BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi makanan Definisi Sanitasi Makanan Makanan atau food didefinisikan sebagai sesuatu yang boleh dimakan oleh manusia atau hewan untuk membantu proses pertumbuhan dan membantu supaya kekal hidup. Makanan juga merupakan sumber energi satu-satunya bagi manusia (Slamet, 2007). Makanan yang baik penting untuk pertumbuhan maupun untuk mempertahankan kehidupan. Makanan memberikan energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan, untuk bekerja, dan memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit (Adams dan Motarjemi, 2004). Makanan juga bukan saja bermanfaat bagi manusia, tetapi makanan juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karena itu, perlu dijaga sanitasi makanan bagi mendapatkan keuntungan maksimum dari makanan (Slamet, 2007). Menurut Mukono (2004), sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan, misalnya penyediaan tempat sampah agar sampah tidak dibuang sebarangan. Sanitasi makanan pula adalah upaya untuk menjamin kualitas makanan dalam mencegah kontaminasi dan penyakit bawaan makanan (Smith, 2008). Menurut Mukono (2004) lagi, pengelolaan makanan yang higienis ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: a. Faktor lingkungan 1) Bangunan dan lokasi 2) Peralatan dan perabotan kerja untuk proses pengelolaan 3) Fasilitas sanitasi

2 b. Faktor manusia 1) Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang dipakai 2) Pengetahuan yang dimiliki 3) Sikap atau pandangan hidup 4) Perilaku atau tindakan yang biasa c. Faktor makanan 1) Pemilihan bahan makanan 2) Pengelolaan makanan 3) Penyimpanan makanan jadi 4) Pengangkutan makanan 5) Penyajian makanan Prinsip Sanitasi Makanan Sanitasi makanan dapat ditingkatkan melalui sejumlah tindakan umum. Tindakan umum yang terpenting dirumuskan oleh World Health Organization (WHO, 2004) sebagai kumpulan lima langkah dalam pengelolaan sanitasi makanan yaitu: 1.Penggunaan bahan makanan mentah dan sumber air yang bersih. Konsumen perlu mengetahui produk bahan mentah apa yang mempunyai resiko yang tinggi dalam menyebabkan penyakit bawaan makanan. Contoh bahan mentah adalah seperti ikan, daging dan telur mentah. Makanan ini perlulah dipilih dengan berhati-hati. Bahan makanan mentah ini bisa dinilai samada masih bisa digunakan atau tidak dengan cara melihat warna dan bau (WHO, 2004). Daging mudah sekali rusak karena mikroba. Kerusakan pada daging dapat dikenal karena tanda-tanda seperti adanya perubahan bau menjadi tengik atau bau busuk, terbentuknya lendir, adanya perubahan warna dan adanya perubahan rasa menjadi asam. Di samping daging, ikan juga mudah sekali rusak karena serangan mikroba. Tanda-tanda kerusakan ikan karena mikroba adalah seperti adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk lainnya, terbentuknya lendir pada permukaan ikan, adanya perubahan warna, yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat dan adanya perubahan daging ikan menjadi tidak kenyal lagi (BPOM, 2002).

3 Warna tidak bisa dijadikan patokan dalam menentukan apakah bahan makanan mentah itu masih bisa digunakan atau tidak. Seeloknya dilihat dari tempoh berlaku suatu produk makanan itu. Jika tidak dapat menilai dengan benar dan masih diragui samada bahan makanan mentah ini masih bisa digunakan atau tidak, seeloknya bahan makanan ini dibuang bagi menghindar dari terjadinya kontaminasi. Sumber air yang baik juga mempengaruhi sanitasi suatu makanan. Oleh itu, Sebaiknya air yang bersih digunakan sepanjang pengelolaan makanan (WHO, 2004). 2. Penjagaan makanan supaya sentiasa bersih. Konsumen sebaiknya mempraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air terutama sebelum dan selepas mengelola makanan, sebelum dan selepas makan, dan juga sebelum dan selepas ke kamar mandi. Alat yang digunakan untuk memasak dan juga pengelolaan makanan sebaiknya dicuci juga bagi mengelakkan pertumbuhan mikroorganisme yang suka berkembang biak pada suhu kamar dan di tempat yang lembab (WHO, 2004). 3. Pengasingan makanan yang mentah dan yang sudah dimasak. Alat yang digunakan untuk mengendalikan bahan makanan mentah juga sebaiknya diasingkan dari alat yang digunakan pada bahan makanan yang siap. Tujuan pengasingan ini adalah bagi mengelakkan makanan mentah yang terkontaminasi dari menular ke bahan makanan yang sudah siap dimasak (WHO, 2004). 4. Memasak dengan sempurna. Memasak pada suhu dan jangka waktu yang betul bisa membunuh mikroorganisme yang terdapat pada suatu bahan makanan mentah. Jangka waktu dan suhu yang betul bervariasi tergantung pada tipe makanan (WHO, 2004). 5. Penyimpanan makanan di tempat yang selamat. Mikroorganisme biasanya berkembang biak dengan cepat pada suhu 40 F- 140 F. Suhu yang dingin hanya bisa melambatkan pertumbuhan mikroorganisme tapi tidak bisa membunuhnya. Maka dengan penyimpanan yang betul bisa mengurangkan resiko berlakunya penyakit bawaan makanan(who, 2004).

4 Meskipun Five Keys to Safer Food diterapkan dengan seimbang dalam seluruh aktivitas penyiapan makanan, usaha katering berskala besar merupakan pekerjaan yang lebih rumit dibandingkan dengan penyiapan makanan langsung untuk konsumsi keluarga dan memerlukan lebih banyak aturan yang rinci. Kegiatan ini mencakup penyiapan makanan dalam jumlah besar untuk lebih banyak orang, terutama dengan menggunakan pekerja yang dibayar, dengan ruangan dan perlatan yang khusus (Adams dan Motarjemi, 2004). Usaha ini menjadi penting karena semakin banyak orang yang mengkonsumsi makanan yang disiapkan diluar rumah, di tempat kerja, di rumah sakit, tempat pendidikan,atau di pertemuan sosial dan lain-lain. Jika praktik higienis yang baik tidak berhasil dilakukan, konsekuensi yang terjadi jauh lebih serius dalam jumlah orang yang terkena. Aturan-aturan praktik higienis yang baik dalam penyiapan makanan berkaitan terutama dengan tiga area yang berbeda (Adams dan Motarjemi, 2004): 1.Faktor-faktor fisik: bangunan dan peralatan Syarat pertama adalah bahwa lingkungan kerja harus memiliki pencahayaan yang baik, ventilasi yang baik dan rapi karena ini akan mendorong praktik kerja yang baik dan meningkatkan keamanan makanan. Lingkungan kerja juga harus bersih dan mudah dibersihkan (Adams dan Motarjemi, 2004). Syarat kedua pula adalah peralatan yang digunakan haruslah dibersihkan sebelum dan selepas penggunaan. Sebagai contoh kain lap. Lap yang digunakan untuk membersihkan dapat dengan cepat mengandung sejumlah besar populasi mikroorganisme. Maka lap itu harus selalu diganti setiap hari dan direbus sebelum digunakan kembali. Sama halnya dengan peralatan masak, yang harus tepat penggunaannya, dipelihara dengan baik, dan diperiksa dengan teratur untuk memastikan bahwa alat tersebut berfungsi dengan baik (Adams dan Motarjemi, 2004). 2. Faktor-faktor operasional: penanganan makanan secara higienis Sebahagian besar penanganan makanan secara higienis berkaitan dengan pengaturan suhu yang tepat untuk mengontrol mikroorganisme, menghindari suhu yang memungkinkan pertumbuhan mikroba, jika perlu, memastikan bahwa suhu

5 suhu cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme (Adams dan Motarjemi, 2004). 3. Faktor-faktor personal: higiene dan pelatihan personal Penjamah makanan seringkali menjadi sumber utama kontaminasi. Berikut beberapa praktik higienis yang perlu diikuti. Sebagai contoh, tangan harus selalu dicuci dengan teratur memakai sabun dan air yang bersih, tetapi khususnya sebelum mengolah makanan, setelah menggunakan kamar mandi, dan setelah memegang bahan mentah atau sampah makanan. Carta aturan mencuci tangan yang betul juga seharusnya ditempel di tempat mencuci tangan agar bisa menjadi pedoman kepada penjamah makanan tentang langkah-langkah mencuci tangan yang betul. Akan lebih mudah untuk menjaga kebersihan tangan jika kuku jari penjamah makanan pendek dan perhiasan makanan dilepaskan saat mengolah makanan karena kotoran dapat tersangkut di bawahnya dan sulit dibersihkan (Adams dan Motarjemi, 2004). Penjamah makanan juga jangan sampai batuk ditangan mereka atau menyentuh rambut, hidung atau mulut saat mengolah makanan tanpa mencuci makanan setelahnya. Jika makanan harus ditangani oleh seseorang yang kulitnya berbintik-bintik, berlesi atau lukanya terinfeksi, luka tersebut harus ditutup dengan kain yang tahan air. Seeloknya penjamah makanan memakai sarung tangan saat menangani makanan (Adams dan Motarjemi, 2004). Banyak aturan dasar pada sanitasi makanan yang sudah dianggap sebagai bagian dari kebiasaan, tetapi alasan penting dalam hal keamanan makanan seringkali tidak begitu jelas dan ini menyebabkan berlakunya kekeliruan akibat ancaman terhadap keamanan makanan. Untuk masyarakat umum, pendidikan dasar tentang sanitasi makanan dapat berfokus pada Five Keys to Safer Food, tetapi pelatihan yang lebih rinci diperlukan penjamah makanan dalam usaha katering berskala besar (Adams dan Motarjemi, 2004). Berdasarkan penelitian di Ghana, pedagang makanan mendapat skor yang sedikit yaitu sebanyak 16,5% terhadap perilaku sanitasi makanan. Hasil ini diambil sebelum pedagang makanan mendapat bimbingan dan penyuluhan yang khusus. Akan tetapi selepas mendapat bimbingan dan penyuluhan yang cukup

6 dan lebih rinci, data statistik menunjukkan peningkatan skor terhadap perilaku sanitasi makanan pada pedagang makanan yaitu dari 16,5% menjadi 60,5% (Donkor et al., 2009) Penyakit Bawaan Makanan Definisi Penyakit Bawaan Makanan Menurut World Health Organization (WHO, 2004), penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agen-agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi Epidemiologi Penyakit Bawaan Makanan Di negara-negara industri, setiap tahun, sebanyak 30% dari populasinya terkena penyakit bawaan makanan. Sebanyak 2,1 juta orang akan mati akibat dari penyakit diare, terutama anak-anak di negara-negara yang kurang berkembang. Contohnya di Amerika Serikat (AS), terdapat 76 juta kasus penyakit bawaan makanan yang dilaporkan; yang masuk ke rumah sakit manakala kematian dianggarkan setiap tahun (WHO, 2006). Di negara-negara berkembang pula, beban ini semakin bertambah pada populasi yang tinggal di negara-negara ini dan dengan sistem pelaporan yang buruk atau tidak ada sama sekali pada kebanyakan negara berkembang ini, data statistik yang bisa diandalkan tentang penyakit ini tidak tersedia sehingga besaran insidensinya tidak dapat diperkirakan (WHO, 2006). Bedasarkan hasil perkiraan memang berlainan, tetapi umumnya dipercaya bahwa di negara berkembang kurang dari sepuluh persen atau bahkan hanya satu persen kasus penyakit bawaan makanan yang pernah masuk dalam laporan statistik resmi. Di negara dengan sumber daya terbatas, kasus yang tidak dilaporkan mungkin lebih besar, dengan kemungkinan kurang dari 1% yang dilaporkan. Penyelidikan di beberapa negara menunjukkan bahwa faktor yang tidak dilaporkan mencapai 350 dalam beberapa kasus (Adams dan Motarjemi, 2004).

7 Jenis Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan ini terdiri dari tiga kategori yaitu, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk parasit yang menginvasi dan bermultiplikasi dalam tubuh, penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berkembang biak di saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimiawi yang beracun atau mengandungi toksin alami atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi (Sockett, 2001). Umumnya kebanyakan kasus penyakit bawaan makanan ini adalah disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri patogen, virus atau parasit yang terdapat dalam makanan yang terkontaminasi. Negara berkembang diserang oleh beragam jenis penyakit bawaan makanan seperti penyakit Kolera, Kampilobakteriosis, gastroenteritis E.coli, Salmonelosis, Shigelosis, demam tifoid dan paratifoid (WHO, 2006) Etiologi Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan umumnya disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi. Makanan bisa terkontaminasi dengan pelbagai cara. Ada juga produk makanan yang sudah mengandung bakteri atau parasit. Mikroorganisme ini bisa menyebar saat proses pembungkusan jika produk makanan ini tidak diurus dengan baik. Kegagalan untuk memasak dan menyimpan makanan dengan baik juga bisa menyebabkan kontaminasi pada makanan (WHO, 2006). Kontaminasi E.coli dan patogen lain dari tinja yang sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya kontaminasi materi tinja pada makanan. Akibatnya, semua patogen yang penularannya diketahui terjadi melalui fekal-oral misalnya rotavirus dapat ditularkan melalui makanan (WHO, 2006). Makanan dapat terkontaminasi oleh beberapa hal termasuklah mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor, memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan, makanan mentah dengan matang disimpan bersama-sama,

8 makanan dicuci dengan air kotor, makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya dan makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan hewan perusak seperti tikus dapat menjangkaunya (Slamet, 2007) Bakteri merupakan penyebab paling umum bagi penyakit bawaan makanan. Di United Kingdom pada tahun 2000, persentase bakteri yang dijumpai dalam kasus penyakit bawaaan makanan ini adalah seperti berikut: Campylobacter jejuni 77.3%, Salmonella 20.9%, Escherichia coli O157:H7 1.4%, dan bakteri yang lain adalah kurang dari 0.1% Patogenesis Penyakit Bawaan Makanan Setelah makanan terkontaminasi dengan agen tertentu, apabila seseorang mengkonsumsi makanan tersebut, agen tersebut akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan yang dikonsumsi. Tempoh antara saat konsumsi makanan terkontaminasi dengan timbulnya gejala yang pertama dipanggil waktu inkubasi (Anonymous, 2007). Waktu inkubasi ini bervariasi dari jam ke hari tergantung agen penyebab dan jumlah makanan terkontaminasi yang dikonsumsi. Dalam tempoh waktu inkubasi, mikroorganisme akan melalui lambung untuk masuk ke dalam usus, kemudian menempel pada lapisan sel yang melapisi dinding usus dan mula berkembang biak di sana. Ada juga mikroorganisme yang tinggal di usus, menghasilkan toksin yang kemudiannya di absorbsi masuk ke aliran darah. Gejala yang timbul tergantung pada agen penyebab (Anonymous, 2007). Jika gejala pertama timbul dalam tempoh 1-6 jam setelah konsumsi makanan terkontaminasi itu, kemungkinan agen penyebabnya adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau bahan kimiawi yang beracun. Gejala akibat dari infeksi bakteri umumnya lambat kelihatan karena bakteri memerlukan masa untuk bermultiplikasi. Biasanya gejala ini akan terpapar setelah jam setelah seseorang mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi. Bakteri Salmonella contohnya, mempunyai masa inkubasi selama jam selepas makanan dikonsumsi (Slamet, 2007).

