripsi. 4. Suara yang masuk akan diverifikasi oleh bagian helper untuk menentukan valid atau tidaknya surat suara tersebut. Jika surat suara tersebut valid maka proses akan dilanjutkan ke bagian berikutnya. Dan jika tidak, maka pemilih harus kembali memasukkan suara pilihannya. 5. Pemilih memasukkan sebuah password yang digunakan untuk membuka surat suara yang telah dienkripsi. 6. Mesin menampilkan password tersebut dan juga menambahkan data dummy yang digunakan untuk melindungi privasi pemilih. 7. Suara yang telah ditambahkan data dummy tersebut kemudian dikirimkan ke modul bulletin board. Modul ini bertugas untuk mengumpulkan surat suara dijital dan kemudian menghitungnya setelah waktu pemungutan suara berakhir. 8. Mesin mengirimkan surat suara yang telah dienkripsi dan kemudian pemilih menerima receipt (bukti hasil pilihan) [4]. Pada paper yang ditulis oleh Ben Adida [1] membahas mengenai jaminan terhadap hasil penghitungan suara pada skema voting system MarkPledge. Salah satu bagian yang sangat penting pada sebuah sistem pemungutan suara (voting) adalah verifikasi terhadap hasil pemungutan suara. Ada dua hal yang penting yang harus diverifikasi. Pertama adalah memastikan bahwa tidak ada manipulasi terhadap pilihan yang sudah masuk pada surat suara. Dan yang kedua adalah memastikan bahwa surat suara yang masuk dihitung dengan benar sesuai pilihan yang ada pada surat suara. II-13

34 Ada dua macam metode yang digunakan dalam memastikan terhadap hasil penghitungan suara. Metode pertama adalah universal verifiability. Pada metode ini semua orang dapat memverifikasi bahwa hanya pemilih yang terdaftar yang memasukkan suara dan suara yang masuk dihitung dengan benar. Setelah semua suara masuk ke bulletin board maka semua orang dapat memastikan bahwa data orang yang telah memasukkan pilihan sesuai dengan data suara yang masuk. Metode kedua adalah ballot casting assurance. Pada metode ini hanya pemilih yang dapat memverifikasi sendiri bahwa surat suara yang dimasukkan dihitung sesuai dengan pilihan yang dia masukkan. Cara yang dilakukan adalah pada saat memilih pemilih memperoleh receipt. Receipt tersebut berisi bukti bahwa suara yang telah dimasukkan tidak dimanipulasi dan pemilih dapat melakukan pengecekan pada bulletin board. II.4.4 Sistem E-Voting Terpusat Sistem E-Voting Terpusat adalah sistem yang dikembangkan oleh Philip Anderson Hutapea pada tahun 2009 sebagai bagian dari tugas akhir program studi Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung [8]. Sistem yang dikembangkan tersebut membahas lebih mendalam mengenai cara menangani faktor keamanan data khususnya terkait masalah kerahasiaan data. Metode yang digunakan untuk mengatasi faktor tersebut adalah dengan melakukan kriptografi. Sistem ini menggunakan kartu pemilihan, yaitu sebuah kartu kecil yang mempunyai chip memory dan digunakan sebagai media penyimpanan suara yang dapat digunakan untuk perhitungan suara secara manual. Gambar II-5 berisi mengenai arsitektur sistem e-voting terpusat. Berikut ini adalah penjelasan alur pada skema pelaksanaan sistem e-voting tersebut. 1. Secara umum sistem dibagi menjadi dua bagian utama yaitu sistem yang berada di TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan sistem di KPU (Komisi Pemilihan Umum). 2. Sistem di TPS dibagi menjadi beberapa proses sebagai berikut. a. Pemilih melakukan pendaftaran ulang pada bagian registrasi di TPS. b. Pemilih memperoleh kartu suara yang datanya telah dienkripsi dan kemudian melakukan inisiasi kartu. c. Sistem melakukan validasi kartu suara yang dimasukkan oleh pemilih. II-14

35 d. Pemilih melakukan pengisian suara. e. Sistem menyimpan suara yang masuk. 3. Setelah pelaksanaan pemungutan suara selesai, komputer-komputer yang berada di TPS akan mengirimkan data suara tersebut ke KPU melalui jaringan komputer yang aman. Gambar II-5 Arsitektur Sistem E-voting Terpusat [8] II.5 Web II.5.1 Pengertian Umum Web World Wide Web (WWW) atau biasa disebut web adalah sebuah sistem yang saling terkait menggunakan dokumen hypertext yang diakses melalui jaringan internet. Sebuah halaman web yang berisi teks, gambar, video, dan file multimedia lainnya dapat diakses menggunakan web browser. Web pertama kali muncul pada awal tahun 1991 yang dikembangkan oleh Tim Berners-Lee. Pada tahun 1993, teknologi web menjadi teknologi yang bebas digunakan oleh siapa saja tanpa biaya apapun. Hal ini mendorong perkembangan penggunaan teknologi web dengat sangat pesat. Dalam pemanfaatan teknologi web tersebut, banyak standar yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa standar yang sangat sering digunakan dalam teknologi web. Selain beberapa standar di bawah, sebenarnya masih banyak standar lain yang digunakan. II-15

36 HTML (HyperText Markup Language) atau XHTML (extended HTML). Standar ini adalah markup language untuk mendefinisikan struktur dan interpretasi dokumen hypertext yang dikeluarkan oleh W3C (World Wide Web Consortium) yang dikepalai oleh Tim Berners-Lee. CSS (Cascading Style Sheets). Standar ini adalah standar stylesheets yang dikeluarkan oleh W3C untuk mengatur tampilan pada suatu halaman web. URI (Uniform Resource Identifier). Standar ini adalah sebuah sistem umum yang digunakan untuk mengakses suatu sumber di internet, baik berupa dokumen hypertext, gambar, atau sumber lainnya. Standar ini dikeluarkan oleh IETF (Internet Engineering Task Force). HTTP (HyperText Transfer Protocol). Standar ini digunakan untuk memberikan spesifikasi bagaimana web browser dan server saling mengenali dan berkomunikasi. Secara umum cara kerja web adalah sebagai berikut. Pertama adalah mengakses suatu halaman web dengan memasukkan URI dari halaman tersebut pada web browser. Web browser kemudian mengakses web server sesuai dengan URI yang telah dimasukkan. Jika URI yang dimasukkan tadi masih menggunakan nama web server (belum menggunakan IP address) maka nama web server tersebut harus diubah menjadi sebuah IP adress menggunakan DNS (Domain Name System). DNS adalah sebuah basis data global terdistribusi yang menyimpan data seluruh nama web server. Setelah permintaan dari web browser sampai ke web server, maka web server kemudian memberikan balasan sesuai permintaan web browser tersebut dengan protokol tertentu, misalnya protokol HTTP. Setelah web browser menerima paket yang dikirim oleh web server, maka web browser kemudian menerjemahkan isi paket tersebut dan menampilkannya ke layar sesuai dengan spesifikasi paket tersebut. II.5.2 Keamanan Web Aspek keamanan (security) merupakan aspek yang sangat penting dalam penggunaan web. Banyak komputer melakukan akses pada jaringan yang sama menimbulkan kerawanan II-16

37 dalam pemanfaatan web. Berikut ini adalah beberapa macam serangan terhadap suatu jaringan internet. 1. Scanning. Pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba mempelajari dan mengenali jaringan dan sistem yang digunakan. Jika mereka telah menguasainya, maka hal tersebut akan mempermudah mereka dalam merusak sistem. 2. Denial of Service (DoS). Tipe serangan ini dilakukan untuk membuat sistem tidak mampu memberikan layanan kembali. 3. Sniffing. Serangan ini digunakan untuk mengetahui informasi yang dipertukarkan antara komputer client dan server. 4. Hijacking. Serangan ini dilakukan dengan cara mengambil alih koneksi yang terjadi antara komputer client dan server. 5. Physical. Pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba melakukan akses secara langsung pada komputer server. 6. Back door. Tidak ada suatu perangkat lunak yang sempurna, baik sistem operasi, sistem basis data, maupun sistem yang kita kembangkan. Serangan tipe ini dilakukan dengan cara menyerang kelemahan-kelemahan sistem tersebut. 7. Social engineering. Serangan cara ini dilakukan dengan cara menyusupkan orangorang agar mempunyai hak akses terhadap sistem tersebut untuk menghancurkan sistem maupun melakukan pencurian data [5]. Tidak ada sebuah sistem mempunyai tingkat keamanan yang sempurna. Meskipun tingkat keamanan sistem tidak ada yang sempurna, saat ini telah banyak sistem-sistem yang memanfaatkan jaringan internet khususnya teknologi web. Pemilihan teknologi web tersebut karena web mempunyai kelebihan dalam hal kemudahan akses dari mana saja hanya menggunakan web browser. Tingkat keamanan sebuah sistem sangat tergantung pada tingkat kepentingan sistem tersebut, misalnya sistem perbankan dan e-commerce harus mempunyai tingkat keamanan yang tinggi karena resiko yang dihadapi cukup besar apabila ada penyusup. Demikian juga dengan sistem e-voting, sistem ini harus mempunyai tingkat keamanan yang tinggi karena jika sistem ini berhasil ditembus maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan pada sistem. Berikut ini adalah beberapa cara untuk meingkatkan keamanan sistem. II-17

38 1. Education. Pembelajaran bagi semua pihak yang terkait baik pengguna, maupun administrator dengan sistem merupakan hal yang sangat penting. Mereka harus mengetahui bagaimana cara untuk menjaga keamanan sistem sesuai dengan hak akses yang mereka miliki terhadap sistem. 2. Application security. Meningkatkan keamanan aplikasi yang digunakan baik sistem operasi, sistem basis data, dan sistem lainnya. Pemahaman mengenai sistem yang digunakan merupakan hal yang penting untuk dimiliki agar mampu melakukan pengamanan dari sudut pandang aplikasi. 3. Phisycal security. Pengamanan dilakukan langsung secara fisik, misalnya pengamanan pada ruang server dengan penjagaan satpam. 4. Firewall. Pengamanan dilakukan dengan cara mengatur lalu lintas jaringan. Penggunaan VPN (Virtual Private Network) dapat digunakan untuk membatasi pihak-pihak yang diperbolehkan untuk mengakses jaringan [5]. Gambar II-6 Karakteristik Keamanan Sistem Penentuan tingkat keamanan sebuah sistem yang terhubung ke jaringan internet sangat tergantung pada karakteristik sistem tersebut. Gambar II-6 Karakteristik Keamanan Sistem II-18

39 menunjukkan karakteristik umum keamanan sistem pada jaringan serta kecenderungan sistem ISP, militer, dan keuangan terhadap karakteristik tersebut. Sistem tersebut harus mampu menyeimbangkan antara availability (ketersediaan layanan), integrity (integritas data), dan confidentiality (kerahasiaan data) sesuai dengan karakteristiknya [5]. Sebagai contoh sistem pada ISP (Internet Service Provider) akan lebih fokus pada availability, sistem militer lebih fokus pada confidentiality, dan sistem keuangan akan lebih fokus pada integrity. Karakteristik sistem tersebut akan mempengaruhi desain sistem baik dari sudut pandang perangkat keras, perangkat lunak, maupun jaringan. II-19

40 BAB III ANALISIS Bab ini membahas mengenai analisis kebutuhan terkait e-voting. Analisis tersebut meliputi analisis terhadap sistem lain yang dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan model, analisis kebutuhan baik fungsional maupun non-fungsional, serta analisis mengenai aktor yang terlibat dalam sistem e-voting. Aktor tersebut akan menjadi acuan dalam pembuatan diagram use case dari model e-voting yang akan dikembangkan. III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain Pada Bab II.4. E-Voting telah disebutkan beberapa contoh sistem e-voting yang telah dikembangkan. Pada tesis ini hanya disebutkan empat buah contoh sistem yaitu E-Vox, e- VOTE, MarkPledge, dan Sistem E-voting Terpusat. Sebenarnya selain keempat sistem itu masih banyak lagi sistem e-voting yang telah dikembangkan maupun telah digunakan di berbagai negara. Pemilihan ketiga sistem pertama tersebut sebagai tinjauan pustaka dalam tesis ini karena sistem tersebut mempunyai model yang serupa dan bisa dijadikan acuan dalam pembuatan model e-voting berbasis web. Sedangkan Sistem E-voting Terpusat dijadikan acuan karena sistem tersebut merupakan sistem yang telah dikembangkan sebelumnya di ITB (Institut Teknologi Bandung). Pengembangan model e-voting berbasis web ini diharapkan dapat memberikan kelanjutan mengenai penelitian sistem e-voting di ITB. Keempat sistem tersebut mempunyai fokus pembahasan pada hal yang sama yaitu security (keamanan) dan privacy (kerahasiaan). Kedua hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting agar suatu sistem e-voting dapat berjalan dengan baik dan diterima oleh masyarakat. Untuk menjaga security dan privacy, keempat sistem tersebut menggunakan metode yang berbeda-beda. Pada sistem E-Vox faktor keamanan ditangani oleh sebuah modul bernama Administrator, Modul tersebut bertugas untuk melakukan validasi terhadap surat suara yang masuk. Jika surat suara tersebut valid maka Administrator akan memberikan tanda pada surat suara tersebut sehingga surat suara tersebut bisa masuk proses selanjutnya. Sedangkan untuk III-1

41 menangani masalah kerahasiaan, E-Vox melakukan penanganan khusus menggunakan modul Anonymizer. Modul tersebut berfungsi untuk menyamarkan surat suara yang masuk. Pada sistem e-vote, validasi pemilih dilakukan dua kali oleh modul yang berbeda. Modul tersebut adalah Registration Client dan CA (Certification Authority). Sedangkan masalah kerahasiaan data, e-vote tidak melakukan penanganan secara khusus dengan modul tersebut. Penanganan kerahasiaan data sudah menjadi bagian yang terintegrasi dalam modul-modul e-vote. Pada sistem MarkPledge, penanganan faktor keamanan dan kerahasiaan data secara khusus tidak tampak dalam arsitekturnya. Sistem MarkPledge lebih menekankan pada verifikasi terhadap hasil perhitungan suara. Pada sistem tersebut, verifikasi perhitungan suara dilakukan dengan dua macam cara yaitu universal verifiability dan ballot casting assurance. Universal verifiability adalah verifikasi yang dapat dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap hasil suara sedangkan ballot casting assurance adalah verifikasi hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh pemilih (setiap pemilih hanya dapat melakukan verifikasi terhadap surat suaranya masing-masing). Pada Sistem E-voting Terpusat, penanganan faktor keamanan dan kerahasiaan data dilakukan pada modul yang berada di TPS. Sistem ini menggunakan metode batch processing, data disimpan pada komputer TPS, dan kemudian pada saat penghitungan suara data tersebut dikirimkan ke komputer KPU. Sistem menggunakan suatu kartu kecil yang menggunakan chip memory untuk penyimpanan suara. Sistem ini sangat menekankan mengenai metode kriptografi yang digunakan. Dari beberapa sudut pandang yang berbeda dapat dibuat kesimpulan bahwa sistem E-Vox mempunyai kelebihan dalam kejelasan mengenai aliran data antar modul. Selain itu, sistem ini juga baik dalam menjaga kerahasiaan data hasil pemilihan dengan adanya modul Anonymizer. Sistem e-vote mempunyai kelebihan dalam kemiripan dengan sistem pemilihan umum yang berlaku di Indonesia saat ini. Kedua sistem tersebut melibatkan aktor-aktor yang hampir sama. Selain itu, sistem e-vote juga menggunakan teknologi yang sama, yaitu teknologi web. III-2

42 Sistem MarkPledge mempunyai kelebihan dalam verifikasi hasil suara. Hal ini sangat diperlukan agar hasil perhitungan suara dapat diterima oleh semua pihak dan mampu meminimalisir tindakan anarkis akibat ketidakpuasan terhadap hasil perhitungan suara yang sering terjadi di Indonesia. Sedangkan sistem e-voting terpusat secara khusus memfokuskan diri pada penanganan masalah keamanan. Sistem ini menggunakan kartu dengan chip memory untuk mengatasi masalah keamanan tersebut. Sistem e-voting terpusat tersebut mempunyai karakteristik yang cukup berbeda dengan model yang akan dikembangkan pada tesis ini. Pada tesis ini, model difokuskan pada penggunaan teknologi web sehingga prosesnya bersifat real time, sedangkan sistem e-voting terpusat bersifat batch processing. Perbandingan secara lebih jelas dalam bentuk tabel antara sistem E-Vox, sistem e-vote, sistem MarkPledge, dan sistem e-voting terpusat yang dikembangkan oleh Philip Anderson Hutapea dapat dilihat pada Lampiran A. Perbandingan Sistem E-Vox, e-vote, MarkPledge, dan E-Voting Terpusat. III.2 Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan (requirement) sistem e-voting terdiri dari dua tipe kebutuhan yaitu kebutuhan fungsional dan kebutuhan non fungsional. Secara umum, kebutuhan non fungsional suatu perangkat lunak terdiri dari empat macam, yaitu: 1. Usability. Usability adalah kebutuhan non fungsional terkait dengan kemudahan penggunaan sistem atau perangkat lunak oleh user. 2. Reliability. Reliability yaitu kebutuhan terkait kehandalan sistem atau perangkat lunak termasuk juga faktor keamanan (security) sistem. 3. Portability. Portability adalah kemudahan dalam pengaksesan sistem khususnya terkait dengan faktor waktu dan lokasi pengaksesan, serta perangkat atau teknologi yang digunakan untuk mengakses. Perangkat atau teknologi tersebut meliputi perangkat lunak, perangkat keras, dan perangkat jaringan. 4. Supportability. Supportability adalah kebutuhan terkait dengan dukungan dalam penggunaan sistem atau perangkat lunak. III-3

43 Berikut ini adalah kebutuhan (requirement) sistem e-voting baik kebutuhan fungsional maupun kebutuhan non fungsional. Kebutuhan fungsional dan non fungsional tersebut harus memenuhi persyaratan e-voting yang disebutkan pada bab II. III.2.1 Kebutuhan Fungsional Kebutuhan fungsional sistem e-voting adalah sebagai berikut. 1. FR-01. Sistem harus mampu memfasilitasi proses pemilihan umum di Indonesia yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu pemilihan legislatif (anggota DPR atau DPRD1 atau DPRD 2 dan anggota DPD) dan pemilihan kepala negara atau kepala daerah. 2. FR-02. Sistem harus mampu melakukan verifikasi data pemilih (voter) pemilihan umum dan mencatat status pemilih apakah telah melakukan proses pemungutan suara atau belum. Sistem harus dapat membuktikan apakah seseorang telah melakukan proses pemilihan atau belum. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan verifiable participation. 3. FR-03. Pemilih dapat memasukkan pilihannya ke dalam sistem. Kebutuhan ini harus memenuhi persyaratan democracy yaitu seorang pemilih hanya berhak memasukkan suara sebanyak satu kali. 4. FR-04. Sistem harus dapat menjumlahkan hasil pemilihan. 5. FR-05. Sistem harus dapat menampilkan data hasil pemilihan secara detail, tetapi kerahasisaan pemilih tetap terjaga. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan privacy yaitu hasil pemungutan suara harus tidak dapat dihubungkan dengan siapa yang melakukan pemilihan. Selain itu seorang pemilih tidak dapat membuktikan hasil pilihannya. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan receipt freeness. 6. FR-06. Sistem harus dapat menampilkan rekapitulasi data hasil pemilihan. Data hasil perhitungan suara harus harus dapat diverifikasi dan dibuktikan bahwa tidak ada manipulasi terhadap hasil perhitungan suara. Kebutuhan ini sesuai dengan persyaratan verifiability. Selain itu kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan fairness. Setiap orang tidak boleh mengetahui hasil perhitungan suara sebelum proses pemungutan suara selesai dilakukan. III-4

44 7. FR-07. Penyelenggara dan pengawas dapat melakukan validasi hasil perhitungan suara. Validasi tersebut digunakan untuk membuktikan bahwa hasil perhitungan suara dilakukan dengan tepat atau akurat. Kebutuhan ini harus memenuhi dengan persyaratan e-voting yaitu accuracy. III.2.2 Kebutuhan Non Fungsional Kebutuhan non fungsional sistem e-voting adalah sebagai berikut. 1. Usability a. NR-01. Sistem e-voting mempunyai tampilan (antarmuka) dan mekanisme pemungutan suara yang mudah untuk dipahami. Antarmuka dan mekanisme tersebut harus menyerupai mekanisme pemilihan umum secara konvensional seperti yang masih berjalan saat ini agar mempermudah proses pembelajaran. Sebagai perbandingan, pemerintah Indonesia membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit hanya untuk melakukan sosialisasi perubahan mekanisme pemilihan umum tahun Pada tahun-tahun sebelumnya, pemilihan dilakukan dengan cara mencoblos sedangkan pada tahun 2009 pemilihan dilakukan dengan cara mencontreng ( ). b. NR-02. Memfasilitasi pemilih yang sebenarnya mempunyai hak pilih namun mempunyai keterbatasan secara fisik. 2. Reliability a. NR-03. Sistem harus dapat berjalan terus tanpa kegagalan akses selama proses pemungutan suara sampai dengan perhitungan hasil. Jadi sistem e- voting tersebut harus mempunyai perangkat lunak server, perangkat keras server, perangkat lunak client, perangkat keras client, dan perangkat jaringan yang handal. b. NR-04. Aspek keamanan (security) harus terjamin. Keamanan sistem ini harus mampu menjamin integritas (integrity) dan kerahasiaan (privacy) data. Selain keamanan data, keamanan server, client, dan jaringan secara fisik juga harus benar-benar terjaga. III-5

45 3. Portability a. NR-05. Sistem dapat diakses dari berbagai lokasi. b. NR-06. Perangkat client yang digunakan mengakses sistem dapat bermacam-macam jenis baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras yang digunakan. 4. Supportability a. NR-07. Sistem e-voting harus mempunyai dokumentasi teknis. b. NR-08. Sistem e-voting harus mempunyai dokumen manual penggunaan. c. NR-09. Ada dukungan teknis jika diperlukan. III.3 Analisis Proses III.3.1 Aktor Pelaksanaan proses pemungutan suara di Indonesia melibatkan 4 aktor utama. Berikut ini adalah aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan pemungutan suara: 1. Pemilih. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak untuk memilih (berusia 17 tahun ke atas atau telah menikah) dan tidak dicabut hak pilihnya. Pemilih berkewajiban untuk melakukan proses pemilihan dan berhak untuk mengetahui bahwa tidak ada manipulasi terhadap hasil pemilihan. 2. Peserta pemilu. Peserta pemilu mempunyai kepentingan agar tidak terjadi kecurangan yang dapat merugikan mereka. Sesuai penjelasan pada Bab II-2, peserta pemilu ada tiga macam, antara lain sebagai berikut. a. Partai politik untuk pemilihan anggota DPR, DPRD tingkat 1, dan DPRD tingkat 2. b. Wakil partai atau perseorangan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. c. Perseorangan untuk pemilihan anggota DPD. 3. Penyelenggara pemilu. Penyelanggara pemilu di Indonesia dilakukan oleh KPU maupun elemen-elemen di bawahnya. KPU bertanggung jawab untuk melaksanakan pelaksanaan pemilu dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 4. Pengawas pemilu. Pengawas pemilu di Indonesia dilakukan oleh Banwaslu dan elemen-elemen di bawahnya. Banwaslu bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan validasi agar pelaksanaan pemilihan umum dapat memenuhi asas pemilihan umum yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. III-6

46 III.3.2 Proses Berikut ini adalah aktivitas-aktivitas yang terjadi selama pelaksaaan pemungutan suara dan melibatkan ke empat aktor yang telah disebutkan sebelumnya. Proses-proses tersebut akan digambarkan keterkaitannya dengan aktor menjadi sebuah diagram use case. Pada diagram use case di bawah, proses yang ditampilkan hanya proses yang menjadi bagian dari sistem e-voting sesuai dengan pendefinisian kebutuhan fungsional yang telah disebutkan pada sub bab III.2.1 Kebutuhan Fungsional. Sebenarnya proses yang terjadi selama pelaksanaan pemilihan umum masih ada banyak aktivitas lainnya, tetapi hal tersebut bukan menjadi bagian dari sistem e-voting sehingga tidak masuk dalam pembahasan. Gambar III-1 Use case pemilihan umum III-7

47 Berikut ini adalah penjelasan setiap use case pada gambar III-1 Use Case Pemilihan Umum di atas. Penjelasan tersebut meliputi kode use case, kebutuhan fungsional yang terkait dengan use case tersebut, deskripsi use case, dan kemudian kondisi sebelum (precondition) serta kondisi sesudah (postcondition) proses tersebut dilakukan. Atribut Nama Kode Kebutuhan fungsional Deskripsi Tabel III-1 Deskripsi use case validasi data pemilih Keterangan Validasi data pemilih UC-01 FR-01, FR-02 Penyelenggara (KPU) melakukan validasi terhadap data pemilih yang akan ikut serta pemungutan suara. Precondition Data pemilih telah tersedia. Postcondition Data pemilih yang akan mengikuti pemungutan suara telah dinyatakan valid. Tabel III-2 Deskripsi use case login Atribut Keterangan Nama Login Kode UC-02 Kebutuhan FR-02 fungsional Deskripsi Pemilih melakukan login untuk mengakses sistem e-voting. Precondition Data pemilih telah tersedia dan telah dinyatakan valid. Postcondition Jika login berhasil maka pemilih berhak mengakses sistem e- voting, dan jika gagal maka pemilih tidak diperbolehkan mengakses sistem e-voting. Tabel III-3 Deskripsi use case memasukkan pilihan Atribut Keterangan Nama Memasukkan pilihan Kode UC-03 Kebutuhan FR-03 fungsional Deskripsi Pemilih memasukkan pilihan sesuai yang diharapkan. Precondition Data peserta (partai atau perseorangan) yang akan dipilih telah tersedia. Pemilih telah melakukan login. Postcondition Data hasil pilihan tersimpan. III-8

48 Tabel III-4 Deskripsi use case menjumlahkan pilihan Atribut Keterangan Nama Menjumlahkan pilihan Kode UC-04 Kebutuhan FR-04 fungsional Deskripsi Sistem melakukan penjumlahan hasil pilihan yang telah dimasukkan oleh para pemilih. Precondition Data hasil pilihan telah dimasukkan oleh para pemilih Waktu proses pemilihan telah selesai. Postcondition Proses perhitungan suara telah selesai dilakukan. Tabel III-5 Deskripsi use case melihat hasil pemilihan Atribut Keterangan Nama Melihat hasil pemilihan Kode UC-05 Kebutuhan FR-05, FR-06 fungsional Deskripsi Pemilih, pengawas, dan peserta dapat melihat atau memantau hasil perhitungan suara. Precondition Proses pemilihan telah selesai. Proses perhitungan suara telah selesai dilakukan. Postcondition Hasil perhitungan suara ditampilkan. Tabel III-6 Deskripsi use case logout Atribut Keterangan Nama Logout Kode UC-06 Kebutuhan FR-02 fungsional Deskripsi Pemilih melakukan logout setelah selesai memasukkan suara Precondition Pemilih telah melakukan login Postcondition Session dihapus Atribut Nama Kode Kebutuhan fungsional Deskripsi Tabel III-7 Deskripsi use case memantau data pemilih Keterangan Memantau data pemilih UC-07 FR-02 Penyelenggara dapat memantau data para pemilih yang telah memberikan suaranya. Precondition - Postcondition Jumlah pemilih yang telah melakukan pemungutan suara telah diketahui. III-9

49 Tabel III-8 Deskripsi use case validasi data hasil perhitungan Atribut Keterangan Nama Validasi data hasil perhitungan Kode UC-08 Kebutuhan FR-07 fungsional Deskripsi Penyelenggara dan pengawas dapat melakukan validasi terhadap hasil perhitungan suara Precondition Proses perhitungan suara telah selesai dilakukan Postcondition Data hasil perhitungan suara dinyatakan valid III.4 Aspek Sistem E-Voting Selain analisis kebutuhan sistem e-voting yang telah dilakukan sebelumnya, ada beberapa aspek yang harus juga diperhatikan. Aspek ini sangat mempengaruhi pelaksanaan e-voting. Berikut ini adalah beberapa aspek yang mempengaruhi suatu sistem e-voting dapat berjalan dengan baik. 1. Teknologi. Aspek teknologi merupakan aspek yang paling menonjol pada sistem e- voting jika dibandingkan dengan sistem voting secara manual. Penggunaan teknologi selain memberikan banyak peluang baru misalnya terkait dengan biaya yang lebih murah, waktu yang lebih cepat, ketepatan hasil penghitungan suara, dan lain sebagainya. Selain itu, penggunaan teknologi juga memunculkan ancaman baru khususnya terkait dengan keamanan data hasil pemilihan. Dengan pemanfaatan teknologi menunculkan celah-celah keamanan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pemungutan suara secara manual. Oleh karena itu, banyak penelitian tentang e-voting yang memfokuskan pada aspek keamanan (security). 2. Hukum. Aspek hukum merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem e- voting. Sistem e-voting digunakan sebagai perwujudan untuk menegakkan demokrasi pada suatu negara sehingga penerapannya harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Penerapan sistem e-voting tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada penyesuaian hukum yang berlaku dengan sistem e-voting yang akan diterapkan. 3. Sosial. Aspek sosial sering kali terabaikan dalam pembahasan suatu sistem e-voting. Padahal, sebuah sistem khususnya terkait dengan teknologi akan berjalan dengan baik apabila sistem tersebut sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang ada. Misalnya ada sebuah sistem e-voting yang memenuhi hampir semua persyaratan yang ada tidak diterima oleh masyarakat karena sistem tersebut mensyaratkan III-10

50 prosedur pemakaian yang rumit padahal tingkat pendidikan masyarakat masih cukup rendah. Jadi analisis mengenai syarat apa yang lebih penting bagi masyarakat tersebut sangat diperlukan agar sistem e-voting dapat diterima dan berjalan dengan baik. 4. Prosedur operasional. Prosedur operasional merupakan prosedur pengoperasian sistem e-voting. Prosedur ini meliputi operasi sistem secara manual, proteksi terhadap sistem secara fisik, dan lain sebagainya. III.5 Keamanan Sistem E-Voting Berdasarkan karakteristik keamanan sistem, khususnya sistem berbasis web yang ada pada sub bab II.5.2 mengenai Keamanan Web, sistem e-voting mempunyai karakteristik yang sama seperti sistem keuangan seperti yang ditunjukkan pada gambar III-2. Sistem e-voting mempunyai titik berat keamanan sistem pada bagian integrity (integritas data). Kecenderungan tersebut karena integritas data pada sistem e-voting merupakan bagian yang paling penting agar sistem e-voting mampu memberikan hasil sesuai harapan. Gambar III-2 Karakteristik Sistem E-voting Berikut ini adalah aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengelola keamanan sistem e-voting. 1. Kontrol akses terhadap sistem. a. Kontrol akses terhadap perangkat lunak termasuk pengelolaan password untuk mengakses sistem dan sistem operasi. b. Kontrol akses terhadap perangkat keras. III-11

51 c. Kontrol akses terhadap jaringan komunikasi. d. Pengawasan terhadap akses yang diberikan. 2. Keamanan sistem secara fisik. a. Keamanan lokasi tempat melakukan pemungutan suara. b. Keamanan lokasi tempat penyimpanan server sistem e-voting. 3. Keamanan perangkat lunak sistem. a. Keamanan terkait instalasi perangkat lunak dan sistem operasi. b. Perlindungan dari aplikasi jahat misalnya virus, trojan horse, dll. c. Keamanan dan integritas data. 4. Keamanan jaringan sistem. a. Melakukan enkripsi jika memanfaatkan jaringan yang dapat diakses publik. b. Memanfaatkan jaringan komunikasi yang aman misalnya menggunakan VPN (Virtual Private Network). III-12

52 BAB IV MODEL WEB-VOTE Bab ini membahas mengenai model sistem e-voting yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil analisis pada bab sebelumnya. Pada bab sebelumnya (bab III.4 tentang Aspek Sistem E-voting) telah disebutkan aspek-aspek yang sangat berpengaruh agar sistem e- voting dapat berjalan lancar dan memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Aspek tersebut adalah aspek teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Pada bab ini, model sistem akan dilakukan dari sudut pandang teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Model sistem e-voting yang dikembangkan pada tesis ini diberi nama Web-Vote. Model Web-Vote adalah model e-voting berbasis web untuk memenuhi kebutuhan pemilihan umum legislatif maupun presiden di Indonesia. Gambar IV-1 menunjukkan gambar model Web-Vote secara umum. Penjelasan lebih detail setiap bagian pada model Web-Vote dapat dilihat pada sub bab-sub bab berikutnya. Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote IV-1

53 IV.1 Model Teknologi Web-Vote Faktor teknologi adalah faktor yang paling menonjol pada sistem e-voting. Secara umum, desain sistem e-voting adalah berbasis client dan server seperti pada gambar IV-2 Desain Umum Sistem karena sistem e-voting ini berbasis web. Sistem e-voting beserta seluruh datanya di simpan pada komputer server. Kemudian sistem tersebut dapat diakses dari komputer client dengan menggunakan web browser. Jaringan komunikasi data yang dilewati antara client dan server harus dipastikan aman misalnya menggunakan VPN (Virtual Private Network). Gambar IV-2 Desain Umum Sistem Pada sistem e-voting berbasis web, bagian yang menonjol adalah pada bagian server. Pada bagian client, hanya berupa web browser biasa seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, Safari, Google Chrome atau web browser lainnya. Sedangkan bagian server, terdapat beberapa fungsi yang harus ditangani. Pada gambar IV-3 tentang Desain E-voting Server dapat dilihat desain server sistem e-voting secara lebih detail. Gambar IV-3 Desain E-voting Server Berikut ini penjelasan mengenai setiap modul pada gambar IV-3 mengenai desain e-voting server. 1. Modul Authentication. Modul untuk menangani permintaan login dari komputer client. Jika data antara username dan password telah sesuai, maka kemudian IV-2

54 dilakukan pengecekan status pemilih. Jika pemilih sudah melakukan pemungutan suara maka pemilih tidak berhak mengakses modul selanjutnya. 2. Modul Ballot casting. Modul ini digunakan untuk menangani proses pemungutan suara. Pemilih (voter) akan memilih peserta (candidate) sesuai yang mereka inginkan. Hasil pemungutan suara harus melalui modul Anonymizer terlebih dahulu sebelum data hasil pemilihan disimpan. 3. Modul Anonymizer. Modul ini digunakan untuk menyamarkan data surat suara yang masuk. Jadi selain pemilih, tidak ada seorangpun yang mengetahui pilihan yang dimasukkan oleh pemilih. Data surat suara yang telah disamarkan harus tetap valid dan merepresentasikan hasil pemilihan umum yang benar. 4. Modul Counter. Modul ini digunakan untuk menghitung hasil surat suara yang telah masuk setelah proses pemungutan suara selesai dilakukan. Berikut ini penjelasan mengenai setiap basis data pada gambar VI-3 mengenai desain e- voting server. 1. Basis data Voter. Basis data ini berisi data pemilih (voter) yang telah dinyatakan valid dan berhak mengikuti pemilihan umum. Sebelum pelaksanaan pemilihan umum berlangsung, penyelenggara (KPU) harus memastikan bahwa data yang disimpan pada basis data voter benar-benar valid. Basis data Voter harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Data pemilih valid. b. Menyimpan data terkait status pemilih apakah telah melakukan proses pemungutan suara atau belum. 2. Basis data Candidate. Basis data ini berisi data peserta (candidate) pemilihan umum yang akan dipilih oleh pemilih. Basis data Candidate harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Berisi data kandidat calon anggota legislatif dan calon presiden. b. Data kandidat valid. 3. Basis data Voting result. Basis data ini berisi data surat suara yang telah masuk. Basis data Voting result harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. a. Berisi data detail hasil pemungutan suara. b. Detail hasil pemungutan suara tidak dapat dihubungkan dengan data pemilih. IV-3

55 Berikut ini adalah penjelasan langkah-langkah yang terjadi pada e-voting server. 1. Calon pemilih (voter) melakukan permintaan login dengan memasukkan username dan password melalui komputer client. 2. Modul Authentication akan memeriksa apakah data username dan password yang dimasukkan tersebut telah sesuai dengan basis data voter. Jika telah sesuai, maka pemilih berhak untuk mengakses modul selanjutnya. 3. Pemilih mengakses modul ballot casting untuk memasukkan pilihannya. Modul ballot casting akan mengambil data peserta pemilihan umum dari basis data candidate. 4. Setelah pemilih menentukan pilihannya, maka modul anonymizer akan menyamarkan data pemilih sehingga tidak dapat ditelusuri pilihan apa yang telah dimasukkan oleh pemilih tersebut. Modul anonymizer tersebut akan memberikan receipt (bukti) bahwa pemilih telah memasukkan suaranya. Cara kerja modul anonymizer adalah modul ini akan memberikan nomor acak dan unik (berbeda untuk setiap pemilih), dan kemudian nomor tersebut yang akan disimpan ke basis data voting result beserta pilihannya. Kemudian pemilih memperoleh receipt (bukti) yang berisi nomor acak tersebut. Jadi ketika proses penghitungan suara telah dilakukan, pemilih dapat memastikan bahwa suara yang dia masukkan telah benarbenar dihitung dan tidak ada manipulasi terhadap surat suara yang telah masuk. 5. Proses yang terakhir adalah proses perhitungan suara oleh modul counter. Modul ini akan menghitung suara yang tersimpan dalam basis data voting result setelah periode pemungutan suara selesai dilakukan. 6. Penyelenggara pemilihan umum (KPU) dan pengawas pemilihan umum (Banwaslu) harus melakukan validasi data hasil perhitungan suara dengan membandingkan antara jumlah suara yang telah masuk dengan jumlah pemilih yang telah melakukan proses pemungutan suara. IV.2 Model Hukum Web-Vote Secara umum, model hukum Web-Vote dibagi menjadi dua bagian, yaitu Dasar Hukum dan Materi Hukum. Dasar hukum berisi sistem e-voting harus mempunyai dasar hukum yang jelas sehingga hasil yang diperoleh mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Sistem e- voting minimal diatur oleh peraturan setingkat undang-undang (UU). Jadi hasil pemilihan umum yang diperoleh dengan sistem e-voting dapat diakui dan digunakan. IV-4

56 Sedangkan Materi Hukum berisi tentang isi materi hukum terkait sistem e-voting. KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum dan Banwaslu sebagai pengawas pemilihan umum harus menunjuk masing-masing wakil mereka untuk mengakses sistem e-voting. Sistem e- voting hanya boleh diakses oleh perwakilan dari KPU dan pada saat pengaksesan harus selalu dalam pengawasan perwakilan Banwaslu yang telah ditunjuk. Berikut ini adalah mekanisme pengaturan akses terhadap komputer server, client, dan jaringan yang akan digunakan pada pelaksanaan sistem e-voting. 1. Pengaturan hak akses terhadap komputer server e-voting. a. Komputer server e-voting hanya boleh diakses oleh perwakilan pihak penyelenggara (KPU). b. Setiap pengaksesan ke komputer server harus dilakukan pengawasan oleh pihak pengawas (Banwaslu). c. Pihak penyelenggara harus melakukan validasi terhadap data pemilih yang disimpan dalam basis data voter. d. Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, pihak penyelenggara bersama pihak pengawas harus memastikan bahwa komputer server berjalan dengan baik dan basis data voting result masih kosong. 2. Pengaturan hak akses terhadap komputer client. a. Server e-voting hanya dapat diakses oleh komputer client yang telah tersedia di TPS (Tempat Pemungutan Suara). b. Sebelum pelaksanaan pemungutan suara, pihak penyelenggara bersama pihak pengawas harus memastikan bahwa komputer client berjalan dengan baik dan dapat digunakan untuk mengakses server e-voting. 3. Pengaturan hak akses terhadap jaringan internet. a. Jaringan internet yang digunakan untuk komunikasi antara komputer server dan client sistem e-voting harus benar-benar aman. IV-5

57 IV.3 Model Sosial Web-Vote Faktor sosial sering kali terlupakan pada desain suatu sistem. Cara konversi sistem dan cara sosialisasi sering kali kurang diperhatikan pada awal pengembangan sistem. Berikut ini adalah faktor-faktor sosial yang harus diperhatikan agar sistem e-voting dapat berjalan dengan baik. Prosedur pelaksanaan pemilihan umum menggunakan sistem e-voting dibuat serupa dengan sistem konvensional yang telah dilakukan sebelumnya agar memudahkan masyarakat dalam belajar dan mengurangi resistensi terhadap sistem yang baru. Kegiatan sosialisasi sistem baru harus dilakukan ke semua lapisan masyarakat melalui media cetak (surat kabar), media elektronik (televisi, radio, internet), dan penyuluhan langsung ke masyarakat melalui perwakilan dari kelurahan, RW (Rukun Warga), atau RT (Rukun Tetangga). Secara umum, konversi sistem dari sistem lama ke sistem baru ada empat macam metode. Gambar IV-4 Konversi Sistem menunjukkan perbedaan antara keempat metode tersebut. Gambar IV-4 Konversi Sistem Berikut ini adalah penjelasan dari setiap metode tersebut. 1. Konversi hanya dilakukan pada sebagian tempat atau sub organisasi (menggunakan pilot project atau proyek percontohan) dan dilakukan secara paralel (ada overlapping antara sistem lama dan sistem baru). 2. Konversi dilakukan pada seluruh bagian organisasi dan dilakukan secara paralel. IV-6

58 3. Konversi dilakukan pada sebagian tempat atau sub organisasi dan dilakukan secara langsung. Jadi sistem lama langsung tidak terpakai, digantikan oleh sistem yang baru. 4. Konversi dilakukan pada seluruh organisasi dan dilakukan secara langsung. Konversi sistem pemilihan umum dari konvensional ke sistem e-voting sebaiknya menggunakan metode pertama, yaitu metode yang menggunakan proyek percontohan dan dilakukan secara paralel. Masyarakat bebas memilih akan menggunakan pemungutan suara secara konvensional maupun menggunakan sistem e-voting. Jadi masyarakat yang masih berpendidikan rendah dan kurang mengenal teknologi tidak dipaksakan secara langsung untuk mengadopsi sistem baru. Penerapan sistem e-voting di Indonesia pada tahap pertama sebaiknya diprioritaskan pada masyarakat dengan kriteria sebagai berikut. Pendidikan relatif tinggi, minimal setingkat SLTA (Sekolah Lanjut Tingkat Atas). Tinggal di daerah perkotaan yang mempunyai akses informasi dan khususnya informasi melalui internet cukup baik. Penguasaan mengenai teknologi informasi khususnya internet cukup baik. Masyarakat yang cukup terbuka dalam menerima hal-hal yang baru khususnya halhal yang berkaitan dengan teknologi baru. IV.4 Model Prosedur Operasional Web-Vote Model prosedur operasional sistem adalah desain mengenai cara pengoperasian sistem e- voting pada saat proses pemungutan suara. Prosedur pengoperasian sistem e-voting pada bagain server dan jaringan yang menghubungkan client dengan server sudah cukup tercakup dalam desain hukum sistem yang telah dijelaskan pada sub bab IV.2 Model Hukum Sistem. Gambar IV-4 menunjukkan prosedur operasional sistem pada bagian client. Sistem e-voting berbasis web sebenarnya memungkinkan untuk diakses dari mana saja dan dengan komputer dengan spesifikasi standar asalkan komputer tersebut mempunyai web browser. Namun, pada desain prosedur operasional sistem ini hak akses sistem e-voting dibatasi hanya boleh diakses dari komputer-komputer yang berada di TPS. Cara ini dipilih IV-7

59 agar teknologi ini bisa diadopsi dengan baik oleh masyarakat dan dengan tingkat resistensi sekecil mungkin. Pada perkembangan ke depannya, sistem e-voting berbasis web ini diharapkan dapat diakses dari mana saja. Hal tersebut mungkin tercapai apabila tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduk Indonesia sudah cukup tinggi. Dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang tinggi, peluang untuk munculnya praktek jual beli suara dapat diminimalisir. Cara adopsi secara bertahap dipilih sesuai dengan pengalaman implementasi sistem e- voting yang telah dilakukan oleh negara lain. Negara-negara tersebut rata-rata membutuhkan dua sampai tiga periode pemilihan umum agar sistem e-voting dapat diterapkan secara nasional. Gambar IV-5 Alur Pelaksanaan Pemungutan Suara Berikut ini adalah alur pergerakan pemilih (voter) pada saat pelaksanaan pemungutan suara seperti pada Gambar IV Pertama calon pemilih memasuki pintu masuk TPS. Pintu masuk dan pintu keluar TPS dibedakan, jadi calon pemilih tidak boleh masuk dari pintu keluar. Setelah memasuki pintu masuk, calon pemilih akan melakukan pendaftaran. Pada bagian pendaftaran ini akan dilakukan pengecekan apakah calon pemilih tersebut telah IV-8

60 terdaftar sebagai calon pemilih. Selain itu juga dilakukan pengecekan apakah dia telah mengikuti pemungutan suara atau belum. Setelah calon pemilih dinyatakan telah terdaftar dan belum melakukan pemungutan suara maka dia berhak untuk mengikuti tahap selanjutnya, yaitu tahap pemungutan suara. Dia berhak memilih untuk melakukan pemungutan suara secara konvensional maupun menggunakan sistem e-voting. 2. Pelaksanaan pemungutan suara dengan metode konvensional terdiri dari tiga tahapan yang harus dilalui. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pemilih mengambil kertas suara. Pada saat pengambilan kertas suara, pemilih harus memastikan bahwa kertas suara yang dia ambil dalam kondisi baik dan tidak cacat. b. Pemilih melakukan pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara di dalam bilik suara. c. Setelah selesai melakukan pencoblosan atau pencontrengan, pemilih memasukkan kertas suara tersebut ke dalam kotak suara. 3. Pelaksanaan pemungutan suara menggunakan sistem e-voting. Berikut ini tahaptahap yang dilakukan selama mengakses sistem e-voting. a. Pertama sebelum mengakses sistem e-voting yang ada di server, pemilih harus memasukkan data username dan password untuk melakukan login. b. Setelah pemilih berhasil melakukan login, pemilih kemudian memilih calon anggota legislatif atau partai, calon anggota DPD, atau calon kepala pemerintahan sesuai dengan pilihannya. c. Sistem kemudian membangkitkan kode yang unik untuk setiap pemilih sebagai bukti pemilih telah memasukkan pilihannya. Kode tersebut digunakan untuk menyamarkan data pilihan yang telah dimasukkan oleh pemilih. d. Pemilih kemudian mencatat kode tersebut untuk mengecek apakah hasil pilihan yang telah dia masukkan telah tersimpan dan tidak ada manipulasi terhadap hasil pilihan setelah tahap perhitungan hasil suara selesai dilakukan. e. Pemilih kemudian menyimpan hasil pilihan tersebut. 4. Setelah pemilih selesai melakukan pemungutan suara baik menggunakan metode konvensional maupun menggunakan sistem e-voting harus melalui tahap Pencatatan terlebih dahulu sebelum keluar TPS. Data pemilih akan dicatat telah melakukan IV-9

61 pemungutan suara sehingga dia tidak akan bisa melakukan pemungutan suara kembali baik ditempat semula maupun di TPS lainnya. Jari pemilih diberi tanda dengan tinta, seperti yang telah dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya di Indonesia, sebagai tanda bahwa dia telah melakukan proses pemungutan suara. IV-10

62 BAB V PROTOTYPE DAN PENGUJIAN Bab ini membahas mengenai implementasi pembuatan prototype sistem e-voting berbasis web. Pembuatan prototype berisi dua macam hal yaitu perancangan kelas dan perancangan interaksi sistem. Pembuatan prototype digunakan untuk mempermudah dalam pemahaman model yang telah dijelaskan pada bab IV. Selain itu, bab ini juga berisi pengujian terhadap prototype maupun model sistem yang telah dihasilkan pada bab IV. Pengujian prototype digunakan untuk membuktikan bahwa prototype yang dikembangkan telah sesuai dengan hasil analisis kebutuhan fungsional yang dinyatakan dalam bentuk diagram use case pada bab III. Sedangkan pengujian model digunakan untuk membuktikan bahwa model yang telah diutarakan pada bab IV sudah memenuhi kebutuhan fungsional maupun non fungsional hasil analisis pada bab III. V.1 Prototype Prototype Web-Vote terdiri dari empat buah modul. Berikut ini adalah modul-modul yang ada pada prototype dan penjelasan dari setiap modul tersebut. 1. Modul legislative Modul legislative digunakan untuk melakukan pemungutan suara pada pemilihan umum legislatif. Pemilihan umum legislatif meliputi pemilihan anggota DPR, anggota DPRD tingkat 1, anggota DPRD tingkat 2, dan anggota DPD. Modul ini hanya dapat diakses pada saat pemilihan umum legislatif di TPS-TPS. 2. Modul president Modul president digunakan untuk melakukan pemungutan suara pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Modul ini hanya dapat diakses pada saat pemilihan umum presiden di TPS-TPS. 3. Modul result Modul result digunakan untuk melihat hasil perhitungan suara setelah proses pemungutan suara selesai dilakukan. Modul ini dapat diakses secara bebas oleh masyarakat melalui jaringan internet. V-1

63 4. Modul admin Modul admin adalah modul tambahan yang digunakan oleh panitia di TPS-TPS untuk mencatat para pemilih yang melakukan pemungutan suara secara konvensional menggunakan kertas suara. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk menghindari seseorang melakukan pemungutan suara lebih dari satu kali. Sedangkan bagi pemilih yang memilih dengan menggunakan e-voting datanya langsung tercatat dalam sistem. Modul ini hanya boleh diakses oleh panitia pemilihan umum (anggota KPU di TPS) dan selalu dalam pengawasan anggota pengawas pemilihan umum (Banwaslu) untuk menghindari praktek kecurangan. V.1.1 Perancangan Kelas Sub bab ini berisi rancangan kelas pada prototype sistemweb-vote. Rancangan kelas yang ada pada gambar V-1 merupakan tinjauan logik (logical view). Tinjauan logik bersifat statik, menggambarkan kelas-kelas konseptual yang membangun sistem dan keterhubungan antara kelas-kelas konseptual. Kelas konseptual tersebut dibagi menjadi tiga tipe kelas, yaitu kelas entity, kelas control, dan kelas boundary. Kelas entity adalah kelas yang hanya mengetahui hal-hal terkait kelas itu sendiri. Kelas control merupakan kelas yang bertugas melakukan manipulasi terhadap kelas lain. Sedangkan kelas boundary adalah kelas yang menghubungkan dengan sistem lain dan termasuk juga menghubungkan dengan tampilan pada layar. Gambar V-1 berisi paket-paket (packages) yang ada pada sistem Web-Vote. Gambar V-1 Package Sistem Web-Vote V-2

64 Berikut ini adalah penjelasan dari setiap package yang ada pada sistem Web-Vote. 1. admin - Package ini berisi kelas-kelas yang menangani modul admin. 2. includes - Package ini digunakan untuk menangani kelas-kelas entity. Kelas-kelas tersebut bertugas untuk melakukan akses ke basis data dan memanipulasi data pada basis data 3. president - Package ini digunakan untuk menangani modul president. 4. legislative - Package ini digunakan untuk menangani modul legislative. 5. result - Package ini digunakan untuk menangani modul result. Detail diagram kelas dari setiap package dapat dilihat pada Lampiran B tentang diagram kelas admin, lampiran C tentang diagram kelas includes, lampiran D tentang diagram kelas president, lampiran E tentang diagram kelas legislative, dan lampiran F tentang diagram kelas result. V.1.2 Perancangan Basis Data Sub bab ini berisi rancangan basis data pada prototype sistem Web-Vote. Rancangan basis data mengacu pada hasil perancangan kelas yang telah didefinisikan sebelumnya. Perancangan basis data disesuaikan dengan kelas-kelas bertipe entity yang telah didefinisikan sebelumnya. Perancangan basis data sistem Web-Vote dapat dilihat pada Lampiran G. V.1.3 Perancangan Interaksi Sistem Sub bab ini berisi rancangan interaksi pada prototype sistem Web-Vote. Rancangan interaksi tersebut terdiri dari dua macam bagian. Pertama adalah perancangan sitemap, perancangan sitemap digunakan untuk menunjukkan alur interaksi sistem Web-Vote. Perancangan sitemap sistem Web-Vote dapat dilihat pada Lampiran H. Kedua adalah perancangan antarmuka, perancangan antarmuka digunakan untuk menunjukkan antarmuka sistem ke pengguna. Lampiran I berisi beberapa contoh bentuk tampilan atau antarmuka sistem Web-Vote. V-3

65 V.2 Pengujian V.2.1 Pengujian Prototype Pengujian prototype digunakan untuk membuktikan bahwa prototype yang dikembangkan telah sesuai dengan hasil analisis kebutuhan fungsional yang dinyatakan dalam bentuk diagram use case pada bab III. Pengujian prototype dilakukan secara black box testing, yaitu pengujian fungsional tanpa memperhatikan alur eksekusi program, hanya untuk membuktikan hasil eksekusi program sesuai dengan harapan. Pengujian tersebut dilakukan dengan cara membuat test case (kasus uji) sesuai dengan diagram use case. Hasil pengujian prototype dapat dilihat pada Lampiran J. V.2.2 Pengujian Model Pengujian model digunakan untuk membuktikan bahwa model yang telah diutarakan pada bab IV sudah memenuhi kebutuhan fungsional maupun non fungsional hasil analisis pada bab III. Berikut ini adalah validasi model terhadap kebutuhan fungsional yang telah didefinisikan pada bab III. 1. FR-01. Sistem harus mampu memfasilitasi proses pemilihan umum di Indonesia yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu pemilihan legislatif (anggota DPR atau DPRD1 atau DPRD 2 dan anggota DPD) dan pemilihan kepala negara atau kepala daerah. Pembuktian: Pembuatan modul legislative dan modul president secara terpisah telah mengakomodasi kebutuhan tersebut. Modul legislative dan modul president hanya dapat diakses sesuai dengan waktu pemungutan suara masing-masing. Jadi pada saat pemungutan suara legislative, modul president belum dapat diakses. Begitu juga sebaliknya, modul legislative sudah tidak dapat diakses kembali pada saat periode pemungutan suara presiden. 2. FR-02. Sistem harus mampu melakukan verifikasi data pemilih (voter) pemilihan umum dan mencatat status pemilih apakah telah melakukan proses pemungutan suara atau belum. Sistem harus dapat membuktikan apakah seseorang telah melakukan proses pemilihan atau belum. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan verifiable participation. Pembuktian: V-4

66 Pada model ini, verifikasi hanya dilakukan dengan calon pemilih memasukkan data nomor identitas diri (nomor KTP atau Kartu Tanda Penduduk) dan password. Data password tersebut diperoleh pada saat pendataan calon pemilih untuk melakukan pembuatan DPT (Daftar Pemilih Tetap). DPT adalah daftar pemilih tetap yang berhak melakukan pemilihan umum. Model ini tidak menangani tahapan tersebut. Jadi dengan mengasumsikan bahwa kerahasiaan data password yang diperoleh tersebut terjaga dengan baik, maka hanya calon pemilih yang berhak saja yang dapat mengakses sistem ini. 3. FR-03. Pemilih dapat memasukkan pilihannya ke dalam sistem. Kebutuhan ini harus memenuhi persyaratan democracy yaitu seorang pemilih hanya berhak memasukkan suara sebanyak satu kali. Pembuktian: Setelah pemilih melakukan pemungutan suara, dia memperoleh kode acak sebagai tanda terima bahwa pemilih telah melakukan pemungutan suara. Kode tanda terima tersebut bersifat unik untuk setiap pilihan. Setelah pemilih tersebut selesai melakukan pemungutan suara, dia dapat melakukan pengecekan apakah suara yang telah dia masukkan tersebut benar-benar tercatat di sistem dan tidak ada manipulasi dengan cara memasukkan kode tanda terima yang telah dia peroleh. Setiap pemilih yang telah melakukan pemungutan suara datanya telah dicatat sehingga apabila pemilih tersebut mengakses kembali sistem e-voting, dia sudah tidak boleh memasukkan data kembali. Bagi pemilih yang melakukan pemungutan suara dengan cara konvensional, setiap akan keluar dari lokasi TPS datanya langsung dicatat. Jadi setelah pemilih tersebut keluar dari lokasi TPS maka pemilih tersebut tidak akan diperbolehkan masuk kembali karena pada pintu masuk TPS dilakukan pemeriksaan, jika seseorang telah melakukan pemungutan suara maka dia tidak berhak masuk ke lokasi TPS kembali. 4. FR-04. Sistem harus dapat menjumlahkan hasil pemilihan. Pembuktian: Setiap suara yang masuk akan dicatat dalam sistem. Suara tersebut kemudian akan dihitung dan ditampilkan hasil rekapitulasinya. Jadi untuk membuktikan apakah sistem berhasil dalam menjumlahkan hasil pemilihan maka dapat dilihat pada pembuktian terkait rekapitulasi data hasil pemilihan. V-5

67 5. FR-05. Sistem harus dapat menampilkan data hasil pemilihan secara detail, tetapi kerahasisaan pemilih tetap terjaga. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan privacy yaitu hasil pemungutan suara harus tidak dapat dihubungkan dengan siapa yang melakukan pemilihan. Selain itu seorang pemilih tidak dapat membuktikan hasil pilihannya. Kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan receipt freeness. Pembuktian: Setelah pemilih melakukan pemilihan dan memperoleh nomor tanda terima, nomor tanda terima tersebut pada basis data tidak mempunyai keterkaitan apapun dengan identitas pemilih. Jadi setiap orang tidak dapat membuktikan hasil pemilihan seseorang. 6. FR-06. Sistem harus dapat menampilkan rekapitulasi data hasil pemilihan. Data hasil perhitungan suara harus harus dapat diverifikasi dan dibuktikan bahwa tidak ada manipulasi terhadap hasil perhitungan suara. Kebutuhan ini sesuai dengan persyaratan verifiability. Selain itu kebutuhan ini harus sesuai dengan persyaratan fairness. Setiap orang tidak boleh mengetahui hasil perhitungan suara sebelum proses pemungutan suara selesai dilakukan. Pembuktian: Rekapitulasi data dapat dibuktikan dengan melihat hasil detail dari data pemilihan serta dengan membandingkan hasil pemilihan dengan jumlah pemilih yang telah melakukan proses pemilihan. Jika detail data yang dimunculkan itu valid, dan jumlah pemilih sesuai dengan data yang masuk maka data hasil rekapitulasi dapat dianggap valid. Sistem yang menampilkan rekapitulasi data hanya boleh diakses jika proses pemungutan suara telah selesai. Pada prototype yang dihasilkan, proses penampilan rekapitulasi data ditangani oleh modul yang berbeda, sehingga penyelenggara dapat mengatur waktu kapan modul tersebut dapat diakses. 7. FR-07. Penyelenggara dan pengawas dapat melakukan validasi hasil perhitungan suara. Validasi tersebut digunakan untuk membuktikan bahwa hasil perhitungan suara dilakukan dengan tepat atau akurat. Kebutuhan ini harus memenuhi dengan persyaratan e-voting yaitu accuracy. Pembuktian: Penyelenggara dan pengawas dapat memverifikasi data hasil pemungutan suara dengan cara melakukan pengecekan terhadap detail suara yang masuk serta dengan V-6

68 membandingkan kesesuaian jumlah data yang masuk dengan jumlah pemilih yang telah melakukan proses pemilihan. Berikut ini adalah validasi model terhadap kebutuhan non fungsional yang telah didefinisikan pada bab III. 1. Usability a. NR-01. Sistem e-voting mempunyai tampilan (antarmuka) dan mekanisme pemungutan suara yang mudah untuk dipahami. Pembuktian: Tampilan antarmuka pada prototype yang telah dibuat, disesuaikan dengan tampilan pemungutan suara menggunakan kertas suara. Contoh desain antarmuka sistem Web-Vote dapat dilihat pada Lampiran I. b. NR-02. Memfasilitasi pemilih yang sebenarnya mempunyai hak pilih namun mempunyai keterbatasan secara fisik. Pembuktian: Metode pemilihan umum ini masih mengadopsi aturan-aturan yang berlaku saat jika, jika pemilih mempunyai keterbatasan fisik maka pemilih tersebut berhak didampingi oleh orang yang dia percayai untuk melakukan proses pemungutan suara. 2. Reliability a. NR-03. Sistem harus dapat berjalan terus tanpa kegagalan akses selama proses pemungutan suara sampai dengan perhitungan hasil. Pembuktian: Jika sistem ini digunakan, sistem ini harus menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan yang tingkat kegagalannya mendekati nol. Selain itu, sistem tersebut juga harus mempunyai sistem cadangan sehingga jika sistem pertama tidak bisa digunakan, maka sistem cadangan tersebut langsung menggantikannya. b. NR-04. Aspek keamanan (security) harus terjamin. Keamanan sistem ini harus mampu menjamin integritas (integrity) dan kerahasiaan (privacy) data. Selain keamanan data, keamanan server, client, dan jaringan secara fisik juga harus benar-benar terjaga. V-7

69 Pembuktian: Integritas dan kerahasiaan data dijaga dengan cara membatasi hak akses terhadap sistem baik secara fisik maupun non fisik dengan mekanisme pengaturan mengenai hukum dan prosedur kerja sistem yang telah didefinisikan pada bab IV. Sedangkan dari sudut pandang teknologi, integritas dan kerahasiaan dijamin dengan pemanfaatan server, clienti, dan jaringan komunikasi yang aman. 3. Portability a. NR-05. Sistem dapat diakses dari berbagai lokasi. Pembuktian: Sistem Web-Vote dapat diakses dari beberapa macam web browser yang tersedia di pasaran, misalnya yang telah digunakan pada pengujian adalah Internet Explorer 7 dan Mozilla Firefox 3. Kedua web browser tersebut merupakan web browser yang paling umum digunakan di seluruh dunia dan dapat dijalankan pada komputer dengan spesifikasi standar. Jadi selama komputer client dapat mengakses jaringan internet dan berhak mengakses server Web-Vote maka sistem tersebut masih dapat diakses. Tetapi pada desain Web-Vote ini, sistem ini hanya dapat diakses di KPU-KPU untuk proses pemilihan umumnya. Sedangkan pada saat melihat hasil perhitungan suara, sistem ini dapat diakses dari semua lokasi. b. NR-06. Perangkat client yang digunakan mengakses sistem dapat bermacam-macam jenis baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras yang digunakan. Pembuktian: Sistem Web-Vote dapat diakses dari bermacam-macam web browser, misalnya Internet Explorer 7 dan Mozilla Firefox 3 yang digunakan pada saat pengujian. Secara umum web browser dapat dijalankan di berbagai spesifikasi perangkat keras komputer standar dan juga di bermacam-macam sistem operasi misalnya Windows XP, Windows Vista, MacOS, Linux Ubuntu, dan lain-lain. V-8

70 4. Supportability a. NR-07. Sistem e-voting harus mempunyai dokumentasi teknis. Pembuktian: Pada pembuatan model e-voting ini, dokumen teknis masih belum dibuat karena sistem yang dikembangkan masih bersifat prototype. b. NR-08. Sistem e-voting harus mempunyai dokumen manual penggunaan. Pembuktian: Pada pembuatan model e-voting ini, dokumen manual penggunaan sistem masih belum dibuat. c. NR-09. Ada dukungan teknis jika diperlukan. Pembuktian: Dukungan teknis harus diberikan jika model ini benar-benar diimplementasikan. Tetapi karena hasil akhir dari tesis ini hanya sebuah model maka hal-hal terkait dukungan teknis masih belum bisa dibuktikan. V-9

71 BAB VI PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan mengenai pembuatan model e-voting yang telah dilakukan serta saran untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya dari model yang telah dihasilkan tersebut. VI.1 Kesimpulan Kesimpulan dari tesis ini adalah sebagai berikut. 1. Model e-voting yang dihasilkan adalah model yang bersifat spesifik untuk pemilihan umum di Indonesia. Prototype dibangun berdasarkan ketentuan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden di Indonesia. 2. Pembuatan model sistem Web-Vote dilakukan dengan cara melakukan perbandingan beberapa sistem e-voting yang telah dikembangkan sebelumnya. Secara umum, sistem Web-Vote harus memenuhi persyaratan terkait accuracy, democracy, privacy, robustness, verifiablity, uncoercibility, fairness, dan verifiable participation. 3. Model sistem Web-Vote sudah mencakup semua aspek yang terkait dengan empat faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor teknologi, hukum, sosial, dan prosedur operasional. Pada penelitian-penelitian lain terkait e-voting, secara umum fokus pembahasan dititikberatkan pada faktor teknologi. 4. Pengembangan dan pemanfaatan e-voting berbasis web masih jarang jika dibandingkan dengan sistem e-voting terpusat. Pada sudut pandang prosedur operasional model Web-Vote, teknologi web masih dimanfaatkan sebagai suatu sistem e-voting terpusat, yaitu proses pemilihan masih dilaksanakan di TPS-TPS agar adaptasi masyarakat dengan sistem baru lebih mudah. VI.2 Saran Saran yang diberikan dari tesis ini adalah sebagai berikut. 1. Jika model Web-Vote akan digunakan untuk kasus-kasus e-voting yang lain misalnya pada pemilihan kepala daerah, referendum, dll, maka harus dilakukan penyesuaian terlebih dahulu khususnya terkait faktor hukum, sosial, dan prosedur operasional. VI-1

72 2. Fokus penelitian teknologi e-voting sebaiknya diarahkan ke teknologi berbasis web karena teknologi tersebut lebih murah dan mudah dalam penerapannya. Dunia perbankan sudah berhasil menerapkan transaksi keuangan berbasis internet sehingga secara dari sudut pandang keamanan, teknologi web sudah terbukti cukup handal. 3. Penerapan sistem e-voting sebaiknya mulai diterapkan pada pemilihan umum daerah sesuai model sosial sistem Web-Vote. 4. Jika sistem e-voting terpusat pada TPS-TPS sudah diterapkan pada masyarakat dan masyarakat sudah mampu mengadopsi teknologi tersebut, maka penerapan sistem e- voting sebaiknya mulai diarahkan kepada akses sistem e-voting secara bebas melalui jaringan internet. Dengan demikian, keunggulan teknologi web dalam kemudahan pengaksesan dapat dimanfaatkan secara maksimal. VI-2

73 DAFTAR REFERENSI 1 Adida, Ben dan C. Andrew Neff (2006) : Ballot Casting Assurance, Massachusetts Institute of Technology, United States. 2 Arifin, Firdaus (2007) : Demokrasi Konstitusional, Pascasarjana Unpad, Bandung. 3 Benoist, Emmanuel, dkk (2007) : Internet-Voting: Opportunity or Threat for Democracy, Springer. 4 Carback III, Richard T. (2008) : Security Innovations in the Punchscan Voting System, University of Maryland. 5 Dunsmore, Bradley, dkk (2001) : Mission Critical Internet Security, Syngress. 6 Filho, Jose Rodrigues, dkk (2007) : E-Voting in Brazil The Risks to Democracy, Federal University of Paraiba, Brazil dan Acadia University, Kanada. 7 Grabow, H. (2002) : Consolidated Prototype 1 Documentation, University of Essen. 8 Herschberg, Mark A. (1997) : Secure Electronic Voting Over the World Wide Web, Massachusetts Institute of Technology, United States. 9 Hutapea, Philip Anderson (2009) : Pembangunan Model Sistem E-Voting Terpusat Studi Kasus: Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat, Program Studi Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung. 10 Krimmer, Robert, dkk (2007) : The Development of Remote E-Voting Around the World: A Review of Roads and Directions, Springer. 11 Lambrinoudakis, Costas dkk (2002) : Secure Electronic Voting: Trends and Perspectives, Capabilities and Limitations, Kluwer Academic Publishers. 12 Murata, Takuji, dkk. (2002) : Universal Design for E-Voting System in Japan, The University of Tokyo, Japan. 13 Rivest, Ronald L. (2000) : Electronic Voting, Massachusetts Institute of Technology, United States. 14 Rofiuddin (2007) : Sumber Dana Pemilu Nasional dan Daerah Diusulkan Terpisah, xii

74 15 Rusydi, Ibnu (2005) : Mendagri : KPUD Sumber Konflik Pilkada, 16 Taghavi, T. dkk (2007) : A Verifiable Multi Authority E-Voting Scheme for Real World Environment, Springer. 17 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 perubahan IV. 18 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. xiii

75 DAFTAR PUSTAKA 1 Ahlir, Si Sinan (2003) : Learning UML, O Reilly. 2 Benaloh, Josh (2006) : Simple Verifiable Elections, Microsoft Research. 3 Calandrino, Joseph A. dkk. (2007) : Machine-Assisted Election Auditing, Princeton University, United States. 4 Chonoles, Michael Jesse dan James A. Schardt (2003) : UML 2 for Dummies, Hungry Minds. 5 Hall, Joseph Lorenzo (2007) : Contractual Barriers to Transparency in Electronic Voting, University of California, United States. 6 Herrnson, Paul S. dkk. (2006) : The Importance of Usability Testing of Voting Systems, University of Maryland, United States. 7 Hisamitsu, Hiroki dan Keiji Takeda (2007) : The Security Analysis of e-voting in Japan, Springer. 8 Pender, Tom (2003) : UML Bible, John Wiley and Sons. 9 Pieters, Wolter (2006) : Acceptance of Voting Technology: Between Confidence and Trust, Springer. 10 Pressman, Roger S. (2001) : Software Engineering: A Practitioner's Approach, McGraw-Hill. 11 Riva, Ben dan Amnon Ta-Shma (2007) : Bare-Handed Electronic Voting with Preprocessing, Tel-Aviv University, Israel. 12 Sandler, Daniel dan Dan S. Wallach (2007) : Casting Votes in the Auditorium, Rice University, United States. xiv

76 Lampiran A Perbandingan Sistem E-Vox, e-vote, MarkPledge, dan Sistem E-Voting Terpusat Tabel di bawah berisi perbandingan antara sistem E-Vox, e-vote, MarkPledge, dan sistem E-Voting Terpusat. No. Kriteria E-Vox e-vote MarkPledge E-Voting Terpusat 1. Security (keamanan data) dan privacy Tidak ada modul khusus yang menangani (kerahasiaan data) Security ditangani secara spesifik oleh modul Administrator dan privacy ditangani secara spesifik oleh modul Anonymizer Ada banyak alternatif, pada contoh model yang diacu, penanganan dilakukan oleh modul Registration Client dan Certification Authority (CA) Fokus pada faktor keamanan. Faktor keamanan ditangani oleh kelas SymmetricEncryt dan EnkripKartu 2. Verifikasi hasil Tidak ada metode khusus untuk verifikasi hasil Tidak ada metode khusus untuk verifikasi hasil Menggunakan metode universal verifiability dan ballot casting assurance Tidak ada metode khusus untuk verifikasi hasil 3. Pemrosesan data Real time Real time Real time Batch 4. Platform Java applet Berbasis web Java applet Java desktop 5. Kelebihan Penanganan security dan privacy jelas terlihat Berbasis web, sesuai dengan model yang akan dikembangkan Mempunyai metode verifikasi data yang bagus Studi kasus mirip, pemilu di Indonesia A-1

77 Lampiran B Diagram Kelas Admin Lampiran B berisi diagram kelas dari package admin pada prototype Web-Vote yang telah disebutkan pada bab V. Gambar B-1 adalah gambar diagram kelas yang ada di dalam package admin pada sistem Web-Vote. Gambar B - 1 Diagram kelas admin Penjelasan dari setiap kelas di atas dapat dilihat pada tabel B-1. Tabel B - 1 Penjelasan diagram kelas admin No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 1. HalamanLogin Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat menangani proses login admin. 2. HalamanUbahStatus Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat admin melakukan proses mengubah status. 3. Login Control Kelas yang menangani proses login pada modul admin. 4. Logout Control Kelas yang menangani proses logout pada modul admin. 5. UbahStatus Control Kelas yang menangani proses pengubahan status pemilih, dari sebelumnya belum melakukan proses pemilihan menjadi telah melakukan proses pemilihan. Pengubahan status tersebut hanya boleh dilakukan oleh admin. B-1

78 Lampiran C Diagram Kelas Includes Lampiran C berisi diagram kelas dari package includes pada prototype Web-Vote yang telah disebutkan pada bab V. Gambar C-1 adalah gambar diagram kelas yang ada di dalam package includes pada sistem Web-Vote. Gambar C - 1 Diagram kelas includes Penjelasan dari setiap kelas di atas dapat dilihat pada tabel C-1, C-2, dan C-3. Tabel C - 1 Penjelasan diagram kelas includes No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 1. Administrator Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data administrator. 2. Pemilih Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data pemilih. C-1

79 Tabel C - 2 Penjelasan diagram kelas includes (lanjutan) No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 3. Kota Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data kota. 4. Provinsi Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data provinsi. 5. Partai Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data partai. 6. Capres Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data capres (calon presiden). 7. HasilPresiden Entity Kelas untuk menangani pengaksesan dan penyimpanan data hasil pemilihan presiden. 8. CalegDPD Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data calon anggota DPD. 9. HasilDPD Entity Kelas untuk menangani pengaksesan dan penyimpanan data hasil pemilihan anggota DPD. 10. CalegDPR Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data calon anggota DPR. 11. HasilDPR Entity Kelas untuk menangani pengaksesan dan penyimpanan data hasil pemilihan anggota DPR. 12. DapilDPR Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data daerah pemilihan DPR. 13. CalegDPRD1 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data calon anggota DPRD tingkat HasilDPRD1 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan dan penyimpanan data hasil pemilihan anggota DPRD tingkat DapilDPRD1 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data daerah pemilihan DPRD tingkat CalegDPRD2 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data calon anggota DPRD tingkat 2. C-2

80 Tabel C - 3 Penjelasan diagram kelas includes (lanjutan 2) No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 17. HasilDPRD2 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan dan penyimpanan data hasil pemilihan anggota DPRD tingkat DapilDPRD2 Entity Kelas untuk menangani pengaksesan data daerah pemilihan DPRD tingkat 2. C-3

81 Lampiran D Diagram Kelas President Lampiran D berisi diagram kelas dari package president pada prototype Web-Vote yang telah disebutkan pada bab V. Gambar D-1 adalah gambar diagram kelas yang ada di dalam package president pada sistem Web-Vote. Gambar D - 1 Diagram kelas president Penjelasan dari setiap kelas di atas dapat dilihat pada tabel D-1. Tabel D - 1 Penjelasan diagram kelas president No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 1. HalamanLogin Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat menangani proses login calon pemilih pemungutan suara presiden. 2. HalamanPresiden Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pemungutan suara calon presiden. 3. Login Control Kelas yang menangani proses login pada modul president. 4. Logout Control Kelas yang menangani proses logout pada modul president. 5. Presiden Control Kelas yang menangani proses pemungutan suara presiden dan kemudian jika proses pemungutan suara telah dilakukan maka kelas ini akan menghasilkan tanda terima. Tanda terima tersebut berisi nomor acak yang digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memasukkan suara. D-1

82 Lampiran E Diagram Kelas Legislative Lampiran E berisi diagram kelas dari package legislative pada prototype Web-Vote yang telah disebutkan pada bab V. Gambar E-1 adalah gambar diagram kelas yang ada di dalam package legislative pada sistem Web-Vote. Gambar E - 1 Diagram kelas legislative Penjelasan dari setiap kelas di atas dapat dilihat pada tabel E-1, E-2, dan tabel E-3. Tabel E - 1 Penjelasan diagram kelas legislative No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 1. HalamanLogin Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat menangani proses login calon pemilih pemungutan suara legislatif (DPR, DPRD tingkat 1, DPRD tingkat 2, dan DPD). 2. HalamanDPR Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pemungutan suara calon anggota DPR. E-1

83 Tabel E - 2 Penjelasan diagram kelas legislative (lanjutan 1) No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 3. HalamanDPRD1 Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pemungutan suara calon anggota DPR tingkat HalamanDPRD2 Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pemungutan suara calon anggota DPR tingkat HalamanDPD Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pemungutan suara calon anggota DPD. 6. Login Control Kelas yang menangani proses login pada modul legislative. 7. Logout Control Kelas yang menangani proses logout pada modul legislative. 8. DPR Control Kelas yang menangani proses pemungutan suara anggota DPR dan kemudian jika proses pemungutan suara telah dilakukan maka kelas ini akan menghasilkan tanda terima. Tanda terima tersebut berisi nomor acak yang digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memasukkan suara. 9. DPRD1 Control Kelas yang menangani proses pemungutan suara anggota DPRD tingkat 1 dan kemudian jika proses pemungutan suara telah dilakukan maka kelas ini akan menghasilkan tanda terima. Tanda terima tersebut berisi nomor acak yang digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memasukkan suara. E-2

84 Tabel E - 3 Penjelasan diagram kelas legislative (lanjutan 2) No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 10. DPRD2 Control Kelas yang menangani proses pemungutan suara anggota DPRD tingkat 2 dan kemudian jika proses pemungutan suara telah dilakukan maka kelas ini akan menghasilkan tanda terima. Tanda terima tersebut berisi nomor acak yang digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memasukkan suara. 11. DPD Control Kelas yang menangani proses pemungutan suara anggota DPD dan kemudian jika proses pemungutan suara telah dilakukan maka kelas ini akan menghasilkan tanda terima. Tanda terima tersebut berisi nomor acak yang digunakan sebagai bukti bahwa pemilih telah memasukkan suara. E-3

85 Lampiran F Diagram Kelas Result Lampiran F berisi diagram kelas dari package result pada prototype Web-Vote yang telah disebutkan pada bab V. Gambar F-1 adalah gambar diagram kelas yang ada di dalam package result pada sistem Web-Vote. Gambar F - 1 Diagram kelas result Penjelasan dari setiap kelas di atas dapat dilihat pada tabel F-1 dan F-2. Tabel F - 1 Penjelasan diagram kelas result No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 1. HalamanTandaTerima Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melakukan pengecekan apakah tanda terima yang dimiliki telah dicatat dengan benar di sistem Web-Vote. 2. HalamanHasilPemilu Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna pada saat pemilih akan melihat hasil pemilihan umum baik legislatif maupun presiden. F-1

86 Tabel F - 2 Penjelasan diagram kelas result (lanjutan) No. Nama Kelas Tipe Deskripsi 3. HalamanDaftarPemilih Boundary Kelas yang bertugas mengelola antarmuka ke pengguna saat pengguna akan melihat daftar siapa saja pemilih yang telah melakukan proses pemungutan suara. 4. CekTandaTerima Control Kelas yang menangani proses pengecekan tanda terima apakah tanda terima tersebut telah dicatat dengan benar atau belum 5. HasilDPR Control Kelas yang menangani proses menampilkan data hasil pemilihan anggota DPR. Kelas ini dapat menampilkan data rekapitulasi maupun data rincian. 6. HasilDPRD1 Control Kelas yang menangani proses menampilkan data hasil pemilihan anggota DPRD tingkat 1. Kelas ini dapat menampilkan data rekapitulasi maupun data rincian. 7. HasilDPRD2 Control Kelas yang menangani proses menampilkan data hasil pemilihan anggota DPRD tingkat 2. Kelas ini dapat menampilkan data rekapitulasi maupun data rincian. 8. HasilDPD Control Kelas yang menangani proses menampilkan data hasil pemilihan anggota DPD. Kelas ini dapat menampilkan data rekapitulasi maupun data rincian. 9. HasilPresiden Control Kelas yang menangani proses menampilkan data hasil pemilihan presiden. Kelas ini dapat menampilkan data rekapitulasi maupun data rincian. 10. DaftarPemilih Control Kelas yang menangani proses menampilkan daftar pemilih yang telah terdaftar termasuk status pemilih tersebut apakah telah melakukan proses pemilihan atau belum. F-2

87 Lampiran G Rancangan Basis Data Lampiran G berisi hasil perancangan basis data sistem Web-Vote beserta penjelasan dari setiap bagian pada diagram tersebut. Perancangan basis data tersebut digambarkan dalam bentuk CDM (Conceptual Data Model). Gambar G-1 menunjukkan CDM sistem Web-Vote secara umum. Atribut yang digambarkan pada gambar G-1 hanya atribut yang merupakan primary key untuk mempermudah dalam pembacaan diagram. Gambar G - 1 CDM Sistem Web-Vote Penjelasan dari setiap tabel pada gambar G-1 beserta seluruh atribut lainnya dapat dilihat pada tabel G-1 sampai dengan tabel G-3. G-1

88 Tabel G - 1 Penjelasan CDM Sistem Web-Vote No. Tabel Deskripsi 1. administrator Tabel yang menyimpan data username dan password username (pk) administrator yang berhak untuk mengubah status password pemilih secara manual caleg_dpd id_caleg_dpd (pk) nama_caleg_dpd id_provinsi (fk) caleg_dpr id_caleg_dpr(pk) nama_caleg_dpr id_dapil_dpr (fk) id_partai (fk) caleg_dprd1 id_caleg_dprd1(pk) nama_caleg_dprd1 id_dapil_dprd1 (fk) id_partai (fk) caleg_dprd2 id_caleg_dprd2(pk) nama_caleg_dprd2 id_dapil_dprd2 (fk) id_partai (fk) capres id_capres (pk) nama_capres nama_cawapres dapil_dpr id_dapil_dpr (pk) nama_dapil_dpr dapil_dprd1 id_dapil_dprd1 (pk) nama_dapil_dprd1 id_provinsi (fk) Tabel yang menyimpan data calon anggota DPD. Tabel ini terkait dengan tabel provinsi karena setiap calon anggota DPD harus berkaitan dengan daerah pemilihan tertentu. Daerah pemilihan anggota DPD langsung terkait dengan provinsi karena pembagian daerah pemilihan anggota DPD sesuai dengan pembagian provinsi di Indonesia. Tabel yang menyimpan data calon anggota DPR. Tabel ini berkaitan dengan daerah pemilihan anggota DPR dan asal partai calon anggota DPR Tabel yang menyimpan data calon anggota DPRD tingkat 1. Tabel ini berkaitan dengan daerah pemilihan anggota DPRD tingkat 1 dan asal partai calon anggota DPRD tingkat 1. Tabel yang menyimpan data calon anggota DPRD tingkat 2. Tabel ini berkaitan dengan daerah pemilihan anggota DPRD tingkat 2 dan asal partai calon anggota DPRD tingkat 2. Tabel yang menyimpan data nama calon presiden dan wakil presiden. Tabel yang menyimpan data daerah pemilihan anggota DPR. Tabel yang menyimpan data daerah pemilihan anggota DPRD tingkat 1. G-2

89 Tabel G - 2 Penjelasan CDM Sistem Web-Vote (Lanjutan 1) No. Tabel Deskripsi 9. dapil_dprd2 Tabel yang menyimpan data daerah pemilihan anggota id_dapil_dprd2 (pk) nama_dapil_dprd2 id_kota (fk) DPRD tingkat hasil_dpd tdterima_dpd (pk) id_caleg_dpd (fk) hasil_dpr tdterima_dpr (pk) id_caleg_dpr (fk) hasil_dprd1 tdterima_dprd1 (pk) id_caleg_dprd1 (fk) hasil_dprd2 tdterima_dprd2 (pk) id_caleg_dprd2 (fk) hasil_presiden tdterima_presiden (pk) id_capres (fk) kota id_kota (pk) nama_kota id_provinsi (fk) partai id_partai (pk) nama_partai Tabel yang berisi hasil pemilihan anggota DPD. Primary key dari tabel ini adalah kode acak yang dibangkitkan sebagai bukti tanda terima yang diperoleh pemilih. Tabel yang berisi hasil pemilihan anggota DPR. Primary key dari tabel ini adalah kode acak yang dibangkitkan sebagai bukti tanda terima yang diperoleh pemilih. Tabel yang berisi hasil pemilihan anggota DPRD tingkat 1. Primary key dari tabel ini adalah kode acak yang dibangkitkan sebagai bukti tanda terima yang diperoleh pemilih. Tabel yang berisi hasil pemilihan anggota DPRD tingkat 2. Primary key dari tabel ini adalah kode acak yang dibangkitkan sebagai bukti tanda terima yang diperoleh pemilih. Tabel yang berisi hasil pemilihan presiden. Primary key dari tabel ini adalah kode acak yang dibangkitkan sebagai bukti tanda terima yang diperoleh pemilih. Tabel yang berisi data kota di Indonesia Tabel yang berisi data partai peserta pemilihan umum di Indonesia. G-3

90 Tabel G - 3 Penjelasan CDM Sistem Web-Vote (Lanjutan 2) No. Tabel Deskripsi 17. pemilih Tabel yang berisi data pemilih tetap. Pada tabel ini juga id_pemilih (pk) nama_pemilih id_provinsi (fk) id_kota (fk) id_dapil_dpr (fk) id_dapil_dprd1 (fk) id_dapil_dprd2 (fk) status berisi mengenai status pemilihan, apakah sudah melakukan pemungutan suara atau belum. Tabel ini juga terkait dengan kota, provinsi, daerah pemilihan anggota DPR, daerah pemilihan anggota DPRD tingkat 1, dan daerah pemilihan anggota DPRD tingkat 2 sesuai dengan wilayah pemilihan calon pemilih. 18. provinsi id_provinsi nama_provinsi Tabel yang berisi data provinsi di Indonesia. G-4

91 Lampiran H Sitemap Lampiran H berisi gambar sitemap sistem Web-Vote beserta penjelasan dari setiap bagian pada sitemap tersebut. Gambar H-1 menunjukkan sitemap sistem Web-Vote secara umum. Gambar H - 2 Sitemap Web-Vote H-1

PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA)

PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA) PEMBUATAN MODEL E-VOTING BERBASIS WEB (STUDI KASUS PEMILU LEGISLATIF DAN PRESIDEN INDONESIA) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II-1

TINJAUAN PUSTAKA II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka terkait dengan e-voting. Pertama, akan dijelaskan mengenai keterhubungan antara demokrasi (democracy), pemilihan umum (election), pemungutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemilihan umum merupakan bagian pada suatu proses demokrasi. Indonesia adalah salah satu negara demokrasi yang melaksanakan pemilihan umum setiap lima tahun sekali.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Perbandingan terhadap Sistem Lain BAB III ANALISIS Bab ini membahas mengenai analisis kebutuhan terkait e-voting. Analisis tersebut meliputi analisis terhadap sistem lain yang dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan model, analisis

Lebih terperinci

PROTOTYPE DAN PENGUJIAN

PROTOTYPE DAN PENGUJIAN BAB V PROTOTYPE DAN PENGUJIAN Bab ini membahas mengenai implementasi pembuatan prototype sistem e-voting berbasis web. Pembuatan prototype berisi dua macam hal yaitu perancangan kelas dan perancangan interaksi

Lebih terperinci

IV-1. Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote

IV-1. Gambar IV-1 Model Umum Web-Vote BAB IV MODEL WEB-VOTE Bab ini membahas mengenai model sistem e-voting yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil analisis pada bab sebelumnya. Pada bab sebelumnya (bab III.4 tentang Aspek Sistem E-voting)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) 2.2 Pemungutan Suara

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) 2.2 Pemungutan Suara 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Umum (Pemilu) Peraturan tertinggi mengenai pemilu diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen. Pemilu secara tegas diatur pada UUD 1945 perubahan III, bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab I memuat latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan pada penelitian ini 1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara.

BERITA NEGARA. BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara. No.396, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Perlengkapan. Pemungutan Suara. Perencanaan. Pengadaan. Pendistribusian. Pengawasan. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 28 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Dalam bab tiga ini akan menjelaskan analisis sistem yang sedang berjalan dan pemecahan masalah. Analisis dan pemecahan masalah di dapat dari sumber data yang diperoleh

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1225, 2017 KPU. Penyelenggaraan PEMILU. Tahapan, Program dan Jadwal. Tahun 2019. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN,

Lebih terperinci

A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu :

A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu : A. Kebutuhan Fungsional (FR= fungsional requirement) dari sistem e-voting yang dikembangkan yaitu : 1. FR-01. Sistem harus mampu memfasilitasi proses pemilihan umum agar bisa disesuaikan dengan kondisi

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 RANCANGAN KONSULTASI DPR RI PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 10/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG Draf Final Baleg RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

MUHAMMAD SYAIFUL FALAH

MUHAMMAD SYAIFUL FALAH 1 PERANCANGAN SISTEM ELECTRONIC VOTING (E-VOTING) BERBASIS WEB DENGAN MENERAPKAN QUICK RESPONSE CODE (QR CODE) SEBAGAI SISTEM KEAMANAN UNTUK PEMILIHAN KEPALA DAERAH Abstrak Pemilihan kepala daerah (pilkada)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAWASLU. Pemungutan Suara. Perlengkapan. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. Pencabutan.

BAWASLU. Pemungutan Suara. Perlengkapan. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. Pencabutan. No.847, 2014 BAWASLU. Pemungutan Suara. Perlengkapan. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Dana Kampanye Pemilihan Umum. Anggota DPR, DPD, DPRD. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran N No.1404, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pedoman Beracara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012

2 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2015 BAWASLU. Penghitungan Suara. Pilkada. Pemungutan Suara. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.117, 2012 POLITIK. PEMILU. DPR. DPD. DPRD. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Voting merupakan suatu metode untuk menentukan hasil keputusan dalam kehidupan manusia agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan. Voting digunakan dari tingkat terkecil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGADAAN DAN PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH UNTUK PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH UNTUK PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. - 2 - Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH UNTUK PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPU. Pemilu. Presiden. WAPRES. Daftar Pemilih. Penyusunan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH

Lebih terperinci

diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2008;

diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2008; 2 6. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN SELEKSI CALON ANGGOTA KELOMPOK PENYELENGGARA PEMUNGUTAN SUARA (KPPS) DAN PETUGAS KETERTIBAN TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI MUARO JAMBI PADA PEMILIHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN DAN SPESIFIKASI TEKNIS SEGEL UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

-2- BAB I KETENTUAN UMUM

-2- BAB I KETENTUAN UMUM -2- Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010; 5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

Evaluasi dan Penilaian Interaktif Berbasis Web. Kuswari Hernawati

Evaluasi dan Penilaian Interaktif Berbasis Web. Kuswari Hernawati Evaluasi dan Penilaian Interaktif Berbasis Web Kuswari Hernawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Alamat: Jl. Colombo Karangmalang Yogyakarta 55281 Email : kuswari@uny.ac.id

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman. No.299, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TAHAPAN, PROGRAM, DAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH TETAP DALAM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1985, 2014 PERATURAN BERSAMA. Pemilihan Umum. Penyelenggaraan. Tata Laksana. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara; - 2 - d. bahwa pengadaan perlengkapan pemungutan suara, yaitu tempat pemungutan suara dilaksanakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara bekerjasama dengan masyarakat; e. bahwa pendistribusian perlengkapan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

Draft Ketiga, 11 Sep 2012

Draft Ketiga, 11 Sep 2012 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR. TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH UNTUK PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Komisi

Lebih terperinci

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan.

No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. No.851, 2014 BAWASLU. Perhitungan dan Pemungutan. Suara. Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden. Pengawasan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu mekanisme demokratis untuk melakukan pergantian pemimpin. Pemilu dalam skala besar dilakukan untuk memilih wakil-wakil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1080, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan Pemilu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1080, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan Pemilu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1080, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawasan Pemilu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo

Pengantar. Purnomo S. Pringgodigdo Pengantar Membaca peraturan perundang undangan bukanlah sesuatu yang mudah. Selain bahasa dan struktur, dalam hal Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tantangan ini bertambah dengan perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 42-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 2003 POLITIK. HANKAM. Lembaga Legislatif. Lembaga eksekutif. PEMILU. Presiden. Wakil

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH DI DALAM NEGERI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH DI DALAM NEGERI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM. - 2-2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci