BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Community Development Pengembangan masyarakat (Community Development) merupakan konsep yang berkembang sebagai tandingan terhadap konsep negara kesejahteraan (Djohani. R.2003,p1). Kedua konsep ini muncul dalam wacana pembangunan yang diperankan oleh negara (sebagai tanggung jawab pemerintah) untuk mensejahterakan masyarakat (rakyat) dan mendistribusikan kesejahteraan tersebut secara merata (adil). Inti dari konsep kesejahteraan adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia (human needs) yang dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan. Di negara maju, telah terbukti bahwa konsep negara kesejahteraan tidak mampu berjalan secara berkelanjutan pada saat negara mengalami krisis ekonomi karena dibebani oleh peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Pada konsep negara kesejahteraan, pemerintah campur tangan langsung pada pengelolaan dan distribusi kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pada konsep pengembangan masyarakat, lebih ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat sendiri (community based service) dengan ide utama keberlanjutan dalam penyelenggaraan seluruh aspek hidup komunitas (ekonomi, sosial, kultural dan lingkungan) karena dikembangkannya keswadayaan masyarakat. Community Development adalah sebuah proses dimana para anggota komunitas berkumpul bersama untuk mengambil tindakan kolektif dan mencarikan solusi atas permasalahan bersama" (Frank dan Smith, 1999). Community Development juga bisa diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam isu yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk didalamnya metode bagi individu untuk mengembangkan 9

2 pengetahuan, ketrampilan dan motivasi serta mengidentifikasi gangguan bersama dan menyelesaikannya secara bersama. Community Development memegang teguh pertimbangan kemanusiaan (humanity) bahwa manusia dapat mengorganisasikan dirinya dan komunitasnya agar bekerjasama, saling membantu didasarkan pada nilai humanitarian, untuk kemudian menentukan kondisi yang ingin dicapainya yang ditentukan oleh masyarakatnya sendiri. Kondisi ini bisa saja tidak terkait dengan konsep kesejahteraan masyarakat, melainkan adalah upaya mengorganisasikan diri untuk dapat terus mempertahankan nilai-nilai, gaya hidup dan lingkungan yang dapat memberikan identitas pada individu di dalamnya. Tujuan dari Community Development adalah pembangunan komunitas yang mandiri secara ekonomi dan demokratis secara sosial, serta kelompok komunitas menjadi terberdaya untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan sosial untuk mencapai tujuan pembangunan sosial. Keluaran utama dari Community Development adalah meningkatnya kualitas kehidupan dari anggota komunitas. Community Development yang efektif dihasilkan dalam keuntungan bersama dan tanggung jawab yang dibagi bersama diantara anggota komunitas, dan hal tersebut mengenali adanya hubungan antara masalah-masalah ekonomi, sosial, kultural dan lingkungan, adanya kepentingan yang berbeda-beda di dalam komunitas, dan hubungannya dengan pengembangan kapasitas. 2.2 Pengembangan Kapasitas Masyarakat Pernyataan pengembangan kapasitas komunitas untuk membantu komunitas berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan mereka sendiri, baik lingkungan sosial maupun ekonomi, telah menjadi suatu hal yang krusial ketika kita dihadapkan pada implementasi Community Development. Permasalahan tersebut juga diikuti dengan kesulitan dalam menemukan pengukuran dan penilaian yang tepat untuk kapasitas komunitas dan pengembangannya. Komunitas sangat dinamis yang merupakan jaringan manusia dan sumber daya yang sangat 10

3 kompleks yang terikat melalui hubungan yang bervariasi merupakan suatu tantangan tersendiri untuk standar pendekatan penilaian yang ada. Labonte dan Laverack (2001, p114) mendefinisikan pengembangan kapasitas komunitas sebagai "kemampuan kelompok komunitas yang meningkat untuk mendefinisikan, mengevaluasi, menganalisis dan bertindak terhadap segala sesuatu yang terkait dengan anggotanya sendiri". Menurut Bush et.al (2002) definisi kapasitas komunitas adalah suatu kumpulan karakteristik dan sumber daya yang apabila disatukan, akan meningkatkan kemampuan komunitas untuk mengenali, mengevaluasi dan menentukan kunci permasalahan. Skinner (1997, p1-2) memberikan suatu definisi yang lebih spesifik terhadap Pengembangan Kapasitas Masyarakat ini, yaitu: "Suatu kegiatan pembangunan yang berusaha untuk meningkatkan kemampuan suatu komunitas atau kelompok masyarakat untuk membangun struktur, sistem dan keahlian dari anggota mereka sehingga mereka dapat menentukan dan berusaha untuk mencapai tujuan mereka dan bersama-sama untuk merencanakan dan mengelola kegiatan komunitas untuk ikut serta dalam kemitraan maupun usaha komunitas. Termasuk di dalamnya aspek-aspek seperti pelatihan, pengembangan keahlian personal dan organisasional, terorganisir dengan mandiri dan terencana, yang merefleksikan prinsip-prinsip pemberdayaan". Perbedaan antara pendekatan pengembangan kapasitas dengan pemberdayaan terdapat pada agenda dan tujuan dari proses tersebut. Pendekatan pemberdayaan memiliki tujuan yang eksplisit untuk membawa perubahan sosial dan politik yang diwujudkan di dalam tindakan dan aktivitas yang diambil, sedangkan pengembangan kapasitas memiliki tujuan pengembangan keahlian dan kemampuan yang memungkinkan anggota untuk mengambil keputusan dan tindakan untuk mereka sendiri, akan tetapi tidak termasuk aktivitas politik. 11

4 Ada beberapa alasan untuk memfokuskan usaha-usaha kita pada pengembangan kapasitas masyarakat dalam implementasi Community Development, menurut (Rissel, Finnegan & Bracht, 1993) diantaranya adalah: a. Partisipasi dan pelibatan Kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat selalu berusaha untuk melibatkan seluruh kelompok, termasuk kelompok yang termaginalkan dalam pengambilan keputusan (decision-making), mengetahui fakta bahwa partisipasi yang tinggi akan menuntun pada solusi dan hasil yang lebih baik b. Holistik Pendekatan pengembangan kapasitas masyarakat selalu memperhitungkan salingketergantungan yang ada antar kelompok-kelompok dalam komunitas, antara komunitas dengan komunitas lain dalam wilayah yang lebih luas, sampai konteks nasional dan global c. Keragaman Aktivitas pengembangan kapasitas masyarakat mengakui dan bekerja diantara keragaman di dalam komunitas melalui identifikasi dari penggunaan sumber daya yang sama d. Responsif Pengembangan kapasitas mengetahui bahwa perubahan merupakan sebuah aspek integral dari kehidupan komunitas dan menekankan nilai-nilai untuk bekerja dalam cara-cara yang adaptif dan terus berkembang e. Sustainability Pengembangan kapasitas komunitas itu sendiri memiliki sifat-sifat yang sustainable, karena kelompok-kelompok atau organisasi dalam komunitas mempelajari dan mengembangkan suatu kemampuan serta menghimpun sumber daya untuk mempertahankan inisiatif yang dimiliki komunitas. 12

5 Walaupun pendekatan pengembangan kapasitas masyarakat telah ada sejak lama, perkembangan dari metode dan alat untuk mengukur dan menilai kapasitas komunitas selalu tertinggal. Hal ini terjadi sebagian besar karena sifat kompleksitas dan dinamika dari kapasitas komunitas itu sendiri. Faktor-faktor beragam yang berkontribusi terhadap kapasitas komunitas tidaklah mudah untuk diukur karena terdapat pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang berfokus pada penilaian kuantitatif dari tingkatan kapasitas dengan pendekatan yang bermaksud untuk mengukur kompleksitas dari hubungan yang terjadi di dalam komunitas. Pendekatan pertama mungkin kurang intensif dalam hal sumber daya, informasi tentang validitas dan reliabilitas dari pendekatan tersebut sangat terbatas. Sementara itu pendekatan yang melihat kompleksitas dari jejaring komunitas mungkin memberikan informasi yang sangat banyak akan tetapi mereka memerlukan sumber daya yang lumayan besar dan sangat bergantung pada pandangan dan pendapat partisipan. Setelah melihat perkembangan dari pendekatan pengembangan kapasitas masyarakat di atas, kemudian muncul sebuah metode baru yang digunakan untuk mengukur pengembangan kapasitas masyarakat yang dinamakan dengan Indeks Kapasitas Komunitas (IKK). Metode ini diperkenalkan oleh Robert Bush, Jo Dower dan Allyson Mutch dari Universitas Queensland (2002) untuk menilai pengembangan kapasitas masyarakat dalam masalah kesehatan publik. Walaupun pada awalnya digunakan dalam konteks yang berbeda, akan tetapi konsep Indeks Kapasitas Komunitas ini relevansinya sangat besar dengan praktek Community Development secara umum. Indeks Kapasitas Komunitas dikembangkan sebagai sebuah pendekatan yang dapat menyeimbangkan persepsi dengan kapabilitas yang sebenarnya dan dapat diaplikasikan tanpa mengeluarkan sumber daya yang berlebihan. Indeks Kapasitas Komunitas didesain untuk membantu mengidentifikasi bobot dari kapasitas yang ada dalam jejaring dari komunitas dan kelompok pada tingkatan lokal. Indeks ini juga dapat diaplikasikan pada beberapa jejaring kelompok dan organisasi yang 13

6 bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, walaupun dengan wilayah geografis yang berbeda. Indeks Kapasitas Komunitas (IKK) juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain, beberapa diantaranya adalah: Untuk menentukan indikator-indikator dasar dari kapasitas komunitas, untuk memperkenalkan sebuah program dan kemudian menentukan perkembangan yang didapat dari indikator dasar ini; Untuk perencanaan strategis, yaitu membantu mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki oleh suatu komunitas dalam melaksanakan sebuah program; Untuk mengidentifikasi kapasitas dari sebuah jejaring komunitas yang bekerja sama dengan organisasi lain dalam melaksanakan sebuah program; Untuk mengevaluasi kapasitas dari sebuah komunitas untuk mempertahankan pengaruh dari sebuah program dari waktu ke waktu; dan Untuk pemetaan dan perencanaan pengembangan kapasitas, yaitu menentukan kapasitas apa yang telah dicapai komunitas dari waktu ke waktu dan untuk merencanakan pengembangan kapasitas selanjutnya Komponen Indeks Kapasitas Komunitas Komponen Indeks Kapasitas Komunitas berdasarkan Manual Indeks Kapasitas Komunitas (IKK) yang diperkenalkan oleh Robert Bush, Jo Dower dan Allyson Mutch dari Universitas Queensland (2002), yang digunakan untuk mengukur pengembangan kapasitas masyarakat yaitu : a. Domain Kapasitas Domain kapasitas adalah sebuah wilayah pengaruh yang signifikan pada proses kapasitas komunitas, dimana domain tersebut memberikan sebuah ukuran sampai dimana komunitas mampu untuk mencapai tindakan kolektif (Jones, 2002). 14

7 Pengembangan kapasitas masyarakat dalam penelitian ini dinilai dalam 4 (empat) domain penilaian, yang masing-masingnya memiliki tingkatan kapasitas dan indikator-indikator yang akan dijelaskan nanti. Bush et.al (2002) mendeskripsikan keempat domain tersebut sebagai berikut: Kemitraan dalam jejaring komunitas Maksudnya adalah hubungan yang terjadi antar individu atau kelompok di dalam komunitas atau jejaring komunitas. Diasumsikan bahwa tinggi rendahnya kualitas kemitraan dalam jejaring komunitas didasarkan pada hubungan investasi timbal balik dan pertukaran yang terjadi antara anggota. Jika anggota mengetahui keuntungan bersama dengan bergabung dengan kemitraan, maka akan meningkatkan tingkat keberlangsungan dari jejaring komunitas yang dapat memaksimalkan kapasitas untuk keterlibatan dalam program. Transfer pengetahuan Transfer pengetahuan adalah pengembangan, penggunaan dan pertukaran informasi antara anggota atau kelompok di dalam komunitas atau jejaring komunitas. Biasanya pengembangan pengetahuan diwujudkan melalui penggunaan pengetahuan yang berasal dari hasil penelitian (dari luar) dan pengetahuan berbasis lokal. Pertukaran pengetahuan terjadi dengan memanfaatkan kemitraan dalam jejaring komunitas, dan penggunaan pangetahuan bergantung pada penggunaan strategi yang digunakan oleh seluruh jaringan atau beberapa individu yang memiliki akses kepada seluruh anggota komunitas atau jejaring komunitas. Kemampuan memecahkan masalah (problem solving) Pada domain penilaian ini, kemampuan memecahkan masalah diartikan sebagai kemampuan dari anggota atau kelompok di dalam komunitas atau 15

8 jejaring komunitas dan atau kemampuan dari jejaring komunitas atau komunitas itu sendiri dalam menggunakan metode tertentu untuk mengidentifikasi dan memecahkan suatu masalah yang muncul pada saat pengembangan atau saat implementasi program/kegiatan. Infrastruktur Khusus untuk Domain penilaian ini dibagi lagi menjadi 4 sub domain, dibandingkan 3 domain lainnya yang hanya dinilai dari tingkat kapasitasnya. Alasannya karena khusus domain infrastruktur berkaitan erat dengan faktor Sustainability/keberlangsungan, dimana 4 sub domain infrastruktur merupakan tolak ukur langsung dari Sustainability. Infrastruktur merujuk pada tingkatan investasi pada jejaring komunitas oleh individu-individu atau kelompok yang membentuk jejaring komunitas itu sendiri. Investasi yang dimaksud seperti investasi dalam peraturan dan kebijakan, investasi dalam modal sosial, investasi dalam modal manusia (human capital) dan investasi dalam modal finansial. b. Tingkatan Kapasitas Tingkatan kapasitas disini dipergunakan untuk mengukur bobot dari masingmasing domain kapasitas, 3 (tiga) dari empat domain penilaian diberi masingmasingnya 3 tingkatan bobot kapasitas, sedangkan untuk Domain infrastruktur diberikan 4 sub domain. Kapasitas tingkat 1 merefleksikan bobot kapasitas yang rendah, dan kapasitas tingkat 2 dan tingkat 3 berturut-turut merefeksikan bobot sedang dan tinggi. Adanya aktivitas dan kemampuan tertentu oleh komunitas akan menunjukkan tingkatan kapasitas yang telah dicapai. Semakin terakumulasi aktivitas dan kemampuan komunitas tersebut, akan semakin meningkat pula tingkatan kapasitas yang dicapai. 16

9 Tingkatan kapasitas bagi tiap-tiap domain akan menghasilkan suatu diskusi tentang bagaimana kemajuan dan peningkatan dapat dicapai. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa dapat saja terjadi suatu keadaan dimana suatu komunitas mungkin saja tidak memiliki seluruh elemen/indikator dari satu tingkatan tapi memiliki satu elemen/indikator yang berasal dari satu tingkatan yang lebih tinggi. c. Indikator Kapasitas Dalam penggunaan indeks kapasitas komunitas ini, dipilih indikator-indikator yang berkaitan dengan skenario atau situasi yang menunjukkan keberadaan pengembangan kapasitas dalam komunitas ini. Salah satu hal yang penting dalam analisis ini, adalah proses analisis di lapangan. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Ilustrative methods dan penggunaan indikator untuk menilai kapasitas masyarakat, dengan beberapa proses pekerjaan: Sebelum survey dilakukan, dipilih indikator-indikator yang berkaitan dengan Domain Penilaian yang ada dalam Indeks Kapasitas Komunitas. Indikatorindikator tersebut kemudian diberi bobot, yaitu tidak sama sekali/hampir tidak ada, sedikit, cukup, dan hampir seluruhnya. Bobot dari indikator tersebut diukur dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan jawaban dari responden, dan menggolongkan jawaban-jawaban tersebut dengan bobot yang telah dibuat sebelumnya. Untuk menentukan bobot dari kapasitas tersebut diperhatikan jawaban-jawaban responden yang paling sering muncul, sehingga didapat generalisasi dari pembobotan indikator kapasitas tersebut. Dari pembobobotan pertama ini diperoleh pemetaan dari kapasitas anggota Setelah seluruh kapasitas dipetakan, dilakukan pembobotan kedua melalui agregasi dari pemetaan kapasitas yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk menentukan agregatnya (pembobotan kedua) juga melalui proses serupa dengan pembobotan pertama, akan tetapi juga memperhatikan indikator mana yang 17

10 paling berpengaruh dalam tingkatan kapasitas tersebut. Indikator yang berpengaruh adalah indikator yang cukup mewakili seluruh indikator yang terdapat dalam satu tingkatan kapasitas tersebut, sehingga jika indikator ini sudah dicapai maka dapat dikatakan satu tingkatan kapasitas tersebut hampir terpenuhi seluruhnya. Penentuan skor bobot untuk indikator dan agregat pada masing-masing domain penilaian dapat dilihat pada lampiran. lndikator untuk masing-masing domain adalah: a. Kemitraan Dalam Jejaring Keberadaan dan fungsionalitas dari peran kepemimpinan di dalam Jejaring Komunitas Kemampuan untuk merumuskan tujuan dan bertindak kolektif bersama anggota komunitas lainnya Kemampuan mengidentifikasi dan mengerahkan organisasi & sumber daya (manusia maupun material) untuk melaksanakan sebuah program. b. Transfer Pengetahuan Kemampuan untuk mengembangkan program yang memenuhi kebutuhan lokal komunitas. Kemampuan untuk mentransfer informasi / pengetahuan tersebut untuk anggota lain Kemampuan untuk menyatukan program tersebut ke dalam agenda utama milik kelompok c. Problem Solving Kemampuan untuk mengidentifikasi aktor-aktor kunci yang berpengaruh untuk penyelesaian masalah Kemampuan untuk bermufakat dan bernegosiasi dalam penyelesaian masalah dengan proses yang baik 18

11 Kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan diikuti dengan cara penyelesaian yang benar d. Infrastruktur Kemampuan untuk menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program Kemampuan untuk menghimpun modal material/finansial untuk pelaksanaan program Kemampuan untuk menghimpun dan mengembangkan investasi terhadap sumber daya manusia Kemampuan untuk mengembangkan modal sosial Keberlanjutan / Sustainability Pendekatan penilaian kapasitas masyarakat juga memiliki hubungan dengan sustainability. Keberlanjutan pelaksanaan program oleh masyarakat berhubungan dengan kemampuan-kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh jejaring komunitas atau komunitas itu sendiri untuk bertahan melanjutkan program yang ada. Sebuah komunitas atau jejaring komunitas yang sustainable memiliki beberapa kualifikasi tertentu yang membuat mereka dapat bertahan dan terus berjalan dengan cara-cara tertentu. Nantinya kemampuan tersebut akan memudahkan sebuah program baru diimplementasikan kepada kelompok lokal dan bahkan dapat diimplementasi ulang kembali atau diubah sewaktu-waktu tergantung situasi dan kondisi yang ada. Fleksibilitas dan ketahanan ini adalah sebuah kualifikasi dan kemampuan yang penting bagi sebuah komunitas atau jejaring komunitas yang sustainable. 19

12 Dalam konteks penggunaan Indeks Kapasitas Komunitas, Sustainability tercapai apabila (Bush et.al, 2002) : 1. Jejaring internal komunitas atau kelompok mampu mempertahankan sebuah program sepanjang waktu dengan memanfaatkan jejaring yang telah terbentuk dan kemampuan pemecahan masalah dengan proses yang baik (Durability/Daya Tahan) 2. Jejaring internal komunitas atau kelompok memiliki investasi yang cukup secara finansial, sumber daya manusia, dan modal sosial untuk melanjutkan sebuah program dengan menggunakan sumberdayanya sendiri (Investasi dan Kemandirian) 3. Jika diperlukan jejaring internal komunitas atau kelompok memiliki fleksibilitas untuk mengubah suatu program atau apapun yang diperlukan untuk mempertahankan sebuah program (Fleksibilitas dan Keterbukaan terhadap Perubahan) 4. Investasi dalam kelompok meningkatkan kemampuan dari jejaring internal komunitas atau kelompok untuk mengambil program lain dengan memanfaatkan jejaring yang telah terbentuk, transfer informasi/pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah dengan proses yang baik (generalisasi dari kapasitas) Perlu diingat bahwa Domain Infrastruktur disusun untuk mempertimbangkan kadar keberlangsungan. Domain ini secara spesifik memberikan indikator-indikator dari tingkatan investasi di dalam jejaring yang diberikan oleh kelompok. Seperti yang disebutkan diatas, sustainability dan kapasitas masyarakat memiliki hubungan yang progresif. Domain penilaian dalam indeks kapasitas komunitas masing-masing mewakili beberapa kemampuan dari komunitas untuk menunjang keberlangsungan komunitas dalam pelaksanaan program. Apabila masing-masing tingkat penilaian kapasitas dalam domain telah terpenuhi, maka masing-masing domain tersebut menghasilkan output berupa kapasitas maupun faktorfaktor yang mendukung sustainability komunitas dalam pelaksanaan program. Dari output ini bisa disimpulkan pencapaian sustainability dari komunitas menurut 4 faktor yang telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya dan dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar

13 Bentuk Indeks Kapasitas Komunitas berdasarkan Manual Indeks Kapasitas Komunitas (IKK) untuk menilai pengembangan kapasitas masyarakat dalam masalah kesehatan publik yang diperkenalkan oleh Robert Bush, Jo Dower dan Allyson Mutch dari Universitas Queensland (2002), disajikan dalam Tabel II-1, Tabel II-2, Tabel II-3 dan Tabel II-4. Sedangkan bentuk Indeks Kapasitas Komunitas dalam Tabel II-5, Tabel II-6, Tabel II-7 dan Tabel II-8 merupakan adaptasi secara subyektif untuk kasus di Indonesia dalam program pengelolaan irigasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. 21

14 Gambar 2.1 Diagram Struktur Pengembangan Kapasitas Masyarakat K a p a s i t a s M e n i n g k a t Domain 1 Kemitraan dalam Jejaring Komunitas Kapasitas Tingkat 1 Jejaring memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi organisasi atau kelompok yang memiliki sumber daya untuk melaksanakan/mempertahankan suatu program Kapasitas Tingkat 2 Jejaring memiliki kapasitas untuk melaksanakan sebuah program Kapasitas Tingkat 3 Sudah terdapat sebuah Jejaring yang mampu mempertahankan dan memberikan sumber daya untuk sebuah program Domain 2 Transfer Pengetahuan Tingkatan Kapasitas Kapasitas Tingkat I Jejaring memiliki kapasitas untuk mengembangkan sebuah program yang memenuhi kebutuhan lokal Kapasitas Tingkat 2 Jejaring memiliki kapasitas untuk mentransfer pengetahuan untuk mencapai hasil yang diharapkan/ mengimplementasikan suatu program dalam jejaring Kapasitas Tingkat 3 Jejaring memiliki kapasitas untuk mengintegrasikan sebuah program kedalam kerangka utama praktek dan kemitraan dalam komunitas Domain 3 Problem Solving Kapasitas Tingkat 1 Jejaring memiliki kapasitas untuk bekerja bersama-sama untuk memecahkan sebuah persoalan Kapasitas Tingkat 2 Terdapat kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang muncul dalam usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan Kapasitas Tingkat 2 Terdapat kapasitas untuk mempertahankan proses problem solving yang fleksibel Domain 4 Infrastruktur Sub Domain Kapasitas Investasi Dalam Kebijakan Jejaring memiliki kapasitas untuk menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program Investasi Finansial Jejaring memiliki kapasitas untuk menghimpun modal finansial Investasi Intelektual Jejaring memiliki kapasitas untuk menghimpun dan mengembangkan investasi terhadap manusia / modal intelektual Investasi Sosial Jejaring memiliki kapasitas untuk mengembangkan modal sosial Sustainability Meningkat Sumber Community Capacity Index Manual, University of Queensland

15 Gambar 2.2 Alur Pencapaian Sustainability Domain Penilaian Kemitraan dalam Jejaring Output Jejaring Komunitas yang established Faktor Daya Tahan Komunitas Transfer Pengetahuan Problem Solving Kemampuan untuk mengubah/ mengadopsi program baru Kemampuan dalam penyelesaian masalah dan fleksibilitas terhadap perubahan Fleksibilitas Komunitas Tingkat Investasi yang Cukup Sustainability Komunitas dalam pelaksanaan program Infrastruktur Tingkat Investasi Investasi kelompok yang meningkatkan kapasitas dari anggota Sumber Community Capacity Index Manual, University of Queensland

16 No. Tabel II -1 Domain Kemitraan dalam Jejaring KEMITRAAN DALAM JEJARING Kapasitas Tingkat Pertama 1 Terdapat cadangan pemimpin-pemimpin potensial di dalam Jejaring dan memberi perhatian terhadap kondisi komunitas 2 Para anggota di dalam Jejaring mampu mengidentifikasi hasil yang ingin dicapai oleh Jejaring itu sendiri 3 Para anggota dari Jejaring mampu mengidentifikasi Sumber Daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan / mengimplementasi sebuah program 4 Para anggota dari Jejaring mampu mengidentifikasi individu, kelompok atau organisasi di dalam Jejaring yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan / mengimplementasi sebuah program 5 Para anggota dari Jejaring mampu mengidentifikasi individu, kelompok atau organisasi di luar Jejaring yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan / mengimplementasi sebuah program Agregat dari Tingkat Pertama Jejaring memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi organisasi atau kelompok dengan Sumber Daya yang diperlukan untuk mengimplementasi / mempertahankan sebuah program Kapasitas Tingkat Kedua 6 Sudah ada anggota komunitas yang mengambil peran pemimpin yang jelas dalam aktivitas-aktivitas komunitas 7 Para anggota dari Jejaring dapat menyebutkan keuntungan untuk mereka sewaktu melibatkan diri sendiri ke dalam Jejaring 8 Para anggota dari Jejaring dapat menyebutkan apa saja keuntungan yang akan didapat oleh anggota lain jika melibatkan diri ke dalam jejaring 9 Terdapat bukti yang nyata bahwa suatu sumber daya telah dialokasikan untuk sebuah program oleh anggota jejaring sendiri Agregat dari Tingkat Kedua Jejaring memiliki kapasitas untuk melaksanakan sebuah Program. Kapasitas Tingkat Ketiga 10 Pemimpin komunitas yang ada memiliki pengalaman, keahlian dan pengetahuan dalam usaha-usaha pembangunan kapasitas 11 Terdapat bukti yang nyata mengenai suatu investasi program yang diberikan oleh organisasi atau kelompok di luar organisasi atau kelompok yang mensponsori program pertama kali 12 Terdapat bukti yang nyata bahwa sebuah program sekarang sudah "dimiliki" oleh partisipan dari jejaring 13 Terdapat bukti yang nyata bahwa sebuah program memang sedang dijalankan dan dipertahankan oleh jejaring dengan menggunakan sumber dayanya sendiri Agregat dari Tingkat Ketiga Sudah terdapat sebuah Jejaring yang sustainable untuk mempertahankan dan menyediakan sumber daya untuk sebuah program Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya Sumber : Community Capacity Index Manual, University of Queensland

17 Tabel II-2 Domain Transfer Pengetahuan No. TRANSFER PENGETAHUAN Kapasitas Tingkat Pertama 1 Para anggota dari Jejaring telah mengidentifikasi informasi apa saja yang akan ditransfer kepada anggota lain di dalam Jejaring. Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya 2 Para anggota dari Jejaring telah mengidentifikasi informasi apa saja yang berasal dari luar Jejaring yang akan ditransfer kepada mereka 3 Para anggota dari Jejaring telah membahas dan mengubah kegiatan/program/inisiatif untuk disesuaikan dengan kebutuhan lokal (kebutuhan kelompok) 4 Para anggota dari Jejaring telah membahas dan mengubah kegiatan/program/inisiatif untuk disesuaikan dengan kebutuhan Jejaring Agregat dari Tingkat Pertama Jejaring mamiliki kapasitas untuk mengembangkan sebuah program yang dapat memenuhi Kebutuhan Lokal. Kapasitas Tingkat Kedua 5 Para anggota dari Jejaring telah melakukan kegiatan-kegiatan transfer informasi/pengetahuan 6 Para anggota dari Jejaring telah membahas dan mengubah kegiatan / program / inisiatif sehingga kegiatan/program/inisiatif tersebut merefleksikan praktek terkini yang baik 7 Para anggota dari jejaring telah membuat susunan struktural untuk memudahkan transfer informasi/pengetahuan Agregat dari Tingkat Kedua Jejaring memiliki kapasitas untuk mentransfer inforrnasi/pengetahuan guna mencapai hasil yang diinginkan / mengimplementasikan sebuah program di dalam sebuah Jejaring. Kapasitas Tingkat Ketiga 8 Para anggota dari jejaring memiliki mekanisme untuk memperoleh feedback mengenai perkembangan untuk mencapai hasil yang diinginkan/ mengimplementasikan sebuah program 9 Para anggota dari jejaring mampu menyatukan sebuah program ke dalam kerangka kerja utama dari organisasi atau kelompok di dalam jejaring Agregat dari Tingkat Ketiga Jejaring memiliki kapasitas untuk mengintegrasikan sebuah program ke dalam kerangka utama, praktek dari kemitraan dalam komunitas Sumber: Community Capacity Index Manual, University of Queensland

18 Tabel II-3 Domain Problem Solving No. PROBLEM SOLVING Kapasitas Tingkat Pertama 1 Para anggota dari jejaring mampu mengidentifikasi aktor-aktor kunci di dalam jejaring untuk menyelesaikan masalah yang ditemui saat berusaha mencapai hasil yang diinginkan 2 Para anggota dari jejaring mampu mengidentifikasi aktor-aktor kunci di luar jejaring untuk menyelesaikan masalah yang ditemui saat berusaha mencapai hasil yang diinginkan 3 Terdapat bukti nyata bahwa para anggota dari jejaring mengakui pengaruh dari aktor-aktor kunci tersebut di dalam jejaring 4 Para anggota dari jejaring mampu mencapai persetujuan bersama-sama untuk menyelesaikan masalah yang timbul Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya Agregat dari Tingkat Pertama Terdapat kapasitas untuk menyelesaikan masalah secara bersama di dalam jejaring Kapasitas Tingkat Kedua 5 Para anggota dari jejaring mampu mencapai persetujuan dengan yang lain di luar jejaring untuk menyelesaikan masalah yang timbul 6 Terdapat bukti yang nyata bahwa para anggota jejaring mengakui pengaruh dari orang-orang di dalam maupun di luar jejaring 7 Para anggota dari jejaring telah mampu mengadopsi sebuah proses pemecahan masalah yang diketahui secara umum 8 Para anggota dari jejaring telah beranjak dari tahap pengidentifikasian masalah ke tahap implementasi aktivitas yang didesain untuk penyelesaian masalah di daiam jejaring Agregat dari Tingkat Kedua Terdapat kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang muncul dalam usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan Kapasitas Tingkat Ketiga 9 Terdapat demontrasi dari pemecahan masalah yang terjadi antar kemitraan dalam jejaring 10 Terdapat bukti dari fleksibilitas dalam pemecahan masalah di keseluruhan jejaring Agregat dari Tingkat Ketiga Terdapat kapasitas untuk mempertahankan proses problem solving yang fleksibel Sumber: Community Capacity Index Manual, University of Queensland

19 Tabel II-4 Domain Infrastruktur No. INFRASTRUKTUR Kapasitas Tingkat Pertama Investasl Kebijakan 1 Para anggota dari Jejaring menginvestasikan sumber daya mereka sendiri untuk mengembangkan perencanaan dan kebijakan yang berhubungan dengan program yang sesuai untuk Jejaring Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya 2 Para anggota dari Jejaring mampu mengidentifikasi keuntungankeuntungan dari investasi mereka terhadap pengembangan kebijakan yang berkaitan dengan program Agregat dari Investasi Kebijakan Jejaring memiliki kapasitas untuk menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program Investasi Finansial 3 Para anggota dari Jejaring menginvestasikan sumber daya sehingga Jejaring dapat menentukan biaya dan keuntungan dari partisipasi di dalam Jejaring 4 Para anggota dari Jejaring menginvestasikan sumber daya finansial ke dalam Jejaring untuk mempertahankan pendekatan kemitraan terhadap implementasi program Agregat dart Investasl Finansial Jejaring memiliki kapasrtas untuk menghimpun modal finansial Investasi Intelektual 5 Para anggota dari Jejaring bersama-sama berinvestasi untuk membantu calon pemimpin memperoleh keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan 6 Para anggota dari Jejaring berinvestasi bersama dalam pendidikan dan pelatihan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan bersama Jejaring 7 Para anggota dari jejaring mampu mengidentifikasi keuntungan dalam berinvestasi untuk pendidikan dan pelatihan Agregat dari Investasi Intelektual Jejaring memiliki kapasitas untuk menghimpun dan mengembangkan investasi terhadap manusia / modal Intelektual Investasi Sosial 8 Para anggota dari jejaring berinvestasi dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan sosial antara anggota di dalam jejaring 9 Terdapat bukti mengenai reaksi yang cepat tanggap terhadap masalah yang dihadapi anggota lain di dalam jejaring Agregat dari Investasi Sosial Jejaring memiliki kapasitas untuk mengembangkan modal sosial Sumber: Community Capacity Index Manual, University of Queensland

20 Tabel II -5 Domain Kemitraan dalam Jejaring No. KEMITRAAN DALAM JEJARING Kapasitas Tingkat Pertama 1 Terdapat calon-calon pemimpin potensial di dalam komunitas petani yang memberi perhatian terhadap kondisi irigasi 2 Para anggota di dalam komunitas petani mampu mengidentifikasi hasil yang ingin dicapai oleh komunitas itu sendiri Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya 3 Para anggota dari komunitas petani mampu menyebutkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang ingin dicapai 4 Para anggota dari komunitas petani mampu mengidentifikasi kelompok atau organisasi di dalam jejaring komunitas yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan 5 Para anggota dari komunitas petani mampu mengidentifikasi kelompok atau organisasi di luar jejaring komunitas yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan Agregat dari Tingkat Pertama Komunitas memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi organisasi atau kelompok dengan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan / mempertahankan sebuah program pengelolaan irigasi Kapasitas Tingkat Kedua 6 Sudah ada anggota komunitas yang mengambil peran pemimpin yang jelas dalam aktivitas pengelolaan irigasi 7 Para anggota dari komunitas petani dapat menyebutkan keuntungan untuk mereka sewaktu melibatkan diri sendiri ke dalam komunitas 8 Para anggota dari komunitas petani dapat menyebutkan apa saja keuntungan yang akan didapat oleh anggota lain jika melibatkan diri ke dalam komunitas 9 Terdapat bukti yang nyata bahwa suatu sumber daya telah dialokasikan untuk sebuah program pengelolaan irigasi oleh anggota komunitas petani sendiri Agregat dari Tingkat Kedua Komunitas petani memiliki kapasitas untuk melaksanakan sebuah program. Kapasitas Tingkat Ketiga 10 Pemimpin komunitas petani yang ada memiliki pengalaman, keahlian dan pengetahuan dalam usaha-usaha pembangunan kapasitas 11 Terdapat bukti yang nyata mengenai suatu investasi program yang diberikan oleh organisasi atau kelompok di luar organisasi atau kelompok yang mensponsori program pertama kali 12 Terdapat bukti yang nyata bahwa sebuah program sekarang sudah "dimiliki" oleh partisipan dari komunitas Agregat dari Tingkat Ketiga Sudah terdapat sebuah komunitas yang sustainable untuk mempertahankan dan menyediakan sumber daya untuk sebuah program pengelolaan irigasi 28

21 Tabel II-6 Domain Transfer Pengetahuan No.` Kapasitas Tingkat Pertama TRANSFER PENGETAHUAN Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada 1 Para anggota dari komunitas telah mengidentifikasi informasi apa saja yang akan ditransfer kepada anggota lain dalam pemeliharaan jaringan irigasi. Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya 2 Para anggota dari komunitas petani telah mengidentifikasi informasi apa saja yang berasal dari luar komunitas yang akan ditransfer kepada mereka dalam hal pengelolaan pertanian 3 Para anggota dari komunitas telah membahas dan mengubah kegiatan operasi jaringan irigasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan lokal 4 Para anggota dari komunitas telah membahas dan mengubah kegiatan operasi jaringan irigasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan komunitas Agregat dari Tingkat Pertama Komunitas memiliki kapasitas untuk mengembangkan sebuah program pengelolaan irigasi yang dapat memenuhi kebutuhan lokal. Kapasitas Tingkat Kedua 5 Para anggota dari komunitas petani telah melakukan kegiatan-kegiatan transfer informasi/pengetahuan mengenai irigasi 6 Para anggota dari komunitas telah membuat susunan struktural untuk memudahkan transfer informasi/pengetahuan Agregat dari Tingkat Kedua Komunitas memiliki kapasitas untuk mentransfer inforrnasi/pengetahuan guna mencapai hasil yang diinginkan / mengimplementasikan sebuah program di dalam sebuah komunitas. Kapasitas Tingkat Ketiga 7 Para anggota dari komunitas mampu menyatukan sebuah program ke dalam kerangka kerja utama dari organisasi atau kelompok di dalam komunitas petani Agregat dari Tingkat Ketiga Komunitas memiliki kapasitas untuk mengintegrasikan sebuah program ke dalam kerangka utama, praktek dari kemitraan dalam komunitas petani 29

22 Tabel II-7 Domain Problem Solving No. Kapasitas Tingkat Pertama 1 PROBLEM SOLVING Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Para anggota dari komunitas petani mampu mengidentifikasi aktor -aktor kunci di dalam komunitas untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam pengelolaan irigasi Para anggota dari komunitas petani mampu mengidentifikasi aktoraktor kunci di luar komunitas untuk menyelesaikan permasalahan 2 yang ditemui dalam pengelolaan irigasi Para anggota dari komunitas mampu mencapai persetujuan 3 bersama untuk menyelesaikan masalah yang timbul Agregat dari Tingkat Pertama Terdapat kapasitas untuk menyelesaikan masalah secara bersama di dalam komunitas petani Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya Kapasitas Tingkat Kedua 4 Para anggota dari komunitas petani mampu mencapai persetujuan dengan yang lain di luar komunitas untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam pengelolaan irigasi 5 Para anggota dari komunitas telah mampu mengadopsi sebuah proses pemecahan masalah yang diketahui secara umum 6 Para anggota dari komunitas telah beranjak dari tahap pengidentifikasian masalah ke tahap implementasi aktivitas untuk penyelesaian masalah di dalam komunitas petani Agregat dari Tingkat Kedua Terdapat kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang muncul dalam usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan Kapasitas Tingkat Ketiga 7 Terdapat demontrasi dari pemecahan masalah yang terjadi antar kemitraan dalam komunitas petani 8 Terdapat bukti dari fleksibilitas dalam pemecahan masalah di keseluruhan komunitas petani Agregat dari Tingkat Ketiga Terdapat kapasitas untuk mempertahankan proses problem solving yang fleksibel 30

23 Tabel II-8 Domain Infrastruktur No. INFRASTRUKTUR Kapasitas Tingkat Pertama Investasl Kebijakan Para anggota dari komunitas petani menginvestasikan sumber daya 1 mereka sendiri untuk mengembangkan perencanaan dan kebijakan yang berhubungan dengan program yang sesuai untuk komunitas. Tidak Sama Sekali/Hampir Tidak ada Sedikit Cukup Hampir Seluruhnya/ Seluruhnya 2 Para anggota dari komunitas mampu mengidentifikasi keuntungankeuntungan dari investasi mereka terhadap pengembangan kebijakan yang berkaitan dengan program pengelolaan irigasi Agregat dari Investasi Kebijakan Komunitas memiliki kapasitas untuk menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program pengeloaan irigasi Investasi Finansial Para anggota dari komunitas menginvestasikan sumber daya sehingga 3 komunitas dapat menentukan biaya dan keuntungan dari partisipasi di dalam komunitas petani 4 Para anggota dari komunitas menginvestasikan sumber daya finansial ke dalam komunitas petani untuk mempertahankan pendekatan kemitraan terhadap implementasi program pengelolaan irigasi Agregat dart Investasl Finansial Komunitas petani memiliki kapasitas untuk menghimpun modal finansial Investasi Intelektual 5 Para anggota dari komunitas bersama-sama berinvestasi untuk membantu calon pemimpin memperoleh keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan 6 Para anggota dari komunitas petani berinvestasi bersama dalam pendidikan dan pelatihan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan bersama komunitas Para anggota dari komunitas mampu mengidentifikasi keuntungan dalam 7 berinvestasi untuk pendidikan dan pelatihan Agregat dari Investasi Intelektual Komunitas memiliki kapasitas untuk menghimpun dan mengembangkan investasi terhadap manusia / modal Intelektual Investasi Sosial 8 Para anggota dari komunitas petani berinvestasi dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan sosial antara anggota di dalam komunitas 9 Terdapat bukti mengenai reaksi yang cepat tanggap terhadap masalah yang dihadapi anggota lain di dalam komunitas petani Agregat dari Investasi Sosial Komunitas memiliki kapasitas untuk mengembangkan modal sosial 31

24 2.3. Komunitas Pemakai Air Irigasi Pengelolaan irigasi bukanlah sebuah tugas yang dapat ditangani oleh pemerintah sendiri seperti menjaga setiap pintu, membersihkan setiap saluran dan menyelesaikan setiap konflik yang timbul dimana-mana dalam semua jaringan irigasi. Petani dapat berperan secara efektif dalam pengelolaan jaringan irigasi yang terhimpun dalam organisasi sehingga kebutuhan yang sama dan keinginan yang berbeda dapat ditangani. Beberapa organisasi petani di indonesia : a. Subak yaitu organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Subak merupakan perkumpulan petani pemakai air, mengatur dirinya sendiri didalam pembangunan dan pengelolaan irigasi dan pertanian diwilayahnya secara otonom dan demokrasi. b. Mitra Cai adalah organisasi petani di Jawa Barat yang masih mengikuti aturan-aturan kejanggolan. Janggol merupakan pelaksana tunggal dan independen yang tugas utamanya adalah mengatur pembagian air, pemeliharaan dan perbaikan, pengerahan massa dan memungut iuran (Ambler, 1992:160). Dari dana yang terkumpul janggol mendapat imbalan jasa yang memadai. c. Siring adalah organsasi petani pengelola air di Sumatera Selatan. Untuk mengatur air dan memelihara siring petani menunjuk mantri siring. Mantri siring ini mempunyai masa jabatan 1 tahun yang dipilih secara musyawarah yang dilakukan pada waktu akan mengelola tanah. d. Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disingkat P3A adalah istilah umum untuk kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi pada tingkat tersier yang dibentuk oleh petani sendiri secara demokratis, termasuk kelembagaan lokal pengelola air irigasi. P3A merupakan organisasi petani modern menurut 32

25 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 50 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air Pasal 1 ayat 4. e. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disingkat GP3A adalah istilah umum untuk wadah kelembagaan dari sejumlah P3A yang memanfaatkan fasilitas irigasi, yang bersepakat bekerjasama dalam pengelolaan pada sebagian daerah irigasi atau pada tingkat sekunder. Peranan P3A ini terletak pada pemanfaatan air irigasi secara tepat guna, yang merupakan rangkaian kegiatan mendistribusikan air, menggunakan dan memelihara jaringan, melakukan perbaikan-perbaikan terhadap jaringan tingkat usaha tani dan mengatur pemasukan air pada setiap petakan sawah Pengelolaan Irigasi Beberapa pengertian dalam Pengelolaan Irigasi yaitu : a. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat; b. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/ atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. c. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi; d. Irigasi adalah usaha penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, dan irigasi pompa; e. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi; f. Jaringan irigasi primer dan jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/ primer, 33

26 saluran sekunder, dan saluran pembuangannya, bangunan-bagi, bangunansadap, serta bangunan pelengkapnya; g. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, dan bangunan pelengkapnya; h. Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi pada jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, pembuangannya, dan konservasi air irigasi termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data, pemantauan dan evaluasi; i. Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu, yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya; j. Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan-bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder; k. Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier; l. Pembuangan yang selanjutnya disebut drainase adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu; m. Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi, dan mempertahankan kelestariannya; n. Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi; o. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif adalah penyelenggaraan irigasi berbasis peran serta petani sejak pemikiran awal sampai dengan pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi; 34

27 p. Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelola irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi; q. Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara pemerintah kabupaten/kota, perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, dan pengguna jaringan irigasi untuk keperluan lainnya pada kabupaten/kota yang bersangkutan; r. Petak tersier adalah kumpulan petak sawah yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui satu jaringan irigasi tersier; s. Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula; Pengelolaan jaringan irigasi Pengelolaan jaringan irigasi terdiri dari operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi, berdasarkan tahap kegiatan manajemen masing-masing dilaksanakan sebagai berikut : A. Operasi Jaringan Irigasi Operasi jaringan irigasi dilaksanakan melalui tahap pengumpulan data, perencanaan operasi, pelaksanaan operasi, monitoring dan evaluasi : a. Pengumpulan data Pengumpulan data dilaksanakan dengan ketentuan, dinas yang membidangi irigasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi serta instansi pusat yang membidangi irigasi menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi irigasi sesuai dengan kewenangannya meliputi data antara lain : 1. kondisi hidrologis: curah hujan, debit sungai, tinggi muka air, debit saluran pembawa, saluran pembuang; 35

28 2. kondisi hidrometeorologis: suhu/ tempetarur udara, kecepatan angin, kelembaban, radiasi matahari, penguapan; 3. kondisi hidrogeologis: potensi air tanah, pemantauan fluktuasi muka air tanah; 4. kondisi pertanaman: luas tanam, luas panen, intensitas tanam, produktivitas. b. Perencanaan operasi Perencanaan operasi meliputi : 1. Rencana tahunan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi disepakati bersama secara tertulis antara pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya dengan perkumpulan petani pemakai air dan pengguna jaringan irigasi lainnya di setiap daerah irigasi; 2. Rencana tahunan penyediaan air irigasi yang disusun oleh dinas yang membidangi irigasi di tingkat kabupaten/kota, dan provinsi sesuai dengan kewenangannya. 3. Rencana tahunan tersebut pada butir 2) dibahas dan disepakati dalam komisi irigasi dan ditetapkan oleh bupati/walikota atau gubernur. 4. Rencana tahunan penyediaan air irigasi disampaikan oleh komisi irigasi kabupaten/kota atau provinsi dalam rapat dewan sumberdaya air yang bersangkutan guna mendapat alokasi air untuk irigasi; 5. Alokasi air untuk irigasi disampaikan kepada P3A/GP3A/IP3A melalui dinas kabupaten/kota yang membidangi irigasi, dalam hal terjadi ketidaksesuaian dengan rencana tahunan penyediaan air irigasi yang telah disepakati, perlu dilakukan peninjauan kembali oleh P3A/GP3A/IP3A dan pemakai air irigasi lainnya terhadap rencana tahunan penyediaan air irigasi; 6. Rencana tata tanam disusun oleh dinas kabupaten/kota yang membidangi irigasi berdasarkan prakiraan ketersediaan air di sumbernya dan usulan luas tanam dari P3A/GP3A/IP3A; 36

29 7. Rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi disusun oleh dinas kabupaten/kota atau dinas provinsi yang membidangi irigasi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan rencana tahunan penyediaan air irigasi, usulan luas tanam P3A/GP3A/IP3A dan pemakai air untuk kepentingan lainnya; 8. Rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi disepakati oleh komisi irigasi kabupaten/kota atau provinsi sesuai dengan cakupan tugasnya berdasarkan : kebutuhan air irigasi yang diperlukan; tidak melampaui hak guna air untuk irigasi yang telah ditentukan; kesepakatan dengan P3A/GP3A/IP3A di setiap daerah irigasi. c. Pelaksanaan operasi Pelaksanaan operasi sebagai berikut : 1) Rencana tahunan pembagian dan pemberian air menjadi dasar pelaksanaan pembagian dan pemberian air irigasi. 2) Realisasi pembagian dan pemberian air irigasi serta kemajuan tanaman dilaporkan pada setiap periode operasi, 10 harian atau tengah bulanan; 3) Pemberian air irigasi ke petak tersier dilakukan melalui bangunan-sadap tersier yang telah ditentukan dalam rencana teknis sesuai kesepakatan dengan perkumpulan petani pemakai air; 4) Penggunaan air irigasi dilakukan dari saluran kuarter pada tempat pengambilan yang telah ditetapkan oleh perkumpulan petani pemakai air. d. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi pelaksanaan operasi dilaksanakan dengan ketentuan : 1) Pelaksanaan operasi dimonitor melalui pencatatan dan pelaporan meliputi : debit saluran setiap periode operasi selama masa tanam sepanjang tahun; realisasi luas tanam, luas panen, produktifitas; konflik antar pemakai air irigasi. 37

30 2) Evaluasi hasil monitoring dilakukan untuk menyusun perencanaan operasi tahun berikutnya meliputi: Neraca air dan produktifitas lahan dan air; Faktor kehilangan air di saluran primer dan sekunder; Perbandingan luas tanam dan luas panen; Intensitas tanam; Penyelesaian konflik antar pemakai air irigasi atau antara pemakai air dan pengguna jaringan irigasi. B. Pemeliharaan jaringan irigasi Pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi pemeliharaan jaringan irigasi : a. Perencanaan pemeliharaan Perencanaan pemeliharaan dilaksanakan dengan ketentuan : 1) Rencana tahunan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi disepakati bersama secara tertulis antara pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya, dengan perkumpulan petani pemakai air, dan pengguna jaringan irigasi lainnya di setiap daerah irigasi; 2) Rencana pemeliharaan disusun oleh dinas kabupaten/kota, provinsi yang membidangi irigasi sesuai kewenangannya, hasilnya disampaikan kepada P3A/GP3A/IP3A untuk dilakukan penelusuran bersama pada bagian-bagian jaringan irigasi yang memerlukan penelusuran; 3) Rencana pemeliharaan definitif disusun berdasarkan hasil penelusuran bersama untuk membuat desain pekerjaan pemeliharaan dan menyusun rencana anggaran biaya; 4) Rencana pemeliharaan terdiri dari: pengelompokan pemeliharaan yaitu rutin, berkala, tahunan, insidentil untuk perbaikan bersifat darurat; 38

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM

BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM BAB IV PENILAIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI PEMAKAI AIR DAERAH IRIGASI WAY RAREM Pada bab ini akan dibahas mengenai penilaian pengembangan kapasitas komunitas petani pemakai air dalam pengelolaan irigasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. b. BUPATI BIREUEN, bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLA IRIGASI DALAM PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen yang mendukung

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang irigasi di Kabupaten Ciamis telah diatur dengan

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN (Disempurnakan) BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa fungsi irigasi memegang peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DALAM PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF (PPSIP) KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 SERI E. 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLA IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NU S A TE N GGA RA B AR AT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. bahwa irigasi merupakan modal utama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang : Mengingat : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang: a. bahwa untuk pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI PESISIR SELATAN BUPATI PESISIR SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan pembangunan sektor pertanian dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat GUBERNUR JAWA TIMUR, : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa peran sektor pertanian

Lebih terperinci

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Penelitian Terdahulu Murtiningrum (2009), Kebutuhan Peningkatan Kemampuan Petugas Pengelolaan Irigasi Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pembagian kewenangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ambler, John. S. Irigasi di Indonesia Dinamika Kelembagaan Petani. LP3ES, Jakarta, 1992

DAFTAR PUSTAKA. Ambler, John. S. Irigasi di Indonesia Dinamika Kelembagaan Petani. LP3ES, Jakarta, 1992 DAFTAR PUSTAKA Kelompok Buku Ambler, John. S. Irigasi di Indonesia Dinamika Kelembagaan Petani. LP3ES, Jakarta, 1992 BPS Kabupaten Lampung Utara. Lampung Utara Dalam Angka, BPS Kabupaten Lampung Utara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 09 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF 1 BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, 1 GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.bahwa demi terselenggaranya penyediaan air yang dapat memberikan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung produktivitas usaha tani untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem

Lebih terperinci

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI IRIGASI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. d. e. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 3 TAHUN 2009 T E N T A N G IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.863, 2012 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengelolaan. Aset. Irigasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci