STUDI KOMPARATIF ANTARA PERJANJIAN LEASING (SEWA GUNA USAHA) DENGAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMER FINANCE) ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KOMPARATIF ANTARA PERJANJIAN LEASING (SEWA GUNA USAHA) DENGAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMER FINANCE) ABSTRAK"

Transkripsi

1 STUDI KOMPARATIF ANTARA PERJANJIAN LEASING (SEWA GUNA USAHA) DENGAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMER FINANCE) Oleh : Lina Maulidiana Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha pembiayaan. Lingkup kegiatannya antara lain Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen. Kedua pranata hukum tersebut dalam praktik sangat diminati. Dalam Praktik Sewa Guna Usaha tidak hanya terbatas pada kegiatan bisnis tetapi juga keperluan konsumen yang tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis. Perbedaan yang esensial terhadap subyek dalam perjanjian Sewa Guna Usaha dan Pembiayaan Konsumen adalah Pihak Konsumen. Dalam Sewa Guna Usaha tidak mengenal istilah konsumen karena sasaran utamanya adalah perusahaan atau perorangan yang membutuhkan barang modal untuk usaha, bukan barang konsumtif. Saran yang dapat diberikan pada kajian pembahasan ini adalah : Hendaknya kedua pranata hukum ini diatur dalam Undang-undang khusus tentang leasing dan pembiayaan konsumen, dengan pengaturan yang terpisah, agar dapat dibedakan fungsi dan tujuan kedua perjanjian itu. Keywords : Sewa Guna Usaha, Pembiayaan Konsumen, Lembaga pembiaya PENDAHULUAN Latar belakang timbulnya perjanjian leasing adalah suatu perkembangan perjanjian sewa menyewa dikalangan pengusaha, dimana kegiatan utama perusahaan leasing adalah bergerak dibidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah ( lesse ) yang membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor, mesinmesin, termasuk sevice, pemeliharaan alat-alat dan sebagainya untuk kegiatan bisnis. Menurut Abdulkadir Muhammad (2004:201) : Sewa guna usaha adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris Leasing dari kata dasar lease artinya sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia bisnis berkembang sebagai bentuk khusus sewa-menyewa, yaitu dalam bentuk pembiayaan perusahaan berupa penyediaan barang modal yang digunakan untuk menjalankan usahanya dengan membayar sewa selama jangka waktu tertentu. Selanjutnya menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 84/ PMK / 012 / 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing),yang dimaksud dengan leasing adalah : Suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk dipergunakan oleh lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, dimana lesse diakhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

2 mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha. Usaha leasing di Indonesia cukup populer dan mempunyai harapan untuk berkembang karena fungsinya setingkat dengan Bank, sebagai sumber pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang, sebagai alternatif teknik pembiayaan usaha leasing memainkan peranan yang semakin penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia. Perjanjian leasing yang dibuat oleh pihak-pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak seperti yang terdapat didalam pasal 1338 KUH Perdata, ketentuan perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata dan implementasinya tertuang dalam Surat Keputusan Menteri keuangan.ri nomor : 84/ KMK / 012/ 2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Setingkat dengan leasing, bentuk lembaga pembiayaan lainnya yang tidak kalah populer dikalangan masyarakat adalah pembiayaan konsumen ( consumer finance ) yaitu suatu perusahaan pembiayaan yang memberikan pembiayaan untuk keperluan barang-barang produk kepada konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen. Besarnya biaya yang diberikan kepada konsumen relatif kecil, karena barang yang dituju untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barangbarang keperluan konsumen untuk keperluan hidup sehari-hari misalnya televisi, kulkas, mobil dan sebagainya. Menurut ketentuan Pasal 1 angka ( 6 ) Keppres nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan : Pembiayaan konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk keperluan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pranata hukum pembiayaan konsumen pada saat ini sangat diminati, karena konsumen dapat memiliki barang kebutuhan sehari-hari dengan cepat, biaya yang relatif ringan karena pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala. Perjanjian leasing dengan perjanjian pembiayaan konsumen ( consumer finance ) adalah 2 ( dua ) b entuk hukum lembaga pembiayaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, maupun dalam hal memenuhi kebutuhan diberbagai bidang bisnis. Berdasarkan pengamatan, kenyataan didalam praktik, leasing tidak hanya terbatas pada kegiatan bisnis tetapi untuk keperluan konsumen seharihari yang tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis, seperti leasing kendaraan bermotor. Tentunya pranata hukum kegiatan leasing yang demikian tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi, hakikat perjanjian leasing itu sendiri. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, perlu dikaji kembali pranata hukum leasing dan pembiayaan konsumen (Consumer finance), sehingga dapat diketahui lebih mendalam perbedaan dan persamaan kedua pranata hukum tersebut. Ruang lingkup materi penulisan ini terbatas pada persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian pembiayaan konsumen dan ruang lingkup ilmu terbatas pada bidang kajian hukum bisnis Berdasarkan uraian pada permasalahan diatas, maka tujuan penulisan ini adalah : Untuk menganalisis persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian pembiayaan konsumen. ( consumer finance ) Kegunaaan penulisan ini adalah: a. Bagi penulis, penulisan ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan wawasan dalam hukum bisnis, khususnya tentang analisis komparatif antara perjanjian Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

3 leasing dengan perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance ) b. Bagi pemerintah daerah, penulisan ini diharapkan akan menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan perjanjian leasing dan perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance ) c. Bagi masyarakat, khususnya pelaku bisnis dan konsumen yang melaksanakan perjanjian leasing, dan pembiayaan konsumen ( consumer finance) akan menjadi sumber bacaan, agar lebih memahami persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance) d. Bagi masyarakat umum, penulisan ini diharapkan akan menjadi sumber bacaan bagi berbagai pihak yang berminat terhadap kajian dan perkembangan hukum bisnis khususnya perjanjian leasing, dan pembiayaan konsumen ( consumer finance ) METODE PENULISAN Dilihat dari segi fokus kajiannya penelitian hukum yang dapat dipakai pada penulisan ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian hukum teoritis / dogmatik) yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan prilaku setiap orang. Dalam penelitian hukum, metode pendekatan masalah yang digunakan bergantung pada jenis penelitian hukumnya. Pada penulisan ini menggunakan pendekatan normatif analitis perbandingan hukum ( approach of comparative legal system ) Jenis data yang digunakan pada penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan melakukan studi pustaka yang meliputi : a. Bahan hukum primer (primary law material ) yaitu bahan hukum yang mengikat secara umum (perundang-undangan ) yang terdiri dari Kepmenkeu nomor : 1169 / KMK.01 / 1991 ) tentang leasing, PMK No 84/PMK/012/2006 tentang lembaga pembiayaan, Kepmenkeu RI nomor : 468 / KMK.017 / 1995 Tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan b. Bahan hukum sekunder (secondary law material) yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, dalam hal ini digunakan adalah buku ilmu hukum, jurnal hukum dan laporan hukum c. Bahan hukum tertier ( tertiary law material ) yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini yang dipakai adalah kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia Data yang sudah terkumpul kemudian diolah melalui tahapantahapan yaitu :Pemeriksaan data (editing ) yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul melalui studi pustaka sudah lengkap,relevan, jelas dan tanpa kesalahan dan Penandaan data ( coding ) yaitu pemberian tanda pada data yang diperoleh, dalam penulisan ini menggunakan data sekunder berupa perundang-undangan, lalu Penyusunan / sistematisasi data (constructing/ sistematizing) yaitu mengelompokkan data secara sistematis menurut klasifikasi data untuk memudahkan analisis data. Analisis data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar, sehingga mudah dibaca dan diberi arti (diinterpretasikan ) untuk memudahkan Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

4 pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu pemikiran untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Landasan teori dalam penulisan ini adalah : 1. Pengertian perjanjian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal ( R.Subekti, 1990 : 1 ). Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan dari dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan (Abdulkadir Muhammad,1992 :78 ). Dengan demikian jelaslah apa yang dikatakan dengan perjanjian, bahwa suatu perbuatan hubungan hukum antara dua orang atau lebih dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban memenuhi prestasi. Hak dan kewajiban para pihak dalam prakteknya sudah tentu dijamin oleh hukum atau Undang-undang sebagaimana ketentuan yang berlaku dan mengatur hal tersebut. Dengan kata lain bahwa Undang-undang melindungi pelaksanaan dari perjanjian yang telah mereka sepakati, dan sebagai konsekwensinya pihak-pihak tersebut dituntut untuk dapat memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan isi perjanjian. 2. Syarat-syarat sahnya perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya perjanjian adalah a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya artinya kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu, tidak ada unsur paksaan, penipuan dan kehilapan. b. cakap untuk membuat perjanjian artinya kedua pihak yang mengadakan perjanjian wenang dalam melakukan perbuatan hukum. Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa ( belum berusia 21 tahun atau belum menikah), orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan wanita bersuami.berdasarkan hukum nasional Indonesia, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum (SEMA nomor 3 / 1963). c. suatu hal tertentu artinya hal yang diperjanjikan harus tertentu,sekurang-kurangnya dapat ditentukan baik jenisnya maupun jumlahnya. gunanya adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian d. suatu sebab yang halal artinya isi dari perjanjian itu menggambarkan tujuan yang akan dicapai pihak-pihak. isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut diatas, maka dua syarat yang pertama yakni sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan adanya kecakapan itu disebut dengan syarat subyektif, karena mengenai orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu adanya suatu hal tertentu dan adanya suatu sebab yng halal disebut syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

5 Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif perjanjian itu dapat dibatalkan, maksudnya salah satu pihak dalam perjanjian tersebut dapat meminta kepada hakim untuk menyatakan bahwa perjanjian tersebut dibatalkan, sedangkan jika perjanjian itu tidak memenuhi syarat obyektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut dianggap sejak semula tidak pernah ada. 3. Pengertian Leasing Secara umum leasing adalah equipment funding yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung atau tidak langsung Pengertian leasing menurut Pasal 1 Kepmenkeu 1169 / KMK.01 / 1991 adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance lease ) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi ( operating lease ) untuk dipergunakan oleh lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan yang dimaksud dengan Barang Modal adalah setiap aktiva berwujud termasuk tanah sepanjang diatas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant) dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan atau memperlancar produksi barang dan jasa oleh lesse dan lesse mempunyai hak opsi untuk memilih memperpanjang masa sewa atau membeli obyek lesse tersebut dengan harga akhir atau disebut remaining value iresidual atau nilai sisa yang besarnya sama dengan jumlah uang yang pertama dibayar ( security deposit ) Menurut Amin widjaya dan Arief Djohan leasing adalah pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang menggunakan barangbarang modal tersebut, dan dapat membeli atau memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa(amin widjaya dan Arief Djohan, 1994 : 8 ) 4. Pengertian pembiayaan konsumen (Consumer finance ) Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan perusahaan final. Target pasar dari model pembiayaan konsumen adalah para konsumen, disamping itu biaya yang dikeluarkan oleh konsumen relatif kecil karena barang yang dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barangbarang keperluan konsumen yang akan dipakai konsumen untuk keperluan hidupnya seperti televisi, lemari es, mobil dan sebagainya. Menurut ketentuan Pasal 1 angka ( 6 ) Keppres nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan : Menurut Abdul kadir Muhammad pembiayaan konsumen ( Consumer Finance ) pengertiannya meliputi juga kredit konsumen ( Consumer Credit ). Perbedaannya hanya pada perusahaan jasa keuangan yang membiayainya. Pembiayaan konsumen dibiayai oleh perusahaan pembiayaan ( Financing Company ) sedangkan kredit konsumen dibiayai oleh Bank. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar Bank dan lembaga keuangan bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. ( Abdul kadir Muhammad, 2004 : 246 ) HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perbedaan dan Persamaan Perjanjian Leasing dan Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance ) Kata perbedaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

6 sesuatu yang menjadikan berlainan (tidak sama) antara benda yang satu dengan benda yang lain (ketidaksamaan), kata perbedaan artinya ada bedanya atau berlainan. Sedangkan kata persamaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan yang sama atau yang serupa dengan yang lain. Jadi perbedaan dan persamaan perjanjian Leasing dan Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah suatu analisis yang membandingkan dengan mencari perbedaan dan persamaan kedua pranata hukum tersebut dari berbagai segi. Sebelum pembahasan sampai pada pokok kajian akan diuraikan beberapa hal yang menyangkut Perjanjian Leasing dan Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah : meliputi para pihak (subyek hukum), obyek perjanjian, unsur-unsur perjanjian, target pasar, dokumen, segi hukum dan jaminan dalam perjanjian. a. Para Pihak ( subyek Hukum ) Para pihak dalam perjanjian leasing terdiri dari Lessor, Lesse dan Supplier (Munir Fuady, 2006, hal : 7) 1. Lessor adalah pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang menbutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat multi finance, tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing. Berdasarkan Peraturan menteri keuangan Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. 2. Lesse merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada Lesse. Menurut Undang-undang Leasing lesse dapat berbentuk perusahaan atau perorangan. 3. Supplier adalah pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi obyek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor kepada supplier untuk kepentingan lesse.perjanjian leasing tidak harus melibatkan supplier, karena undangundang tidak mewajibkan pihak supplier sebagai pihak dalam perjanjian leasing. Para pihak dalam perusahaan pembiayaan (Consumen Finance) adalah Perusahaan pembiayaan konsumen, konsumen dan pemasok / supplier (Abdul Kadir Muhammad, 2004, hal ). 1. Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas atau koperasi untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen. Jasa yang diberikan kepada konsumen adalah bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada Pemasok (supplier ). Selama angsuran belum dibayar lunas oleh konsumen, maka barang milik konsumen tersebut menjadi jaminan hutang secara fiducia. 2. Konsumen adalah pihak pembeli barang dari pemasok atas pembayaran pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. Konsumen dapat berstatus perseorangan dapat pula perusahaan bukan badan hukum. 3. Pemasok adalah pihak penjual barang kepada konsumen atas pembayaran pihak ketiga, yaitu Perusahaan Pembiayaan Konsumen. Subyek dalam perjanjian leasing dan pembiayaan konsumen pada dasarnya sama, hanya adanya perbedaan dalam penyebutan istilah para pihak yang terlibat dalam kedua perjanjian tersebut. Perbedaan yang esensial terhadap subyek dalam perjanjian Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

7 leasing dan Pembiayaan Konsumen adalah pihak konsumen, dalam perjanjian leasing tidak memakai istilah konsumen karena sasaran utamanya adalah perusahaan atau perorangan yang membutuhkan barang modal untuk kegiatan usaha / bisnis bukan barang konsumtif, peraturan leasing sendiri tidak memberikan pembatasan mengenai lesse. b. Obyek perjanjian Obyek perjanjian dalam perjanjian leasing adalah barang modal yang dipergunakan oleh lesse untuk kepentingan bisnis. Barang modal ini sangat bervariasi dapat berupa mesinmesin, pesawat erbang, peralatan kantor, kendaraan dan sebagainya ( Munir Fuady, 2006, hal : 10 ). Selanjutnya menurut Peraturan menteri keuangan yang dimaksud barang modal adalah : setiap aktiva berwujud termasuk tanah sepanjang diatas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant) dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan atau memperlancar produksi barang dan jasa oleh lesse. (1169,1991, Kegiatan Sewa Guna Usaha ( leasing ), pasal 1). Obyek perjanjian dalam pembiayaan konsumen tidak ditegaskan dalam peraturan, Menurut Munir Fuady barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya. (Munir Fuady, 2006, hal : 161). c. Unsur-unsur Perjanjian Unsur-unsur dalam perjanjian leasing adalah : pembiayaan perusahaan, penyediaan barang modal, keterbatasan jangka waktu, pembayaran kembali secara berkala, hak opsi untuk membeli barang modal dan nilai sisa residu) (Munir Fuady, 2006, hal : ). 1. Pembiayaan perusahaan, pada mulanya leasing dimaksudkan sebagai usaha memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya, tetapi dalam perkembangan kemudian leasing juga dapat diberikan kepada individu untuk peruntukan barang belum tentu untukkegiatan usaha. 2. Penyediaan barang modal, biasanya dari supplier atas biaya dari lessor yang dipergunakan lesse untuk kepentingan bisnis 3. Keterbatasan jangka waktu yang tercantum dalam kontrak, selanjutnya kontrak leasing berakhir, lesse diberi hak opsi yakni pilihan apakah lesse akan membeli barang tersebut, memperpanjang sewa atau mengakhiri perjanjian 4. Pembayaran kembali secara berkala maksudnya karena lessor telah membayar lunas harga barang kepada supplier, maka kewajiban lesse untu mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. 5. Hak opsi untuk membeli barang modal artinya diakhir masa leasing diberikan hak kepada lesse apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang terlebih dahulu ditetapkan dalam kontrak leasing atau memperpanjang kontrak leasing tersebut. 6. Nilai sisa ( residu ), merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lesse diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lesse mempunyai hak opsi Sedangkan unsur-unsur dari perjanjian Pembiayaan Konsumen ( Consumer Finance) adalah adanya subyek dalam hubungan hukum Pembiayaan Konsumen, barang bergerak yang menjadi obyek, perjanjian yang didukung oleh dokumen serta pemberian jaminan fiducia dan jaminan tambahan ( Abdul Kadir Muhammad, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

8 2004, hal ). 1. Subyek dalam hubungan hukum Pembiayaan Konsumen terdiri dari Perusahaan pembiayaan Konsumen (kreditur ), Konsumen ( debitur ) dan penyedia barang (pemasok / supplier) 2. Obyek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidup 3. Perjanjian yang didukung oleh dokumen adalah perbuatan persetujuan pembiayaan antara Perusahaan Pembiayaan dan konsumen 4. Jaminan berupa kepercayaan terhadap konsumen merupakan jaminan utama bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsurannnya sampai selesai, disamping itu pengakuan hutang (promissory notes) merupakan jaminan tambahan. Dilihat dari unsurunsur tersebut diatas dapat dikatakan perbedaan yang esensial dari Perjanjian Leasing dan Pembiayaan Konsumen adalah dalam Pembiayaan Konsumen, obyek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidup, sedangkan dalam perjanjian leasing obyek perjanjian termasuk juga tanah sepanjang diatas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant) dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan atau memperlancar produksi barang dan jasa oleh lesse. d. Target Pasar Meskipun Undang-undang tidak dengan secara tegas menyatakan sasaran utama pelaku perjanjian Leasing dan Pembiayaan Konsumen, tetapi dilihat dari model kedua perjanjian tersebut dapat dibedakan target pasar dari model leasing adalah pengusaha atau pelaku bisnis, sedangkan target pasar dari model pembiayaan konsumen adalah para konsumen yang ingin mendapatkan barang konsumtif tapi tidak mampu membayar lunas. e. Dokumen yang diperlukan Dokumentasi yang diperlukan dalam perjanjian leasing adalah kontrak, baik model kontrak yang menyatu maupun model kontrak mandiri ( Munir Fuady, 2006, hal : 39-43). 1. Model kontrak yang menyatu terdiri dari dokumen pendahuluan dalam suatu transaksi leasing dimana pihak lesse menyatakan keinginannya untuk mendapatkan dana lewat sistem leasing dari lessor. Untuk leasing dalam jumlah uang yang besar, lessor mengajukan surat penawaran kepada lesse yang disebut dengan offering letter yang isinya menyebutkan prinsip-prinsip dasar dari leasing yang bersangkutan. Dokumen pokok juga merupakan bagian dari model ini, adalah kontrak leasing itu sendiri juga mengatur tentang jaminan hutangnya misalnya berupa fidusia, kuasa jual, garansi dan sebagainya. Bagian lain adalah dokumen tambahan berupa kelengkapan administrasi dengan tujuan untuk mempermudah jalannya pembayaran sekaligus menghindari persengketaan untuk masalahmasalah teknik.antara lain jadwal pembayaran( Schedule of Payment ), tanda bukti penerimaan barang (Acceptance of Receipt), bukti kepemilikan (Certificate of Title) dan lain sebagainya 2. Model kontrak mandiri adalah seluruh atau sebagian besar dari detil dokumen jaminan hutang dibuat secara terpisah dengan akta tersendiri. Prinsip model ini untuk transaksi leasing yang menyangkut uang dalam jumlah yang besar. Dokumentasi yang diperlukan dalam praktek Pembiayaan Konsumen terdiri dari : dokumen pendahuluan, dokumen pokok, dokumen jaminan, dokumen Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

9 kepemilikan barang, dokumen penyerahan dan pemesanan barang dan supporting dokuments (Munir Fuady, 2006, hal : ). 1. Dokumen pendahuluan dalam praktek pembiayaan konsumen antara lain Credit application form, Surveyor report, Credit approval memorandum 2. Dokumen pokok adalah perjanjian konsumen itu sendiri 3. Dokumen jaminan, termasuk antara lain perjanjian fiducia, cessie asuransi, kuasa menjual, pengakuan hutang, persetujuan istri / suami atau persetujuan komisaris / Rapat Umum Pemegang Saham 4. Dokumen kepemilikan barang misalnya berupa BPKB, fotokopi STNK, faktur-faktur pembelian, dan lain sebagainya 5. Dokumen pemesanan dan penyerahan barang, biasanya diberikan Certificate of Delivery and Acceptance, Delivery order dan lainlain 6. Supporting Documents berisikan dokumen pendukung misalnya fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, fas foto, daftar gaji dan sebagainya. Sementara untuk dokumen perusahaan dapat berupa anggaran dasar perusahaan, NPWP, SIUP, TDP dan sebagainya. f. Jaminan Perjanjian leasing memerlukan jaminan tertentu agar dana yang telah dikeluarkan oleh lessor ditambah oleh keuntungan-keuntungan tertentu dapat diterimanya kembali. Bentuk-bentuk wan prestasi yang dilakukan lesse yang dapat merugikan lessor misalnya lesse mengalihkan barang kepada pihak lain tanpa sepengetahuan lessor, lesse tidak mau mengembalikan barang secara baikbaik walaupun lesse tersebut nyata-nyata wan prestasi atau sebab-sebab lain misalnya harga barang leasing turun drastis dan berbagai masalah lainnya. Jaminan itu adalah : 1. Jaminan Utama yaitu keyakinan dari lessor bahwa lesse sanggup membayar kembali cicilan sebagaimana mestinya 2. Jaminan Pokok yaitu berupa barang modal hasil pembelian dari tranksaksi leasing itu sendiri, dalam hal ini barang tetap menjadi milik lessor sebelum lesse mempergunakan hak opsi 3. Jaminan Tambahan yaitu jaminan fidusia, gadai saham, kuasa menjual barang modal ataupun pengakuan hutang. Tidak jauh berbeda dengan leasing, jaminan pada Pembiayaan Konsumen terdiri dari jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan tambahan. 1. Jaminan Utama yaitu kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen bahwa pihak konsumen dapat dipercaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. 2. Jaminan pokok yaitu barang yang dibeli dengan tranksaksi pembiayaan konsumen, jaminan tersebut dibuat dalam bentuk Fiduciary Transfer of Ownership dan dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh pihak kreditur (pemberi dana ) hingga kredit lunas. 3. Jaminan Tambahan berupa pengakuan hutang, kuasa menjual barang, persetujuan istri / suami, persetujuan komisaris dan sebagainya g. Segi hukum perjanjian Pendekatan pemanfaatan perjanjian leasing maupun Pembiayan Konsumen (Consumen Finance ) tidak hanya dilakukan dari segi kebutuhan ekonomi tetapi juga didukung oleh pendekatan hukum ( Legal approach) Segi hukum perjanjian keasing adalah : 1. Segi hukum perdata yang bersumber dari asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan bidang hukum perdata yaitu bentuk perjanjian Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

10 khusus yang tunduk pada buku III KUHPerdata tentang sewa menyewa 2. Segi perdata diluar KUHPerdata yaitu Undang-undang Nomor : 9 tahun 1969 tentang BUMN, Undangundang : Nomor : 40 tahun 1997 tentang perseroan terbatas, Undangundang Pokok Agraria (UUPA) Nomor : 5tahun 1960, Undang undang Nomor : 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen (dari segi hukum publik ) 3. Segi hukum publik terdiri dari Undang-undang bidang hukum publik termasuk didalamnya Undangundang Nomor : 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, Undang-undang Nomor :10 tahun 1998 tentang perbankan, Undangundang Nomor : 8 tahun 1991 tentang perpajakan, Undang-undang Nomor : 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan, Keputusan Presiden Nomor : 61 tahun1988 tentang lembaga pembiayaan, Kepmenkeu nomor : 468 tahun 1995 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan dan peraturan khusus tentang sewa guna usaha berdasarkan Kepmenkeu Nomor : 1169 tahun 1991 tentang kegiatan sewa guna usaha ( leasing ) Segi hukum Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah: 1. Segi hukum perdata yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan bidang hukum perdata dan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan buku III KUHperdata yaitu perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat. 2. Segi hukum publik terdiri dari Undang-undang Nomor : 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, Undang-undang Nomor : 8 tahun 1991 tentang perpajakan, Undang-undang Nomor : 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan, dan Undang-undang Nomor 8 : tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Keppres RI Nomor : 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, Kepmenkeu RI Nomor : 468 / KMK.017 / 1995 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan Lembaga pembiayaan, dan Kepmenkeu Nomor : 448 / KMK 017 / 2000 tentang Perusahaan pembiayaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persamaan perjanjian leasing dan perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance ) adalah : 1. Kedua pranata hukum tersebut masuk dalam fragmentasi hukum yang disebut hukum pembiayaan. Secara Institusional adanya Keppres Nomor : 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan dan Kepmenkeu RI Nomor : 84/ KMK / 012/ 2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. 2. Keduanya merupakan suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. 3. Keduanya dalam pelaksanaan memerlukan jaminan dan dokumen seperti jaminan utama yang merupakan keyakinan / kepercayaan bahwa lesse / komsumen membayar kembali cicilannya, adanya jaminan pokok yaitu barang modal / barang konsumtif dan jaminan tambahan. 4. Dari segi hukum perdata keduanya bersumber dari asas kebebasan berkontrak 5. Pada prinsipnya perjanjian leasing dan pembiayaan konsumen terdiri dari 3 ( tiga ) pihak yaitu pihak yang memberikan pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan, pihak yang memerlukan barang modal / barang konsumtif dan pihak yang menyediakan barang modal / barang konsumtif ( supplier /pemasok ). Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

11 Perbedaan perjanjian leasing dan perjanjian pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah : 1. Obyek dalam perjanjian leasing adalah barang modal untuk kepentingan bisnis, termasuk aktiva berwujud berupa tanah yang digunakan langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan atau memperlancar produksi barang, sedangkan obyek dalam perjanjian pembiayaan konsumen (consumer Finance) adalah barang bergerak keperluan konsumen untuk keperluan sehari-hari. 2. Dalam perjanjian leasing terdapat hak opsi yaitu hak untuk memilih, yang ditujukan kepada lesse apakah akan memperpanjang sewa atau membeli barang modal tersebut, sedangkan dalam pembiayaan konsumen ( consumer Finance) tidak dikenal hak opsi karena dari semula tujuan pembiayaan konsumen adalah memiliki barang dengan cara angsuran / berkala. 3. Target pasar model leasing adalah pengusaha / pelaku bisnis, sedangkan target pasar pembiayaan konsumen adalah konsumen yang memerlukan barang produksi untuk keperluan sehari-hari. 4. Segi hukum perdata leasing termasuk perjanjian khusus buku III KUHPerdata tentang sewa menyewa, sedangkan pada pembiayaan konsumen termasuk perjanjian khusus buku III KUHPerdata tentang perjanjian jual beli bersyarat. Saran Saran yang dapat diberikan pada kajian pembahasan ini adalah: Hendaknya kedua pranata hukum ini diatur dalam Undang-undang khusus tentang leasing dan pembiayaan konsumen, dengan pengaturan yang terpisah, agar dapat dibedakan fungsi dan tujuan kedua perjanjian itu. DAFTAR PUSTAKA Kaelan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia hasil Amandemen Analisis Filosofis dan Yuridis. Penerbit ParadigmaYogyakarta. Muhammad Abdul Kadir Hukum Perikatan. Penerbit Alumni Bandung Muhammad Abdul Kadir, Murniawati Rilda Segi Hukum Lembanga Keuangan dan Pembiayaan. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti Bandung Muhammad Abdul Kadir Hukum dan Penelitian Hukum. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti Bandung Fuady Munir Hukum Tentang Pembiayaan (dalam teori dan praktek) Penerbit PT Citra Aditya Bakti Bandung Salim HS Perkembangan hukum Kontrak Diluar KUH Perdata. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Subekti R Hukum Perjanjian. PT. Intermasa. Jakarta Kitab Undang-undang Hukum Perdata Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1169/KMK- 01/1991 tentang Kegiatan Sewa- Guna-Usaha (Leasing) Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor : 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Keputusan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor : 84/ KMK/ 012/2006 tentang Perusahaan pembiayaan Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (21-31), Januari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, yang dipasarkan secara terbuka baik pasar-pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16 PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) Oleh : Nanda Praditya : 156010200111032/ 11 Dzulhida Saridewi : 156010200111034/ 12 Ilil Mufarrikha : 156010200111077/ 31 1. Pengertian Secara substansial pengertian

Lebih terperinci

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dalam praktek kehidupan sehari-hari lembaga

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR Aprilianti Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak Perjanjian sewa guna usaha (leasing) yang diadakan oleh Lessor dan Lesseen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi

Lebih terperinci

DENY TATAK SETIAJI C

DENY TATAK SETIAJI C PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ANTARA PEMBELI DENGAN PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG KOTA SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tahun (1982:331) laba perusahaan adalah merupakan selisih antara

BAB II LANDASAN TEORI. tahun (1982:331) laba perusahaan adalah merupakan selisih antara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laba Menurut Drs. R.A, Supriyono,S.U.,Akt pada buku akuntansi Biaya Edisi 2 tahun (1982:331) laba perusahaan adalah merupakan selisih antara penghasilan penjualan diatas semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam. Kelebihankelebihan atas suatu produk terbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA

A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA A B S T R A K S I PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI KPI KOPINDO MULTI FINANCE SURAKARTA PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum bisnis khususnya lembaga pembiayaan (leasing)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas suatu produk terbaru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya pembangunan ekonomi di zaman sekarang, banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih. Mengenai batasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih. Mengenai batasan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian dan Perikatan Pengertian perjanjian menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPdt adalah sebagai berikut : suatu perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas jual beli semata, akan tetapi melibatkan pelaku-pelaku usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas jual beli semata, akan tetapi melibatkan pelaku-pelaku usaha lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pertumbuhan aktivitas dan kompleksitas hubungan hukum antar manusia sebagai subyek hukum yang meliputi: Orang (natural persoon) 1 maupun Perusahaan berbadan hukum (legal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance) PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance) ABSTRAKSI SKRIPSI Disusun Oleh : APRIYA RUKMALA SARI C 100 990 177

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL. Oleh. M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM /MKn

ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL. Oleh. M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM /MKn ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL Oleh M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 127011165/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 M. INDRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan dan salah satunya adalah transportasi. Transportasi merupakan kebutuhan yang pokok bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam, antara lain sepeda motor. Kelebihan-kelebihan atas suatu

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI

PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI PERLINDUNGAN HUKUM LESSOR TERHADAP OBJEK LEASING APABILA LESSEE WANPRESTASI Oleh: Ni Kadek Candika Prawani Nyoman Mas Aryani Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

RAKA PRAMUDYA BEKTI

RAKA PRAMUDYA BEKTI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR DI PT.PARA MULTI FINANCE CABANG PADANG Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : RAKA PRAMUDYA BEKTI 07940072

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RUSDI / D 101 09 421 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul : Tinjauan Hukum Perjanjian Leasing Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat dapat dilihat pada perkembangan lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sejalan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. Banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan para pelaku usaha kepada masyarakat sama-sama

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus Pada PT. Federal Internasional Finance Surakarta ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci