BAB V KESIMPULAN & SARAN. bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Transkripsi

1 101 BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, dalam melaksanakan salah satu tugas utamanya yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat melalui pemberian fasilitas kredit, bank mensyaratkan calon debitur/debitur untuk menyerahkan agunan yang bertujuan untuk menghindari bank dari resiko kerugian apabila terjadi kredit macet. Jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur diikat dengan perjanjian yang terpisah dan bersifat pelengkap (accesoir) dari perjanjian kredit berupa perjanjian pengikatan jaminan, dimana khusus bagi jaminan yang memiliki objek berupa tanah dan/atau bangunan diikat dengan perjanjian hak tanggungan. Perkara antara PT. Bank X selaku kreditur dengan PT. LK selaku debitur adalah contoh kasus dimana terdapat permasalahan dalam proses pemberian kredit sampai dengan perjanjian hak tangungan, dalam proses kredit tersebut telah terjadi mark-up atas nilai objek jaminan berupa tanah oleh debitur yang diwakili direktur utamanya TSY dengan bantuan dari pegawai kreditur GK yang membuat harga tanah yang menjadi objek jaminan lebih tinggi daripada nilai yang sebenarnya, tentunya hal tersebut memberikan kerugian kepada PT. Bank X selaku kreditur, karena nilai dari jaminan kredit menentukan jumlah kredit yang akan diberikan oleh

2 102 kreditur kepada debitur. PT. Bank X hampir mengalami kerugian yang lebih besar ketika PT. LK selaku debitur menggugat PT. Bank X bahwa perjanjian kredit antara PT. Bank X selaku kreditur dengan PT. LK selaku debitur dinyatakan batal demi hukum dan pengembalian seluruh objek jaminan yang telah diserahkan debitur kepada kreditur atas dasar perbuatan yang dilakukan oleh GK selaku pegawai dari PT. Bank X yang membantu TSY selaku direkur utama PT. LK telah menimbulkan kerugian kepada PT. LK selaku debitur., namun Majelis Hakim yang mengadili perkara dari Tingkat Pertama sampai Tingkat Kasasi tidak mengabulkan seluruh gugatan dari penggugat PT. LK selaku debitur. 2. Unutk menjawab rumusan masalah kedua maka dijelasakan bahwa perlindungan terhadap agunan sangat perlu dilakukan oleh bank sebagai kreditur, perkara antara PT. Bank X selaku kreditur dengan PT. LK selaku debitur merupakan contoh apabila bank tidak dengan benar melindungi agunan yang dimilikinya, sehingga akan mengakibatkan bank mengalami kerugian. Didalam perkara antara PT. Bank X selaku kreditur dengan PT. LK selaku debitur PT. Bank X telah melakukan upaya perlindungan dengan cara mempertahankan agunan yang dimiliki didalam sidang, sehingga memang upaya represif sudah dilaksankan. Upaya represif yang tentunya membutuhkan biaya dan usaha yang lebih, tentunya dapat dihindari dengan melakukan upaya preventif. Didalam periode pada saat proses pengajuan kredit oleh PT. LK kepada PT. Bank X masih belum adanya peran lembaga independen yaitu Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)

3 103 dalam melakukan penilaian objek jaminan hak tanggungan sehingga objektifitas penilaian kurang, dan hal inipun yang memungkinkan dilakukannya mark-up nilai objek jaminan. Objek agunan yang diserahkan oleh PT. LK selaku debitur kepada PT. Bank X selaku kreditur digunakan untuk menjaminkan 5 (lima) fasiltas kredit yang diajukan masing-masing secara terpisah, sebenarnya dalam praktek hal tersebut diperbolehkan, namun seharusnya sesuai dengan ketentuan, penilaian terhadap objek jaminan tetap dilakukan setiap kali debitur melakukan permohonan tambahan kredit, hal ini perlu dilakukan untuk melihat kelayakan kondisi dari objek jaminan tersebut karena bisa saja terdapat faktor-faktor yang dapat mengurangi nilai objek jaminan sebagai salah satu contoh ternyata dalam perkembangannya objek jaminan yang berupa tanah dan/atau bangunan nilai ekonomisnya berkurang karena dibangun fasilitas umum seperti rumah ibadah atau sekolah disekitar lokasi tanah/bangunan tersebut berada. B. Saran 1. Bagi Pemerintah Pemerintah harus memperhatikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan agunan karena dapat memengaruhi tingkat kesehatan bank, apabila dengan jumlah kasus kredit macet yang terus menerus meningkat, diikuti dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap agunan maka bank akan mengalami kerugian, dan sudah ada contoh krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1998 yang disebabkan buruknya

4 104 pengawasan terhadap perbankan dan pada saat di bentuknya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tahun 1999, banyak ditemukan fakta bahwa jaminan yang diambil alih oleh pemerintah dimarkup oleh para debitur sehingga penutupan kerugian (recovery) yang diharapkan dalam penjualan agunan tidak tercapai. 2. Bagi Bank Bank harus lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam hal pemberian kredit kepada masyarakat karena meliputi berbagai aspek pendukung yang salah satunya merupakan jaminan kredit, perlindungan terhadap agunan perlu diperhatikan oleh bank untuk meminimalisir resiko kerugian yang dapat diderita oleh bank. Bank dalam menerapkan peraturan interennya harus dilakukan secara tegas bagi karyawan yang melanggar, juga kasuskasus terdahulu yang melibatkan masalah bagi agunan perbankan hendaknya dijadikan pembelajaran bagi bank dan digunakan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan sebelumnya. 3. Bagi Masyarakat Pemberian kredit oleh bank dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan usaha/bisnis atau kebutuhan pribadi, namun jangan sampai dalam hal melakukan transaksi kredit masyarakat malah menyalahgunakannya. Dalam hal menyerahkan agunan kepada bank hendaknya masyarakat bertindak secara adil, jujur dan benar, karena apabila ditemukan fakta bahwa seseorang / badan melakukan perbuatan yang merugikan bank

5 105 dalam hal pemberian fasilitas kredit, maka pihak tersebut akan masuk kedalam daftar hitam (blacklist) dimana kemungkinan pihak tersebut tidak akan lagi bisa memperoleh fasilitas kredit dari bank manapun.