9 Gejala Penyakit Bawaan Makanan Gejala yang timbul bagi penyakit bawaan makanan adalah bervariasi tergantung kepada agen penyebabnya. Tapi umumnya, gejala yang timbul bagi penyakit bawaan makanan ini termasuk rasa mual, nyeri abdominal, muntah, diare, gastroenteritis, demam, nyeri kepala atau kelelahan (fatigue). Gejala penyakit bawaan makanan ini bisa menyebabkan masalah kesehatan yeng permanen atau bisa juga menyebabkan kematian terutama pada orang yang berisiko tinggi seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan janinnya, orang tua, dan orang lain yang mempunyai sistem imun tubuh yang lemah (Anonymous, 2007 ). Campylobacter sp dan Salmonella sp merupakan bakteri patogen yang bisa menyebabkan demam, diare dan ketegangan otot abdominal (abdominal cramp). Akan tetapi pada pasien yang mempunyai sistem imun yang lemah, Salmonella sp akan menginvasi sirkulasi darah dan menyebabkan infeksi yang bersifat fatal. Bakteri E.coli pula bisa menimbulkan gejala seperti diare berdarah dan juga ketegangan otot abdominal yang disertai dengan nyeri (painful abdominal cramp) (Anonymous, 2007) Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan ini bisa dicegah terutama dengan cara meningkatkan keamanan makanan melalui sejumlah tindakan umum. Tindakan umum yang terpenting dirumuskan oleh WHO sebagai kumpulan Five Keys to Safer Food. Aturan ini memberikan pedoman bagi masyarakat umum tentang prinsip-prinsip penting dalam penyiapan makanan yang aman (Adams dan Motarjemi, 2004) Komplikasi Penyakit Bawaan Makanan Beberapa infeksi bawaan makanan ini dapat menimbulkan komplikasi serius yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, ginjal, persendian, pernapasan, dan sistem imun. Diantara kelompok-kelompok yang rentan, efek kesehatan ini mungkin menjadi lebih serius lagi. Sebagai contoh, penyakit bawaan makanan yang disebabkan oleh Shigella bisa menyebabkan demam tinggi dan kejang.

10 Abses pada saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi Shigella dan Salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada usus dan bias membawa kepada peritonitis (Lindsay, 1997). E.coli juga bisa menyebabkan komplikasi seperti Sindroma Uremik Hemolitik (Hemolytic Uremic Syndrome). Sindroma ini muncul beberapa minggu setelah gejala yang pertama akibat dari infeksi E.coli ini muncul. Sindroma ini terdiri dari simtom triase yaitu gagal ginjal akut, trombositopeni dan anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia). Hal ini sangat berbahaya dan bisa mengancam nyawa. Gagal ginjal akut adalah salah satu dari penyebab utama kematian yang utama pada anak dan trombositopeni pula adalah salah satu dari penyebab kematian utama pada dewasa (Lindsay, 1997). Serangan berulang penyakit bawaan makanan dapat menyebabkan malnutrisi yang memberikan dampak serius terhadap pertumbuhan dan sistem imun bayi dan anak. Bayi yang resistensinya terganggu menjadi lebih rentan terhadap penyakit lain termasuk infeksi napas dan selanjutnya akan terjebak dalam lingkaran setan malnutrisi serta infeksi. Banyak bayi dan anak tidak dapat bertahan dalam keadaan ini. Setiap tahun, terdapat juta balita yang meninggal dunia akibat efek yang berkaitan dengan malnutrisi dan infeksi (WHO, 2006) Perilaku Definisi Perilaku Perilaku merupakan reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku juga merupakan hasil dari proses adaptasi seseorang terhadap faktor lingkungannya (Notoatmodjo, 2007) Pengembangan Perilaku Menurut Lawrence Green (1993) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), dinyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku pula dibentuk oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong.

11 Faktor predisposisi (predisposing factors) ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi dan sebagainya. Faktor - faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2007). Faktor pendukung (enabling factors) pula mencakup ketersediaan saranaprasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Manakala faktor pendorong (reinforcing factor) pula merupakan sikap dan perilaku petugas yang memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2007) Domain Perilaku Menurut Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku manusia ini terbagi kepada tiga domain atau kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Namun dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran dalam hasil pendidikan kesehatan menjadi: 1.Pengetahuan (Knowledge) Maksud pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini dapat dilakukan menggunakan pancaindra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007): a. Tahu (know) Tahu bermaksud mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Akan tetapi, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah karena tahu adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

12 b. Memahami (comprehension) Memahami berarti suatu kemampuan menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi berarti sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari dalam suatu kondisi atau situasi yang sebenar. d. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponenkomponen tapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitan antara satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain memformulasikan suatu yang baru dari formulasi-formulasi yang sedia ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini pula didasarkan pada kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteriakriteria yang sedia ada. 2. Sikap (Attitude) Sikap bermaksud reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notatmodjo (2007), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan dan ide terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu: a. Menerima (receiving) Menerima berarti suatu subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

13 b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggungjawab Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. 3. Praktik atau tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Maka untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung. Menurut Notoatmodjo (2007), praktik ini juga mempunyai beberapa tingkatan, yaitu: a. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respons terpimpin (guided response) Respon terpimpin berarti dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. c. Mekanisme Mekanisme adalah praktik tingkat tiga yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu yang benar dengan otomatis atau telah menjadi kebiasaannya. d. Adopsi (adoption) Adaptasi atau adopsi merupakan suatu praktik tingkat akhir dimana tindakan atau praktik yang telah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit bawaan makanan (foodborne illness) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak yang pernah dijumpai di zaman ini. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah pengetahuan berasal dari kata dasar tahu yaitu paham, maklum, mengerti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Higiene Sanitasi Makanan Higiene adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Menurut Walgito (2002), pengetahuan (knowledge) adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT

BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT 2.1 Pengertian Cuci Tangan Menurut Dr. Handrawan Nadesul, (2006) tangan adalah media utama bagi penularan kuman-kuman penyebab penyakit. Akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Higiene dan Sanitasi Makanan 1. Pengertian Higiene dan Sanitasi Pengertian sanitasi makanan menurut Departemen Kesehatan adalah suatu pencegahan yang menitikberatkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IMUNISASI 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004). 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DIARE Diare adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses bayi encer dan atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari, kadang disertai muntah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Afifah Aqilah Abdul Malik Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 5 Maret 1988 Agama : Islam Alamat : 1-31-E, Lorong Indera Putera 3, Putra Villas, Kepala Batas, Pulau

Lebih terperinci

Kontaminasi Pada Pangan

Kontaminasi Pada Pangan Kontaminasi Pada Pangan Sanitasi Industri Nur Hidayat Materi Sumber-sumber kontaminasi Keterkaitan mikroorganisme dengan sanitasi Hubungan alergi dengan proses sanitasi 1 Sumber-sumber kontaminasi 1. Bahan

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Blum yang dikutip oleh Notoadmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit 1. Pengertian Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1998 Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Perilaku a. Pengertian Bloom (1980) dalam Mubarak et al (2006) berpendapat kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam manusia)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jalan fecal-oral, seperti diare. Diare didefinisikan sebagai buang air

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan saja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kualitas air minum merupakan penentu lingkungan yang sehat. Manajemen mutu air minum telah menjadi pilar utama pencegahan selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi protozoa usus adalah salah satu bentuk infeksi parasit usus yang disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin akan menimbulkan penyakit atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak sekolah Definisi anak sekolah menurut World Health Organization (WHO) yaitu golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak berusia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA mulut. 6) Bandeng presto merupakan makanan yan cukup populer sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bandeng Presto Jenis olahan bandeng presto adalah salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Feminine hygiene merupakan cara menjaga dan merawat kebersihan organ kewanitaan bagian luar. Salah satu cara membersihkannya adalah dengan membilas secara benar. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Imunisasi Tetanus Toksoid a. Pengertian Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit tertentu.sedangkan pengertian imunisasi Tetanus Toksoid adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini orang ingin melakukan segala sesuatu dengan cepat dan praktis, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan makan. Hal ini sangat menunjang keberadaan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kolostrum 2.1.1 Pengertian Kolostrum merupakan air susu yang keluar pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir, berwarna agak kekuningan lebih kuning dari ASI biasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, air, protein, lemak, serat, dan asam amino yang paling mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Mengkonsumsi sayuran hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang bergizi sangat penting untuk kebutuhan tubuh tetapi makanan yang aman atau terjamin mutunya juga sangat penting agar tidak merusak tubuh karena penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu kualitas makanan yang baik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan pendamping air susu ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping air susu ibu, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009(2) menyebutkan. (promotif), pencegahan penyakit(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009(2) menyebutkan. (promotif), pencegahan penyakit(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Blum yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare sering terjadi pada anak usia sekolah dan balita dimana angka kejadian diare merupakan penyakit utama yang kedua setelah flu rotavirus. Penyakit ini mempunyai

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diare a. Pengertian diare Penyakit diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah lima tahun (balita) dengan disertai muntah dan buang air besar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya higiene dan sanitasi rumah makan merupakan kebutuhan utama terhadap terwujudnya makanan dan minuman aman, oleh karena itu keadaan higiene dan sanitasi rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan papan. Makanan mengandung nilai gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci