TAHAP AKLIMATISASI DAN MONITORING TANAMAN HASIL EKSPLORASI PULAUU SEMPU: BLOK WARU-WARU DI PURWODADI

Transkripsi

1 TAHAP AKLIMATISASI DAN MONITORING TANAMAN HASIL EKSPLORASI PULAUU SEMPU: BLOK WARU-WARU DI KEBUN RAYA PURWODADI Indah Permatasari 1 dan Apriyono Rahadiantoro 2 1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang 2 UPT BKT Kebun Raya Purwodadi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jl. Raya Surabaya- Malang Km 65, Pasuruan onoy29@gmail.com ABSTRAK Pulau Sempu merupakan salah satu pulau kecil yang berlokasi di bagian selatan Malang, Jawa Timur. Pulau ini berstatus cagar alam dengan keragaman ekosistem yang unik meliputii hutan mangrove, hutan pantai, hutan dataran rendah dan padang rumput. Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki cukup beragam dan unik serta ada yang berstatus endemik. Kebun Raya Purwodadi merupakan area konservasi eksitu yang mengoleksi berbagai jenis tumbuhan dataran rendah kering. Kebun raya ini sendiri memiliki research unggulan salah satunyaa melakukan inventarisasi atau kajian biodiversitas khususnya di pulau- Pada tahun pertama, pulau kecil. Eksplorasi di Pulauu Sempu ini dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun. eksplorasi dikhususkan pada blok Waru-waru dan blok Teluk Semut. Pada penelitian ini akan difokuskan pada tanaman hasil explorasi di blok Waru-waru. Sebelum dijadikan koleksi kebun, tanaman hasil ekplorasi membutuhkan proses adaptasi terhadap lingkungan baru yang dinamakan tahap aklimatisasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tahapan aklimatisasi dan persentase tanaman yang hidup. Proses aklimatisasi terdiri dari penentuan lokasi tanam, penyiapan media tanam, perlakuan khusus untuk tanaman dengan stress tinggi dan pemindahan pada lokasi dan media tanam baru. Berdasarkan hasil monitoring diketahui bahwa persentase tanaman hidup adalah sebesar 74,28 %. Kata kunci: Aklimatisasi, Pulau Sempu, Kebun Raya Purwodadi PENDAHULUAN Pulau Sempu merupakan kawasan Cagar Alam dengan luas area mencapai 877 ha. Penetapan kawasan Cagar Alam pada tahun 1928 didasarkan karena pulau ini memiliki kondisi alam yang khas meliputi keanekaragaman ekosistem dan hayati yang ditujukan khusus untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan. Letak kawasan Cagar Alam Pulau Sempu di perairan Samudera Indonesia yang secara administratif masuk ke dalam desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pulau Sempu memiliki empat tipe ekosistem dimana setiap tipenya memiliki perbedaan dan ciri tersendiri. Tipe Ekosistem yang ada di pulau Sempu meliputi ekosistem hutan mangrove, hutan pantai, hutan tropis dataran rendah dan danau [1]. Kebun Raya Purwodadi adalah salah satu lembaga dibawah pengawasann LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan merupakan salah satu cabang dari Kebun Raya Bogor. Tugas pokok dari Kebun Raya Purwodadi adalah menjalankan fungsi dari konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan dan rekreasi. Ciri khas dari Kebun Raya Purwodadi adalah memiliki unit registrasi,dimana unit registrasi ini berfungsi sebagai bank data dari semua tanaman,baik dari awal setelah explorasi flora, aklimatisasi, pemeliharan tanaman koleksi, penjualan tanaman, herbarium tanaman dan koleksi biji. Untuk saat ini Kebun Raya Purwodadi sudah mengkoleksi kurang lebih jenis tanamann [2]. Kebun Raya Purwodadi merupakan salah satu kawasan konservasi ex-situ tumbuhan dataran rendah beriklim kering [3]. Luas lahan Kebun Raya Purwodadi sekitar 85 ha, berada pada ketinggian 300 m dpl dengan topografi datar sampai bergelombang. Rata-rata curah hujan per tahun 2366 mm dengan bulan basah antara bulan November dan Maret dengan suhu berkisar antara C [2]. Kebun raya ini sendiri memiliki research unggulan salah satunya melakukan inventarisasi atau kajian biodiversitas khususnya di pulau-pulau kecil. Eksplorasi pulau kecil yang telah dilakukan adalah pulau Moyo dan pulau 183

2 Bawean. Eksplorasi di Pulau Sempu ini dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun. Pada tahun pertama (tahun 2015) dilakukan eksplorasi di dua area berbeda, yaitu blok Waru-waruu dan blok Teluk Semut. Pada penelitian ini akan difokuskan pada tanaman hasil explorasi di blok Waru-waru. Sebelum dijadikan koleksi kebun, tanaman hasil ekplorasi membutuhkan proses adaptasi terhadap lingkungan baru yang dinamakan tahap aklimatisasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tahapan aklimatisasi dan persentase tanaman yang mampu bertahan hidup. METODOLOGI Kegiatan aklimatasi dan monitoring dilakukan di area rumah kaca dan pembibitan Kebun Raya Purwodadi selama 4 bulan (mulai bulan Mei 2015 hingga Oktober 2015). Proses aklimatisasi dilakukan setelah tanaman hasil explorasi telah sampai di Kebun Raya. Tanamann diberi label baru yang berisi kode kolektor, nomor registrasi, nama jenis, nama lokal, Familia dan lokasi ditemukan. Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan studi literatur untuk mengetahui bagaimana tahapan aklimatisasi tersebut berlangsung. Proses monitoring aklimatisasi dilakukan sebanyak dua kali, periode pertama 2 BST (bulan setelah tanam) dan periode kedua 4 BST. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, buku catatan, label, luxmeter, ph meter, thermother, higrometer dan kamera. Parameter yang diamati meliputi tahapan aklimatisasi, persentase jumlah tanaman yang hidup dan faktor lingkungan meliputi intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan ph tanah Rumus persentase tanaman yang hidup dihitung menggunakan rumus di bawah ini: Jumlah tanaman hidup Jumlah tanaman awal 100 % HASIL DAN PEMBAHASAN Proses aklimatisasi merupakan tahap yang penting karena mempengaruhi persentase tanaman yang hidup. Tahap aklimatisasi sendiri menurut Trimanto [4] adalah perlakuan khusus untuk mengondisikan material hasil eksplorasi agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Tahap pertama pada aklimatisasi adalah menentukan lokasi tanam. Penentuan lokasi tanam bertujuan agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Lokasi yang dipilih harus memiliki kriteria seperti cukup naungan dan dekat dengan sumber air. Lokasi yang cukup tenaungi akan menghindari intensitas cahaya yang berlebih dan memberi cukup kelembapan bagi tanaman. Dalam penelitian ini, tahap aklimatisasi berlokasi di rumah kaca dan pembibitan yang telah diberi paranet. Tahap aklimatisasi selanjutnya adalah memilih media tanam sesuai dengan habitat asli dan jenis tanaman. Untuk tanaman epifit seperti suku Orchidaceae, Schizaeaceae, Asclepidaceae, media tanamnya menggunakan pakis yang diletakkan di dinding rumah kaca, kemudian untuk tanaman herba bersukuu seperti Piperaceae, Zingiberaceae, Araceae diletakkan pada wadah media pot tanah dan diletakkan di dalam rumah kaca dengan intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi, sedangkan tanaman pohon atau semak seperti suku seperti Meliaceae, Arecaceae dan Euphorbiaceae ditanam pada media bak pasir besar. Untuk tanaman yang memiliki potensi stress tinggi seperti tanaman pohon dan semak maka harus diberi perlakuan khusus. Pada tahap aklimatisasi ini, perlakuan khusus yang diberikan adalah pemberian sungkup plastik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi transpirasi yang secara berlebihan terjadi sehingga kelembapan tetap terjaga dan mencegah tanaman mengalami stress. Tahap aklimatisasi yang terakhir adalah memindahkan tanaman pada lokasi atau media tanam baru. Pemindahan tanaman ke lokasi baru ini bertujuan agar tanaman bisa beradaptasi dengan lingkungan aslinya. Pada penelitian ini tanaman hasil perlakuan penyungkupan setelah 2 bulan dipindahkan ke lokasi pembibitan yang telah diberi paranet dan media polibag yang berisi campuran tanah, ketel dan sekam dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Pemberian paranet bertujuan untuk menghindari tanaman mengalami stress akibat intensitas cahaya yang berlebih. Proses ini dilakukan selama 2 bulan lamanya sebelum tanamann siap ditanam di area kebun. Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan selama 4 bulan dapat diketahui perolehan tanaman hasil explorasi Pulau Sempu blok Waru-waru mengalami penurunan jumlah calon tanaman koleksi (tabel 1). 184

3 Tabel 1. Hasil monitoring tahap aklimatisasi Monitoring/waktu Jumlah tanaman hidup Mati Persentase tanaman hidup I (2 BST) II ( 4 BST) % % Keterangan: BST Bulan setelah tanam Dari data tabel 1 diketahui terjadi penurunan persentase tanaman yang hidup, dari hasil monitoring pertama diketahui persentase awal sebesar 91,90% dari jumlah tanaman yang hidup sebesar 579 dengan jumlah tanaman mati sebanyak 51 tanaman. Sedangkan setelah monitoring kedua diketahui persentase menurun kurang lebih sekitar 20 % menjadi 74,28 % dari jumlah tanaman hidup sebesar 468 dengan jumlah tanaman mati sebanyak 162. Tabel 2. Persentase tanaman yang hidup Perlakuan Monitoring I ( 2 BST) Penyungkupan Media pakis Media pot Paranet-polibag Keterangan: BST bulan setelah tanam 91,34 % % 100 % 92,31 % 84,78 % - 71,48 % Monitoring II (4 BST) Lokasi Pembibitan Berdasarkan data tabel 2 diketahui bahwa pada monitoring pertama (I), persentase tanaman yang hidup pada semua perlakuan adalah tinggi berkisar 91,4 % hingga 100 %. Pada perlakuan penyungkupan dan media pot sedikit terjadi penurunan persentase tanaman yang hidup. Jenis- beradaptasi jenis tanaman yang tidak mampu (tanaman mati seluruhnya) meliputi: Melati laut Jasminum multiflorum sebanyak 5 stek, bibit Cynometra ramiflora sebanyak 15 bibit, Piper sp. sirih dan Paku-pakuan masing-masing 1 bibit dan 1 rimpang. Penurunan sendiri terjadi dikarenakan tanaman dalam perlakuan tersebut tidak mampu beradaptasi dan mengalami strees. Kebanyakan tanaman dalam perlakuan mengalami mati akar atau kering batang, menurut Slamet (2011) dalam [5] salah satu faktor penentukan keberhasilan aklimatisasi adalah perakaran. Pemilihan tanaman untuk stek yang kurang baik berakibat akar tidak cukup kemampuan untuk tumbuh karena kehabisan cadangan energi pada tanaman. Hal tersebut penyebab tanaman stek kering dan mati. Menurut Yulistyani et al [6], pada awal pertumbuhan stek hanya memanfaatkan cadangann makanan yang terdapat di dalam bahan stek dalam jumlah yang terbatas. Stek yang berasal dari bagian pangkal batang memiliki persentase stek hidup yang lebih tinggi dibandingkan stek yang berasal dari bagian pucuk batang. Cadangan makanan pada bahan stek dibutuhkan untuk pembentukan akar yang merupakan salah satu indikator keberhasilan tumbuh dalam penyetekan. Sedangkan pada monitoring kedua (II) terjadi penurunan persentase tanaman hidup yang drastis pada perlakuan paranet-polibag, diikuti media pot. Pada perlakuan paranet polibag terjadi pemindahan tanaman pada lokasi dan media baru. Perubahan kondisi yang drastis ketika perlakuan penyungkupan di rumah kaca dengan perlakuan paranet dan polibag menyebabkan banyak tanaman tidak dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan baru tersebut (tabel 3 tentang faktor lingkungan). Untuk mengantasi tingginya angka kematian tanaman maka pada lokasi pembibitan tersebut masih diperlukan perlakuan pelepasan sungkup secara bertahap sampai tanaman dapat beradaptasi dengan baik. Untuk media pot, belum diketahui secara pasti penyebab tingginya jumlah tanaman yang mati. jenis-jenis tanamann yang kering tersebut umumnya jenis dari Piper serta tanaman yang berumbi atau melakukan dormansi seperti Nirvelia dan Zingerberacae (Jahe-jahean). 185

4 Pemilihan bibit untuk ditanam sangatlah penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Dalam monitoring pertamaa diketahui banyak tanaman yang tidak tumbuh akarnya. Hal ini diduga karena pemilihan bibit tanaman yang digunakan tidak sesuai. Menurut Nurwadhani [7], batang yang masih muda memiliki kandungan karbohidrat rendah tetapi hormonnya cukup tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tunas tumbuh lebih dahulu dari akar. Maka dari itu sering terjadi kegagalan. Tabel 3. Faktor lingkungan Perlakuan Suhu ( 0 C) Penyungkupan 29,1 Media Pot 27,4 Media Pakis 28,03 Paranet-polibag 27,4 Kontrol 29,9 Kelembaban (%) ph Intensitas cahaya (lux) 73 6,6 3403,1 72 5,4 357, ,3 71 5,3 2014,6 65 5, Lokasi Pembibitan Kebun Hasil pengamatan faktor lingkungan menunjukkan bahwa perlakuan aklimatisasi dapat mengurangi sinar matahari berlebih yang diterima oleh tanaman (tabel 3). Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai intensitas cahaya pada perlakuan yang lebih rendah dibandingkan di kebun. Nilai intensitas cahaya yang rendah pada perlakuan media pot dikarenakan media pot berada dibawah bak semai pasir sehingga hanya sedikit sinar cahaya yang masuk. Hasil yang berbeda didapatkan pada perlakuan penyungkupan. Pada perlakuan ini diketahui memiliki suhu dan kelembaban paling tinggi. Nilai suhu udara pada perlakuan penyungkupan mendekati di kebun. Hal tersebut dikarenakan udara panas di dalam sungkup tertahan lapisan plastik. Proses itu juga yang mengakibatkan udara di sekitarnya menjadi lembab. Menurut penjelasan Iswandi [8] perlakuan penyungkupan diketahui dapat mengurangi intensitas cahaya yang berlebih sehingga mencegah kerusakan klorofil daun. Selain itu, perlakuan ini dapat menjaga kelembapan sehingga mengurangi transpirasi yang berlebih serta menjaga proses metabolisme tanaman tetap optimal. Media perlakuan aklimatisasi memiliki ph berkisar antara Menurut penjelasan Pracaya [9], ph media tumbuh yang optimal untuk tanaman budidaya (pada mangga) berkisar antara Media tanam pada ph di atas 7.0 menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang optimal. Berdasarkan penjelasan Irawanto et al [10] tentang kegiatan konservasi yang bertujuan untuk menyelamatkan tumbuhan dari kepunahan dan diketahuinya tingginya tingkatt kepunahan dan endemisitas di Pulau Sempu [11] maka diperlukan peningkatkan secara berkelanjutan prosedur aklimatisasi untuk mendukung konservasi tumbuhan secara eksitu khususnya kawasan dataran rendah. Rekomendasi yang dihasilkan penelitian ini adalah menerapkan perlakuan pelepasan sungkup secara bertahap sampai tanaman dapat beradaptasi dengan baik, baik di rumah kaca maupun pembibitan. KESIMPULAN Proses aklimatisasi terdiri dari empat tahap meliputi penentuan lokasi tanam, pemilihan media tanam, perlakuan khususs untuk tanaman yang memiliki tingkat strees yang tinggi dan pemindahan pada lokasi atau media tanam baru. Persentase tanaman hidup pada tahap aklimatisasi sebesar %. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Panitia Nasional Ke-2 FMIPA Universitas Negeri Malang 2015 serta Tim 1 Eksplorasi Sempu 2015 (Blok Waru-waru) Kebun Raya Purwodadi yaitu Rony Irawanto, Deden Mudiana, Esti Endah Ariyanti, Siti Nurfadilah, Sumadji dan Mochammad Yunus DAFTAR PUSTAKA [1] Dephut.2015.Ekosistem pulau sempu. NSI/JATIM/CAGARALAM_SEMPU.HTML (Diakses pada September 2015) 186

5 [2] Lestarini,W., Matrani, Sulasmi, Trimanto, Fauziah, A.P. Fiqa An alphabetical list of plant species cultived in the purwodadi botanic garden.purwodadi Botanic Garden, Purwodadi. [3] Yulia, N.D Evaluasi Flowering Time Bunga Anggrek (Koleksi Kebun Raya Purwodadi). Berk. Penel. Hayati 14: [4] Trimanto Acclimatization of Plant Collection from East Nusa Tenggara Exploration (Egon Forest, Mutis Mount, and Camplong Park) at Purwodadi Botanic Garden. Journal of Biological Researches 19: [5] Trimanto Aklimaisasi tumbuhan hasil eksplorasi dan perbanyakan tanaman unit seleksi dan pembibitan kebun raya purwodadi. Prosiding Seminar Nasional X Pendidikan Biologi. FKIP UNS. [6] Yulistyani et al pengaruh Jenis stek batang dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit tanaman ara (Ficus carica L.). Fakultas pertanian, Universitas padjadjaran. [7] Nurwadhani, P Teknik pembibitan tanaman dan produksi benih.jilid 1 untuk SMK.Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. [8] Iswandi Penangkaran Benih Kopi SE yang Berkualitas penangkaran-benih-kopi-se-yangberkualitas.html. Edisi [9] Pracaya Bertanam Mangga: Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. [10] Irawanto, R., Rahadiantoro, A., Mudiana, D Keberadaan koleksi tumbuhan Kebun Raya Purwodadi asal Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur. [11] Sulistyowati, H. Analisis Flora Cagar Alam Pulau Sempu, Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Dasar 9 (1):