Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini."

Transkripsi

1 Upaya pelestarian hutan mangrove yang merupakan bagian dari kawasan lindung di wilayah pesisir pantai Kabupaten Rokan Hilir dianggap sangat penting artinya bagi pelestarian alam di kawasan pantai oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir, dalam hal ini oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Rokan Hilir sebagai instansi yang membidangi perencanaan pembangunan di Kabupaten Rokan Hilir pada Tahun Anggaran 2012 ini menyelenggarakan kegiatan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir,, sebagai dukungan bagi tersedianya dokumen perencanaan sebagai perangkat lunak (software) berupa program pembangunan bagi upaya pelestarian dan pengembangan hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Oleh karena itu pemerintah kabupaten Rokan Hilir bekerjasama dengan PT.ECOPLAN REKABUMI INTERCONSULT melakukan kegiatan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, dimana laporan ini merupakan pelaporan tahap akhir yang berupa buku LAPORAN AKHIR, yang memuat materi wilayah dan hasil kajian tentang hutan mangrove di Rokan Hilir khususnya di tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Bangko, Kecamatan Sinaboi dan Kecamatan Pasir Limau Kapas serta arahan kebijakan tentang pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan. Dengan tersusunnya Buku Laporan Akhir ini diharapkan akan membantu pemerintah daerah Kabupaten Rokan Hilir dalam merumuskan kebijakan pembangunan dan pelestarian hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir dimasa mendatang. Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Bagansiapiapi, Nopember 2012 BAPPEDA Kabupaten Rokan Hilir Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir i

2 KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii vi viii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... I Maksud dan Tujuan... I Maksud Pekerjaan... I Tujuan Pekerjaan... I Ruang Lingkup Pekerjaan... I Keluaran... I Lokasi Kegiatan... I Sistematika Penulisan... I-5 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN TERKAIT 2.1 Pengertian Hutan Mangrove... II Peranan Ekologis Mangrove... II Peranan Sosial Ekonomis Mangrove... II Rehabilitasi Hutan Mangrove... II Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove... II Faktor Manajemen... II Faktor Pengetahuan... II Faktor Sikap... II-19 BAB 3 PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan... III Maksud Pekerjaan... III-1 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir ii

3 3.1.2 Tujuan Pekerjaan... III Lingkup Layanan Pekerjaan... III Keluaran Dan Lokasi Kegiatan... III Keluaran Pekerjaan... III Lokasi Pekerjaan... III Pendekatan Penelitian... III Metodologi Kegiatan... III Tahapan Persiapan... III Tahapan Pelaksanaan Survei... III Tahapan Kompilasi dan Analisis Data... III Tahapan Perumusan Draft Laporan Akhir... III Tahap Penyempurnaan Rencana Laporan Akhir... III Metode Analisis... III Analisis Vegetasi... III Model Pengukuran Distribusi Mangrove... III Model Penghitungan Keragaman Ekologi... III Model Penghitungan Kekayaan Jenis (Species Richness) Margalef... III Model Penghitungan Kemerataan Jenis (Species Evenness) Pielou... III Model Penghitungan Populasi Dengan Sample (Sevilla)... III Analisis SWOT... III-17 BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN 4.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Rokan Hilir... IV Kondisi Administrasi dan Geografis... IV Kondisi Iklim... IV Kondisi Topografi... IV Kondisi Hidrologi... IV Kondisi Geologi... IV-8 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir iii

4 4.1.6 Kondisi Penggunaan Lahan... IV Kondisi Demografi... IV Gambaran Kondisi Lokasi kajian Sumbedaya Hutan Mangrove IV-16 BAB 5 ANALISA KONDISI LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE 5.1 Ekosistem Mangrove... V Luas Ekosistem Mangrove... V Struktur Vegetasi Mangrove Di Lokasi Survei... V Kondisi Hutan Mangrove... V Kondisi Hutan Mangrove Di Kecamatan Bangko... V Kondisi Hutan Mangrove Di Kecamatan Sinaboi... V Kondisi Hutan Mangrove Di Kecamatan Pasir Limau Kapas V Fauna Ekosistem Hutan Mangrove Di Kecamatan Bangko,Sinaboi, Dan Pasir Limau Kapas... V Model Pemulihan Dan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove... V Sikap Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove... V Pola Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Hutan Mangrove... V-35 BAB 6 STRATEGI DAN KEBIJAKAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DAN MASYARAKAT PESISIR 6.1 Isu Permasalahan... VI Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal... VI Matrik Strategi Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove dan Masyarakat Sekitar... VI Kebijakan dan Program... VI-22 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir iv

5 6.5 Kegiatan Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Laporan Akhir dan sekitarnya... VI-23 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. MATRIK PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MANGROVE 2. FOTO-FOTO HASIL SURVEY Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir v

6 NO. TABEL JUDUL TABEL HALAMAN 3.1 Matrik SWOT Wilayah Administrasi Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Kecamatan dan Luas Wilayah Tahun IV Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Rokan Hilir... IV Sungai Besar Yang Terdapat Di Kabupaten Rokan Hilir IV Luas Lahan Menurut Penggunaan (Ha) Tahun IV Kawasan Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) di Kabupaten Rokan Hilir Kawasan Bukan Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) di Kabupaten Rokan Hilir... IV-10 IV Kepadatan Penduduk Di Kabupaten Rokan Hilir Tahun IV Batas Wilayah Administrasi Lokasi Kajian... IV Aksebilitasi Dari Ibukota Rokan Hilir Menuju Lokasi Survei... IV Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Pasir Limau Kapas Tahun Penurunan Jumlah Luas Hutan Mangrove Di Kabupaten Rokan Hilir Taksonomi Spesies Mangrove Di Kecamatan Bangko,Sinaboi,Dan Kecamatan Pasir Limau Kapas Komposisi Jenis Mangrove Yang Tersebar Di Kecamatan Bangko,Sinaboi,Dan Kecamatan Pasir Limau Kapas Analisis Kerapatan,Frekuensi,Dominasi Relatif Dan Nilai Penting Vegetasi Mangrove di Pulau Berkey Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Pulau Berkey Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting di Kecamatan Bangko Daratan... IV Analisis Keanekaragaman, Kekayaan dan Kemerataan Jenis V-11 V-2 V-2 V-3 V-5 V-8 V-9 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir vi

7 di Kecamatan Bangko Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi Analisis Keanekaragaman,Kekayaan,dan Kemerataan Jenis dan Nilai Penting Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi Analisis Kerapatan,Frekuensi,Dominasi Relatif,dan Nilai Penting di Kecamatan Sinaboi Daratan Analisis Keanekaragaman,Kekayaan,dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Sinaboi Daratan Analisis Frekuensi,Dominasi relatif dan Nilai penting di Kecamatan Pasir Limau Kapas AnalisisKeanekaragaman,Kekayaan,dan Kemerataan jenis di Kecamatan Pasir Limau Kapas Fauna Ekosistem Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko,Sinaboi,dan Pasir Limau Kapas yang ditemukan di lokasi kajian Issue, Fakta Penjelasan dan Masalah Kehutanan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir... V-14 V-16 V-16 V-19 V-21 V-24 V-25 VI Luas Areal Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir... VI Matrik SWOT... VI Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal... VI Analisis SWOT Pengelolaan Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Matrik Strategi Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir... VI-17 VI-20 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir vii

8 NO. GAMBAR JUDUL GAMBAR/PETA HALAMAN 1.1 Peta Orientasi Wilayah Kajian... I Peta Orientasi Lokasi Penelitian... III Pendekatan Pekerjaan... III Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan... III Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda Garis Berpetak... III Peta Administrasi... IV Peta Penggunaan Lahan... IV Perbandingan Luas Wilayah Dan Penduduk Kabupaten Rokan Hilir IV-14 Tahun Kepadatan Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Tahun IV Peta Sebaran Hutan mangrove di Kecamatan Bangko dan IV-19 Sinaboi Peta Sebaran Hutan Mangrove di Kecamatan Pasir Limau IV-20 Kapas Peta Sebaran Mangrove di Kecamatan Bangko, Pasir Limau Kapas V-4 dan Sinaboi Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Berkey... V Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Bangko V-11 Daratan Peta Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Sinaboi... V Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi... V Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Sinaboi V-18 Daratan Peta Sebaran Hutan Mangrove di Kecamatan Pasir L:imau V-20 Kapas Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Pasir Limau V-23 Kapas... Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir viii

9 6.1 Isu Permasalahan Kawasdan Mangrove di Kabupatem Rokan VI-3 Hilir Grafik Luas Areal Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir... VI-13 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir ix

10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir dan lautan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Kedua wilayah tersebut merupakan lahan kedua yang merupakan tumpuan harapan bagi pembangunan Indonesia di masa mendatang. 63 % wilayah teritorial Indonesia yang merupakan pesisir dan lautan, memiliki sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya dan beragam, antara lain hutan mangrove, terumbu karang, perikanan, bahan tambang, jasa perhubungan dan pariwisata. Salah satu sumber daya alam wilayah pesisir yang cukup penting adalah hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik khas. Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir secara ekologi dapat berfungsi sebagai penahan lumpur dan sediment trap termasuk limbah-limbah beracun yang dibawa oleh aliran air permukaan, bagi bermacam-macam biota Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 1

11 perairan sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan, daerah pemijahan dan pembesaran. Dari segi ekonomis hutan mangrove merupakan penyedia bahan baku industri antara lain kayu chip, kayu arang, kayu bangunan dan kayu bakar. Selain itu dari segi ekonomis hutan mangrove ini juga dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata yang jika dikelola dengan baik akan memberikan nilai manfaat bagi masyarakat dan juga pemerintah daerah. Kabupaten Rokan Hilir memiliki hutan mangrove yang cukup luas yaitu ,65 Ha berdasarkan data Dinas Kehutanan Kab. Rokan Hilir yang terletak di beberapa kecamatan. Pada umumnya hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir tumbuh secara alami yang jika tidak diperhatikan akan mengalami kerusakan. Akhir-akhir ini ekosistem mangrove secara terus menerus mendapat tekanan akibat berbagai aktifitas manusia. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membutuhkan berbagai sumberdaya guna memenuhi kebutuhan hidupnya, namun dalam pemanfaatannya sering kali kurang memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut. Tanpa pelestarian yang baik, benar dan bijaksana dikhawatirkan sumberdaya tersebut akan mengalami kepunahan. Cepatnya penurunan luas areal mangrove disebabkan oleh kurang tepatnya nilai yang diberikan terhadap ekosistem areal mangrove. Adanya anggapan yang salah bahwa ekosistem areal mangrove merupakan areal yang tidak bernilai, bahkan dianggap sebagai waste land, hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong konversi ekosistem mangrove menjadi peruntukan lain yang dianggap lebih ekonomis. Sehingga keberadaan ekosistem mangrove di Kabupaten Rokan Hilir saat ini dapat dikatakan telah berada pada posisi yang cukup menghawatirkan, mengingat untuk pemenuhan keragaman kebutuhan penduduk yang jumlahnya makin bertambah pesat ini telah pula merebak ke wilayah mangrove. Kehidupan modern dan kemudahan aksesibilitas hasil produksi ekosistem mangrove ke pasaran serta pemanfaatan yang berlebihan tanpa memperhatikan kaedah kelestarian lingkungan telah mengakibatkan penurunan kuantitas maupun kualitasnya. Padahal ekosistem mangrove merupakan mintakat peralihan antara daratan dan lautan yang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 2

12 mempunyai perbedaan sifat lingkungan tajam, yang kelestariannya sangat rentan terhadap perubahahan lingkungan. Untuk pengamanan potensi dan fungsi pesisir, sebenarnya di beberapa daerah telah menetapkan kawasan laut, hutan mangrove atau hutan pantai sebagai zona penyangga, yang dikelola secara terpadu untuk peningkatan ekonomi masyarakat pantai. Namun di pihak lain, masih banyak dijumpai sempadan pantai yang tidak memiliki jalur hijau (green belt) mangrove sebagaimana yang telah ditetapkan pada Kepres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, yaitu 130 x ratarata tunggang air pasang purnama (tidal range). Namun, pada kenyataannya, ketentuan ini sangat terabaikan pada hampir di seluruh hutan mangrove yang ada. Padahal, untuk lebih dapat ditegakkannya supermasi hukum tersebut, dapat dikemukakan beberapa hasil pengamatan informasi ekosistem mangrove yang antara lain adalah bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebanyak 287 kg/tahun,namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Mengingat pentingnya fungsi jalur hijau mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem pantai dan memiliki potensi yang cukup menjanjikan sebagai mata pencairan alternatif masyarakat, maka sangat diperlukan upaya-upaya untuk melindunginya terhadap berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan kegiatan manusia baik yang berlangsung pada wilayah pesisir sendiri sampai wilayah di atasnya. Sehingga untuk mempertahankan kelestarian dan memanfaatkan potensi sumber daya hutan mangrove yang ada di Kab. Rokan Hilir tersebut, diperlukan suatu sistem pengelolaan hutan mangrove yang memperhatikan prinsip kesinambungan fungsi hutan mangrove, terpeliharanya jaringan kehidupan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 3

13 ekosistem mangrove dan kesadaran serta kesamaan persepsi berbagai pihak atas pentingnya keberadaan hutan mangrove dengan potensi sumber dayanya. Salah satu mekanisme untuk membangun mewujudkan terciptakan kondisi diatas diperlukan suatu Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove, agar dapat menjadi dasar bagi semua pihak dalam melaksanakan pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari dimasa yang akan datang. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Pekerjaan Maksud dari pelaksanaan kegiatan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove ini adalah tersusunnya suatu Dokumen Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Hilir yang menjadi dasar dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Tujuan Pekerjaan Adapun beberapa tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Mengetahui dan menganalisis potensi hutan mangrove yang ada di Kabupaten Rokan Hilir 2. Menilai secara ekonomi manfaat langsung dari sumberdaya hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir 3. Memberikan strategi alternatif dalam pengelolaan mangrove untuk Kabupaten Rokan Hilir 1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan Ruang lingkup pekerjaan Kegian Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove meliputi : a. Pekerjaan persiapan kegiatan; b. Pelaksanaan survey untuk pengumpulan data; c. Mengkaji studi-studi terdahulu yang relevan dengan kajian yang dilaksanakan; Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 4

14 1.4 Keluaran Keluaran yang diharapan dari Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove di Kab. Rokan Hilir adalah sebagai berikut : 1. Indentifikasinya potensi sumber daya hutan mangrove di Kab. Rokan Hilir; 2. Adanya gambaran kondisi kawasan hutan mangrove di Kab. Rokan Hilir; 3. Analisis nilai ekonomis dari manfaat langsung hutan mangrove bagi masyarakat di Kab. Rokan Hilir; 4. Strategi dan Kebijakan pengelolaan hutan mangrove berkesinambungan di Kab. Rokan Hilir; 5. Dokumentasi Tiga Dimensi (Video) Hutan Mangrove di Kab. Rokan Hilir. 1.5 Lokasi Kegiatan Lokasi untuk pelaksanaan kegiatan Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove di Kab. Rokan Hilir meliputi 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Kecamatan Pasir Limau Kapas yang memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang cukup besar di Kab. Rokan Hilir (lihat Gambar 1.1). 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika Laporan hasil penelitian ini terdiri atas 7 (tujuh) bab. Pada Bab pertama, Pendahuluan berisi latar belakang masalah, perumusan Masalah, tujuan penelitian, sasaran kegiatan, ruang lingkup kegiatan, hasil yang diharapkan dan sistematika penulisan. Selanjutnya, pada bab kedua, Tinjauan Teoritis, diuraikan beberapa konsepsi pendukung meliputi (1) Pengertian Hutan Mangrove, dan (2) Peranan Ekologis Mangrove, yang kemudian dijabarkan pola hubungan mangrove secara ekologis, yaitu: (a) Mangrove dan Tsunami, (b) Mangrove dan Sedimentasi, (c) Mangrove dan Siklus Hara, (d) Mangrove dan Produktivitas Perikanan, (e) Mangrove dan Intrusi Air Laut, (f) Mangrove dan Kesehatan, dan (g) Mangrove dan Keanekaragaman Hayati; (3) Peranan Sosial Ekonomis Mangrove, dijabarkan sebagai berikut: Arang dan Kayu Bakar; Bahan Bangunan; Bahan Baku Chip, Tanin, Nipah, Obat-Obatan, Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 5

15 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 6

16 Perikanan dan Rehabilitasi Mangrove; Pertanian; Pariwisata; Rehabilitasi Hutan Mangrove; (4) diuraikan tentang konsepsi Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove, yang meliputi: (1) Faktor Manajemen; (2) Faktor Pengetahuan; dan (3) Faktor Sikap. Pada Bab ketiga, Metodologi penelitian, dibarkan Maksud, Tujuan Dan Ruang Lingkup Kegiatan, Keluaran dan Lokasi Kegiatan, Pendekatan Penelitian, Metodologi Kegiatan, yang meliputi: (1) Tahapan Persiapan; (2) Tahapan Pelaksanaan Survei; (3) Tahapan Kompilasi dan Analisis Data, (4) Tahapan Perumusan Draft Laporan Akhir; dan (5) Tahap Penyempurnaan Rencana Laporan Akhir. Selanjutnya, pada baba keempat, Deskripsi Wilayah Kajian, diuraikan kondisi wilayah kajian yang meliputi: (1) kondisi Geomorfologi; (2) Ekosistem Pesisir; (3) Sumberdaya Perairan; (4) Penggunaan Tanah; (5) kondisi Demografi; dan (6) Kondisi Sosial dan Ekonomi. Pada bab kelima, Analisa Kondisi Lingkungan Hutan Mangrove, dijabarkan: (1) Kondisi Hutan Mangrove, meliputi: (a) Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko; (b) Hutan Mangrove di Kecamatan Sinaboi; dan (c) Hutan Mangrove di Kecamatan Pasir Limau Kapas; (2) Kondisi Lingkungan Hayati Perairan; (3) Kondisi Lingkungan Fisik Perairan; (4) Model Pemulihan dan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove; (5) Sikap Masyarakat terhadap Hutan Mangrove; dan (6) Pola Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Mangrove. Kemudian pada bab keenam, Strategi Dan Kebijakan Pelestarian Dan Pengelolaan Hutan Mangrove Dan Masyarakat Pesisir, dijabarkan: (1) Isu permasalahan kondisi mangrove; (2) Analisis Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal; (3) Matrik Strategi Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove dan Masyarakat sekitar; (4) Kebijakan dan Program; dan (5) Kegiatan Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove dan Sekitarnya. Pada ketujuh, Penutup, berisi kesimpulan kegiata penelitian dan rekomendasi. Pada bagian akhir dilampirkan daftar sumber dan lampiran-lampiran pendukung kegiatan. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir I - 7

17 TINJAUAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN TERKAIT 2.1 Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992). Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 1994). Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 1

18 mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing umumnya besar (Kartawinata et al., 1979). Karena berada di perbatasan antara darat dan laut, maka hutan mangrove merupakan ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan, baik dengan ekosistem darat maupun lepas pantai. Mangrove di Indonesia mempunyai keragaman jenis yang tinggi yaitu memiliki 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987) Peranan Ekologis Mangrove A. Mangrove dan Tsunami Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Musibah gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan kembali betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai. Berdasar karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar kota Padang pun masih merupakan alur yang sama sebagai alur rawan gempa tsunami. Dilaporkan bahwa pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik, cenderung kurang terkena dampak gelombang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono, 2005). Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 2

19 Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi dengan energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya oleh hutan mangrove menjadi 0,73 m (Pratikno et al., 2002). Hasil penelitian Istiyanto et al. (2003) yang merupakan pengujian model di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami melalui rumpun tersebut. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa keberadaan mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang tsunami yang menerjang pantai. Mazda dan Wolanski (1997) serta Mazda dan Magi (1997) menambahkan bahwa vegetasi mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang dengan cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove. B. Mangrove dan Sedimentasi Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1 m (Sediadi, 1991). Dalam kaitannya dengan kecepatan pengendapan tanah di hutan mangrove, Anwar (1998) dengan mengambil lokasi penelitian di Suwung Bali dan Gili Sulat Lombok, menginformasikan laju akumulasi tanah adalah 20,6 kg/m2/th atau setara dengan 14,7 mm/th (dominasi Sonneratia alba); 9,0 kg/m2/th atau 6,4 mm/th (dominasi Rhizophora apiculata); 6,0 kg/m2/th atau 4,3 mm/th (bekas tambak); dan 8,5 kg/m2/th atau 6,0 mm/th (mangrove campuran). Dengan demikian, rata-rata akumulasi tanah pada mangrove Suwung 12,6 kg/m2/th atau 9 mm/th, sedang mangrove Gili Sulat 8,5 kg/m2/th atau 6,0 mm/th. Data lain menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya pengendapan tanah setebal antara 6 sampai 15 mm/ha/th atas kehadiran mangrove. Informasi semacam ini sangat diperlukan guna mengantisipasi permasalahan sosial atas lahan timbul di kemudian hari. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 3

20 C. Mangrove dan Siklus Hara Penelitian tentang gugur daun telah cukup banyak dilakukan. Hasil pengamatan produksi serasah di Talidendang Besar, Sumatera Timur oleh Kusmana et al. (1995) menunjukkan bahwa jenis Bruguierra parviflora sebesar g/m2/th, B. sexangula g/m2/th, dan g/m2/th untuk komunitas B. sexangula-nypa fruticans. Pengamatan Khairijon (1999) di hutan mangrove Pangkalan Batang, Bengkalis, Riau, menghasilkan 5,87 g/0,25m2/minggu daun dan ranting R. mucronata atau setara dengan g/m2/th dan 2,30 g/0,25m2/minggu daun dan ranting Avicennia marina atau setara dengan 478,4 g/m2/th, dan cenderung membesar ke arah garis pantai. Hasil pengamatan Halidah (2000) di Sinjai, Sulawesi Selatan menginformasi-kan adanya perbedaan produksi serasah berdasar usia tanamannya. R. mucronata 8 tahun (12,75 ton/ha/th), kemudian 10 tahun (11,68 ton/ha/th), dan 9 tahun (10,09 ton/ha/th), dengan laju pelapukan 74 %/60 hr (tegakan 8 th); 96%/60 hr (tegakan 9 th), dan 96,5%/60 hr (tegakan 10 th). Hasil pengamatan di luar pun memperoleh data produksi berkisar antara 5-17 ton daun kering/ha/th (Bunt, 1978; Sasekumar dan Loi, 1983; Boonruang, 1984; dan Leach dan Burkin, 1985). Sukardjo (1995) menambahkan hasil pengamatan guguran serasahnya sebesar 13,08 ton/ha/th, yang setara dengan penyumbangan 2 kg P/ha/th dan 148 kg N/ha/th. Nilai ini sangat berarti bagi sumbangan unsur hara bagi flora dan fauna yang hidup di derah tersebut maupun kaitannya dengan perputaran hara dalam ekosistem mangrove. D. Mangrove dan Produktivitas Perikanan Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan komoditi ekspor udang, telah turut andil dalam merubah sistem pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan hutan. Empang parit yang semula digarap oleh penggarap tambak petani setempat, berangsur beralih kepemilikannya ke pemilik modal, serta merubah menjadi tambak intensif yang tidak berhutan lagi (Bratamihardja, 1991). Ketentuan jalur hijau dengan lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan terendah tahunan (Keppres No. 32/1990) berangsur Dit. Bina Pesisir (2004) menunjukkan adanya Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 4

21 hubungan yang signifikan antara luasan kawasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya. Semakin meningkatnya luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan pun turut meningkat dengan membentuk persamaan Y = 0,06 + 0,15 X; Y merupakan produksi tangkapan dalam ton/th, sedangkan X merupakan luasan mangrove dalam ha. Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan ekonomi menunjukkan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Pengurangan hutan mangrove terutama di areal green belt sudah barang tentu akan menurunkan produktivitas perikanan tangkapan. E. Mangrove dan Intrusi Air Laut Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih tergolong baik, sementara pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km. F. Mangrove dan Kesehatan Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya areal areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 5

22 mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun ikan). G. Mangrove dan Keanekaragaman Hayati Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 996). Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia, dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Hasil survey Tim ADB dan Pemerintah Indonesia (1992) menemukan 42 jenis burung yang berasosiasi dengan hutan mangrove di Sulawesi. Di Pulau Jawa tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran (Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain biawak (Varanus salvator), ular belang (Boiga dendrophila), ular sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996). Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), bintayung (Freagata andrew-si), kuntul perak kecil (Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam (Ciconia episcopus), burung duit (Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer), blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gegajahan besar (Numenius arquata), dan trulek Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 6

23 lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, kuntul perak (E. intermedia), kuntul putih besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan mangrove (Whitten et al., 1988) Peranan Sosial Ekonomis Mangrove Contoh pemanfaatan mangrove, baik langsung maupun tidak langsung antara lain: A. Arang dan Kayu Bakar Arang mangrove memiliki kualitas yang baik setelah arang kayu oak dari Jepang dan arang onshyu dari Cina. Pengusahaan arang mangrove di Indonesia sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, antara lain di Aceh, Riau, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1998 produksi arang mangrove sekitar ton yang sebagian besar diekspor dengan negara tujuan Jepang dan Taiwan melalui Singapura. Harga ekspor arang mangrove sekitar US$ 1.000/10 ton, sedangkan harga lokal antara Rp 400,- - Rp 700,-/kg. Jumlah ekspor arang mangrove tahun 1993 mencapai kg dengan nilai US$ (Inoue et al., 1999). Jenis Rhizophoraceae seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gymnorrhiza merupakan kayu bakar berkualitas baik karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Harga jual kayu bakar di pasar desa Rp ,-/m3 yang cukup untuk memasak selama sebulan sekeluarga dengan tiga orang anak. Kayu bakar mangrove sangat efisien, dengan diameter 8 cm dan panjang 50 cm cukup untuk sekali memasak untuk 5 orang. Kayu bakar menjadi sangat penting bagi masyarakat terutama dari golongan miskin ketika harga bahan bakar minyak melambung tinggi (Inoue et al., 1999). B. Bahan Bangunan Kayu mangrove seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gymnorrhiza sangat cocok digunakan untuk tiang atau kaso dalam konstruksi rumah karena batangnya lurus dan dapat bertahan sampai 50 tahun. Pada tahun 1990-an dengan diameter cm, panjang 4,9-5,5 m dan 6,1 m, satu tiang mencapai harga Rp Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 7

24 7.000,- sampai Rp 9.000,-. Kayu ini diperoleh dari hasil penjarangan (Inoue et al., 1999). C. Bahan Baku Chip Jenis Rhizophoraceae sangat cocok untuk bahan baku chip. Pada tahun 1998 jumlah produksi chip mangrove kurang lebih ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Areal produksinya tersebar di Riau, Aceh, Lampung, Kalimantan, dan Papua. Harga chip di pasar internasional kurang lebih US$ 40/ton (Inoue et al., 1999). D. Tanin Tanin merupakan ekstrak kulit dari jenis-jenis R. apiculata, R. Mucronata, dan Xylocarpus granatum digunakan untuk menyamak kulit pada industri sepatu, tas, dan lain-lain. Tanin juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan lem untuk kayu lapis. Di Jepang tanin mangrove digunakan sebagai bahan pencelup dengan harga 2-10 ribu yen (Inoue et al., 1999). E. Nipah Nipah (Nypa fruticans) memiliki arti ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat sekitar hutan mangrove. Daun nipah dianyam menjadi atap rumah yang dapat bertahan sampai 5 tahun (Inoue et al., 1999). Pembuatan atap nipah memberikan sumbangan ekonomi yang cukup penting bagi rumah tangga nelayan dan merupakan pekerjaan ibu rumah tangga dan anak-anaknya di waktu senggang. Menurut hasil penelitian Gunawan (2000) hutan mangrove di Luwu Timur menopang kehidupan keluarga perajin atap nipah dengan hasil 460 ton pada tahun F. Obat-obatan Beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan R. apiculata dapat digunakan sebagai astrigent. Kulit R. mucronata dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan. Air rebusan Ceriops tagal dapat Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 8

25 digunakan sebagai antiseptik luka, sedangkan air rebusan Acanthus illicifolius dapat digunakan untuk obat diabetes (Inoue et al., 1999). G. Perikanan dan Rehabilitasi Mangrove Sudah diulas di depan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Dari sini tampak bahwa keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi produktivitas perikanan pada perairan bebas. Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisisr. Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak (Wirjodarmodjo dan Hamzah, 1984). Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang disisihkan dari tepi areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15% dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun pada akhir kontrak, tajuk tanaman sudah saling menutup (Wirdarmodjo dan Hamzah, 1984; Perum Perhutani Jawa Barat, 1984). Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas. Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp ,-/ha/tahun untuk 2 kali panen setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas perairan maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa bandeng yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 9

26 pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3. Hasil ini berbeda dengan penelitian Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan bahwa justru pola empang parit menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan berat rata-rata 1 kg lebih berat dibandingkan dengan pola komplangan. Namun demikian, kedua sistem ini turut membantu dalam meningkatkan income petani petambak. Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove dengan sistem ini cukup besar. Data dari KPH Purwakarta menunjukkan bahwa dari luas areal mangrove seluas ha dapat melibatkan sebanyak KK dalam kegiatan silvofoshery (Perhutani Purwakarta, 2005). Data dari Badan Litbang Pertanian (1986) dalam Anwar (2005) menggambarkan bahwa kontribusi dari usaha budidaya tambak dengan luas total ha dapat menghasilkan ton ikan dan udang yang apabila ditaksir, nilainya melebihi dari Rp 138 milyar. Kegiatan ini pun dilaporkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak KK yang sudah barang tentu dapat memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani kecil. H. Pertanian Keberadaan hutan mangrove penting bagi pertanian di sepanjang pantai terutama sebagai pelindung dari hempasan angin, air pasang, dan badai. Budidaya lebah madu juga dapat dikembangkan di hutan mangrove, bunga dari Sonneratia sp. dapat menghasilkan madu dengan kualitas baik. Tempat di areal hutan mangrove yang masih terkena pasang surut dapat dijadikan pembuatan garam. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan perebusan air laut dengan kayu bakar dari kayu-kayu mangrove yang mati. Di Bali, garam yang diproduksi di sekitar mangrove dikenal tidak pahit dan banyak mengandung mineral dengan harga di pasar lokal Rp 1.500,- /kg, sedangkan bila dikemas untuk dijual kepada turis harganya menjadi US$ 6 per 700 gram (Rp ,-/kg). Air sisa rebusan kedua dimanfaatkan untuk produksi tempe dan tahu dan dijual dengan harga Rp 2.000,-/liter (Inoue et al., 1999). Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 10

27 I. Pariwisata Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata. 2.2 Rehabilitasi Hutan Mangrove Ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan laut sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan mangrove16 atau disebut juga hutan bakau, tidak pernah ditemukan dalam keadaan hidup soliter, tetapi selalu membentuk komunitas. Hutan mangrove ini tanaman yang hidup di habitat pesisir. Karakteristik habitat hutan mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidial yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Wilayahnya juga menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat, baik dari muara suangai ataupun rembesan. Dan biasanya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, sehingga keberadaan terumbu karang atau pulau sangat mempengaruhi habitatnya. Hutan bakau hanya terdapat di pantai yang berkekuatan ombaknya terpecah oleh penghalang berupa pasir ataupun Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 11

28 terumbu karang. Sehingga hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria delta dan daerah pantai yang terlindung. Jika tanpa adanya campur tangan manusia, pada dasarnya keberadaan dan kelestarian hutan mangrove dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain: kerapatan dan lama penggenangan air laut terhadap pantai, tingkat percampuran antara air asin dan air tawar di muara sungai (kadar air payau) di daerah muara dan konsistensi (ketahanan komposisi) tanah pantai (berpa atau berlempung). Tetapi, ketiga faktor di atas akan menjadi kurang berpengaruh apabila terjadi intervensi tindakan manusia, yang dalam kasus ini seperti penebangan bakau, tempat bersandarnya perahu-perahu nelayan dan perluasan lahan budidaya perikanan. Tumbuhan mangrove sebagaimana tumbuhan lainya mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove ini merpakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tetapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah, batang dan sebagainya. Sebagai serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungsi menjadi nutrien terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis, sebagian lagi sebagai partikel serasah dimanfaatkan oleh kan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan-memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu rantai makan di dalam ekosistem hutan mangrove. Tanpa disadari atau tidak oleh masyarakat pesisir, sebenarnya keberadaan hutan mangrove bernilai ekonomi tinggi bagi para nelayan. Di antara fungsinya antara lain sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan pohon mangrove. Daerah asuhan, daerah mencari makanan dan daerah pemijahan berbagi jenis ikan, udang dan biota laut lainya. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 12

29 bahan baku arang, dan bahan baku kertas. Pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainya. Selain itu, sebagai tempat pariwisata kalau dikelola dengan baik. Meskipun tepian hutan hanya selebar beberapa lapis pohon saja, hutan mangrove yang telah mapan system perekatan dapat memperlambat arus air yang mengandung lumpur dan memungkinkan pengendapan partikel-partikel lumpur dalam satu proses pembentukan endapan di sisi daratan hutan bakau. Pergantian hutan mangrove ini memungkinkan jenis tanaman perintis hutan mangrove untuk maju terus ke arah laut, selanjutnya mempercepat proses pembentukan pantai dan menjamin pemantapan daerah pesisir. Hal ini tentunya akan sangat berdampak terhadap sosial ekonomi yang siknifikan terhadap masyarakat pesisir. Sehingga kerusakan ekosistemnya seharusnya perlu di hindari. Kerusakan ekosistem perairan yang semakin parah dan jika tidak segera diatasi dikhawatirkan semakin merusak sumberdaya laut. Penanaman mangrove merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan ekosistem laut. Secara perlahan dengan adanya hutan mangrove ini ekosistem laut akan berangsur-angsur membaik. Sebab akan menjadi tempat penetasan ikan, dan menangkis adanya adanya abrasi. Mudah-mudahan, upaya pemerintah ini bisa di ikuti oleh warga masyarakat yang didasari kesadaran untuk mengkonservasi sumberdaya alam di lingkungan kita. Problema kerusakan lingkungan hidup sebenarnaya adalah konsep yang sangat antroposentris, yaitu paradigm yang memposisikan lingkungan hidup dari sudut pandang kepentingan manusia. Jika dampak kegiatan ini melampaui kemampuan lingkungan hidup pantai untuk memulihkan diri dari dampak tersebut, perubahan itu sering mengurangi kemampuan lingkungan hidup untuk memenuhi kebutuhan manusia atau bahkan akan hilang. Dengan demikian, terjadilah apa yang disebut dengan kerusakan lingkungan hidup. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem hutan mangrove sangat berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan dipesisir bagi berbagai peruntukan. Biasanya pengalihan fungsi hutan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 13

30 mangrove ini diperuntukan untuk pemukiman, perikanan, pelabuhan dan sebagainya, sehingga tekanan ekologios terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun secara tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan rumah tangga, pertanian maupun pembangunan. (Otto Soemarwoto, 2001: 97). Semua kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove mempunyai dampak pada wilayah pesisir itu sendiri maupun lingkungan dalam arti luas. Sejak awal, budaya manusia telah berusaha untuk mengelola dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup. Jadi, pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum serta untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari lingkungan hidup guna mencapai kesejahretaan yang berkelanjutan. 2.3 Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan perlibatan masyarakat merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang menyatukan berbagai kepentingan (pemerintah dan masyarakat), ilmu pengetahuan dan pengelolaan, dan kepentingan sektoral dan masyarakat umum. Pengelolaan berbasis masyarakat disini adalah bahwa penggunaan dari sumberdaya yang utama yaitu masyarakat dan harus menjadi aktor pengelola sumberdaya tersebut. Perlibatan masyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan secara berkelanjutan pada sumberdaya, dan pada umumnya kelompok masyarakat yang berbeda akan berbeda pula dalam kepentingannya terhadap sumberdaya tersebut. Pengelolaan sumberdaya tidak akan berhasil tanpa mengikut sertakan semua pihakpihak yang memiliki kepentingan. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 14

31 Suatu pembangunan berbasis masyarakat dapat terbentuk, jika ada suatu kelompok berkolaborasi, karena mereka sadar tidak dapat mengerjakan suatu tugas sendiri-sendiri dan tidak dapat mencapai tujuan secara individual baik karena sifat dari tugas atau tujuan itu sendiri, maupun karena keterbatasan sumber-sumber. Kebersamaan dan kesamaan dalam perhatian, kepedulian, biasanya membuat masyarakat bersatu. Jika kebersamaan itu melembaga, dan menimbulkan kesetiakawanan, rasa saling percaya, terciptanya aturan-aturan main, maka inilah dasar dari terbentuknya basis masyarakat. Sehingga strategi yang tepat perlu dilakukan untuk menangani isu-isu yang mempengaruhi lingkungan pesisir melalui partisipasi aktif dan bentuk nyata dari masyarakat pesisir itu sendiri. Adanya partisipasi dari masyarakat merupakan hal yang penting dalam upaya pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat. Banyak program dan kegiatan pengelolaan yang kurang berhasil dikarenakan pelaksanaan program yang gagal melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal program. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove pada dasar-nya adalah upaya melibatkan masyarakat agar secara sadar dan aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan mangrove. Keterlibatan dapat terwujud apabila seseorang merasa bahwa keikutsertanya dapat memberikan manfaat bagi dirinya, dimana manfaat tersebut tidak hanya dalam bentuk fungsi hutan mangrove yang sifatnya dirasakan dalam jangka pendek. Berdasarkan hasil analisis faktor partisipasi dan pengelolaan hutan mangrove yang terdapat di Kecamatan Gending, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove Faktor Manajemen Seperti yang kita ketahui bersama pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasaan dalam suatu program apapun yang namanya rencana itu senantiasa datangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 15

32 ujung tombak pelaksana program hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down. Pelaksanaan program semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya posisi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan program. Masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan mangrove tersebut. Masyarakat sebagai perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan pe-manfaatannya secara berkelanjutan semua-nya dipercayakan kepada masya-rakat, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Menurut Raharjo (1996) pengelolaan berbasiskan masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola hutan mangrove di suatu kawasan. Mengelola berarti masyarakat ikut memikirkan, memformulasikan, merenca-nakan, mengimplementasikan, meng-evaluasi maupun memonitor sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Dalam rangka menjalankan program pengelolaan hutan mangrove dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat perlu dibentuk suatu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Perlibatan masyarakat secara institusional dan administratif di dalam Kelompok menjadi sangat penting karena melalui KSM dapat dilaksanakan program rehabilitasi hutan mangrove, penyebarluasan informasi peraturan perundang-undangan, penyebar-luasan informasi teknik budidaya per-ikanan, serta memudahkan dalam meng-gerakkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove. Informasi perencanaan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove (lokasi, luas, tujuan, sasaran, komponen yang terlibat, pelaksanaan, dan sebagainya) perlu disampaikan kepada masyarakat baik melalui aparat desa atau melalui KSM agar terdapat pegangan informasi yang jelas bagi masyarakat. Hal ini penting agar tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat, bahkan diharapkan semakin mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam penge-lolaan hutan mangrove. Sebagai contoh masyarakat atau KSM melakukan kegiatan penanaman mangrove, sebelum pelaksanaan penanaman kelompok harus memiliki pengetahuan tentang teknik Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 16

33 rehabilitasi mangrove seperti syarat-syarat tumbuh, kondisi ideal untuk tumbuh, seleksi buah dan cara-cara penanaman mangrove. Berbekal informasi ini kemudian kelompok merencanakan kegiatan penanaman, seperti lokasi dan waktu penanaman serta yang terlibat dalam penanaman. Pelaksanaan kegiatan pena-naman mangrove dikoordinir oleh kelompok dengan melibatkan banyak orang, termasuk wanita dan anak-anak sekolah. Sebelum penanaman, kelompok memberikan penjelasan pada para peserta mengenai caracara penanaman. Pada penanaman ini kelompok menyediakan buah mangrove, ajir, makan siang dan baju kaos. Dari penanaman tahap pertama, kemudian berlanjut ke penanaman tahap kedua, ketiga dan seterusnya. Pada beberapa kegiatan pananaman diperlukan suatu kerjasama antar pemerintah daerah, LSM, dan kelompok masyarakat. Kerja-sama diperlukan untuk memperoleh bantuan dana dan penguatan kapasitas kelompok. Selama pelaksanaan kegiatan, ke-lompok masyarakat melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berkala terhadap kegiatan-kegiatan yang berjalan. Monitoring dilakukan untuk memantau permasalahan-permasalahan yang muncul selama kegiatan berjalan di tiap tahapan dan mencari alternatif pemecahannya. Tidak jarang dari hasil monitoring memaksa kelompok untuk menyesuaikan atau merubah rencana kegiatan pada tahap-tahap tertentu sesuai dengan kondisi lapangan. Segenap masukan dan hasil pengamatan dari monitoring kemudian di evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui segala kelemahan dan kelebihan dari kegiatan yang dijalankan guna perbaikan di masa mendatang. Selain evaluasi juga dilakukan untuk menilai dan mencocokkan tujuan yang telah ditetapkan dan bahkan menyesuaikan tujuan di tengah-tengah pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove memerlukan suatu pendekatan yang fleksibel, sabar dan butuh waktu. Membangun pemahaman dan keyakinan masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan hutan mangrove sangat memakan waktu dan dapat memperlambat pengukuran kemajuan pekerjaan dalam rehabilitasi hutan mangrove. Bengen (2001) menyebutkan masalah pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 17

34 antara kepentingan ekologis (konservasi hutan mangrove) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove. Namun hal di atas sebanding dengan perolehan hasil dalam jangka panjang karena dapat membangun rasa kepemilikan dan komitmen msyarakat yang kuat yang merupakan jaminan keterbelanjutan rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove. Upaya perlibatan masyarakat yang berarti dan berkelanjutan dalam pengelolaan dan rehabilitasi sumberdaya pesisir tidak dapat dicapai hanya melalui satu program yang dibatasi oleh ruang lingkup dan area serta kerangka dan tenggat waktu yang terbatas. Dengan demikian, strategi yang ditetapkan harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat selain tujuan konservasi hutan mangrove tercapai Faktor Pengetahuan Dalam upaya pengembangan par-tisipasi masyarakat yang perlu juga diperhatikan adalah faktor pengetahuan. Pengembangan faktor pengetahuan dapat dilakukan memalui kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan merupakan upaya penyadaran masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove, pelestarian dan rehabilitasinya, serta pentingnya masyarakat berkelompok untuk menghadapi permasalahan-permasalah mereka. Pendi-dikan yang dilakukan lebih bersifat non formal melalui pertemuan-pertemuan/diskusi-diskusi. Dalam kegiatan ini diharapkan dukungan/fasilitas masyarakat dengan mengundang berbagai wakil masyarakat seperti tokoh-tokoh masyarakat formal dan informal, guru, ketua RT/RW, pedagang, petani tambak dan nelayan. Sebagai contoh pada pertemuan tersebut diidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, terutama me-nyangkut pertumbuhan dan kemajuan desa, serta kegiatan pertambakan dan perikanan pada umumnya. Topik-topik yang di-bicarakan dianalisis dengan membuat perbandingan antara kondisi dahulu dengan sekarang, dan mendiskusikan mengapa perubahan-perubahan tersebut terjadi. Dari pertemuan ini digambarkan oleh peserta berbagai permasalah yang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 18

35 dihadapi, seperti adanya abrasi, gagal budidaya udang, menurunnya produktifitas tambak dan sebagainya. Paparan permasalahan ini dibahas untuk mencari berbagai penyebabnya yang diantaranya dalah karena rusaknya hutan mangrove disepadan pantai desa. selanjutnya dicoba mencari dan menganalisis beberapa alternatif jalan keluar. Proses ini terus berlanjut sampai pada penerimaan ide bahwa pengelolaan mangrove akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat seperti, pertambakan dan perikanan serta dapat mencegah abrasi yang telah merusak tambak masyarakat. Setelah masyarakat termotivasi untuk melakukan pengelolaan kawasan hutan mangrove, tahap berikutnya adalah mem-berikan pelatihan teknis dan manajemen. Tujuan dari pelatihan dimasudkan adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan pengelolaan kawasan hutan mangrove. Materi pelatihan yang harus disampaikan adalah: a) Manajemen pengelolaan kawasan hutan mangrove yang berkelanjutan. b) Teknik rehabilitasi, perawatan dan perlindungan tanaman mangrove. c) Teknik budidaya ikan dan non ikan di kawasan mangrove. d) Teknik penangkapan ikan/non ikan di kawasan mangrove. Metode pelatihan dikemas dalam bentuk praktek dilokasi kawasan mangrove. Untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat, setelah pelatihan ketrampilan tersebut, pemerintah perlu memberikan paket percontohan usaha pemanfaatan kawasan hutan mangrove. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain Faktor Sikap Hingga saat ini, upaya mempertahankan kelestarian fungsi dan manfaat hutan mangrove atau kawasan hutan payau oleh pemerintah daerah tampaknya masih belum berjalan dengan semestinya. Masih banyak benturan-benturan kepentingan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 19

36 yang tidak sesuai dengan peruntukan kawasan mangrove. Sikap pandang masyarakat terhadap kawasan hutan mangrove masih lebih dominan pada hal yang berbau ekonomi atau yang menghasilkan uang saja. Oleh karena itu, masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir. Dengan demikian semua proses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai kuli, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman dan lain-lain. Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompok orang yang bukan anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrove tersebut ingin memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentu akan ramai-ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohon tanpa ijin. Untuk mencegah hal itu diperlukan suatu aturan tertulis, dimana aturan tersebut memuat sanksi-sanksi yang dibuat masyarakat disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Gending. Dengan kebijaksanaan dan peraturan yang tepat, masih dimungkinkan untuk menjaga kelestarian mangrove, tidak hanya sekedar memperhatikan namun juga perlu tindakan nyata dalam melestarikan. Pemanfaatan mangrove haruslah sebijaksana mungkin tanpa harus merusak, namun kita bias terus- menerus mendapatkan keuntungan darinya. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir II - 20

37 PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Maksud, Tujuan Dan Ruang Lingkup Kegiatan Maksud, tujuan dan sasaran dari pekerjaan ini adalah : Maksud Pekerjaan Bahwa maksud dari pelaksanaan kegiatan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove ini adalah dapat tersusunnya suatu Dokumen Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir yang menjadi dasar dalam pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Dalam hal ini konsultan dapat memahami dari maksud tersebut.yaitu bahwa dokumen hasil akhir dari kegiatan ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi para pihak yang berkepentingan (stake holders) dalam menentukan kebijakan dan upaya pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 1

38 3.1.2 Tujuan Pekerjaan Adapun beberapa tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Mengetahui dan menganalisis potensi hutan mangrove yang ada di Kabupaten Rokan Hilir 2. Menilai secara ekonomi manfaat langsung dari sumberdaya hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir 3. Memberikan strategi alternatif dalam pengelolaan mangrove untuk Kabupaten Rokan Hilir Dari rumusan tujuan tersebut konsultan dapat memahami bahwa, hasil akhir dari kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui kondisi potensi hutan mangrove yang ada di seluruh wilayah kabupaten Rokan Hilir dan nilai ekonomi dan ekologinya baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat dan pemerintah daerah serta sekaligus merumuskan strategi pengelolaannya secara berkelanjutan Lingkup Layanan Pekerjaan Adapun ruang lingkup dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah : a. Tahap persiapan pekerjaan, yang menyangkut segala kegiatan persiapan pekerjaan dari mulai mobilisasi personil, telaah awal studi yang sejenis, penyusunan perlengkapan pelaksanaan pekerjaan seperti daftar pertanyaan, daftar data yang diperlukan, pengaturan personil untuk melakukan survey instansional dan survey lapangan. Metodologi kegiatan serta jadwal personil dll. Kesemua tahapan persiapan ini akan di sampaikan dalam bentuk laporan pendahuluan yang kemudian akan disampaikan pada pihak pemberi tugas dan dilakukan diskusi awal. b. Tahap Pelaksanaan Survey dan Pengumpulan Data, dimana pada layanan ini konsultan akan melakukan survey lapangan guna mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk analisis pada pekerjaan ini. Pelaksanaan survey lapangan ini akan dilakukan dengan dua pendekatan yaitu : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 2

39 survey terhadap instansi terkait guna mendapatkan informasi sekunder baik berupa data maupun kebijakan yang terkait dengan pengelolaan hutan mangrove dan survey lapangan (ground check), dimana pada tahapan ini konsultan melakukan survey turun langsung ke lokasi yang menjadi lokasi kajian guna melakukan pengamatan, pencatatan dan pengukuran tentang segala hal berkaitan dengan kondisi wilayah kajian potensi sumberdaya hutan mangrove. Selanjutnya segala informasi tersebut akan dijadikan dasar dalam melakukan analisis terhadap persoalan yang ada di lokasi wilayah kajian. c. Tahap Analisis, Perumusan Strategis dan Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove, layanan kegiatan ini pada dasarnya adalah kegiatan terakhir yang dilakukan oleh konsultan, dimana dari kegiatan ini konsultan akan melakukan tahapan analisis terhadap segala informasi yang didapatkan dari lapangan baik berupa data sekunder maupun data primer. Dalam melakukan analisis ini semua personil yang terlibat dalam kegiatan akan melakukan pekerjaannya sesuai dengan kompetensi disiplin keilmuannya. Kemudian dari hasil analisis ini oleh konsultan akan dijadikan dasar dalam merumuskan strategi dan kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove di kabupaten Rokan Hilir. Selanjutnya semua kegiatan ini akan disampaikan dalam bentuk Draft Laporan Akhir yang merupakan bahan untuk selanjutnya dijadikan bahan diskusi dengan para pihak yang berkepentingan. Dan setelah mengalami penyempurnaan dari hasil diskusi selanjutnya akan menjadi Laporan Akhir dari seluruh kegiatan ini. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 3

40 3.2 Keluaran Dan Lokasi Kegiatan Keluaran Pekerjaan Keluaran yang diharapan dari Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir adalah sebagai berikut : 1. Indentifikasinya potensi sumber daya hutan mangrove di Kab. Rokan Hilir; 2. Adanya gambaran kondisi kawasan hutan mangrove di Kab. Rokan Hilir; 3. Analisis nilai ekonomis dari manfaat langsung hutan mangrove bagi masyarakat di Kab. Rokan Hilir; 4. Strategi dan Kebijakan pengelolaan hutan mangrove berkesinambungan di Kab. Rokan Hilir; 5. Dokumentasi Tiga Dimensi (Video) Hutan Mangrove di Kab. Rokan Hilir. Dari uraian tersebut konsultan dapat memahami bahwa keluaran yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi dan potensi sumberdaya hutan mangrove di kabupaten Rokan Hilir, nilai ekonomi dan ekologisnya baik untuk masyarakat maupun bagi pemerintah daerah, serta dapat terumuskannya strategi dan kebijakan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan demi upaya pembangunan wilayah Kabupaten Rokan Hilir dimasa mendatang. Adapun dokumentasi dalam bentuk video diharapkan dapat memberikan gambaran secara visual mengenai kondisi dan potensi sumberdaya hutan mangrove di wilayah Kabupaten Rokan Hilir pada saat ini Lokasi Pekerjaan Lokasi untuk pelaksanaan kegiatan Kajian Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove di Kab. Rokan Hilir meliputi 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Kecamatan Pasir Limau Kapas yang memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang cukup besar di Kab. Rokan Hilir. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 4

41 Dari uraian tersebut konsultan dapat memahami bahwa wilayah penelitian akan difokuskan pada 3 wilayah kecamatan tersebut, seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 5

42 3.3 Pendekatan Penelitian Dalam melakukan pekerjaan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan mangrove di kabupaten Rokan Hilir ini pemikiran yang mendasarinya adalah, bahwa sumberdaya pesisir dan lautan seperti hutan mangrove jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari, yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan dikemudian hari diantaranya adalah degradasi fisik dari ekosistem wilayah pesisir seperti degradasi garis pantai, abrasi, rob, berkurangnya areal hutan mangrove dan interusi air laut dan lain sebagainya. Kabupaten Rokan Hilir saat ini memiliki hutan mangrove yang cukup luas yaitu ,65 Ha berdasarkan data Dinas Kehutanan Kab. Rokan Hilir yang terletak di beberapa kecamatan seperti kecamatan Pasir Limau Kapas, Kecamatan Kubu, Kecamatan Bangko dan Kecamatan Sinaboi. Kondisi hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir pada umumnya tumbuh secara alami dan saat ini kondisinya sudah mengalami tekanan di beberapa bagian wilayah baik untuk kepentingan pembangunan pemukiman penduduk, pembangunan pelabuhan, pembangunan tambak maupun untuk diambil kayunya untuk kepentingan bahan bakar rumah tangga, bahan pembuatan rumah dan untuk pembuatan arang. Jika hal ini tidak dikendalikan dan diperhatikan tentunya lambat atau cepat akan mengalami kerusakan. Sehingga untuk mempertahankan kelestarian dan memanfaatkan potensi sumber daya hutan mangrove yang ada di Kab. Rokan Hilir tersebut, diperlukan suatu sistem pengelolaan hutan mangrove yang memperhatikan prinsip kesinambungan fungsi hutan mangrove, terpeliharanya jaringan kehidupan ekosistem mangrove dan kesadaran serta kesamaan persepsi berbagai pihak atas pentingnya keberadaan hutan mangrove dengan potensi sumber dayanya. Oleh karena itu pendekatan yang perlu dilakukan dalam kajian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi dan potensi ekologi dan ekonomi hutan mangrove yang terdapat di kabupaten Rokan Hilir. 2. Mengetahui pola pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah saat ini. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 6

43 3. Mengetahui persepsi masyarakat tentang pentingnya keberadaan hutan mangrove bagi mereka. 4. Melakukan analisis terhadap nilai ekonomi dan ekologis dari keberadaan hutan mangrove bagi masyarakat, baik nilai manfaat langsung maupun tidak langsung. 5. Merumuskan strategi dan kebijakan pengelolaan hutan mangrove secara berkesinambungan, sebagai dasar bagi para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hutan mangrove dimasa mendatan. Secara diagramatis pendekatan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Faktor-Faktor Ekologi Faktor-Faktor Ekonomi Potensi Kawasan Mangrove Manfaat Ekologi Manfaat Ekonomi Pengelolaan Wilayah Pantai Kegiatan Yang sudah Berjalan Rencana Pengelolaan Analisis Strategi Pengelolaan STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE Gambar 3.2. Pendekatan Pekerjaan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 7

44 3.4 Metodologi Kegiatan Untuk mendapatakan hasil yang diharapkan sesuai dengan pendekatan diatas maka, secara garis besar metodologi kegiatan yang akan dilakukan dalam penyusunan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (lihat Gambar 3.3 ): Tahapan Persiapan Beberapa kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap persiapan ini antara lain : 1). Persiapan dasar, berupa pengkajian data literatur yang telah ada yang berkaitan dengan wilayah kajian. 2). Persiapan teknis survei, berupa penyiapan peta-peta dasar, daftar pertanyaan (kuesioner) dan daftar isian (Checklist) serta persiapan peralatan lainnya yang diperlukan untuk kepentingan pengumpulan data/informasi tingkat regional dan kawasan dengan berbagai objek khusus yang ada sesuai dengan skala dan tingkat kepentingannya. 3). Persiapan mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung untuk pelaksanaan kegiatan, agar pembagian tugas antar tenaga ahli dan tenaga pendukung dapat mencapai hasil yang diinginkan dan sesuai waktu yang telah ditentukan. 4). Penyusunan Laporan Pendahuluan yang menguraikan rencana kerja dan metodologi kerja serta mobilisasi dan demobilisasi tenaga ahli Tahapan Pelaksanaan Survei Beberapa kegiatan survei dan hasil yang diperoleh pada tahap ini antara lain : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 8

45 1) Survei data instansional berupa pengumpulan data produk instansi vertikal maupun otonom yang terkait dengan kepentingan kajian potensi sumberdaya hutan mangrove di kabupaten Rokan Hilir. 2) Survei lapangan, berupa pengamatan dan pengecekan dan pengukuran langsung di lapangan mengenai kondisi dan potensi hutan mangrove di wilayah kajian serta kondisi kemasyarakatan di wilayah sekitar hutan mangrove. Metoda yang digunakan dalam kegiatan ini diantaranya adalah dengan menggunakan metoda transek yaitu dengan cara menarik garis tegak lurus pantai, kemudian masing-masing dibuat plot dengan ukuran 10 x 10 m. Dimana dari setiap plot terebut dilakukan perhitungan jumlah individu pohon, diameter pohon dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis. Serta metoda spot check untuk melengkapai informasi komposisi jenis, distribusi jenis dan kondisi umum ekosistem mangrove yang memiliki ciri khusus. 3) Survei objek khusus berupa pengisian daftar pertanyaan yang diajukan pada objek-objek khusus seperti tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha perikanan, nelayan, petambak, pelaku industri, pariwisata atau rumah tangga atau masyarakat. 4) Interview dan diskusi yaitu melengkapi ketiga survei tersebut, apabila dirasakan terdapat kekurangan informasi/data untuk memperoleh keterangan yang lebih terinci Tahapan Kompilasi dan Analisis Data Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengumpulkan dan menyusun data/informasi yang diperlukan yang selanjutnya dilakukan analisis untuk kepentingan tahap penyusunan laporan akhir. Beberapa pokok kegiatan antara lain : 1) Pekerjaan penyusunan kompilasi data adalah suatu tahap proses seleksi data untuk penyusunan kajian potensi sumberdaya hutan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 9

46 mangrove di kabupaten Rokan Hilir. Dengan sistematika data sebagai berikut : Makro meliputi data pokok, seperti ; aspek kebijakan tata ruang, kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove dan sumberdaya alam secara keseluruhan, kependudukan, perekonomian, sarana dan prasarana wilayah dan sebagainya. Mikro mencakup data pokok kawasan, seperti; aspek kondisi dan potensi hutan mangrove di wilayah kajian, aspek kependudukan dan sosial masyarakat, fisik dasar, ekosistem, perekonomian, pemanfaatan ruang, sarana dan prasarana, kelembagaan dan administrasi. Data penunjang, selain data kuantitatif yang dipergunakan, juga data kualitatif mengenai kondisi eksisting, potensi dan permasalahan yang dihadapi, tuntutan dan tantangan perkembangan kawasan pesisir dan hutan mangrove khusunya, serta isu strategis yang dianggap berpengaruh terhadap wilayah kajian. 2) Pekerjaan penyusunan analisis adalah suatu tahapan penilaian terhadap berbagai keadaan yang dilakukan berdasar prinsip-prinsip pendekatan dan metode serta teknik analisis yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara ilmiah maupun secara praktis. Analisis yang dilakukan pada kegiatan ini diantaranya adalah meliputi : Analisis kondisi ekologis mangrove dengan melakukan penilaian terhadap Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DR). Yang kemudian akan didapatkan Nilai Penting (NP) dari kondisi ekologis mangrove di wilayah kajian. Analisis ekonomi untuk mengetahui nilai manfaat langsung atau direct use value (DUV) dari ekosistem mangrove seperti pemanfaatan kayu mangrove sebagai kayu bakar, bahan bangunan, bahan pembuat chip dan arang dan lain sebagainya. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 10

47 Analisis SWOT yang bertujuan untuk mengetahui dan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) serta secara bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Yang selanjutnya dari hasil analisis tersebut dapat dirumuskan strategi pengelolaan hutan mangrove secara kualitatif Tahapan Perumusan Draft Laporan Akhir Tahap perumusan Draft Laporan Akhir ini pada dasarnya adalah merupakan tahapan perumusan seluruh kegiatan dari kajian potensi sumberdaya hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir yaitu : 1) Merumuskan kompilasi data dari hasil temuan dilapangan baik berupa data sekunder maupun data primer. Sehingga dari rumusan tersebut dapat teridentifikasi kondisi dan potensi serta permasalahan yang ada di di wilayah kajian, baik mengenai kondisi dan potensi hutan mangrove, kondisi masyarakat serta kondisi pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrovenya. 2) Merumuskan analisis ekologi dan ekonomi dari keberadaan hutan mangrove di wilayah kajian. Baik nilai ekologi dan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung. 3) Merumuskan strategi dan kebijakan pengelolaan hutan mangrove di wilayah kajian dan kabupaten Rokan Hilir secara keseluruhan, yang didasarkan pada hasil analisis sebelumnya sehingga rumusan tersebut dapat dijadikan rujukan bagi pemerintah daerah kabupaten Rokan Hilir dalam upaya pembangunan dan pengelolaan hutan mangrove di wilayah tersebut Tahap Penyempurnaan Rencana Laporan Akhir Berdasarkan hasil penyusunan pada tahap draftlaporan akhir yang kemudian dijadikan bahan untuk diskusi/seminar dengan instansi dan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 11

48 stakeholder terkait. Selanjutnya hasil penyempurnaan dan perbaikan berdasarkan masukan hasil diskusi/seminar tersebut dijadikan sebagai Laporan Akhir dari penyusunan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 12

49 TAHAP LAPORAN AKHIR TAHAP DRAFT LAPORAN AKHIR TAHAP PERSIAPAN Laporan Akhir START Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan - Administrasi dan Koordinasi - Penyusunan Organisasi Kerja - Pengumpulan literatur Kerangka analisis & metoda survey Review Kebijakan & Peraturan Kawasan Pesisir Review Studi Terdahulu & Pengenalan awal wilayah studi LAPORAN PENDAHULUAN Pelaksanaan Survey Primer / Lapangan - Survey Pengamatan Lapangan - Wawancara Masyarakat, Instansi dan pemangku kepentingan ( Stakeholders ) - Penyebaran Daftar Pertanyaan Pelaksanaan Survey Sekunder /Intansional - Data kondisi hutan mangrove - Data kondisi sosial ekonomi masyarakat - Data sarana dan prasarana wilayah - Data perencanaan tata ruang (RTRW) Penyusunan Kompilasi Data Wilayah Kajian - Data ekologis kawasan hutan mangrove - Data sosial ekonomi masyarakat sekitar - Data sarana dan prasarana wilayah - Data kebijakan tata ruang (RTRW) - Data visual hasil pengamatan lapangan - Data hasil wawancara dan daftar pertanyaan Analisis Ekologi,dan ekonomi kawasan hutan mangrove - Analisis Kondisi Hutan Mangrove - Analisis Potensi Ekologis Hutan Mangrove - Analisis Potensi Ekonomi Hutan Mangrove - Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat - Analisis Kebijakan Terhadap Hutan Mangrove - dll Analisis S.W.O.T - Analisis Kekuatan Potensi Kawasan Mangrove - Analisis Kelemahan Masyarakat Kawasan Manrove - Analisis Peluang Potensi Kawasan Mangrove - Analisis Ancaman Degradasi Kawasan Mangrove - dll Perumusan Alternatif Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove Perumusan Strategi Pengelolaan Kawasan Mangrove - Peningkatan Peran Pemerintah Dalam Pengelolaan Kawasan Mangroven - Kebijakan Pemerintah yang Berpihak Pada Pelestarian SDA Hutan Mangrove - Pengembangan Potensi Mangrove Berazas Ekonomi dan Pelestarian Alam - Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove - dll DRAFT LAPORAN AKHIR Penyempurnaan Laporan - Revisi editorial dan substansial - Perbaikan gambar dan peta FINISH LAPORAN AKHIR Gambar 3.3 Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 13

50 3.5. Metode Analisis Dalam kegiatan analisis seperti telah disinggung di bagian sebelumnya bahwa kegiatan ini dilakukan untuk merumuskan berbagai potensi dan permasalahan yang dimiliki, juga kecenderungan dan kebutuhan pengembangan yang harus diupayakan, agar hasil kajian potensi sumberdaya hutan mangrove di kabupaten Rokan Hilir ini dapat menjawab berbagai permasalahan dan kebutuhan pengembangan yang sesuai dengan kondisi wilayah kajian di kemudian hari. Untuk itu dalam hal kegiatan analisis ini digunakan beberapa metoda analisis antara lain adalah : Analsis Vegetasi Analisis vegetasi hutan mangrove dilakukan dengan metoda kombinasi antara metoda jalur dan metoda garis berpetak (Gambar 3) yang diletakkan tegak lurus garis pantai menuju daratan dengan lebar 10 m dan panjangnya tergantung kondisi lapangan (jarak hutan mangrove di tepi pantai dengan perbatasan hutan mangrove dengan daratan di belakang hutan mangrove). Di dalam metoda ini risalah pohon dilakukan dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis berpetak (Kusmana, 1997). Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut: a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m. b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. c) Pohon : Pohon berdiameter 10 cm atau lebih. Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai berikut: a) Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m. b) Pancang : 5 x 5 m. c) Pohon : 10 x 10 m. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 14

51 . Gambar 3.4 Desain kombinasi metoda jalur dan metoda garis berpetak Model Pengukuran Distribusi Mangrove Pengukuran distribusi mangrove dilakukan dengan menggunakan line transek yang dilakukan dengan cara membuat garis tegak lurus garis pantai yang masing-masing transek dibuat plot-plot atau petak petak yang berukuran 10 x 10 meter untuk pohon-pohon berdiameter lebih dari 10 cm. Kemudian dicari Nilai Penting yang merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif (KR), frekwensi relatif (FR) dan dominasi relatif (DR). untuk memperoleh nilai kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominasi relatif menggunakan rumus dari Mueller (1974). a. Kerapatan suatu jenis (K) (indv/ha) b. Kerapatan Relatif suatu jenis (KR) (%) c. Frekuensi suatu jenis (F) d. Frekuensi suatu jenis (FR) (%) Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 15

52 e. Dominasi suatu jenis (m 2 /Ha). D hanya dihitung untuk tingkat pohon Laporan Akhir f. Dominasi Relatif (DR) (%) g. Indeks Nilai Penting (%) - Untuk tingkat pohon, INP = KR + FR + DR - Untuk tingkat pancang dan semai, INP = KR + FR Luas bidang dasar (LBD) suatu pohon yang digunakan dalam menghitung dominasi jenis didapatkan dengan rumus : dimana R adalah jari-jari lingkaran dari diameter batang; D adalah DBH. LBD yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi m Model Penghitungan Keragaman Ekologi Model yang digunakan dalam menghitung keragaman ekologi yang terdapat di wilayah kajian adalah model Shanon Wienner Keterangan : H = Indeks Keragaman; ni = Nilai tiap individu ke-i; N = Total Nilai; s = Jumlah Genera Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 16

53 3.5.4 Model Penghitungan Kekayaan Jenis (Species Richness) Margalef Keterangan : R = Kekayaan Jenis S = Jumlah Jenis n = Jumlah Seluruh Individu Model Penghitungan Kemerataan Jenis (Species Evenness) Pielou Keterangan : E = Kemerataan Jenis H = Indeks Keanekaragaman Shannon S = Jumlah Jenis Model Penghitungan Populasi Dengan Sample ( Sevilla) N n = N d Keterangan n = jumlah individu sampel N = jumlah populasi d = derajat kesalahan (0,10) Analisis SWOT Dalam kaitannya dengan pengelolaan, sesuai dengan potensi dan permasalahan, maka berdasarkan data yang didapatkan dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan hutan mangrove, bersifat kualitatif dengan melakukan identifikasi secara sistematis terhadap berbagai faktor yang melingkupinya. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 17

54 (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Identifikasi faktor internal dan eksternal dilakukan dengan metode brainstorming dengan tokoh-tokoh masyarakat dan hasil observasi lapangan. Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot melalui penghitungan beberapa aspek dari tiap faktor antara lain : 1. Urgensi faktor terhadap misi, meliputi nilai urgensi (NU) dan bobot faktor (BF). 2. Dukungan faktor terhadap misi, meliputi nilai dukungan (ND) dan nilai bobot dukungan (NBD). 3. Keterkaitan antar faktor terhadap misi, meliputi nilai keterkaitan, nilai rata-rata keterkaitan (NRK), nilai bobot keterkaitan (NBK). Penilaian aspek-aspek tersebut dilakukan secara kualitatif yang dikuantifikasi berdasarkan skala Likert dengan model skala nilai. Skala nilai yang dipakai antara 1 5. Adapun kriteria pemberian bobot sebagai berikut : 5 = Sangat tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 4 = Tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 3 = Cukup tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 2 = Kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 1 = Sangat kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan Disamping itu, diperhitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala dari 4 hingga 1, yaitu dari sangat menonjol sampai kurang menonjol. Perinciannya sebagai berikut : 4 = Sangat menonjol 3 = Menonjol 2 = Cukup menonjol 1 = Kurang menonjol Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 18

55 Untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan sekaligus menghindari subyektifitas penilaian, tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam suatu tim kerja untuk melakukan brainstorming berdasarkan penilaian masingmasing tanpa pengaruh dari pihak lain. Penilaian tim kerja dilakukan terhadap nilai rrgensi (NU), nilai dukungan (ND), nilai keterkaitan (NK) dan rating. Hasil perkalian total nilai bobot (TNB) dengan rating akan menghasilkan skor dari masing-masing faktor lingkungan yang bersangkutan. Jumlah nilai yang didapat dari perkalian tersebut akan menentukan urutan prioritas dari masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Setelah masing-masing unsur SWOT diperhitungkan skornya, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Adapun bentuk matrik SWOT disajikan pada Tabel berikut Tabel 3.1. Matrik SWOT Kekuatan Kelemahan Peluang Strategi Kekuatan - Peluang Strategi Kelemahan - Peluang Ancaman Strategi Kekuatan - Ancaman Strategi Kelemahan - Ancaman Dengan menghubungkan keterkaitan unsur-unsur internal dan eksternal dalam bentuk matrik SWOT seperti dalam Tabel 2, akan diperoleh dasar-dasar perencanaan strategi. Ada empat strategi yang diperoleh dari matrik tersebut : a. Strategi SO : yaitu membuat strategi dengan cara menngunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. b. Strategi WO : yaitu membuat strategi dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. c. Strategi ST : yaitu membuat strategi dengan cara menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 19

56 d. Strategi SO : yaitu membuat strategi dengan cara meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Dari analisis matrik SWOT tersebut akan dihasilkan alternatif strategi pengelolaan hutan bakau di Wilayah Kajian di kabupaten Rokan Hilir. Strategistrategi alternatif yang didapatkan kemudian diukur berdasarkan keterkaitannya dengan beberapa unsur. Unsur-unsur yang digunakan antara lain : a. Urgensi b. Kemampuan kendali c. Biaya d. Fisibilitas sosial e. Fisibilitas administrasi f. Landasan legal Keterkaitan dengan unsur-unsur tersebut diberikan nilai dari 1 5, dimana semakin tinggi nilainya berarti keterkaitan dengan unsur tersebut semakin besar dan relatif tidak ada kendala dalam mendukung alternatif strategi yang ditawarkan. Perinciannya sebagai berikut : 1 = Sangat rendah 2 = Rendah 3 = Cukup 4 = Tinggi 5 = Sangat Tinggi Dari penjumlahan nilai-nilai unsur terkait didapatkan 4 (empat) strategi dengan nilai tertinggi yang dijadikan sebagai urutan prioritas pemecahan masalah. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir III - 20

57 GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN 4.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Rokan Hilir Kondisi Administrasi dan Geografis Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, sesuai dengan Undang-undang nomor 53 tahun Wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera antara LU dan BT. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 Km2 dan saat ini kabupaten Rokan Hilir terdiri dari 15 kecamatan, dimana Kecamatan Tanah Putih merupakan kecamatan terluas yaitu 1.915,23 Km2 dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan dengan luas wilayah 198,39 Km 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1. Secara administrasi kabupaten Rokan Hilir memiliki Sebagai berikut: batas-batas wilayah - Sebelah utara : Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka - Sebelah selatan : Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu - Sebelah Timur : Kota Dumai - Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Utara Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 1

58 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 2

59 Tabel :4.1 WILAYAH ADMINISTRASI KABUPATEN ROKAN HILIR BERDASARKAN KECAMATAN DAN LUAS WILAYAH TAHUN 2012 NO KECAMATAN IBUKOTA LUAS WILAYAH (KM²) % LUAS 1 TANAH PUTIH SEDINGINAN 1.915,23 21,77 2 PUJUD PUJUD 984,90 11,09 3 TANAH PUTIH TJ. MELAWAN MELAYU BESAR 198,39 2,23 4 RANTAU KOPAR RANTAU KOPAR 231,13 2,60 5 BAGAN SINEMBAH BAGAN BATU 847,35 9,54 6 SIMPANG KANAN SIMPANG KANAN 445,55 5,02 7 KUBU TELUK MERBAU 830,30* 9,35 8 PASIR LIMAU KAPAS PANIPAHAN 669,63 7,54 9 BANGKO BAGANSIAPIAPI 475,26 5,35 10 SINABOI SINABOI 335.,8 3,78 11 BATU HAMPAR BANTAYAN 284.,1 3,20 12 RIMBA MELINTANG RIMBA MELINTANG 235,48 2,65 13 BANGKO PUSAKO BANGKO KANAN 732,52 8,25 14 PEKAITAN PEDAMARAN 465,30 5,24 15 KUBU BABUSSALAM - 230,76* 2,60 KABUPATEN ROKAN HILIR BAGANSIAPIAPI 8.881, Sumber : Rokan Hilir Dalam Angka 2011, BPS Kabupaten Rokan Hilir * Hasil pengukuran pada peta rupa bumi Kabupaten Rokan Hilir Selain wilayah daratan kabupaten Rokan Hilir juga memiliki wilayah yang merupakan pulau-pulau. Adapun pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Rokan Hilir antara lain adalah seperti terlihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 4.2 Pulau-Pulau Yang Terdapat di Kabupaten Rokan Hilir NO KECAMATAN PULAU 1 Kubu Pulau Halang 2 Pasir Limau Kapas Gugusan Pulau Jemur 3 Bangko Pulau Berkey, Pulau Serosa 4 Pekaitan Pulau Pedamaran 5 Sinaboi Pulau Sinaboi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 3

60 Posisi Kabupaten Rokan Hilir di atas memiliki nilai yang sangat strategis dari segi geostrategis. Selat Malaka merupakan jalur pelayaran dan perdagangan Internasional yang sangat ramai. Perbatasan dengan pesisir utara Kabupaten Rokan Hilir dengan Selat Malaka tersebut memberikan keuntungan bagi kabupaten ini dari sisi kemudahan akses perdagangan, Ekspor, Impor, perdagangan lintas batas, kerja sama pembangunan regional antar negara. Jalur pelayaran internasional Selat Malaka merupakan gerbang lintas perdagangan regional dari dan ke Selangor, Malaysia. Lintasan tersebut melalaui pelabuhan rakyat yang sudah ada sejak lama, yaitu Pelabuhan Bagan Siapi-Api, Pulau Halang, Sinaboi, Panipahan, dan Tanjung Lumba-Lumba. Pelabuhan Malaysia yang menjadi orientasi utama adalah Port Klang. Lalu lintas pelayaran ini adalah pelabuhan tradisional yang telah dilakukan masyarakat sejak dahulu dan merupakan embrio bagi berkembangnya kerjasama perdagangan lintas batas. Saat ini, kerjasama regional antar negara telah berkembang lebih maju dan modern. Dalam hal ini, posisi Kabupaten Rokan Hilir menjadi sangat strategis seperti dalam rangka mendukung kerjasama segitiga Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), kerjasama sosial Ekonomi Malaysia- Indonesa (Sosek Malindo), Kerjasama Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI). Sebagai sebuah kabupaten yang memiliki batas dengan negara tetangga dan memiliki pulau-pulau terluar, maka permasalahan pembangunan wilayah perbatasan untuk pertahanan dan keamaan nasional merupakan salah satu isu strategis nasional, yang harus diantisipasi di Kabupaten Rokan Hilir. Koordinasi yang erat dan intensif antara Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dan Pemerintah Pusat merupakan hal penting untuk pembangunan dan menjaga integritas pulau-pulau terluar di Kabupaten Rokan Hilir. Selain merupakan daerah perbatasan dengan negara tetangga, Kabupaten Rokan Hilir juga menjadi pintu gerbang lintas batas dari dan ke Sumatera Utara dengan memanfaatkan jalan lintas Sumatera serta beberapa jaringan jalan lokal yang terdapat di sebelah Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara. Interaksi regional Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 4

61 dengan wilayah Sumatera ini telah berlangsung lama untuk mengankut komoditi pertanian dan perkebunan yang dihasilkan masyaakat Rokan Hilir untuk diperdagangkan di Sumatera Utara. Di samping itu, potensi kerjasama regional antar provinsi seperti kerjasama Provinsi se-sumatera maupun kerjasamakerjasama lainnya terbuka luas untuk dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah dan masyarakat Kabupaten Rokan Hilir Kondisi Iklim Kabupaten Rokan Hilir beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2010 adalah 222,70 mm/tahun, dan temperatur udara berkisar antara C dan kelembaban 75 0 C 83 0 C, dengan curah hujan berkisar rata-rata mm/tahun dengan hari hujan kurang lebih 12,5 hari. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dengan jumlah hari hujan pada tahun 2010 rata-rata 57 hari Kondisi Topografi Dilihat dari topografi, wilayah darat Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar terdiri dari daratan rendah dengan ketinggian antara 0 40 m di atas permukaan laur (dpl). Daerah pesisir pantai memiliki ketinggian 0 6 dpl dan dipengaruhi pasang surut air laut. Daerah sepanjang aliran sungai memiliki ketinggian 0 30 dpl. Daerah aliran sungai Rokan mulai dari muara hingga sekitar ibukota Kecamatan Rimba Melintang merupakan daerah pasang surut air laut. Kemiringan lahan Kabupaten Rokan Hilir berkisar antara 0 15 persen. Daerah dengan kemiringan 0 3 persen meiputi 80 persen dari luas daratan. Pada bagian selatan hinga ke barat daya atau dari kecamatan Tanah Putih hingga ke bagian selatan dari kecamatan Bagan Sinembah memiliki wilayah yang bervariasi antara datar agak berombak hingga gelombang dengan kemiringan 0 5 persen sampai 8 15 persen dengan ketinggian antara m dpl. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 5

62 Sebagian besar wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan tanah lunak dan gambut sehingga memiliki kualitas air tanah dangkal yang umumnya berkualitas kurang baik. Daerah genangan terdapat di bagian selatan Kecamatan Tanah Putih, sedang pada bagian utara atau pesisir pantai hingga sepanjang daerah aliran sungai rokan merupakan daerah yang rawan terhadap genangan. Wilayah di sepanjang aliran Sungai Rokan merupakan dataran rendah dan rawa-rawa yang menjadi rentan terhadap bencana banjir dan genangan sebagaimana yang selama ini berlangsung secara berkala. Pada tahun 2004 dan 2006, terdapat indikasi bahwa beberapa wilayah di Kabupaten Rokan Hilir mengalami bencana banjir dan genangan menjadi semakin luas akibat luapan Sungai Rokan. Selain itu, tanah gambut dan rawa memiliki daya dukung yang rendah terhadap beban konstruksi. Oleh karena itu, biaya pembangunan konstruksi di daerah gambut dan rawa cukup mahal Kondisi Hidrologi Kondisi hidrologi Kabupaten Rokan Hilir dipengaruhi oleh keberadaan 15 (lima belas) aliran sungai yang ada. Sungai Rokan merupakan Sungai utama dengan panjang 350 km dan kedalaman 6 8 meter yang melintasi Kecamatan Pujud, Rantau Kopar, Tanah Putih, Rimba Melintang, Perkaitan, dan Batu Hampar. Sungai Rokan berasal dari dua anak cabang anak sungai, yaitu: Sungai Rokan Kanan dan Sungai Rokan Kiri yang hulu anak sungainya di pegunungan Bukit Barisan pada bagian timur Kabupaten Tapanuli Selatan dan bagian barat Kabupaten Rokan Hulu. Akan tetapi, saat ini banyak anak sungai yang berada di hulu ini kekeringan dan tertutup oleh areal perkebunan. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tidak mengizinkan usaha industri dijalankan di sepanjang Sungai Rokan untuk menjaga kualitas air dan lingkungan sepanjang Sungai Rokan yang sangat strategis untuk sumber air dan perekonomian. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 6

63 Tabel 4.3 Sungai besar yang terdapat di Kab. Rokan Hilir NO KECAMATAN SUNGAI 1. Tanah Putih : Sungai Rokan Laporan Akhir 2. Kubu : Sungai Ular, sungai tengah, sungai Siandun, sungai Subang, sungai Agas, Sungai Lilin 3. Pasir Limau Kapas : Sungai Daun 4. Bangko : Sungai Serusa, Sungai Rokan, Sungai Bangko 5. Sinaboi : Sungai Raja Bejamu, Sungai Sinaboi, Sungai Bakau 6. Rimba Melintang : Sungai Rokan Kabuparten Rokan Hilir memiliki kondisi kawasan yang cukup bervariatif berupa kawasan daratan, kawasan pesisir, perairan laut dan pulau-pulau kecil yang merupakan salah satu ekosistem penting yang mendukung keberlanjutan pembangunan Kabupaten Rokan Hilir. Kawasan pesisir dan perairan laut merupakan ekosistem pendukung kehidupan biota perairan laut, termasuk biotabiota yang dilindungi. Sebagaian muara dari salah satu sungai terbesar di Provinsi Riau, maka kawasan pesisir dan laut Kabupaten Rokan Hilir kaya akan sumber daya perikanan. Demikian pula halnya pulau-pulau kecil yang sebagian di antaranya sesuai dengan luasnya berfungsi sebagai kawasan-kawasan yang dilindungi. Kawsan pesisir dari pulau-pulau kecil nyatanya juga merupakan tempat bermukim para nelayan yang sebigian besar merupakan masyarakat golongan ekonomi lemah. Oleh karena itu, pengendalian kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil perlu diperkuat untuk mendukung keberlanjutan kehidupan nelayan dan keanekaragaman biota yang perlu dilindungi. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 7

64 4.1.5 Kondisi Geologi Secara geologi, kabupaten Rokan Hilir terutama di wilayah bagian Barat dan Selatan didominasi oleh batuan sedimen kuarter denngan sisipan batuan sedimen tersier. Struktur geologi di wilayah ini memiliki lipatan yang merupakan lanjutan kondisi geologi Bukit Barisan. Pada wilayah ini, terdapat potensi dumber daya mineral seperti minyak bumi dan gas yang sangat menguntungkan bagi Kabupaten Rokan Hilir Kondisi Penggunaan Lahan Pada tahun 2012 luas lahan di Kabupaten Rokan Hilir tercatat ha. Lahan yang digunakan untuk hutan negara ha (10,33 persen), perkebunan ha (36,51 persen), tegal /kebun/ ladang/huma ha (6,45 persen), pekarangan/lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya ha (11,99 persen), rawa-rawa yang tidak diusahakan (14,91 persen), tanaman kayu-kayuan ha (2,41 persen), lahan yang sementara tidak diusahakan ha (2,43 persen), sawah ha (6,27 persen), padang rumput 210 ha (0,02 persen), kolam/empang seluas 146 ha (0,02 persen) dan sisanya seluas ha (8,66 persen) digunakan untuk lain-lain. (Rokan Hilir dalam Angka, tahun 2012). Tabel 4.4 Luas Lahan Menurut Penggunaan (Ha) Tahun 2012 No. Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Pekarangan /Lahan Untuk Bangunan dan Halaman sekitarnya 106, Tegal, Kebun, Ladang,huma 57, Padang rumput Tambak Kolam, Tebat, Empang Lahan yang sementara tidak diusahakan 21, Lahan untuk tanaman Kayu-kayuan 21, Perkebunan 324, Sawah 55, Rawa-rawa yang tidak diusahakan 132, Hutan Negara 91, Lain-lain 76, Jumlah 888, Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Rokan Hilir Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 8

65 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 9

66 Selama periode 2012 luas panen tanaman padi adalah hektar (ha), yang terdiri dari padi sawah ha dan padi ladang 255 ha. Sedangkan produksinya ton yang terdiri dari padi sawah ton dan padi ladang 623 ton. Sedangkan luas panen tanaman pangan lainnya hanya 6,35 persen dari total luas panen tanaman pangan yaitu 719 ha dengan produksi ton. Luas panen tanaman sayur-sayuran adalah ha dengan produksi ton, sedangkan produksi tanaman buah-buahan sebesar ,056ton. Pada tahun 2012 luas areal perkebunan adalah ,70 ha dengan produksi ,57 ton. Produksi perikanan di Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar berasal dari perikanan laut. Pada tahun 2012, produksi perikanan tercatat sebanyak ,52 ton, dimana sebanyak ton merupakan hasil perikanan laut dan perairan umum, budidaya kolam dan budidaya keramba hanya 2.716,52 ton. Bila dibandingkan dengan total produksi ikan pada tahun sebelumnya yang berjumlah ,01 ton berarti produksi perikanan mengalami penurunan sebesar 1,57 persen. Hutan mempunyai peranan yang penting bagi stabilitas keadaan susunan tanah dan isinya. Luasan hutan di Kabupaten Rokan Hilir menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) adalah ,90 hektar. Bila dirinci menurut fungsinya seluas ha (2,07 persen) merupakan hutan lindung, 8.279,90 ha (1,41 persen) hutan suaka alam, ha (96,52 persen) hutan produksi. Sementara kawasan bukan hutan menurut TGHK adalah seluas ha. (lihat Tabel dibawah ini). No. TABEL 4.5. Kawasan Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) di Kabupaten Rokan Hilir Fungsi Kawasan Hutan Luas (Ha) Persentase 1. Hutan Produksi 566, Hutan Produksi Tetap (HP) 303, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 263, Hutan Lindung 12, Hutan Suaka Alam dan Wisata (HSAW) 8, Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hilir Jumlah / Total 586, Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 10

67 TABEL 4.6 Kawasan Bukan Hutan Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) di Kabupaten Rokan Hilir No. Fungsi Kawasan Hutan Luas Forest Area Function (Ha) Persentase 1. Hutan Produksi Konversi (HPK) 156, Areal Penggunaan Lain (APL) 13, Jumlah 169, Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hilir Tingginya alih fungsi lahan dan hutan merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Kabupaten Rokan Hilir. Alih fungsi tersebut dipergunakan untuk kegiatan perkebunan, pertanian, industri perkayuan, pemukiman dan perldangan. Umumnya, alih fungsi lahan tersebut terjadi di bagian hulu, tengah, dan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sebagian di antaranya tidak mengindahkan konsep konservasi. Perubahan fungsi lahan secara tidak terkendali selain berpotensi menyebabkan bencana banjir dan genangan di wilayah hilir karena berkurangnya daerah serapan air serta perubahan lahan pertanian di daerah tangkapan air. Hal tersebut juga menimbulkan kerusakan badan sungai berupa longsoran dan abrasi tebing dan tanggul sungai oleh aktifitas bongkar-muat bahan dan produk industri; pendangkalan sungai yang menimbulkan dampak berkurangnya panjang alur sungaiefektif yang dapat dilayari;pencemaran badan sungai oleh limbah industri dan penurunan keanekaragaman hayati. Terjadinya alih fungsi lahan diindikasikan dengan semakin luasnya lahan terlantar yang tidak dikelola,sebagaimana diindikasikan dengan meningkatnya luas lahan lahan tidur dan terbentuknya padang rumput. Di sisi lainnya, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budi daya dan perkebunan turut meningkatkan produksi pertanian. Meskipun demikian,tidak sedikit pula menyebabkan lahan-lahan terlantar. Keberadaan lahan terlantar ini menciptakan lahan kritis di beberapa bagian wilayah kabupaten Rokan hilir. Pembukaan hutan sekunder untuk keperluan lahan pertanian dan kebun penduduk telah menyebabkan terbentuknya lahan-lahan kritis oleh karena lahan garapan tersebut tidak di pelihara dengan baik dan ditinggalkan untuk berpindah Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 11

68 ke lokasi lainnya. Lahan yang ditinggalkan berubah menjadi semak belukar dan alang-alang,sehingga tidak mampu menahan air lebih lama untuk di resapkan ke dalam tanah. Lahan kritis yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar perlu di pulihkan dan di fungsikan secara lestari. Kabupaten Rokan hilir juga menghadapi permasalahan pencemaran badan sungai dan pesisir pantai oleh kegiatan industri dan permukiman yang berada di sepanjang badan sungai dan pantai Timur. Kegiatan industri hulu yang mengolah sumber daya hutan,perkebunan,dan pertambangan,seperti industri pengolahan kelapa sawit,crumb rubber,plywood,pulp dan kertas, permukiman penduduk,kegiatan kormesial dan jasa,dan lainnya yang terkadang membuang limbahnya ke badan sungai telah menurunkan kualitas air sungai dan pesisir.pencemaran badan sungai oleh sumber-sumber domestic,industri,dan kegiatan lainnya yang berlokasi di sepanjang sungai dan dalam DAS memberikan dampak terhadap pemanfaatan sumber daya air tersebut lbagi kebutuhan masyarakat,di mana sebagian penduduk yang bermukim di tepi sungai memanfaatkannya untuk keperluan MCK. Di samping itu, kawasan pesisir kabupaten Rokan hilir yaitu di kecamatan Bangko,Rimba melintang,bangko pusako menghadapi permasalahan abrasi yang cukup mengkhawatirkan. Pesisir kecamatan Bangko pusako mengalami tingkat abrasi yang tertinggi yaitu sekitar 7 meter pertahun sedangkan di kedua kecamatan lainnya tingkat abrasi yang di tandai dengan runtuh dan hilangnya wilayah daratan akibat gerusan gelombang mencapai 5 meter pertahun. Untuk mengatasi hal ini,pemerintah dan masyarakat tempatan perlu melakukan kerjasama yang berkelanjutan untuk pencegahan atau mengurangi abrasi ini. Permasalahan lingkungan lain yang di hadapi Kabupaten Rokan hilir sejak beberapa tahun terakhir dan berlangsung secara berkala adalah perubahan pola iklim yang vtak menentu yang cenderung meningkatkan suhu bumi dan dampak kebakaran hutan pada musim kemarau yang telah mengganggu kegiatan ekonomi dan sosial serta kondisi kesehatan seluruh pihak di Kabupaten Rokan hilir, bahkan hingga ke Negara tetangga terdekat. Kebakaran hutan terutama disebabkan oleh kebiasaan masyarakat dan perusahaan melakukan pembersihan lahan untuk pengembangan areal Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 12

69 pertanian,perkebunan,dan kehutanan,,di mana pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut masih belum optimal. Walaupun belum memberikan hasil yang memadai bagi pengendalian dan penanggulangan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan,namun dapat di catat telah di lakukan berbagai upaya menuju terwujudnya kualitas lingkungan yang lebih baik di Kabupaten Rokan hilir. Beberapa upaya ke arah lingkungan yang lestari antara lain di laksanakan melalui pengelolaan tata guna lahan dan tata guna air; pengendalian pencemaran terhadap badan perairan; peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam menjaga kelestarian lingkungan; serta peningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup Kondisi Demografi Berdasarkan hasil pencacahan SP 2010, jumlah penduduk Kabupaten Rokan Hilir adalah jiwa, yang terdiri dari jiwa penduduk laki - laki dan jiwa penduduk perempuan. Pada tahun 2009 jumlah menduduk mencapai jiwa, apabila dibandingkan dengan tahun 2010 di atas menujukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 1,13 persen. Berdasarkan hasil SP2010 tersebut masih terlihat bahwa penyebaran penduduk terbesar di Kabupaten Rokan Hilir terdapat di kecamatan Bagan Sinembah sebanyak jiwa dan kecamatan Bangko sebesar jiwa. Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah kecamatan Rantau Kopar dengan jumlah penduduk jiwa. Penyebaran penduduk di Kabupaten Rokan Hilir belum merata. Kecamatan Bagan Sinembah yang luasnya hanya 9,54 persen dari luas Kabupaten Rokan Hilir menampung 23,78 persen penduduk, sedangkan Kecamatan Tanah Putih yang luasnya 21,56 persen menampung 10,41 persen penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 13

70 Gambar 4.3 Perbandingan Luas Wilayah dan Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2010 Secara keseluruhan, kepadatan penduduk di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 62 jiwa per kilo meter persegi. Namun, jika dirinci per kecamatan, ternyata kepadatan penduduk bervariasi antara 24 hingga 155 jiwa per kilo meter persegi. Kecamatan Bagan Sinembah merupakan kecamatan yang paling padat, yakni 155 jiwa per kilo meter persegi, sedangkan kepadatan penduduk Kecamatan Rantau Kopar hanya 24 jiwa per kilo meter persegi. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.4. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 14

71 Gambar 4.4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2010 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Rokan Hilir per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun sebesar 4,58 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Pekaitan dan Bangko Pusako merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya yakni sebesar 8,86 persen dan 8,34 persen. Sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Rantau Kopar yaitu sebesar 1,93 persen. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kabupaten Rokan Hilir adalah sebesar 105,87 (pembulatan menjadi 106), hal ini berati setiap 100 penduduk perempuan terdapat 106 penduduk laki-laki. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2010 sebanyak dan mengalami peningkatan sebesar 6,42 persen dari rumah tangga pada tahun 2009 dan mengalami peningkatan sebesar 21,08 persen dari 105,081 rumah tangga pada Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 15

72 tahun Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2010 adalah 4,64 jiwa, lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebanyak 4,56. Artinya terjadi peningkatan jumlah anggota rumah tangga pada periode Tabel 4.7 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2010 No. Kecamatan Luas Wilayah (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) 1 Tanah Putih 1.915, ,99 2 Pujud 984, ,82 3 Tp Tj. Melawan 198, ,82 4 Rantau Kopar 231, ,38 5 Bagan Sinembah 847, ,82 6 Simpang Kanan 445, ,05 7 Kubu 1.061, ,92 8 Pasir Limau Kapas 669, ,89 9 Bangko 475, ,27 10 Sinaboi 335, ,03 11 Batu Hampar 284, ,37 12 Pekaitan 465, ,09 13 Rimba Melintang 235, ,44 14 Bangko Pusako 732, ,14 Jumlah / Total ,59 551,708 62, , , , , , ,52 Sumber : BPS Kabupaten Rokan Hilir, Gambaran Kondisi Lokasi Kajian Sumberdaya Hutan Mangrove Lokasi survei Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Hilir terfokus di 3 (tiga) kecamatan yaitu kecamatan Bangko, kecamatan Sinaboi dan kecamatan Pasir Limau Kapas. Secara geografis ketiga lokasi penelitian terletak diantara 1 o 56-2 o 33 Lintang Utara dan 100 o o 4 Bujur Timur. Secara administratif batas wilayah ketiga kecamatan di sajikan dalam tabel berikut : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 16

73 Kecamatan Bangko Pasir Limau Kapas Tabel. 4.8 Batas Wilayah Administrasi Lokasi Kajian Batas Wilayah Laporan Akhir Utara Selatan Barat Timur Selat Malaka Dan Kec. Sinaboi Selat Malaka Kec. Batu Hampar dan sungai Rokan Kec. Simpang kanan dan kec. kubu Sungia Rokan dan Pulau Berkey Provinsi Sumatera Utara Kota Dumai Kec. Kubu Sinaboi Selat Malaka Kec. Bangko Kec. Bangko Kota Dumai Kecamatan Bangko memiliki luas wilayah sekitar ± ,38 Ha yang terdiri dari 9 desa yaitu desa Parit Aman, desa Sungai Besar, desa Bagan Barat, desa Bagan Hulu, desa Bagan Kota, desa Bagan Jawa, desa Bagan Punak, desa Labuhan Tangga Kecil dan desa Labuhan Tangga Besar. Kecamatan Pasir Limau Kapas memiliki luas wilayah sekitar ±68.367,84 Ha yang terdiri dari desa Teluk Pulai, desa Sungai Daun, desa Panipahan, dan desa Pasir Limau Kapas. Kecamatan Sinaboi memiliki luas wilayah sekitar ± ,28 Ha yang terdiri dari desa Sinaboi, desa Sungai Nyamuk, desa Raja Bejamu, desa Sungai Bakau, desa Bagan Hulu, Bagan Jawa, desa Bagan Punak, dan desa Labuhan Tangga Besar Aksesibilitas dari kota kabupaten Rokan Hilir Bagan Siapiapi menuju ke tiga kota kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel. 4.9 Aksesibilitas Dari Ibukota Rokan Hilir Menuju Lokasi Survei No Jarak Kecamatan (km) Prasarana 1 Bangko 0-30 Transportasi Darat 2 Pasir Limau 30 Transportasi Kapas Air 3 Sinaboi 40 Transportasi darat Sarana Waktu (jam) Keterangan Mobil/ motor/ 1 bentor Speedboat 2 Regular 1 hari 1 kali perjalanan Mobil/kereta 2 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 17

74 Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan penelaahan terhadap peta penggunaan lahan Kabupaten Rokan Hilir diketahui bahwa kondisi hutan mangrove di wilayah kajian secara umum sebagian besar tersebar di wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil seperti di pulau halang, pulau Sinaboi, pulau Serosa dan Pulau Padamaran, pulau Berkley dan gugusan pulau Jemur serta di wilayah tepian sungai Rokan walaupun luasannya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan yang terdapat di wilayah pesisir. Sementara kondisi mangrove di wilayah kajian yang terdiri dari kecamatan Bangko, kecamatan Pasir Limau Kapas dan kecamatan Sinaboi dapat dikatakan masih relatif cukup luas dibandingkan dengan yang berada di kecamatan lain di wilayah pesisir kabupaten Rokan Hilir. Dengan luasan berdasarkan hasil digitasi dari peta Citra Landsat 7 ETM+ dengan kombinasi warna RGB 453 tahun 2008 dan hasil verifikasi dilapangan dengan metoda transek, diketahui bahwa luasan hutan mangrove di ke tiga wilayah kajian tersebut adalah seperti terlihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Tabel 4.10 Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Pasir Limau Kapas Tahun 2012 No Kecamatan Luas (Ha) 1 Bangko ,40 2 Sinaboi 3.269,40 3 Pasir Limau Kapas 2.667,00 Jumlah ,80 Sumber : Hasil perhitungan konsultan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 18

75 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 19

76 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir IV - 20

77 ANALISA KONDISI LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE 5.1. Ekosistem Mangrove Ekosistem hutan mangrove dilokasi penelitian merupakan komunitas yang tumbuh secara alami. Ekosistem ini pada umumnya berada dekat pada daerah pemukiman penduduk sehingga rentan terhadap eksploitasi dan pemanfaatannya. Ekosistem mangrove secara langsung dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mata pencaharian masyarakat lokal sangat terkait dengan keberadaan hutan mangrove pada wilayah ini seperti nelayan, petani dan pedagang. Dengan keberadaan hutan mangrove di wilayah pesisir yang dekat dengan pemukiman penduduk maka dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kepentingan lokasi pemukiman baru, pemanfaatan kayu atau kayu bakar, dan bahan bangunan. Besarnya eksploitasi dan pemanfaatan mangrove yang tidak diimbangi dengan rehabilitasi mengakibatkan luasan mangrove menjadi berkurang Luas Ekosistem Mangrove Berdasarkan pengukuran potensi luas hutan mangrove yang dilakukan dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dengan kombinasi warna RGB 453 tahun 2008 dan berdasarkan peta TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) tahun 2008 luas hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir sebesar Ha. Sementara itu, hasil digitasi tahun 2012 dan hasil verifikasi lapangan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 1

78 menunjukkan bahwa luasan Mangrove sebesar , 90 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan luasan mangrove di kabupaten Rokan hilir, sebesar 4.805,10 Ha. Kondisi tersebut dapat di lihat pada tabel berikut ini. Tabel Penurunan Jumlah Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Waktu Periode Luas Mangrove Penurunan Luasan TGHK 2008 Hasil Digitasi Ha , 90 Ha 4.805,10 Ha Struktur Vegetasi Mangrove Di Lokasi Survei Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi mangrove di lokasi penelitian didapatkan kondisi vegetasi mangrove di ketiga kecamatan terdiri atas 8 famili dan terdiri dari 11 spesies. Tabel Taksonomi Spesies Mangrove di Kecamatan Bangko, Sinaboi, dan Kecamatan Pasir Limau Kapas Famili Spesies Nama Lokal Avicenniaceae Avicennia Alba Api-api, siapi-siapi Combretaceae Lumnitzera Lenggadai Rhizophoraceae Ceriops tagal Tengar Rhizhopora apiculata Rhizhopora mucronata Rhizhopora stylosa Bakau Bakau merah Bakau Palmae/Arecaceae Nypa fruticans Nipah Sonneratiaceae Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Perepat, pedada Berembang, pedada Euphorbiaceae Excoecaria agallocha Buta-buta Meliaceae Xylocarpus granatum Nirih Pteridaceae Acrostichum aureum Piai, Pakis Laut Sumber : data primer 2012 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 2

79 Dari tabel di atas 5 famili yaitu Avicenniaceae, Combretaceae, Rhizophoraceae, Palmae/Arecaceae, dan Sonneratiaceae termasuk kedalam kelompok mangrove utama sedangkan tiga famili lainnya yaitu Euphorbiaceae, Meliaceae, dan Pteridaceae termasuk kedalam kelompok mangrove penunjang, karena jenis-jenis dari kelompok ini tidak dominan di dalam komunitas mangrove sehingga kehadirannya tidak berperan dominan dalam struktur morfologis komunitas mangrove. Mereka banyak tumbuh di tepi atau batas luar habitat mangrove serta jarang membentuk tegakan atau komunitas murni. Penyebaran jenis mangrove pada lokasi penelitian terlihat beragam. Di kecamatan Bangko terdapat 8 jenis mangrove, di kecamatan Pasir Limau Kapas terdapat 9 jenis mangrove dan di kecamatan Sinaboi terdapat 8 jenis mangrove. Sebaran jenis mangrove di ketiga kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Komposisi Jenis Mangrove yang Tersebar di Kecamatan Bangko, Sinaboi dan Kecamatan Pasir Limau Kapas Distribusi No Jenis Mangrove Kec. Bangko Kec. Pasir Limau Kapas Kec. Sinaboi 1 Avicennia alba 2 Ceriops tagal 3 Lumniteriza - 4 Nypa fruticans Rhizhopora apiculata Rhizhopora mucronata 7 Rhizhopora stylosa 8 Sonneratia Alba 9 Sonneratia caseolaris 10 Excoecaria agallocha Hasil pengamatan transek = ditemukan - = tidak ditemukan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 3

80 Gambar 5.1 Peta Sebaran Mangrove di Kecamatan Banko, Pasir Limau Kapas dan Sinaboi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 4

81 5.2. Kondisi Hutan Mangrove Kondisi hutan mangrove di Kecamatan Bangko Luas hutan mangrove di kecamatan Bangko berdasarkan hasil digitasi peta citra landsat RGB 456 dan peta administrasi kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir adalah sebesar ,40 Ha. Luasan Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko terdiri dari daratan Ha, Pulau Berkey Ha dan Pulau Serusa 168,40 Ha. Pengamatan transek vegetasi mangrove di kecamatan ini di pilah menjadi dua lokasi yakni di pulau Berkey sebanyak 1 jalur, transek dan di daratan kecamatan Bangko sebanyak dua jalur transek. a. Analisis Hutan Mangrove di Pulau Berkey Berdasarkan penggunaan lahannya, pulau Berkey merupakan kawasan cagar alam/ hutan lindung bakau. Luas areal hutan lindung berkey menurut peta Tata Guna Hutan Kawasan seluas Ha. Berdasarkan hasil pengamatan transek, vegetasi hutan mangrove di pulau berkey hanya di temukan beberapa jenis vegetasi mangrove yaitu Avicennia alba, Nypa fructican, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia alba. Pada tingkat pertumbuhan pohon (diameter pohon > 10 cm) ditemukan jenis Avicennia alba, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia alba, sedangkan pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai ditemukan Avicennia alba, Nypa fructican, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia alba. Hasil analisis vegetasi hutan mangrove di Pulau Berkey dapat dilihat pada tabel 5.4 dan tabel 5.5. Tabel Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting Jenis Mangrove Vegetasi Mangrove di Pulau Berkey Jlh Indv Pohon K KR F FR D DR INP Avicennia alba Nypa fructican Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 5

82 Jenis Mangrove Jenis Mangrove Jlh Indv Jlh Indv Pohon K KR F FR D DR INP Pancang K KR F FR INP Avicennia alba Nypa fructican Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Semai Jenis Mangrove Jlh K KR F FR INP Indv Avicennia alba Nypa fructican Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Sumber: data primer 2012 Keterangan: Kerapatan (K) Kerapatan Relative (KR) Frekuensi (F) Frekuensi Relatif (FR) Dominasi (D) Dominasi Relatif (DR) Indek Nilai Penting (INP) Pada tabel 5.4 diatas diketahui kerapatan pohon di pulau Berkey sebesar 1470 pohon/ha, dimana yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia alba, kemudian diikuti oleh Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Menurut Kepmen No 201 tahun 2004, kerapatan pohon di pulau Berkey termasuk kedalam kategori kerapatan baik sedang menuju padat, yaitu dengan rentang kerapatan antara 1000 pohon/ha sampai 1500 pohon/ha. Untuk mengetahui jenis dominan disetiap tingkat pertumbuhan digunakan metode indeks Nilai Penting (INP) (Kusmana 1997). Berdasarkan hasil analisis jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang dominan berturut-turut adalah Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 6

83 Avicennia alba sebesar %, Rhizophora stylosa sebesar %, dan Sonneratia alba sebesar 67.62%. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora stylosa sebesar %, Avicennia alba sebesar 50.00%, Sonneratia alba sebesar %, dan Nypa fructican dengan INP sebesar 6.86 %. Hasil analisis vegetasi mangrove pada tingkat pertumbuhan semai, jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora stylosa sebesar 131,88 %, Sonneratia alba sebesar 31,25%, Avicennia alba sebesar %, dan Nypa fructican dengan INP sebesar 8.75%. berdasarkan nilai tersebut, maka jenis mangrove yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Avicennia alba dengan INP sebesar 155,95%, sedangkan pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai vegetasi mangrove yang paling dominan adalah Rhizophora stylosa dengan INP masing-masing sebesar % dan 131,88 %. Di bawah ini grafik indeks nilai penting pada masing-masing tingkat pertumbuhan di pulau Berkey. Gambar 5.2. Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Berkey Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 7

84 Tabel Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, Dan Kemerataan Jenis Jenis Mangrove Jumlah indv (ni) Di Pulau Berkey Keanekaragaman Jenis ni/n Ln (ni/n) H' Avicennia alba Nypa fructican Rhizophora stylosa Sonneratia alba Kekayaan Jenis (R) S-1 = 4-1 ln n = Kemerataan Jenis (E ) H' = ln S = Jumlah Sumber: data primer 2012 Berdasarkan Tabel 5.5. diatas, nilai keanekaragaman jenis (H ) dan nilai kekayaan jenis (R) vegetasi mangrove di pulau Berkey berturut-turut sebesar (H < 1.5) dan (R<3.5) menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis dan kekayaan jenis di pulau Berkey yang tergolong rendah. Nilai keragaman jenis yang sebesar ( E > 0.6) menunjukkan bahwa kemerataan jenis di vegetasi mangrove di pulau Berkey tergolong tinggi. b. Analisis Hutan Mangrove di Kecamatan Bangko Daratan Pada tabel 5.6 diketahui kerapatan pohon di kecamatan Bangko daratan sebesar 830 pohon/ha, dimana yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia alba, kemudian diikuti oleh Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Excoecaria agallocha, Xylocarpus granatum, dan Ceriops tagal. Menurut Kepmen no 201 tahun 2004, kerapatan pohon di kecamatan Bangko daratan termasuk kedalam kategori rusak dengan tingkat kerapatan jarang, yaitu dengan kerapatan pohon kurang dari 1000 pohon/ha. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 8

85 Tabel Laporan Akhir Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting Jenis Mangrove di Kecamatan Bangko Daratan Jlh Indv Pohon K KR F FR D DR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Pancang Jenis Mangrove Jlh K KR F FR INP Indv Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Semai Jenis Mangrove Jlh Indv K KR F FR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Sumber :data primer 2012 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 9

86 Berdasarkan hasil analisis nilai penting, jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar 96.30%, Sonneratia alba sebesar 54.18%, Rhizophora stylosa sebesar 45.63%, dan Sonneratia caseolaris sebesar 42.79%, Rhizophora mucronata sebesar 37.33%, Excoecaria agallocha sebesar 11.41%, Xylocarpus granatum sebesar 6.67%, dan Ceriops tagal dengan INP 5.69%. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar 73.40%, Rhizophora mucronata sebesar 33.45%, Rhizophora stylosa sebesar 20.74%, Excoecaria agallocha sebesar 19.50%, Sonneratia caseolaris sebesar 16.84%, Sonneratia alba sebesar 14.53%, Ceriops tagal sebesar 11.25%, dan Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 10.29%. Sedangkan pada tingkat pertumbuhan semai, jenis vegetasi mangrove yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar 71.89%, Rhizophora mucronata sebesar 34.19%, Rhizophora stylosa sebesar 25.37%, Sonneratia caseolaris sebesar 17.92%, Sonneratia alba sebesar 14.41%, Excoecaria agallocha sebesar 13.72%, Ceriops tagal sebesar 11.60%, dan Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 10.90%. Berdasarkan nilai tersebut, maka jenis mangrove yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Avicennia alba dengan INP sebesar 96.30% dan yang paling rendah adalah Ceriops tagal dengan INP sebesar 5.69%. Pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai vegetasi mangrove yang paling dominan adalah Avicennia alba dengan INP masing-masing sebesar % untuk tingkat pancang dan 71.89% untuk semai, sedangkan vegetasi mangrove yang paling rendah adalah Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 10.29%. untuk tingkat pancang dan INP sebesar 10.90%.untuk semai. Di bawah ini grafik indeks nilai penting pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 10

87 Gambar 5.3 Grafik Analsis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Bangko Daratan Tabel Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Bangko Jenis Mangrove Jumlah indv (ni) Keanekaragaman Jenis ni/n Ln (ni/n) H' Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Kekayaan Jenis (R) S-1 =7, ln n =6.612 Kemerataan Jenis (E) H' =1.639, ln S=2.079 Jumlah Sumber :data primer 2012 Berdasarkan tabel 5.7. di atas, nilai keanekaragaman jenis (H ) (H = ) menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di kecamatan bangko daratan tergolong sedang. Nilai kekayaan jenis (R ) sebesar (R <3.5) menunjukkan kekeyaan jenis vegetasi mangrove di kecamatan Bangko daratan tergolong rendah. Nilai keragaman jenis yang sebesar ( E > 0.6) menunjukkan bahwa kemerataan jenis di vegetasi mangrove di kecamatan Bangko daratan tergolong tinggi. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 11

88 Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Sinaboi Luas hutan mangrove di kecamatan menurut hasil digitasi peta citra digital adalah seluas 3.269,40 Ha terdiri dari daratan Ha dan Pulau Sinaboi 403,40 Ha yang tersebar di beberapa desa. Hasil pengamatan dilapangan, ditemukan sebanyak 8 Jenis mangrove yaitu jenis Avicennia alba, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum dan Acrostichum aureum, Pengamatan transek vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi dipilah menjadi dua lokasi yakni di pulau Sinaboi dan di kecamatan Sinaboi Daratan, masing-masing lokasi sebanyak dua jalur transek. a. Analisis hutan mangrove di pulau Sinaboi Berdasarkan hasil survai di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kerapatan pohon di pulau Sinaboi sebesar pohon/ha, dimana yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia alba, kemudian diikuti oleh Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Menurut Kepmen no 201 tahun 2004, kerapatan pohon di pulau Berkey termasuk kedalam kategori baik dengan tingkat kerapatan sedang, yaitu dengan rentang kerapatan antara 1000 pohon/ha sampai 1500 pohon/ha. Ondisi tersebut di atas dapat terlihat pada tabel 5.8, di bawah ini. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 12

89 Gambar 5.4 Peta Kondisi Hutan Mangrove DI Kecamatan Sinaboi Laporan Akhir Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 13

90 Tabel Laporan Akhir Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting Jenis Mangrove Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi Jlh Indv Pohon K KR F FR D DR INP Avicennia alba Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Pancang Jenis Mangrove Jlh K KR F FR Indv INP Avicennia alba Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Semai Jenis Mangrove Jlh K KR F FR INP Indv Avicennia alba Rhizophora stylosa Sonneratia alba Jumlah Sumber : data primer 2012 Berdasarkan hasil analisis jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba (api-api) sebesar %, Rhizophora stylosa (bakau) sebesar %, dan Sonneratia alba (pedada) sebesar 26.89%. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora stylosa sebesar %, Avicennia alba sebesar 25.96%, dan Sonneratia alba dengan INP sebesar 3.44%. Hasil analisis vegetasi mangrove pada tingkat pertumbuhan semai, jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora stylosa sebesar %, Avicennia alba sebesar 8.68%, dan Sonneratia alba dengan INP sebesar 4.34%. Berdasarkan nilai tersebut, maka jenis mangrove yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Avicennia alba dengan INP sebesar %, sedangkan pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai vegetasi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 14

91 mangrove yang paling dominan adalah Rhizophora stylosa dengan INP masingmasing sebesar % dan %. Sedangkan jenis Sonneratia alba merupakan vegetasi mangrove yang paling rendah baik pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang, dan semai dengan INP masing-masing sebesar 26.89% untuk pohon, 3.44% untuk pancang, dan 4.34 % untuk semai. Di bawah ini grafik indeks nilai penting pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Gambar 5.5 Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi Berdasarkan survai lapangan, menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman jenis (H ) dan nilai kekayaan jenis (R) vegetasi mangrove di pulau Berkey berturut-turut sebesar (H < 1.5) dan (R<3.5) menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis dan kekayaan jenis di pulau Berkey yang tergolong rendah. Nilai keragaman jenis yang sebesar ( E = ) menunjukkan bahwa kemerataan jenis di vegetasi mangrove di pulau Sinaboi tergolong sedang Kondisi di atas dapat terlihat secara terperinci sebagai berikut. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 15

92 Tabel 5.9 Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis dan Nilai Penting Vegetasi Mangrove di Pulau Sinaboi Jenis Mangrove Jumlah indv (ni) Keanekaragaman Jenis ni/n Ln (ni/n) H' Avicennia alba Rhizophora stylosa Kekayaan Jenis (R) S - 1 = 2 ln n = Kemerataan Jenis (E) H' = Ln (s) = ln 3 Sonneratia alba Jumlah Sumber : data primer 2012 b. Analsisi Hutan Mangrove di Kecamatan Sinaboi Daratan Pada tabel 5.10 diketahui kerapatan pohon di kecamatan Sinaboi daratan sebesar 560 pohon/ha, dimana yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia alba, kemudian diikuti oleh Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Sonneratia alba, Excoecaria agallocha, dan Xylocarpus granatum. Menurut Kepmen no 201 tahun 2004, kerapatan pohon di kecamatan Sinaboi daratan termasuk kedalam kategori rusak dengan tingkat kerapatan jarang, yaitu dengan kerapatan pohon kurang dari 1000 pohon/ha. Tabel Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting di Kecamatan Sinaboi Daratan Jenis Mangrove Jlh Indv Pohon K KR F FR D DR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 16

93 Jenis Mangrove Pancang Jlh Indv K KR F FR Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Jenis Mangrove Jlh Indv Semai INP K KR F FR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Sumber : data primer 2012 Berdasarkan hasil analisis nilai penting, jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar %, Rhizophora stylosa sebesar 47.76%, Rhizophora mucronata sebesar 31.13%, Sonneratia caseolaris sebesar 27.47%, Sonneratia alba sebesar 23.15%, Excoecaria agallocha sebesar 15.99%, dan Xylocarpus granatum dengan INP 4.00%. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar 97.65%, Rhizophora mucronata sebesar 25.53%, Excoecaria agallocha sebesar 22.51%, Rhizophora stylosa sebesar 16.60%, Sonneratia caseolaris sebesar 13.43%, Ceriops tagal sebesar 11.25%, Sonneratia alba sebesar 10.87%, dan Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 2.17%. Sedangkan pada tingkat pertumbuhan semai, jenis vegetasi mangrove yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar 88.23%, Rhizophora mucronata sebesar 39.52%, Rhizophora stylosa sebesar Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 17

94 27.16%, Sonneratia caseolaris sebesar 14.18%, Excoecaria agallocha sebesar 12.36%, Ceriops tagal sebesar 10.04%, Sonneratia alba sebesar 5.67%, dan Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 2.84%. Berdasarkan nilai penting tersebut, maka jenis mangrove yang dominan di kacematan Sinaboi daratan pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah Avicennia alba dengan INP masing-masing sebesar % untuk pohon, 97.65% untuk Pancang, dan 88.23%, untuk tingkat semai. Jenis vegetasi mangrove yang paling rendah adalah Ceriops tagal dengan INP sebesar 0%. Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai adalah Xylocarpus granatum dengan masing-masing INP sebesar 2.17% dan 2.84%. Di bawah ini adalah grafik analisis vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi daratan yang menggambarkan tingkat dominasi jenis vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi daratan. Gambar 5.6 Grafik Analisis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Sinaboi Daratan Berdasarkan hasil survai lapangan menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman jenis (H ) (H <1.5) menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi daratan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 18

95 tergolong rendah. Nilai kekayaan jenis (R ) sebesar (R <3.5) menunjukkan kekeyaan jenis vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi daratan tergolong rendah. Nilai keragaman jenis yang sebesar ( E > 0.6) menunjukkan bahwa kemerataan jenis di vegetasi mangrove di kecamatan Sinaboi daratan tergolong tinggi. Hasil analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Sinaboi Daratan, dapat terlihat pada tabel 5.11, di bawah ini. Tabel Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis Jenis Mangrove di Kecamatan Sinaboi Daratan Jumlah indv (ni) Keanekaragaman Jenis Ln ni/n H' (ni/n) Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Kekayaan Jenis ( R ) S=8, ln n = Kemerataan Jenis (E) H' =1.313 ln S = Xylocarpus granatum Jumlah Sumber: data primer Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Pasir Limau Kapas Luasan hutan Mangrove di wilayah Kecamatan Pasir Limau Kapas adalah 2667 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah hutan mangrove di kecamatan Pasir Limau Kapas semakin berkurang dilihat tingkat kerapatan pohon. Pada tabel 5.12 diketahui kerapatan pohon di kecamatan Pasir Limau Kapas sebesar 435 pohon/ha, dimana yang paling banyak ditemukan adalah jenis Avicennia alba, kemudian diikuti oleh Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, Excoecaria agallocha, Xylocarpus granatum, dan Ceriops tagal. Menurut Kepmen Kehutanan No 201 tahun 2004, kerapatan pohon di kecamatan Bangko daratan termasuk kedalam kategori rusak dengan tingkat kerapatan jarang, yaitu dengan kerapatan pohon kurang dari 1000 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 19

96 pohon/ha. Kondisi Huta Mangrove di Kecamatan Pasir Limau Kapas, dapat terlihat pada peta di bawah ini. Gambar 5.7 Peta Sebaran Hutan Mangrove di Kecamatan Pasir Limau Kapas Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 20

97 Tabel Analisis Kerapatan, Frekuensi, Dominasi Relatif dan Nilai Penting di Kecamatan Pasir Limau Kapas Jenis Mangrove Pohon Jlh Indv K KR F FR D DR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Lumnitzera Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Jenis Mangrove Pancang Jlh Indv K KR F FR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Lumnitzera Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Jenis Mangrove Semai Jlh Indv K KR F FR INP Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Lumnitzera Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Xylocarpus granatum Jumlah Sumber : data pimer 2012 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 21

98 Berdasarkan hasil analisis nilai penting, jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang dominan berturut-turut adalah Avicennia alba sebesar %, Rhizophora sebesar %, Sonneratia alba sebesar 44.02%, Excoecaria agallocha sebesar 11.55% dan Sonneratia caseolaris sebesar 6.07%. Hasil analisis vegetasi pada tingkat pancang jenis mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora mucronata sebesar 76.11%, Rhizophora stylosa sebesar 43.46%, Avicennia alba sebesar 20.48%, Excoecaria agallocha sebesar 17.69%, Ceriops tagal sebesar 8.87%, Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum sebesar 4.38%, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera sebesar 4.16%. Pada tingkat pertumbuhan semai, jenis vegetasi mangrove yang dominan berturut-turut adalah Rhizophora mucronata sebesar 79.89%, Rhizophora stylosa sebesar 65.28%, Avicennia alba sebesar 16.40%, Excoecaria agallocha sebesar 11.83%, Ceriops tagal sebesar 8.87%, Sonneratia alba sebesar 5.91%, dan Rhizophora apiculata, Sonneratia caseolaris, Lumnitzera Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 2.96%. Berdasarkan nilai tersebut, maka jenis mangrove yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Avicennia alba dengan INP sebesar %, dan yang paling rendah adalah Sonneratia caseolaris dengan INP sebesar 6.07%. Pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai vegetasi mangrove yang paling dominan adalah Rhizophora mucronata dengan INP masing-masing sebesar 76.11% untuk tingkat pancang dan 79.89% untuk semai. Untuk pertumbuhan tingkat pancang, jenis vegetasi mangrove yang paling rendah adalah Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera dengan INP sebesar 4.16%. untuk tingkat semai, jenis vegetasi mangrove yang paling tidak dominan adalah Rhizophora apiculata, Sonneratia caseolaris, Lumnitzera, dan Xylocarpus granatum dengan INP sebesar 2.96%. Di bawah ini grafik indeks nilai penting pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 22

99 Gambar 5.8 Laporan Akhir Grafik Analsis Vegetasi Mangrove di Kecamatan Pasir Limau Kapas Berdasarkan Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Pasir Limau Kapas, menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman jenis (H ) (H <1.5) menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di kecamatan Pasir Limau Kapas tergolong rendah. Nilai kekayaan jenis (R ) sebesar (R <3.5) menunjukkan kekeyaan jenis vegetasi mangrove di kecamatan Pasir Limau Kapas tergolong rendah. Nilai keragaman jenis yang sebesar (E = ) menunjukkan bahwa kemerataan jenis di vegetasi mangrove di kecamatan Pasir Limau Kapas tergolong sedang. Hasil Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Pasir Limau Kapas, dapat terlihat pada tabel 5.13 di bawah ini. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 23

100 Tabel 5.13 Analisis Keanekaragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Jenis di Kecamatan Pasir Limau Kapas Jenis Mangrove Jumlah indv (ni) Keanekaragaman Jenis Ln ni/n H' (ni/n) Avicennia alba Ceriops tagal Excoecaria agallocha Lumnitzera Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Kekayaan Jenis (R) S = 10 ln n = Kemerataan Jenis (E) H' = ln S = Xylocarpus granatum Jumlah Sumber : data primer Fauna ekosistem hutan mangrove di kecamatan Bangko, Sinaboi, dan pasir limau kapas. Fauna ekosistem hutan mangrove di kecamatan Bangko, Sinaboi, Dan Pasir Limau Kapas berdasarkan hasil survai lapangan menunjukkan ada beberapa jenis fauna yang ada, di antaranya adalah: a) Elang Bondol (Haliastur Indus) b) Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) c) Biawak (Varanus salvator) d) Buaya Muara (Crocodylus porosus) e) Ular Bakau (Fordonia leucobalia) f) Burung Walet (Collacalia fuciphaga) g) Burung Belibis (Dendrocygna javanica) h) Semut (Oecophylla smaragdina) i) Siput Bakau (Terblaria palustris) Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 24

101 j) Kepiting Bakau (Scylla sp) k) Kerang Totok (Polymesoda erosa) Kondisi Fauna ekosistem hutan mangrove di kecamatan Bangko, Sinaboi, Dan Pasir Limau Kapas, secara terperinci dapat terlihat pada tabel 5.14, di bawah ini. Tabel Fauna Ekosistem Hutan Mangrove Di Kecamatan Bangko, Sinaboi, Dan Pasir Limau Kapas Yang Ditemukan Di Lokasi Kajian Nama Jenis Fauna Kecamatan NO Pasir Latin Lokal Bangko Limau Sinaboi Kapas 1 Haliastur indus Elang Bondol Monyet ekor 2 Macaca fascicularis panjang 3 Varanus salvator Biawak 4 Crocodylus porosus Buaya muara Fordonia leucobalia ular bakau 6 Collacalia fuciphaga Burung walet 7 Dendrocygna javanica Burung belibis 8 Oecophylla smaragdina semut 9 Terblaria palustris siput bakau 10 Scylla sp kepiting bakau 11 Polymesoda erosa kerang totok Hasil pengamatan transek = ditemukan - = tidak ditemukan 5.4 Model Pemulihan dan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 25

102 umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle. Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata Menglier. Kata mangrove juga untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, kata mangrove juga baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut. Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) Tidak terpengaruh iklim; (2) Dipengaruhi pasang surut; (3) Tanah tergenang air laut; (4) Tanah rendah pantai; (5) Hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) Jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain. Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 26

103 Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove disebut juga Coastal Woodland (hutan pantai) atau Tidal Forest (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika. Fungsi ekosistem mangrove di antaraya mencakup: (1) Fungsi Fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah. (2) Fungsi Biologis; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota. (3) Fungsi Ekonomi; sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, di samping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat. Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Di samping itu, ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata. Hasil dari Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 27

104 hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu yang menghasilkantanin (zat penyamak) dan lain-lain termasuk hasilhasil produk dari ekosistem hutan mangrove, berupa : 1. Bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol. 2. Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove. 3. Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat-obatan. 4. Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai. 5. Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb. 6. Produksi kertas; berbagai macam kertas Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut. Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya : 1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang 2. Pengendali intrusi air laut 3. Habitat berbagai jenis fauna 4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang 5. Pembangun lahan melalui proses sedimentasi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 28

105 6. Pengontrol penyakit malaria 7. Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air) 8. Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain. Lebih lanjut, ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung, adalah sebagai berikut (1) Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove menjamin terpeliharanya: a) Lingkungan fisik, yaitu perlindungan pantai terhadap pengikisan olehombak dan angin, pengendapan sedimen, pencegahan dan pengendalian intrusi air laut ke wilayah daratan serta pengendalian dampakpencemaran air laut. b) Lingkungan biota, yaitu sebagai tempat berkembang biak dan berlindung biota perairan seperti ikan, udang, moluska dan berbagai jenis reptil serta jenis-jenis burung serta mamalia. c) Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi (khususnya iklim makro). (2) Fungsi Sosial dan ekonomis, yaitu sebagai: a) Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya. b) Tempat rekreasi atau wisata alam. c) Obyek pendidikan, latihan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama,yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi. Fungsi ekologis ekosistem hutan adalah sebagai berikut : 1. Dalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 29

106 2. Dengan sistem perakaran yang kokoh ekosistem hutan mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang dan taufan. 3. Sebagai pengendalian banjir, hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir. 4. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organic. 5. Sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaring-jaring makanan di ekosistem pesisir, serasah mangrove yang gugur dan jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan sekaligus berfungsi membantu proses pembentukan daun-daun tersebut menjadi detritus. Selanjutnya detritus menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan seperti : cacing, udang-udang kecil dan akhirnya hewan-hewan ini akan menjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya. 6. Merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda (juvenile stage) yang akan bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa dan juga merupakan daerah pemijahan (spawning ground) beberapa perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya. Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 30

107 yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove. Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut. Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove yang merupakan komunitas pantai tropis. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir. Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil). Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung. Pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial adalah dengan sistem silvofishery. Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup efektif dan ekonomis. Aspek keuntungan yang diperoleh dengan model silvofishery ini antara lain dapat meningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat mengatasi masalah pangan dan energi (aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspek ekologi). Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukup baik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaan ikan, untuk itu secara tidak langsung menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 31

108 Salah satunya adalah program pembangunan, pemeliharaan dan pengamanan hutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus perbaikan lingkungan dan kelestariannya yang pelaksanaannya terbatas di kawasan hutan. Untuk dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan tekanan sosial budaya penduduk di sekitar hutan yang berakibat turunnya produktivitas lahan dan fungsihutan maupun kualitas lingkungan biofisik di sekitarnya. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 60.2/Kpts/DIR/1988 merupakan Pedoman Pelaksanaan Perhutanan Sosial. Penggarap empang dianggap sebagai mitra sejajar dalam pembangunan hutan atas dasar saling menguntungkan. Agroforestry merupakan suatu alternatif yang cukup efektif dalam upaya untuk menyatukan kepentingan antara kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan, khususnya Kelompok Tani Hutan sehingga terjalin hubungan mitra pembangunan yang harmonis yang saling menguntungkan. Dalam system agroforestry, penggunaan lahan pada dasarnya dititikberatkan pada salah satu usaha tanaman pangan, peternakan atau kehutanan. Jika tanaman kehutanan dikombinasikan dengan pertambakan ikan atau udang disebut silvofishery. Tujuan kegiatan Perhutanan Sosial di hutan mangrove ini sama halnya dengan di kawasan hutan produksi, yaitu :untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis. Dalam melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah Kelompok Tani Hutan (KTH), dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan dilaksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 32

109 kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain : 1. Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing. 2. Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove 3. Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran sungai 4. Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting di kawasan hutan mangrove. 5. Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan. Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH. Usaha pemulihan ekosistem mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Irian Jaya telah sering kita lihat. Upaya ini biasanya berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan ataupun dari Pemerintah daerah setempat. Namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal dalam pelaksanaannya tersedia biaya yang cukup besar, tersedia tenaga ahli, tersedia bibit yang cukup, pengawasan cukup memadai, dan berbagai fasilitas penunjang yang lainnya. Mengapa hasilnya kurang memuaskan? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya peranserta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek, bukan subyek dalam upaya pembangunan. Dalam pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi dala beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasaan dalam suatu proyek apapun yang namanya rencana itu senantiasa Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 33

110 datangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung tombak pelaksana proyek hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down. Pelaksanaan proyek semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihan ekosistem mangrove tersebut, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Akibatnya setelah selesai proyek tersebut, yaitu saat dana telah habis tentu saja pelaksana proyek tersebut juga merasa sudah habis pula tanggung jawabnya. 5.5 Sikap Masyarakat terhadap Hutan Mangrove Sikap masyarakat terhadap Hutan Mangrove berdasarkan hasil survai lapangan menunjukkan bahwa khususnya di beberapa tempat yang menjadi obyek kajian, sebagian masyarakat menyatakan bahwa hasil nelayan saat ini tidak lagi memenuhi kebutuhannya. Mereka beranggapan bahwa hasil nelayan ternyata hanya memenuhi 40 persen kebutuhan sehari-hari, akibatnya sebagai di antara nelayan melakukan kegiatan di luar bernelayan, salah satunya adalah merambah Hutan Mangrove untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebagai di antaranya menyatakan dengan merambah hutan, mereka dapat memenuhi 80 persen kebutuhan hidupnya. Hal yang menarik dalam konteks tersebut, masyarakat tidak merasa ikut memiliki (sense of belonging tidak tumbuh) hutan mangrove tersebut. Begitu pula, seandainya hutan mangrove tersebut telah menjadi besar, maka masyarakat merasa sudah tidak ada lagi yang mengawasinya, sehingga mereka dapat mengambil atau memotong hutan mangrove tersebut secara bebas. Masyarakat beranggapan bahwa hutan mangrove tersebut adalah milik pemerintah dan bukan milik mereka, sehingga jika masyarakat membutuhkan mereka tinggal mengambil tanpa merasa diawasi oleh pemerintah.demikianlah pengertian yang ada pada benak masyarakat pesisir yang dekat dengan hutan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 34

111 mangrove. Padahal semestinya, upaya pemulihan ekosistem mangrove adalah atas biaya pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan pemanfaatannya secara berkelanjutansemuanya dipercayakan kepada masyarakat. 5.6 Pola Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Mangrove Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain. Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 35

112 pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur. Kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutanmangrovenya, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menata sempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hijau hutan mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi air laut. Salah satunya model pendekatanpengelolaan sumberdaya alam termasuk didalamnya adalah sumberdaya hutan mangrove adalah pendekatan pengelolaan yang berbasis masyarakat. Selama ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dikontrol kuat oleh negara yang pengelolaannya selalu didelegasikan kepada pengusaha besar, jarang kepada rakyat kecil. Pemerintah sepertinya kurangpercaya bahwa rakyat mampu mengelola sumberdaya alam yang ada di lingkungannya. Berdasarkan hal di atas, maka pertanyaannya adalah bagaimana pemulihan mangrove berdasarkan pendekatan kepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove ini dapat berjalan dengan baik dengan atau tanpa bantuan Pemerintan Pusat dan/atau Daerah. Pola pelestarian hutan mangrove perlu dilakukan dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain. Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir. Dengan demikian semua proses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui mekanisme ini, masyarakat ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan penanaman dan lain-lain. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 36

113 Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompok orang yang bukan anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrove tersebut ingin memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentu akan ramai- ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohon tanpa ijin. Ini merupakan salah satu contoh kasus kecil dalam perusakan hutan mangrove yang telah dihijaukan, kemudian dirusak oleh anggota masyarakat lainnya yang bukan anggota kelompoknya. Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dengan penekanan pada pemberdayaan masyarakat setempat ini biasa dikenal dengan istilah pendekatan bottom- up. Hasil dari kegiatan dengan pendekatan bottom up ini akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang mengawasinya; karena masyarakat sadar bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka bersama. Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan dalam jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan pemulihan ekosistem, selain itu pemerintah atau pemilik modal tidak terlalu berat melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses pelaksanaan pemulihan tersebut, dan pada masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian pelaksanaan suatu proyek dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan adanya partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 37

114 STRATEGI DAN KEBIJAKAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DAN MASYARAKAT PESISIR 6.1. Isu Permasalahan Seperti kita ketahui, hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan darat dan laut yang mempunyai multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya potensial bagi kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi, sosial juga merupakan pelindung pantai dari hempasan ombak. Oleh karena itu dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta pengembangan pertanian pangan, perkebunan,perikanan dan kehutanan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya wilayah pesisir. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu : (1) Faktor manusia yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan; dan (2) Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 1

115 Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan, antara lain : a. Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah. b. Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang. c. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove. d. Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional. Tekanan pada ekosistem mangrove yang berasal dari dalam, disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan yang dari luar sistem karena reklamasi lahan dan eksploitasi mangrove yang makin meningkat telah menyebabkan perusakan menyeluruh atau sampai tingkat-tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Dibeberapa tempat ekosistem mangrove telah diubah sama sekali menjadi ekosistem lain. Terdapat ancaman yang semakin besar terhadap daerah mangrove yang belum diganggu dan terjadi degradasi lebih lanjut dari daerah yang mengalami tekanan baik oleh sebab alami maupun oleh perbuatan manusia. Kerusakan ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adalah: (1) Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove; (2) Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove; dan (3) Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada pertimbangan lingkungan hidup. Beberapa isu permasalahan yang terdapat di kawasan hutan mangrove yang berkaitan dengan upaya kelestarian fungsinya adalah : a) Pemanfaatan Ganda Yang Tidak Terkendali b) Permasalahan Tanah Timbul Akibat Sedimentasi Yang Berkelanjutan c) Konversi Hutan Mangrove d) Permasalahan Sosial Ekonomi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 2

116 e) Permasalahan Kelembagaan dan Pengaturan Hukum Kawasan Pesisir dan Lautan f) Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir Keberadaan data dan informasi serta ilmu pengetahuan teknologi Gambar 6.1 Isu Permasalahan Kawasan Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan gambar di atas, maka dapat dijabarkan isu permasalahan kawasan hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, sebagai berikut: (1) Pemanfaatan Ganda Yang Tidak Terkendali Pemanfaatan ganda antar berbagai sektor dan Penggunaan sumberdaya yang berlebihan telah menyebabkan terjadi pengikisan pantai oleh air laut. Sesuai dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan ombak. Di beberapa daerah kawasan pantai hutan mangrove sudah banyak yang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 3

117 hilang sehingga lahan pantai terkikis oleh ombak. Pemanfaatan lahan seringkali kurang menguntungkan ditinjau dari aspek keseimbangan lingkungan, karena dapat menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan wilayah pesisir. Di samping itu, pengelolaan hutan mangrove belum berkembang, baik dalam hal ini kultur, sumberdaya manusia, kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Akibatnya banyak terjadi perusakan hutan mangrove seperti penebangan yang tidak terkendali, sehingga pemanfaatannya melampaui kemampuan sumberdaya alam untuk meregenerasi. (2) Permasalahan Tanah Timbul Akibat Sedimentasi Yang Berkelanjutan Di daerah muara sungai banyak dijumpai tanah timbul karena endapan lumpur yang terus-menerus terbawa dari daerah hulu sungai. Permasalahan utama yang muncul adalah tentang status tanah timbul tersebut. Karena lokasinya umumnya berdekatan dengan lahan kehutanan, maka sering terjadi status penguasaannya langsung menjadi kawasan hutan, walaupun oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk kepentingan mereka, tanpa mengindahkan status tanahnya. Hal ini sering menimbulkan konflik penguasaan. Contoh : kasus kawasan di Segara Anakan, dan kawasan Pantura Jawa, kawasan Sulawesi Selatan dan lainlain. (3) Konversi Hutan Mangrove Hampir semua bentuk pemanfaatan lahan di wilayah pesisir berasal dari konversi hutan mangrove. Hutan mangrove sepanjang pantai telah dikonversi menjadi kawasan permukiman, tambak, ladang garam dan lainlain. Kebanyakan konversi hutan mangrove menjadi bentuk pemanfaatan lain belum banyak ditata berdasarkan kemampuan dan peruntukan pembangunan, sehingga menimbulkankondisiyangkurang menguntungkan dilihat dari manfaat regional dan nasional. Oleh karena itu pemanfaatan hutan mangrove yang tersisa atau upaya rehabilitasinya harus sesuai dengan potensi dan rencana pemanfaatan yang lainnya dengan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 4

118 mempertimbangkan kelestarian ekosistem, manfaat ekonomi dan penguasaan teknologi. (4) Permasalahan Sosial Ekonomi Meningkatkannya pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di wilayah pesisir, menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan antara permintaan kebutuhan hidup, kesempatan dengan persediaan sumber daya alam pesisir yang ada. Upaya pengembangan pertanian intensif (coastal agriculture), dan kegiatan serta kesempatan yang berorientasi kelautan masih terbatas dikembangkan. Pemanfaatan sumber daya alam wilayah pesisir mestinya tidak hanya terbatas pada hutan mangrove atau tambak saja tapi juga eksploitasi terumbu karang yang telah melampaui batas, sehingga sulit dapat pulih kembali. (5) Permasalahan Kelembagaan dan Pengaturan Hukum Kawasan Pesisir dan Lautan Sering terjadi tumpang tindih, konflik dan ketidakjelasan kewenangan antara instansi sektoral pusat dan daerah. Hal tersebut menyebabkan simpang siur tanggung jawab dan prosedur perizinan untuk kegiatan pembangunan pesisir dan lautan. Contahnya seperti pembukaan lahan di kawasan pesisir, usaha penggalian pasir laut, reklamasi, penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan lain-lain. Akibat tersebut menyebabkan terus meningkatnya perusakan ekosistem kawasan pesisir dan lautan khususnya kawasan hutan mangrove. (6) Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir Keberadaan data dan informasi serta ilmu pengetahuan teknologi Hal ini berkaitan dengan tipologi ekosisitem pesisir Keanekaragaman hayati, lingkungan sosial budaya, peluang ekonomi dan peran serta keluarga, sumber daya hutan mangrove masih terbatas sehingga belum dapat mendukung penataan ruang kawasan pesisir, pembinaan dalam pemanfaatan secara lestari, perlindungan kawasan serta rehabilitasinya. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 5

119 Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang dipahami/diingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Kita manusia pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman mangrove secara langsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Secara umum, semua habitat bakau dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu tahun jika: (1) Kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan; (2) Ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka dapat direstorasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat bakau dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan bakau. Terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 6

120 1) Suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada a) Frekuensi dan volume air dari system sungai dan irigasi dari darat, b) Frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan; c) Tingkat evaporasi ke atmosfer. 2) Pasokan nutrien: pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web). Ada beberapa Issue berkaitan dengan masalah pengelolaan potensi Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Identifikasi issue pengelolaan potensi hutan mangrove dilakukan melalui wawancara terhadap aparat Kecamatan dan tokoh masyarakat di tiga kecamatan obyek penelitian (Kec. Bangko; Kec. Pasir Limau Kapas; dan Kec. Sinaboi) serta melalui analisis permasalahan kehutanan secara umum di Rokan Hilir. Adapun materi permasalahan yang diambil dalam rangka penjaringan masalahan adalah : a. Konversi lahan b. Perambahan dan Peredaran hasil hutan Mangrove c. Pola pemanfaatan Hutan Mangrove d. Bentuk antisipatif Masyarakat terhadap Hutan Mangrove e. Pengelolaan Hutan Mangrove f. Pengelolaan kawasan lindung dan konservasi g. Alih fungsi hutan mangrove h. Pemberdayaan Masyarakat di sekitar hutan mangrove Dari hasil penjaringan issue pembangunan dan pengelolaan hutan mangrove diperoleh hasil seperti pada Tabel 6.1 berikut : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 7

121 Tabel 6.1. Issue, fakta penjelas dan masalah kehutanan Mangrove di Rokan Hilir NO ISU FAKTA PENJELAS MASALAH 1. Maraknya perambahan hutan Areal hutan alam banyak Penataan batas kawasan menjadi perkebunan kelapa yang diokupasi oleh hutan mangrove yang sawit dan karet di sekitar masyarakat menjadi tidak jelas daerah hutan Mangrove perkebunan kelapa sawit Kebutuhan lahan masyarakat, sebagian masyarakat dipergunakan untuk padi, Pengawasan yang lemah kopi, dan palawija 2 Maraknya Penebangan Kayu/pohon Mangrove dan illegal logging 3 Adanya penambahan luas wilayah Rokan Hilir karena adanya pembentukan tanah timbul di pesisir pantai 4 Penurunan Luasan Hutan Mangrove Ilegal logging terjadi pada kawasan hutan Negara untuk mendapatkan kayu bakau, siapai-api, rembang dan sebagainya di beberapa Hutan Lindung seperti di Pulau Berkey dan Pulau Halang.. Terjadi perbedaan luas wilayah dengan data luas wilayah saat ini. Luas berdasarkan citra satelait tahun 2006 seluas sedangkan berdasarkan BPS hanya ha. Hal ini terjadi karena adanya pembentukan daratan karena erosi yang tinggi ke arah pesisir terjadi penurunan luasan mangrove di kabupaten Rokan hilir, sebesar 4.805,10 Ha. tahun 2008 mencapai Lemahnya kepastian hak negara atas hutan negara Rendahnya partisipasi masyarakat dalam turut menjaga keberadaan hutan mangrove Pengawasan yang lemah SDM kurang Tingginya tingkat erosi di hulu sungai Rokan Tingginya tingkat abrasi hutan mangrove Sistem pengelolaan lahan tidak konservatif Penerapan pedoman pengelolaan lahan lemah Tingginya tingkat konversi hutan mangrove Rendahnya kemampuan dalam memanfaatkan hutan mangrove Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 8

122 NO ISU FAKTA PENJELAS MASALAH sebesar Ha Belum ada kebijakan (Berdasarkan citra pengelolaan lahan Hutan Landsat 7 ETM+ Mangrove yang optimal. dengan kombinasi Misalnya Perda wilayah warna RGB 453 tahun 2008 dan berdasarkan hijau pesisisr pantai (khususnya mangrove). peta TGHK (Tata Guna Hutan Keepakatan) tahun 2008 luas hutan mangrove) dibandingkan dengan hasil digitasi tahun 2012 dan hasil verifikasi lapangan sebesar , 90 Ha. 5 Lemahnya kepastian tata ruang Terdapat tumpang tindih antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata Tidak ada kepastian pemanfaatan lahan, khusus Hutan Mangrove di Rokan Hilir. Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) 6 Masih Rendahnya Pemberdayaan Masyarakat di wilayah pesisir, secara sosial-ekonomi, budaya dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove Hasil Laut sudah tidak dapat mememuhi kebutuhan hidup masyarakat. Ekonomi Masyarakat mengalami penurunan Hutan mangrove dijadikan sebagai Alternatif Pemenuhan kebutuha hidup Munculnya dampak negatif dari penurunan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Belum adanya kebijakan yang komprehensif untuk penanganan/pendayagun aan (revitalisasi) lahan terlantar Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap lahan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 9

123 Dari analisis tersebut di atas, dapat disimpulkan akar-akar masalah dalam pengelolaan hutan mangrove di Rokan Hilir yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam membuat kebijakan. Akar masalah tersebut adalah : 1. Lemahnya kepastian kawasan hutan Mangrove 2. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam turut serta menjaga kelestarian sumberdaya hutanhutan mangrove Partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan rendah terlihat dari besarnya tingkat okupasi masyarakat terhadap hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit. Walaupun sebenarnya okupasi tersebut lebih banyak dilakukan oleh masyarakat pendatang. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan Hutan mangrove juga masih rendah dan kecenderungan pemanfaatan tidak sebatas HHBK saja melainkan ada upaya okupasi dan pemanfaatan kayu. 3. Tidak adanya insentif ekonomi bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan kehutanan Masyarakat selama ini hanya dijadikan sebagai obyek dalam pelaksanaan pembangunan, hal tersebut karena rendahnya akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan karena keterbatasan kemampuan dan hak. 4. Tingginya tingkat erosi akibat pembukaan lahan pada daerah hulu sungai Rokan Erosi yang tinggi di hulu sungai Rokan dapat dilihat dari tingkat kekeruhan sungai rokan dengan padatan tersuspensi sekitar mg/l termasuk kategori melebihi kondisi ambang batas (50 mg/l). Artinya potensi padatan tersuspensi ini menunjukkan adanya potensi partikel-partikel tanah sebagai potensi untuk terjadinya sedimentasi. Tingginya padatan tersuspensi akan menyebabkan tingginya laju sedimentasi. 5. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat-propinsi-kabupaten/kota Lemahnya koordinasi ini karena tidak terjalinya hubungan yang harmonis antara pemerintah pusat- pemerintah propinsi dan kabupate/kota. Untuk meningkatkan koordinasi maka diperlukan beberapa hal yang perlu diciptakan untuk mendukung terciptanya koordinasi yang mantap, yaitu: Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 10

124 a. Penetapan pihak-pihak yang perlu diajak berkoordinasi. Hal ini berkaitan dengan ukuran kelompok (size of group). Terlalu banyak pihak yang terlibat maka koordinasi akan direpotkan oleh adanya prilaku penunggangan bebas (free riding behavior) anggota. Sebaliknya terlalu sedikit pihak yang berkoordinasi maka kapasitas koordinasi tidak akan mampu mengatasi masalah b. Penetapan figur koordinator. Koordinator seharusnya tidak perlu dari penggagas koordinasi, tetapi perlu dipilih pihak yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam mengenali dan memecahkan masalah. Penetapan tujuan bersama (common objectives). c. Harus dipastikan dan diupayakan adanya kesepadanan informasi dan kekuasaan antar pihak yang berkoordinasi d. Penetapan peran dan tanggung jawab (roles and responsibilities) diantara para pihak yang didasarkan atas kesepakatan bersama e. Perlu ditumbuhkan komitmen antar pihak untuk pencapaian tujuan bersama melalui aksi bersama (collective actions). Pengiriman anggota delegasi dalam koordinasi yang selalu berbeda-beda dalam pertemuan-pertemuan menjadikan koordinasi sering gagal f. Tersedianya sarana, prasarana dan dana untuk melakukan dan mengimplementasikan hasil koordinasi. Seperti diuraikan diatas tanah salah satu kegagalan koordinasi pemberantasan illegal logging adalah ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan dana untuk menangani kasus-kasus illegal logging g. Koordinasi para pihak yang berkoordinasi menentukan keberhasilan sebuah koordinasi. 6. Belum adanya kebijakan yang komprehensif untuk penanganan/pendayagunaan (revitalisasi) lahan hutan mangrove Dari pemanfaatan kawasan hutan dapat dibedakan 3 (tiga) kondisi lahan yang dimanfaatkan yaitu : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 11

125 a. Adanya pemanfaatan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan fungsi hutan. Hal ini disebabkan pembagian hutan berdasarkan fungsi kawasan tidak dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. b. Adanya tumpang tindih kawasan. Tumpang tindih penggunaan kawasan ini karena perencanaan hutan yang terdiri dari kegiatan perencanaan hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan, pembentukan wilayah pengelolaan dan penyusunan rencana pengelolaan belum dilakukan dengan benar. Untuk menghindari adanya tumpang tindih kawasan ini maka perlu dilakukan kegiatan perencanaan hutan secara benar. c. Adanya kawasan hutan yang tidak dibebani hak pemanfaatan hutan. Pada kawasan ini kondisi hutan sisa ini tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu pada wilayah hutan sisa ini perlu diperhatikan untuk mengurangi upaya okupasi oleh masyarakat. Sehingga persentase luas kawasan yang berhutan di Rokan dapat ditingkatkan. 7. Terjadi degradasi lahan Hutan Mangrove Degradasi lahan tersebut dapat dilihat dari luas hutan mangrove saat ini. Terjadi penurunan luasan mangrove di kabupaten Rokan hilir, sebesar 4.805,10 Ha. tahun 2008 mencapai sebesar Ha (Berdasarkan citra Landsat 7 ETM+ dengan kombinasi warna RGB 453 tahun 2008 dan berdasarkan peta TGHK (Tata Guna Hutan Keepakatan) tahun 2008 luas hutan mangrove) dibandingkan dengan hasil digitasi tahun 2012 dan hasil verifikasi lapangan sebesar , 90 Ha. dengan rincian sebagai berikut : Tabel 6.2 Luas Areal Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Penurunan No Waktu Periode Luas Mangrove Luasan 1. Hasil Identifikasi dan inventarisasi hutan Rokan Ha Hilir, 2007 (Berdasarkan hasil Citra Satelit tahun Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 12

126 2006) 2. TGHK Ha Ha 3. Hasil Digitasi , 90 Ha 4.805,10 Ha Gambar 6.2 Grafik Luas Areal Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir Hasil Digitasi 2012 TGHK 2008 Series1 Hasil Identifikasi hutan Rokan Hilir, Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Dalam kaitannya dengan pengelolaan, sesuai dengan potensi dan permasalahan, maka berdasarkan data yang didapatkan dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan hutan mangrove, bersifat kualitatif dengan melakukan identifikasi secara sistematis terhadap berbagai faktor yang melingkupinya. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Identifikasi faktor internal dan eksternal dilakukan dengan metode brainstorming dengan tokoh-tokoh masyarakat dan hasil observasi lapangan. Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot melalui penghitungan beberapa aspek dari tiap faktor antara lain : Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 13

127 1. Urgensi faktor terhadap misi, meliputi nilai urgensi (NU) dan bobot faktor (BF). 2. Dukungan faktor terhadap misi, meliputi nilai dukungan (ND) dan nilai bobot dukungan (NBD). 3. Keterkaitan antar faktor terhadap misi, meliputi nilai keterkaitan, nilai rata-rata keterkaitan (NRK), nilai bobot keterkaitan (NBK). Penilaian aspek-aspek tersebut dilakukan secara kualitatif yang dikuantifikasi berdasarkan skala Likert dengan model skala nilai. Skala nilai yang dipakai antara 1 5. Adapun kriteria pemberian bobot sebagai berikut : 5 = Sangat tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 4 = Tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 3 = Cukup tinggi nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 2 = Kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan 1 = Sangat kurang nilai urgensi/nilai dukungan/nilai keterkaitan Disamping itu, diperhitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala dari 4 hingga 1, yaitu dari sangat menonjol sampai kurang menonjol. Perinciannya sebagai berikut : 4 = Sangat menonjol 3 = Menonjol 2 = Cukup menonjol 1 = Kurang menonjol Untuk mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan sekaligus menghindari subyektifitas penilaian, tokoh-tokoh masyarakat dilibatkan dalam suatu tim kerja untuk melakukan brainstorming berdasarkan penilaian masingmasing tanpa pengaruh dari pihak lain. Penilaian tim kerja dilakukan terhadap nilai rrgensi (NU), nilai dukungan (ND), nilai keterkaitan (NK) dan rating. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 14

128 Hasil perkalian total nilai bobot (TNB) dengan rating akan menghasilkan skor dari masing-masing faktor lingkungan yang bersangkutan. Jumlah nilai yang didapat dari perkalian tersebut akan menentukan urutan prioritas dari masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Setelah masing-masing unsur SWOT diperhitungkan skornya, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Adapun bentuk matrik SWOT disajikan pada Tabel berikut Tabel 6.3 Matrik SWOT Kekuatan Kelemahan Peluang Strategi Kekuatan - Peluang Strategi Kelemahan - Peluang Ancaman Strategi Kekuatan - Ancaman Strategi Kelemahan - Ancaman Berdasarkan hasil survai lapangan menunjukkan ada beberapa analisa lingkungan berkaitan dengan program pemberdayaan potensi sumberdaya hutan mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, di antaranya adalah: Tabel 6.4 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal Strengthness (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Opportunity (Peluang) Threat (Ancaman) Potensi Hutan Terjadinya Penurunan Pengembangan Lemahnya Mangrove Masih Luasan Hutan Mangrove Pariwisata Hutan koordinasi antara luas Mangrove pemerintah pusatpemerintah propinsi dan kabupate/kota Sumber Reproduksi Tidak Adanya Perda Pengembangan Abrasi Pantai yang Perikanan Laut Jalur Hijau Hutan Hasil Hutan tinggi Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 15

129 Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal Strengthness Weakness Opportunity Threat (Kekuatan) (Kelemahan) (Peluang) (Ancaman) Mangrove Mangrove Secara Ekonomis Sebagai Area Pelindungan Kawasan Pantai Daratan Sebagai Perangkap Sedimentasi Potensi Ekonomis hutan mangrove bagi masyarakat Letak Kabupaten Rokan Hilir yang Strategis Belum adanya kebijakan Pengembangan Penurunan yang komprehensif Produk Unggulan Produktivitas untuk penanganan/pendayagu naan (revitalisasi) lahan terlantar. Hasil Ikutan Hutan Mangrove perikanan Rendahnya partisipasi masyarakat dalam turut serta menjaga kelestarian sumberdaya hutanhutan mangrove. Rendahnya pengetahuan Adanya trend Tingginya tingkat masyarakat kembali erosi akibat pada budaya dan pembukaan lahan ekologi asli Rokan Hilir pada daerah hulu sungai Rokan Semangat otonomi Tingginya daerah penurunan Hutan masyarakat akan Mangrove setiap berbagai fungsi hutan tahun mangrove. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat-propinsi- Kabupaten/Kota Tingginya tingkat erosi akibat pembukaan lahan pada daerah hulu sungai Rokan Tidak adanya insentif ekonomi bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan kehutanan Tidak Tersedianya sarana, prasarana dan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 16

130 Lingkungan Internal Strengthness Weakness (Kekuatan) (Kelemahan) dana untuk melakukan dan mengimplementasikan hasil koordinasi Lingkungan Eksternal Opportunity Threat (Peluang) (Ancaman) Dalam melakukan analisis SWOT untuk merumuskan strategi Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, dilakukan skoring terhadap lingkungan strategis baik eksternal dan internal Kabupaten Rokan Hilir, berdasarkan skala likert 1 4 dengan melihat tingkat pengaruhnya, hasil analisis SWOT dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 6. 5 Analisis SWOT Pengelolaan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove Kabupaten Rokan Hilir SWOT ANALISIS LINGKUNGAN Skala Share Bobot Rating Skor INTERNAL Kekuatan Potensi Hutan Mangrove Masih luas 4 22,22 0,11 4 0,44 (S) Sumber Reproduksi Perikanan Laut 3 16,67 0,08 3 0,25 Sebagai Area Pelindungan Kawasan Pantai Daratan 3 16,67 0,08 3 0,25 Sebagai Perangkap Sedimentasi 3 16,67 0,08 3 0,25 Potensi Ekonomis hutan mangrove bagi masyarakat 2 11,11 0,06 2 0,11 Letak Kabupaten Rokan Hilir yang Strategis 3 16,67 0,08 3 0,25 Total ,00 0, ,56 Kelemahan Terjadinya Penurunan Luasan Hutan Mangrove 4 22,22 0,11 4 0,44 (W) Tidak Adanya Perda Jalur Hijau Hutan Mangrove 4 22,22 0,11 3 0,33 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 17

131 SWOT ANALISIS LINGKUNGAN Skala Share Bobot Rating Skor Belum adanya kebijakan yang komprehensif untuk penanganan/pendayagunaan 4 22,22 0,11 4 0,44 (revitalisasi) lahan terlantar. Rendahnya partisipasi masyarakat dan Pengetahuan Masyarakat terhadap kelestarian sumberdaya hutan 3 16,67 0, ,25 mangrove. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat-propinsi-kabupaten/kota 3 16,67 0, ,25 Total ,00 0, ,72 EKSTERNAL Peluang Pengembangan Pariwisata Hutan Mangrove 3 17,65 0,09 4 0,35 (O) Pengembangan Hasil Hutan Mangrove Secara Ekonomis 4 23,53 0,12 4 0,47 Pengembangan Produk Unggulan Hasil Ikutan Hutan Mangrove 3 17,65 0,09 3 0,26 Adanya trend masyarakat kembali pada budaya dan ekologi asli Rokan Hilir 4 23,53 0,12 4 0,47 Semangat otonomi daerah 3 17,65 0,09 3 0,26 Total ,00 0, ,82 Ancaman Wilayah tetangga lebih kompetitif 4 36,36 0,18 4 0,73 Ancaman Penurunan Kondisi Lingkungan dan Abrasi Pesisir Pantai 4 36,36 0,18 4 0,73 (T) Penurunan Produktivitas Ikan Laut 3 27,27 0,14 3 0,41 Total ,00 0, ,86 Keterangan: Rating Kekuatan dan Peluang Rating Kelemahan dan Ancaman Sangat berpengaruh = 4 Sangat berpengaruh =4 Berpengaruh = 3 Berpengaruh = 3 Kurang berpengaruh = 2 Kurang berpengaruh = 2 Tidak berpengaruh = 1 Tidak berpengaruh = 1 Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 18

132 Berdasarkan hasil analisis SWOT, maka dapat dihasilkan Strategi Utama Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir sebagai berikut: Yakni strategi menuju Conservative. Yaitu strategi untuk memaksimalkan peluang dengan meminimkan kelemahan-kelemahan. Strategi Utama dapat dilihat dalam Gambar di bawah ini. conservative 2,0 O agressive 1,0 S 0,0 Series1 Series2 defensive W T diversive 6.3 Matrik Strategi Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove dan Masyarakat sekitar Strategi utama Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir menuntut adanya inovasi dalam manajemen pembangunan dan sinergi berbagai potensi sumberdaya dan unit organisasi pemerintah serta konsistensi agresivitas dalam pembangunan Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. Bagan matriks di bawah ini menjelaskan bagaimana Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir dilihat dari irisan peluang dan kelemahan untuk menentukan strategi yang harus diterapkan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 19

133 dalam kebijakan selanjutnya. Penyusunan kelemahan dan peluang dibuat berdasarkan hasil pengumpulan data primer melalui penyebaran kuesioner yang kemudian di analisa dan diambil secara garis besar dalam pembagian bidang antara lain : Tabel 6.6 MATRIKS STRATEGI PENINGKATAN POTENSI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ROKAN HILIR PELUANG Pengembangan Pariwisata Pengembangan Hasil Hutan Pengembangan Produk Adanya trend masyarakat Semangat otonomi daerah (O) KELEMAHAN (W) Hutan Mangrove Mangrove Secara Ekonomis Unggulan Hasil Ikutan Hutan Mangrove kembali pada budaya dan ekologi asli Rokan Hilir Terjadinya Penurunan Luasan Hutan Mangrove Promosi destinasi dan Pembangunan infrastruktur Hutan Mangrove Rehabilitasi Hutan Mangrove Peningkatan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Peningkatan peran serta para pelaku (stakeholder) dalam pembangunan Kebijakan Anggaran Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Daerah dan pengelolaan hutan Tidak Adanya Perda Jalur Hijau Hutan Mangrove Identifikasi potensi pengembangan Penetapan Kebijakan Hutan Identifikasi potensi pengembangan Identifikasi potensi pengembangan destinasi Penetapan Kebijakan Hutan Mangrove destinasi pariwisata Hutan Mangrove Mangrove destinasi pariwisata Hutan Mangrove pariwisata Hutan Mangrove Belum adanya kebijakan yang komprehensif untuk penanganan/penda yagunaan (revitalisasi) lahan terlantar. Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Penetapan Kebijakan Hutan Mangrove Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 20

134 Rendahnya Pemberdayaan Pemberdayaan Pemberdayaan Peningkatan Pemberdayaan partisipasi Masyarakat Masyarakat Masyarakat peran serta para Masyarakat masyarakat dan Sekitar Hutan Sekitar Hutan Sekitar Hutan pelaku Sekitar Hutan Pengetahuan Mangrove Mangrove Mangrove (stakeholder) Mangrove Masyarakat dalam terhadap kelestarian pembangunan sumberdaya hutan dan pengelolaan mangrove. hutan Lemahnya Kebijakan Kebijakan Peningkatan Peningkatan Kebijakan koordinasi antara Peningkatan Peningkatan Fungsi dan peran serta para Peningkatan pemerintah pusat- Potensi Hasil Potensi Hasil Manfaat Hutan pelaku Potensi Hasil propinsi- Hutan Mangrove Hutan Mangrove (stakeholder) Hutan Mangrove Kabupaten/Kota Mangrove dalam pembangunan dan pengelolaan hutan Berdasarkan permasalahan dan Program usulan yang dimunculkan oleh beberapa stakeholder di atas, maka dapat dirumuskan secara sederhana strategi Peningkatan Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir sebagai berikut: 1. Identifikasi potensi pengembangan destinasi pariwisata Hutan Mangrove 2. Rehabilitasi Hutan Mangrove 3. Peningkatan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove 4. Promosi destinasi dan Pembangunan infrastruktur Hutan Mangrove 5. Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove 6. Penetapan Kebijakan Hutan Mangrove 7. Kebijakan Anggaran Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Daerah 8. Peningkatan peran serta para pelaku (stakeholder) dalam pembangunan dan pengelolaan hutan 9. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove Selain itu, Ada beberapa strategi pelestarian dan pemberdayaan Hutan Mangrove serta Masyarakat Sekitar lainnya, di antaranya adalah: Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 21

135 1. Penetapan Kawasan Mangrove sebagai kawasan pengeloalaan pesisir (Mangrove) yang lestari dan Berkelanjutan 2. Meningkatan partisipasi seluruh masyarakat dalam pengelolaan mangrove sesuai dengan peran dan fungsinya 3. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penegakan aturan hukum pengelolaan Lingkungan Hidup 4. Penetapan Peraturan Daerah Jalur Hijau pada Sebagian Sempadan pantai 5. Pembinaan dan pengembangan mata pencaharian masyarakat setempat 6. Meningkatkan pendidikan masyarakat melalui pembinaan dan penyuluhan kepada seluruh masyarakat akan arti penting ekosistem mangrove 6.4 Kebijakan dan Program Dalam perspektif hukum pengelolaan hutan mangrove harus dilakukan secara berkala dan konsisten antara Pemerintah Kabupaten Trenggalek beserta seluruh komponen masyarakat. Pada saat ini stigma pengelolaan dalam perspektif hukum tersebut masih belum sepenuhnya efektif dijalankan oleh pemerintah maupun masyarakat. hal ini dipengaruhi oleh aparat penegak hukum yang sejauh ini kurang memberikan kontribusi pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan kawasan hutan mangrove di pesisir Kabupaten Rokan Hilir serta kurangnya keasadaran dari masyarakat akan pentingnya hutan mangrove terhadap kelestarian lingkungan perairan di pesisir pantai selain itu, tingkat kepatuhan masyrakt terhdap Undang-Undang yang berlaku sangatlah kurang. Hal tersebut terindikasi dari inefektivitas UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang disebabkan oleh benturan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat seperti yang terjadi pada lokasi tata ruang keberadaan Pos Pengawas Hutan Bakau (PPHB) yang ada di pesisir Kabupaten Rokan Hilir, dimana lokasi tersebut telah dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah berada disuatu tempat yang jauh dari kawasan hutan mangrove dan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 22

136 menyebabkan ketidak optimalan aparatur pemerintah dalam melakukan pengawasan. Kendala yang sama juga dialami dalam penerapan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau terkecil, dimana ketentuan mengenai sanksi denda terhadap pengrusakan hutan mangrove sesuai pasal 35 dan 73 Undang-Undang tersebut masih disesuaikan oleh pemerintah daerah berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat sehingga perlu ada revisi terhadap nominal jumlah sanksi denda yang dikenakan. Dalam hal penegakan Peraturan Kabupaten Rokan Hilir juga masih ditemui inkonsistensi terhadap pelaksanaannya. Pengelolaan hutan mangrove dalam perspektif sosial masyarakat pesisir sejauh ini sudah cukup efektif. Dengan dijalankannya program P4R (perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, pengendalian, dan rehabilitasi) Hal ini terbukti terhadap lingkungan dengan melihat fungsi hutan mangrove sebagai pelindung pantai dari abrasi air laut serta sebagai habitat beberapa jenis ikan, sangatlah berpengaruh terhadap tingkat produktivitas biota laut termasuk kepiting dan kerang yang mana organisme ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat menjanjikan bagi masyarakat setempat untuk menambah penghasilan. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa secara tidak langsung keberadaan hutan mangrove di pesisir Kabupaten Rokan Hilir telah memberikan lapangan usaha baru pada sebagian masyarakat setempat. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil analisis SWOT di bagian 6.2 Lingkungan Internal dan Eksternal dan bagian 6.3 Matrik Strategi Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove dan Masyarakat sekitar, maka ini kemudian menjadi dasar penentuan bentuk kebijakan dan program yang dilakukan dalam pengembangan potensi mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. 6.5 Kegiatan Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove dan Sekitarnya Berdasarkan hasil analisis SWOT di bagian 6.2 Lingkungan Internal dan Eksternal dan bagian 6.3 Matrik Strategi Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove dan Masyarakat sekitar, maka ini kemudian menjadi dasar penentuan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 23

137 bentuk kebijakan dan program yang dilakukan dalam pengembangan potensi mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, yang kemudian dirumuskan menjadi kegiatan pengembangan, pelestarian dan pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir. 1. Identifikasi potensi pengembangan destinasi pariwisata Hutan Mangrove, Identifikasi potensi pengembangan destinasi pariwisata Hutan Mangrove dengan indikatornya adalah: Adanya Database kondisi Hutan Mangrove Kabupaten Rokan Mangrove. Untuk menunjang strategi tersebut maka ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan, meliputi: Penetapan Kawasan Mangrove sebagai kawasan pengeloalaan pesisir (Mangrove) yang lestari dan Berkelanjutan Penyusunan Strategi Daerah Pengelolaan Mangrove Inventarisasi kerusakan hutan mangrove Penyusunan basis data pengelolaan hutan mangrove Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah Pantai Kabupaten Rokan Hilir 2. Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Ada beberapa indikator yang harus dipenuhi dalam melaksanakan strategi pengmebangan potensi huta mangrove di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu: untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts- II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat. Strategi yang diterapkan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove, maka ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan, meliput: Sosialisasi fungsi hutan mangrove, Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 24

138 Rehabilitasi dan konservasi, Penggalangan dana dari berbagai sumber. 3. Penetapan Kebijakan Hutan Mangrove Kebijakan Hutan Mangrove meliputi: Penetapan Kawasan Hijau Hutan Mangrove Penentapan Kebijakan Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove Penetapan Anggaran Rehabilitasi Hutan Mangrove melalui dana Perimbangan Penetapan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir dan Pembudidayaan hasil Laut dan Hutan Mangrove 4. Rehabilitasi Hutan Mangrove Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43). Adapun berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak (pasal 5, ayat 1). Berkaitan dengan hal itu, secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah pegunungan hingga wilayah pantai dalam suati wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk struktur sosialnya. Dengan demikian sasaran dalam pengelolaan hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan fungsinya, memerlukan penunjang antara lain teknologi yang Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 25

139 didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan (sebagai infrastruktur) yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai. Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat. Untuk itu, berkaitan dengan pengembangan rehabilitasi hutan mangrove ada beberapa program yang dapat dilakukan berkaitan dengan rehabiltasi, sebagai berikut: Reboisasi dan rehabilitasi lahan ini dilakukan sepanjang tahun dan diharapkan pada tahun 2013 seluruh lahan kritis yang terdapat di Rokan Hilir dapat ditanami. Pemanfaatan Dana Perimbangan khususnya Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove. 5. Peningkatan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan. Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk budidaya perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. Maka dilakukann pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapan yaitu : isu ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum serta strategi pelaksanaan rencana. Peningkatan manfaat sumber daya hutan merupakan program jangka panjang yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengelolaan hutan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 26

140 Strategi pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat ini adalah : (1) Kegiatan Penghijauan Dan Rehabilitasi Hutan Mangrove, (2) Pelatihan Dan Pemanfaatan Mangrove Non Kayu, 6. Promosi destinasi dan Pembangunan infrastruktur Hutan Mangrove Indikatornya meliputi adanya kebijakan dan penetapan Kawasan Wisata Hutan Mangrove, ada beberapa kegiatan Promosi destinasi dan Pembangunan infrastruktur Hutan Mangrove, adalah: Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Rokan Hilir. Penyiapan Wilayah Ekosistem Mangrove Kabupaten Rokan Hilir Menjadi Lokasi Wisata Penentuan Kawasan Hijau Hutan Mangrove dan Kawasan Wisata Hutan Mangrove 7. Kebijakan Anggaran Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Daerah Indikatornya meliputi Adanya Alokasi Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove karena tingkat penurunan yang terjadi dalam dua tahun terakhir mencapai hampir ha, dengan kegiatan Kebijakan Anggaran khusus Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Kabupaten rokan Hilir 8. Peningkatan peran serta para pelaku (stakeholder) dalam pembangunan dan pengelolaan hutan Indikator Peningkatan peran serta para pelaku (stakeholder) dalam pembangunan dan pengelolaan hutan, meliputi: (1) Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap; pasar, pengawasan, penegakan dan perlindungan hokum serta sarana dan prasarana pendukung lainnya; (2) Menumbuh dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga membutuhkan pelestaraian; (3) Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola dan melestarikan ekosistem; dan (4) Menumbuh dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan melestarikan Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 27

141 sumberdaya ekosistem. Eberapa kegiatan yang dapat menunjang strategi ini, adalah: Sosialisasi Pemberdayaan Kondisi Hutan Mangrove Membuatan Website Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Mangrove Bagi Masyarakat Kabupaten Rokan Hilir Pilot Project Pemberdayaan dan Pengelolaan Hutan Mangrove di wilayah Hutan Mangrove Pemberian Penghargaan Pola Pengelolaan Hutan Mangrove bagi tokoh masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir 9. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove Dalam pelaksanaan strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove, ada beberapa indikator yang harus diperhatikan, meliputi: Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Upaya Peningkatan Usaha Kecil Masyarakat Berbasis Sumber Daya Hutan Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian alternative usaha yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan Dalam pelaksanaan strategi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang strategi Pemberdayaan Hasil Hutannya Mangrove tersebut, Di Antaranya Adalah: 1. Pelatihan dan Pengembangan Dodol Mangrove (Potensi Pada Pohon Pidada Atau Bahasa Lokal Rembang) 2. Pelatihan dan Pengembangan Budidaya Sirup Mangrove 3. Pelatihan Pengembangan Selai Mangrove 4. Pelatihan dan Pengembangan Hasil Laut Hutan Mangrove 5. Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro masyarakat Sekitar Hutan Mangrove 6. Penataan dan pengembangan ekonomi pohon mangrove non Kayu potensial di Kabupaten Rokan Hilir Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 28

142 Buah perpat (Soneratia Spp.) menghasilkan makanan syrup, selai, dodol, permen dan lain-lain. Buah api-api (Avecenia Spp.) menghasilkan makanan : keripik, bahan tepung pembuatan kue basah dan lain-lain. Nipah (Nypa fruticans) menghasilkan makanan : sebagai bahan bahan baku minuman (es buah) dan buahnya bisa langsung dimakan. Pengembangan Potensi Hutan Mangrove : Perlu dikembangkan Area khusus pengembangan ekonomi kerakyatan pohon mangrove non Kayu potensial. Dengan menetapkan luasan areal dari jenis pohon yang potensial di Rokan Hilir. Misalnya, 30% area hutan difokuskan bagi pembudidayaan hasil huta mangrove. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir VI - 29

143 DAFTAR PUSTAKA Bengen DG Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri R Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kusmana, C Metoda Survey Vegetasi. IPB Press. Bogor. Kusmana, C & Onrizal Pengenalan Jenis Pohon Mangrove di Teluk Bintuni, Irian Jaya. IPB Press. Bogor. Kusmana C., Istomo, C. Wibowo, S. Wilarso, IZ. Siregar, T. Tiryana, S. Sukardjo. Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Direktorat Jendelar Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan RI dan Korea International Cooperation Agency (KOICA) Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor Arobaya, A dan A. Wanma Menelusuri sisa areal hutan mangrove di Manokwari. Warta Konservasi Lahan Basah,14 (4): 4-5. Bengen Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, HR, J.Rais, S.P Ginting, dan M. J. Sitepu Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. FAO The World s Mangroves Forest Resources Assessment Working Paper No Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Kusmana, C Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Laboratorium Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manan, Ekosistem Mangrove Wilayah Pesisir. Kanisius, Yogyakarta. Naamin, N Penggunaan Lahan Mangrove Untuk Budidaya Tambak Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Subagjo Soemodihardo et al. Proseding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Pangan MAB Indonesia LIPI

144 Nybakken, J.W Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta. Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor. Saenger et al Global Status ol Mangrove. Ecosystem, IUCN Commossion on Eccology Papers. No Santoso, U Permasalahan dan solusi pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu. Pertemuan PSL PT se-sumatera tanggal 20 Februari 2006 di Pekanbaru. Santoso, N Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Nasional. Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun Jakarta. Soemodihardjo, S., O.S.R. Ongkosongo dan Abdullah Pemikiran Awal Kriteria Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove. Dalam Diskusi Panel Dayaguna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove (I. Soerianaga, S. Hardjowigeno, N. Naamin, M. Sudomo dan Abdullah, Eds). LIPI Panitia Program MAB Indonesia. Sudarmadji Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 2 No Syukur Djazuli, Aipassa dan Arifin Analisis Kebijakan Pelibatan Masyarakat dalam mendukung Pengelolaan Hutan Mangrove di Kota Bontang. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 14. N0. 2 Desember Melana, D.M., J. Atchue III, C.E. Yao, R. Edwards, E.E. Melana, and H.I. Gonzales Mangrove Management Handbook. Departemen of Environment and Natural Resources, manila, Philippines through the Coastal Resource Management Project, Cebu Citu, Philippines.

145 Lampiran 1 MATRIK PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN HUTAN MANGROVE No. Strategi Indikatornya Kegiatan 1 Identifikasi potensi pengembangan destinasi pariwisata Hutan Mangrove 2 Kebijakan Peningkatan Potensi Hasil Hutan Mangrove Adanya Database kondisi Hutan Mangrove Kabupaten Rokan Mangrove Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Penetapan Kawasan Mangrove sebagai kawasan pengelolaan pesisir (Mangrove) yang lestari dan Berkelanjutan Penyusunan Strategi Daerah Pengelolaan Mangrove Inventarisasi kerusakan hutan mangrove Penyusunan basis data pengelolaan hutan mangrove Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah Pantai Kabupaten Rokan Hilir Strategi yang diterapkan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove: (1) Sosialisasi fungsi hutan mangrove, (2) Rehabilitasi dan konservasi, (3) Penggalangan dana dari berbagai sumber.

146 No. Strategi Indikatornya Kegiatan Kabupaten/Kota) serta masyarakat. 3 Penetapan Kebijakan Hutan Mangrove Kebijakan Hutan Mangrove meliputi: Penetapan Kawasan Hijau Hutan Mangrove Penentapan Kebijakan Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove Penetapan Anggaran Rehabilitasi Hutan Mangrove melalui dana Perimbangan Penetapan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir dan Pembudidayaan hasil Laut dan Hutan Mangrove 4 Rehabilitasi Hutan Mangrove Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana yang mampu mengambil inisiatif. Berdasarkan Undang-Undang Penetapan Kawasan Hijau Hutan Mangrove Penentapan Kebijakan Pelestarian dan Pemberdayaan Hutan Mangrove Penetapan Anggaran Rehabilitasi Hutan Mangrove melalui dana Perimbangan Penetapan Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir dan Pembudidayaan hasil Laut dan Hutan Mangrove Reboisasi dan rehabilitasi lahan ini dilakukan sepanjang tahun dan diharapkan pada tahun 2013 seluruh lahan kritis yang terdapat di Rokan Hilir dapat ditanami. Pemanfaatan Dana Perimbangan khususnya Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove.

147 No. Strategi Indikatornya Kegiatan Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa penggunaan dana reboisasi sebesar 40% dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi-penghijauan dan sebesar 60% dikelola Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove. 5 Peningkatan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan. Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk budidaya perikanan (tambak), pertanian Peningkatan manfaat sumber daya hutan merupakan program jangka panjang yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengelolaan hutan Strategi pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat ini adalah : 1) Kegiatan Penghijauan Dan Rehabilitasi Hutan Mangrove, 2) Pelatihan Dan Pemanfaatan Mangrove Non Kayu,

148 No. Strategi Indikatornya Kegiatan (sawah, perkebunan), jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. Maka dilakukann pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapan yaitu : isu ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum serta strategi pelaksanaan rencana. 6 Promosi destinasi dan Pembangunan infrastruktur Hutan Mangrove 7 Kebijakan Anggaran Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Daerah 8 Peningkatan peran serta para pelaku (stakeholder) dalam pembangunan dan pengelolaan hutan Adanya kebijakan dan penetapan Kawasan Wisata Hutan Mangrove Adanya Alokasi Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove karena tingkat penurunan yang terjadi dalam dua tahun terakhir mencapai hampir ha. 1. Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap; pasar, pengawasan, penegakan dan perlindungan hokum serta sarana dan prasarana pendukung lainnya 2. Menumbuh dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Rokan Hilir. Penyiapan Wilayah Ekosistem Mangrove Kabupaten Rokan Hilir Menjadi Lokasi Wisata Penentuan Kawasan Hijau Hutan Mangrove dan Kawasan Wisata Hutan Mangrove Kebijakan Anggaran khusus Pelestarian dan Pengelolaan Hutan Mangrove Kabupaten rokan Hilir Sosialisasi Pemberdayaan Kondisi Hutan Mangrove Membuatan Website Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Mangrove Bagi Masyarakat Kabupaten Rokan Hilir Pilot Project Pemberdayaan dan Pengelolaan Hutan Mangrove di wilayah Hutan Mangrove Pemberian Penghargaan Pola Pengelolaan Hutan Mangrove bagi tokoh masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir.

149 No. Strategi Indikatornya Kegiatan arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga membutuhkan pelestaraian 3. Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola dan melestarikan ekosistem 4. Menumbuh dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan melestarikan sumberdaya ekosistem 9 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Mangrove Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Upaya Peningkatan Usaha Kecil Masyarakat Berbasis Sumber Daya Hutan Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian alternative usaha yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan Pemberdayaan Hasil Hutannya Mangrove Di Antaranya Adalah: 1. Pelatihan dan Pengembangan Dodol Mangrove (Potensi Pada Pohon Pidada Atau Bahasa Lokal Rembang) 2. Pelatihan dan Pengembangan Budidaya Sirup Mangrove 3. Pelatihan Pengembangan Selai Mangrove 4. Pelatihan dan Pengembangan Hasil Laut Hutan Mangrove 5. Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro masyarakat Sekitar Hutan Mangrove 6. Penataan dan pengembangan ekonomi pohon mangrove non Kayu potensial di Kabupaten Rokan Hilir Buah perpat (Soneratia Spp.) menghasilkan makanan syrup, selai, dodol, permen dan

150 No. Strategi Indikatornya Kegiatan lain-lain. Buah api-api (Avecenia Spp.) menghasilkan makanan : keripik, bahan tepung pembuatan kue basah dan lain-lain. Nipah (Nypa fruticans) menghasilkan makanan : sebagai bahan bahan baku minuman (es buah) dan buahnya bias langsung dimakan. Pengembangan Potensi Hutan Mangrove : Perlu dikembangkan Area khusus pengembangan ekonomi kerakyatan pohon mangrove non Kayu potensial. Dengan menetapkan luasan areal dari jenis pohon yang potensial di Rokan Hilir. Misalnya, 30% are hutan difokuskan bagi pembudidayaan hasil huta mangrove.

151 LAMPIRAN 2 FOTO-FOTO HASIL SURVEY Avicennia alba (Api-api, siapi-siapi ) Lumnitzera (Lenggadai )

152 Ceriops tagal (Tengar) Rhizhopora apiculata (Bakau) Rhizhopora mucronata (Bakau merah)

153 Rhizhopora stylosa (Bakau) Nypa fructican (Nifah) Sonneratia alba (Perepat, pedada )

154 Sonneratia caseoralis (Berembang, pedada) Excoecaria agallocha (Buta-buta) Xylocarpus granatum (Nirih)

155 Acrostichum aureum (Pakis Laut) Kondisi Ekosistem Mangrove Yang rusak Perambahan kayu mangrove

156 Pengolahan Arang dari Kayu Mangrove Survei Lapangan kajian mangrove Rohil

157 Sirup dari Sonneratia caseolaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PERANAN EKOLOGIS DAN SOSIAL EKONOMIS HUTAN MANGROVE DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR 1) Oleh: Chairil Anwar 2) dan Hendra Gunawan 2) ABSTRAK Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove. Abstrak

Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove.   Abstrak Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove Siti Julaikha 1, Lita Sumiyati 1 1 Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPA Universitas Mataram Email : julaikha@gmail.com Abstrak Mangrove mempunyai peranan

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di sekitarnya. Kawasan pesisir memiliki beberapa ekosistem vital seperti ekosistem terumbu

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN MUARA SUNGAI DAN PANTAI DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan di era tahun 1980 an hingga pertengahan tahun 1990 an banyak memberikan pandangan keliru tentang pengelolaan hutan mangrove yang berorientasi pada

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diperoleh model dalam pengelolaan lahan mangrove dengan tambak dalam silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat bermanfaat bagi pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove Mangrove adalah tumbuhan yang hidup pada daerah pasang surut yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi, BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan. MenurutHadi(2014), menyebutkan bahwa lingkungan adalah tempat manusia

Lebih terperinci

KAJIAN KONDISI, POTENSI DAN PENGEMBANGAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

KAJIAN KONDISI, POTENSI DAN PENGEMBANGAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 482 WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 KAJIAN KONDISI, POTENSI DAN PENGEMBANGAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Burhanuddin Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air laut baik. Mangrove juga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan lain, keunikannya diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memilkiki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perencanaan Lanskap Lanskap dapat diartikan sebagai bentang alam (Laurie, 1975). Lanskap berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat hubungan totalitas

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

TINJAUAN PUSTAKA. didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Ciri-Ciri Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci