II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, luas wilayah daratan Provinsi DKI Jakarta adalah 661,52 km 2, termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan lautan seluas 6.997,50 km 2. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif, yaitu Kotamadya Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km 2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km 2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km 2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km 2, dan Kotamadya Jakarta Timur dengan luas 187,73 km 2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km 2 (Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun ). Citra Satelit Landsat untuk wilayah DKI Jakarta disajikan pada Gambar 3 berikut. Gambar 3. Citra Satelit Landsat Tahun 2001 untuk Wilayah DKI Jakarta (Sumber: SARI (Satellite Assessment for Rice in Indonesia) Project BPPT, 2001). DKI Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter di atas permukaan laut. Hal ini mengakibatkan DKI Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan dataran tinggi yang dikenal dengan daerah Puncak, Bogor. DKI Jakarta dialiri oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten. Selain itu terdapat Kepulauan Seribu, yang merupakan kabupaten administratif, terletak di Teluk Jakarta. 6

2 Secara geografis DKI Jakarta terletak antara 5 19'12" 6 23'54" LS dan '42" '18" BT. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7 C - 34,0 C pada siang hari, dan suhu udara minimum berkisar 23,8 C -25,4 C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode curah hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73,0-78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik (Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun ). Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa curah hujan tinggi yang terjadi pada bulan Februari tahun 2007 terjadi karena pengaruh cold surge yaitu aliran monsoon trans-equatorial kuat yang mengalir dari belahan bumi utara dan faktor orografik. Ketika konveksi yang biasa terjadi di daratan akibat adanya pengaruh orografik pada sore hari, ditambah adanya aliran monsoon trans-equatorial kuat dari belahan bumi utara yang aktif pada waktu malam dan pagi dini hari bertemu, menimbulkan terjadinya aliran udara vertikal yang saling bersilangan, sehingga terjadi konveksi kuat di wilayah tersebut dalam waktu singkat. Aliran monsoon transequatorial ini memerankan faktor penting pada bentuk perulangan curah hujan tinggi di Pulau Jawa. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadi banjir besar di Jakarta tahun 2007 (Wu et al., 2007) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Obyek penelitian yang digunakan adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang berada di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). DKI Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.997,5 km²), dengan penduduk berjumlah jiwa (BPS, 2010). Megapolitan Jabodetabek mencakup wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang berpenduduk sekitar 23 juta jiwa, wilayah ini merupakan megapolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia. Sungai Ciliwung mengalir sepanjang 97 km, mempunyai cakupan area seluas 476 km 2, dan berlokasi di sebelah barat Pulau Jawa yang mengalir melalui dua propinsi yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sungai Ciliwung bersumber dari Gunung Mandala Wangi di Kabupaten Bogor dengan ketinggian m, sungai ini mengalir melewati beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Salak (2.211 m), Gunung Kendeng (1.364 m), dan Gunung Halimun (1.929 m), memotong dua kota Bogor dan Jakarta, sebelum akhirnya mengalir ke Laut Jawa (Tachikawa et al. (eds), 2004). Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sempit dan memanjang di mana upstream (hulu) sepanjang 17,2 km mempunyai lereng yang curam (slope 2 45%), 25,4 km di tengah mempunyai slope landai (2 15%), serta daerah downstream (hilir) sepanjang 55 km mempunyai slope yang sangat landai (0 2%). Rata-rata curah hujan tahunan mencapai mm dengan rata-rata limpasan tahunan sebesar 16 m 3 /s seperti yang terekam di Stasiun Pengamatan Ciliwung Ratujaya/Depok (231 km 2 ). Gambar 4 menunjukkan peta posisi stasiun pengamatan AWLR dan ARR di DAS Ciliwung, warna merah berarti alat telemetri tidak beroperasi sebaliknya warna hijau alat beroperasi dengan telemetri, dengan kondisi topografi, geografi, dan hidrologi seperti ini mengakibatkan Sungai Ciliwung sering meluap dan membanjiri beberapa bagian di kota Jakarta (Tachikawa et al. (eds), 2004). 7

3 Gambar 4. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan lokasi stasiun pengamatan aliran sungai Ciliwung (Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane). Pada saat curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung tinggi, dengan bentuk DAS yang panjang dan sempit serta lereng yang curam di daerah hulu hingga tengah, daerah limpasan yang sangat kecil karena padat penduduk serta banyak yang menetap di hilir, sehingga curah hujan yang terjadi pada waktu yang singkat di daerah atas dapat mengakibatkan banjir dan genangan di wilayah Jakarta. Kondisi ini semakin parah pada saat banjir yang terjadi diwaktu bulan purnama di mana gelombang laut tertinggi (Tachikawa et al. (eds), 2004). Tabel 1. Daftar Stasiun Pengamatan Hidrologi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung milik Departemen Pekerjaan Umum. No Nama Stasiun Stasiun ID Radio ID Letak Bujur (BT) Letak Lintang (LS) Elevasi (m) Sungai Stasiun 1 Cilember Ciliwung ARR 2 Katu Lampa Ciliwung AWLR 3 Ratu Jaya/Depok Ciliwung AWLR 4 Sugu Tamu Ciliwung AWLR 5 MT Haryono Ciliwung AWLR 6 Manggarai 101/ Ciliwung AWLR+ARR Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Pergerakan air dari lautan ke atmosfer dan kembali lagi ke lautan, kadangkadang melalui daratan, dikenal dengan istilah siklus hidrologi. Siklus/sistem hidrologi 8

4 merupakan perubahan dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain di alam yang terjadi dalam suatu siklus, atau bisa juga disebut siklus/daur air dalam berbagai bentuk seperti yang terlihat pada Gambar 5, meliputi proses evaporasi dari lautan dan badan-badan berair di daratan (misalnya: sungai, danau, vegetasi, dan tanah lembab) ke udara sebagai reservoir uap air, proses kondensasi ke dalam bentuk awan atau bentuk-bentuk pengembunan lain (embun, frost/ibun putih, kabut), kemudian kembali lagi ke daratan dan lautan dalam bentuk presipitasi (termasuk hujan). Selain proses evaporasi (termasuk transpirasi), kondensasi dan presipitasi, siklus ini juga mencakup proses transfer uap air, limpasan, dan peresapan tanah. Gambar 5. Siklus Hidrologi sebagai proses kontinyu di mana air berpindah dari daratan dan lautan ke atmosfer kemudian kembali lagi ke lautan melalui daratan (Triatmodjo, 2008). Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, dan hujan es. Virga adalah presipitasi yang pada mulanya jatuh ke bumi tetapi menguap sebelum mencapai permukaannya (Suryatmojo, 2006). Sejak perkembangannya dalam Perang Dunia II, radar telah menyediakan data di mana secara signifikan dapat lebih memahami tentang bagaimana presipitasi itu terbentuk (Collier, 1996). Hal ini dapat membawa perkembangan pada cara baru untuk melakukan peramalan cuaca ke depan untuk periode singkat. Semua radar cuaca terdiri dari pemancar (transmitter) yang menghasilkan radiasi elektromagnetik dari suatu partikel yang dikenal dan yang memberikan frekuensi. Radiasi ini terkonsentrasi pada suatu bidang pancar (beam) biasanya 1 0 atau 2 0 lebarnya dari antenna, dan juga menerima bagian dari bidang pancar yang disebarkan kembali oleh partikel hidrometeorologi. Sebuah penerima mendeteksi sebaran kembali dari radiasi, memperkuat dan mengubah sinyal gelombang mikro menjadi sinyal frekuensi rendah yang berhubungan dengan bagian dari partikel hidrometerologi tersebut (Collier, 1996). Gambar 6 memperlihatkan bahwa radiasi yang dipancarkan dari sebagian besar radar berupa pulse (denyut/pulsa), di mana sistem disinkronisasi dengan jam yang akurat dan rangkaian pulsa dibentuk dari perulangan frekuensi pulsa tertentu (Pulse Repetition Frequency/PRF). Kekuatan yang diteruskan atau diterima biasanya disimbolkan dengan db (decibels). 9

5 Radar echo diproduksi oleh fluktuasi presipitasi yang cepat. Kekuatan sinyal berubah dari satu pulsa ke pulsa berikutnya. Fluktuasi ini disebabkan oleh gerakan dari partikel presipitasi di dalam volume ruang yang diamati oleh bidang pancar (beam) radar pada semua jarak. Jika partikel tersebut bergerak, fase sinyal dari setiap partikel berubah, menghasilkan fluktuasi pada penerima radar (radar receiver). Gambar 6. Blok diagram dasar mekanisme kerja radar cuaca Doppler. Saat mulai bergerak, antena radar memancarkan sejumlah energi gelombang radio dalam waktu yang sangat singkat yang disebut pulsa. Setiap pulsa dipancarkan dalam waktu 0, detik dengan interval waktu sekitar 0,00019 detik. Gelombang radio yang bergerak di atmosfer memiliki kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, dengan merekam arah dari antena radar, arah objek dapat diketahui. Umumnya, makin baik objek dalam memantulkan gelombang radio, makin kuat pula gelombang radio yang dipantulkannya (echo). Informasi yang diterima ini akan diproses dalam interval waktu tadi (0,00019 detik) dan diulang hingga kali per detik, dengan memperhitungkan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang radio saat meninggalkan antena, mengenai objek dan dipantulkan kembali ke antena, maka jarak objek dari radar dapat diperhitungkan pula. Sinyal yang diterima radar kemudian akan diolah pengolah sinyal (signal processor) pada penerima dan menghasilkan suatu file RAW yang merupakan data biner yang mengandung pengamatan mengenai data curah hujan untuk satu kali sapuan radar. Untuk melakukan pembacaan, data RAW radar cuaca yang diperoleh untuk satu kali pengamatan dengan metode volume scan diubah menjadi format netcdf dengan terlebih dahulu melakukan standarisasi waktu pengamatan pada data tersebut. Data yang telah berubah tersebut diproses lebih lanjut dengan metode Cressman untuk memperoleh data CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) yang merupakan representasi data curah hujan pada setiap level ketinggian secara konstan. Setelah data CAPPI diperoleh, dilakukan konversi dan pemilihan data pada level ketinggian yang dibutuhkan. Konversi data dilakukan dengan menggunakan metode Marshall-Palmer untuk memperoleh intensitas curah hujan dalam satuan mm/jam. Pemilihan data sendiri dimaksudkan agar file data curah hujan yang diperoleh ukurannya tidak terlalu besar. CDR (C-band Doppler Radar) adalah salah satu radar cuaca milik BPPT yang memiliki frekuensi pancar 5,32 GHz, dan termasuk dalam rentang frekuensi C-band menurut standar IEEE, yaitu antara 4-8 GHz. Sebagai informasi, selain CDR Serpong, BPPT juga memiliki satu radar cuaca yang berlokasi di Padang. Radar cuaca Padang ini memiliki frekuensi pancar 9,7 GHz yang termasuk dalam rentang frekuensi X- band (8-12 GHz). 10

6 Spesifikasi teknis C-Band Doppler Radar (CDR) yang terpasang di Puspiptek, Serpong disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Spesifikasi Teknis C-Band Doppler Radar (CDR). Parameter Nilai Manufaktur Toshiba Electrical Company, Japan Tinggi Tower 10 m Diameter Antena 3 m Lebar Bidang Pancar 1,6 derajat Transmitter Peak Power 200 kw Jangkauan (default) 175 km (Surveillance Mode), 105 km (Volume Scan Mode) Resolusi 1 km (default) Frekuensi MHz Lebar Spektral 4 MHz Lebar Pulsa 1,0 microsec Pulse Repeatation Frequency (PRF) 840 MHz (Surveillance Mode), 1360 MHz (Volume Scan Mode) Rotasi Antena 5 rpm (default) Azimuth 360 derajat Elevasi 0,6 50 derajat Sistem Operasi Sun Solaris & Red Hat Enterprise Linux 5 Sistem Proses Data Radar Sigmet RVP8 + IRIS Radar/Analysis ver Data RAW Reflectivity, Doppler Velocity, Spectral Width Sumber: Website HARIMAU Indonesia ( Pemilihan frekuensi radar cuaca didasari oleh karakteristik objek yang diamati oleh radar itu sendiri. Panjang gelombang optimal yang digunakan untuk mengamati objek di atmosfer seperti tetes hujan, awan, salju, hujan es, atau kabut, berada dalam kisaran 1-10 cm. Makin pendek gelombang (yang berarti makin tinggi frekuensi pancarnya), makin kecil ukuran objek yang dapat diamati dan makin mudah pula gelombang tersebut diserap/dihamburkan di atmosfer. Radar cuaca yang memiliki frekuensi dalam rentang X-band/Ku-band umumnya sangat peka, tidak hanya untuk mendeteksi hujan, tetapi juga untuk mengamati partikelpartikel yang sangat kecil, misalnya awan, kabut atau salju. Namun karena gelombangnya lebih pendek, maka sinyalnya akan lebih mudah dijerab. Sehingga, biasanya radar dengan frekuensi tinggi ini hanya optimal untuk pengamatan jarak pendek saja. Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, khususnya JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi), hujan merupakan bentuk presipitasi yang paling dominan terjadi. Hail (hujan es) juga dapat terbentuk, walaupun jarang dan hanya terjadi pada kondisi-kondisi ekstrem. Karena ukuran partikel untuk tetes hujan dan hail lebih besar dibandingkan partikel awan atau kabut, maka radar C-band dengan panjang gelombang 4-8 cm adalah yang paling optimal untuk pengamatan. Gambar 7 11

