DAFTAR ISI AGRI-TEK: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta Volume 18 Nomor 1 Maret 2017 ISSN :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI AGRI-TEK: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta Volume 18 Nomor 1 Maret 2017 ISSN :"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI AGRI-TEK: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta Volume 18 Nomor 1 Maret 2017 ISSN : PRODUK OLAHAN SAOS DAN PERMEN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PEPAYA Ratna Mustika Wardhani & Indah Rekyani Puspitawati 1-9 EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih PENGARUH SKALA INDUSTRI TAHU TERHADAP EFISIENSI DI DESA PRODUKSI DI KELURAHAN BANJAREJO, KECAMATAN TAMAN, KOTA MADIUN Indah Rekyani Puspitawati PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK UREA TERHADAP SERANGAN HAMA KEPIK COKLAT (Riptortus linearis Fabricius) PADA KEDELAI (Glycine max L.) Liliek Mulyaningsih MODEL PERLAKUAN PENYIMPANAN SEBAGAI UPAYA PENYEDIAAN BENIH WIJEN BERKUALITAS (Sesamum Indicum L.) Luluk Sulistyo Budi, Wuye Ria Andayani & Rany Wahyu Pangesti PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PADA TANAMAN SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA) DENGAN METODE SINGLE BUD Suhardjito KAJIAN KOMPOSISI BAHAN ORGANIK SEBAGAI NUTRISI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza Sativa L.) VARIETAS CIHERANG Yaumul Firman, Luluk Sulistiyo Budi, Sri Rahayu & Martin Lukito 54-64

2

3 PRODUK OLAHAN SAOS DAN PERMEN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PEPAYA Ratna Mustika Wardhani 1), Indah Rekyani Puspitawati 2) 1&2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun Abstract One of agricultural commodities that can be developed further as raw material of agroindustry is papaya (Carica papayal).papaya tree is very beneficial for health, papaya fruit is nutritious as a food digestive system, while the leaves of papaya can be made as vegetables as a traditional madicine. In Madiun Regencies most of population rely on agriculture, plantation and horticulture.although papaya is rich in nutrients but the papaya is very easily damaged, so the handling must be careful during harvesting, packaging and transportation. Therefore processing papaya into various processed products is the right solution to overcome the problem, in additional to increase the added value. In order to increase the added value of papaya, papaya fruit processed as a papaya candy and papaya sauce. Based on the problem above, the purpose of research to be achieved is to analyze the added value of papaya commodities into processed products as a candy and papaya sauce. From the research that has been done can be concluded as follows: (1) The added value created from each kilogram of fresh papaya into papaya sauce is IDR 5.919,9 or 65.7% of production cost. (2) The added value created from each kilogram of fresh papaya into papaya candy is IDR 4.100,0 or 54.6% of production cost. Keywords: Added Value, Processed Product, Papaya PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pertanian di Indonesia selama ini masih lemah dalam meningkatkan nilai tambah dari berbagai komoditas pertanian terutama buah-buahan, hal ini dikarenakan masih mengandalkan produk primer, padahal potensi buah-buahan masih dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat mening katkan nilai tambah serta mengurangi ketergantungan terhadap buah import. Begitupun buah pepaya (Carica papaya L) dalam penggunaannya hanya untuk konsumsi segar sebagai buah potong, padahal buah pepaya dapat dimanfaatkan berbagai jenis olahan. Mengolah buah pepaya menjadi berbagai jenis olahan sangat prospektif untuk dikembangkan, misalkan sering digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetik. Menurut Soeharjo (1996), industri pengolahan hasil pertanian merupakan bentuk industri yang sesuai untuk dikembangkan di pedesaan. Industri pengolahan hasil pertanian merupakan industri yang menggunakan bahan baku dari pedesaan berupa produk pertanian yang berasal dari daerah itu sendiri, menggunakan tenaga kerja yang berasal dari pedesaan, dan lokasi industri berada di pedesaan yang bertujuan untuk mendekati bahan AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

4 Ratna Mustika Wardhani & Indah Rekyani Puspitawati baku.industri pengolahan hasil pertanian merupakan industri berbasis agroindustri. Pohon pepaya (Carica papaya L) sangat bermanfaat bagi kesehatan, buah pepaya yang matang berkhasiat sebagai pelancar system pencernaan makanan, sedangkan daun pepaya dapat dibuat sayur sebagai obat tradisional. Kandungan gizi pepaya sangat tinggi yaitu setiap 100 g buah pepaya mengandung 0,45 g vitamin A, 0,074 g vitamin C, sedangkan kandungan mineral adalah 0,034 g kalsium, g fosfor, 0,204 g kalium, 0,001 g zat besi, 12.1 g karbohidrat, 0,5 g protein, 0,3 g lemak, 0,7 g serat, 0,5 g abu dan 86,6 g air. Sedangkan kandungan gula utama pepaya 48,3% sukrosa, 29,8 % glukosa dan 21,9 % fruktosa. (Sujiprihati,2012). Demi meningkatkan nilai tambah buah pepaya maka produk olahan pepaya yaitu sebagai makanan dibuat permen pepaya dan saos pepaya. Walaupun pepaya kaya akan gizi tetapi masalahnya buah pepaya sangat mudah rusak, oleh karena penanganan harus hati-hati pada saat panen, pengemasan dan pengangkutan yang kurang tepat. Oleh karena itu pengolahan buah pepaya menjadi berbagai produk olahan merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah hal tersebut, selain dapat meningkatkan nilai tambah. Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka perlunya diupayakan pembinaan secara menyeluruh, baik dari aspek teknologi termasuk pengolahan produk olahan maupun manajemen agroindustri termasuk strategi pemasaran. Adapun secara spesifik permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah agroindustri pepaya dapat memberikan nilai tambah yang layak bagi pengarajin di pedesaan, serta bagaimana distribusi nilai tambah tersebut. Tujuan Penelitian Untuk menganalisa nilai tambah komoditi pepaya menjadi produk olahan berupa permen dan saos pepaya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Masyarakat petani, sebagai informasi inovatif dalam mengembangkan dan sekaligus melestarikan system usahatani pepaya. 2. Para Pengrajin, sebagai informasi dalam upaya mengembangkan agroindustri pepaya 3. Instansi terkait, sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam materi pembinaan dan penyuluhan agroindustri. 4. Investor swasta atau koperasi, sebagai informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menanamkan modalnya pada agroindustri pepaya. 5. Peneliti, sebagai informasi ilmiah dalam rangka melaksanakan dan menyusun penelitian lebih lanjut. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Kebonagung Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun. Pemilihan daerah penelitian secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Kebonagung Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun terdapat usaha agroindustri pepaya. Penentuan Responden Didalam penelitian ini responden me rupakan pengrajin agroindustri Saos Pepaya dan Permen. Adapun penentuan responden secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan responden merupakan pengrajin produk olahan pepaya. 2 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

5 Produk Olahan Saos dan Permen Sumber dan Macam Data Dalam penelitian ini dibutuhkan data primer dan data sekunder yang diprioritaskan sesuai dengan kebutuhamn analisis: 1. Data primer diperoleh dari rumah tangga yang melakukan agroindustri produk olahan pepaya. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah produksi, jumlah bahan baku, jumlah tenaga kerja, harga produksi, harga bahan baku, upah tenaga kerja serta biaya-biaya yang dikeluarkan selama pengolahan. 2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, seperti kantor Desa Kebonagung, Kantor Kecamatan Balerejo, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Madiun. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data pendukung tentang keadaan daerah penelitian serta keadaan perkembangan agroindustri di daerah penelitian. Cara Pengumpulan Data 1. Teknik Wawancara Wawancara merupakan Tanya jawab langsung dengan pengrajin Pepaya untuk memperoleh data yang diperlukan. 2. Teknik Pencatatan Pencatatan merupakan cara memperoleh data dengan mencatat data dari berbagai instansi/dinas/lembaga yang terkait dengan perkembangan agroindustri didaerah penelitian. 3. Teknik Observasi Observasi adalah cara pengumpulan data tanpa mengajukan pertanyaanpertanyaan tetapi dengan jalan mengamati obyek yang diteliti. Observasi ini bertujuan untuk mencocokkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang ada Batasan Dan Pengukuran Variabel Untuk mendapatkan suatu pengertian yang tepat dalam penelitian, maka setiap variabel dirumuskan dalam bentuk pengertian tertentu sehingga memudahkan pengukurannya. Adapun konsep pengukuran yang digunakan dalam pengertian ini adalah sebagai berikut : 1. Agroindustri produk olahan pepaya adalah suatu usaha pengolahan yang meng olah pepaya menjadi produk olahan berupa saos dan permen. 2. Pengrajin adalah seseorang yang berfungsi sebagai pengolah dari usaha agroindustri. 3. Input agroindustri dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu : a) Bahan baku pepaya (kg), b) Bahan pembantu berupa gula, cabe dll. (kg), c). Tenaga kerja (jam) yang digunakan dalam satu kali usaha proses produksi agroindustri. 4. Output agroindustri yang dihasilkan adalah merupakan produksi dari pengolahan bahan baku pepaya menjadi saos pepaya dan permen pepaya (kg). 5. Nilai tambah agroindustri adalah mencerminkan besar imbalan factor-faktor produksi manajemen yang mengelola kegiatan agroindustri. Besar nilai tambah agroindustri merupakan pengurangan biaya bahan baku yang digunakan ditambah dengan biaya input lainnya terhadap penerimaan saos dan permen pepaya yang dihasilkan, tidak termasuk biaya tenaga kerja, yang dihitung dalam satuan Rp/kg bahan baku. 6. Keuntungan agroindustri adalah harga produk olahan konversi dari satu kilogram bahan baku, dikurangi dengan harga bahan baku + biaya lainnya + imbalan kerja. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 3

6 Ratna Mustika Wardhani & Indah Rekyani Puspitawati Metode Analisa Data Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis diskripsi dan analisa nilai tambah. Analisis diskriptif berguna untuk menganalisa data-data yang bersifat kualitatif yaitu menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi keadaan tempat penelitian sesuai dengan kondisi lapang. Analisis ini memberikan gambaran yang lebih baik bila tidak ada kuantitatif untuk menggambarkan keadaan lokasi penelitian, keadaan sampel penelitian, proses produksi pengolahan pepaya menjadi saos pepaya dan permen. Adapun analisis nilai tambah berguna untuk mengetahui berapa nilai tambah yang terdapat pada satu kilogram produk olahan. Dari angka ini dapat dihitung berapa pendapat kerja (labour income) yang menunjukkan berapa besar satu kilogram produk olahan memberikan imbalan pendapatan bagi para pekerjanya. Apabila pendapatan kerja terhadap nilai tambah (%) tinggi, maka agroindustri yang demikian lebih berperan dalam memberikan pendapatan bagi para pekerjanya. Sedangkan sisa nilai tambah yang tidak digunakan sebagai imbalan tenaga kerja merupakan bagian (keuntungan) pengrajin. Untuk membuktikan bahwa agroindustri memberikan nilai tambah yang layak bagi para pengrajin agroindustri digunakan analisis nilai tambah yang dikemukakan Hayami,Y. et.al (1987): Tabel 1. Model Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Kerja Dalam Agroindustri No Output,Input dan Harga Tepung Pepaya Hasil Produksi : Saos/Permen (kg/bulan) Bahan Baku : Pepaya (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Saos / Permen (Rp/Kg) Upah rata-rata (Rp/HK) A b c a/b = m c/b = n d e Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) Input: bahan baku: Pepaya (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai Produksi (Rp/kg=faktor konvensi x harga Saos/permen) Nilai tambah per kg bahan baku ( ) Rasio nilai tambah (11/10 x 100 %) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku = koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat Keuntungan pengolah (15/10 x 100%) Sumber: Hayami et.al,1987 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Karakteristik Responden Pengrajin Pepaya Karakteristik pengrajin pepaya ini memberikan gambaran tentang kondisi F g mxd = k k-f-g = i i/k x 100 %= h% n x e = p p/i x 100 % = q% i-p = r r/k x 100% = s% pengrajin dilihat dari beberapa aspek seperti umur pengrajin, tingkat pendidikan serta ratarata jumlah anggota keluarga yang bekerja. Setelah dilakukan survey ternyata hanya beberapa rumah tangga yang memproduksi 4 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

7 Produk Olahan Saos dan Permen produk olahan pepaya, baik yang berupa Saos ataupun Permen. Pengrajin produk olahan pepaya yang di Desa Kebon agung Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun bernama Bapak Susanto berumur kurang lebih 47 tahun dengan penddikan terakhir Sekolah Menengah Atas, hal ini sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi tepat guna dalam pengembangan agroindustri pepaya. Adapun jumlah anggota keluarga sebanyak 3 (tiga) orang dan belum bekerja, hal ini menggambarkan bahwa memerlukan tenaga kerja diluar keluarga, tetapi tidak semua tenaga kerja diluar keluarga yang mempunyai usia produktif tertarik untuk melakukan usaha agroindustri pepaya dikarenakan usaha agroindustri diperlukan ketrampilan dan ketelatenan, sehingga walaupun di lokasi penelitian banyak usia produktif memilih usaha yang lain. Produksi Pepaya dan Kebutuhan Bahan Baku Produk Olahan Pepaya (Saos dan Permen) Kabupaten Madiun dengan luas wilayah 1.016,00 km 2, terdiri dari 15 Kecamatan, yang terbagi dalam 196 desa dan 8 kelurahan. Sebagian besar penduduknya mengandalkan dari hasil pertanian, perkebunan dan hortikultura. Pada perkembangan budidaya tanaman hortikultura, tanaman pepaya merupakan tanaman yang cukup menonjol dibudidayakan, hal itu ditunjukkan dari semakin meningkatnya luas tanam maupun produksi setiap tahunnya. Berikut tabel perkembangan produksi tanaman pepaya di kabupaten Madiun : Tabel 2 Perkembangan Produksi Tanaman Pepaya di Kabupaten Madiun No Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) , , Sumber : BPS Kabupaten Madiun Dari data diatas menunjukkan bahwa perkembangan budidaya pepaya cukup baik, oleh karena itu perlunya penanganan pasca panen yang lebih optimal sehingga dapat dikembangkan menjadi bahan baku agroindustri. Mengingat sifat buah pepaya yang mudah rusak dan mudah diperoleh maka solusi terbaik dengan diversifikasi olahan pepaya sangat prespektif untuk dikembangkan. Pepaya (Carica Pepaya L.) adalah tanaman yang banyak mengandung zat gizi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, buahnya berbentuk bulat lonjong berwarna kuning kemerahan yang dapat tumbuh subur disetiap wilayah di Indonesia tanpa perawatan khusus. Pepaya juga mengandung papain yang berguna untuk mencegah penyakit saluran pencernaan dan mempertahankan pergerakan usus secara normal, setiap 100 gram buah Pepaya mengandung komposisi gizi buah Pepaya masak per 100 gram adalah 0,45 g vitamin A, 0,074 g vitamin C, sedangkan kandungan mineral adalah 0,034 g kalsium, g fosfor, 0,204 g kalium, 0,001 g zat besi, 12.1 g karbohidrat, 0,5 g protein, 0,3 g lemak, 0,7 g serat, 0,5 g abu dan 86,6 g air. Sedangkan kandungan gula utama pepaya 48,3% sukrosa, 29,8 % glukosa dan 21,9 % fruktosa. (Sujiprihati, 2012). Daya simpan buah Pepaya sangat singkat setelah dua hari dipanen yaitu Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 5

8 Ratna Mustika Wardhani & Indah Rekyani Puspitawati hanya 4 hari pada penyimpanan suhu ruang, sehingga buah yang kaya gizi ini sangat mudah rusah, terutama dalam penanganan pada saat panen harus hati-hati, pengemasan dan pengangkutan yang kurang tepat. Selain itu serangan penyakit pascapanen selama penyimpanan juga menambah kerusakan buah. (Hieronymous BS,1998). Analisa Nilai Tambah Pepaya Tanaman pepaya merupakan salah satu komoditi tanaman pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan baku produk olahan, seperti Saos dan Permen yang mempunyai prospek pasar yang cukup baik sebagai subsitusi pangan pada masa mendatang. Dalam analisa nilai tambah pada agroindustri pepaya digunakan data pada setiap bulan dalam proses produksi pembuatan produk olahan pepaya (Wardhani, 2007). Dengan analisa nilai tambah ini diharapkan diperoleh informasi mengenai perkiraan nilai tambah, imbalan tenaga kerja, imbalan bagi modal dan manajemen dari setiap kilogram pepaya yang diolah menjadi output agroindustri berupa Saos dan permen pepaya. Informasi ini sangat berguna bagi pelaku bisnis, imbalan terhadap factor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan dari kegiatan agroindustri pepaya. Selain itu nilai tambah yang tinggi dapat digunakan sebagai informasi bagi pengusaha lain untuk menanamkan modal pada agroindustri terbut. Apabila nilai tambah dari perlakuan yang diberikan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi, maka akan dapat menarik investor baru untuk menanamkan modal serta menjadi peluang kerja baru bagi masyarakat (Suyanti,2012). Adapun struktur biaya produksi dan penerimaan agroindustri pepaya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Struktur Biaya Produksi dan Penerimaan Agroindustri Produk Olahan Pepaya menjadi Saos Pepaya di Desa Kebonagung Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun, 2015 No Output,Input dan Harga Saos Pepaya Hasil Produksi : Saos Pepaya (kg/bulan) Bahan Baku : Pepaya (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Saos Pepaya (Rp/kg) Upah rata-rata (Rp/HK) Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) Input: bahan baku: Pepaya (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai Produksi (Rp/kg=faktor konvensi x harga Pepaya) Nilai tambah per kg bahan baku ( ) Rasio nilai tambah (11/10 x 100 %) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku = koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat Keuntungan pengolah (15/10 x 100%) Sumber: Hayami et.al, AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

9 Produk Olahan Saos dan Permen Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan baku yang berupa pepaya segar sebanyak 84 kg dapat dihasilkan Saos pepaya sebanyak kg. Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 12 hari per bulan. Dengan demikian curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg pepaya segar menjadi Saos pepaya diperlukan 0,142 hari. Apabila harga produk sebesar Rp.34615,- per kilogram saos pepaya dan factor konversi 0,26, maka nilai produksi sebesar Rp. 8999,9. Nilai produksi ini dialokasikan untuk bahan baku yang berupa pepaya segar Rp.3000,- dan inputinput agroindustri yang lainnya, termasuk penyusutan peralatan sebesar Rp. 80,-. Dengan demikian nilai tambah yang tercipta dari setiap pepaya segar adalah Rp ,- atau 65.7 % dari nilai produksi,hal ini dikarenakan nilai tambah ditentukan oleh kemampuan memproduksi saos pepaya dan harga input. Imbalan kerja dari setiap kilogram pepaya segar yang diolah menjadi saos pepaya sebesar Rp. 2840,-. Dengan demikian pangsa tenaga kerja ini dalam pengolahan saos pepaya sebesar %. Hal ini disebabkan karena imbalan atau pendapatan tenaga kerja ditentukan dari jumlah hari kerja yang digunakan untuk memproses pepaya segar menjadi Saos pepaya dan upah yang diberikan setiap hari. Sedangkan keuntungan yang diperoleh pengolah saos pepaya sebesar Rp atau rate keuntungannya sebesar % dari nilai produksi, artinya bahwa setiap 100 unit nilai produksi yang diproduksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 34,22 unit. Tabel 4. Struktur Biaya Produksi dan Penerimaan Agroindustri Produk Olahan Pepaya menjadi Permen Pepaya di Desa Kebonagung Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun, 2015 No Output,Input dan Harga Permen Pepaya Hasil Produksi : Saos Pepaya (kg/bulan) Bahan Baku : Pepaya (kg/bulan) Tenaga kerja (HK/bulan) Faktor konversi (1)/(2) Koefisien Tenaga Kerja (3)/(2) Harga Produk : Saos Pepaya (Rp/kg) Upah rata-rata (Rp/HK) Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input bahan baku) Input: bahan baku: Pepaya (Rp/kg) Input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai Produksi (Rp/kg=faktor konvensi x harga Pepaya) Nilai tambah per kg bahan baku ( ) Rasio nilai tambah (11/10 x 100 %) Imbalan kerja (Rp/kg bahan baku = koefisien kerja x upah rata-rata) Rasio bagian tenaga kerja (13/11 x 100%) Keuntungan pengolah (11-13) Tingkat Keuntungan pengolah (15/10 x 100%) Sumber: Hayami et.al, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 7

10 Ratna Mustika Wardhani & Indah Rekyani Puspitawati Dari tabel diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan baku yang berupa pepaya segar sebanyak 64 kg dapat dihasilkan Permen pepaya sebanyak 32 kg. Usaha ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 8 hari per bulan. Dengan demikian curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg pepaya segar menjadi Permen pepaya diperlukan 0,125 hari. Apabila harga produk sebesar Rp.15000,- per kilogram permen pepaya dan factor konversi 0,5, maka nilai produksi sebesar Rp. 7500,-. Nilai produksi ini dialokasikan untuk bahan baku yang berupa pepaya segar Rp.3000,- dan input-input agroindustri yang lainnya, termasuk penyusutan peralatan sebesar Rp. 400,-. Dengan demikian nilai tambah yang tercipta dari setiap pepaya segar adalah Rp. 4100,- atau 54.6 % dari nilai produksi,hal ini dikarenakan nilai tambah ditentukan oleh kemampuan memproduksi permen pepaya dan harga input. Imbalan kerja dari setiap kilogram pepaya segar yang diolah menjadi permen pepaya sebesar Rp. 2500,-. Dengan demikian pangsa tenaga kerja ini dalam pengolahan permen pepaya sebesar %. Hal ini disebabkan karena imbalan atau pendapatan tenaga kerja ditentukan dari jumlah hari kerja yang digunakan untuk memproses pepaya segar menjadi permen pepaya dan upah yang diberikan setiap hari. Sedangkan keuntungan yang diperoleh pengolah saos pepaya sebesar Rp atau rate keuntungannya sebesar % dari nilai produksi, artinya bahwa setiap 100 unit nilai produksi yang diproduksikan akan diperoleh keuntungan sebesar unit. PEMBAHASAN Suatu agroindustri akan mengorganisasikan bahan baku, bahan penolong, tenaga kerja serta alat-alat yang dipergunakan untuk menghasilkan output agroindustri. Input agroindustri ini sangat menentukan mutu (yaitu daya tahan produk olahan dan tampilan produk olahan), serta kapasitas agroindustri. Kapasitas produksi agroindustri sangat dipengaruhi oleh kesediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku yang terbatas serta tidak kontinyu disebabkan karena teknologi penyimpanan bahan baku yang masih sangat terbatas, akibatnya pada bulanbulan musim atau panen akan menumpuk bahan baku di pasaran, tetapi diluar musim panen akan sulit diperoleh bahan baku. Oleh karena itu rendahnya teknologi penyimpanan bahan baku dan terbatasnya kemampuan menyimpan akibat rendahnya permodalan para pengrajin menyebabkan yang hanya beberapa bulan saja bekerja dalam setahun. Selama ini kebutuhan bahan baku pada agroindustri produk olahan pepaya dipenuhi oleh pedagang dari luar daerah penelitian, hal ini menunjukkan bahwa pengembangan budidaya tanaman pepaya di daerah penelitian belum maksimal dilakukan, selama ini petani budidaya tanaman pepaya hanya dilaksanakan sebagai sampingan saja, sebenarnya masih banyak lagi produk olahan ang dapat dihasilkan dari bahan baku pepaya, namun demikian didaerah penelitian masih terbatas dengan menjadikan produk olahan Saos dan Permen pepaya, hal ini disebabkan karena kurang adanya kontinyuitas ketersediaan bahan baku dan kurangnya ketrampilan yang dimiliki pengrajin sehingga sebagai produsen kurang menyadari adanya nilai tambah yang diperolehnya. Dalam analisa nilai tambah dapat diketahui adanya nilai tambah yang terdapat pada satu kilogram bahan baku dalam bentuk segar yang diolah menjadi produk olahan. Dari angka yang diperoleh akan dapat dihitung pendapatan dalam satu kilogram produk olahan akan memberikan imbalan pendapatan bagi para pekerjanya. Apabila rasio pendapatan kerja terhadap nilai 8 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

11 Produk Olahan Saos dan Permen tambah (dalam %) tinggi, berarti nilai tambah tersebut lebih berperan dalam memberikan pendapatan bagi tenaga kerja, sedangkan sisa nilai tambah yang digunakan sebagai imbalan tenaga kerja merupakan bagian dari keuntungan pengrajin agroindustri. Pada perhitungan nilai tambah dapat diketahui kategori suatu agroinmdustri berdasarkan rasio nilai tambahnya yaitu termasuk dalam kategori agroindustri bernilai tambah rendah, sedang atau tinggi. Kategori nilai tambah rendah, sedang dan tinggi ditentukan dengan criteria menurut Siebert,J.W et.all (1997) yaitu nilai tambah dikatakan rendah jika nilai rasio < 15 %, sedang jika nilai rasio berkisar % dan tinggi jika nilai rasio >40 %. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh rasio nilai tambah untuk produk Saos pepaya sebesar 65.7 %, sedangkan rasio nilai tambah produk Permen pepaya sebesar 54.6 % berarti nilai tambah agroindustri Saos dan Permen pepaya tinggi, sehingga bisa dikembangkan lebih lanjut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagi berikut : 1. Nilai tambah yang tercipta dari setiap kilogram pepaya segar menjadi Saos Pepaya adalah Rp. 5919,9 atau 65.7 % dari nilai produksi. 2. Nilai tambah yang tercipta dari setiap kilogram pepaya segar menjadi Permen Pepaya adalah Rp. 4100,- atau 54.6 % dari nilai produksi. Saran 1. Perlu ditingkatkan budidaya tanaman pepaya di daerah penelitian yang merupakan daerah persawahan sehingga sangat cocok untuk tanaman pepaya. 2. Perlu perbaikan penanganan pasca panen atau perbaikan tempat penyimpanan bahan baku agroindustri sehingga kontinyuitas ketersediaan bahan baku dapat terwujud. 3. Perlunya sosialisasi tentang diversifikasi produk olahan sehingga akan memotivasi atau mendorong masyarakat pedesaan melakukan usaha agroindustri DAFTAR PUSTAKA Hayami,Y,et 1997 Agricultural Marketing and Processing In Upland Java: A Prospective from Sunda Village, CGR PT Bogor, ch.6,p Hieronymus B.S,1998, Manisan Pepaya Teknologi Tepat Guna, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Siebert,J.W et.all 1997 The Vest Model : An Alternative Approach to Value Added Agribisness,Vol 13 No 6,pp Soeharjo (1996) Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga Departemen Pertanian bekerjasama dengan UNICEF, Yogyakarta Soemarno, dkk,1996 Kajian Profil Sistem Agribisnis Beberapa Komoditas Buahbuahan yang diunggulkan di Jawa Timur, Universitas Brawijaya, Malang. Sujiprihati, Sriani, 2012, Budidaya Pepaya Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta Suyanti, Produk Diversifikasi Olahan untuk meningkatkan nilai tambah dan mendukung pengembangan buah pepaya (Carica Papaya L) di Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol.8 (2), Bogor. Wardhani,R.M,2007. Peranan Agroindustri dalam meningkatkan nilai tambah komoditi pisang,nangka dan garut. Laporan Penelitian Dosen Muda. Universitas Merdeka Madiun. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 9

12 EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsoer Ngawi Abstract Progeny test a study was carried out on five Holstein Friesian Bulls at Artificial Insemination Centre Singosari Malang. The study was based on 234 milk production records of daughter cows. The progeny test was done based on contemporary comparison (CC) and Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) methods. The result analysis showed that CC values of D, A, B, F and E bulls were 194,754 kg, 132,321 kg, 108,084 kg, -126,747 kg and -338,985 kg respectively. Therefore Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) values of B, B, A, F and E bulls were 93,5 kg, 81,9 kg, -9,1 kg, -67,3 kg and -99,0 kg respectively. There was no significant Spearman s rank correlation between the CC method and BLUP method. According to the superiority of these methods, it was known that the CC method was still a reliable method for progeny test. Keywords : progeny test, zuriat contemporary comparison, best linear unbiased prediction PENDAHULUAN Perbaikan mutu genetic sapi perah dapat dilakukan dengan cara seleksi. Faktor genetic tidak nampak dari luar sehingga untuk menilainya dilakukan pendugaan. Pendugaan mutu genetic pejantan menurut Hardjosubroto (1994), dapat dilakukan atas dasar performance anak betinanya. Pejantan sapi perah khususnya yang diuji untuk sifat produksi susu, maka pendugaan kemampuan genetic pejantan di duga dari produksi susu anak betinanya. Seleksi pejantan dengan cara tersebut dinamakan Uji Zuriat atau Progeny Test. Memasuki pasar bebas akan terjadi kom petisi yang intensif. Alternative yang dilakukan bidang peternakan adalah dengan peningkatan populasi dan produksi melalui perbaikan mutu genetic dengan jalan pengujian terhadap potensi genetic ternak diantaranya dengan peningkatan mutu potensi pejantan melalui uji Zuriat atau uji Progeny. Uji Progeny ini ada berbagai metode diantaranya BLUP, dengan fasilitas recording dan organisasi yang lebih komplek. Namun ada juga seleksi dengan metode CC yang lebih mudah dan sederhana. Peternak pada umumnya memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta fasilitas recording terbatas, maka metode CC kemungkinan masih relevan digunakan oleh peternak di Indonesia. AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

13 Evaluasi Pejantan Fries Holland Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap pejantan Fries Holland dengan metode CC dan menguji ketelitian metode CC dibandingkan dengan metode BLUP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk alternative melakukan seleksi dengan cara yang mudah dan sederhana dengan ketelitian cukup tinggi. METODE PENELITIAN Materi yang digunakan adalah catatan produksi susu laktasi pertama dari 234 ekor anak bentina sapi FH dalam uji progeny II yang terdapat di propinsi jawa timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan BPT-HMT Baturaden. Sebagai materi pejantan teruji adalah 6 pejantan eks import dari jepang dengan kode A, B, D, E, dan F. Penelitian ini menggunakan metode study kasus dengan mengambil data Skunder dari Balai Inseminasi Buatan Singosari Malang. Analisa Data Semua data produksi susu dikoreksi terlebih dahulu terhadap masa laktasi 305 hari, pemerahan 2 kali sehari dan umur setara dewasa, menurut Tabel koreksi yang disarankan oleh USDA. Koreksi data pada analisis BLUP menggunakan program LSMLMW (Least Square Model and Likelihood Maximum Weighted). Analisis berdasarkan CC yang dipakai oleh Milk Marketing Board CC = W Y H W ( n1xn2) W : ( n1 + n2) = faktor tertimbang W : jumlah anak betina efektif n1 : jumlah anak betina pejantan yang diuji n2 : jumlah anak betina pejantan lain sebagai pembanding _ Y : Rataan produksi susu anak betina pejantan yang diuji _ H : Rataan produksi susu anak betina pejantan lain sebagai pembanding Analisis berdasar metode BLUP. a. Angka faktor koreksi dari pengaruh lingkungan diperoleh dengan model statistik: Y ijklmn = µ + P i + S j + D k + A l +S m + e ijklmn Y ijklm = produksi susu anak betina dari pejantan setelah dikoreksi 305 hari, 2x, ME(kg) µ = rataan produksi susu P i S j = propinsi ke-i = ketinggian tempat ke-j D k = hari laktasi ke-k A l = umur beranak ke-l S m = musim ke-m e ijklmn = galat Data produksi susu yang diperoleh dari lapangan dikoreksi dengan persamaan: X =X x µ µ + P 1 + S + D + A + S X = produksi susu terkoreksi (kg) X = produksi susu belum dikoreksi (kg) b. Nilai heritabilitas dihitung dengan model statistik: j Y ijklmn = µ+ S h + Pi + S j + D k + A l +S m + e hijklmn Rumus heritabilitas: 2 4σ h 2 s = 2 2 σ + σ 2 σ s σ 2 w s w = keragaman dari pejantan σ = keragaman dari anak h 2 = nilai heritabilitas S h = pejantann ke-h k l m Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 11

14 Dwi Wahyu Setyaningsih c. Nilai ETA (Estimate Transmiting Ability) dari masing-masing calon pejantan menggunakan model statistik: Y ijk = S i + H j + e ijk Dengan rumus ETA: ETA = ETA = n 4 h n + 2 h 2 _ = = P P + P Y ijk = produksi susu anak betina dari pejantan setelah dikoreksi 305 hari, 2x, ME (kg) S i = pejantan yang diuji ke-i H j = kelompok ternak ke-j e ijk = galat _ P = = rataan produksi susu = P = rataan produksi susu Untuk mengetahui kesamaan peringkat keunggulan pejantan FH dengan CC dan BLUP digunakan Spearman s Rank correlation (Sudradjat, 1985). Model statistic Spearman s rank coefficient of correlation adalah: Keterangan: r s d i n r s 1 6 = n( n i 2 d i 1) = nilai Spearman s Rank = kwadrat selisih ke i = jumlah subyek Kemudian besarnya r s diuji untuk mengetahui nyata atau tidaknya korelasi tersebut dengan uji t. rumusnya adalah: t = r s n r s HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Data produksi susu yang terkumpul tidaklah seragam. Rataan produksi susu anak betina uji progeny kedua sebesar 4527,122 kg per laktasi. Rataan produksi susu tertinggi adalah wilayah Bandung yaitu sebesar 5439,807 kg per laktasi. Rataan produksi susu anak betina terendah adalah Pasuruan sebesar 3590,978 kg per laktasi. Rataan produksi susu untuk beberapa daerah berbeda diakibatkan adanya perbedaan wilayah baik iklim, suhu lingkungan, ketinggian tempat, manajemen pemeliharaan maupun pemberian pakan (Pane, 1986). Panjang laktasi berkisar antara 250 hari sampai 305 hari. Perbedaan panjang laktasi selain disebabkan faktor genetic ternak, juga karena faktor non genetic. Faktor non genetic meliputi manajemen pemeriharaan maupun pemberian pakan. Produksi susu dievaluasi dengan menyeragamkan dengan faktor koreksi panjang laktasi selama 305 hari, seperti yang disarankan oleh USDA (Warwick dkk., 1990; Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Demikian juga untuk anakanak betina (daughter cow) beranak pertama berkisar umur 18 bulan sampai 36 bulan, dikoreksi ke umur setara dewasa. Faktor koreksi tersebut kurang tepat digunakan di Indonesia, karena faktor koreksi yang khusus untuk Indonesia belum ada, terpaksa menggunakan faktor koreksi tersebut. Produksi susu dipengaruhi pula oleh lokasi atau lokasi peternakan. Daerah dengan kategori dataran rendah didapatkan rataan produksi susu yang lebih rendah disbanding dengan produksi susu yang berada di dataran tinggi. Faktor lingkungan sangat berpengaruh di dalam uji keturunan. Faktor lingkungan berupa iklim, pemberian pakan maupun tata laksana pemeliharaan. Penampakan sifat sangat dipengaruhi oleh genetic dan 12 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

15 Evaluasi Pejantan Fries Holland lingkungannya. Lasley (1987) menyatakan bahwa antara genetic dengan lingkungan terjadi interaksi. Interaksi ini bermanfaat pada saat seleksi pejantan dalam suatu kelompok pada lokasi, jenis makann dan manajemen yang berbeda. Tabel 1. Rata-rata produksi susu setelah dikoreksi ke 305, 2x ME dalam program uji zuriat II. Wilayah Ketinggian tempat Rataan produksi (kg) Jumlah data Malang Dataran tinggi 4469, Jombang Dataran rendah 3913, Mojokerto Dataran tinggi 4676,913 2 Pasuruan Dataran tinggi 3590, Lumajang Dataran rendah 3660,946 5 Klaten Dataran rendah 3875, Boyolali Dataran tinggi 4198, Baturaden Dataran tinggi 4804, Garut Dataran tinggi 5228, Bandung Dataran tinggi 5439, Berdasar tabel 1. dapat diketahui bahwa kondisi wilayah mempunyai ketinggian tempat yang berbeda-beda. Di daerah dataran tinggi disamping faktor-faktor lain, memberikan kecenderungan produksi susu tinggi dan sebaliknya untuk daerah dataran rendah produksi susu cenderung rendah. Sapi perah FH dapat hidup dengan baik di dataran tinggi sehingga produktivitasnya tinggi. Dataran tinggi suhu lingkungan rendah dan kenaikan suhu sekitar 27 o C menurut Siregar (1992), sapi FH tidak dapat tumbuh dengan baik. Suhu yang tinggi berpengaruh terhadap penurunan nafsu makan, dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi susu. Berdasarkan penelitian daerah dataran rendah dengan ketinggian kurang lebih 250 m dari permukaan laut, kemampuan produksi susu sapi perah FH dengan jumlah 230 ekor, produksi susu rata-rata Daerah dataran tinggi dengan ketinggian di atas 270 m dari permukaan laut menunjukkan kemampuan produksi susu sekitar kg per laktasi dari 255 ekor sapi (Sitorus dkk, 1983) Performans Pejantan FH berdasarkan Uji Progeny dengan Metode CC dan BLUP Jumlah Anak Betina Efektif kg per laktasi. Metode CC ini merupakan metode yang sederhana, pengujian terhadap anak betina yang lahir pada tahun, umur dan musim yang sama. Hasil pengujian pejantan-pejantan secara CC didapatkan nilai CC yang bervariasi dari -338,985 kg sampai +194,754 kg dengan rata-rata produksi susu anak-anaknya mulai dari 3821,728 kg sampai 6432,448 kg per laktasi. Tabel yang menunjukkan nilai CC positif yaitu pejantan A, B dan D Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 13

16 Dwi Wahyu Setyaningsih Tabel 2. Performans pejantan FH berdasarjan uji progeny dengan metode CC Pejantan Tahun Musim A Anak betina efektif Kemarau 4,118 Hujan 3,938 Kemarau 13,950 Hujan 15,322 Nilai CC Total 37, ,321 B Kemarau 2,471 Hujan 2,438 Kemarau 11,550 Hujan 20,975 Total 37, ,084 D Kemarau 2,471 Hujan 2,438 Kemarau 13,950 Hujan 18,628 Total 37, ,754 E Kemarau 1,765 Hujan 0,938 Kemarau 11,550 Hujan 20,413 Total 34, ,985 F Kemarau 1,765 Hujan 1,750 Kemarau 12,800 Hujan 20,975 Total 37, , AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

17 Evaluasi Pejantan Fries Holland dengan nilai CC secara berurutan adalah 132,321 kg; 108,084 kg dan 194,754 kg. ketiga pejantan tersebut dinyatakan sebagai pejantan unggul. Nilai CC positif berarti bahwa pejantan-pejantan tersebut akan memberikan derajat perbaikan atau derajat keunggulan sebesar CC-nya. Pejantan E dan F dengan nilai CC-nya -338,985 kg dan -126,747 kg dan mempunyai anak betina efektif lebih dari 20 dinyatakan tidak unggul. Hardjosubroto (1993), metode CC akan akurat bila anak betina tidak kurang dari 20, karena makin banyak anak betina efektif yang dipakai akan lebih mendekati kebenaran hasil pengujian. Peringkat Keunggulan Pejantan FH dengan Metode CC dan BLUP Nilai keunggulan pejantan FH ditunjukkan dengan ETA pada metode CC dan BLUP seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Peringkat kunggulan pejantan FH dengan metode CC dan BLUP Kode Pejantan Derajat Keunggulan Pengurutan Nilai CC BLUP CC BLUP A 132,321-9,1 2 3 B 108,084 93,5 3 1 D 194,754 81,9 1 2 E -338,985-99,0 5 5 F -126,747-67,3 4 4 Data yang dapat dikumpulkan dihitung peringkat keunggulan pejantan FH yang memakai metode CC dan BLUP, didapat nilain r s = 0,7. Setelah dilakukan uji t didapatkan t 0,05 =3,182 dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, berarti pengujian peringkat pejantan dengan metode CC dan BLUP tidak sama. Keadaan ini menunjukkan bahwa pejantan pejantan tersebut menunjukkan bahwa keduanya merupakan pejantan unggul meskipun mempunyai peringkat yang berbeda. Pejantan B dan D berdasar hasil uji dengan metode CC dan BLUP sama-sama bernilai positif. Nilai positif kedua pejantan tersebut menunjukkan bahwa keduanya merupakan pejantan unggul meskipun mempunyai peringkat yang berbeda. Pejantan A dengan metode CC diperoleh nilai positif dan dengan metode BLUP diperoleh nilai negative tetapi tertinggi diantara yang bernilai negative. Pejantan A, B dan D hasil uji antara dua metode tersebut sama-sama mempunyai peringkat diantara I dan III walaupun urutan peringkat terserbut tidak sama. Pejantan E dan F di metode CC dan BLUP sama-sama bernilai negative dan sangat rendah, mempunyai peringkat yang sama, sehingga dapat dikatakan keduanya bukan merupakan pejantan unggul. Dengan demikian uji dengan metode CC masih dapat dipertimbangkan untuk ketiga propinsi dan BPT-HMT Baturaden dengan ketelitian cukup memadai. Pada uji zuriat kedua ini, pejantan yang diuji berjumlah 5 ekor, hal ini akan berpengaruh juga pada hasil uji. Menurut Astuti (1989), jumlah pejantan yang diuji merupakan jumlah minimal untuk syarat uji Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 15

18 Dwi Wahyu Setyaningsih zuriat yang efektif. Pejantan yang diuji lebih banyak akan mengurangi kerugian akibat waktu dan biaya serta kecermatan yang diperoleh lebih tinggi. Kecermatan r s dari metode CC dan BLUP dipengaruhi pula oleh jumlah pejantan yang diuji. Nilai r s yang tidak nyata dapat diduga karena jumlah pejantan yang diuji sedikit. yang diuji dengan metode CC mempunyai derajat keunggulan yang tidak sama dengan pejantan yang diuji dengan metode BLUP. Nilai r s yang tidak nyata dapat diduga karena jumlah pejantan yang diuji sedikit. Keunggulan Dan Kelemahan Metode CC dan BLUP Metode CC ini lebih sederhana karena faktor koreksi yang diperhitungkan hanya umur ternak, masa laktasi dan frekwensi pemerahan yang didasarkan pada angka koreksi yang dikeluarkan oleh USDA. Produksi ternak dihitung hanya pada laktasi pertama dan perhitungan dapat dilakukan secara manual. Metode CC tidak memperhitungkan nilai heritabilitas. Pelaksanaan metode CC tidak membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang dibutuhkan relative lebih pendek, sehingga dapat mengurangi perpanjangan generasi (interval generasi). Hal ini karena data yang dibutuhkan adalah data produksi susu dari anak-anaknya pada laktasi pertama. Metode CC sesuai diterapkan pada peternakan dengan kondisi yang belum maju. Kondisi peternakan yang belum bisa mendukung adanya data atau informasi yang lengkap. Kondisi peternakan tersebut bisa dijumpai di Indonesia. Rata-rata pemilikan ternak 2-3 ekor tiap peternak di peternakan rakyat, sehingga untuk pengumpulan datadata yang dibutuhkan tidak efektif dan tidak efisien. Sarana dan prasarana meupun tenaga kerja pencatat untuk melakukan pencatatan terhadap produksi susu masih kurang memadai. Kelemahan dari metode CC adalah kemungkinan masih adanya penyimpangan dari faktor yang tidak dimasukkan ke dalam faktor koreksi yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan sangat penting untuk dikoreksi. Ternak meskipun berasal dari satu jenis, kalau pemeliharaannya pada daerah yang berbeda dengan faktor lingkungan yang nyata berbeda, nilai faktor koreksi mungkin tidak sama. Kelemahan lain yaitu prosedur uji hanya mungkin bila jumlah anak betina dari masing-masing pejantan cukup tersedia. Menurut Hardjosubroto (1994) minimal ada 20 ekor anak betina dari masing-masing pejantan yang diuji. Nilai CC adalah transmiting ability karena tidak mengikutsertakan heritabilitas. Heritabilitas dipengaruhi oleh ragam genotip dan ragam phenotif. Penampakan dari penotip dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan antara genetic dan lingkungan saling berinteraksi, sehingga besarnya heritabilitas besar pengaruhnya oleh lingkungan. Lingkungan yang baik dan mendukung untuk kehidupan ternak tersebut mengakibatkan nilai heritabilitas tinggi. Nilai heritabilitas yang tidak dimasukkan ke dalam perhitungan evaluasi pejantan akan berpengaruh pada besarnya nilai hasil. Kelebihan metode BLUP adalah dapat menghilangkan bias karena faktor lingkungan. Bermacam-macam faktor dimasukan dalam perhitungan yang komplek, sehingga suatu uji akan lebih teliti. Data yang digunakan selain data anak-anaknya, juga data pejantan yang diuji (sire). Data yang lebih sedikit dalam suatu uji bisa dilakukan dengan metode BLUP. Berdasarkan data yang ada setelah dicari nilai heritabilitasnya dengan program LSMLMW ternyata hanya mendapatkan heritabilitas 0,1. nilai ini jauh dari standart. Nilai standar heritabilitas menurut Widodo dan Hakim (1981). Heritabilitas merupakan proporsi dari ragam genetic dan ragam 16 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

19 Evaluasi Pejantan Fries Holland penotif. Genotip tidak mengalami perubahan dan bersifat baka. Phenotif atau penampilan genetic dapat berubah dan dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga nilai heritabilitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan ini dapat berupa iklim, tata laksana pemeliharaan maupun pemberian pakan. Uji zuriat ini menggunakan sapi-sapi rakyat, dimana tata laksana pemeliharaan maupun lingkungan lainnya berbeda-beda, sehingga lingkungan besar pengaruhnya terhadap penampakan genetic dan phenotif. Keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap nilai heritabilitas suatu populasi ternak. Heritabilitas yang tinggi diharapkan anaknya akan mempunyai keunggulan sifat yang tinggi pula. Bila heritabilitas rendah, belum tentu anak keturunannya mempunyai keunggulan dalam sifat tersebut. Sebagian kecil saja dari keungggulan yang dapat diwariskan kepada anaknya apabila kondisi lingkungan sangat mendukung atau baik. KESIMPULAN Hasil analisis pejantan dengan metode CC dalam uji progeny, peringkat I: pejantan D (194,754 kg), peringkat II: penjantan A (132,321 kg), peringkat III: pejantan B (108,084 kg), peringkat IV: pejantan F (-126,747 kg), peringkat V: pejantan E (-338,985 kg). Analisis pejantan dengan metode BLUP, peringkat I: pejantan B (93,5 kg), peringkat II: pejantan D (81,9 kg), peringkat III: pejantan A (-9,1), peringkat IV: pejantan F (-67,3 kg), peringkat V; pejantan E (-99,0 kg). Peringkat keunggulan dengan metode CC dan BLUP tidak sama. Berdasar nilai keunggulannya, pemakaian CC untuk tiga propinsi dan BPT-HMT Baturaden masih dapat dipertimbangkan. Evaluasi pejantan dengan metode CC merupakan cara yang mudah dan sederhana. Pada kondisi peternakan yang belum maju seperti Indonesia seperti halnya di Indonesia, metode ini masih dapat digunakan. DAFTAR PUSTAKA Bashori, Analisa Pejantan Sapi Perah pada Program Uji zuriat di Balai Inseminasi Buatan singosari. Dalam: Buletin Peternakan. Fakultas Peternakan. UNIBRAW. Balai Inseminasi Buatan Singosari. Malang. Hardjosubroto, Analisa Progeny test untuk Menghitung Nilai Pemuliaan pejantan. Dalam: bulletin Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, Vol 17:2-10 Hardjosubroto, Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapang. Grasindo. Gramedia. Widyasarana Indonesia. Jakarta. Siregar, S., Sapi perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Seri Peternakan XXX/320/90. Penebar Swadaya. Anggota IKAPI. Warwick, E.J., J.M. Astuti, W. Hardjosubroto, pemuliaan Ternak. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 17

20 PENGARUH SKALA INDUSTRI TAHU TERHADAP EFISIENSI DI DESA PRODUKSI DI KELURAHAN BANJAREJO, KECAMATAN TAMAN, KOTA MADIUN Indah Rekyani Puspitawati 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun Abstract Agroindustry always means adding value. Similarly, the food management industry. With good system and management method, agroindustry will increase the added value of processed agricultural products so that the result can penetrate the market. One food polishing industry that plays a role in the absorption of labor in rural areas is the soybean processing industry in the form of tofu industry. Industry has a large enough population and generally in the form of household industry. To know more about the role of tofu industry at different business scale level, it is necessary to do research on Influence of Industrial Scale To Know Efficiency in Production in Banjarejo Village, Taman Sub-district, Madiun City. Research Objectives, among others: To know the income level of home industry know at various business scale. To know the absorption of labor of home industry know at various business scale. To know the productivity of the workforce of home industry know at various business scale. To know the feasibility level of home industry know at various business scale. The study used the method of analysis and its implementation by survey technique. Method of determining the research area using purposive sampling method that is in District Banjarejo. Determination of the number of samples using snow ball sampling method. The data used are primary data and secondary data. Technique of collecting data is done by recording, observation and interview. The results showed that profitability of household industry know the scale of small business average in one month Rp. 2,281, with B/C Ratio of This shows that the industry knows in Kelurahan Banjarejo in Madiun City Beneficial and feasible because B/C ratio is greater than 1. A business is feasible to use if the value of B? C Ratio> 1 and a business is not feasible to use when the value of B/C Ratio <1. Keywords : Efficiency, business scale, production, income PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan industri, perdagangan, dan investasi dalam rangka meningkatkan daya saing global ialah dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

21 Pengaruh Skala Industri Tahu perlakuan diskriminatif dan hambatan serta memberdayakan pengusaha kecil dan menengah agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang konduksif dan peluang usaha yang seluas luasnya. Pembangunan pertanian dalam arti luas perlu dikembangkan dan diarahkan menuju terciptanya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Sedangkan kebijakan pembangunan pertanian tanaman pangan mempunyai tujuan antara lain : a. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan sekaligus memperbaiki gizi masyarakat melalui penyediaan protein, lemak, vitamin dan mineral nabati. b. Memenuhi permintaan industri sebagai bahan baku. c. Mengurangi iompor dan berusaha untuk mengekspor. d. Memperluas dan menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan petani produsen serta pemerataan hasil hasil pembanguinan khususnya pembangunan pertanian tanaman pangan Usman Ahmad (2003) mengemukakan agroindustri merupakan salah satu sector yang dapat diandalkan karena industri industri ini memberikan dampak yang luas terhadap pemerataan pembangunan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani, Peningkatan penerimaan devisadiharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi social pada masa yang akan datang. Menurut T. Susanto dan R.Saneto (2004) perkembangan industri yang compatible antara sector pertanian dan sector industri khususnya di pedesaan, kebanyakan berupa kerajinan rumah tangga dengan komoditi pangan. Pengembangan industri pangan yang merupakan bagian dari pengembangan agroindustri dapat dilakukan melalui pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dan menciptakan iklim yang lebih konduksif. Industri pengolahan makanan adalah salah satu jenis agroindustri. Industri pengolahan makanan ini menjadi penting karena beberapa pertimbangan yaitu : 1. Meningkatkan nilai tambah 2. Meningkatkan kualitas hasil 3. Memperluas kesempatan kerja 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat (Soekartawi, 2003). Adanya agroindustri selalu berarti adanya pemberian nilai tambah. Demikian halnya dengan industry pengelolaan pangan. Dengan system dan cara pengelolaan yang baik agroindustri akan meningkatkan nilai tambah hasil pertanian yang diproses sehingga hasil yang diperoleh mampu menerobos pasar. Industri tradisional, industri besar dan industri kecil di Kelurahan Banjarejo, Kota Madiun merupakan potensi yang besar guna memberikan dan meningkatkan tambahan pendapatan keluarga dan industri pengolahan tahu berdasarkan tenaga kerja, industri tahu di Kel Banjarejo ini mayoritas masuk dalam industrirumah tangga berskala besar bertenaga kerja > 10 orang, sedangkan industry rumah tangga berskala kecil bertenaga kerja 1 5 orang yaitu sejumlah 30 industri pengrajin tahu. Salah satu cabang dari kelompok industri tahu ini adalah industri pengolahan kedelai menjadi tahu. Industri tahu merup[akan industri rumah tangga dan sebagian besar lokasi didaerah pedesaan sehingga industri ini merupakan sumber pendapatan keluarga yang ada di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman Kota Madiun. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39%. Lebih dari 2% seluruh rakyat Indonesia memperoleh sumber kalori dari kedelai, bahkan kedelai telah menjadi bagian makanan sehari hari VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 19

22 Indah Rekyani Puspitawati bangsa Indonesia selama lebih dari 200 tahun dengan berbagai teknik pengolahan yang semakin meningkat (Direktorat Pengkaji Bidang Ekonomi, 2013). Berdasarkan pengamatan sehari hari, tahu yang beredar dipasaran umumnya masih dikerjakan secara tradisional dan masih sederhana, sehingga sering mempunyai mutu yang kurang baik. Tahu mengandung protein 0,49 gr, karbohidrat 0,14 gr, dan kalsium 9,13 mg, Komposisi dapat dilihat dari tabel. Tabel 1.1. Komposisi Kimia Tahu Segar (tiap 100 gr bahan) No Komposisi Zat Gizi Jumlah Natrium (mg) Karbohidrat (gram) Protein (gram) Lemak (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin B 1 (mg) Vitamin B 2 (mg) Vitamin B 3 (mg) 0,38 0,14 0,49 0,27 9,13 6,56 0,11 0,001 0,001 0,03 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2006) Industri tahu di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun populasinya cukup besar yaitu mencapai 30 unit. Populasi industri di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun salah satunya disebabkan oleh semakin sempitnya lahan pertanian. Menurut Fadholi Hernanto,2009, industri kecil dan rumah tangga merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan dan kelebihan tenaga kerja karena sector pertanian sudah tidak mampu lagi menampung tenaga kerja yang pertumbuhannya sangat cepat.. industri kesil dan rumah tangga adalah kegiatan yang bersifat off farm atau non farm sehingga dapat menganekaragamkan sumber penghasilan bagi petani dan msayarakat desa pada umumnya. Namun karena industri ini umumnya menggunakan cara dan teknologi yang tradisional maka perkembangan industri kecil sangat lambat. Sebagian besar industri di Kota Madiun merupakan industri rumah tangga, kecil dan besar yang termasuk di dalamnya industri kerajinan bercorak padat karya. Data potensi industri di Kota Madiun terperinci pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Data Potensi Industri Berdasarkan Kelompok Industri di Kota Madiun. Kelompok Industri Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Produksi (Rp) Nilai Tambah(Rp) Industri hasil pertanian dan kehutanan (IHP & K) Industry logam, mesin, kimia (ILMK) , Industry Aneka , ,75 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Madiun, 2013 Menurut Fadholi Hernanto (2009) dalam penelitiannya tentang industri tahu di Kota Madiun, diperoleh keterangan bahwa factor pemilikan lahan pertanian sangat berpengaruh terhadap motivasi masyarakat untuk mendirikan usaha tahu, semakin 20 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

23 Pengaruh Skala Industri Tahu sempit lahan pertanian yang mereka miliki maka semakin giat mereka mengembangkan usaha tahu untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Usaha tahu tidak memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi bagi pengsahanya, sehingga diduga hal ini sebagai salah satu factor yang membuat para pengusahanya dapat masuk keluar dari jenis usaha ini. Perumusan Masalah Industri makanan merupakan salah satu jenis industri pengolahan yang berkaitan erat dengan sector pertanian, karena industri ini memanfaatkan hasil hasil pertanian sebagai bahan bakunya. Industri tahu merupakan usaha tradisional yang telah lama diusahakan di Indonesia, pengusaha komoditas tradisional ini biasanya bersifat turun temurun. Industri tahu mempunyai populasi yang cukup besar dan tersebar dipelosok daerah. Meskipun industri tahu umumnya beroperasi dalam skala industri rumah tangga umumnya industri ini berperan penting dalam penyediaan bahan pangan yang bergizi dengan harga murah dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Peran industri tahu di Kota Madiun di antaranya adalah mengatasi masalah pengangguran, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga, serta menyediakan bahan pangan yang berprotein dengan harga murah dan terjangkau oleh masyarakat, akan tetapi peran tersebut masih kecil, hal ini karena rata rata skala usaha industri tahu di Kota Madiun masih berskala kecil, dan masih sedikit industri tahu di Kota Madiun yang berskala besar. Untuk lebih mengetahui peran industri tahu pada tingkat skala usaha yang berbeda maka perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Skala Industri Tahu Terhadap Efisiensi di Desa Produksi di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Kerangka Pemikiran Dalam upaya memperoleh pendapatan atau penghasilan usaha di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun banyak mengerjakan pembuatan tahu. Pada proses pembuatan tahu yang berskala usaha besar, diusahakan dengan modal yang besar, teknologi yang digunakan dalam proses pembuatannya sudah modern juga orang yang mengerjakan mempunyai keterampilan yang tinggi dan dapat menghasilkan pendapatan yang tinggi, penyerapan tenaga kerja tinggi serta produktivitas tenaga kerja juga tinggi. Sebliknya pada proses pembuatan tahu yang berskala kecil, diusahakan dengan modal kecil, teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan tahu masih sederhana dan orang yang mengerjakan mempunyai keterampilan yang rendah sehingga pendapatan yang dihasilkan juga rendah, penyerapan tenaga kerja rendah serta produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan juga rendah. Baik skala usaha besar maupun skala usaha kecil pada proses pembuatan tahu ini dapat dikerjakan oleh orang yang berpendidikan tidak terlalu tinggi. Dilihat dari segi pengelolaan proses pembuatan tahu yang berskala usaha besar, pengelolaannya sangat efektif dan efisien sedangkan pada skala usaha kecil pengelolaannya kurang efektif dan kurang efisien. METODE PENELITIAN Metode Dasar Metode penelitian didasarkan pada penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengambilan data yang pokok Penelitian ini dipusatkan pada pembahasan masalah masalah yang ada pada masa sekarang. VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 21

24 Indah Rekyani Puspitawati Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pengrajin dilakukan dengan menggunakan merode Purposive Sampling, yaitu memilih daerah penelitian yang ditarik dengan sengaja karena alasan tertentu, dan dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan masalah yang ditelitii Penentuan jumlah sampel menggunakan metode snow ball sampling. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Observasi. 2. Teknik Wawancara 3. Teknik Pencatatan Jenis Data Yang Diambil Jenis data yang dipakai penelitian ada 2 yaitu data primer dan data sekunder : a. Data Primer, b. Data Sekunder, Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini dilakukan pada industri rumah tangga tahu. 2. Industri rumah tangga tahu adalah industri yang digunakan dianggap tetap sama selama penelitian. 3. Seluruh pengrajin sebagai produsen berorientasi untuk memaksimalkan keuntungan. 4. Harga input dan output selama periode analisis dihitung pada tingkat harga yang berlaku di daerah penelitian dianggap konstan. Metode Analisis Data Pendapatan Untuk mengetahui tingkat pendapatan, digunakan pendekatan pendapatan adalah dengan menghitung selisih antara total penerimaan dengan total biaya, yang rumusnya sebagai berikut : I = TR TC Keterangan : I = Income / pendapatan pengrajin TR = Total penerimaan TC = Total biaya (biaya eksplisit) Sedangkan jumlah pendapatan dapat diperoleh dari : TR Keterangan : PQ Q = PQ x Q = Harga Output = Output 1. Penyerapan Tenaga Kerja adalah rata rata penggunaan tenaga kerja per industry rumah tangga tahun yang dinyatakan dalam Hari Kerja Orang (HKO) 2. Produktivitas Tenaga Kerja yaitu perbandingan antara penerimaan dalam rupiah dengan jumlah hari kerja dipakai, maka secara matematis dapat dilutes sebagai berikut: kut: Keterangan : Ptk Rp HKO 3. Kelayakan = Produktivitas tenaga kerja = Penerimaan dalam rupiah = Jumlah hari kerja orang Untuk mengukur efisiensi suatu usaha dipergunakan analisis efisiensi usaha (B / C rasio). Analisis ini berguna untuk mengetahui tingkat efisiensi dari hasil perhitungan B/C rasio dengan rumus : rasio dengan rumus : Dimana, B = Benefit / manfaat / penerimaan C = Cost / pengorbanan / biaya Nilai B/C rasio sama dengan satu atau lebih merupakan indikasi bahwa suatu 22 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

25 Pengaruh Skala Industri Tahu usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan pada waktu dan harga tertentu. Pengujian Untuk menguji 1, 2, dan 3 pada prinsipnya sama yaitu sama dengan uji t dua rata rata (uji beda dan rerata). Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut : (uji beda dan rerata). Rumus y Dimana : n 1 = n 2 = jumlah sama S 1 = simpanan baku X 1 S 2 = simpanan baku X 2 Pengujian 1 t hitung = Dihitung dengan rumus (1.1) dengan X 1 = rata rata pendapatan industri tahu pada skala usaha besar dalam satu bulan X 2 = rata rata pendapatan industri tahu pada skala usaha kecil dalam satu bulan Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak atau H1 diterima yang berarti pendapatan industry tahu pada skala besar dalam satu bulan lebih tinggi daripada industry atau skala usaha kecil. Pengujian 2 T hitung dihitung dengan rumus (1.1) dengan X 1 = rata rata penyerapan tenaga kerja pada industri tahu skala usaha besar X2 = rata rata penyerapan tenaga kerja pada industri tahu skala usaha kecil Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak ayau H 1 diterima yang berarti produltivitas tenaga kerja industry tahu pada skala usaha besar lebih tinggi daripada industry tahu skala usaha kecil. Pengujian 3 Thitung dihitung dengan rumus (1.1) dengan X 1 = rata rata produktivitas tenaga kerja pada industri tahu skala usaha besar X 2 = rata rata produktivitas tenaga kerja pada industri tahu skala usaha kecil. Hipotesis yang diduga adalah produktivitas tenaga kerja industri tahu pada skala usaha besar lebih tinggi daripada industri tahu skala usaha kecil. Apabila t hitung > t tabel, maka H o ditolak atau H 1 yang berarti produkstivitas tenaga kerja industry tahu pada skala usaha besar lebih tinggi daripada industri tahu skala usaha kecil. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Industri Rumah Tangga Tahu Pada Skala Besar Dan Skala Kecil Biaya Dalam upaya memaksimalkan pe ngelolaan usaha IRT tahu maka peranan biaya dalam menentukan kapasitas produksi sangat menentukan karena dengan biaya dapat diketahui tingkat keterbatasan pengusaha dalam menghasilkan jumlah produksi yang ditentukan Biaya yang digunakan dalam proses pengelolaan IRT tahu baik skala usaha besar maupun skala maupun skala usaha kecil relatif sama, namun dalam kualitas yang dikeluarkan akan berbeda. Hal ini dikarenakan jumlah biaya yang harus untuk memenuhi kapasitas bahan baku yang digunakan pada IRT tahu skala usaha besar lebih besar dari IRT tahu skala usaha kecil, sehingga hasil produksi yang dikeluarkan pun juga mengalami perbedaan. Hasil penelitian yang tertera pada lampiran menunjukkan bahwa rerata kebutuhan kedelai pada IRT tahu skala usaha besar yang dibeli pada produsen kedelai maupun koperasi yaitu VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 23

26 Indah Rekyani Puspitawati 362,50 kg/hari sedangkan IRT tahu skala usaha kecil menghabiskan kapasitas kedelai sebesar 100,56 kg/hari. Dengan demikian berdasarkan tingkat kebutuhan bahan baku, bahan bakar dan jumlah tenaga kerja yang digunakan, jelas sekali bahwa jumlah IRT tahu skala usaha besar lebih besar dari IRT tahu skala usaha kecil. Berbagai kebutuhan yang dikeluarkan tersebut tidak terlepas dari besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dalam menentukan tingkat harga kedelai juga sama dan harga bahan baku kedelai pada IRT tahu skala usaha besar adalah Rp ,00 per kilogramnya, sedangkan IRT tahu skala usaha kecil sebesar Rp ,00 per kilogramnya.\ Disamping itu rerata total biaya tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja per bulannya mempunyai perbedaan, hal ini dikarenakan jumlah tenaga kerja masingmasing industri memiliki daya tampung (kualitas) yang berbeda. Kondisi inilah yang mempengaruhi tingkat perbedaan rerata total biaya tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerjanya.untuk m,enghitung produktivitas tenaga kerja yaitu penerimaan (Rp) dibagi dengan jumlah hari kerja orang yang dipakai (HKO). Untuk IRT tahu skala besar menghabiskan rerata total biaya tenaga dan produktivitas kerja sebesar Rp ,50 per bulan, sedangkan IRT tahu usaha kecil menghabiskan rerata total biaya tenaga kerja sebesar Rp ,98 per bulan Sedangkan dalam penjualan hasil ampas tahu bagi pengusaha IRT tahu, dalam pelaksanaannya cukup menguntungkan, karena bagi pengusaha yang memiliki ternak, maka ampas tahu tersebut dapat digunakan sebagai pakan ternak yang relatif cukup bergizi. Sehingga dapat menghemat dan menciptakan efisiensi dalam pengadaan pakan ternak. Sedangkan bagi pengusaha pengusaha yang memiliki ternak, dapat menjualnya kepasar atau kepada para peternak dengan harga yang relatif murah yaitu Rp.850,00 per kilogramnya. Harga output yang ditentukan pada setiap industri tahu tidak sama, hal ini dikarenakan setiap pengusaha memiliki strategi pemasaran yang berbeda-beda. Demikian juga terhadap hasil (output) produk yang dikeluarkan dalam satu periode produksi, hal ini tergantung pada kuantitas bahan baku yang digunakan. Pendapatan Industri Tahu Pendapatan dalam IRT tahu bagi pengusaha pada dasarnya merupakan keuntungan yang telah dikurangi oleh biaya operasional, biaya bahan baku, biaya overhead pabrik dan biaya tenaga kerja yang dapat secara langsung diberikan. Adapun jumlah penerimaan (pendapatan) berasal dari banyaknya produksi yang dihasilkan dikalikan dengan besarnya harga produksi tahu yang ditentukan.. Berdasarkan data yang telah ditabulasikan, tingkat setiap IRT memiliki perbedaan dalam penerimaannya. Tingkat perbedaan ini ditimbulkan oleh adanya kapasitas produksi yang dihasilkan, karena tingkat kapasitas produksi tersebut dapat mempengaruhi total penerimaan yang ada Berdasarkan hasil penelitian terhadap industri tahu dalam skala besar dan skala kecil, diketahui hasil rerata penerimaan, modal kerja, biaya investasi dan pendapatan per bulan sebagai berikut : Penerimaan Tabel 2. Perhitungan Rata-rata penerimaan per bulan pada Industri Rumah Tangga di Kelurahan Banjarejo Tahun AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

27 Pengaruh Skala Industri Tahu Keterangan Skala Besar Skala kecil Penerimaan Produksi Tahu (Kg) Harga Tahu (Rp/Kg) Penerimaan Tahu (Rp) Produksi Ampas Tahu (Kg) Harga Ampas Tahu (Rp/Kg) Penerimaan Ampas Tahu (Rp) 8.817, , ,00 210,00 850, , , , ,00 78,33 850, ,33 Total Penerimaan , ,33 Sumber :Analisis Data Pengrajin Tahu Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa produksi tahu IRT tahu skala usaha besar sebesar 8.817,19 per kg sedangkan IRT tahu skala kecil 2.787,50 per kg dengan harga tahu Rp.5.600, kg dan penerimaan tahu IRT tahu skala usaha besar ,00 dan penerimaan tahu IRT tahu skala kecil sebesar ,33 dan produksi ampas tahu IRT tahu usaha skala besar sebesar 210,00 per kg sedangkan IRT tahu skala usaha kecil 78,33 per kg dengan harga ampas tahu Rp. 850,00 kg dan penerimaan ampas tahu IRT tahu usaha skala besar sebesar Rp ,00 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil Rp ,33 dan total penerimaan IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 dan IRT tahu skala usaha kecil Rp ,33. Modal Kerja/Biaya Saprodi Tabel 3. Perhitungan Rata-rata Modal Kerja per Bulan pada Industri Rumah Tangga di Kelurahan Banjarejo Tahun 2015 Keterangan Skala besar Skala kecil Modal kerja/biaya saprodi Biaya Bahan Baku Kedelai (Rp) , ,33 Biaya Campuran Kunyit (Rp) , ,00 BIaya Bahan Bakar Minyak Tanah (Rp) , ,00 Biaya Bahan Bakar Solar (Rp) ,00 - Biaya Bahan Bakar Serbuk Gergaji (Rp) , ,67 Biaya Minyak Goreng (Rp) , ,67 Biaya Air Pam , ,33 Total Biaya (TC) Saprodi , ,00 Biaya lain-lain : Biaya Jasa Giling kedelaiu (Rp) ,00 Biaya Tranportasi , ,00 Total BIaya Lain-lain , ,00 Biaya Tenaga Kerja (Eksplisit) , ,00 Total Modal Kerja/Biaya Saprodi , ,00 Sumber : Analisis Data Pengrajin Tahu VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 25

28 Indah Rekyani Puspitawati Dari tabel 3 dapat dijelaskan bahwa total biaya (TC) saprodi IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil sebesar Rp ,00 dan total biaya lain-lain IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil Rp ,00 dan biaya tenaga kerja (eksplisit) IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil Rp ,00 dan total modal kerja/biaya saprodi IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil Rp ,00. Biaya Investasi/Penyusutan Alat Tabel 4 Perhitungan Rata-rata Biaya Investasi per Bulan Industri Rumah Tangga tahun 2015 Keterangan Skala besar Skala besar Biaya Investasi (penyusutan alat) Saringan , ,11 Wajan 3.291, ,33 Ember/tong 7.083, ,15 Tampah , Mesin giling ,67 - Mesin diesel ,00 - Ketel uap 9.340,28 - Kotak pencetak 3.833, ,67 Total Biaya Investasi (penyusutan alat) ,70 Sumber : Analisis Data Pengrajin Tahu Dari tabel 4 dapat dijelaskan bahwa total biaya investasi/penyusutan alat IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,47 sedangkan IRT tahu skala usaha kecil sebesar Rp ,70. Dan biaya investasi/penyusutan alat dapat dilihat bahwa IRT tahu skala usaha besar mempunyai investasi/penyusutan alat yang sangat besarr dibandingkan dengan biaya investasi/penyusutan alat IRT tahu skala usaha kecil. Pendapatan Tabel 5. Perhitungan Rata-rata Pendapatan per Bulan Industri Rumah Tangga Tahu Skala Usaha Besar di Kelurahan Banjarejo tahun 2015 No Keterangan 1. Penerimaan Nilai a. Tahu (Rp) ,00 b. Ampas Tahu(Rp) ,00 2. Biaya Modal Kerja Total ,00 a. Biaya Saprodi (Rp) ,00 b. Biaya Lain-lain (Rp) ,00 c. Tenaga Kerja (eksplisit) (Rp) ,00 3. Biaya Investasi (Rp) ,95 Total ,95 4. Pendapatan (Rp) ,05 5. B/C Rasio 1,12 Sumber : Analisis Data Pengrajin Tahu Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa total penerimaan IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,00 dan total biaya modal kerja IRT tahu skala usaha besar sebesar Rp ,95 dengan pendapatan IRT tahu skala usaha besar adalah Rp ,05 dan IRT tahu skala usaha besar B/C Rasio nya sebesar 1,12 sehingga dengan demikian IRT tahu skala besar layak diusahakan. Tabel.6. Perhitungan Rata-rata Pendapatan per Bulan Industri Rumah Tangga 26 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

29 Pengaruh Skala Industri Tahu Tahu Skala Usaha Kecil di Kelurahan Banjarejo tahun 2015 No Keterangan Nilai 1. Penerimaan a. Tahu (Rp) ,00 b. Ampas Tahu(Rp) ,33 2. Biaya Modal Kerja Total ,33 a. Biaya Saprodi (Rp) ,00 b. Biaya Lain-lain (Rp) ,00 c. Tenaga Kerja (eksplisit) ,00 (Rp) 3. Biaya Investasi (Rp) ,70 Total ,70 4. Pendapatan (Rp) ,63 5. B/C Rasio 1,17 Sumber : Analisis Data Pengrajin Tahu Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa total penerimaan IRT tahu skala usaha kecil sebesar Rp ,33 dan total biaya modal kerja IRT tahu skala usaha kecil sebesar Rp ,70 dengan pendapatan IRT tahu skala usaha kecil adalah Rp ,63 dan IRT tahu skala usaha kecil B/C Rasio nya sebesar 1,17 sehingga dengan demikian IRT tahu skala usaha kecil layak diusahakan hasil thitung menunjukan nilai sebesar 39,48 sedangkan nilai ttabel yang diperoleh dengan mengetahui besarnya taraf signifikasi ( ) =5% dan degree of freedom (df) = 11, diketahui sebesar adalah 1,701. Hasil ini menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari ttabel yang berarti Ho ditolak atau H1 diterima sehingga dapat diartikan bahwa pendapatan industri tahu pada skala usaha besar dalam satu bukan lebih tinggi daripada industri tahu skala usaha kecil. Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja industri rumah tangga tahu yang digunakan adalah rata-rata penggunaan tenaga kerja per industri rumah tangga tahu yang dinyatakan dalam hari kerja orang (HKO),di mana jam kerja efektif selama 8 jam/hari sedangkan perhitungan hari kerja efektif setiap bulan adalah 28 hari. Untuk mengetahui rata rata penggunaan tenaga kerja, maka digunakan penghitungan penggunaan tenaga kerja selama sebulan pada setiapo industry pengelolaan tahu yang dibandingkan dengan standar penggunaan tenaga kerja secara keseluruhan. Tabel 7. Total Tenaga Kerja Harian Industri Rumah Tangga Tahu di Kelurahan Banjarejo Tahun 2015 Keterangan Penyerapan Tenaga Kerja Skala Besar Skala Kecil Jumlah T.K (Orang) 11 5 Lama Hari Kerja Orang (HKO) Penyerapan T.K (HKO Sumber : Analisa Data Pengrajin Tahu Dengan melihat data Tabel 7 tersebut, menunjukkan bahwa keseluruhan lama hari kerja orang yang ditempuh oleh para karyawan adalah 28 hari. Namun dengan melihat perbedaan jumlah tenaga kerja tersebut, secara keseluruhan dapat diketahui jumlah rerata penyerapan tenaga kerja industry rumah tangga tahu skala besar adalah sebagai berikut : Tingkat rerata penyerapan tenaga kerja pada IRT tahu skala usaha besar lebih besar daripada IRT tahu skala usaha kecil. Hal ini dapoat dilihat dari hasil reratanya, dimana IRT tahu skala usaha besar rerata penyerapan tenaga kerjanya adalah 308 sedangkan IRT tahu skala kecil emncapai 140. VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 27

30 Indah Rekyani Puspitawati Penyebab dari perbedaan hasil ini terletak pada penggunaan jumlah tenaga kerjanya, dimana rerata penggunaan tenaga kerja pada IRT tahu skala usaha besar adalah 11 orang sedangkan pada IRT tahu skala usaha kecil rerata penggunaan tenaga kerjanya 5 orang. Hasil t hitung menunjukkan nilai sebesar 46,30 sedangkan nilai t tabel yang diperoleh dengan mengetahui besarnya taraf signifikansi (a) = 5% dan degree of freedom (df) = 11, diketahui sebesar adalah 1,701. Hasil ini menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti H o ditolak atau H 1 diterima sehingga dapat diartikan bahwa penyerapan tenaga kerja industry tahu pada skala usaha besar dalam satu bulan lebih tinggi daripada industry tahu skala usaha kecil. Produktifitas Tenaga Kerja Dalam menentukan produktivitas tenaga kerja ini, digunakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan jumlah hari kerja orang yang dipakai. Hasil penerimaan untuk IRT tahu skala usaha besar maupun skala usaha kecil adalah sebagai berikut : Tabel 8. Total Produktifitas Tenaga Kerja Harian Industri Rumah Tangga Tahu Kelurahan Banjarejo Tahun 2015 Keterangan Jumlah Penerimaan (Rp/Bln) Lama Hari Kerja Orang (HKO) Penyerapan T.K (Rp/ HKO) Penyerapan Tenaga Kerja Skala Besar Skala Kecil , , , ,98 Sumber : Analisa Data Pengrajin Tahu Berdasarkan dari Tabel 8 tersebut diketahui bahwa produktifitas tenaga kerja IRT tahu skala besar dicapai Rp ,50 per hari tenaga kerja orang. Sedangkan IRT tahu skala usaha kecil yang dicapai sebesar Rp ,98 per hari kerja orang. Perbedaan ini disebabkan adanya rerata pendapatan IRT yang berbeda, disamping itu jumlah tenaga kerja juga mempengaruhinya. Dengan demikian terdapat IRT Tahu skala usaha besar memiliki produktivitas tenaga kerja lebih rendah daripada IRT tahu skala usaha kecil. Hasil t hitung menunjukkan nilai sebesar 77,39 sedangkan nilai t tabel yang diperoleh dengan mengetahui besarnya taraf signifikansi (a) = 5% dan degree of freedom (df) = 11, diketahui sebesar adalah 1,701. Hasil ini menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti H o ditolak atau H 1 diterima sehingga dapat diartikan bahwa produktifitas tenaga kerja industry tahu pada skala usaha besar dalam satu bulan lebih tinggi daripada industry tahu skala usaha kecil KESIMPULAN Dari hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil keuntungan IRT tahu skala usaha besar rerata dalam satu bulan Rp ,05 dengan B/C Rasio sebesar 1,12. Hal ini menunjukkan bahwa industry tahu di Kelurahan Banjarejo di Kota Madiun Menguntungkan dan layak diusahakan karena B/C Rasio nya lebih besar dari 1. Suatu usaha layak digunakan bila nilai B?C Rasio > 1 dan suatu usaha tidak layak digunakan bila nilai B/C Rasio < Hasil keuntungan IRT tahu skala usaha kecil rata rata dalam satu bulan Rp ,63 dengan B/C Rasio sebesar 1,17. Hal ini menunjukkan bahwa industry tahu di Kelurahan Banjarejo di Kota Madiun Menguntungkan dan layak diusahakan karena B/C Rasio nya lebih 28 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

31 Pengaruh Skala Industri Tahu besar dari 1. Suatu usaha layak digunakan bila nilai B?C Rasio > 1 dan suatu usaha tidak layak digunakan bila nilai B/C Rasio DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pengkaji Bidang Ekonomi Meningkatkan Produktivitas Pertanian Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan dalam RangkaKetahanan Nasional. Edisi 15 Mei 2013.Jurnal Kajian Lemhannas RI, Jakarta. Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi 2015, Madiun Dalam Angka, Pemerintah Kota Madiun Fadholi Hernanto,2009, Ilmu Usahatani,Penebar swadaya,surabaya Juli Hidayati, 2002, Analisa Efisiensi Pemasaran pada Beberapa saluran Pemasaran, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang. Moehar Daniel, 2004, Pengantar Ekonomi Pertanian, Bumi Aksara,Jakarta Soekartawi,2003.Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran hasil Pertanian,Teori Dan Aplikasinya, Rajawali, Jakarta Soekartawi,2003. Agribisnis Teori Dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Swasta Bashu,B.1999, Azaz asas Marketing, Liberty Yogjakarta Rahardi, F Agribisnis Tanaman Sayur, Penebar Swadaya, Jakarta. Tri Susanto Dan Budi Saneto, 2004, Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian,PT,Bina Ilmu, Surabaya Respati E Buletin Konsumsi Pangan. Volume 4 No. 1, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta. Winardi, 2001, Aspek aspek Bauran Pemasaran., Mandar Maju, Bandung. VVolume 18 Nomor 1 Maret 2017,AGRI-TEK 29

32 PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK UREA TERHADAP SERANGAN HAMA KEPIK COKLAT (Riptortus linearis Fabricius) PADA KEDELAI (Glycine max L.) Liliek Mulyaningsih 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Soerjo Ngawi Abstract The purpose of this study was to determine the effect of the use of urea fertilizer on the level of pest attacks Riptortus linearis. This research was conducted in experimental garden of Faculty of Agriculture of Soerjo Ngawi University located on Jalan Raya Cepu Ngawi East Java from October to December The materials used in this research are Grobogan Groundnut seed variety and IAC.100 strain, R. linearis pest, Gauze, compost, 8 kg polybag and Urea fertilizer. The tools used in this research are hoes, hoods, gembor, sample boards, bamboo, jars, stationery and cameras. This research was conducted using Division of Distributed Plot (RPT), the main plot consisted of two varieties (V) and sub plots consisted of four doses (N), so there were eight experimental treatment combinations.the results showed that there was no interaction between Urea fertilization with Grobogan and IAC.100 strains. The use of Urea fertilizer at a dose of 100 kg per hectare causes the number of pods to be attacked higher and there is a significant difference when compared to the dose of 75 kg per hectare, 50 kg per hectare and without treatment. The IAC.100 strain shows a higher degree of susceptibility than Grobogan varieties, especially on the number of pods, seeds attacked, healthy seeds and attacked seeds. keywords: urea fertilizer, brown ladybird (riptortus linearis fabricius), Soybean (glycine max l.) PENDAHULUAN Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia (Aksi Agraris Kanisius, 2005). Di Indonesia kedelai ditanam pada lahan sawah (setelah panen padi) dan pada lahan kering (terutama pada lahan kering yang tidak masam). Di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera ada juga kedelai ditanam pada lahan pasang surut/lebak yaitu pada musim kemarau (Ditjen Tanaman Pangan, 2013). Syarat tumbuh pada tanaman kedelai dapat dilihat pada dua aspek yaitu kondisi tanah dengan syarat 7 drainase dan aerasi tanah yang cukup baik dan iklim. Kedelai dapat tumbuh baik dengan tempat yang berhawa panas, di tempat-tempat yang terbuka dan bercurah hujan mm/ bulan (Nazar, Mustikawati dan Yani, 2008). Suhu permukaan tanah pada musim panas sekitar oc dengan curah hujan yang AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

33 Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea optimal dan temperatur antara oc (Aksi Agraris Kanisius, 2005). Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Berkembangnya perdagangan antarnegara, menyebabkan tanaman kedalai tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya (Irwan, 2006). Bagian utama dari tanaman kedelai adalah akar, batang, cabang, daun, bunga, polong, dan biji. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil 6 (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut (Irwan, 2006). Kedelai merupakan komoditas pertanian strategis, dimana ketersediaan kedelai sangat melimpah. Produksi kedelai di Indonesia cukup besar. Beberapa varietas unggul kedelai yang dilepas akhir-akhir ini memiliki sifat yang beragam. Umumnya varietas-varietas tersebut memiliki biji besar dan berwarna kuning, ukuran biji sama, bahkan lebih besar dibanding kedelai impor, dan kadar proteinnya lebih tinggi dibanding kedelai impor. 7 Varietas unggul kedelai tersebut juga memiliki potensi hasil yang cukup tinggi. Namun, informasi kesesuaiannya untuk diolah menjadi beragam produk pangan perlu disosialisasikan untuk mempercepat laju adopsi varietas-varietas unggul kedelai tersebut baik di tingkat petani maupun industri serta meningkatkan apresiasi dan penggunaan kedelai dalam negeri (Ginting, 2009). Di Indonesia terdapat beberapa varietas unggul kedelai yang sedang dikembangkan Menurut Ditjen Tanaman Pangan (2014), kedelai tumbuh subur pada lahan dengan ph>5,0 atau tidak lahan masam, tekstur lempung dan kandungan bahan organik tinggi sampai sedang. Kandungan hara tanah (N, P2O5, K2O, Ca, Mg) yang cocok atau sesuai adalah tinggi sampai sedang. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kedelai antara mm/tahun. Curah hujan ini berkaitan dengan kebutuhan air pada masa pertumbuhan tanaman kedelai, yakni mm. Temperatur atau suhu udara yang sesuai untuk tanaman kedelai adalah oc. Suhu yang terlampau tinggi ataupun terlampau rendah akan menggangu pertumbuhan kedelai dan dapat menurunkan produksi kedelai. Pada umumnya tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada jenis lahan apa saja selama drainase dan aerasinya cukup baik, kecuali jenis lahan PMK (podzolik merah kuning) dan lahan yang mengandung pasir kwarsa. Tanah yang terlalu basah atau digenangi air akan menyebabkan akar tanaman kedelai menjadi busuk sedangkan aerasi penting untuk ketersediaan oksigen. Tanah berpasir pun masih bisa ditanami kedelai selama air dan hara tanaman cukup tersedia untuk pertumbuhannya (Irwan, 2006). Pada tanah PMK (podzolik merah kuning) dan 8 tanah-tanah yang banyak mengandung pasir kwarsa hendaknya diberikan pupuk organik dan kapur pertanian untuk tanah PMK dalam jumlah cukup. Demikian juga tanah dengan ph< 5,5 pemberian kapur dapat menaikan hasil produksi (Ditjen Tanaman Pangan, 2014). Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 31

34 Liliek Mulyaningsih Selain media tanam dan ketinggian, faktor penting untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah iklim. Unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai antara lain lama penyinaran matahari, suhu dan curah hujan. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena tanaman ini tergolong tanaman hari pendek, yang artinya tanaman tidak akan berbunga jika panjang hari melebihi 15 jam/hari (Irwan, 2006). Tanaman kedelai merupakan tanaman daerah subtropis yang dapat beradaptasi baik di daerah tropis. Kedelai dapat tumbuh baik dengan curah hujan 500 mm/tahun dan suhu optimal oc dengan penyinaran penuh minimal 10 jam per hari, kelembapan ratarata 50 persen. Penanaman pada ketinggian lebih dari 750 m dpl, pertumbuhan mulai terhambat dan umur tambah panjang namun masih berproduksi baik pada ketinggian 110 m dpl (Ditjen Tanaman Pangan, 2014). Tanah sawah yang subur cukup diberikan 50 kg urea/hektar saat tanam sebagai pemicu awal pertumbuhan. Tanah grumosol perlu dipupuk 50 kg urea + 75 kg TSP + 75 kg KCL/ hektar. Pada lahan kering perlu dipupuk kandang 3-5 ton/hektar dan untuk lahan kering bereaksi masam perlu diberi kapur pertanian 0,5-2,5 ton/hektar agar memperoleh hasil maksimal. Pupuk fused Magnesium Phosfat (FMP) untuk kedelai dianjurkan dosis 100 kg/ hektar, waktu aplikasi adalah saat pemupukan dasar. Pupuk phosfat alam dianjurkan di lahan sawah bukaan baru dengan dosis anjuran 500 kg/hektar, diberikan dengan cara larikan pada saat pemupukan dasar (Ditjen Tanaman Pangan, 2013). Pemupukan kedelai dilakukan dengan cara disebar merata di lahan atau dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm (Irwan, 2006). Penurunan produktifitas kacang kedelai dan kacang hijau di Indonesia disebabkan oleh beberapa hama-hama utama seperti Riptortus linearis, Nezara viridula, Etiela zinchenella dan Ophiomiya phaseoli. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dirjen Tanaman Pangan (2014) yang menyatakan bahwa belum tercapainya target produktifitas tanaman kacang kedelai dan kacang hijau disebabkan karena meningkatnya luas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga 2.25% dari total luas tanam atau sekitar ha. Hama kepik coklat (R. linearis) adalah hama yang menyerang tanaman kacang kedelai dan tanaman kacang hijau lebih tinggi dari hama lainnya. Kehilangan hasil akibat serangan hama kepik coklat hingga mencapai 80% (Tengkano et al., 2006). Nimfa dan imago hama ini sama-sama mampu menyebabkan kerusakan pada polong yakni dengan cara menghisap cairan biji dalam polong (Prayogo dan Suharsono, 2005). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk urea terhadap tingkat serangan hama Riptortus linearis. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan fakultas Pertanian Universitas Soerjo Ngawi yang berlokasi di Jalan Raya Cepu Ngawi Jawa Timur pada bulan Oktober sampai dengan Desember Bahan yang digunakan penelitian ini adalah benih kacang kedelai varietas Grobogan dan Galur IAC.100, hama R. linearis, kain kasa, kompos, polybag berukuran 8kg dan pupuk. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sungkup, gembor, papan sampel, bambu, stoples, alat tulis dan kamera. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT), petak utama terdiri atas dua varietas (V) dan anak petak terdiri dari empat dosis (N), sehingga terdapat delapan kombinasi perlakuan percobaan. 32 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2018

35 Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea Perlakuan varietas terdiri dari dua level yaitu: V1 : Grobogan dan V2 : IAC. Sedangkan perlakuan dosis pemupukan terdiri dari empat arah yaitu: N0 : Tanpa pemupukan (kontrol); N1: Pemupukan dengan dosis (Urea 50 kg/ha); N2 : Pemupukan dengan dosis (Urea 75 kg/ha) dan N3 : Pemupukan dengan dosis (Urea 100 kg/ha). PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Media Tanam Varietas Grobogan dan galur IAC.100 ditanam dalam polybag sebanyak empat biji tiap lubang per perlakuan/ulangan. Pemupukan dilaksanakan pada saat tanaman kedelai berumur 8 hari setelah tanam (hst). Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hst. Sedangkan penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 dan 28 hst. Pengairan dilakukan sesuai kebutuhan. Infestasi imago Riptortus linearis Infestasi imago Riptortus linearis dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah berbunga (hsb) atau 50 hst selama satu minggu sejumlah 22 ekor, 11 ekor jantan dan 11 ekor betina. Apabila imago mati segera diganti dengan populasi cadangan sesuai dengan umurnya. Pemeliharaan Tanaman Inang Tanaman inang disiram setiap hari apabila tidak turun hujan dan disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk urea 0,2gram/tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual agar tanaman inang tidak terganggu pertumbuhannya. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Jumlah Polong Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interkasi antara pemberian dosis pupuk Urea (N) dengan varietas jumlah polong. Hasil analisis secara terpisah, menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis pupuk Urea N tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong total. Jumlah polong total berdasarkan dosis pupuk Urea N berkisar antara 71,16 sampai 88,71 buah. Jumlah polong tertinggi pada perlakuan N3 yaitu pada dosis 0,5 g/rumpun sedangkan terendah pada perlakuan N0 yaitu tanpa pemupukan. Jumlah polong total pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 menunjukkan perbedaan, dimana sebanyak 51,27 buah pada varietas Grobongan dan sebanyak 104,81 buah pada galur IAC.100. Jumlah biji Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan dosis pupuk Urea N dengan varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah biji total menunjukkan tidak adanya interaksi. Begitu juga pada hasil analisis secara terpisah, menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji total. Jumlah biji total pada pemberian dosis pupuk N berkisar antara 142,3 sampai dengan 169,1 butir. Jumlah biji tertinggi pada perlakuan N3 yaitu pada dosis 0,5 g/rumpun dan terendah pada perlakuan N0 yaitu tanpa pemupukan. Jumlah biji pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 menunjukkan perbedaan, dimana sebanyak 88,12 butir pada varietas Grobongan dan sebanyak 217,61 butir pada galur IAC.100. Jumlah Polong dan Biji Sehat Hasil analisis ragam pemberian dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah polong dan biji sehat menunjukkan tidak ada interaksi. Hasil analisis secara terpisah menunjukkan tidak berpengaruh signifikan antara perlakuan dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 33

36 Liliek Mulyaningsih dan galur IAC.100 terhadap jumlah polong dan biji sehat. Jumlah polong sehat berdasarkan dosis pupuk Urea N berkisar 34,37 sampai dengan 41,29 buah dan jumlah biji sehat berkisar antara 99,29 sampai dengan 109,52 butir. Jumlah polong sehat tertinggi pada N0 yaitu tanpa perlakukan (kontrol) sedangkan terendah pada perlakuan N2. Jumlah biji sehat tertinggi pada perlakukan N3 sedangkan terendah pada perlakuan N2. Hasil analisis perlakuan pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jumlah polong sehata dan biji sehat. Jumlah polong sehat pada varietas Grobogan sebanyak 25,47 buah sedangkan pada galur IAC.100 sebanyak 51,09 buah. Jumlah biji sehat pada varietas Grobogan sebanyak 60,17 butir sedangkan pada galur IAC.100 sebanyak 149,18 butir. Jumlah Polong dan Biji Terserang Hasil analisis ragam pemberian dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah polong terserang menunjukkan tidak ada interaksi. Hasil analisis secara terpisah perlakuan dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah polong terserang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil analisis ragam pemberian dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah biji terserang menunjukkan tidak ada interaksi. Hasil analisis secara terpisah perlakuan dosis pupuk Urea N pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 terhadap jumlah biji terserang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Jumlah polong terserang berdasarkan dosis pupuk Urea N berkisar 29,11 sampai dengan 39,91 buah dan jumlah biji terserang berkisar antara 40,19 sampai dengan 60,45 butir. Jumlah polong terserang tertinggi pada N3 yaitu pada dosis 0,5 g/rumpun sebanyak 39,91 buah sedangkan terendah pada perlakuan N0 yaitu 29,11 buah. Jumlah biji terserang tertinggi pada perlakukan N3 yaitu 60,45 butir sedangkan terendah pada perlakuan N0 yaitu 40,19 butir. Hasil analisis perlakuan pada varietas Grobogan dan galur IAC.100 menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jumlah polong terserang dan biji terserang. Jumlah polong terserang pada varietas Grobogan sebanyak 25,27 buah sedangkan pada galur IAC.100 sebanyak 48,09 buah. Jumlah biji terserang pada varietas Grobogan sebanyak 29,03 butir sedangkan pada galur IAC.100 sebanyak 68,93 butir. KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemupukan Urea dengan varietas Grobogan maupun galur IAC.100. Penggunaan pupuk Urea dengan dosis 100 kg per hektar menyebabkan jumlah polong terserang lebih tinggi dan terdapat perbedaan yang signifikan apabila dibandingkan dosis 75 kg per hektar, 50 kg per hektar dan tanpa perlakuan. Galur IAC.100 menunjukkan tingkat kerentanan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Grobogan terutama pada jumlah polong, biji terserang, biji sehat dan biji terserang. DAFTAR PUSTAKA Aksi Agraris Kanisius, Budidaya Tanaman Kedelai. Kanisius, Yogyakarta Dirjen Tanaman Pangan Laporan Tahunan Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Hijau. Jakarta. 34 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2018

37 Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea Irwan, A. W Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinagor. Prayogo Y dan Suharsono Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 35

38 MODEL PERLAKUAN PENYIMPANAN SEBAGAI UPAYA PENYEDIAAN BENIH WIJEN BERKUALITAS (Sesamum Indicum L.) Luluk Sulistyo Budi 1), Wuye Ria Andayani 2) & Rany Wahyu Pangesti 3) 1,2, Dosen Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Universitas Merdeka Madiun, . 3 Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun. Abstract All farmers desperately need quality seeds to increase their agricultural products. The aim of this research is to know the interaction of storage conditions and varieties on the viability of sesame seeds. The research method using Completely Randomized Design consisted of 2 factors and repeated 4 times. The first factor consists of: SBR 3, SBR 4, and H2 varieties. The second factor consists of: storage conditions with temperature 9C and 55% humidity in the refrigerator, storage conditions with a temperature of 30C and a humidity of 88% in a dark room, the storage conditions of temperature and humidity of 66% 33c in the room with Irradiation lamp lamp 40 watt. The parameters consisted of: weight of 1000 seeds of sesame seed (gram), seed water content (%), ph level and viability (%). Results of the analysis showed there was an interaction between the parameters of a sesame seed weight of 1000 seeds and seed moisture content for 6 weeks, the ph during 3 weeks, 6 weeks and 12 weeks, viability 9 weeks. There was a strong correlation between 1000 seed weight, moisture content and viability. Storage conditions with low temperature and low humidity of SBR 3 sesame produce 94.50% viability. Storage conditions at room temperature and high humidity SBR 4 sesame varieties yield 90.75% viability. Storage conditions with high temperature and low humidity of SBR 4 varieties produce viability of 85.25%, but susceptible to fungus fusarium sp. Keywords: sesame varieties, storage conditions, moisture content, viability. PENDAHULUAN Latar Belakang Produktivitas wijen di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan Negara Cina, India, Myanmar, Sudan, dan Uganda sebagai negara produsen utama wijen. Di Indonesia tahun 1995 produktivitas wijen sebesar 607 kg/ha, namun tahun 2000 mengalami penurunan menjadi 365 kg/ha. Walaupun pada tahun 2005 mengalami peningkatan menjadi 420 kg/ha, sehingga produksi ratarata wijen hanya sekitar 0,06% terhadap produksi dunia (Budi, 2007, Rachman, 2006 cit. Pranesti, Rogomulyo dan Waluyo 2014 ). Wijen termasuk komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan sebagai bahan baku aneka industri di berbagai AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

39 Model Perlakuan Penyimpanan negara di dunia (Budi, 2017). Komoditas wijen mempunyai peluang agribisnis dan agroindustri yang prospektif sehingga layak dikembangkan di negara-negara yang mempunyai keunggulan komparatif sumber daya dan kompetitif pemasaran. (Budi, 2014). Kebutuhan produk wijen cenderung meningkat, terutama minyak wijen karena mempunyai kadar asam lemak jenuh yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi. Di Indonesia produksi wijen perlu dikembangkan karena potensi sumber daya lahan yang memadai, prospek pasar yang mendukung dan memiliki nilai ekonomi tinggi (Laksamana, 2014). Wijen merupakan salah satu komoditas pertanian yang kaya akan sumber minyak nabati. Minyak dari biji wijen dapat digunakan sebagai minyak makan, seasoning atau salad oil, mengobati luka bakar, sabun, dan pelembab kulit. Minyak wijen banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang terdiri atas: asam oleat (C 18 H 34 O 2 ), asam linoleat (C 18 H 32 O 2 ), dan asam linolenat. Selain itu minyak wijen juga banyak mengandung vitamin E dan kompenan fungsional lain yang baik untuk kesehatan (Handajani, Manuhara dan Anandito, 2010; Warra, 2011). Penyimpanan benih menjadi faktor penting karena setelah panen, benih biasanya tidak langsung ditanam melainkan harus menungggu saat tanam selama beberapa waktu. Benih seringkali harus diangkut dari suatu tempat ke tempat lain dengan jarak yang cukup jauh (Yuniarti, 2002). Saat ini, banyak petani menyimpan benih wijen dengan cara tradisional yaitu benih wijen dikeringkan terlebih dahulu kemudian dikemas dengan kantong plastik dan disimpan pada suhu ruangan. Cara tradisional tersebut akan memiliki kelemahan, jika cuaca pada waktu penjemuran tidak mendukung, sehingga berpengaruh terhadap penurunan viabilitas (Priadi, 2006). Faktor yang berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan antara lain : kadar air benih, temperatur dan kelembaban nisbi ruangan (Indartono, 2011). Temperatur tinggi dan kelembaban yang rendah akan mempercepat penguapan air ke permukaan benih, sehingga mempercepat hilangnya air di dalam benih yang berdampak terhadap meningkatnya penurunan bobot benih (Sukarman dan Seswita, 2011). Viabilitas benih hasil penyimpanan dapat dilihat dari kemampuan perkecambahan yang dinilai berdasarkan daya berkecambah benih. Kondisi kadar air berpengaruh terhadap viabilitas dan pertumbuhan jamur pada benih. Oleh karena benih dapat menyerap dan melepaskan uap air dari sekitar lingkungannya. Tingkat serangan jamur pada benih selama proses penyimpanan dapat dibatasi dengan memperhatikan faktor kondisi benih dan lingkungannya. Penyakit terbawa benih dapat dijumpai sejak masih di dalam buahsaat ditanam maupun pada benih setelah pasca panen, diangkut, dan selama dalam penyimpanan. Kebanyakan penyakit terbawa benih disebabkan oleh jamur. Patogen terbawa benih menyebar di lahan dan tempat penyimpanan (Putri, Brasmasto dan Suharti, 2010). Oleh karena itu diperlukan upaya penyimpanan benih wijen yang optimal agar diperoleh benih berkualitas. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun pada bulan Maret 2015 sampai Juli Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri atas : benih wijen varietas SBR 3, SBR 4, H2, kantong kain, aquades, air mineral, kertas ph, kertas saring, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 37

40 Luluk Sulistyo Budi, Wuye Ria Andayani & Rany Wahyu Pangesti kertas merang, plastik, benang dan jarum. Alat yang dibutuhkan terdiri atas : kulkas dengan temperatur 9 C dan kelembaban 55 %, ruangan gelap dengan temperatur 30 C dan kelembaban 88 %, ruangan yang disinari dengan lampu dop 40 watt dengan temperatur 33 C dan kelembaban 66 %, oven, timbangan ahouse, desikator, corong, pengaduk, beaker glass, gelas ukur, pinset, lumpang porselin dan spatel, jarum ahouse, media agar, cawan petri. Metode Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap terdiri atas 2 (dua) faktor yaitu varietas dan kondisi penyimpanan serta dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Faktor pertama terdiri atas varietas wijen yaitu; V1 : Varietas SBR 3, V2 : Varietas SBR 4 dan V3 : Varietas H2 Faktor kedua adalah kondisi penyimpanan terdiri atas : T1 : Kondisi penyimpanan di dalam kulkus dengan dengan temperatur 9 C dan kelembaban 55% (dalam Kulkas), T2 : Kondisi penyimpanan di dalam ruang gelap dengan temperatur 30 C dan kelembaban 88% (Ruang Gelap), dan T3 : Kondisi penyimpanan di dalam ruangan dengan penyinaran lampu dop 40 watt temperatur 33 C dan kelembaban 66% (Ruang dengan Penyinaran Lampu), sehingga terdapat terdiri atas 9 kombinasi perlakuan. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan membersihkan benih wijen yang sudah disimpan selama 2 bulan. Benih wijen yang telah kering dilakukan proses penyimpanan selama 4 bulan. Penyimpanan benih wijen dilakukan di dalam kulkas, ruang gelap, dan ruang dengan penyinaran lampu dop 40 watt. Pengamatan selama 3 minggu sekali. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan terdiri atas : Bobot 1000 biji benih wijen (gram), Kadar air benih wijen (%), Kadar ph, Viabilitas (%), dan hama dan penyakit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil analisis statistik menunjukan terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter bobot 1000 biji benih wijen. Perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan menunjukan perbedaan sangat nyata selama penyimpanan 6 minggu (Lampiran 1). Namun tidak terdapat interaksi terhadap parameter pengamatan bobot 1000 biji benih wijen selama penyimpanan 3 minggu, 9 minggu, 12 minggu dan 15 minggu. Nilai rata-rata interaksi perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap bobot 1000 biji benih wijen ditunjukan pada Gambar1. 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 3,37 3,05 3,42 3,1 3,05 3,07 V1 (Sbr3) V2 (Sbr4) V3 (H2) 2,67 2,6 2,47 T1 (kulkas) T2 (R Gelap) T3 (R Terang) Gambar 1. Kurva interaksi perlakuan varuetas dengan kondisi penyimpanan terhadap bobot 1000 biji wijen (6 minggu) Terlihat pada Gambar 1 menunjukan terdapat interaksi sangat nyata antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter bobot 1000 biji benih wijen selama 6 minggu. Respon perlakuan V1T1 dan V1T2 tidak berbeda nyata, sedangkan V1T1 menunjukan bobot 1000 biji benih wijen tertinggi 3,42 gram. Respon perlakuan V3T1, V3T2, dan V3T3 tidak berbeda nyata, sedangkan V3T1 menunjukan bobot 1000 biji terendah 2,47 gram. 38 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

41 Model Perlakuan Penyimpanan Terhadap kadar air benih hasil statistik menunjukan terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan. Perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan menunjukan perbedaan nyata selama penyimpanan 6 minggu (Lampiran 2). Namun tidak terdapat interaksi terhadap parameter kadar air benih selama penyimpanan 3 minggu, 9 minggu, 12 minggu, dan 15 minggu. Nilai rata-rata interaksi perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter kadar air benih ditunjukan pada Gambar2.,40,20,00,80,60,40,20 3,36 3,20 3,02 3,07 3,00 3,06 V1 (Sbr3) V2 (Sbr4) V3 (H2) 2,54 2,46 2,27 T1 (kulkas) T2 (R Gelap) T3 (R Terang) Gambar 2. Kurva interaksi perlakuan varuetas dengan kondisi penyimpanan terhadap kadar air biji wijen (6 minggu). Terlihat pada Gambar 2 menunjukan terdapat interaksi nyata antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter kadar air benih wijen selama 6 minggu. Respon perlakuan V1T1 menunjukan kadar air benih wijen tertinggi 3,36%. Respon perlakuan V3T1 menunjukan kadar air benih terendah 2,27%. Berdasarkan analisis statistik menunjukan terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter kadar ph. Perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan menunjukan perbedaan sangat nyata selama penyimpanan 3 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu (Lampiran 3). Namun tidak terdapat interaksi terhadap parameter kadar ph selama penyimpanan 9 minggu dan 15 minggu. Nilai rata-rata interaksi perlakuan varietas dan tempat penyimpanan terhadap parameter kadar ph ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata interaksi perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap kadar ph selama 3 minggu, 6 minggu, 12 minggu Perlakuan Kadar Ph 3 minggu 6 minggu 12 minggu V1T1 6,00 cd 6,00 c 6,00 c V2T1 5,25 ab 5,25 ab 5,50 b V3T1 5,00 a 5,00 a 5,25 ab V1T2 5,00 a 5,75 bc 5,00 a V2T2 6,00 cd 5.75 bc 5,00 a V3T2 5,75 bc 5,25 ab 5,00 a V1T3 6,50 d 5,00 a 5,25 ab V2T3 6,00 cd 5,75 bc 6,00 c V3T3 5,75 bc 5,50 abc 6,00 c Keterangan : angka - angka yang di ikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan. Terlihat pada Tabel 1. menunjukan terdapat interaksi sangat nyata antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter kadar ph selama penyimpanan 3 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu. Respon perlakuan V1T3 menunjukan kadar ph tertinggi 6,50. Respon perlakuan V3T1 menunjukan kadar ph terendah 5,00. Penyimpanan 3 minggu respon perlakuan V1T3 menunjukan kadar ph tertinggi 6,50. Respon perlakuan V3T1 dan V1T2 tidak berbeda nyata serta menunjukan kadar ph terendah 5,00. Penyimpanan 6 minggu respon perlakuan V1T1 menunjukan kadar ph tertinggi 6,00. Respon perlakuan V3T1 dan V1T3 tidak berbeda nyata, tetapi menunjukan kadar ph terendah 5,00, dan Penyimpanan 12 minggu respon perlakuan V1T1, V2T3, dan V3T3 tidak berbeda nyata, tetapi menunjukan kadar ph tertinggi 6,00. Respon perlakuan V1T2, V2T2, dan V3T2 tidak berbeda nyata, tetapi menunjukan kadar ph terendah 5,00. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 39

42 Luluk Sulistyo Budi, Wuye Ria Andayani & Rany Wahyu Pangesti Terhadap viabilitas benih, hasil analisis statistik menunjukan terdapat interaksi antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter viabilitas benih. Perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan menunjukan perbedaan nyata selama penyimpanan 9 minggu (Lampiran 4). Namun tidak memberikan interaksi terhadap parameter viabilitas selama penyimpanan 3 minggu, 6 minggu, 12 minggu dan 15 minggu. Nilai rata-rata interaksi perlakuan varietas dan tempat penyimpanan terhadap parameter viabilitas benih ditunjukan pada Gambar ,00 95,00 90,00 85,00 80,00 83,25 82,50 94,50 90,75 85,25 79,75 79,00 T1 (kulkas) T2 (R Gelap) T3 (R Terang) Terlihat pada Gambar3 menunjukan terdapat interaksi nyata antara perlakuan varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter viabilitas benih selama 9 minggu. Respon perlakuan V1T1 menunjukan viabilitas benih tertinggi 94,50%. Respon perlakuan V3T3 dan V3T2 tidak berbeda nyata, sedangkan V3T3 menunjukan viabilitas terendah 73,00%. Berdasarkan uji Pearson Correlation selama penyimpanan 3, 6, 9, 12 dan 15 minggu parameter bobot 1000 biji berhubungan signifikan dengan kadar air benih. Sedangkan Kadar air benih berhubungan signifikan dengan bobot 1000 biji dan viabilitas. Kadar ph tidak berhubungan signifikan (lampiran 5,6,7 dan 8) Nilai korelasi tesebut dapat di tunjukkan pada tabel 2 tentang korelasi beberapa komponen pengamatan. 75,00 70,00 V1 (Sbr3) V2 (Sbr4) V3 (H2) 74,00 73,00 Gambar 3. Kurva interaksi perlakuan varuetas dengan kondisi penyimpanan terhadap viabilitas (%) (9 minggu). Bobot 1000 biji Kadar air benih Tabel 2. Korelasi bobot 1000 biji benih wijen, kadar air benih, ph, dan viabilitas selama penyimpanan 15 minggu Bobot 1000 biji Kadar air benih Kadar ph Viabilitas Pearson Correlation ** ** Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation.969 ** ** Sig. (2-tailed) N Kadar Ph Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Viabilitas Pearson Correlation.596 **.571 ** Sig. (2-tailed) N Keterangan :** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 40 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

43 Model Perlakuan Penyimpanan Terlihat pada Tabel Penyimpanan 15 minggu parameter bobot 1000 biji berhubungan signifikan dengan kadar air benih 0,969 dan viabilitas 0,596. Kadar air benih berhubungan signifikan dengan bobot 1000 biji 0,969 dan viabilitas 0,571. Kadar ph tidak memiliki hubungan yang signifikan. Viabilitas berhubungan signifikan dengan bobot 1000 biji 0,596 dan kadar air benih Pembahasan Hasil analisis statistik menunjukan interaksi antara varietas dan kondisi penyimpanan terhadap parameter bobot 1000 biji benih wijen, kadar air benih, ph, dan viabilitas. Interaksi tersebut memberikan respon terhadap parameter bobot 1000 biji benih wijen dan kadar air benih selama penyimpanan 6 minggu. Kadar ph selama penyimpanan 3 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu. Viabilitas selama penyimpanan 9 minggu. Faktor genetik dan lingkungan sangat menentukan terjadinya interaksi. Faktor genetik dipengaruhi oleh varietasvarietas yang memiliki genotip baik seperti produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, responsif terhadap kondisi pertumbuhan yang baik (Kamil, 1982). Faktor lingkungan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif udara selama proses penyimpanan yang dapat menyebabkan kemunduran benih (Kartasapoetra, 2003). Kondisi penyimpanan menunjukan interaksi antara bobot 1000 biji benih, kadar air selama 6 minggu dan viabilitas selama 9 minggu. Benih wijen varietas SBR 3 selama disimpan pada temperatur rendah memiliki bobot benih, kadar air dan viabilitas tinggi dikarenakan memiliki ukuran benih lebih besar dibandingkan dengan varietas lain. Benih yang berukuran besar memiliki cadangan makanan lebih banyak sehingga kemampuan berkecambah tinggi. Benih memiliki karbohidarat, protein, lemak dan mineral yang diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Darmawan et al., 2014). Temperatur rendah menyebabkan respirasi berjalan lambat sehingga kadar air benih meningkat dan mempengaruhi bobot benih. Benih yang disimpan dengan temperatur rendah menyebabkan kadar airtinggi. Kadar air yang tinggi mengakibatkanbobot benih menjadi tinggi. Kondisi penyimpanan dengan temperatur rendah mengakibatkan aktivitas enzim dan respirasi terhambat sehingga benih yang disimpan tahan lama dan memiliki viabilitas tinggi (Yardha, Adri dan Nugroho, 2012). Benih yang memiliki kadar air dan bobot yang tinggi akan menyebabkan viabilitas menjadi tinggi. Temperatur rendah dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan (Halimursyahdah, 2012). Kondisi penyimpanan menunjukan interaksi terhadap kadar ph selama 3 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu. Dikarenakan wijen memiiki sifat asam yang dapat digunakan sebagai minyak. Sifat asam yang terdapat pada larutan wijen dapat menghasilkan kadar minyak. Kadar minyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang terdiri atas : asam oleat (C 18 H 34 O 2 ), asam linoleat (C 18 H 32 O 2 ), dan asam linolenat. Minyak wijen dapat digunakan untuk agroindustri seperti minyak makan, mengobati luka bakar, sabun, dan pelembab kulit (Handajani et al., 2010). Kondisi penyimpanan dengan temperatur ruangan dan kelembaban tinggi wijen varietas SBR 4 mampu menghasilkan viabilitas tinggi. Dikarenakan selama penyimpanan SBR 4 memiliki presentase daya tumbuh tinggi meskipun kadar air dan bobot yang relatif rendah. Kadar air dan bobot rendah dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi sehingga menyebabkan penyerapan air dan benih akan mengalami kemunduran. Benih yang disimpan dalam jangka waktu lama Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 41

44 Luluk Sulistyo Budi, Wuye Ria Andayani & Rany Wahyu Pangesti dengan kadar air rendah akan mengalami penurunan viabilitas dan vigor. Penurunan terjadi akibat respirasi yang berlangsung terus menerus sehingga cadangan makanan menurun dan biji menjadi kerut (Ustiatik, 2014, Dinarto, 2010). Namun varietas SBR 4 selama disimpan mampu menghasilkan viabilitas tinggi dikarenakan wijen memiliki sifat benih yang ortodoks sehingga lebih toleran terhadap temperatur ruang simpan. Benih ortodoks dapatdisimpan dan mampu bertahan lama meskipun dengan kadar air yang rendah (Fauziah, 2012) Kondisi penyimpanan dengan temperatur tinggi dan kelembaban rendah wijen varietas SBR 4 mampu menghasilkan viabilitas tinggi dibandingkan dengan varietas lain.karena selama disimpan wijen SBR 4 memiliki bobot benih dan kadar air yang tinggi sehingga mempengaruhi presentase viabilitas. Namun kondisi penyimpanan dengan temperatur tinggi dan kelembaban rendah menyebabkan kondisi di dalam penyimpanan menjadi panas. Kondisi panas dapat mempengaruhi kadar air dan bobot benih selama disimpan dalam jangka waktu lama. Panas timbul sebagai energi selama benih disimpan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan viabilitas menurun dan memacu berkembangnya hama serta penyakit terbawa benih (Purwanti, 2004). Benih dengan kadar air tinggi dan kelembaban udara rendah menyebabkan penguapan yang mempengaruhi viabilitas (Rahayu dan Widajati, 2007). Penyakit terbawa benih menyerang pada benih yang tidak berkecambah. Gejala penyakit terbawa benih ditandai dengan bagian luar benih yang terserang jamur. Jamur berupa miselium-miselium yang menyelubangi benih dan merubah warna benih disebut jamur fusarium sp. Benih yang tidak berkecambah bagian luar mengalami gejala bintik-bintik hitam atau coklat yang menyebabkan benih menjadi busuk sehingga menghambat proses perkecambahan benih. Temperatur dan kadar air merupakan faktor yang menyebabkan benih rentan terserang penyakit. Temperatur rendah mengakibatkan kadar air benih meningkat dan memacu berkembangnya aktivitas mikroorganisme (Risnawaty, Masniawati, Kuswinanti dan Gobel, 2013). Kadar air tinggi menyebabkan peningkatan enzimenzim yang mempercepat proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam benih meningkat dan menyebabkan benih kehilangan energi pada jaringan meristem. Energi yang dihasilkan dalam bentuk panas dengan kondisi lembab, sehingga menyebabkan berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak benih (Yardha et al.,2012). Kerusakan benih saat panen akan berpengaruh terhadap kondisi penyimpanan seperti temperatur, kelembaban dan wadah penyimpanan yang menyebabkan munculnya hama.wadah simpan dari kantong kain terigu memiliki sifat kurang kedap udara, sehingga benih mengalami kerusakan akibat serangan hama dari luar. Hama yang menyerang selama benih di simpan berupa kutu gudang. Hama kutu gudang menyerang benih varietas SBR 4 yang simpan selama 9 minggu sampai 15 minggu, dikarenakan selama disimpan benih varietas SBR 4 lebih rentan mengalami pemudaran warna kulit benih akibat penuaan atau umur benih yang sudah lama. Hama menyerang pada kondisi penyimpanan di dalam ruangan gelap dan ruangan dengan penyinaran lampu. Hama yang menyerang berkisar 5-10 ekor dalam satu kantong penyimpanan. Benih yang terserang hama kualitasnya menjadi menurun. Kondisi penyimpanan dengan temperatur tinggi menyebabkan sirkulasi udara lembab dan panas, sehingga benih yang disimpan menjadi rentan oleh serangan hama. Penyimpanan dengan temperatur tinggi menyebabkanhama 42 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

45 Model Perlakuan Penyimpanan yang menyerang benih dapat bertahan hidup. Temperatur rendah dan tinggi berkisar antara 5 C sampai 45 C, sedangkan temperatur optimum berkisar antara 25 C sampai 30 C (Kastanja, 2007). Kondisi penyimpanan memberikan hubungan positif antara bobot benih, kadar air, ph dan viabilitas. Parameter bobot benih, kadar air dan viabilitas memiliki hubungan positif yang kuat selama penyimpanan. Parameter kadar ph hanya memiliki hubungan positif yang kuat selama penyimpanan 6 minggu. Upaya mendapatkan viabilitas tinggi sangat dipengaruhi oleh bobot benih dan kadar air. Bobot benih dan kadar air yang optimal akan menyebabkan viabilitas tinggi. Bobot benih dan kadar air yang rendah akan mengakibatkan viabilitas rendah. Kadar air di dalam benih yang cukup selama proses penyimpanan akan mempertahankan viabilitas. Kadar air yang mengalami penurunan akan mempengaruhi tingkat viabilitas (Saleh, Wardah, Yusran dan Sutri, 2011). Penurunan kadar air menyebabkan kemunduran benih, sehingga kualitas benih menurun. Kualitas benih yang rendah akan berpengaruh terhadap bobot benih dan menyebabkan benih mengalami penurunan viabilitas (Kusmana, Kalingga dan Syamsuwida, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa : 1. Terdapat interaksi antara perlakuan kondisi penyimpanan dan varietas wijen yang berbeda terhadap parameter bobot 1000 biji benih wijen, kadar air benih, kadar ph dan viabilitas. 2. Terdapat hubungan korelasi kuat antara perlakuan kondisi penyimpanan dan varietas wijen yang berbeda terhadap bobot 1000 biji benih wijen, kadar air benih dan viabilitas. 3. Kondisi penyimpanan dengan temperatur rendah dan kelembaban rendah di dalam kulkas wijen varietas SBR 3 menghasilkan viabilitas 94,50%. 4. Kondisi penyimpanan dengan temperatur ruangan dan kelembaban tinggi di dalam ruangan gelap wijen varietas SBR 4 menghasilkan viabilitas 90,75%. 5. Kondisi penyimpanan dengan temperatur tinggi dan kelembaban rendah dengan penyinaran lampu dop 40 watt wijen varietas SBR 4 menghasilkan viabilitas 85,25%. Saran Penelitian tentang penyediaan bahan tanam wijen masih harus dilakukan termasuk penyediaan benih berkualitas sepanjang waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait model teknik pengemasan atau lainnya agar dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama namun viabilitasnya tetap baik. DAFTAR PUSTAKA Budi L.S Pengaruh Cara Tanam dan Penggunaan Varietas terhadap Produktivitas Wijen (Sesamum indicuml.). Bul. Agron. 35 (2) : Budi, LS Strategy and Structuring Development System Sesame Agroindustrial in Indonesia. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, Vol 4 (2014) No 1. Budi LS dan Mustika Wardani, The Application of Fuzzy Logic Control Systems on Harvesting Standard Operating Procedures Models of Sesame Crops in Indonesia. International Journal on Advanced Science, Engineering and Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 43

46 Luluk Sulistyo Budi, Wuye Ria Andayani & Rany Wahyu Pangesti Information Technology, Vol. 7 (2017) No. 3 Darmawan AC, Respatijarti, Soetopo L Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.) Varietas Comexio. Jurnal Produksi Tanaman. 2 (4): Dinarto W Viabilitas Benih Kacang Hijau Dan Populasi Hama Kumbang Bubuk Kacang Hijau Callosobruchus Chinensis L. Jurnal Agrisains. 1 (1): Fauziah N Prosesing Dan Penyimpanan Benih. Diakses 29 Agustus Halimursyahdah, Pengaruh Kondisi Simpan Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Avicennia marina (Forsk.)Vierh Pada Beberapa Periode Simpan. Jurnal Agrotropika. 17 (2) : Handajani S, Manuhara G, Anandito R Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Agritech. 30 (2) : Indartono Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan Tehnik Pengemasan Terhadap Kualitas Benih Kedelai. Gema Teknologi. 16 (3) : Kamil Ph Teknologi Benih.Angkasa. Bandung. Kartasapoetra A.G Teknologi Benih Pengolahan Benih Dan Tuntutan Praktikum. PT Rineka Cipta. Jakarta. Kastanja AY Identifikasi Kadar Air Biji Jagung Dan Tingkat Kerusakannya Pada Tempat Penyimpanan. Jurnal Agroforestri. II (1) : Kusmana C, Kalingga M, Syamsuwida D Pengaruh Media Simpan, Ruang Simpan, dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Rhizophora stylosa Griff. Jurnal Silvikultur Tropika. 3 (1) : Laksamana D Prospek Peluang dan Potensi Wijen. com. Di akses 28 Agustus Mardjono R, Suprijono, Sudarmo H Keputusan Menteri Pertanian. www. perundangan.pertanian.go.id. Di akses 30 Juli Perdana JL, Rasyad A, Zuhry E Pengaruh Beberapa Dosis Pupuk Fosfor (P) Terhadap Mutu Benih Berbagai Kultivar Kedelai(Glycine max L. Merril) Selama Pengisian dan Pemasakan Biji.Artikel Pranesti A, Rogomulyo R, Waluyo S Pengaruh Tingkat Kerapatan Teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Habitus Wijen (Sesamum indicum L.). JurnalVegetalika. 3 (4) : Prasetya Kemurnian Benih Dan Penentuan Bobot 1000 Butir Benih. Di akses 31 Juli Priadi D Viabilitas Benih Wijen Lokal (Sesamum indicum L.) Setelah Kriopreservasi Dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah (-40 C). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 8 (2) : Purwanti S Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam Dan Kedelai Kuning. Ilmu Pertanian. 11 (1) : Putri KP, Bramasto Y, Suharti T Tingkat Serangan Cendawan Terhadap Benih Mahoni (Swietenia macrophyllking) Pada Berbagai Kondisi Dan Waktu Simpan. Tekno Hutan Tanaman. 4 (1) : 1-6. Rahayu E, Widajati E Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin (Brassica chinensis L.). BuL Agron.35 (3) : AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

47 Model Perlakuan Penyimpanan Rahman Ekstrak Wijen Efektif Mematikan Wereng Pucuk Mete. sinabastra.blogspot.com. Di akses 11 Juli Rahmawati Evaluasi Mutu Benih Jagung Dalam Gudang Penyimpanan Benih UPBS, Balai Penelitian Tanaman Serealia,: Risnawaty R, Masniawati A, Kuswinanti T, Gobel RB Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Pada Padi Lokal Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan, Dan Pare Lambau Asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Artikel Risson M Kandungan dan Manfaat Biji Wijen. com. Di akses 11 Juli Saleh MS, Wardah, Yusran, Sutri Viabilitas Dan Vigor Kecambah Aren Pada Berbagai Lama Penyimpanan Dan Bahan Pengemasan. Jurnal Biocelebes. 5 (2) : Sugantini Y Laporan DDPT Hama Gudang. blogspot.com. Di akses 29 Juli Sukarman, Seswita D Pengaruh Lokasi Penyimpanan Dan Pelapisan (Coating) Benih Dengan Pestisida Nabati Terhadap Mutu Benih Rimpang Jahe. Bul Littro. 23 (1) : Sutopo L Teknologi Benih. Cv Rajawali. Jakarta. Ustiatik R Deteriorasi Benih. Di akses 3 Agustus WarraA Sesame (Sesamum indicum L.) Seed Oil Methods Of ExtractionAnd Its Prospects In Cosmetic Industry : A Review.Bayero Journal of Pure and Applied Sciences. 4 (2) : Yardha, Adri, Nugroho H Penyimpanan Benih Spesifik Lokasi Untuk Menjamin Ketersediaan Benih Dalam mendukung Swasembada Kedelai Prosiding InSINas Yuniarti N Metode Penyimpanan Benih Merbabu (Intsia bijuga O. Ktze). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8 (2) : Yuniarti N Pengaruh Filtrat Cendawan Aspergillus sp. Dan Fusarium sp.terhadap Viabilitas Benih Dan Pertumbuhan BibitSengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea.2 (2) : Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 45

48 PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PADA TANAMAN SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA) DENGAN METODE SINGLE BUD Suhardjito 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Soerjo Ngawi Abstract The purpose of this study is as follows: (1) To know the method of single bud breeding; (2) To know the influence of Rootone-F growth regulator on growth of single bud cassava seeds; And (3) to know the effective concentration of growth regulating substances in the cultivation of single bud cassava. The study was conducted for 15 days at the Laboratory of the Faculty of Agriculture of SOERJO Ngawi University. Materials used in this study include Cassava, Rootone-F, Aquades and Planting Media (Sand, Compost, Soil). While the tools used in this study include saws / cutting knives, glass mineral water, pipettes, measuring cups, beaker glass, spatula and handsprayer (spray tool). Research findings: (1) Single bud system is a plant hatching system using 1 bud eye. Cassava stalks that are more than 6 months old in pieces and then taken the eyes of his buds that are in each segment of cassava stems; (2) Plant growth regulators in plants are non-nutrient organic compounds, which in small amounts may support, inhibit and alter the physiological processes of plants; (3) The plant growth regulator in the plant consists of five groups namely Auxin, Giberelin, Cytokinin, Ethylene and Inhibitor with distinctive features and different effects on physiological processes; (4) The use of rootone-f on a single bud breeding system is used to help accelerate the growth of the root system. The growth regulator substances contained by rootone-f ie IAA, IBA, and NAA work on root meristem tissue to form a new root system; (5) Single bud breeding system in this cassava includes a new technology and innovation in agricultural world in Indonesia. keywords: growth regulators, cassava plants (manihot esculenta), single bud method PENDAHULUAN Petani Indonesia pada umumnya melakukan cara tradisional dalam budidaya singkong, dimana bahan tanam berupa batang dipotong dan ditancapkan begitu saja tanpa perlakuan khusus. Hal inilah yang menyebabkan prouduksi singkong terus mengalami penurunan. Sehingga diperlukan suatu teknologi inovasi produksi untuk mengatasi masalah tersebut. Manihot esculenta merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh dengan mudah di berbagai tempat di Indonesia. Tentunya tanaman singkong ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Singkong atau yang biasa dikenal dengan ubi kayu merupakan sumber makanan kedua yang paling banyak AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan Agroteknologi Volume 18 Nomor 1 Maret 2017; ISSN :

49 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Singkong juga merupakan bahan bakuindustri yang paling dicari dan diminati. Selain karena cara menanam singkong sangat mudah, juga karena bisa tumbuh dimana saja. Single bud merupakan cara budidaya tanaman dengan menggunakan satu mata tunas. Metode tersebut di adopsi dari Columbia. Pada umumnya metode single bud digu nakan dalam pembibitan tanaman tebu. Metode tersebut sampai saat ini masih belum diterapkan pada pembibitan singkong. Sehingga dalam upaya inovasi produksi pertanian, maka metode single bud dapat digunakan sebagai salah satu alternatif metode pembibitan untuk menyiapkan bahan tanam guna meningkatkan produksi singkong. Dalam teknik kultur jaringan digunakan berbagai kombinasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam media untuk mendapatkan hasil tanaman yang maksimal. Tiap jenis tanaman memiliki respons yang berbeda terhadap zat pengatur tumbuh yang diberikan (Tukawa dkk, 2013). Dalam dunia pertanian, penggunaan hormon tumbuhan atau dikenal juga dengan istilah ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan kontribusi besar dalam keberhasilan usaha budidaya.namun, penggunaan hormon tumbuhan (ZPT) ini harus dilakukan dengat tepat. Pemahaman mengenai fungsi dan peran hormon terhadap laju pertumbuhan maupun perkembangan tananan sangat penting. Zat pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Namun, di samping dapat memacu, zat ini pun dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang tidak dikehendaki. Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gugur bunga dan buah, memperbaiki mutu buah, dan meningkatkan hasil buah (Setiadi, 2006). Pembungaan dan pembuahan jeruk nipis yang dirangsang dengan pemberian Zat pengatur tumbuh, misalnya giberelin, pada saat 10% 50% bunga sudah mekar. Pemberian ZPT dapat mengurangi kerontokan bunga dan buah muda. ZPT disemprotkan dua kali sehari setiap tiga hari untuk merangsang pertumbuhan dan kualitas buah, giberelin tetap disemprotkan, walaupun buah tumbuh cukup kuat. Dosis ZPT disesuaikan dengan anjuran yang sesuai (Rukmana, 2005). Zat Pengatur Tumbuh (Regulator) adalah zat pengatur yang mempengaruhi proses fisioligi tanaman, baik senyawa asli maupun senyawa kimia buatan (Winten, K.T.I, 2009). Secara sederhana ZPT dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman, pengaruhnya dapat mendorong dan menghambat proses fisiologi tanaman (Nuryanah, 2004). Zat pengatur tumbuh berperan aktif untuk mengubah alur pertumbuhan pada sel tanaman dengan cara menghambat pada waktu fase pertumbuhan vegetative agar dapat merubah secepatnya muncul fase generative (cepat berbunga dan berbuah) (Nurasari dan Djumali, 2012). Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organic bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Inhibitor dengan cirri khas serta pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat peng atur tumbuh sangat diperlukan sebagai kom ponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 47

50 Suhardjito organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh tersebut (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara lain jenis yang akan digunakan, konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi kultur (Gunawan 1995). Menurut George dan Sherrington (1984), bahwa untuk induksi kalus tanaman dikotil diperlukan auksin dengan konsentrasi tinggi dan sitokinin pada konsentrasi rendah sedangkan pada tanaman monokotil pembentukan kalus hanya membutuhkan auksin yang tinggi tanpa sitokinin. Hormon tumbuhan dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan suatu reaksi atau tanggapan baik secara biokimia, fisiologis maupun morfologis, yang ber fungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, maupun pergerakan taksis tanaman atau tumbuhan baik dengan mendorong, menghambat, atau mengubahnya. Kadar kecil yang dimaksud berada pada kisaran satu milimol per liter sampai satu mikromol per liter. Hormon tumbuhan (ZPT) berbeda dengan unsur hara atau nutrien tanaman, baik dari segi fungsi, bentuk, maupun senyawa penyusunnya. Salah satu zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam pembibitan adalah Rootone-F. Zat pengatur tumbuh Rootone-F adalah formulasi dari beberapa zat seperti: Napthalene Acetic Acid (NAA), Indole Acetic Acid (IAA), dan IBA yang berbentuk tepung berwarna putih kotor dan sukar larut dalam air. Komposisi bahan aktif Rootone-F adalah Napthalene Acetamida (NAA) 0,067 %; 2-metil-1-Napthalene Acetatamida (MNAD) 0,013 %; 2-metil-1-naftalenasetat 0.33%; 3-Indol butyric Acid (IBA) 0,057 % dan Thyram (Tetramithiuram disulfat) 4,00 %. NAD, NAA dan IBA. IBA merupakan senyawa organik yang dapat mempercepat dan memperbanyak perakaran. Thyram merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai fungisida. Hormon yang terkandung di dalam Rootone-F ini juga ditemukan secara alami di dalam urin sapi. Dengan demikian, pada konsentrasi yang tepat, urin sapi juga bermanfaat sebagaimana zat pengatur tumbuh. Keuntungan dari pemakaian urin sapi adalah mudah didapat dengan harga murah, serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui metode pembibitan single bud. 2. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh Rootone-F terhadap pertumbuhan bibit singkong single bud. 3. Untuk mengetahui konsentrasi zat peng atur tumbuh yang efektif dalam pembibitan single bud singkong. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 15 hari yaitu pada tanggal 6 sampai 21 Oktober 2016 di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas SOERJO Ngawi. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Batang Singkong, Rootone-F, Aquades dan Media Tanam (Pasir, Kompos, Tanah). Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Gergaji/ pisau pemotong, Gelas air mineral, Pipet, Gelas ukur, Beaker glass, Spatula dan Handsprayer (alat semprot) 48 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

51 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Cara Kerja Cara kerja dalam penelitian ini secara rinci dijarbarkan sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Memilih batang tanam (batang singkong) yang memiliki kualitas tinggi. 3. Memotong batang singkong (dengan panjang masing-masing 1 cm diantara mata tunas. 4. Mencelupkan/merendam batang singkong yang telah dipotong ke dalam larutan Rootone-F (konsentrasi 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm) masing-masing buat 5 kali ulangan. Sebagai pembanding buat control (tanpa perlakuan Rootone-F). 5. Menancapkan stek pada media tanam (campuran pasir, tanah, kompos perbandingan 1 : 1 : 1) yang telah disediakan selama 4-5 minggu, kemudian siram air secukupnya. 6. Memelihara tanaman dengan melakukan penyiraman setiap hari selama 2-4 minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman singkong dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini H0 H2 H4 H6 H8 H10 H12 H14 H16 H18 300ppm 200ppm 100ppm kontrol Pada grafik di atas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol rata-rata tinggi tanaman setiap minggu mengalami peningkatan. begitu juga pada perlakuan 100 ppm dan 300 ppm, tetapi tidak dengan perlakuan 200 ppm. Pada perlakuan ini mulai minggu pertama hingga tminggu ke 18 tidak mengalami pertumbuhan sehingga tidak terdapat tinggi tanaman. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan 100 ppm yaitu yang setiap minggu selalu mengalami peningkatan secara berkala dan juga hasilnya juga paling baik di antara perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan terburuknya pada perlakuan 200 ppm yang tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. Jumlah Daun Hasil pengamatan jumlah daun tanaman singkong dapat dilihat pada grafik 2 berikut ini H0 H2 H4 H6 H8 H10 H12 H14 H16 H18 300ppm 200ppm 100ppm kontrol Pada grafik di atas, menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol rata-rata jumlah daun pada minggu pertama, ketiga, dan keenam tidak tumbuh daun, pada minggu ke sembilan tumbuh daun sebanyak 4, kemudian pada minggu ke-8 dan ke-10 daun berkurang menjadi 2 kemudian pada minggu ke-12 daun bertambah menjadi 3 dan mengalami peningkatan pada minggu ke-14 sampai minggu ke-18. Pada perlakuan 100 ppm, daun pada minggu pertama dan minggu ke-2 tidak tumbuh. Pada minggu ke-6 daun tumbuh jumlahnya 5, pada minggu ke-6 daun berkurang menjadi 3 dan pada minggu ke-8 daun bertambah lagi menjadi 4 sampai pada Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 49

52 Suhardjito minggu ke-14. Pada minggu ke-16 dan 18 daun bertambah menjadi 5. Pada perlakuan 200 ppm mulai dari minggu awal sampai minggu ke 12 tidak terdapat daun karena pada perlakuan ini memang tidak terjadi pertumbuhan sehingga tidak ada daun yang tumbuh. Pada perlakuan 300 ppm daun pada minggu pertama, minggu ketiga dan minggu keenam tidak tumbuh daun, sedangkan pada minggu ke-6 tumbuh daun sebanyak 2 kemudian mengalami peningkatan sampai minggu ke-10 sebanyak 4 daun pada minggu ke-18 daun bertambah menjadi 5. Jadi dari rata-rata jumlah daun perlakuan yang paling baik adalah pada perlakuan 300 ppm, karena jumlah daun tidak berkurang dan semakin bertambah setiap minggunya. Perlakuan terburuk terjadi pada perlakuan 200 ppm karena tidak ada daun yang tumbuh sama sekali. Lebar Daun Hasil pengamatan lebar daun tanaman singkong dapat dilihat pada grafik 3 berikut ini H0 H2 H4 H6 H8 H10 H12 H14 H16 H18 300ppm 200ppm 100ppm kontrol Pada grafik di atas, menunjukkan bahwa pada rata-rata lebar daun dengan perlakuan kontrol pada minggu pertama, ke-2, ke-4 tidak terdapat lebar daunnya karena memang daunnya tidak tumbuh. Pada minggu ke-6 sampai minggu ke-10 lebar daun nya semakin lebar kemudian rata-ratanya berkurang pada minggu ke-12 dan mengalami peningkatan lagi sampai minggu ke-18. Pada perlakuan 100 ppm, lebar daun pada minggu pertama sampai minggu ke-12 mengalami peningkatan mencapai 11 cm. Pada perlakuan 200 ppm tidak terdapat lebar daun karena tanaman tidak tumbuh sehingga daunnya tidak ada, lebar daunnya pun juga tidak ada. Pada perlakuan 300 ppm, dari minggu pertama sampai minggu ke-18 juga mengalami peningkatan tetapi lebarnya lebih bagus pada perlakuan 100 ppm. Jadi kesimpulan bahwa untuk lebar daun yang paling bagus adalah pada perlakuan 100 ppm dan paling terburuk perlakuan 200 ppm. Panjang Daun Hasil pengamatan panjang daun tanaman singkong dapat dilihat pada grafik 4 berikut ini. pm tidak terdapat lebar daun karena grafik 4 berikut ini. H0 H2 H4 H6 H8 H10 H12 H14 H16 H18 300ppm 200ppm 100ppm kontrol Pada grafik data golongan dari hasil pengamatan di atas, menunjukkan bahwa pada rata-rata panjang daun dengan perlakuan kontrol pada minggu pertama, ke- 2, ke-4 karena tidak terdapat daun maka tidak terdapat pula panjang daun. Pada minggu ke-6 sampai minggu ke-18 panjang daunnya semakin meningkat hingga mencapai 7,2. Pada perlakuan 100 ppm, panjang daun pada minggu pertama, ke-2, ke-4 tidak terdapat panjang daun, pada minggu ke-6 sampai minggu ke-12 mengalami peningkatan rata ratanya mencapai 7,8 cm. Pada perlakuan 200 ppm tidak terdapat 50 AGRI-TEK, Volume 18 Nomor 1 Maret 2017

53 Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit panjang daun karena tidak tumbuh daun dari minggu pertama sampai minggu ke 12. Pada perlakuan 300 ppm, dari minggu pertama, ke-2, ke-4 tidak terdapat daun sehingga tidak terdapat panjang daun juga. Pada minggu ke 9 sampai minggu ke 12 juga mengalami peningkatan yaitu hingga mencapai rata-rata 6,8 cm. Perlakuan yang paling baik adalah perlakuan 100 ppm dan perlakuan paling buruk adalah perlakuan 200 ppm. Panjang Akar Hasil pengamatan panjang akar tanaman singkong dapat dilihat pada histogram berikut ini kontrol 100ppm 200ppm 300ppm Pada histogram di atas, dilihat bahwa pada perlakuan kontrol paling bagus adalah panjang akar pada tanaman 4 dengan panjang sekitar 23 cm sedangkan paling pendek pada tanaman 1. Pada perlakuan 100 ppm, panjang akar yang paling baik pada tanaman 5 dan yang paling pendek pada tanaman 4. Pada perlakaun 300 ppm, panjang akar yang paling baik adalah pada tanaman 3 dan paling pendek pada tanaman 5. Dari rata-rata semua perlakuan yang paling terbaik adalah panjang akar pada perlakuan kontrol yaitu 15 cm dan yang terburuk adalah perlakuan 200 ppm karena tidak terdapat akar sama sekali. Jumlah Akar Hasil pengamatan jumlah akar tanaman singkong dapat dilihat pada histogram berikut ini kontrol 100ppm 200ppm 300ppm Pada histogram di atas, dilihat bahwa pada perlakuan kontrol paling bagus adalah jumlah akar pada tanaman 1 dengan jumlah akar sekitar 23 sedangkan paling sedikit pada tanaman 2. Pada perlakuan 100 ppm, jumlah akar yang paling baik pada tanaman 1 dan yang paling sedikit pada tanaman 5. Pada perlakaun 300 ppm, jumlah akar yang paling baik adalah pada tanaman 2 dan paling pendek pada tanaman 1. Dari rata-rata semua perlakuan yang paling terbaik adalah jumlah akar pada perlakuan 100 ppm yaitu 26 dan yang terburuk adalah perlakaun 200 ppm tidak terdapat akar sama sekali. Teknik Pembibitan Single Bud Sistem single bud adalah sistem pembenihan tanaman sengan menggunakan 1 mata tunas. Batang singkong yang berumur lebih dari 6 bulan di potong dan kemudian di ambil mata tunasnya yang berada di tiap ruas batang singkong. Tujuan dari sistem single bud plant ini adalah untuk menghemat kebun pembibitan, dan agar bibit yang ditanam mempunyai keseragaman pertumbuhan serta bibit yang perkecambahannya seragam mempunyai awal pertumbuhan yang sehat dan seragam. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh sistem pembibitan single bud ini adalah: 1. Mempunyai daya tumbuh seragam. 2. Jumlah anakan yang dihasilkan lebih banyak dibanding sistem pembibitan konvensional. 3. Biaya pembibitan yang diperlukan lebih murah. Volume 18 Nomor 1 Maret 2017, AGRI-TEK 51

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsoer Ngawi Abstract Progeny test a study

Lebih terperinci

PRODUK OLAHAN SAOS DAN PERMEN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PEPAYA

PRODUK OLAHAN SAOS DAN PERMEN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PEPAYA PRODUK OLAHAN SAOS DAN PERMEN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PEPAYA Ratna Mustika Wardhani 1), Indah Rekyani Puspitawati 2) 1&2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun Abstract One

Lebih terperinci

PENGARUH SKALA INDUSTRI TAHU TERHADAP EFISIENSI DI DESA PRODUKSI DI KELURAHAN BANJAREJO, KECAMATAN TAMAN, KOTA MADIUN

PENGARUH SKALA INDUSTRI TAHU TERHADAP EFISIENSI DI DESA PRODUKSI DI KELURAHAN BANJAREJO, KECAMATAN TAMAN, KOTA MADIUN PENGARUH SKALA INDUSTRI TAHU TERHADAP EFISIENSI DI DESA PRODUKSI DI KELURAHAN BANJAREJO, KECAMATAN TAMAN, KOTA MADIUN Indah Rekyani Puspitawati 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun

Lebih terperinci

PERANAN AGROINDUSTRI DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH KOMODITI PISANG, NANGKA DAN GARUT

PERANAN AGROINDUSTRI DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH KOMODITI PISANG, NANGKA DAN GARUT PERANAN AGROINDUSTRI DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH KOMODITI PISANG, NANGKA DAN GARUT Ratna Mustika Wardhani 1 1 adalah Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun Abstract Problem faced in development

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 1 (4) : 353-360, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU Analysis Added Value Of Local Palu Onions To Become Fried

Lebih terperinci

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT EPP.Vo. 7. No 1. 2010 : 14-19 14 DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT (Lycopersicum Esculentum L. Mill) DI DESA BANGUNREJO KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu)

ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu) Habitat Volume XXIV, No. 3, Bulan Desember 2013 ISSN: 0853-5167 ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERUPUK SINGKONG (Studi Kasus di Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu) BUSINESS ANALYSIS OF CASSAVA

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA KACANG GOYANG PADA INDUSTRI PRIMA RASA DI KOTA PALU

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA KACANG GOYANG PADA INDUSTRI PRIMA RASA DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 4 (3) : 356-360, Juni 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PROFITABILITAS USAHA KACANG GOYANG PADA INDUSTRI PRIMA RASA DI KOTA PALU Analysis of Profitability Kacang Goyang in Prima Rasa Industry

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG 1 PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG Agus Gusmiran 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi mirand17@yahoo.com Eri Cahrial, Ir.,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG Volume 01, No 02- Maret 2017 ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG ECONOMICS ANALYSIS OF FERMENTED FEED BASED ON BANANA AGROINDUSTRY WASTE

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA Muhammad Firdaus muhammadfirdaus2011@gmail.com Dosen STIE Mandala Jember Abstract This study aims: (1) To identify trends harvest area, production,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 2 (3) : 337-342, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Feasibility Analysis Of Milkfish Farms

Lebih terperinci

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) Income and Value Added of Robusta Ground Coffee in North Lebong Subdistrict Lebong

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR SEPA : Vol. 13 No.1 September 2016 : 48 52 ISSN : 1829-9946 EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR Arya Senna Putra, Nuning Setyowati, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nurmedika 1, Marhawati M 2, Max Nur Alam 2 ABSTRACT

PENDAHULUAN. Nurmedika 1, Marhawati M 2, Max Nur Alam 2 ABSTRACT e-j. Agrotekbis 1 (3) : 267-273, Agustus 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH KERIPIK NANGKA PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA TIARA DI KOTA PALU Analysis of Income and Added Value of Jackfruit

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH EMPING TEKI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DESA KERTASADA KABUPATEN SUMENEP

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH EMPING TEKI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DESA KERTASADA KABUPATEN SUMENEP 147 ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH EMPING TEKI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DESA KERTASADA KABUPATEN SUMENEP Eka Nofidayanti Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam Madura ABSTRAK Melalui

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu) Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (118-125) ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 5 (2) : 238-242, April 2017 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PROFITABILITAS USAHA TAHU PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KOTA PALU Profitability Analysis of Tofu Business in Tofu Afifah Industry Palu

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG [ECONOMICS ANALYSIS OF FERMENTED FEED BASED ON BANANA AGROINDUSTRY WASTE IN DISTRICT OF LUMAJANG] Shanti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN Mohammad Wahyu Agang Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan Email: wahyoe_89@ymail.com ABSTRAK Agroindustri minyak kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract

Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas. Abstract Analisis Risiko Usahatani Kedelai Di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas Abstract This research aimed to determine the risk of production and income in a group of farmers who use local seeds and farmers

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH KELAPA DALAM DAN PEMASARAN KOPRA DI KECAMATAN NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR Kartika Retno Palupi 1, Zulkifli Alamsyah 2 dan saidin Nainggolan 3 1) Alumni Jurusan Agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (3) : 332-336, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI Analysis of income and feasibility farming

Lebih terperinci

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56 No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) 3.405.545,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56 Tabel 11. Rata-rata Nilai Tambah per Tenaga Kerja Industri

Lebih terperinci

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN M. Handayani, dkk Pendapatan Tenaga Kerja... PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN FAMILY LABOUR INCOME ON CATTLE FARMING IN TOROH SUBDISTRICT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PRODUK OLAHAN KERUPUK WORTEL DAN SIRUP WORTEL

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PRODUK OLAHAN KERUPUK WORTEL DAN SIRUP WORTEL Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 33 ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN USAHA PRODUK OLAHAN KERUPUK WORTEL DAN SIRUP WORTEL (Daucus carota L) (Kasus di KWT Citeko Asri

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO USAHA PADA AGROINDUSTRI SERUNDENG UBI JALAR DI KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO USAHA PADA AGROINDUSTRI SERUNDENG UBI JALAR DI KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RISIKO USAHA PADA AGROINDUSTRI SERUNDENG UBI JALAR DI KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI JURNAL ELSA FITRIDIA JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG

BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG 44 BESARNYA KONTRIBUSI CABE BESAR (Capsicum annum L) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI (Oryza sativa L) DI KELURAHAN BINUANG (Its Outgrows Chili Contribution Outgrow( Capsicum annum L ) To Rice Farmer Income

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : 1829-9946 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO UMI BAROKAH Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan) Muhammad Febri Anggian Siregar, Iskandarini, Hasman Hasyim Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) Haifa Victoria Silitonga *), Salmiah **), Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun Bill Clinton Siregar*), Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si**), Ir. M. Jufri, M.Si**)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang lndonesia sangat cocok untuk usaha peternakan lebah, karena sangat kaya akan ragam tanaman berbunga dan hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA Andri Setiadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Andrisetiadi27@Gmail.com H. Djoni 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA BAWANG PUTIH GORENG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA BAWANG PUTIH GORENG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 2 (5) : 500-504, Oktober 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA BAWANG PUTIH GORENG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU Analysis of Revenue and Feasibility

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI ANALISIS NILAI TAMBAH (VALUE ADDED) BUAH PISANG MENJADI KRIPIK PISANG DI KELURAHAN BABAKAN KOTA MATARAM (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga Kripik Pisang Cakra ) 1) IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUSU KEDELAI BERBAGAI SKALA USAHA DI WILAYAH KABUPATEN JEMBER

ANALISIS EKONOMI DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUSU KEDELAI BERBAGAI SKALA USAHA DI WILAYAH KABUPATEN JEMBER ANALISIS EKONOMI DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SUSU KEDELAI BERBAGAI SKALA USAHA DI WILAYAH KABUPATEN JEMBER 1 Nanang Agus Winandhoyo, 2 Imam Syafi i, 2 Djoko Soejono 1 Mahasiswa,Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii RINGKASAN... iv LEMBARAN PENGESAHAN... vii RIWAYAT HIDUP... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KELURAHAN NUNU KECAMATAN TATANGA KOTA PALU

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KELURAHAN NUNU KECAMATAN TATANGA KOTA PALU J. Agroland 20 (2) : 131-137, Agustus 2013 ISSN : 0854-641X ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI PADA INDUSTRI TAHU AFIFAH DI KELURAHAN NUNU KECAMATAN TATANGA KOTA PALU Analysis of Soybeans Raw Material

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BUAH PISANG MENJADI KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BUAH PISANG MENJADI KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 2 (5) : 510-516, Oktober 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BUAH PISANG MENJADI KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU Added Value Analysis of Banana Fruit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN ABSTRAK

KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN ABSTRAK KELAYAKAN DAN ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM (Citrus Nobilis Lour Var. Microcarpa Hassk) BARU MENGHASILKAN DAN SUDAH LAMA MENGHASILKAN (Studi Kasus : Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH HUBUNGAN ANTARA IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH (Suatu Kasus pada Gapoktan Tahan Jaya di Desa Buahdua Kecamatan Buahdua Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI KABUPATEN SLEMAN Meta

ANALISIS NILAI TAMBAH SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI KABUPATEN SLEMAN Meta ANALISIS NILAI TAMBAH SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI KABUPATEN SLEMAN Meta Harmawati, Kusnandar, Nuning Setyowati Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI (Studi Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) WANDA ARUAN, ISKANDARINI, MOZART Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail

Lebih terperinci

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu

ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU. Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises Tofu Dani in Palu J. Agroland 22 (2) : 169-174, April 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS PENPAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA INDUSTRI TAHU DANI DI KOTA PALU Income and Worthiness Analysis of Industrial Enterprises

Lebih terperinci

ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA TANI TERUNG DI DESA TULUNGSARI KECAMATAN SUKAMAJU KABUPATEN LUWU UTARA. Intisari

ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA TANI TERUNG DI DESA TULUNGSARI KECAMATAN SUKAMAJU KABUPATEN LUWU UTARA. Intisari ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA TANI TERUNG DI DESA TULUNGSARI KECAMATAN SUKAMAJU KABUPATEN LUWU UTARA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andi Djemma Palopo Email : intisarilatief@gmail.com Abstrak Konsep

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT Karina Shafira*), Lily Fauzia **), Iskandarini ***) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS

PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS 99 Buana Sains Vol 12 No 1: 99-103, 2012 PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS Muhsina, S. Masduki dan A A. Sa diyah PS. Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Tanah yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Tanah yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Tanah yang dimiliki mampu ditanami berbagai macam jenis tanaman holtikultura. Bahan pencukup kebutuhan manusia yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Tinjauan Pustaka Ubi kayu atau Manihot esculenta termasuk familia Euphorbiaceae, genus Manihot yang terdiri dari 100 spesies. Ada dua tipe tanaman ubi kayu yaitu tegak (bercabang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan ISSN 1978-1644 8 ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Analysis of Household Income from Coconut

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA J. Agroland 21 (2) : 115-121, Agustus 2014 ISSN : 0854-641X E-ISSN : 2407-7607 ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG NANGKA (Musa paradisiaca,l) (Studi Kasus di Perusahaan Kripik Pisang Krekes di Loji, Wilayah Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG NANGKA (Musa paradisiaca,l) (Studi Kasus di Perusahaan Kripik Pisang Krekes di Loji, Wilayah Bogor) Jurnal AgribiSains ISSN 2550-1151 Volume 3 Nomor 2, Desember 2017 17 ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG NANGKA (Musa paradisiaca,l) (Studi Kasus di Perusahaan Kripik Pisang Krekes di Loji, Wilayah Bogor) Eka

Lebih terperinci

ANALISA KOMPARATIF PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DAN VARIETAS IR

ANALISA KOMPARATIF PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DAN VARIETAS IR ANALISA KOMPARATIF PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DAN VARIETAS IR 64 (Studi Kasus Di Desa Buduan Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo) Oleh : Sumadi*, Sulistyaningsih** ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

Endang Sri Sudalmi, JM Sri Hardiatmi Fakultas Pertanian UNISRI Surakarta. Kata kunci: biaya, penerimaan, pendapatan usahatani

Endang Sri Sudalmi, JM Sri Hardiatmi Fakultas Pertanian UNISRI Surakarta. Kata kunci: biaya, penerimaan, pendapatan usahatani ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI DI DESA JERUK, KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI COST AND REVENUE ANALYSIS OF THE FARMER IN JERUK VILLAGE,SELO DISTRICT, BOYOLALI REGION Endang Sri Sudalmi, JM

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU

ANALISIS PENDAPATAN KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 3 (5) :680-654, Oktober 2015 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA SOFIE DI KOTA PALU Revenue Analysis Of Banana Chips Industry In House hold Sofie

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Marketing, Channel Marketing, Margin, Copra

ABSTRACT. Keywords: Marketing, Channel Marketing, Margin, Copra ABSTRACT Mega Artha Ilahude "614409029", 2013. Copra Marketing Systems Analysis in Gorontalo regency (A Study in District Limboto). Department of Agribusiness Faculty of Agricultural Sciences, State University

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) Line O. R Hutabarat, Kelin Tarigan dan Sri Fajar Ayu Program Studi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NAIK TURUNNYA HARGA CABAI MERAH MENURUT PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN SITUBONDO

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NAIK TURUNNYA HARGA CABAI MERAH MENURUT PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN SITUBONDO FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI NAIK TURUNNYA HARGA CABAI MERAH MENURUT PENDAPAT PETANI DI KABUPATEN SITUBONDO (Studi Kasus di Desa Arjasa, Kec. Arjasa, Kab. Situbondo) Oleh : Yoki Hendra Sugiarto*), Yohanes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI

PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI e-j. Agrotekbis 2 (5) : 505-509, Oktober 2014 ISSN : 2338-3011 PERANAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DI DESA MARGAMULYA KECAMATAN BUNGKU BARAT KABUPATEN MOROWALI The Role

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN

ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN ANALISIS PERBEDAAN BIAYA, PENDAPATAN DAN RENTABILITAS PADA AGROINDUSTRI TEMPE ANTARA PENGGUNAAN MODAL SENDIRI DENGAN MODAL PINJAMAN (Studi Kasus di Kecamatan Banjar Kota Banjar) Oleh: Ani Sulistiani 1,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG

DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci