PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HUMAN TRAFFICKING: SEBUAH KEGAGALAN PEMBANGUNAN MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HUMAN TRAFFICKING: SEBUAH KEGAGALAN PEMBANGUNAN MANUSIA"

Transkripsi

1 i PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HUMAN TRAFFICKING: SEBUAH KEGAGALAN PEMBANGUNAN MANUSIA BIDANG KEGIATAN: Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) Diusulkan oleh: Hana Sri PujiRahayu E (2012) Rowena Marsha Devy E (2012) ArtikaRahmawati E (2010) PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

2 ii

3 iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepadatuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ini dengan judul Human Trafficking: Sebuah Kegagalan Pembentukan Manusia dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT). Dalam penulisan karya tulis ini yang juga merupakan sebuah pemikiran yang nantinya diharapkan dapat menjadi gambaran tentang semakin menjamurnya kasus Human Trafficking serta menjadi acuan dalam memberantas masalah ini dari akar-akarnya agar terhapus secara total. Dalam hasil penulisan Karya Tulis ini, pastilah masih memiliki berbagai kekurangan yang mungkin akan ditemukan oleh para pembaca. Hal ini terkait dengan kemampuan penulis yang terbatas. Dalam penulisan karya tulis ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, atas selesainya karya tulis ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dosen Pembimbing Bapak Pranoto, S.H., M.H yang telah membimbing penulisan karya ini dengan penuh kasabaran 2. Dekan FH UNS, Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum 3. Pembantu Dekan III FH UNS, Dr. HernawanHadi, S.H., M.Hum 4. Semuapihak yang terkait dalam penyelesaian karya tulis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Karya tulis yang sederhana ini memberikan manfaat yang besarbagi pembaca dan pihak pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan tema yang diangkat. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang mengarah kepada perbaikan karya tulis ini. Surakarta, 21 Maret 2013 Penulis

4 iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... RINGKASAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... Tujuan dan Manfaat... BAB II GAGASAN KondisiTerkini... Solusi yang pernah ditawarkan... Potensi perbaikan... Pihak-pihak yang terlibat... Langkah-langkah strategis... KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA CURRICULUM VITAE i ii iii iv v

5 v RINGKASAN Di Indonesia, kasus human trafficking (perdagangan manusia) sudah diibaratkan seperti gunung es, hal ini dikarenakan bahwa dari tahun ke tahun human trafficking yang terjadi di Indonesia semakin meningkat tajam. Dilihat dari pernyataan tersebut bisa dikatakan bahwa perkembangan kasus human trafficking ini semakin mengkhawatirkan. Tindak kriminal tersebut sudah berada pada tingkat ke-3 terbesar di dunia setelah bisnis narkoba dan perdagangan senjata. Sedangkan Indonesia masuk ke dalam peringkat ke-2 dunia sebagai negara terbanyak terjadi kasus human trafficking, dan provinsi Jawa Barat dapat dimasukkan ke dalam posisi atas dimana daerah yang paling banyak ditemui kasus ini. Sungguh kondisi yang sangat memperihatinkan dan bukan merupakan sebuah prestasi yang membanggakan daerah serta negara Indonesia, banyak dari kasus human trafficking yang terjadi di Jawa Barat disebabkan karena ketidak tahuannya si korban bahwa Ia telah menjadi korban human trafficking. Pendidikan yang rendah dan pengetahuan yang sempit menjadi faktor utama ketidak sadarannya. Bukan hanya itu, bahkan banyak dari mereka yang terpelajar yang mendapatkan pendidikan tinggi juga ikut terseret sebagai korban tindak kriminal yang mengerikan ini. Adapun langkah-langkah yang dapat menanggulangi kasus ini adalah : 1. Pemetaan masalah perdagangan orang di Jawa Barat, baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. 2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasarana pendidikannya. 3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya. 4. Perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanansosial. 5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang- Undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah. 6. Masyarakat Jawa Barat diharapkan berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan aktif memberikan informasi dan melaporkan jika ada kejadian tersebut kepada penegak hukum atau pihak berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya dilindungi dan dirahasiakan. Dalam hal ini pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 7. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakanpidana perdagangan orang, pemerintah wajib melaksanakan kerjasama Internasional, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral. Dengan demikian, langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mengupas habis kasus human trafficking tanpa sisa.

6 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Human trafficking atau perdagangan manusia adalah salah satu bentuk kejahatan Hak Asasi Manusia yang kerap mengeksploitasi manusia demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Perdagangan manusia bahkan dianggap sebagai kejahatan transnasional yaitu kejahatan yang melewati lintas antar negara. Indonesia diakui sebagai salah satu negara dengan tingkat kasus perdagangan manusia yang tinggi dan tidak hanya sebagai negara penyedia tenaga kerja namun juga sebagai negara transit atau tujuan pengiriman tenaga kerja. Di bawah ini dilampirkan daftar tabel kasus perdagangan orang di Negara Indonesia Tahun , sebagai berikut :

7 2 Setelah melihat daftar tabel, kita dapat menyimpulkan kasus perdagangan orang di Negara kita ini masih menjamur, sungguh kondisi yang memprihatinkan. Berdasarkan data International Organization for Migration (IOM), jumlah korban kasus perdagangan manusia di Indonesia mencapai orang, yang terdiri dari orang perempuan dan 384 orang laki-laki. "Yang paling tinggi berasal dari Jawa Barat mencapai 920 orang atau 23,33% dari total korban perdagangan manusia yang ada di Indonesia pada tahun Sekitar 99% korban perdagangan manusia tersebut merupakan perempuan. Dapat disimpulkan pemerintah Jawa Barat belum menjamin perlindungan dan kesejahteraan anak maupun wanita secara penuh sehingga masih ditemuinya kasuskasus perdagangan manusia yang ironisnya belum diberantas secara merata di semua daerah. Hal ini juga menunjukkan bahwa terutama pada anak-anak yang secara nyata belum dapat diberikan haknya secara maksimal dan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan masih sebatas harapan yang belum dapat diwujudkan secara sempuna. Menjamurnya kasus ini Di daerah Jawa Barat diperkirakan banyak faktor yang melatar belakangi, adalah sebagai berikut : 1. Faktor ekonomi, menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk di daerah sekitar Jawa Barat 2. Faktor ketidakadaan kesetaraan gender, pada saat ini nilai sosial budaya patriarki yang asih kuat ini menempatkan laki-laki dan perempuan yang berbeda dan tidak setara. Dominasi laki-laki yang menyebabkan perlakuan-perlakuan tidak adil yang menguntungkan anak laki-laki. Anak laki-laki diberikan pendidikan, sekolah, kesempatan bekerja yang lebih baik. 3. Faktor pendidikan, banyak dari korban di daerah Jawa Barat adalah penduduk yang berpendidikan rendah, ini menyebabkan pengetahuan dan wawasan yang bisa menimbulkan kewaspadaan sangat rendah sekali. 4. Faktor penegakkan hukum, sebelum disahkannya Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, tidak ada peraturan perundang-undangan yang tegas,engatur kasus ini. Kebanyakan pelaku perdagangan orang yang tertangkap pun tidak semuanya dijatuhi hukuman yang setimpal dengan jenis dan akibat kejahatan tersebut, akibat lemahnya piranti hukum yang tersedia. Selain itu juga sering terjadinya para penegak hukum yang tidak melaksanakan suatu peraturan dengan cara sebagaimana mestinya. 5. Faktor masyarakat, kesadaran masyarakat Jawa Barat terhadap hukum belum terbangun dengan baik. Tujuan Penulisan dan Manfaat Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kasus menjamurnya kasus human trafficking di daerah Jawa Barat dan mengetahui apa saja langkah - langkah yang telah diambil oleh Pemerintah sekitar dan pihak-pihak yang ikut berperan untuk mengupas habis kasus ini. Dengan demikian juga diharapkan

8 3 keikutsertaan dari pembaca untuk menanggulangi kasus yang semakin menjamur ini dan juga untuk menambah wawasan dan kewaspadaan. Manfaat penulisan ini antara lain (1)Bagi mahasiswa, menjadikan media mahasiswa dalam rangka pengabdian diri kepada masyarakat, membangun jiwa sosial dan solidaritas yang tinggi bagi mahasiswa terhadap lingkungan sekitar, (2)Bagi masyarakat, melalui karya tulis ini diharapkan agar dapat menambah wawasan tentang bahayanya dan mengetahui modus-modus yang biasa digunakan dalam praktek tindak pidana human trafficking dan diharapkan lebih berwaspada terhadap kasus ini, serta (3)Bagi pemerintah, agar bisa menentukan atau segera mengambil tindakan yang tegas dalam memberantas habis kasus human trafficking di Jawa Barat. GAGASAN Kondisi terkini Human trafficking menjadi kejahatan Hak Asasi Manusia yang saat ini perlu lebih diperhatikan karena semakin maraknya kasus perdagangan orang di Indonesia. Berbagai jenis perdagangan orang tersebut antara lain; 1. Pekerja Migran Pekerja migran internal Pekerja migran internasional Pekerja anak 2. Perdagangan dengan modus adopsi (pengangkatan anak) 3. Pernikahan dan pengantin pesanan 4. Modus pertukaran pelajar 5. Implantasi organ (Handayani, akses 8 Maret 2013) Seperti yang kita ketahui bahwa Hak Asasi Manusia sendiri ada bukan sebagai hadiah atau penghargaan dari negara, melainkan hak setiap manusia di tempat dan waktu manapun sebagai wujud eksistensi manusia yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia sendiri kasus ini menjadi semakin marak di tengah masyarakat. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara dengan kasus human trafficking tertinggi di dunia. Di era modern ini, perdagangan orang tidak hanya di dalam negeri melainkan hingga ke luar negeri melintasi batas-batas negara sehingga tidak hanya menjadi masalah dalam negeri tetapi juga menjadi masalah internasional yang harus segera diberantas karena menyangkut Hak Asasi Manusia. Penyebarannya pun semakin berkembang dengan berbagai cara dan semakin sulit dipisahkan dari perkembangan teknologi masa kini. Tren yang semakin marak dewasa ini adalah perdagangan anak sebagai pekerja seks hingga perdagangan bayi melalui media sosial

9 4 di internet. Dengan berbagai motif seperti bujukan, ancaman, rayuan, dan penipuan mereka dibawa untuk bekerja di luar kemampuannya seperti pekerja seks, pekerja paksa serta berbagai bentuk eksploitasi lainnya terhadap diri mereka. Dari laporan yang dirilis Departemen Luar Negeri AS diperkirakan 69% dari seluruh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah perempuan dan lebih dari 50% dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah anakanak. LSM Migran Care Indonesia memperkirakan bahwa 43% atau sekitar 3 juta dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri tersebut adalah korban human trafficking. Perempuan Indonesia yang bermigrasi ke Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah banyak mengalami prostitusi paksa. Anak-anak diperdagangkan di dalam negeri dan luar negeri terutama untuk pembantu rumah tangga, pelacuran paksa, dan cottage industry (industri berbasis rumah tangga skala kecil). Banyak dari gadis-gadis ini diperdagangkan untuk bekerja jam per hari dengan upah yang sangat rendah. Berbagai cara dipakai pelaku untuk menarik dan mengontrol korban, termasuk janjijanji pekerjaan dengan gaji yang tinggi, jeratan utang, tekanan masyarakat dan keluarga, ancaman kekerasan, perkosaan, pernikahan palsu, dan penyitaan paspor. Seperti contoh Jawa Barat yang dinyatakan sebagai daerah yang menyumbang korban human trafficking cukup tinggi bersama Sumatera Utara, Papua, dan Kalimantan Barat. Sekitar 60% korban Human Trafficking di Indonesia berasal dari Jawa Barat. Perdagangan perempuan dan anak ini semakin menjadi perhatian pemerintah khususnya pemerintah provinsi Jawa Barat yang bahkan menjadi daerah dengan kasus human trafficking terbanyak. Bahkan beberapa daerah di Jawa Barat sudah diasumsikan negatif oleh masyarakat. Misalkan saja, daerah tempat untuk melangsungkan kawin kontrak, hemat saja mereka menyebut kota Indramayu. Daerah puncak Bogor juga diidentikkan sebagai tempat prosesi kawin semalam. Serta masih banyak lagi daerah-daerah di Jawa Barat yang diidentikkan negatif, seperti wilayah pantura. Dilihat dari berbagai kasus yang terjadi, human trafficking sendiri muncul sebagai konsekuensi atas masalah-masalah dalam masyarakat yang mendasarinya. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebabnya disusul dengan rendahnya pendidikan, serta kepadatan penduduk yang tinggi. Kiranya hal yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor pendorong terjadinya kasus perdagangan orang sendiri serta bagaimana aparatur negara dapat bertindak dengan cepat dan tegas dalam menangani kasus tersebut. Seperti yang sudah disinggung sejak dulu, penegakkan hukum di Indonesia khususnya dalam kasus perdagangan orang dinilai masih banyak kekurangan. Bahkan beberapa kasus yang ada secara tiba-tiba hilang bagaikan tidak pernah ada. Perlu dipertanyakan sejauh apa keseriusan pemerintah dalam menangani kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Serta bagaimana kinerja pemerintah Indonesia dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Semakin hari rakyat semakin ragu terhadap peran pemerintah yang seharusnya menjaga hak setiap warganya serta menindak tegas segala bentuk perdagangan orang yang sudah melanggar kaidahkaidah dalam Hak Asasi Manusia itu sendiri.

10 5 Dan berdasarkan data International Organization for Migration (IOM) Indonesia, jumlah korban kasus perdagangan manusia di Indonesia mencapai orang, yang terdiri dari orang perempuan dan 384 orang laki-laki. "Yang paling tinggi berasal dari Jawa Barat mencapai 920 orang atau 23,33% dari total korban perdagangan manusia yang ada di Indonesia pada tahun Sekitar 99% korban perdagangan manusia tersebut merupakan perempuan. Kebanyakan mereka berasal dari daerah Indramayu dan Bandung. Perdagangan perempuan dan anak ini semakin menjadi perhatian pemerintah khususnya pemerintah provinsi Jawa Barat yang bahkan menjadi daerah dengan kasus human trafficking terbanyak. Bahkan beberapa daerah di Jawa Barat sudah diasumsikan negatif oleh masyarakat. Misalkan saja, daerah tempat untuk melangsungkan kawin kontrak, hemat saja mereka menyebut Kota Indramayu. Daerah puncak Bogor juga diidentikkan sebagai tempat prosesi kawin semalam. Serta masih banyak lagi daerah-daerah di Jawa Barat yang diidentikkan negatif, seperti wilayah pantura. Banyak dari kasus- kasus human trafficking yang dimana para pengegak hukumnya dan para pemerintah setempat tidak melakukan penggabungan catatan secara nasional terhadap penuntutan kasus perdagangan manusia. Data statistik mengenai penuntutan dan vonis kasus-kasus perdagangan manusia pun tidak jelas perinciannya. Pemerintah Jawa Barat sebenarnya sudah sejak lama mulai memerangi kasus human trafficking. Begitu ada kasus human trafficking ini muncul, pemerintah langsung mengusut kasus ini, tapi kekurangannya adalah kebanyakan dari kasuskasus human trafficking yang hilang begitu saja dalam artian sudah tidak dibahas atau bahkan diusut lagi oleh para penegak hukum khususnya Pemerintah. Seperti yang sudah disinggung sejak dulu, penegakkan hukum di Indonesia khususnya Jawa Barat dalam kasus perdagangan orang dinilai masih banyak kekurangan. Bahkan beberapa kasus yang ada secara tiba-tiba hilang bagaikan tidak pernah ada. Oleh karena itu tugas negara untuk mencegah, menyidik, menuntut dan menjamin hak keselamatan korban perlu dan harus ditingkatkan. Itulah sebabnya Indonesia dimasukkan ke dalam urutan kedua dalam laporan tentang perdagangan orang di seluruh dunia. Hal ini menggambarkan pemerintah Indonesia yang belum sepenuhnya mematuhi standar Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan Manusia. Solusi yang pernah ditawarkan Sebagaimana sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Pasal 20 yang dengan jelas melarang segala bentuk perbudakan, perdagangan budak, perdagangan wanita dan tindakan serupa lainnya. Demikian pula dalam UUD 1945 Pasal 28 yang jelas mengatur segala bentuk Hak Asasi Manusia dilindungi dan diatur dalam dasar negara. Namun jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 297 yang berbunyi Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Sanksi yang diberikan dalam Pasal 297 KUHP dinilai terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diberikan kepada korban perdagangan orang.

11 6 Ancaman hukuman yang terbilang ringan untuk sebuah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang bahkan sudah dikecam di berbagai negara dirasa perlu lebih diperhatikan pemerintah agar Indonesia tidak lagi menjadi salah satu negara dengan kasus perdagangan orang yang tinggi. Sebelumnya Pemerintah Republik Indonesia melakukan kerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat guna mencegah dan memberantas perdagangan orang di Indonesia. Hal itu mencakup: 1. Membantu dalam pemeriksaan dan penilaian penyidik pemberantasan perdagangan manusia; 2. Membantu penyidik kepolisisan yang telah lulus penilaian dalam pengumpulan bukti yang memenuhi syarat hukum Indonesia berkenaan anti perdagangan manusia sekarang dan di masa depan; 3. Membantu dalam pembangunan dan penggunaan teknologi forensik yang berkelanjutan untuk mengidentifikasi korban dan pelaku perdagangan manusia; 4. Membantu kepolisian dan kejaksaan dalam menyusun buku pedoman yang tepat untuk melakukan tugas mereka; 5. Membantu dalam pengembangan kerjasama sektor pengadilan pidana regional; 6. Bekerja erat dengan kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman untuk melaksanakan rencana komprehensif pemberantasan perdagangan manusia antar instansi dan menyediakan bantuan teknis berkelanjutan dan sumber daya untuk memecahkan problem; 7. Mengidentifikasi dan melatih ORNOP-advokat di Indonesia untuk memastikan adanya pengamatan masyarakat sipil yang berkelanjutan terhadap upaya pemberantasan perdagangan manusia oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jawa Barat sendiri juga sudah menerapkan berbagai upaya dalam pemberantasan human trafficking. Seperti tindakan dari istri Gubernur Jawa Barat yaitu Ibu Netty Heryawan yang membentuk program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Jawa Barat sendiri juga menggandeng Kedubes AS dalam upaya mencegah dan memberantas human trafficking khususnya di Jawa Barat. dalam Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 51 ayat (1) mengatur bahwa korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial. Potensi perbaikan Pada dasarnya aturan di Indonesia terkait kasus perdagangan orang ini sudah cukup baik ditambah dengan adanya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak serta Komnas Perempuan. Hal yang butuh untuk diperbaiki adalah bagaimana implementasi dalam memberantas kasus perdagangan

12 7 orang yang sangat membutuhkan partisipasi tidak hanya dari penegak hukum dan Komnas HAM tetapi juga mengikutsertakan masyarakat dengan lebih mensosialisasikan kasus perdagangan orang sehingga mampu membongkar kasuskasus yang ada agar Indonesia terbebas dari kasus human trafficking. Pihak-pihak yang terlibat 1. PBB : Mengeluarkan pedoman-pedoman yang direkomendasikan mengenai HAM dan perdagangan orang sebagai laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB kepada dewan Ekonomi dan Sosial PBB yang bertujuan untuk : - mengadopsi kesepakatan-kesepakatan bilateral yang bertujuan untuk mencegah perdagangan manusia, memberikan perlindungan hak-hak dan martabat dari orang-orang yang diperdagangkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka. - mengembangkan susunan kerja sama untuk memudahkan identifikasi dengan cepat terhadap orang-orang yang diperdagangkan termasuk saling berbagi dan saling tukar informasi yang berhuubungan dengan kewarganegaraan. 2. Pemerintah, mengamati dan mengawasi secara betul pola emigrasi dan imigrasi, harus melakukan upaya yang serius dan berkelanjutan untuk menyelidiki dan memberantas perdagangan manusia. Serta pemerintah dengan segera harus mengambil tindakan tegas untuk mengurangi kasus ini dengan cara menetapkan hukuman yang setaraf dengan hukuman untuk tindak pidana yang berat menyangkut kematian 3. Polisi di daerah setempat, bertujuan untuk melakukan penggerebekan mungkin di daerah-daerah yang dianggap sebagai tempat praktek human trafficking, contohnya kos atau tempat yang dicurigai. 4. LSM, untuk menyediakan layanan dasar pada perempuan, dan anak calon korban perdagangan manusia. 5. KOMNAS HAM, bertujuan untuk : -Menangani kasus pelanggaran HAM. -Mengkaji peraturan negara seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan produk hukum lainnya yang terkait dengan HAM. -Melakukan pemantauan dan penyelidikan yang mengandung unsur pelanggaran HAM. -Memediasi jika terjadi pelanggaran HAM. -Melakukan penyuluhan/pendidikan kepada penyelenggara negara dan masyarakat. 6. KPAI 7. Aparat Kepolisian Republik Indonesia 8. Tim Advokasi khusus untuk menangani kasus Human Trafficking

13 8 Langkah-langkah strategis Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang amat pelik ini. Pencegahan trafficking (perdagangan orang) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: 1. Pemetaan masalah perdagangan orang di Jawa Barat, baik untuk tujuan domesik maupun luar negeri. 2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anakanak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasana pendidikannya. 3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya. 4.Perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial. 5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang-Undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah. 6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan aktif memberikan informasi dan melaporkan jika ada kejadian tersebut kepada penegak hukum atau pihak berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya dilindungi dan dirahasiakan. Dalam hal ini pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 7. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia Republik Indonesia wajib melaksanakan kerjasama Internasional, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral. KESIMPULAN Menarik kesimpulan dari kasus human trafficking yang terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Barat, tindakan tersebut terjadi tidak hanya karena adanya niat pelaku tetapi juga keadaan korban yang mendukung tindakan human trafficking. Maka hal yang juga perlu dilihat adalah faktor-faktor penyebab terjadinya hal tersebut. Kami menyimpulkan ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang amat pelik ini. Pencegahan trafficking (perdagangan orang) dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

14 9 1. Pemetaan masalah perdagangan orang di Jawa Barat, baik untuk tujuan domesik maupun luar negeri. 2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasana pendidikannya. 3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluasluasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya. 4. Perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial.. 5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap Undang-Undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah. 6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dengan aktif memberikan informasi dan melaporkan jika ada kejadian tersebut kepada penegak hukum atau pihak berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya dilindungi dan dirahasiakan. Dalam hal ini pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 7. Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana perdagangan orang, pemerintah Indonesia Republik Indonesia wajib melaksanakan kerjasama Internasional, baik bersifat bilateral, regional maupun multilateral. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut dan tenaga penegak hukum yang ada serta semangat dalam menegakkan supremasi hukum, maka tindakan human trafficking tersebut dapat dicegah dan bahkan diberantas di Jawa Barat dan seluruh Indonesia. DAFTAR PUSTAKA

15 10

16 11

17 12

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

II. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di

II. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di PERUBAHAN ATAS SURAT PERJANJIAN MENGENAI PENGENDALIAN NARKOTIK DAN PENEGAKAN HUKUM TANGGAL 23 AGUSTUS 2000 ANTARA PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT DAN PEMERINTAH INDONESIA I. UMUM Pemerintah Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang 1 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Novelina MS Hutapea Dosen Fakultas Hukum USI Ringkasan Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mulia, berakal budi, berakhal dan bermartabat. Oleh

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017 Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid 14-15 November 2017 Kondisi kekerasan seksual di Indonesia Kasus kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 T E N T A N G GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DAN EKSPLOTASI SEKSUAL ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA HUMAN TRAFFICKING PENERAPAN PANCASILA KE-1 DISUSUN OLEH : ANANG EDI KUSNANTO 11.11.4753 S1-TI.02 KELOMPOK C DRs.TAHAJUDDIN SUDIBYO STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA HUMAN TAFFICKING

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem hukum dalam suatu negara, dalam hal ini negara kita, Indonesia. Suatu bentuk penerapan peraturan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan: 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah kepadatan penduduk di Jawa Barat mencapai sekitar 46 juta jiwa pada tahun 2011 yang tersebar di 26 kabupaten dan kota. Untuk kota Bandung jumlah penduduknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

SEMARANG, 22 Oktober 2014

SEMARANG, 22 Oktober 2014 SAMBUTAN ASISTEN KESRA SEKDA PROV. JATENG PADA PEMBUKAAN RAKOR Upaya Percepatan Kerjasama Pencegahan dan Penanganan Trafficking Terhadap Perempuan Dan Anak Se-Wilayah Mitra Praja Utama Di Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU SALINAN PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENCULIKAN DAN MODUSNYA (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana)

TINDAK PIDANA PENCULIKAN DAN MODUSNYA (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) TINDAK PIDANA PENCULIKAN DAN MODUSNYA (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : RD. ENDEH SITI M. NPM : 09411733000158 MATA KULIAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN B U K U S A K U B A G I ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Penyusun Desainer : Tim ACILS dan ICMC : Marlyne S Sihombing Dicetak oleh : MAGENTA FINE PRINTING Dikembangkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 19 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci