Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, 2010"

Transkripsi

1 Laporan Teknis Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, 21 Muhammad Noor Farid Pandu Riono

2

3 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i iii v 1 Pendahuluan Latar Belakang Tujuan 2 2 Metodologi Data Jumlah Kasus TB yang Ditemukan Jumlah Kasus TB yang Baru Ditemukan Jumlah Penduduk Multilevel Logistic Regression Model (LRM) Pengaruh karakteristik individu dan rumahtangga dengan kejadian TB di Indonesia Riskesdas Metode Pemodelan Koefisien Regresi Penentuan Cut-off Point Single Compartment Model (SCM) Prevalensi TB Tahun Estimasi Jumlah Kasus TB yang Meninggal Estimasi Jumlah Kasus TB yang Sembuh Estimasi Jumlah Kasus TB Baru Estimasi Jumlah Kasus TB yang Kambuh Poisson Regression Model (PRM) 33 3 Hasil Estimasi Estimasi Tingkat Provinsi dengan LRM Estimasi Jumlah Kasus Estimasi Prevalens Estimasi Tingkat Provinsi dengan SCM Estimasi Jumlah Kasus Estimasi Prevalens Perbandingan Hasil Estimasi dengan LRM dan SCM Estimasi Tingkat Kabupaten/Kota dengan PRM 51 ORANG DENGAN TB DI INDONESIA - 21 i

4 3.5 Penggunaan Hasil Estimasi untuk Mengukur Cakupan Program 65 4 Kesimpulan Kekuatan Kelemahan 69 Referensi 71 ii LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

5 Daftar Tabel Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Provinsi, Tabel 2. Estimasi Koefisien Two- level Logistic Random Intercept Regression Model 13 Tabel 3. Estimasi Angka Prevalensi TB hasil Riskesdas Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Jumlah responden menurut jawaban pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir (Ya=D(+), Tidak=D(- )) dan hasil pemeriksaan BTA, Survei Prevalensi Jumlah responden menurut jawaban pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir (Ya=DG(+), Tidak=DG(- )) dan hasil pemeriksaan BTA, Survei Prevalensi Estimasi Angka Prevalensi TB, Jumlah Penduduk, dan Perkiraan Jumlah Kasus TB, Perkiraan Insiden TB per 1. penduduk di Indonesia, Perkiraan Insiden TB per Tahun dan per 1. Penduduk menurut Tahun dan Daerah, Tabel 9. Estimasi Jumlah Orang dengan TB menurut Provinsi, 27 21, dengan LR Model 36 Tabel 1. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Estimasi Prevalens TB per 1. population menurut Provinsi, 27 21, dengan LR Model 37 Estimasi Jumlah Orang dengan TB (Rerata, Batas Bawah, dan Batas Atas) menurut Provinsi, 27 21, dengan SC Model 42 Estimasi Prevalens TB (Rerata, Batas Bawah, dan Batas Atas) per 1. populasi menurut Provinsi, 27-21, dengan SC Model 47 Estimasi Jumlah Orang dengan TB menurut Kabupaten/Kota, ORANG DENGAN TB DI INDONESIA - 21 iii

6

7 Daftar Gambar Gambar 1. Jumlah Kasus TB yang Ditemukan menurut Kwartal dan Tahun 4 Gambar 2. Jumlah Kasus TB yang Ditemukan menurut Provinsi dan Tahun 5 Gambar 3. Persentase Kasus TB yang Baru Ditemukan menurut Tahun 6 Gambar 4. Gambar 5. Persentase Kasus TB yang Baru Ditemukan menurut Provinsi dan Tahun 7 Faktor- faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kejadian TB 1 Gambar 6. Jumlah Sampel Riskesdas Gambar 7. Hasil Pemeriksaan Sputum 11 Gambar 8. Nilai Cut- off untuk Memprediksi 2 BTA positif 14 Gambar 9. Model Estimasi Perkiraan Jumlah Orang dengan TB 14 Gambar 1. Persentase Kasus TB yang Meninggal menurut Tahun 23 Gambar 11. Persentase Kasus TB yang Meninggal menurut Provinsi dan Tahun 25 Gambar 12. Persentase Kasus TB yang Sembuh menurut Tahun 26 Gambar 13. Persentase Kasus TB yang Sembuh menurut Provinsi dan Tahun 28 Gambar 14. Persentase Kasus TB yang Kambuh menurut Tahun 31 Gambar 15. Persentase Kasus TB yang Kambuh menurut Provinsi dan Tahun 32 Gambar 16. Urutan Provinsi berdasarkan Besaran Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, Gambar 17. Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, Gambar 18. Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia per Provinsi, Gambar 19. Urutan Provinsi berdasarkan Besaran Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, Gambar 2. Sebaran estimasi jumlah orang dengan TB per provinsi di Indonesia, Gambar 21. Estimasi Prevalensi TB per Tahun per 1. Penduduk 44 Gambar 22. Estimasi Prevalens TB per Tahun per 1. Penduduk menurut Provinsi 45 Gambar 23. Urutan Provinsi berdasarkan Besaran Prevalens TB di Indonesia, Gambar 24. Sebaran estimasi prevalensi TB per provinsi di Indonesia, ORANG DENGAN TB DI INDONESIA - 21 v

8 Gambar 25. Perbandingan hasil estimasi prevalensi TB tahun 21 pada tingkat nasional dengan berbagai model 49 Gambar 26. Perbandingan hasil estimasi prevalensi TB tahun 21 pada tingkat provinsi dengan berbagai model 5 Gambar 27. Persentase Orang dengan TB yang Telah Dicakup Program TB, Gambar 28. Persentase Orang dengan TB yang Telah Dicakup Program TB menurut Provinsi, Gambar 29. Persentase Orang dengan TB yang Telah Dicakup Program TB menurut Provinsi, 21 (diurutkan berdasarkan besarnya cakupan per provinsi) 67 vi LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

9 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia, termasuk di Indonesia, karena masih sebagai salah satu penyebab kematian utama. Namun demikian, TB adalah salah satu penyakit infeksi yang potensial dapat diobati dan disembuhkan. Menurut Laporan WHO terbaru, ada lima negara yang menduduki peringkat lima utama dalam jumlah orang dengan TB (kasus baru untuk semua bentuk TB), yaitu India ( juta), China ( juta), Afrika Selatan ( juta), Nigeria ( juta), dan Indonesia ( juta). Dalam menyusun perencanaan dan kebijakan penanggulangan TB secara nasional, maupun pada wilayah propinsi di Indonesia, ternyata penting sekali mengetahui jumlah orang dengan TB dan kecenderungan prevalensi TB di pada tingkat provinsi maupun nasional. Apalagi angka tersebut juga diperlukan dalam menilai kemajuan program, menjadi sangat esensial, karena dikaitkan dengan target dalam kerangka tujuan MDG (Millennium Development Goals) yang menjadi kesepakatan semua negara di dunia. Selama ini informasi tentang tingkat prevalensi TB masih sangat terbatas, karena kegiatan Survei Prevalensi TB secara nasional baru dilakukan sekali yaitu tahun 24. Padahal beban masalah TB dan kecenderungan prevalensi TB hanya dapat diperoleh melalui kegiatan Survei Prevalensi TB tersebut. Tidak heran hasil Survei Prevalensi TB 24 juga dimanfaatkan secara maksimal antara lain secara maksimal antara lain untuk menilai keberhasil upaya penanggulangan TB sejak dan untuk menilai keberhasil upaya penanggulangan TB sejak Setelah pelaksaan Survei Prevalensi TB 24, baru dilakukan Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 27 dan 21, di semua propinsi. Sedangkan Survei Prevalensi TB yang diharapkan akan memperbarui data prevalensi TB belum pernah dilakukan lagi sejak tahun 24 tersebut. Mengingat keterbatasan ketersediaan informasi dihasilkan dari Survei Prevelensi TB yang ditunjang dengan pemeriksaan bakteriologik yang hanya dapat dilakukan selang beberapa tahun, mengingat dibutuhkan biaya yang cukup mahal, perlu dipikirkan suatu metodologi estimasi jumlah orang dengan TB dan prevalensi TB dengan memanfaatkan semua data program TB yang selama ini dilakukan. Hasil estimasi diharapkan dapat dipercaya dengan dengan tingkat akurasi yang masih ditoleransi serta dapat mewakili estimasi baik tingkat nasional maupun tingkat provinsi, bahkan tingkat kabupaten/kota untuk beberapa provinsi. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

10 Informasi yang dihasilkan melalui proses estimasi, kemudian dikoreksi dari Hasil Survei Prevalensi TB yang mengestimasi tidak saja secara nasional tetapi juga provinsi. 1.2 Tujuan Menyusun metodologi estimasi orang dengan TB dan Prevalensi TB yang sederhana dengan memanfaatkan data yang berasal dari program pelaksanaan upaya penanggulangan TB dan survei yang terkait TB di Indonesia. Melakukan estimasi jumlah orang dengan TB dan prevalensi TB pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota di beberapa provinsi. 2 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

11 2 Metodologi 2.1 Data Data yang digunakan dalam pemodelan estimasi jumlah orang dengan TB per provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia tahun 21 adalah Data program atau surveilans TB (24-21), Estimasi prevalens TB (Survei Prevalensi TB, 24 and Riskesdas, 27 dan 21), Estimasi insiden TB per 1, penduduk per tahun di Indonesia (WHO, 24-28), Estimasi insiden TB per 1, penduduk per tahun menurut daerah, yaitu Jawa kecuali DI Yogyakarta, DI Yogyakarta dan Bali, Kawasan Timur Indonesia, Sumatera (Kongres Nasional TB, 26), dan Jumlah penduduk menurut provinsi (BPS, 27-21). Beberapa gambaran tentang kecenderungan data surveilans TB dari tahun dijelaskan di sub bab ini sedangkan data- data lainnya dijelaskan dalam sub bab yang membahas tentang estimasi parameter yang digunakan dalam pemodelan ini Jumlah Kasus TB yang Ditemukan Dari data surveilans terlihat bahwa secara nasional jumlah kasus TB yang ditemukan setiap tahun ada kencederungan meningkat antar waktu dari tahun 24 sampai 21. Secara umum, peningkatan jumlah kasus TB yang ditemukan dari tahun 24 sampai 21 terlihat cukup nyata. Namun demikian, jika dibandingkan dengan penemuan kasus TB pada tahun 28 dan 29, kasus TB yang ditemukan pada tahun 27 dan 21 terlihat lebih rendah. Kecenderungan jumlah kasus TB yang ditemukan antar tahun dari secara nasional dapat dilihat pada gambar berikut ini. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

12 Number of TB cases Indonesia Observed Fitted Gambar 1. Jumlah Kasus TB yang Ditemukan menurut Kwartal dan Tahun Kecenderungan peningkatan jumlah kasus TB yang ditemukan juga meningkat di sejumlah provinsi, seperti Provinsi Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Sebagian provinsi terlihat adanya peningkatan jumlah kasus yang ditemukan dari tahun 24 sampai dengan tahun 29 dan kemudian sedikit menurun di tahun 21. Sedangkan beberapa provinsi lainnya jumlah kasus TB yang ditemukan cenderung sama atau stabil atau tidak terlihat secara jelas pola kecenderungannya karena datanya terlalu berfluktuasi. Kecenderungan jumlah kasus TB yang ditemukan dari tahun menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 2. 4 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

13 Number of TB cases Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Observed Fitted Gambar 2. Jumlah Kasus TB yang Ditemukan menurut Provinsi dan Tahun ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

14 2.1.2 Jumlah Kasus TB yang Baru Ditemukan Dari laporan data surveilans juga diketahui proporsi kasus baru dari kasus TB yang ditemukan. Sebagian besar kasus TB yang ditemukan merupakan kasus baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Meski cenderung meningkat, tetapi persentase jumlah kasus TB yang baru ditemukan tidak terlalu nyata. Dari sekitar 97,5% kasus yang baru dari kasus TB yang ditemukan pada tahun 24 menjadi sekitar 98,5% pada tahun 29. Persentase yang baru ditemukan pada tahun 24 memang sudah cukup tinggi sehingga peningkatan persentase dari tahun ke tahun tidak terlalu tinggi atau hanya meningkat 1% selama 6 tahun. Tingginya persentase kasus baru dari kasus TB yang ditemukan juga terlihat pada semua provinsi. Kecenderungan yang terjadi di hampir semua provinsi adalah peningkatan persentase kasus baru yang sangat kecil atau bahkan bisa dikatakan cukup stabil. Hanya di Provinsi Kepulauan Riau yang terlihat cenderung sedikit menurun. Hanya di Provinsi Bangka Belitung dan Maluku Utara yang terlihat tidak terlalu jelas pola kecenderungannya. Percentage of new TB cases Indonesia Percent Observed Fitted Gambar 3. Persentase Kasus TB yang Baru Ditemukan menurut Tahun 6 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

15 Percentage of new TB cases Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Percent Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Observed Fitted Gambar 4. Persentase Kasus TB yang Baru Ditemukan menurut Provinsi dan Tahun ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

16 2.1.3 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang digunakan sebagai dasar pemodelan ini menggunakan jumlah penduduk dari Badan Pusat Statistik. Jumlah penduduk tahun menurut provinsi seperti pada tabel berikut ini. Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Provinsi, Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

17 2.2 Multilevel Logistic Regression Model (LRM) Pengaruh karakteristik individu dan rumahtangga dengan kejadian TB di Indonesia Telah diketahui bahwa peluang penularan TB tergolong relatif rendah, juga TB termasuk penyakit yang relatif jarang. Pencarian kasus yang bersifat aktif (active case- finding), merupakan pilihan yang secara sadar sebagai kebijakan yang relatif kurang aktif dengan melakukan pencarian kasus TB pada penduduk dewasa di wilayah yang endemis TB, karena risiko penularan dapat terjadi di luar penularan dalam rumah tangga (Rieder 23). Dengan mentargetkan pencarian kasus di dalam rumah- tangga yang terdapat kasus TB. Dengan ditemukan penduduk dengan TB aktif, maka dapat dilakukan pengobatan segera, sehingga dapat mengurangi waktu bersama tinggal dengan anggota rumah tangga yang dapat menularkan, artinya mengurangi risiko penularan selanjutnya. Agar kita dapat mengeliminasi TB, maka dibutuhkan percepatan strategi yang sekarang sedang berjalan dengan mengimplementasi upaya- upaya pencegahan lainnya, sehingga dapat menekan agar penduduk dengan latent TB tidak berkembang menjadi TB yang aktif. Pada analisis data dari yang berasal 22 negara yang mempunyai beban TB yang berkontribusi sekitar 8% beban TB secara global, menunjukan bahwa faktor- faktor yang dapat dianggap meningkatkan kejadian TB adalah faktor- faktor yang dapat menurunkan fungsi imunitas individu. Faktor tersebut, antara lain, tertular HIV, kondisi gizi kurang, diabetes, penyalahgunaan alkohol dan napza, serta adanya polusi dalam ruang (indoor polution), diyakini berkontribusi penting pada tingkat risiko penularan TB di populasi. Pada penduduk dengan tingkat sosialekonomi yang rendah, secara rerata akan lebih terekspo dengan faktor- faktor risiko tersebut, dan juga tereksp dengan baksil tuberkulosis melalui kontak dengan kasus TB aktif atau tinggal dan bekerja di lingkungan yang padat dengan ventilasi yang buruk. Beberapa faktor risiko lebih umum terjadi di dareah perkotaan yang miskin, kondidi inilah yang menjelaskan adanya beban TB yang tinggi di wilayah kota- kota besar. Kita juga perlu memperhatikan faktor yang juga berpengaruh terhadap epidemi TB, sejarah peradaban manusia telah mengindikan penurunan kejaian TB secara dramatis, ketika ada perbaikan ekonomi, sosial dan ilmu kedokteran. Faktor sosial ekonomi apa saja yang dapat menjadi penyebab peningkatan risiko kejadian penularan TB? Faktor tersebut diduga berperan besar dalam meningkatan kejadian penularan yang penyebaran tidak sama di berbagai wilayah, regional atau bahkan negara. Pada beberapa tahun terakhir ini, jumlah orang dengan TB diperkiarakan lebih tinggi dari masa- masa sebelumnya, dan tetap menngelompok apada kelompok yang sangat rawan, seperti kelompok miskin, kurang gizi, dan etnis minoritas tertentu. Walaupun ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

18 strategi DOTS terus diperluas terutama dengan menfokuskan pada deteksi kasus dan pengobatan, dampaknya terlihat dengan penurunan kasus morbiditas dan mortalitas TB. Keberhasilan DOTS sebagai intervensi kesehatan masyarakat sangat cost- effective. Tetapi sayangnya insisden TB tetap saja terkait dengan determina sosial- ekonomi sedangkan yang terkait dengan indeks pembangunan manusia seperti akses air bersih, kematian telah menunjukan perbaikan yang lebih berarti dibandingkan kesuksesan strategi DOTS. Itulah yang mendorong agar dalam menurunkan kasus penularan TB perlu juga lebih memperhatikan faktor sosial- ekonomi. Gambar 5. Faktor-faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kejadian TB Riskesdas 21 Salah satu model estimasi yang diaplikasikan untuk menghitung perkiraan jumlah orang dengan TB di Indonesia pada setiap provinsi adalah dengan menggunakan Multilevel Logistic Regression Model (LRM). Model ini dibangun dengan menggunakan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 21. Riskesdas 21 merupakan kegiatan pengumpulan data kesehatan dasar di masyarakat Indonesia. Salah satu data yang dikumpulkan adalah data terkait dengan TB. Secara umum, data Riskesdas 21 dikumpulkan dengan menggunakan teknik sampling bertahap dua. Tahap pertama, memilih blok sensus secara Probability Proportional to Size (PPS) Sampling dengan peluang pemilihan sebanding dengan jumlah rumahtangga yang ada di setiap blok sensus. Tahap kedua, memilih 16 rumahtangga pada setiap blok sensus terpilih secara sampling sistematik. Total sampel dalam Riskesdas 21 adalah lebih dari 26 ribu orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari lebih 19 ribu sampel orang dewasa, yaitu orang yang berumur 15 tahun atau lebih, lebih dari 177 ribu diantaranya berhasil diwawancarai. Data kasus TB dilakukan dengan pemeriksaan sampel sputum dari beberapa sampel orang dewasa, yaitu yang berumur 15 tahun atau lebih. Banyaknya sub- sampel data sputum adalah lebih dari 45 ribu orang dewasa. 1 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

19 Total sampel orang Berumur < 15 tahun (28,5%) Berumur 15 tahun (71,5%) Diwawancarai (7,8%) Sub-sampel sputum (28,7%) Berpartisipasi (89,5%) Gambar 6. Jumlah Sampel Riskesdas 21 Hasil pemeriksaan sputum dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini. Sampel dengan sputum orang 2 sputum (sewaktu dan pagi) (97,5%) 1 sputum (sewaktu atau pagi) (2,5%) sputum (+) (98,7%) 1 sputum (+) 44 (,9%) 2 sputum (+) 19 (,4%) Gambar 7. Hasil Pemeriksaan Sputum ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

20 2.2.3 Metode Pemodelan Sampel Riskesdas 21 sebanyak lebih dari 19 ribu sampel orang dewasa didesain untuk bisa digunakan untuk mengestimasi suatu karakteristik sampai pada tingkat provinsi. Namun demikian, jumlah sampel yang memberikan sputum hanya 45 ribu orang dewasa. Hal ini menyebabkan prevalensi TB tidak layak untuk diestimasi sampai tingkat provinsi. Jika dipaksakan akan didapat estimasi selang pada tingkat provinsi yang sangat lebar atau mempunyai tingkat kesalahan sampling yang tinggi. Salah satu cara agar prevalensi TB bisa diestimasi sampai tingkat provinsi dengan tingkat kesalahan yang diharapkan pada saat merencanakan survei adalah dengan membuat model untuk memperkirakan status TB pada sampel yang tidak mempunyai sampel sputum. Untuk itu perlu dibuat model dari data sampel yang mempunyai sputum dengan prediktor gejala dan status sosial ekonomi atau variabel lain yang secara teoritis berhubungan kuat dengan kejadian TB. Variabel outcome yang digunakan adalah hasil tes dari 2 tes BTA adalah positif. Karena variabel outcome adalah variabel dikotomus maka model regresi yang digunakan adalah model regresi logistik. Dan karena kejadian TB kemungkinan tidak saling bebas pada tingkat rumahtangga maka dalam pembuatan model regresi logistik, diperhatikan efek clustering pada tingkat rumahtangga. Oleh karena itu maka model yang digunakan adalah Two- level Logistic Random Intercept Model, yaitu logit Pr y!" = 1 x!" = β! + β! x!"# + + β! x!"# + ς! atau dapat dituliskan dalam bentuk peluang sebagai berikut Pr y!" = 1 x!" = exp β! + β! x!"# + + β! x!"# + ς! 1 + exp β! + β! x!"# + + β! x!"# + ς! di mana, y!" adalah status TB pada orang ke i di rumahtangga ke j, y!" = 1 jika TB(+) dan y!" = jika TB(- ) x!"#,, x!"# adalah kumpulan prediktor pada orang ke i di rumahtangga ke j, ς! adalah random intercept pada rumahtangga ke j. Dalam model ini, prediktor yang digunakan dapat dibedakan sesuai dengan tingkatnya, yaitu prediktor pada tingkat individu dan prediktor pada tingkat rumahtangga. Prediktor yang digunakan pada tingkat individu adalah batuk lebih dari 2 minggu, mempunyai riwayat pengobatan TB, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan indeks massa tubuh. Sedangkan prediktor pada tingkat rumahtangga adalah rasio pengeluaran bukan makanan terhadap pengeluaran makanan, ventilasi rumah, memasak dengan kayu bakar, ada anggota rumahtangga yang merokok di rumah, jendela, cahaya, dan tinggal di daerah perkotaan. 12 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

21 2.2.4 Koefisien Regresi Dari hasil pemodelan regresi logistik didapatkan estimasi koefisien regresi untuk setiap prediktor baik tingkat individu maupun tingkat rumahtangga sebagai berikut, Prediktor tingkat individu Coef. 95% CI P-value Symptom or treatment history Male Age (ref: years) 3 44 years years Education (ref: Senior high or more) Not school Primary and junior high school Occupation (ref: School) Not working Working Low BMI Prediktor tingkat rumahtangga Coef. 95% CI P-value Non-food to food expenditure ratio Any HH member who smoke at home Using wood for cooking No open window Limited ventilation Limited light Urban residence Constant Rho = 71,2% Tabel 2. Estimasi Koefisien Two-level Logistic Random Intercept Regression Model Penentuan Cut-off Point Pertimbangan yang diperhatikan dalam memilih cut- off point dalam penentuan kasus TB adalah bahwa nilai cut- off tersebut akan menghasilkan nilai estimasi prevalensi TB tingkat nasional yang sama atau hampir sama dengan angka hasil estimasi prevalensi TB dari data yang digunakan. Pertimbangan lain adalah bahwa nilai cut- off tersebut akan menghasilkan angka peluang spesifisitas model yang tinggi atau angka peluang ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

22 positif palsu yang rendah. Dengan nilai cut- off,16 didapatkan prevalensi nasional hasil estimasi dengan LR model yang sangat mendekati nilai prevalensi data tanpa imputasi dengan nilai peluang spesifisitas model yang tinggi yaitu lebih dari 99,7%. BTA2 prediction Prevalence per 1, population Cut off value Model specificity (%) Prevalence estimates Model specificity for BTA2 Prevalence BTA2 Gambar 8. Nilai Cut-off untuk Memprediksi 2 BTA positif 2.3 Single Compartment Model (SCM) Model yang lain yang diaplikasikan untuk menghitung perkiraan jumlah orang dengan TB di Indonesia pada setiap provinsi adalah Single Compartment Model. Metode estimasi dengan pendekatan model SCM ini adalah seperti dideskripsikan pada gambar berikut ini: New New New Relapse Relapse Relapse Moved-in Moved-in Moved-in Prevalent cases 27 Cases 28 Cases 29 Cases 21 Died Died Died Cured Cured Cured Moved-out Moved-out Moved-out Gambar 9. Model Estimasi Perkiraan Jumlah Orang dengan TB 14 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

23 Model tersebut di atas memulai penghitungan perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 27, dimana perkiraan angka prevalensi TB per provinsi diperkirakan dari hasil Riskesdas 27 setelah dilakukan penyesuaian, dan dibahas pada sub- bab berikut. Selanjutnya jumlah kasus tersebut digunakan untuk memperkirakan jumlah kasus pada tahun- tahun berikutnya. Penjelasan secara detail model tersebut seperti dijelaskan pada sub- bab selanjutnya. Beberapa parameter yang digunakan dalam pemodelan per provinsi selain jumlah penduduk adalah prevalensi TB tahun 27, jumlah kasus TB yang meninggal, jumlah kasus TB yang sembuh, jumlah kasus TB yang baru ditemukan, jumlah kasus TB yang kambuh, dan jumlah kasus TB yang masuk ke dan keluar dari suatu provinsi. Penjelasan lebih lanjut untuk setiap parameter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut Prevalensi TB Tahun 27 Jumlah kasus pada tahun 27, yang digunakan sebagai tahun dasar dalam penghitungan estimasi ini (t=), dihitung berdasarkan prevalensi TB hasil Riskesdas 27. Jumlah kasus prevalen tahun 27 didapat dari perkalian prevalensi TB dengan jumlah penduduk pada setiap propinsi pada tahun 27, yaitu A! = Pr TB! (!) N! di mana, A! adalah perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 27, (!) Pr D! adalah perkiraan prevalensi TB pada tahun 27, angka perkiraan prevalensi ini didapat dari hasil Riskesdas 27, dan N! adalah perkiraan jumlah penduduk pada tahun 27. Angka perkiraan prevalensi TB hasil Riskesdas 27 didapat dari dua pertanyaan: (1) Dalam 12 bulan terakhir, apakah pernah didiagnosis menderita TB Paru oleh tenaga kesehatan (dokter/ perawat/ bidan)? atau pertanyaan diagnosis (D), (2) Dalam 12 bulan terakhir, apakah pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dan berat badan sulit bertambah/menurun? atau pertanyaan gejala (G). Secara nasional, angka prevalensi TB berdasarkan yang menjawab ya pada pertanyaan (1) atau Pr(D) adalah,4% dan berdasarkan yang menjawab ya pada pertanyaan (1) atau menjawab ya pada pertanyaan (2) atau Pr(DG) adalah,99%. Pr(D) dan Pr(DG) menurut provinsi dapat dilihat pada Tabel 3. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

24 Tabel 3. Estimasi Angka Prevalensi TB hasil Riskesdas 27 Provinsi Pr(D) Pr(DG) Aceh,73% 1,45% Sumatera Utara,18%,48% Sumatera Barat,37% 1,3% Riau,42% 1,% Jambi,34%,75% Sumatera Selatan,25%,4% Bengkulu,33%,86% Lampung,11%,31% Bangka Belitung,12%,49% Kepulauan Riau,38%,83% DKI Jakarta,71% 1,26% Jawa Barat,56%,98% Jawa Tengah,63% 1,47% DI Yogyakarta,36% 1,58% Jawa Timur,24%,54% Banten 1,13% 2,1% Bali,29%,53% Nusa Tenggara Barat,43% 1,7% Nusa Tenggara Timur,4% 2,5% Kalimantan Barat,43%,82% Kalimantan Tengah,38%,69% Kalimantan Selatan,47% 1,36% Kalimantan Timur,34% 1,2% Sulawesi Utara,21%,62% Sulawesi Tengah,31% 1,22% Sulawesi Selatan,23% 1,3% Sulawesi Tenggara,31% 1,% Gorontalo,24% 1,11% Sulawesi Barat,23%,58% Maluku,15%,47% Maluku Utara,19%,47% Papua Barat 1,2% 2,55% Papua,89% 1,73% Indonesia,4%,99% 16 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

25 Angka prevalensi TB dari data Riskesdas diyakini tidak 1% sensitif dan spesifik untuk menduga prevalensi TB dengan melakukan pemeriksaan BTA. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian angka tersebut. Dasar penyesuaian yang dilakukan adalah dengan menggunakan data Survei Prevalensi TB 24. Asumsi yang digunakan dalam penggunaan data tersebut adalah sensitifitas dan spesifisitas kedua pertanyaan tersebut tidak berbeda antara tahun 24 dan 27, dan pertanyaan yang digunakan pada Survei Prevalensi TB 24 tidak jauh berbeda dengan pertanyaan Riskesdas 27. Pertanyaan yang digunakan pada Survei Prevalensi TB 24 adalah (1a) Apakah Saudara pernah didiagnosa/dinyatakan oleh tenaga kesehatan menderita penyakit TBC paru? (1b) Kapan didiagnosa/dinyatakan menderita penyakit TBC oleh tenaga kesehatan yang terahir kali? (dalam bulan dan tahun). Dari pertanyaan (1a) dan (1b) bisa diketahui responden yang pernah didiagnosa oleh tenaga kesehatan menderita penyakit TBC paru dalam setahun terakhir, seperti dalam pertanyaan pada Riskesdas 27. (2a) Dalam 1 bulan terahir ini apakah Saudara menderita batuk berdahak atau batuk darah? (1. Ya, batuk berdahak; 2. Ya, batuk berdarah; 3. Ya, keduanya; 4. Tidak) (2b) Sudah berapa lama Saudara menderita batuk berdahak atau berdarah? (dalam minggu). Dari pertanyaan (2a) dan (2b) bisa diketahui responden yang pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir. Hal ini berbeda dengan pertanyaan pada Riskesdas 27 yang menggunakan referensi waktu 12 bulan terakhir dan tambahan kondisi berat badan sulit bertambah/menurun. Karena tidak ditemukan referensi tentang faktor penyesuaian kedua kondisi ini, maka dalam tulisan ini, keduanya diasumsikan sama, dengan pertimbangan meski dengan referensi waktu 12 bulan terakhir akan menambah jumlah kasus tetapi karena kondisi inklusinya ditambah dengan kondisi berat badan maka jumlah kasus akan tidak jauh berbeda kalau menggunakan pertanyaan seperti dalam Survei Prevalensi TB 24. Kemudian dari data tahun 24 tersebut, bisa diperkirakan sensitifitas dan spesifisitas kedua pertanyaan tersebut untuk menduga kasus TB. Dengan mempertimbangkan jumlah sampel pada survei 24, maka sensitifitas dan spesifisitas kedua pertanyaan tersebut dihitung pada tingkat nasional dan digunakan sebagai faktor penyesuaian data 27 untuk setiap provinsi. Dari hasil Survei Prevalensi 24 dapat diukur sensitifitas, spesifisitas, negatif palsu, dan positif palsu dari pertanyaan diagnosis untuk menduga kejadian TB. Juga dapat dihitung predictive value positive (PVP) dan predictive value negative (PVN). Untuk ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

26 menghitung ukuran- ukuran tersebut maka dari data Survei Prevalensi TB 24 dibuat tabel seperti berikut ini. Tabel 4. Jumlah responden menurut jawaban pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir (Ya=D(+), Tidak=D(-)) dan hasil pemeriksaan BTA, Survei Prevalensi 24 D-BTA BTA(+) BTA(-) Total D(+) D(-) Total Dari tabel di atas diketahui bahwa persentase responden yang pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan dalam setahun terakhir adalah,34% atau sedikit lebih rendah dengan data Riskesdas 27 (,4%). Prevalensi BTA(+) dari hasil Survei Prevalensi TB 24 adalah,19%. Sensitifitas (Se) dan persentase negatif palsu (FN) untuk pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir dalam menduga kejadian BTA(+) adalah Se = Pr D! BTA! = 9,38% dan FN = 1 Se = 9,62% Tingkat sensitifitas pertanyaan tersebut dalam menduga kejadian BTA(+) sangat rendah atau kemungkinan terjadinya negatif palsu sangat tinggi. Spesifisitas (Sp) dan persentase positif palsu (FP) untuk pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir dalam menduga kejadian BTA(+) adalah Sp = Pr DG (!) BTA (!) = 99,68% dan FP = 1 Sp =,32% Tingkat spesifisitas pertanyaan tersebut dalam menduga kejadian BTA(+) sangat tinggi atau kemungkinan terjadinya positif palsu sangat rendah. Jadi pertanyaan tersebut cukup spesifik untuk menduga kejadian BTA(+) tetapi tidak cukup sensitif. Jika pertanyaan tersebut dikombinasikan dengan pertanyaan apakah pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir didapat tabel seperti berikut. 18 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

27 Tabel 5. Jumlah responden menurut jawaban pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir (Ya=DG(+), Tidak=DG(-)) dan hasil pemeriksaan BTA, Survei Prevalensi 24 DG-BTA BTA(+) BTA(-) Total DG(+) DG(-) Total Dari tabel di atas diketahui bahwa persentase responden yang pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan dalam setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir adalah,61% atau lebih rendah dengan data Riskesdas 27 (,99%). Hal ini mungkin disebabkan karena referensi waktu data 24 adalah 1 bulan terakhir, sedangkan data 27 adalah 12 bulan terakhir. Meski demikian, karena tidak ada referensi untuk penyesuaian dari 1 bulan ke 12 bulan dan perbedaan persentase mutlak tidak terlalu besar maka tidak dilakukan penyesuaian terhadap data 24 ini. Sensitifitas (Se) dan persentase negatif palsu (FN) untuk pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir dalam menduga kejadian BTA(+) adalah Se = Pr DG! BTA! = 2,83% dan FN = 1 Se = 79,17% Tingkat sensitifitas pertanyaan tersebut dalam menduga kejadian BTA(+) lebih tinggi dibanding sensitifitas pertanyaan (1), namun masih sangat rendah atau kemungkinan terjadinya negatif palsu sangat tinggi. Spesifisitas (Sp) dan persentase positif palsu (FP) untuk pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir dalam menduga kejadian BTA(+) adalah Sp = Pr DG (!) BTA (!) = 99,43% dan FP = 1 Sp =,57% Tingkat spesifisitas pertanyaan tersebut dalam menduga kejadian BTA(+) sangat tinggi atau kemungkinan terjadinya positif palsu sangat rendah. Jadi pertanyaan tersebut cukup spesifik untuk menduga kejadian BTA(+) tetapi tidak cukup sensitif. Dari informasi di kedua tabel tersebut, dapat dihitung juga PVP dan PVN untuk kedua pertanyaan tersebut. PVP dan PVN dari pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir adalah ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

28 PVP = Pr BTA(!) D(!) = 5,26% PVN = Pr BTA(!) D(!) = 99,83% Sedangkan PVP dan PVN dari pertanyaan apakah pernah didiagnosis TB oleh petugas kesehatan setahun terakhir atau pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah/batuk berdarah dalam 1 bulan terakhir adalah PVP = Pr BTA(!) DG (!) = 6,58% PVN = Pr BTA(!) DG (!) = 99,85% Jadi kedua pertanyaan tersebut sangat bagus untuk mendeteksi pemeriksaan negatif tetapi tidak cukup bagus untuk mendeteksi kasus TB positif. Oleh karena itu perkiraan prevalensi TB per provinsi pada tahun 27 yang menggunakan kedua pertanyaan tersebut harus disesuaikan atau dikoreksi untuk mendapatkan perkiraan prevalensi TB per provinsi pada tahun 27 yang lebih baik. Penyesuaian angka perkiraan prevalensi TB tahun 27 menggunakan rumus (!) (!) (!) Pr TB!""# = PVP Pr D!""# + 1 PVN Pr D!""# (!) Untuk pertanyaan (1) dengan Pr D!""# =,4%, maka perkiraan prevalensi TB pada (!) tahun 27 adalah Pr TB!""# =,19%. Angka selanjutnya akan digunakan sebagai batas bawah angka prevalensi TB pada tahun 27. (!) Untuk pertanyaan (2) dengan Pr DG!""# =,99%, maka perkiraan prevalensi TB (!) pada tahun 27 adalah Pr TB!""# =,22%. Angka selanjutnya akan digunakan sebagai batas atas angka prevalensi TB pada tahun 27. Selanjutnya dengan mempertimbangkan bahwa sampel dan metode kedua survei berbeda, serta dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya faktor uncertainty lainnya, maka estimasi interval prevalensi ini diperlebar dengan faktor ±25% untuk setiap batas interval. Jadi estimasi interval prevalensi TB tahun 27 diperkirakan menjadi,15% -,27%. Angka PVP dan PVN dan metode ini selanjutnya digunakan untuk faktor penyesuaian (!) Pr D!""# di setiap provinsi. Estimasi prevalensi dan jumlah kasus TB pada tahun 27 per provinsi dapat dilihat pada Tabel 6. 2 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

29 Tabel 6. Estimasi Angka Prevalensi TB, Jumlah Penduduk, dan Perkiraan Jumlah Kasus TB, 27 Provinsi Pr{TB} lo Pr{TB} hi Penduduk A lo A hi Aceh,16%,31% Sumatera Utara,14%,23% Sumatera Barat,14%,27% Riau,15%,27% Jambi,14%,25% Sumatera Selatan,14%,22% Bengkulu,14%,26% Lampung,13%,22% Bangka Belitung,14%,23% Kepulauan Riau,15%,26% DKI Jakarta,16%,29% Jawa Barat,15%,27% Jawa Tengah,15%,31% DI Yogyakarta,14%,32% Jawa Timur,14%,23% Banten,17%,35% Bali,14%,23% Nusa Tenggara Barat,15%,28% Nusa Tenggara Timur,15%,36% Kalimantan Barat,15%,26% Kalimantan Tengah,15%,25% Kalimantan Selatan,15%,3% Kalimantan Timur,14%,27% Sulawesi Utara,14%,24% Sulawesi Tengah,14%,29% Sulawesi Selatan,14%,27% Sulawesi Tenggara,14%,27% Gorontalo,14%,28% Sulawesi Barat,14%,24% Maluku,14%,23% Maluku Utara,14%,23% Papua Barat,17%,4% Papua,16%,33% Indonesia,15%,27% ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

30 Perkiraan jumlah kasus pada tahun 28 (t=1) merupakan jumlah kasus TB pada tahun 27 yang masih hidup, belum sembuh, dan tinggal di provinsi tersebut ditambah dengan kasus insiden TB yang baru ditemukan, kambuh, dan yang baru masuk ke provinsi tersebut. Perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 28 dihitung dengan menggunakan rumus A! = A! A!! A!! A!! + A!! + A!! + A!! di mana, A! adalah perkiraan jumlah kasus pada tahun 28, A! adalah perkiraan jumlah kasus pada tahun 27,! A!! A!! A!! A!! A!! A! adalah perkiraan jumlah kasus TB yang meninggal pada tahun 27, adalah perkiraan jumlah kasus TB yang sembuh pada tahun 27, adalah perkiraan jumlah kasus TB yang keluar dari suatu provinsi tahun 27, adalah perkiraan jumlah kasus TB yang baru ditemukan pada tahun 28, adalah perkiraan jumlah kasus TB yang kambuh pada tahun 28, dan adalah perkiraan jumlah kasus TB yang masuk dari suatu provinsi tahun 28. Cara yang sama digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah kasus TB pada tahun 29 dan 21. Secara umum, penghitungan perkiraan jumlah TB kasus pada tahun t dilakukan dengan menggunakan rumus A! = A!!! A!!!! A!!!! A!!!! + A (!)! + A (!) (!)! + A! Karena migrasi orang dengan TB antar provinsi tidak diketahui dan perkiraan jumlah orang dengan TB yang masuk ke suatu provinsi diasumsikan sama dengan jumlah yang keluar provinsi tersebut, atau A!!!! = A (!)! maka A! = A!!! A!!!! A!!!! + A (!) (!)! + A! Sehingga yang mempengaruhi jumlah kasus prevalen TB dalam model ini adalah jumlah kasus TB tahun sebelumnya, jumlah kasus TB yang meninggal, jumlah kasus TB yang sembuh, jumlah kasus TB baru, dan jumlah kasus TB yang kambuh. 22 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

31 2.3.2 Estimasi Jumlah Kasus TB yang Meninggal Setelah mengetahui estimasi jumlah kasus TB pada tahun t- 1, A!!!, maka untuk mengestimasi kasus pada tahun berikutnya, jumlah kasus pada tahun sebelumnya harus dikurangi sejumlah kasus. Salah satu faktor pengurang adalah jumlah kasus TB yang meninggal. Untuk menghitung perkiraan jumlah kasus TB yang meninggal pada tahun t- 1 maka diperlukan informasi proporsi kasus TB yang meninggal yang didapat dari data surveilans. Perkiraan jumlah kasus TB yang meninggal pada tahun t- 1 dihitung dengan menggunakan rumus A (!)!!! = Pr D!!! A!!! di mana, (!) A!!! Pr D!!! A!!! adalah perkiraan jumlah kasus TB yang meninggal pada tahun t- 1, adalah proporsi kasus TB yang meninggal pada tahun t- 1, angka proporsi ini didapat dari data surveilans, dan adalah perkiraan jumlah kasus TB pada tahun t- 1. Dari data surveilans TB dapat dihitung proporsi kasus TB yang meninggal pada tahun t- 1, Pr D!!!. Kecenderungan proporsi kasus TB yang meninggal dari kasus yang ditemukan hasil surveilans dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Percentage of TB cases who died Indonesia Percent Observed Fitted Gambar 1. Persentase Kasus TB yang Meninggal menurut Tahun Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase kasus TB yang meninggal pada tahun secara nasional relatif stabil, yaitu pada kisaran 2%. Persentase kasus TB ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

32 yang meninggal pada tahun cenderung menurun dari kisaran 2% ke 1,3%, dan kembali meningkat menjadi sekitar 3% pada tahun 21. Kecenderungan persentase kasus TB yang meninggal dari tahun pada setiap provinsi dapat dilihat pada Gambar 11. Secara umum, kecenderungan persentase kasus TB yang meninggal stabil antar tahun, namun demikian ada provinsi yang persentase kasus TB yang meninggal cenderung menurun seperti di Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Beberapa provinsi mempunyai persentase kasus TB yang meninggal yang cenderung meningkat seperti di Provinsi Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. 24 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

33 Percentage of TB cases who died Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Percent Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Observed Fitted Gambar 11. Persentase Kasus TB yang Meninggal menurut Provinsi dan Tahun ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

34 2.3.3 Estimasi Jumlah Kasus TB yang Sembuh Salah satu faktor pengurang lainnya adalah jumlah kasus TB yang telah sembuh. Untuk menghitung perkiraan jumlah kasus TB yang sembuh pada tahun t- 1 maka diperlukan informasi proporsi kasus TB yang sembuh yang didapat dari data surveilans. Perkiraan jumlah kasus TB yang sembuh pada tahun t- 1 dihitung dengan menggunakan rumus A (!)!!! = Pr C!!! A!!! di mana, (!) A!!! Pr C!!! A!!! adalah perkiraan jumlah kasus TB yang sembuh pada tahun t- 1, adalah proporsi kasus TB yang sembuh pada tahun t- 1, angka proporsi ini didapat dari data surveilans, dan adalah perkiraan jumlah kasus TB pada tahun t- 1. Dari data surveilans TB dapat dihitung proporsi kasus TB yang sembuh pada tahun t- 1, Pr C!!!. Kecenderungan proporsi kasus TB yang sembuh dari kasus yang ditemukan hasil surveilans dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Percentage of TB cases who were cured 1 8 Indonesia Percent Observed Fitted Gambar 12. Persentase Kasus TB yang Sembuh menurut Tahun 26 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

35 Gambar 12 menunjukkan bahwa secara nasional, persentase kasus TB yang sembuh dari tahun 24 sampai 21 relatif stabil pada kisaran 5%, meski persentase kasus TB yang sembuh agak sedikit lebih tinggi pada tahun 25 dan 26 dibanding tahun yang lain. Kecenderungan persentase kasus TB yang sembuh per tahun dari pada setiap provinsi dapat dilihat pada Gambar 13. Persentase kasus TB yang sembuh cenderung naik di beberapa provinsi seperti di Provinsi Jambi, Maluku, dan Maluku Utara. Beberapa provinsi cenderung menurun persentase kasus TB yang sembuh seperti di Provinsi Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara. Sedangkan provinsi lainnya relatif stabil atau tidak terlihat adanya pola kecenderungan persentase kasus TB yang sembuh. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

36 Percentage of TB cases who were cured Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Percent Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Observed Fitted Gambar 13. Persentase Kasus TB yang Sembuh menurut Provinsi dan Tahun 28 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

37 2.3.4 Estimasi Jumlah Kasus TB Baru Selain perkiraan jumlah kasus TB yang meninggal dan sembuh, faktor lain yang mempengaruhi prevalensi TB pada tahun t adalah jumlah kasus TB baru yang terjadi di tahun tersebut. Untuk memperkirakan jumlah kasus TB baru, perkiraan tingkat insiden TB pada tahun tersebut harus diketahui. Perkiraan jumlah kasus TB baru pada tahun t dihitung dengan menggunakan rumus A! (!) = I! N! di mana, A! (!) I! adalah perkiraan jumlah kasus TB baru pada tahun t, adalah perkiraan angka insiden TB pada tahun t, angka ini didapat dari WHO dan Hasil Kongres Nasional TB, dan N! adalah perkiraan jumlah penduduk pada tahun t. WHO memperkirakan insiden kasus TB per tahun per 1. penduduk di Indonesia dari tahun Perkiraan insiden kasus TB per tahun per 1. penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 7. Perkiraan Insiden TB per 1. penduduk di Indonesia, Tahun Insiden Insiden lo Insiden hi Hasil Kongres Nasional TB 26 memperkirakan insiden TB pada tahun 26 menurut 4 daerah, yaitu Jawa (kecuali DI Yogyakarta), DI Yogyakarta dan Bali, Kawasan Timur Indonesia (Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua), dan Sumatera. Angka insiden TB per tahun pada tahun diperkirakan dengan menggunakan angka pertumbuhan nasional dari data WHO. Batas bawah dan atas insiden TB pada tahun 28 dan 29 juga diperkirakan dari lebar interval data WHO tahun 28 dan 29. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

38 Tabel 8. Perkiraan Insiden TB per Tahun dan per 1. Penduduk menurut Tahun dan Daerah, Daerah Md Lo Hi Md Lo Hi Jawa (kec. DIY) DIY dan Bali KTI Sumatera Angka insiden ini yang selanjutnya digunakan untuk memperkirakan jumlah kasus TB baru tahun 28 dan 29 per provinsi Estimasi Jumlah Kasus TB yang Kambuh Faktor lain yang mempengaruhi prevalensi TB pada tahun t adalah jumlah kasus TB yang kambuh di tahun tersebut. Perkiraan jumlah kasus TB yang kambuh pada tahun t adalah A! (!) = Pr R! A! di mana, A! (!) Pr R! adalah perkiraan jumlah kasus TB yang kambuh pada tahun t, adalah proporsi kasus TB yang kambuh pada tahun t, angka proporsi ini didapat dari data surveilans, dan A! adalah perkiraan jumlah kasus TB pada tahun t. Karena A! juga tidak diketahui dan menjadi target parameter yang ingin diestimasi, maka rumus penghitungan jumlah kasus TB yang kambuh seperti rumus di atas menjadi tidak dapat digunakan. Namun demikian, proporsi kasus TB yang kambuh, Pr R!, dapat diperoleh dari data surveilans. Diketahui bahwa, A! = A! (!) + A! (!) di mana, A! (!) A! (!) adalah perkiraan jumlah kasus TB yang kambuh pada tahun t, adalah perkiraan jumlah kasus TB selain yang kambuh pada tahun t, Rumus di atas dapat ditulis dalam bentuk A! = Pr R! A! + (1 Pr R! ) A! 3 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

39 dan A! (!) = (1 Pr R! ) A! di mana, A (!)! = A!!! A!!!! A! (!)!!! + A! dan mempunyai kontribusi terhadap seluruh kasus TB sebesar 1 Pr R!. Oleh karena itu, perkiraan jumlah kasus TB pada tahun t dapat dihitung dengan menggunakan rumus (!) A A! =! = A!!! A!!!! A! (!)!!! + A! 1 Pr R! 1 Pr R! Secara nasional, persentase kasus TB yang kambuh relatif stabil pada kisaran 2%. Kecenderungan persentase kasus TB yang kambuh per tahun dari pada setiap provinsi dapat dilihat pada Gambar 15. cenderung menurun dari sekitar 2,5% pada tahun 24 ke sekitar 1% pada tahun 29. Kalau dilihat persentase kasus TB yang kambuh per provinsi, juga mempunyai kecenderungan menurun. Beberapa provinsi tidak bisa terlihat pola kecenderungannya, seperti Kep. Riau, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Percentage of TB cases who relapsed 1 8 Indonesia Percent Observed Fitted Gambar 14. Persentase Kasus TB yang Kambuh menurut Tahun ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

40 Percentage of TB cases who relapsed Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Percent Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Observed Fitted Gambar 15. Persentase Kasus TB yang Kambuh menurut Provinsi dan Tahun 32 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

41 2.4 Poisson Regression Model (PRM) Dua model yang dijelaskan sebelumnya merupakan model yang digunakan untuk mengestimasi jumlah kasus dan prevalens TB pada tingkat provinsi. Kemudian saat kebutuhan akan data estimasi pada tingkat kabupaten/kota meningkat, salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah juga dengan melakukan pemodelan regresi seperti yang telah dilakukan pada estimasi tingkat provinsi. Metode pemodelan estimasi pada tingkat kabupaten/kota ini berbeda dengan metode pemodelan estimasi yang telah dilakukan pada tingkat provinsi. Metode pemodelan tingkat kabupaten/kota yang dilakukan sangat tergantung dari hasil pemodelan estimasi tingkat provinsi. Model estimasi pada tingkat kabupaten/kota merupakan synthetic estimate dari hasil pemodelan estimasi tingkat provinsi. Artinya bahwa dari hasil estimasi jumlah orang dengan TB di tingkat provinsi, dicari model dan prediktor pada tingkat provinsi yang mana prediktor ini juga harus tersedia datanya pada tingkat kabupaten. Selanjutnya, dari model yang didapat pada data provinsi, diaplikasikan untuk data kabupaten/kota untuk menduga jumlah orang dengan TB pada tingkat kabupaten/kota. Variabel output dalam pemodelan ini adalah data hitung, yaitu jumlah orang dengan TB, sehingga model regresi yang digunakan adalah model regresi poisson. Secara umum, model regresi poisson yang digunakan untuk pemodelan jumlah orang dengan TB dan prevalens TB adalah E A! = N! exp b! + b! x!,! + + b! x!,! di mana, A! N! adalah perkiraan jumlah kasus TB di provinsi i hasil pemodelan tingkat provinsi, adalah perkiraan jumlah penduduk di provinsi i untuk estimasi prevalens TB, dan N! = 1 untuk estimasi jumlah orang dengan TB, x!,! x!,! adalah kumpulan prediktor di provinsi i. Model di atas dapat digunakan untuk pemodelan estimasi jumlah orang dengan TB dengan menetapkan N! = 1, sehingga model untuk estimasi jumlah orang TB dapat ditulis menjadi E A! = exp b! + b! x!,! + + b! x!,! ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

42 Dengan teknik analisis regresi poisson, kita dapat mengestimasi nilai- nilai b!, b!,..., b!. Setelah estimasi b!, b!,..., b! didapat, maka dapat dibangun model estimasi jumlah orang dengan TB di kabupaten/kota j di provinsi i, yaitu E A!" = exp b! + b! x!,!" + + b! x!,!" di mana, A!" adalah perkiraan jumlah kasus TB di kabupaten/kota j provinsi i, x!,!" x!,!" adalah kumpulan prediktor sesuai yang digunakan pada model provinsi untuk kabupaten/kota j di provinsi i. 34 LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

43 3 Hasil Estimasi 3.1 Estimasi Tingkat Provinsi dengan LRM Estimasi Jumlah Kasus Dari hasil pemodelan regresi data Riskesdas 21 untuk memprediksi jumlah orang dengan TB per provinsi di Indonesia tahun 21 di dapat bahwa sekitar ( ) orang telah terinfeksi TB. Hasil estimasi per provinsi menunjukkan bahwa estimasi jumlah orang dengan TB tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat dengan estimasi sekitar 9.95 ( ) orang dan yang terendah ada di Provinsi Kepulauan Riau dengan estimasi sekitar 611 (- 1.89) orang. Hasil estimasi jumlah orang dengan TB per provinsi tahun 21 dengan menggunakan LR Model dapat dilihat pada Tabel 9. Urutan provinsi menurut estimasi jumlah orang dengan TB tahun 21 dengan LR Model dapat dilihat pada Gambar Estimasi Prevalens Estimasi prevalens TB di Indonesia tahun 21 dengan LR Model adalah sekitar 293 (25-335) orang per 1, population. Sedangkan kalau dilihat hasil estimasi prevelens per provinsi, Provinsi Papua mempunyai angka estimasi prevalens TB tertinggi yaitu sekitar ( ) orang per 1. populasi dan Provinsi DKI Jakarta mempunyai angka estimasi terendah yaitu sekitar 29 (- 69) orang per 1. populasi. Hasil estimasi prevalens TB per provinsi tahun 21 dengan menggunakan LR Model dapat dilihat pada Tabel 1. Urutan provinsi menurut estimasi prevalens TB tahun 21 dengan LR Model dapat dilihat pada Gambar 16. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

44 Tabel 9. Estimasi Jumlah Orang dengan TB menurut Provinsi, 27 21, dengan LR Model Provinsi Est SE RSE 95% CI Aceh ,4% Sumatera Utara ,1% Sumatera Barat ,% Riau ,6% Jambi ,8% Sumatera Selatan ,2% Bengkulu ,3% Lampung ,1% Bangka Belitung ,3% Kepulauan Riau ,% 1.89 DKI Jakarta ,6% Jawa Barat ,8% Jawa Tengah ,7% DI Yogyakarta ,5% Jawa Timur ,1% Banten ,7% Bali ,4% Nusa Tenggara Barat ,% Nusa Tenggara Timur ,4% Kalimantan Barat ,2% Kalimantan Tengah ,9% Kalimantan Selatan ,5% Kalimantan Timur ,2% Sulawesi Utara ,2% Sulawesi Tengah ,5% Sulawesi Selatan ,1% Sulawesi Tenggara ,4% Gorontalo ,9% Sulawesi Barat ,8% Maluku ,7% Maluku Utara ,3% Papua Barat ,9% 3.53 Papua ,2% Indonesia ,4% LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

45 Tabel 1. Estimasi Prevalens TB per 1. population menurut Provinsi, 27 21, dengan LR Model Provinsi Est SE RSE 95% CI Aceh ,4% Sumatera Utara ,1% Sumatera Barat ,% Riau ,6% 253 Jambi ,8% Sumatera Selatan ,2% Bengkulu ,3% Lampung ,1% Bangka Belitung ,3% Kepulauan Riau ,% 16 DKI Jakarta ,6% 69 Jawa Barat ,8% Jawa Tengah ,7% DI Yogyakarta ,5% Jawa Timur ,1% Banten ,7% Bali ,4% 173 Nusa Tenggara Barat ,% Nusa Tenggara Timur ,4% Kalimantan Barat ,2% Kalimantan Tengah ,9% 2.12 Kalimantan Selatan ,5% Kalimantan Timur ,2% Sulawesi Utara ,2% Sulawesi Tengah ,5% Sulawesi Selatan ,1% Sulawesi Tenggara ,4% Gorontalo ,9% Sulawesi Barat ,8% Maluku ,7% Maluku Utara ,3% Papua Barat ,9% 458 Papua ,2% Indonesia ,4% ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

46 Estimates number of TB cases and prevalence per 1, population Jumlah kasus Prevalens per 1 populasi Jawa Barat Papua Jawa Timur Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Sumatera Utara Banten Sulawesi Selatan Sumatera Barat Kalimantan Tengah Aceh Nusa Tenggara Barat Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Lampung Gorontalo Maluku Riau Bengkulu Sumatera Selatan Kalimantan Timur Maluku Utara Sulawesi Barat DI Yogyakarta Sulawesi Tenggara Bangka Belitung Bali DKI Jakarta Papua Barat Kep. Riau 23,973 22,559 19,834 18,888 18,57 17,9 13,38 11,862 1,62 9,443 9,268 6,519 5,757 5,43 4,943 4,95 4,375 4,97 4,87 3,728 3,173 2,776 1, ,994 41,664 4,486 39,95 39,9 9,95 78,781 63,677 63,59 Papua Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Timur Gorontalo Maluku Jambi Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sumatera Barat Maluku Utara Aceh Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Sulawesi Barat Banten Kalimantan Selatan Bengkulu Sumatera Utara Bangka Belitung Papua Barat Jawa Barat Sulawesi Tenggara Jawa Timur Kalimantan Timur Lampung Jawa Tengah DI Yogyakarta Riau Bali Sumatera Selatan Kep. Riau DKI Jakarta , ,738 2,387 2, 4, 6, 8, 1, 1, 2, 3, Gambar 16. Urutan Provinsi berdasarkan Besaran Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

47 3.2 Estimasi Tingkat Provinsi dengan SCM Estimasi Jumlah Kasus Hasil estimasi jumlah orang dengan TB di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah orang dengan TB di Indonesia tahun 21 diperkirakan sebanyak orang ( ). Ada penurunan dibanding dengan perkiraan jumlah orang dengan TB pada tahun 28 (- 3,3%) dan 29 (- 1,9%) tetapi masih lebih besar dibanding angka perkiraan tahun 27 (+5,7%). Estimated number of TB cases by year Indonesia 6, 5, 47, ,276 57, ,519 4, 3, Mean Lower Upper limit Gambar 17. Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, Kecenderungan perkiraan jumlah kasus TB dari tahun 27 sampai 21 per provinsi dapat dilihat pada Gambar 18. Di beberapa provinsi, pola kecenderungan perkiraan jumlah kasus TB seperti kecenderungan pada tingkat nasional, yaitu naik dari 27 ke 28, kemudian turun pada 29 dan 21, seperti yang terjadi di provinsi- provinsi di Pulau Sumatera kecuali di Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, Provinsi Nusa Tengggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, dan provinsi- provinsi di Pulau Sulawesi kecuali Provinsi Gorontalo. Beberapa provinsi menunjukkan kecenderungan perkiraan jumlah kasus yang terus meningkat dari tahun 27 sampai 21, seperti pada Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, dengan besaran peningkatan yang tidak sama. Namun demikian, di beberapa provinsi terlihat terjadi penurunan perkiraan jumlah kasus TB dari tahun 24 sampai 21, seperti di Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, dan Bali. Urutan provinsi menurut besaran estimasi orang dengan TB pada tahun 27 sampai dengan 21 dapat dilihat pada Gambar 19. ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

48 Estimated number of TB cases by year Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau 12, 1, 8, 6, 9,472 9,733 8,882 8,37 3, 25, 2, 15, 23,386 24,583 21,991 14, 2,29 12, 9,38 1, 8, 6, 11,3 1,91 1,549 2, 15, 1, 5, 1,767 14,272 14,145 14, Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung 8, 7, 6, 5, 4, 5,438 6,23 5,652 5,541 2, 15, 1, 12,654 16,919 16,67 16,244 5, 4, 3, 2, 3,39 3,419 2, 2,872 2,687 15, 13,153 1, 17,424 17,72 16, Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat 2,5 2, 1,5 1, 1,827 2,32 2,9 2,47 8, 6, 4, 2, 2,973 4,82 4,738 5,398 35, 3, 25, 2, 15, 19,86 24,23 26,25 27,457 12, 1, 8, 6, 85,173 86,64 83,443 79, Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten 1, 8, 6, 4, 74,395 74,244 71,928 67,872 1, 8, 6, 4, 7,719 5,995 5,127 4,71 8, 7, 6, 5, 4, 66,964 52,365 55,73 54,816 35, 3, 25, 2, 15, 25,851 24,323 22,952 22, Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat 8, 7, 6, 5, 4, 6,496 5,912 5,594 5,647 2, 15, 1, 5, 9,513 14,181 14,8 14,839 2, 15, 1, 5, 1,632 13,63 13,816 13,486 14, 12, 1, 8, 6, 9,167 11,838 1,725 1, Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara 8, 6, 4, 4,412 6,679 6,537 6,455 12, 1, 8, 6, 4, 7,496 9,792 9,83 9,691 15, 1, 5, 6,158 9,584 11,184 12,588 6, 5, 4, 3, 4,162 5,286 4,892 4, Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo 12, 1, 8, 6, 4, 5,382 1,179 25, 7,788 6,957 2, 15,847 15, 1, 2,649 19,947 19,166 8, 6, 4, 2, 4,537 6,226 5,297 4,992 3, 2,5 1,859 2, 1,5 1, 2,218 2,384 2, Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,916 2,773 2,654 2,676 6, 5, 4, 3, 2, 2,376 4,246 4,562 4,91 5, 4, 3, 2, 1, 1,688 2,925 3,636 4,188 5, 4, 3, 2, 1, 1,952 3,34 3,688 4, Papua 15, 1, 5, 4,813 7,684 9,616 12, Mean Lower Upper limit Gambar 18. Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia per Provinsi, LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

49 Estimated number of TB cases Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten Sumatera Utara DKI Jakarta Sulawesi Selatan Lampung Sumatera Selatan Riau Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Aceh Sumatera Barat Kalimantan Barat DI Yogyakarta Kalimantan Selatan Bali Kalimantan Timur Jambi Sulawesi Tengah Papua Sulawesi Tenggara Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Bengkulu Kep. Riau Maluku Papua Barat Sulawesi Barat Gorontalo Bangka Belitung Maluku Utara 25,851 23,386 19,86 15,847 13,153 12,654 1,767 1,632 9,513 9,472 9,38 9,167 7,719 7,496 6,496 6,158 5,438 5,382 4,813 4,537 4,412 4,162 3,39 2,973 2,376 1,952 1,916 1,859 1,827 1,688 85,173 74,395 66,964 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Utara Banten DKI Jakarta Sulawesi Selatan Lampung Sumatera Selatan Riau Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Sumatera Barat Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Aceh Kalimantan Timur Papua Kalimantan Tengah Jambi Sulawesi Tenggara DI Yogyakarta Bali Sulawesi Utara Maluku Kep. Riau Bengkulu Papua Barat Maluku Utara Sulawesi Barat Gorontalo Bangka Belitung 24,583 24,323 24,23 2,649 17,424 16,919 14,272 14,181 13,63 11,838 11,3 1,179 9,792 9,733 9,584 7,684 6,679 6,23 6,226 5,995 5,912 5,286 4,246 4,82 3,419 3,34 2,925 2,773 2,218 2,32 52,365 86,64 74,244 2, 4, 6, 8, 2, 4, 6, 8, Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DKI Jakarta Banten Sumatera Utara Sulawesi Selatan Lampung Sumatera Selatan Nusa Tenggara Barat Riau Nusa Tenggara Timur Kalimantan Timur Sumatera Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Papua Aceh Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Jambi Bali Sulawesi Tenggara DI Yogyakarta Sulawesi Utara Kep. Riau Maluku Papua Barat Maluku Utara Bengkulu Sulawesi Barat Gorontalo Bangka Belitung 26,25 22,952 21,991 19,947 17,72 16,67 14,8 14,145 13,816 11,184 1,91 1,725 9,83 9,616 8,882 7,788 6,537 5,652 5,594 5,297 5,127 4,892 4,738 4,562 3,688 3,636 2,872 2,654 2,384 2,9 55,73 83,443 71,928 Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DKI Jakarta Banten Sumatera Utara Sulawesi Selatan Lampung Sumatera Selatan Nusa Tenggara Barat Riau Nusa Tenggara Timur Kalimantan Timur Papua Sumatera Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Aceh Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah Bali Jambi Kep. Riau Sulawesi Tenggara Maluku DI Yogyakarta Sulawesi Utara Maluku Utara Papua Barat Bengkulu Sulawesi Barat Gorontalo Bangka Belitung 27,457 22,181 2,29 19,166 16,56 16,244 14,839 14,114 13,486 12,588 12,186 1,549 1,114 9,691 8,37 6,957 6,455 5,647 5,541 5,398 4,992 4,91 4,71 4,658 4,188 4,12 2,687 2,676 2,448 2,47 79,652 67,872 54,816 2, 4, 6, 8, 2, 4, 6, 8, Gambar 19. Urutan Provinsi berdasarkan Besaran Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

50 Tabel 11. Estimasi Jumlah Orang dengan TB (Rerata, Batas Bawah, dan Batas Atas) menurut Provinsi, 27 21, dengan SC Model Provinsi Rerata Bawah Atas Rerata Bawah Atas Rerata Bawah Atas Rerata Bawah Atas Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia LAPORAN TEKNIS - ESTIMASI JUMLAH

51 Gambar 2. Sebaran estimasi jumlah orang dengan TB per provinsi di Indonesia, 21 ORANG DENGAN TB DI INDONESIA

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES 2.1 Deskripsi Diabetes Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga dapat menyebar

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia karena Mycobacterieum tuberculosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini dapat menyebar melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddarth,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun) telah lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun demikan TBC dapat disembuhkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014). TB saat ini masih menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari penyakit menular di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masuk dalam kategori penyakit infeksi yang bersifat kronik. TB menular langsung melalui udara yang tercemar basil Mycobakterium tuberculosis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azazi manusia, setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering terjadi di daerah padat penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman penyebab penyakit Tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah besar kesehatan masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah penyebab kematian karena infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB yang masih tinggi walau penanggulan TB sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama dunia terutama pada negara - negara berkembang.

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agenda Millenium Development Goals (MDGs) menitikberatkan pada upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diindikasikan dari beberapa indikator pencapaian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017 dengan menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2013 dan SKMI 2014 yang diperoleh dari laman resmi

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis yang menyerang paru disebut tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama pada negara-negara berkembang. Insidensi pneumonia pada anak dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun,

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun, 1 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Penyakit Tuberculosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi dan menular (Raynel, 2010). Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era sekarang ini tantangan dalam bidang pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya berbagai penyakit menular yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 70/08/64/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017 Penghitungan Kebahagiaan Kalimantan Utara tahun 2017 merupakan yang pertama berdasarkan

Lebih terperinci

meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun. Begitu pula menurut Smith (1994) yang menyatakan bahwa di Nepal dan secara umum di

meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun. Begitu pula menurut Smith (1994) yang menyatakan bahwa di Nepal dan secara umum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit penyebab utama ke-dua kematian di seluruh dunia di antara penyakit menular, membunuh hampir 2 juta orang setiap tahun. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Menurut laporan World Health Organitation

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun strategi DOTS telah

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 79/08/Th. XX, 15 Agustus 2017 No. 51/08/76/Th.XI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,02

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari satu juta kematian setiap tahun, terutama di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama dua minggu atau lebih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 69/08/Th. XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017 Kebahagiaan Kalimantan Timur tahun 2017 berdasarkan hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2010-2035 Pembicara: Drs. Razali Ritonga, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, BPS-RI Kampus FEB UNAIR, Surabaya 08 Maret 2018 PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 47/08/Th. XX, 04 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGGARA TAHUN 2017 Kebahagiaan Sulawesi Tenggara Tahun 2017 Sebesar 71,22 Pada Skala 0-100

Lebih terperinci