BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan di Asia Tenggara yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan di Asia Tenggara yang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan di Asia Tenggara yang memiliki pulau besar dan kecil, sekurang-kurangnya di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa, menjadikannya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia 1. Dengan jumlah pelabuhan lebih dari 650 unit, sudah selayaknya Indonesia memiliki sistem transportasi laut yang maju. Apabila kita menengok sejarah bangsa Indonesia, maka pada abad keempat belas kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada pernah memiliki armada Angkatan Laut yang besar dan kuat 2. Oleh karena itu, transportasi laut sebagai penghubung antar pulau yang efisien makin menempati peran yang penting apabila kita bicara dalam konteks percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Namun kita juga harus menyadari bahwa pada saat ini kondisi transportasi laut belum berada pada situasi yang kita harapkan. Ini memang bukan perkara yang mudah dan sederhana. Dimulai dari pelabuhan, yang menjadi pintu keluar-masuk barang di suatu wilayah. Pelabuhan merupakan salah satu infrastruktur yang terpenting dalam sektor transportasi laut, yang merupakan simpul moda transportasi laut dengan 1 Wikipedia, terakhir diedit 4 Mei Bappenas, Infrastructure Reform Sector Development Program, Editorial & Redaksi, Majalah Sustaining Partnership, Edisi Agustus 2013, hal. 2.

2 2 moda transportasi darat. Antara regulasi dan implementasi, kadang masih terdapat persoalan terkait dengan interpretasi terhadap peraturan yang bermuara pada kewenangan masing-masing stakeholder kepelabuhanan 3. Sektor transportasi laut termasuk yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia pertumbuhan ini diperkuat oleh kebijakan pemerintah untuk lebih memberdayakan transportasi laut dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Sektor pelayaran menanggapi hal tersebut dengan peningkatan jumlah armada (18,1% sejak 2005) dan ukuran kapal secara kompetitif dan kemudian direspon oleh sektor kepelabuhanan dengan memperdalam alur pelabuhan, melengkapi fasilitas pelayanan, spesialisasi dan memperbesar terminal 4. Berdasarkan statistik perhubungan tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, jumlah pelabuhan yang diusahakan, atau Pelabuhan yang dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan sejumlah 111 unit, tersebut pengelolaannya di PT Pelabuhan I hingga Pelabuhan 4 sebagaimana Tabel 1.1 berikut: 3 ibid 4 PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, Pelayaran dan Perkapalan, Jakarta, 2009, hlm. 21

3 3 Tabel 1.1. Pelabuhan yang diusahakan, berdasarkan pengelolaan dan kelasnya Sumber: Statistik Perhubungan 2012, Kementerian Perhubungan RI, Mei 2013, hal. 46. Berbeda dengan Pelabuhan yang diusahakan, jumlah Pelabuhan yang tidak diusahakan, atau dikelola langsung oleh Pemerintah, jumlah jauh lebih banyak, sejumlah 571 Pelabuhan. Perkembangan jumlah Pelabuhan yang tidak diusahakan sendiri terlihat dalam Tabel 1.2. berikut:

4 4 Tabel 1.2. Pelabuhan yang diusahakan, berdasarkan pengelolaan dan kelasnya Sumber: Statistik Perhubungan 2012, Kementerian Perhubungan RI, Mei 2013, hal. 47. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten telah menyebabkan tingkat kebutuhan infrastruktur meningkat. Pemerintah memperkirakan bahwa untuk jangka waktu lima tahun yaitu dimulai 2010 sampai 2014, dibutuhkan investasi senilai Rp triliun (sekitar USD 150 milyar) untuk sektor infrastruktur. Pemerintah telah menyadari peran penting sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan ini dan karenanya telah menyediakan suatu sarana bagi pihak swasta agar dapat ikut berperan serta dalam pembangunan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Secara khusus, Pemerintah mentargetkan penanaman modal di sektor swasta sebesar Rp. 980 triliun (kurang lebih USD 94 milyar) berdasarkan kerangka KPS untuk jangka waktu , termasuk di dalam Sektor Kepelabuhanan 5. Untuk menggiatkan investasi, khususnya di sektor pelabuhan, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menjanjikan perbaikan iklim 5, Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Panduan bagi Investor dalam Investasi di Bidang Infrastruktur, Menko Perekonomian RI, April 2010, Hal. 2.

5 5 berinvestasi. Tak lama lagi, pengurusan izin pelabuhan baru akan online. Investor paling hanya sekali ketemu petugas dari Kementerian Perhubungan, katanya 6. Disediakan pula tiga metode perizinan untuk pendirian pelabuhan. Pertama, pembangunan pelabuhan khusus; kedua pelabuhan di dalam lingkungan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan pelabuhan dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Beberapa proyek pelabuhan dengan pola KPS juga telah ditawarkan. Di antaranya, Pelabuhan Rembang (Jawa Tengah), Pelabuhan Pesiar Tanah Ampo (Bali), Pelabuhan Maloy (Kalimantan Timur), Pelabuhan Teluk Sigintung (Kalimantan Tengah), dan Pelabuhan Lupak Dalam (Kalimantan Tengah). Meski demikian, republik ini masih tetap memproteksi kedaulatan di pelabuhan dengan pemberlakuan Daftar Negatif Investasi. Fasilitas pelabuhan tersebut, diperbolehkan dibangun oleh investasi asing dengan maksimal kepemilikan asing sebesar 49 persen. Persoalannya, terkadang pemerintah tidak menjalankan porsinya yang seharusnya dikerjakan. Sebagai contoh, pemerintah terkadang lalai memelihara alur pelayaran. Kerap terdengar kabar, dangkalnya alur di Sungai Kapuas dan Sungai Barito. Hal mana menyulitkan kapal barang untuk memasuki pelabuhan sehingga melambungkan tarif kapal. Apakah benar negara kita kekurangan pelabuhan? Antara tahun , jumlah pelabuhan bertambah 14 persen menjadi unit. Bahkan jumlah 6 Bappenas, Infrastructure Reform Sector Development Program, Membangun Pelabuhan Indonesia, Majalah Sustaining Partnership, Edisi Khusus Pelabuhan 2011, hal. 5.

6 6 terminal khusus bertambah sebesar 38 persen di periode tersebut. Kini, ada 114 unit pelabuhan komersial di bawah kendali Pelindo, termasuk di dalamnya 25 unit Pelabuhan Strategis, kata Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Perhubungan Laut, Kemal Heryandi. Tahun 2011 ini, kami bahkan mendirikan dan mengembangkan pelabuhan di 200 lokasi, katanya 7. Rata-rata, panjang dermaga yang dibangun sekitar meter, kata Kemal. Namun, Pelabuhan Bitung lebih beruntung dibanding pelabuhan lain. Dengan dana dari APBN, dermaganya diperpanjang 300 meter. Jumlah pelabuhan, tampaknya memang akan terus bertambah. Terutama, pelabuhanpelabuhan yang dapat dibangun hanya dengan secarik surat izin dari pemerintah daerah. Izin baru memang terus dikeluarkan, meski belum tentu sesuai lokasi yang ideal, apalagi bicara soal efisiensi. Belum ada survei misalnya, apakah terminal-terminal khusus beroperasi dengan optimal. Jangan-jangan, selama ini kapasitas terminal khusus sangat berlebih sehingga ada investasi yang tersia-sia yang seharusnya dapat dialihkan ke sektor lain. Hal demikian jelas membutuhkan peran pemerintah untuk menelaah keberadaan infrastruktur pelabuhan itu. Sebagaimana lazimnya di negeri ini, egosektoral adalah sebuah persoalan. Dimana ketika sebuah institusi berkuasa maka cenderung mudah mengeluarkan izin membangun tanpa memperhatikan 7 Ibid

7 7 hal-hal eksternal. Namun yang tak kalah buruknya adalah membangun tanpa merawat dan melengkapi sarana 8. Namun demikian perlu dicermati bahwa Pelabuhan di Indonesia tidak tercatat sebagai Pelabuhan terbesar di dunia. Dalam World Port Rankings tahun yang dikeluarkan oleh American Association of Port Authority, satusatunya Pelabuhan di Indonesia yang tercatat masuk 100 besar Pelabuhan adalah Tanjung Priok pada urutan ke-96, dengan volume bongkar muat sebesar 39,997 juta Metric Ton, jauh di bawah Singapura pada urutan kedua dengan volume Bongkar muat 501,566 juta metric Ton. Apalagi pada tahun 2011, tiba-tiba Pelabuhan Tanjung Priok tidak lagi muncul sebagai 100 Pelabuhan terbesar di dunia, dan posisinya digantikan oleh Pelabuhan Kotabaru, Kalimantan Selatan, yang notabene merupakan Terminal Khusus atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, pada posisi ke 99, dengan volume bongkar muat sebesar 39,006 juta Metric Ton. Meski demikian, sebagai pelabuhan peti kemas, posisi Pelabuhan Tanjung Priok meningkat setingkat dari posisi ke-24 menjadi posisi ke-23, dengan Volume Handling 5,6 juta TEUs 10. Kenyataan tersebut menimbulkan Ironi, mengingat sesuai penjelasan Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, terdapat sekurangnya 1250 Terminal Khusus 8 ibid 9 American Association of Port Authority, World Port Rankings 2010, American Association of Port Authority, World Port Rankings 2011,

8 8 atau Terminal untuk Kepentingan Sendiri (atau selanjutnya disebut TUKS ), yang jumlah volumenya tumbuh lebih pesat dengan Terminal atau Pelabuhan yang diusahakan. Salah satu kendala dalam pengembangan Pelabuhan adalah belum adanya Perjanjian Konsesi atau Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta (atau selanjutnya disebut PKPS ) yang lahir pasca berlakunya Undang-Undang nomor 17 Tahun 2008 tentang Kepelabuhanan. Danang Parikesit, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia yang juga Guru besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada mengungkapkan, keengganan investor dalam sektor kepelabuhanan disebabkan oleh karena pihak swasta menilai proyek-proyek infrastruktur yang disusun tidak matang, implementasi kebijakan yang lemah, serta penilaian mereka terhadap tata kelola sektor tersebut yang memprihatinkan. Karena tidak matang tersebut, banyak Proyek KPS sektor kepelabuhanan yang tidak ada peminatnya. Lemahnya implementasi dan tata kelola menyangkut tata hubungan antara otoritas pelabuhan dan operator Terminal yang belum diatur rinci dalam regulasi kepelabuhanan, dan pola hubungan kerja antara operator pelabuhan, shipping line (pengguna pelabuhan) dan service provider di dalam pelabuhan itu sendiri, yang berkaitan dengan masalah fair play dan tata niaga tarifnya. Akibatnya, pelabuhan di Indonesia dianggap tidak efisien Danang Parikesit, Pemerintah Harus Mendorong KPS Pelabuhan, Majalah Sustaining Partnership, Edisi Agustus 2013, Bappenas, hal

9 9 Kondisi sektor logistik kita dapat dicermati dari indikator Logistics Performance Index (atau selanjutnya disebut LPI ) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. LPI merupakan indeks keseluruhan yang mencerminkan persepsi logistik suatu negara yang didasarkan pada efisiensi proses bea cukai, kualitas perdagangan dan infrastruktur transportasi, kemudahaan dan tingkat kompetisi harga dalam mengatur pengiriman, kualitas layanan logistik, kemampuan untuk melacak dan menelusuri pengiriman, dan frekuensi pengiriman yang sampai ke tangan penerima dalam waktu yang dijadwalkan. Pada tahun 2007, Bank Dunia menempatkan LPI Indonesia pada ranking 43 dari 150 negara. Pada tahun 2009 peringkat itu malah melorot ke posisi 75 dari 155 negara. Selanjutnya meningkat ke posisi 59 di tahun Dalam kondisi ini, sejak tahun 1996 dengan regulasi kepelabuhanan lama, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS), yang pada prinsipnya tidak boleh melayani umum, namun dengan asas kedaruratan yaitu belum mampunya Pelabuhan yang diusahakan melayani kebutuhan logistik tersebut, DUKS tersebut diijinkan untuk melayani kepentingan umum. Peranan Pelayanan pada DUKS untuk kepentingan umum ini menjadi semakin dominan setelah terbitnya Keputusan Menteri Perhubungan RI No. KM.54 Tahun 2002 tentang Pelabuhan Laut, dimana dimungkinkan pengoperasian DUKS tersebut untuk melayani kepentingan umum, melalui 12 Bappenas, 2013, Op.cit. Hal 4

10 10 Kerjasama dengan Penyelenggara Pelabuhan, yang pada saat itu dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan, yaitu PT Pelabuhan Indonesia. Namun demikian, karena desakan untuk munculnya Fair Play, termasuk kajian dari USAID 13, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan para pelaku usaha kepelabuhanan 14, yang mendorong pemisahan fungsi regulator (penyelenggara pelabuhan) dengan operator (Badan Usaha Pelabuhan). Karenanya lahirlah Inpres Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, kepada seluruh Menteri yang terkait dalam Pelayaran, untuk membuat Kebijakan dan membentuk Peraturan Perundang-undangan dalam sektor Pelayaran, termasuk kepelabuhanan. Akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada tanggal 7 Mei 2008, yang menderegulasikan sektor kepelabuhanan. Dilakukan pemisahan fungsi regulator dan operator, dimana fungsi regulator dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan dan fungsi operator oleh Badan Usaha Pelabuhan. Pemerintah juga membuka peluang Investor Asing untuk masuk di dalam sektor kepelabuhanan dengan kepemilikan maksimal saham sebesar 49% 15. Pengaturan di sektor Kepelabuhanan bertambah lengkap dengan diundangankannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada tanggal 22 Oktober 2009, dan selanjutnya diikuti dengan 13 Nasdion Agoes, Deregulasi Kepelabuhanan Indonesia, , Revisi UU Pelayaran Tutup Peluang Monopoli Pelindo, index.php/ detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/27/time/133037/idnews/566193/idkanal/4, Puskompublik Dephub, Investasi Asing di Usaha Kepelabuhanan Maksimal 49%,

11 11 terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM.51 Tahun 2011 mengenai Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri pada tanggal 18 Mei 2011, atau 3 (tiga) tahun setelah diundangkannya UU 17/2008. Dalam pada itu, ketentuan mengenai Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) diubah menjadi Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Pihak Pengelola TUKS kini tidak lagi diwajibkan untuk bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan apabila tidak bermaksud melayani Kapal/Muatan umum, melainkan cukup bekerja sama dengan Penyelenggara Pelabuhan. Namun demikian, Pengelola TUKS tetap diwajibkan bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan, apabila bermaksud untuk melayani umum, hanya apabila melalui Perjanjian Konsesi dengan Penyelenggara Pelabuhan. Dalam pada itu, Penyelenggara Pelabuhan masa lalu, yaitu PT Pelabuhan Indonesia, mencatatkan kinerja operasional pelayanan jasa kapal termasuk pada Dermaga Umum, Rede Transport, Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS), Pelabuhan Khusus dan Loading Point 16. Demikian pula untuk jasa barang juga termasuk Dermaga Umum, Rede Transport, Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS), Pelabuhan Khusus dan Loading Point. Namun demikian, pada tahun 2012, PT Pelabuhan Indonesia menghentikan seluruh Kerjasama Operasional yang didasari kepada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.54 Tahun 2002, seiring berlakunya Perauran 16, Kinerja Operasional, Laporan Tahunan 2010 Pelabuhan Indonesia II, 4 Mei Mei 2014

12 12 Menteri Perhubungan Nomor PM.51 Tahun Pada Laporan Tahunan 2012, PT Pelabuhan Indonesia menyatakan hanya melaksanakan pada DUKS dan Terminal Khusus hanya untuk Pelayanan Jasa Kapal, yang meliputi Jasa Labuh, Jasa Pemanduan dan Jasa Penundaan, dan tidak lagi menyebut secara spesifik pendapatan dari jasa barang atas kerjasama dengan Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri 17. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, Peraturan Pelaksanaan UU No. 17/2008 dan PP No. 61/2009 belum lah rinci. Seperti halnya disampaikan dalam PP No. 61/2009 Pasal 140 jo. PM.51/2011 Pasal 42, bahwa untuk melayani kepentingan selain kepentingan sendiri (Kepentingan Umum), Terminal Untuk Kepentingan Sendiri harus bekerja sama dengan Badan Usaha Pelabuhan dan memperoleh Konsesi dari Penyelenggara Pelabuhan. Namun hingga kini, belum terbit Peraturan Menteri tentang Perjanjian Konsesi sebagaimana diamanatkan dalam PP 61/2009 Pasal 78 tentang Tata Cara Pemberian dan Pencabutan Konsesi belum terbit hingga September Kondisi ini sedikit banyak bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, dimana pada pasal 347 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. Dengan kondisi 17, Laporan Tahunan 2012, PT Pelabuhan Indonesia 2 (Persero), 4 Mei 2014

13 13 ini, maka terjadi kekosongan hukum akibat ketiadaan kejelasan dari Pemerintah, mengenai ketentuan Perjanjian Konsesi tersebut. Berlainan dengan Sektor Kepelabuhanan, Sektor Jalan Tol ketentuan Perjanjian Konsesi atau Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) telah hadir lebih baik. Di Indonesia, lembaga pemerintah yang bertugas memfasilitas Perjanjian KPS adalah Kementrian Negara / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( Bappenas ). Bappenas membandingkan dengan di Eropa saat ini sekitar 60% Perjanjian KPS di sana masih dialokasikan dalam proyek Jalan Tol. Begitu pula di Indonesia, sebagian besar Perjanjian KPS dalam bentuk pengusahaan Jalan Tol 18. Perjanjian KPS Jalan Tol didominasi dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan Anak-anak perusahaannya terasa mengoperasikan 25 ruas jalan tol, melalui perjanjian konsesi jalan tol. Keduapuluh lima ruas jalan tol tersebut dioperasikan oleh 9 kantor cabang dan 12 anak perusahaan 19. Selain Kelompok usaha Jasa Marga, Jalan Tol juga diusahakan oleh pihak lainnya, yaitu Kelompok usaha Lippo, dengan PT Citra Marga Nusaphala Persada di Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta dan Citra Margatama Surabaya di Jalan Tol Waru Bandara Juanda.. Adapun ketentuannya menggunakan dasar hukum yang telah ada. 18 Prasetyo, Irwan, Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Pembangunan Perkotaan, , Laporan Tahunan 2012, PT Jasa Marga Persero,

14 14 Berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan di Pelabuhan, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2012 tentang telah menugaskan PT Pelabuhan Indonesia II untuk melaksanakan pembangunan Kalibaru, yang dianggap sebagai terobosan kebuntuan pemenuhan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 yang belum juga lengkap petunjuk pelaksanaannya. Pemerintah saat ini telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor PM.15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Perjanjian dalam Bentuk Kerjasama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan yang dibuat pada tanggal 15 Januari Namun Peraturan tersebut baru dapat diundangkan pada tanggal setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan pada tanggal 19 Agustus 2015, dan akhirnya peraturan menteri tersebut baru dapat diundangkan pada tanggal 28 September Setelah melalui berbagai evaluasi, akhirnya peraturan menteri tentang konsesi tersebut kembali disempurnakan dengan Peraturan Menteri nomor PM.166 Tahun 2015 tentang Perubahan PM.15 Tahun 2015 pada tanggal 30 Oktober Dengan landasan hukum tersebut telah lahir beberapa Konsesi Induk antara Kementerian Perhubungan RI dengan Badan Usaha Pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia I, III dan IV pada tanggal 9 November Jurnal Maritim, Kemenhub dan Tiga Pelindo Teken Konsesi Pelabuhan, Pelindo II Menyusul, 9 November 2015

15 15 Selanjutnya, setelah melalui proses negosiasi, terbitlah perjanjian konsesi antara Pemerintah yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam hal ini Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dengan PT Pelabuhan Indonesia II pada tanggal 11 November Perjanjian tersebut merupakan induk perjanjian konsesi bagi pengusahaan 12 pelabuhan di bawah PT Pelindo II. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi pemanfaatan fasilitas Terminal Untuk Kepentingan Sendiri di Kawasan Kepelabuhanan antara Pengelola Terminal dengan Pengguna Jasa Kepelabuhanan? 2. Bagaimanakah implementasi hubungan hukum antara Pengelola Terminal dengan Penyelenggara Pelabuhan? 3. Bagaimanakah kendala-kendala dalam implementasi perjanjian pemanfaatan fasilitas antara Pengelola Terminal dengan Pengguna Jasa Kepelabuhanan? 4. Bagaimanakan kendala-kendala dalam implementasi perjanjian antara Pengelola Terminal dengan Penyelenggara Pelabuhan? 21 Maritime Media, Pelindo II Lakukan Tandatangan Susulan Perjanjian Konsesi Pelabuhan, 12 November 2015

16 16 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara analitis tentang implementasi perjanjian konsesi pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri dalam Sektor Kepelabuhanan sesuai Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui implementasi pemanfaatan fasilitas Terminal Untuk Kepentingan Sendiri di Kawasan Kepelabuhanan antara Pengelola Terminal dengan Pengguna Jasa Kepelabuhanan. 2. Untuk mengetahui implementasi hubungan hukum antara Pengelola Terminal dengan Penyelenggara Pelabuhan. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam implementasi perjanjian pemanfaatan fasilitas antara Pengelola Terminal dengan Pengguna Jasa Kepelabuhanan. 4. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam implementasi perjanjian antara Pengelola Terminal dengan Penyelenggara Pelabuhan.

17 17 D. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai Implementasi Perjanjian Kerjasama Pemanfaatan Fasilitas Terminal Untuk Kepentingan Sendiri dalam Sektor Kepelabuhanan sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu : 1. Kontribusi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan dijadikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian di bidang ilmu hukum, khususnya di dalam proses pembentukan Perjanjian Pelayanan Jasa Kepelabuhanan di lingkungan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, dan merumuskan Perjanjian Konsesi atau Perjanjian Kerjasama dalam bentuk lainnya antara Otoritas Pelabuhan dengan Pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri dalam sektor Kepelabuhanan sesuai dengan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. 2. Kontribusi Praktis Bahwa penulisan ini dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti dan diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pihak atau pembaca, khususnya bagi Para Pemangku Kepentingan dalam Sektor Kepelabuhanan, baik Pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Para Pengguna Jasa Kepelabuhanan Umum Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, dan Regulator sektor Kepelabuhanan khususnya

18 18 pada Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut - Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, serta para peneliti di bidang Hukum Pelayaran khususnya Bidang Kepelabuhanan. E. Keaslian Penelitian Penelitian dalan bentuk Skripsi, Tesis dan Disertasi tentang mengenai Perjanjian pemanfaatan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri dalam Sektor Kepelabuhanan menurut Undang-Undang 17 Tahun 2008 secara umum belum pernah ada. Apalagi penelitian dalam bentuk Skripsi, Tesis dan Disertasi mengenai Perjanjian Konsesi Pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri untuk Kepentingan Umum dalam Sektor Kepelabuhanan juga belum pernah ada, mengingat hingga Februari 2015 Peraturan Menteri tentang Perjanjian Konsesi dan Kerjasama dalam Bentuk Lainnya belum juga diterbitkan. Namun terdapat beberapa penelitian tentang pelabuhan atau terminal untuk kepentingan sendiri sebelumnya, antara lain : 1. Analisis Yuridis Dalam Penyelenggaran Pelayanan Jasa Kepelabuhanan di dermaga PT Smart Tbk, dengan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Kotabaru (Hilda Rusiani Viryana, Tesis Magister Hukum, Universitas Gajah Mada, 2008);

19 19 2. Reformasi Sektor Pelabuhan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 mengenai Pelayaran berkaitan dengan Undang-Undang Investasi dan Undang_undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Maya Juwita, Tesis Magister Hukum, Universitas Gajah Mada, 2011); 3. Tinjauan Yuridis tanggung Jawab Terminal Peti Kemas dalam Menjalankan Pelayanan Jasa Bongkar/Muat Peti Kemas (Studi Kasus PT Jakarta International Container Terminal), (Angelia Arnovita, Skripsi Sarjana Hukum, Universitas Gadjah Mada, 2010); 4. Tanggung Jawab Pemilik Kapal Tanker terhadap Pencemaran Laut oleh Tumpahan Minyak di Pelabuhan yang Terjadi pada saat bongkar muat kargo (Dirgantara Adi Nugroho, Skripsi Sarjana Hukum, Universitas Gajah Mada, 2013). Beberapa penelitian mengenai Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dan linkage yang telah ada sebelumnya adalah: 1. Model Kerjasama Pemerintah dan Swasta : Studi Penerapan Kontrak Build Operate Transfer dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol di Indonesia (Iwan Erar Joesoef, Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 2011); 2. Klausula imbalan dalam perjanjian kerjasama antara pemerintah dengan swasta: Studi kasus perjanjian kerjasama antara PDAM

20 20 DKI Jakarta dengan PT. Aetra Air Jakarta (Rina Kartika Sari, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, 2011): 3. Pemodelan Masa Konsesi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang Mengoptimalkan Kinerja Bersama pada Sektor Penyediaan Air Minum (Nugroho Priyo Negoro, Tesis Magister Teknik Sipil, ITS, 2011; dikemas dalam Makalah pada Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Sarana Wilayah, 2011, ISBN : , dengan judul : Model Optimasi Masa Konsesi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang Memaksimumkan Kinerja Pihak yang Bekerjasama); 4. Peluang Kerjasama Pemerintah Swasta Pada Pembangunan Graving Dock Dan Pengelolaan Galangan Kapal : Studi Kasus PT Janata Marina Indah Tanjung Emas Semarang (Hartono, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, 2011; dikemas dalam bentuk Jurnal TEKNIK Vol. 34 No.1 Tahun 2013, ISSN , dengan judul : Bentuk Kerjasama Public-Private Pembangunan Graving Dock Dan Manajemen Galangan Kapal Dengan Metode Analytical Hierarchi Process (AHP) ); 5. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Publik (Zainal Asikin, Hasil Penelitian, 2011, dikemas dalam Jurnal Mimbar Hukum Volume 25, Nomor 1, Februari 2013);

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, 1991, BadanHukum, Alumni, Bandung. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Darus, Mariam, 2005, KUH PerdataBuku III

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, 1991, BadanHukum, Alumni, Bandung. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Darus, Mariam, 2005, KUH PerdataBuku III 148 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku. Ali, Chidir, 1991, BadanHukum, Alumni, Bandung Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta Darus, Mariam, 2005, KUH PerdataBuku

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyediaan infrastruktur jalan menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk membuka akses transportasi guna menggairahkan aktivitas perekonomian dan sebagai sarana pemerataan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari permasalahan-permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010 Sosialisasi Rencana Induk Pelabuhan Nasional I Hotel, Batam 26 Januari 2012 ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PP NO 10/2010 JO PP NO

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah sebuah badan milik pemerintah yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pertambangan khususnya tambang batu bara dinegara Indonesia sangat pesat pertumbuhannya seiring dengan permintaan pasar dunia akan kebutuhan batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Oleh karena

I. PENDAHULUAN. bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Oleh karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Afiffudin (2010:42) yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu pelabuhan besar di Indonesia yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Pelabuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan yang sangat luas. Sebagai negara maritim luas wilayah laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautannya memiliki luas 5,8

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an No.539, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kepemilikan Modal Badan Usaha. Pencabutan Persyaratan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 24 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelabuhan merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi laut yang prosesnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

Tanjung Perak dan Bisnis Maritim

Tanjung Perak dan Bisnis Maritim 1 Tanjung Perak dan Bisnis Maritim Dr. Saut Gurning Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS Surabaya Email: sautg@its.ac.id Pelabuhan Tanjung Perak sejak akhir tahun 010 hingga periode awal

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1439, 2015 KEMENHUB. Kepelabuhanan. Konsensi. Bentuk Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha Pelabuhan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan 73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kepaulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dan dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. sehingga semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era perdagangan bebas saat ini dimana setiap negara saling berlombalomba untuk meproduksi dan mendistribusikan produk negaranya ke negara lain, sehingga semakin

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.965, 2016 KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 71 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran utama yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-1019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan. Tanjung Priok. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. membutuhkan eksistensi sistem transportasi laut sebagai penggerak pertumbuhan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. membutuhkan eksistensi sistem transportasi laut sebagai penggerak pertumbuhan, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia sebagai negara maritim yang terdiri dari ribuan pulau membutuhkan eksistensi sistem transportasi laut sebagai penggerak pertumbuhan, perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran memiliki peran penting dalam perdagangan antar negara saat ini. Kemampuan kapal-kapal besar yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan transportasi laut menjadi sektor utama yang berpengaruh dalam laju distribusi perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan volume lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM Data & Fakta Jumlah kapal niaga internasional maupun domestik mencapai 11.300 unit, atau naik sekitar 80 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2005 Data Indonesia National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang melakukan pembangunan dengan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana tujuan Negara Indonesia yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1955, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Dari Dan Ke Kapal. Bongkar Muat. Penyelenggaraan dan Pengusahaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 152 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan jasa pelayanan bongkar dan muat peti kemas yang terletak di wilayah Pelabuhan Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Hal tersebut membuat negara Indonesia membutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA KEPELABUHANAN TERTENTU KEPADA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT YANG MELAKUKAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas bahkan Indonesia dijuluki sebagai negara maritim karena wilayah lautnya yang lebih luas dibandingkan wilayah

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.430,2016 KEMENHUB. Jasa. Angkutan Penyeberangan. Pengaturan dan Pengendalian. Kendaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 27 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MULTIMODA. Sekretaris Badan Litbang Perhubungan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Jakarta, Februari 2013

STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MULTIMODA. Sekretaris Badan Litbang Perhubungan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Jakarta, Februari 2013 STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MULTIMODA Sekretaris Badan Litbang Perhubungan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Jakarta, Februari 2013 TRANSPORTASI MULTIMODA Menurut United Nations Conference

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 4 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DI LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT. Samudera Indonesia adalah sebuah perusahaan nasional yang bergerak di dalam bidang transportasi kargo dan pelayanan logistik yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu Bab I Pendahuluan a. Latar belakang Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu dengan negara lain yang saling ketergantungan sehingga melahirkan adanya perekonomian internasional.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1401, 2016 KEMENHUB. UPP. Kelas III Tanjung Redeb. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 111 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

Kompetensi Sumber Daya Manusia untuk Logistik Pelabuhan di PT Pelindo II Cabang Teluk Bayur. Rika Ampuh Hadiguna, Regina Yulinda Sari

Kompetensi Sumber Daya Manusia untuk Logistik Pelabuhan di PT Pelindo II Cabang Teluk Bayur. Rika Ampuh Hadiguna, Regina Yulinda Sari Kompetensi Sumber Daya Manusia untuk Logistik Pelabuhan di PT Pelindo II Cabang Teluk Bayur Rika Ampuh Hadiguna, Regina Yulinda Sari Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas Universitas

Lebih terperinci

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t ahun mendatang (2015-2019) mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan baru 2.650 km, dan pemeliharaan jalan 46.770 km. Pembangunan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA JNSTRUKSI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR IM 6 TAHUN 2018 TENTANG HASIL PEMERIKSAAN KINERJA ATAS EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KONSESI PELABUHAN PADA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dari sudut pandang geografis terletak di daerah katulistiwa, terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia),

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 276, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkatan Laut. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1309, 2015 KEMENHUB. Pengerukan. Reklamasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 136 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port 43 4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT Definisi dan Persyaratan Hub Port Berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2008 mengenai pelayaran pasal 72 ayat 2, pelabuhan laut secara hierarki terbagi

Lebih terperinci

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT UPAYA MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DALAM USAHA JASA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN MELALUI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi melalui laut memainkan peran penting dalam sistem perdagangan. Berbagai jenis barang di seluruh dunia bergerak dari tempat satu ke tempat lainnya melalui laut.

Lebih terperinci

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG [ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG Tim Peneliti : 1. Rosita Sinaga, S.H., M.M. 2. Akhmad Rizal Arifudin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan sarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5742 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 220). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian adalah perusahaan perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang termasuk ke dalam sub sektor Transportation. Penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1201, 2015 KEMENHUB. Barang. Long Stay. Pelabuhan Tanjung Priok. Pemindahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 117 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA RENCANA PROPOSAL Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Seleksi Masuk Program Studi Pasca Sarjana Oleh : SYANNE PANGEMANAN

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok

Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok G92 Desain Kapal 3-in-1 Penumpang-Barang- Container Rute Surabaya Lombok I Gede Hadi Saputra dan Hesty Anita Kurniawati Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekitar bandara juga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sekitar bandara juga memenuhi kebutuhan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan Bandara Adisutjipto di Yogyakarta memberi keuntungan bagi masyarakat Yogyakarta maupun sekitar Yogyakarta, bahkan wisatawan luar negeri. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Hal ini berarti akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi kekayaan alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1.

BAB I PENDAHULUAN. yang antara lain terjadi di bandar udara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura II. (Persero) sebagaimana digambarkan pada Tabel 1-1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan angkutan udara di Indonesia dalam kurun waktu satu setengah dasa warsa pasca krisis moneter sangatlah meningkat pesat. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini transportasi mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan salah satu unsur yang turut menentukan perkembangan ekonomi suatu kota bahkan Negara. Moda

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat

Lebih terperinci