ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL. Oleh. M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM /MKn

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL. Oleh. M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM /MKn"

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN JURNAL Oleh M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM /MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

2 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 1 ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBERIAN KREDIT BARANG ELEKTRONIK OLEH BADAN USAHA TANPA IZIN M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM ABSTRACT Consumer financing or the so-colled consumer credit is an operation of finance company which is incorporated and granted a permit for installment sale with leasing system for electronics and furniture to consumers. The research used normative judicial method which was analytical descriptive. The results showed that the levering of electronics by the lease seller which was a corporate without a permit in the leasing agreement was not an actual transfer of the ownership right from the lease seller to the lease buyer. Legal/valid because it had met all requirements stipulated in the Article. However, if it is reviewed form the Decree of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia No. 448/KMK.017/2000 on Finance Company, a corporation without a permit which run the installment sale for electronics and furniture with the system of leasing agreement to the society had broken the law administratively because it did not have a permit issued by the authorized party to run all its activities. Keywords : Lease Sale, Electronics and Furniture, Fiannce Company without Permit I. Pendahuluan Indonesia termasuk salah satu Negara di Asia Tenggara yang tingkat pertumbuhan ekonominya berkembang cukup pesat. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup pesat tersebut mengakibatkan kebutuhan masyarakat juga berkembang dengan pesat, tidak hanya dibidang kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan perumahan tetapi juga berkembang kepada tingkat kebutuhan sekunder bahkan tertier. Salah satu kebutuhan sekunder masyarakat di Indonesia adalah kebutuhan akan barang-barang elektronik, perabot rumah tangga, sepeda motor maupun mobil untuk dipergunakan baik di dalam rumah tangga maupun untuk menunjang perkembangan usaha yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Kompleksnya kebutuhan masyarakat dewasa ini maka tidak semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi / dibeli secara tunai karena keterbatasan penghasilan / pendapatan dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan sekunder maupun tertier dari masyarakat lahirlah lembaga perbankan maupun lembaga keuangan non bank yang memberikan fasilitas kredit maupun pembiayaan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya yang kompleks tersebut. 1 1 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 28

3 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 2 Perusahaan pembiayaan lahir pada tahun 1988 melalui Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 yang membuka peluang bagi berbagai badan usaha untuk melakukan kegiatan-kegiatan pembiayaan sebagai alternatif lain untuk menyediakan dana guna menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Kegiatan-kegiatan pembiayaan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang namanya adalah lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan yang pada umumnya memiliki badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi. Melalui perusahaan pembiayaan tersebut pelaku bisnis maupun masyarakat luas dapat memperoleh barang-barang elektronik, perabot rumah tangga, sepeda motor maupun mobil yang dibutuhkannya dengan sistem pembelian secara angsuran (cicilan), dengan atau tanpa menggunakan uang muka (down payment). 2 Lahirnya perusahaan pembiayaan maka masyarakat yang membutuhkan barang-barang elektronik, perabot rumah tangga, sepeda motor maupun mobil tidak harus membayar secara tunai dari harga barang tersebut namun cukup hanya membayar sekitar 15-30% uang muka atau melakukan pembayaran cicilan pertama langsung tanpa menggunakan uang muka. Untuk kebutuhan barangbarang elektronik dan perabot rumah tangga seperti televisi, lemari es, mesin cuci, audio tape, komputer, laptop, AC (Air Conditioner), sofa, pring bed, lemari pakaian, kitchen sheet, lemari hias dan lain-lain. Masyarakat (konsumen) hanya mengeluarkan dana dalam jumlah yang kecil sudah memperoleh barang-barang sebagaimana tersebut di atas. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.01.3/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468/KMK.017/1995. Dalam Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1998 tersebut menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan adalah Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. 2 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 12

4 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 3 Perusahaan pembiayaan juga diatur di dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan No. SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan. Menurut Pasal 1 angka (5) Keppres No. 61 Tahun 1988 yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah Badan usaha bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Pasal 3 ayat (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 menyebutkan bahwa, Perusahaan pembiayaan dimaksud berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Dengan demikian untuk dapat menjalankan usaha di bidang pembiayaan maka perusahaan pembiayaan harus berbentuk badan hukum baik perseroan terbatas atau koperasi. 3 Pembiayaan konsumen adalah juga disebut dengan istilah kredit konsumsi (consumer credit), hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan oleh bank. 4 Fasilitas kredit untuk pembelian sepeda motor adalah termasuk kredit konsumsi dengan tujuan penggunaanya untuk memiliki sepeda motor oleh konsumen. 5 Namun demikian pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara subtansial sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu kredit yang diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuantujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, dan maka dari itu, biasanya kredit tersebut diberikan dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. 6 Pada prinsipnya perjanjian sewa beli disebut juga dengan perjanjian sewa beli secara angsuran, dimana kreditur (penjual sewa) menyerahkan (levering) suatu barang tertentu berupa elektronik kepada debitur (pembeli sewa), dengan perjanjian bahwa debitur wajib membayar secara angsuran dalam jangka waktu tertentu barang elektronik yang dibeli secara angsuran tersebut dari kreditur. Di 3 Minardi Alim, Perusahaan Pembiayaan Dasar Hukum dan Operasionalnya, (Bandung : Bumi Aksara, 2010), hlm Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT Grasindo, 2010), hlm. 1 5 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Pespektif Hukum dan Ekonomi), (Bandung : Mandar Maju, 2010), hlm Ibid, hlm. 271

5 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 4 dalam KUH Perdata penyerahan (levering) merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang berhak memperoleh hak milik tersebut. Cara memperoleh hak milik dengan levering merupakan cara banyak yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang ini termasuk di dalam perjanjian jual beli secara angsuran barang elektronik. Pasal 570 KUH Perdata menyebutkan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak melanggar undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang brehak menetapkannya, dan tidak menganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan mencabut itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan pembayaran ganti rugi. Perkataan levering mempunyai 2 (dua) arti yaitu : 1. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering) 2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering). 7 Levering menurut KUH Perdata Pasal 1475 Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan pembeli. Levering merupakan perbuatan hukum (yuridis) yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu barang yang diperjualbelikan dari penjual ke pembeli. Kewajiban menyerahkan hak milik bagi penjual meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Levering dibedakan menjadi dua bagian yaitu levering benda bergerak dan levering tidak bergerak. Benda bergerak tidak berwujud seperti hak-hak piutang penyerahannya dilakukan dengan penyerahan dokumen atau penyerahan surat disertai dengan indosemen. Dari uraian di atas yang berkaitan dengan perjanjian jual beli barang elektronik secara angsuran yang dilakukan oleh badan usaha tak berijin kepada konsumennya di dalam praktek sehari-hari menarik untuk dibahas lebih lanjut 7 Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Jual Beli Berkaitan Dengan Penyearhan (Levering), (Surabaya : Mitra Ilmu, 2011), hlm. 50

6 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 5 dalam bab selanjutnya pada penelitian ini mengenai masalah Analisis Yuridis Atas Pemberian Kredit Barang Elektronik Oleh Badan Usaha Tanpa Izin. Perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kedudukan penyerahan (levering) barang-barang elektronik yang dilakukan oleh kreditur (penjual sewa) yang merupakan badan usaha tanpa izin kepada debitur (konsumen) dalam suatu perjanjian sewa beli atau jual beli secara angsuran? 2. Bagaimana legalitas suatu badan usaha tanpa izin dalam menjalankan usaha penjualan barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga secara angsuran dengan sistem perjanjian sewa beli/jual beli secara angsuran kepada masyarakat? 3. Bagaimana sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada badan usaha tanpa ijin dalam melaksanakan kegiatan usaha pembiayaan konsumen jual beli barang elektronik dan perabot rumah tangga secara angsuran (sewa beli) kepada masyarakat? Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah 1. Untuk mengetahui kedudukan penyerahan (levering) barang-barang elektronik yang dilakukan oleh kreditur (penjual sewa) yang merupakan badan usaha tanpa izin kepada debitur (konsumen) dalam suatu perjanjian sewa beli atau jual beli secara angsuran 2. Untuk mengetahui legalitas suatu badan usaha tanpa izin dalam menjalankan usaha penjualan barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga secara kredit dengan sistem perjanjian sewa beli/jual beli secara angsuran kepada masyarakat 3. Untuk mengetahui sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada badan usaha tanpa ijin dalam melaksanakan kegiatan usaha pembiayaan konsumen jual beli barang elektronik dan perabot rumah tangga secara angsuran (sewa beli) kepada masyarakat

7 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 6 II. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatif). Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan Presiden Republik Indonesia No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer, misalnya, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan informasi tentang bahanbahan sekunder, misamya majalah, surat kabar, kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan website. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan : metode penelitian kepustakaan (library research). III. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pemberian angsuran barang-barang elektronik dari kreditur penjual sewa yang merupakan badan usaha tanpa ijin tersebut dilakukan dengan surat perjanjian di bawah tangan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan perjanjian jual beli secara angsuran barang-barang elektronik tersebut dalam hal jumlah pembayaran setiap bulan, tanggal jatuh tempo pembayaran, sanksi denda dan ketentuan terjadinya penarikan barang yang diangsurkan. Barang usaha tanpa ijin yang melaksanakan perjanjian jual beli secara angsuran tersebut dalam pelaksanaan penarikan barang apabila debitur telah menunggak pembayaran angsuran selama 2 (dua) bulan menggunakan dasar surat pernyataan penyerahan kembali barang-barang elektronik yang diangsur secara suka rela dari konsumen

8 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 7 kepada kreditur penjual sewa, sehingga pelaksanaan penarikan barang tersebut terkesan menggunakan pemaksaan dari kreditur terhadap konsumen agar mau menanda tangani surat pernyataan penyerahan kembali secara suka rela barangbarang elektronik yang diangsurnya apabila konsumen tersebut sudah menunggak selama minimal dua bulan angsuran. 8 Di dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa, Perusahaan pembiayaan didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan membatasi bahwa perusahaan yang dapat melaksanakan usaha di bidang pembiayaan konsumen adalah perusahaan yang memiliki badan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Di luar dari perusahaan yang telah ditetapkan di dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut di atas maka perusahaan yang menjalankan pembiayaan konsumen melalui jual beli secara angsuran (sewa beli) baik barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga secara administrasi hukum adalah tidak sah atau ilegal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa badan usaha tanpa ijin yang menjalankan usaha dibidang penjualan barang-barang elektronik secara angsuran (pembiayaan konsumen) adalah melanggar ketentuan yang berlaku sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara administrasi badan hukum badan usaha tanpa ijin yang melaksanakan penjualan secara angsuran baik barang-barang elektronik, perabot rumah tangga, kendaraan bermotor yang tidak mengikuti ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan adalah tidak sah atau tidak ilegal. Namun demikian secara hukum perjanjian, bahwa perjanjian jual beli barang-barang elektronik yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin terhadap masyarakat dipandang tetap sah sebagai suatu perjanjian jual beli secara angsuran yang tunduk kepada hukum perjanjian yang termuat di dalam KUH Perdata. 9 8 Amir Djunaidi, Hukum Perusahaan, (Bandung : Balai, 2009), hlm Doharman Damanik, Hukum Perjanjian (Suatu Tinjauan menurut KUH Perdata), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 9

9 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 8 Pasal 1338 KUH Perdata dapat dikatakan bahwa apabila perjanjian yang telah dibuat tersebut telah sah maka perjanjian tersebut berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan dalam undang-undang. Persetujuan yang telah sah tersebut dan telah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya harus dilaksanakan dengan itikad baik berdasarkan asas pacta sunt servanda. Perjanjian jual beli barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya di masyarakat bila ditinjau dari segi hukum perjanjian adalah sah karena telah memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan di dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan oleh karena itu perjanjian tersebut mengikat sebagai undang-undang baik bagi badan usaha tanpa ijin sebagai kreditur maupun kepada konsumen selaku debitur. Namun demikian perjanjian jual beli secara angsuran barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya tersebut merupakan suatu perjanjian antara pemilik badan usaha tanpa ijin secara pribadi dengan para konsumennya. Hal ini berbeda dengan perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh yang memiliki badan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan yang merupakan suatu perjanjian jual beli secara angsuran atau sewa beli antara badan hukum yang dipersamakan dengan orang dengan para konsumennya. Hal ini disebabkan karena apabila suatu perusahaan pembiayaan telah berbadan hukum seperti perseroan terbatas dan koperasi maka setiap perjanjian yang dilakukan oleh badan hukum tersebut tunduk kepada ketentuan-ketentuan sebagaimana yang ditetapkan kepada badan hukum tersebut baik untuk PT yaitu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT maupun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, setelah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu secara administrasi badan hukum perusahaan pembiayaan setiap perusahaan atau badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan usaha di bidang pembiayaan konsumen baik pembiayaan untuk kendaraan bermotor, perumahan, anjak piutang maupun

10 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 9 pembiayaan, alat-alat elektronik maupun perabot rumah tangga, maka perusahaan tersebut haruslah berbentuk badan hukum perseroan terbatas maupun koperasi. 10 Apabila badan usaha yang melaksanakan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen tidak berbentuk badan hukum perseroan terbatas maupun koperasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan maka perusahaan tersebut tidak berwenang melaksanakan kegiatan di bidang pembiayaan konsumen. Akan tetapi dari segi hukum perjanjian yang termuat di dalam KUH Perdata perjanjian jual beli secara angsuran yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin kepada para konsumennya di masyarakat dipandang sah sebagai suatu perjanjian jual beli secara angsuran sepanjang perjanjian tersebut dibuat berdasarkan ketentuanketentuan berlaku di bidang hukum perjanjian khususnya Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Namun demikian perjanjian yang dibuat antara perjanjian usaha tanpa ijin dengan para konsumen merupakan suatu perjanjian antara pemilik badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya bukan merupakan perjanjian antara badan hukum yang dipandang sebagai orang dengan para konsumennya. Hal ini disebabkan karena badan usaha tanpa ijin yang bukan merupakan badan hukum, maka perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh badan usaha tanpa ijin tersebut merupakan perjanjian-perjanjian secara pribadi antara pemilik badan usaha tanpa ijin tersebut dengan para konsumennya. 11 Dalam pelaksanaan kegiatan usaha jual beli barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga secara angsuran oleh badan usaha tanpa ijin, barang elektronik dan perabot rumah tangga yang di perjualbelikan secara angsuran tersebut dalam praktek tetap merupakan jaminan fidusia karena sewaktu-waktu dapat ditarik oleh perusahaan pembiayaan apabila debitur tidak mampu membayar angsuran atau melunasi keseluruhan harga barang-barang elektronik. Hal ini dilakukan oleh perusahaan tanpa ijin sebagaimana layaknya perusahaanperusahaan pembiayaan yang berbadan hukum. Untuk pembiayaan kendaraan bermotor bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan maka berdasarkan Menteri 10 Ibid, hlm Suwito Mahmud, Ketentuan Hukum Tentang Perusahaan Pembiayaan Kendaraan Bermotor, (Yogyakarta : Liberty, 2010), hlm. 78

11 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 10 Keuangan Republik Indonesia No. 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan maka ditetapkan bahwa perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka (Down Payment) kepada konsumen kendaraan bermotor roda dua paling rendah 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan, bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan, dan bagi kendaraan bermotor roda empat untuk tujuan non produktif, paling rendah 20% dari harga kendaraan yang bersangkutan. 12 Selanjutnya di dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia menyebutkan bahwa, Perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia di maksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan: 1. Pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah, dan /atau 2. Pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing). Badan usaha tanpa ijin yang melaksanakan kegiatan usaha pembiayaan konsumen dengan cara jual beli barang elektronik dan perabot rumah tangga secara angsuran (sewa beli) kepada masyarakat dewasa ini cukup banyak terdapat di masyarakat Indonesia. Dari segi hukum perjanjian, pelaksanaan perjanjian jual beli 12 Suwandy Darmanto, Sistem Hukum Perjanjian Sewa Beli Barang-barang Elektronik Dan Perabot Rumah Tangga Dalam Teori Dan Praktek, (Surabaya : Pustaka Ilmu, 2013), hlm. 80

12 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 11 barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga secara angsuran dipandang tetap sah berlaku sebagai sebuah perjanjian sepanjang perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Apabila perjanjian jual beli barangbarang elektronik dan rumah tangga yang dilaksanakan oleh badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya tersebut memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut maka perjanjian tersebut memiliki kekuatan mengikat baik bagi badan usaha tanpa ijin maupun bagi konsumennya yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini disebabkan karena di dalam hukum perjanjian disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 13 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian jual beli secara angsuran barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga yang dilaksanakan oleh badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya harus dilaksanakan dengan itikad baik dan mempunyai akibat hukum apabila perjanjian tersebut dilanggar. Namun demikian di dalam perjanjian jual beli secara angsuran barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya tersebut merupakan suatu perjanjian secara pribadi antara pemilik badan usaha tanpa ijin dengan para konsumennya. Hal ini berbeda dengan perjanjian jual beli secara angsuran (sewa beli) antara perusahaan pembiayaan yang berbadan hukum baik PT maupun koperasi dengan para konsumennya yang merupakan perjanjian antara badan hukum yang dipersamakan dengan orang dengan para konsumennya. Oleh karena itu meskipun perjanjian secara angsuran (sewa beli) merupakan suatu perjanjian tidak bernama atau yang tidak memiliki nama di dalam KUH Perdata, namun ketentuan-ketentuan tentang hukum perjanjian wajib diikuti dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian jual beli secara angsuran tersebut. Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia yang juga merupakan objek perjanjian jual beli secara angsuran tersebut apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertipikat jaminan fidusia 13 Ibid, hlm. 81

13 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 12 dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. Dengan demikian dapat dikatakan dasar hukum penarikan barang yang menjadi objek perjanjian jual beli secara angsuran adalah sertipikat jaminan fidusia. Dengan adanya sertipikat jaminan fidusia maka sertipikat tersebut berfungsi sebagai dasar dalam melaksanakan penarikan benda jaminan fidusia apabila konsumen tidak mampu lagi membayar angsuran dari objek perjanjian jual beli secara angsuran yang juga merupakan objek jaminan fidusia tersebut. Dalam perjanjian jual beli secara angsuran barang-barang elektronik dan perabot rumah tangga, meskipun tidak diwajibkan untuk dilakukan pembebanan jaminan fidusia, namun untuk lebih menjamin keselamatan barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga yang menjadi objek perjanjian jual beli secara angsuran tersebut sebaiknya juga dilakukan pembebanan jaminan fidusia, sehingga dalam pelaksanaan penarikan barangnya dapat menggunakan sertipikat jaminan fidusia sebagai dasar penarikan barang kembali dari rumah konsumen. Namun apabila pelaksanaan jual beli barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga yang dilakukan oleh badan usaha tanpa ijin terhadap para konsumennya tidak dapat menggunakan perjanjian jaminan fidusia karena perusahaan tersebut tidak berbadan hukum, maka menyampaikan permohonan ijin penarikan barang ke pengadilan agar pelaksanaan penarikan barang tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila dalam hal pelaksanaan penarikan barang dari rumah konsumen oleh badan usaha tanpa ijin tersebut tidak melalui prosedur hukum dengan memohon ijin penarikan barang ke pengadilan, maka badan usaha tanpa ijin tersebut dapat dikenakan sanksi pidana dalam hal ini adalah pemilik badan usaha tanpa ijin atau pihak-pihak yang melaksanakan penarikan barang secara sewenang-wewenang dirumah konsumen tersebut. Penjatuhan sanksi dalam hal penarikan barang secara sewenang-wenang oleh pihak badan usaha tanpa ijin adalah sanksi pidana berupa pengambilan barang dengan melawan hak sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 362 KUH Pidana dengan ancaman hukum penjara paling lama 5 (lima) tahun. Penjatuhan sanski pidana bagi badan usaha tanpa ijin adalah penjatuhan sanksi kepada pihak-pihak yang melaksanakan barang secara sewenang-wenang dan juga kepada pemilik badan usaha tanpa ijin yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

14 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 13 penarikan barang secara sewenang-wenang tersebut. Dari segi administrasi badan hukum perusahaan pembiayaan, legalitas pelaksanaan kegiatan usaha jual beli secara angsuran oleh badan usaha tanpa ijin tersebut telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dari segi tata cara pendirian badan usaha yang bergerak di bidang pembiayaan konsumen dimana perusahaan pembiayaan wajib didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi. Disamping itu persyaratan lain sebagai perusahaan pembiayaan wajib terlebih dahulu memperoleh ijin usaha sebagai perusahaan pembiayaan dari Menteri Keuangan. Dari ketenuan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa badan usaha tanpa ijin yang telah melaksanakan kegiatan usaha dibidang pembiayaan konsumen dalam jual beli secara angsuran barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga telah melanggar ketentuan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dimana badan usaha tanpa ijin tersebut tidak berbadan hukum baik PT maupun koperasi namun melaksanakan kegiatan usahanya sama seperti perusahaan pembiayaan yang berbadan hukum baik PT maupun koperasi tersebut. Oleh karena itu dari segi administrasi badan hukum dan legalitas usaha yang dijalankan oleh badan usaha tanpa ijin tersebut maka sanksi yang dapat dikenakan terhadap badan usaha tanpa ijin tersebut adalah membekukan kegiatan usaha dari badan usaha tanpa ijin tersebut hingga dipenuhinya seluruh persyaratan dan ketentuan yang berlaku bagi perusahaan pembiayaan apabila bada uasha tanpa ijin tersebut akan melanjutkan kegiatan usaha pembiayaan konsumen dibidang barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga. 14 Sanksi lain yang dapat dijatuhkan terhadap badan usaha tanpa ijin yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang pembiayaan konsumen alat-alat elektronik dan perabot rumah tangga adalah mencabut ijin usaha dari badan usaha tanpa ijin tersebut di bidang pembiayaan konsumen khususnya dalam pelaksanaan jual beli secara angsuran barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga yang selama ini dilaksanakannya. Oleh karena itu badan usaha tanpa ijin yang 14 Bandiyo Rastono, Penerapan Sanksi Administratif Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melanggar Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm. 42

15 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 14 melaksanakan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen khsusunya di bidang jual beli secara angsuran barang-barang elektronik maupun perabot rumah tangga wajib terlebih dahulu menyesuaikan bentuk badan hukum yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 48/PMK.012/2006 tentang Perusahaan pembiayaan dan seluruh persyaratan yang telah ditetapkan sebagai perusahaan pembiayaan agar tidak dikenakan sanksi dalam pelaksanaan kegiatan usahanya di bidang pembiayaan konsumen. IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1. Levering terhadap barang elektronik dalam perjanjian jual beli secara angsuran bukan merupakan peralihan hak kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli tetapi merupakan awal dari dimulainya pelaksanaan jual beli secara angsuran dimana selama masa angsuran tersebut hak kepemilikan barang masih berada di tangan penjual sedangkan pembeli berstatus sebagai penyewa dari barang tersebut. Apabila barang tersebut telah lunas dibayar oleh pembeli maka hak kepemilikan dari barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli. Selama masa angsuran berlangsung tidak oleh ada pemindahtanganan hak kepemilikan atas tanah. Apabila pembeli memindah tangankan hak kepemilikan barang tersebut maka dapat dituntut oleh penjual baik secara perdata maupun pidana (ganti rugi maupun pasal penggelapan). 2. Perjanjian jual beli barang secara angsuran yang dilakukan oleh suatu badan usaha tanpa izin secara hukum perjanjian perdata adalah sah berdasarkan ketentuan Pasal Namun demikian dalam pelaksanaan kegiatan usaha jual beli barang elektronik secara angsuran menurut Putusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan adalah tidak sah karena tidak sesuai karena perusahaan tersebut tidak memiliki badan hukum dan tidak memiliki ijin dalam menjalankan usahanya di bidang jual beli barang elektronik secara angsuran tersebut, sehingga kegiatan usaha yang dilakukan badan usaha tanpa ijin dapat dibekukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

16 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan bahwa badan usaha yang tidak memiliki ijin dan tidak berbadan hukum tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan usaha jual beli barang elektronik secara angsuran. Oleh karena itu badan usaha tanpa ijin tersebut dapat dikenakan sanksi peringatan maupun sanksi pembekuan kegiatan usaha sampai dilakukan pengurusan B. Saran 1. Hendaknya masyarakat yang melakukan perjanjian jual beli secara angsuran harus memahami isi dari perjanjian tersebut mengenai hak dan kewajiban para pihak sehingga dapat mengetahui dengan jelas batas-batas hak dan kewajiban konsumen dalam pelaksanaan perjanjian jual beli angsuran tersebut. Disamping itu konsumen harus memahami dalam perjanjian jual beli secara angsuran hak kepemilikan objek benda yang dijual beli secara angsuran tersebut masih berada ditangan kreditur atau penjual sewa hingga seluruh angsuran dibayar lunas oleh konsumen tersebut, dan levering merupakan tanda dimulainya jual beli barang secara angsuran. 2. Hendaknya konsumen memilih perusahaan pembiayaan jual beli secara angsuran yang memiliki ijin usaha yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Demikianpula halnya dengan perusahaan pembiayaan yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang jual beli barang secara angsuran haruslah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, sehingga menimbulkan suatu kepastian hukum dan dapat melindungi hak-hak kewajiban masing-masing pihak sesuai ketentuan hukum tersebut. 3. Hendaknya instansi terkait dalam hal ini Kementerian Keuangan RI lebih mensosialisasikan tentang peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan usaha jual beli barang secara angsuran kepada perusahaan-perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ketentuan tersebut sehingga dapat segera mematuhi ketentuan hukum tersebut dalam melaksanakan kegiatan usahanya di bidang jual beli barang secara angsuran

17 M. INDRA RACHMATSYAH IBRAHIM 16 V. Daftar Pustaka Alim, Minardi, Perusahaan Pembiayaan Dasar Hukum dan Operasionalnya, Bandung : Bumi Aksara, 2010 Damanik, Doharman, Hukum Perjanjian (Suatu Tinjauan menurut KUH Perdata), Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013 Darmanto, Suwandy, Sistem Hukum Perjanjian Sewa Beli Barang-barang Elektronik Dan Perabot Rumah Tangga Dalam Teori Dan Praktek, Surabaya : Pustaka Ilmu, 2013 Djunaidi, Amir, Hukum Perusahaan, Bandung : Balai, 2009 Fuady, Munir, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002 HS, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006 Mahmud, Suwito, Ketentuan Hukum Tentang Perusahaan Pembiayaan Kendaraan Bermotor, Yogyakarta : Liberty, 2010 Ramulyo, Idris, Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Jual Beli Berkaitan Dengan Penyearhan (Levering), Surabaya : Mitra Ilmu, 2011 Rastono, Bandiyo, Penerapan Sanksi Administratif Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melanggar Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2013 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT Grasindo, 2010Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Pespektif Hukum dan Ekonomi), Bandung : Mandar Maju, 2010

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dalam praktek kehidupan sehari-hari lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh I Dewa Gede Indra Eka Putra Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam suatu perjanjian sewa beli tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suasana abad perdagangan dewasa ini, boleh dikatakan sebagian besar kekayaan umat manusia terdiri dari keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari, yang dipasarkan secara terbuka baik pasar-pasar

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG

KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG Oleh Luh Kade Pebria Satyani Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung (non

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung (non 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan bank adalah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan dan pergaulan hidupnya selalu memiliki berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu diklasifikasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam, antara lain sepeda motor. Kelebihan-kelebihan atas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan?

Financial Check List. Definisi Pembiayaan. Mengapa Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Kapan Masyarakat. Memerlukan Jasa. Pembiayaan? Daftar Isi Financial Check List 1 01 Definisi Pembiayaan 3 02 Mengapa Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 5 5 03 Kapan Masyarakat Memerlukan Jasa Pembiayaan? 6 6 04 Siapa Saja Nasabah 8 Jasa Pembiayaan?

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

DENY TATAK SETIAJI C

DENY TATAK SETIAJI C PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ANTARA PEMBELI DENGAN PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) CABANG KOTA SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO 1 1 1 0 0 0 4 2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi, seiring dengan perkembangan teknologi berkembang pula kebutuhan hidup yang semakin meningkat mengikuti

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TESIS. Oleh. AMALIA YULIA NASTITI /MKn

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TESIS. Oleh. AMALIA YULIA NASTITI /MKn TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TESIS Oleh AMALIA YULIA NASTITI 137011101/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 AMALIA YULIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang. Oleh karena itu, para pihak dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH oleh Andre Purna Mahendra I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Stipulation of Article 23 paragraph

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya pembangunan ekonomi di zaman sekarang, banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PENERAPAN ALASAN PEMAAF DAN PEMBENAR TIDAK DAPAT DILAKSANAKANNYA SUATU PRESTASI OLEH DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Elvi Zahara Lubis Dosen Fakultas Hukum Medan Area ABSTRACT Alasan pembenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat dapat dilihat pada perkembangan lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bangsa Indonesia masih berada di dalam krisis multidimensi dimana krisis tersebut bermula dari krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis itu bermula dari

Lebih terperinci

RAKA PRAMUDYA BEKTI

RAKA PRAMUDYA BEKTI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR DI PT.PARA MULTI FINANCE CABANG PADANG Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : RAKA PRAMUDYA BEKTI 07940072

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia seperti sektor perdagangan,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 EKSEKUSI TERHADAP BARANG JAMINAN YANG DIIKAT DENGAN FIDUSIA DI BANK 1 Oleh : Endah Dewi Lestari Usman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan jaminan

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam mendukung kegiatan ekonomi yang berkesinambungan. Masyarakat sangat memerlukan bantuan dana karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA AKIBAT HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN KADALUWARSA Oleh Gek Ega Prabandini I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects Against

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK Oleh : Ni Putu Riza Ayu Anggraini I Ketut Sudiarta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya lembaga anjak piutang (Factoring) dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam dunia usaha dan dapat menjadi alternatif pembiayaan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN 2.1. Lembaga Pembiayaan 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang perekonomiannya

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK HUKUM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN. Iyah Faniyah Universitas Ekasakti, Padang

ASPEK-ASPEK HUKUM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN. Iyah Faniyah Universitas Ekasakti, Padang Law Review Volume XIV, No. 2 November 2014 ASPEK-ASPEK HUKUM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN Iyah Faniyah Universitas Ekasakti, Padang ifaniyah@ymail.com Abstract The binding fiduciary

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan sebelumnya mengenai perlindungan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan sebelumnya mengenai perlindungan 85 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rangkaian pembahasan sebelumnya mengenai perlindungan hukum bagi lembaga pembiayaan akibat barang electronic sebagai obyek jaminan fidusia dialihkan pada pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Dalam

Lebih terperinci