7 memperlihatkan salah satu citra yang dihasilkan oleh radar cuaca C-Band Doppler Radar (CDR) BPPT. Gambar 7. Citra radar cuaca C-Band Doppler (CDR) BPPT dalam mode PPI (Plan Position Indicator) dengan jangkauan 175 km dari Puspiptek, Serpong. Energi yang dipancarkan kembali dari partikel presipitasi, dalam bentuk volume di atas permukaan pada semua jarak terluar sampai 100 km atau lebih, serta pada azimuth rotasi bidang pancar radar saat axis vertikal, kemungkinan berhubungan dengan rata-rata presipitasi. Volume presipitasi yang seragam mempunyai persamaan: di mana: P : Presipitasi (mm). r : Jarak (km). : Rata-rata Pr (mm). C : Konstanta radar, yang merupakan fungsi dari parameter radar dan presipitasi. K : Atenuasi spesifik (db km -1 ). Z : Reflektifitas radar (mm 6 m -3 ). Reflektifitas radar didefinisikan sebagai: (2.1) di mana: N(D) : Distribusi ukuran butir dalam resolusi sel (mm -1 m -3 ). D : Diameter butir (mm). Z : Reflektifitas radar (mm 6 m -3 ). (2.2) Hal ini menunjukkan bahwa jika presipitasi merata dalam bentuk cair mengisi volume pulsa, maka daya rata-rata presipitasi kembali pada jarak r adalah proporsional pada Z/r 2, di mana Z adalah faktor reflektifitas radar, maka Z akan terkait dengan tingkat curah hujan R oleh persamaan: (2.3) 12

8 di mana: a dan b : Konstanta empirik positif, yang nilainya tergantung dari lokasi geografi dan kondisi iklim/tipe hujannya. Menurut Marshall and Palmer, biasanya nilai yang digunakan untuk a dan b adalah a = 200, b = 1,6 (Collier, 1996). R : Intensitas presipitasi/rain-rate (mm/jam). Z : Reflektifitas radar (mm 6 m -3 ) Model Hidrologi Terdistribusi Hujan Limpasan Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sosrodarsono dan Takeda (eds) (2006) menyatakan bahwa daerah pengaliran sungai adalah daerah tempat presipitasi itu terpusat ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran, dan seterusnya. Aliran sungai itu bergantung pada berbagai faktor secara bersamaan, salah satunya adalah faktor yang berhubungan dengan limpasan (runoff). Limpasan dibagi menjadi dua kelompok elemen, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran. Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok elemen meteorologi adalah: 1. Jenis presipitasi, mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap limpasan, yaitu hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan hidrograf hanya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan. 2. Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. 3. Lamanya curah hujan, setiap daerah aliran sungai mempunyai lama curah hujan kritis. Jika lamanya curah hujan itu panjang, maka lamanya limpasan permukaan menjadi lebih panjang. Untuk curah hujan yang jangka waktunya panjang, limpasan permukaannya akan menjadi lebih besar meskipun intensitas curah hujan relatif sedang. 4. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, misalnya jika kondisi topografi, tanah, dan lain-lain di daerah aliran sungai itu sama dan mempunyai jumlah curah hujan yang sama, maka curah hujan yang distribusinya merata yang mengakibatkan debit puncak minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadang-kadang terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan seringkali terjadi oleh curah hujan biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya, di daerah pengaliran yang kecil, debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan yang lebat dengan daerah hujan yang sempit. 5. Arah pergerakan curah hujan, jika curah hujan bergerak sepanjang sistem aliran sungai maka akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan permukaan. 6. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, jika kadar kelembaban lapisan teratas tinggi maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang kecil. 13

9 7. Kondisi meteorologi yang lain. Secara tidak langsung, suhu, kecepatan angin, kelembaban relatif, tekanan udara rata-rata, curah hujan tahunan, dan lain-lain yang juga mengontrol iklim di daerah tersebut dapat mempengaruhi limpasan. Berbagai model sudah banyak digunakan untuk menghitung limpasan permukaan (runoff). Salah satu model hidrologi adalah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Model Hidrologi Terdistribusi (Distributed Hydrological Model/DHM). Model hidrologi terdistribusi ini terdiri dari proses submodel rainfallrunoff. Daerah aliran sungai (DAS) yang digunakan untuk studi dibagi menjadi beberapa sel grid dengan resolusi spasial yang didefinisikan oleh pengguna. Proses model rainfall-runoff akan menghasilkan nilai limpasan (runoff) yang terbentuk pada setiap sel grid. Jaringan kanal untuk studi DAS dapat menggambarkan satu set dari jaringan kanal imaginer antara 2 titik grid (pusat sel grid). Karakteristik dari sub-model hujan limpasan (rainfall-runoff) adalah model untuk menduga jumlah limpasan pada setiap sel grid (Kamimera et al., 2003). Variabilitas spasial pada skala sub-grid (SSSV/Subgrid Scale Spatial Variability) dari kapasitas simpanan air, dapat diperoleh dengan membagi setiap komputasi sel grid menjadi elemen penyimpanan lokal dan karakteristik oleh kapasitas simpanan lokal W m (skala dari 0 sampai nilai maksimum Wmm). Kapasitas simpanan dari semua sel grid Wm merupakan rata-rata dari semua kapasitas simpanan lokal. Fungsi distribusi dari W m untuk setiap sel grid F(W m) memberikan fraksi sel grid di mana kapasitas simpanannya kurang atau sama dengan W m: di mana: b : Parameter bentuk (b = 0,3). Fimp : Fraksi area kedap air pada setiap sel grid (Fimp = 0,02). (2.4) Dengan distribusi tersebut, maksimum kapasitas simpanan lokal Wmm berhubungan dengan kapasitas simpanan rata-rata dari sel grid Wm : Maksimum kadar air lokal pada area yang jenuh (W ) diwakili oleh : di mana: W : Kadar air total pada setiap sel grid. Wm : Kapasitas simpanan lokal (Wm = 120 mm). (2.5) (2.6) Untuk setiap sel grid, kita definisikan bahwa net presipitasi Pn = P Ep, sehingga ketika Pn > 0, besarnya limpasan (runoff) R dapat dihitung : (2.7) 14

10 di mana: P : Presipitasi (mm). Ep : Evaporasi potensial (kg/m 2 s). R : Runoff. Salah satu contoh penelitian yang telah dilakukan dalam memanfaatkan data radar cuaca untuk peramalan banjir adalah di China (Zhijia et al., 2004). Setelah kejadian banjir besar di China pada tahun 1998, Pemerintah China berencana untuk membangun jaringan radar cuaca nasional dan menggunakan data curah hujan dari radar cuaca tersebut untuk prediksi banjir secara real time. Masalah utama pada peramalan banjir secara real time adalah pada akurasi perkiraan curah hujan yang berasal dari data radar cuaca. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan penggabungan antara data radar cuaca dengan data pengamatan permukaan (raingauge). Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa dua seri data presipitasi dari radar cuaca dan pengamatan permukaan hampir serupa, khususnya pada waktu dan puncaknya. Meskipun hasilnya memuaskan, dari Gambar 8 terlihat juga bahwa terdapat perbedaan pada beberapa step waktu. Hal ini dikarenakan pada radar cuaca koreksi curah hujan terjadi setiap tiga jam, selanjutnya dibuat jumlah presipitasi wilayah akumulasi sekitar daerah aliran sungai setiap enam jam yang merupakan penjumlahan dari dua kali step setiap tiga jam. Gambar 8. Grafik perbandingan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan (raingauge) pada rata-rata presipitasi wilayah setiap 6 jam di DAS Huaihe, China, dengan luas DAS km 2 (Zhijia et al., 2004). Penelitian yang selanjutnya dilakukan adalah membuat simulasi hidrograf limpasan yang terdiri dari limpasan permukaan, aliran dalam (interflow), dan limpasan air tanah dalam (groundwater), setiap grid sel dengan menggunakan Model Xinanjiang. Karena parameter-parameter yang ada dikalibrasi dengan menggunakan data pengamatan permukaan, hasil simulasi dari data radar cuaca lebih obyektif seperti yang terlihat pada Gambar 9. Meskipun demikian, selama error pengamatan menjadi perhatian, hasil berdasarkan data radar cuaca hampir sama dengan hasil dari data pengamatan permukaan. Gabungan antara data curah hujan dari radar cuaca dan model hidrologi Xinanjiang telah mengindikasikan bahwa teknik gabungan ini akan menjadi alat peramalan banjir yang sangat berguna pada masa yang akan datang di China. 15

11 Gambar 9. Grafik hidrograf limpasan antara hasil prediksi dan hasil observasi dengan menggunakan data curah hujan dari radar cuaca dan data pengamatan permukaan (raingauge) di DAS Huaihe, China, dengan luas DAS km 2 ((Zhijia et al., 2004). 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN LIMPASAN BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG RENI SULISTYOWATI

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN LIMPASAN BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG RENI SULISTYOWATI MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN LIMPASAN BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG RENI SULISTYOWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0,5 mm atau lebih. Jika jatuhnya air sampai ke tanah maka disebut hujan,

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa, Indonesia dengan panjang sekitar 548,53 km. Wilayah Sungai Bengawan Solo terletak di Propinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Oleh: Kadarsah, Ahmad Sasmito, Erwin Eka Syahputra, Tri Astuti Nuraini, Edvin Aldrian Abstrak Curah hujan yang sangat deras dan bersifat lokal terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 6

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 6 6 data dengan format satuan waktu UTC. Format hasil data tahap ini ialah dalam format.mrf. 3.3.2 Konversi Data SPPI menjadi Data VSPPI Konversi data yang dilakukan pada tahap ini ialah dengan mengubah

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI Pembentukan Hujan 1 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis) KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang di batasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian REKAYASA HIDROLOGI Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri Pengertian Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfer ke bumi dalam

Lebih terperinci

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU Andriano Petonengan Jeffry S. F. Sumarauw, Eveline M. Wuisan Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:anopetonengan@gmail.com

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Si Sc 2 0 1 3 Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila PRESIPITASI Presipitasi it iadalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer kepermukaan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

gelombang tersebut dari pemancar ke penerima yang berdampak pada penurunan kualitas sinyal dalam sistem telekomunikasi (Yeo dkk., 2001).

gelombang tersebut dari pemancar ke penerima yang berdampak pada penurunan kualitas sinyal dalam sistem telekomunikasi (Yeo dkk., 2001). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perambatan gelombang elektromagnetik dalam suatu medium akan mengalami pelemahan energi akibat proses hamburan dan penyerapan oleh partikel di dalam medium tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Suaydhi 1) dan M. Panji Nurkrisna 2) 1) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. 2) Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015)

ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015) ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015) Nabilatul Fikroh Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tengerang Selatan Email : Riannanabila@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN Novitasari,ST.,MT TIU TIK TIU & TIK : Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1 1. Keberadaan air yang terdapat di permukaan bumi jumlahnya... tetap semakin berkurang semakin bertambah selalu berubah-ubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PROCESSING DATA RADAR CUACA C-BAND DOPPLER UNTUK CURAH HUJAN (STUDI KASUS : JABODETABEK)

PROCESSING DATA RADAR CUACA C-BAND DOPPLER UNTUK CURAH HUJAN (STUDI KASUS : JABODETABEK) PROCESSING DATA RADAR CUACA C-BAND DOPPLER UNTUK CURAH HUJAN (STUDI KASUS : JABODETABEK) DEBORA MAYKE M. TANJUNG DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

Radiasi Elektromagnetik

Radiasi Elektromagnetik Radiasi Elektrmagnetik 3. Radiasi Elektrmagnetik Berangkat dari bahasan kita di atas mengenai kmpnen sistem PJ, energi elektrmagnetik adalah sebuah kmpnen utama dari kebanyakan sistem PJ untuk lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada akhirnya berimplikasi pada pembangunan sarana dan prasarana

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 4 ruang : Analisis statistik data terhadap Minggu 5 waktu : Analisis

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci