BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tercantum dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. 1 Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial. Bangunan gedung yang merupakan wujud fisik dari pembanguan ruang kota. Oleh karena itu, dalam mengatur bangunan gedung harus mengacu kepada peraturan penataan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan gedung, setiap bangunan 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2 gedung harus memenuhi syarat administratif dan syarat teknis bangunan gedung. Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan pembangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mengatur tentang fungsi dari bangunan gedung, persyaratan dari bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, hak dan kewajiban dari pemilik bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah dan sanksinya. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah bahwa bangunan gedung harus dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta keserasian bangunan tersebut dengan lingkungannya. Masyarakat harus berperan aktif dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan umum. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Bangunan Gedung 3, syarat administratif dan teknis dari bangunan gedung meliputi : 1. Syarat administratif, meliputi : 2 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 8

3 a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan c. Izin mendirikan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Kepemilikan dan pendataan bangunan gedung 2. Syarat teknis, meliputi : a. Persyaratan tata bangunan, yaitu setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan b. Persyaratan keandalan bangunan gedung 4 Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Persyaratan lainnya adalah bangunan gedung yang dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan dan/atau fungsi sarana dan prasarana umum yang bersangkutan. Selain itu, bangunan gedung juga harus mematuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang besangkutan. Kota Medan memiliki pertumbuhan yang sangat pesat dan hal ini akan terus berlanjut pada tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan akan perumahan, perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, sarana pendidikan dan 4 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Pasal 9 dan 16

4 kesehatan akan semakin tinggi seiring bertambahnya jumlah penduduk di kota Medan. Fungsi bangunan sebagai sarana perekonomian, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai agen perubahan (agent of change), agen pembangunan (agent of development) dan agen pengaturan (agent of regulation). 5 Dalam fungsi yang demikian, pemerintah daerah berkepentingan terhadap izin-izin bangunan. Perizinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacaun dalam penataan ruang kota dan merupakan bentuk pengendalian terhadap ruang kota. 6 Perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang paling utama adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya akan disingkat dengan IMB. Penerbitan IMB harus didukung oleh rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang tata kota yaitu Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan dalam bentuk Ketetapan Rencana Tata Ruang dan Ketetapan Tata Letak Bangunan, rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi Manajemen Lalu Lintas, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, Izin Penggunaan Bangunan, Izin Kelayakan Menggunakan Bangunan, Izin Undang-Undang Gangguan dan rekomendasi Sistem Penanggulangan dan Pencegahan Kebakaran harus didasarkan kepada peruntukan tanah yang ditetapkan dalam rekomendasi Ketetapan Rencana Kota. 7 Adanya IMB berfungsi agar pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan, 5 Adrian Sutedi, Op. Cit, hal Ibid, hal Loc. Cit, hal

5 pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat bagi pemilik bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan pemilik bangunan untuk suatu keperluan antara lain dalam hal pemindahan hak bangunan kepada pihak lain (seperti jual beli, pewarisan, penghibahan dan sebagainya) untuk mencegah tindakan penertiban jika tidak memiliki IMB. 8 IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang disempurnakan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah bahwa dengan diberlakukannya undang-undang tersebut pemerintah daerah memiliki lebih banyak kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah dan diberikan kewenangan melaksanakan semua tahapan siklus pengelolaan wilayah. 9 Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menghendaki terciptanya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah daerah bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan. Pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan pengelolaan yang baik (good governance) di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang hal Ibid, hal Sugijanto Soegijoko, Bunga Rampai Pembangunan Kota Abad 21, (Jakarta : URDI, 2011),

6 merupakan bentuk akuntabilitas atas penyelenggaraan administrasi pelayanan publik. 10 Di dalam penyelenggaraan IMB di kota Medan diperlukan beberapa pengevaluasian dan pengkajian, karena dalam hal ini terdapat berbagai penyimpangan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB). Selain itu, pemerintah kota Medan dinilai masih melakukan diskriminasi, hal ini dibuktikan dengan masih banyak dijumpainya bangunan di beberapa kawasan di kota Medan yang seharusnya tidak layak mendapatkan izin, namun pada kenyataannya bangunan tersebut masih tetap kokoh berdiri. Misalnya tentang pembangunan menara telekomunikasi yang berdiri di kota Medan, menurut Bab III Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 4 ditegaskan bahwa pembangunan menara harus memiliki izin mendirikan bangunan menara dari bupati/walikota serta wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang. 11 Sebelumnya, sejarahwan Universitas Negeri Medan (UNIMED) Dr. Phill Ichwan Azhari mengatakan bahwa mudahnya pemberian Izin Mendirikan Bangunan di kota Medan tanpa dilandasi konsep Tata Ruang dan Tata Kota yang jelas menyebabkan kota Medan kehilangan identitas diakibatkan hilangnya bangunan-bangunan 10 Adrian Sutedi, Op. Cit, hal Legalitas Pendirian Menara Telekomunikasi Dipertanyakan, Harian Andalas, 25 Februari 2014, harianandalas.com/kanal-medan-kita/legalitas-pendirian-menara-telekomunikasi-dipertanyakan, diakses tanggal 18 April 2014

7 bersejarah di kota Medan contohnya bangunan eks kantor walikota Medan yang sekarang berubah menjadi hotel. 12 Di lain pihak, terdapat hal yang didasari bahwa masyarakat yang belum menyadari akan manfaat dan kegunaan IMB yakni dari segi keamanan, kenyamanan, lingkungan dan keteraturan bangunan kota. Oleh karena itu penerapan prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani. 13 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam tesis ini adalah : 1. Bagaimana Pengaturan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan serta Peraturan yang Berkaitan Dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan? 2. Bagaimana penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan? 3. Bagaimana Pengawasan Pemerintah terhadap Pembangunan dan Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin Mendirikan Bangunan 12 Sejarahwan : Medan Bakal Kehilangan Identitas, Republika Online, 29 Oktober 2009, m.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/09/10/29/85642-sejarahwan-medan-bakalkehilangan-identitas, diakses tanggal 18 April Bambang Istianto HP, Manejemen Pemerintahan dalam Prespektif Pelayanan Publik, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2011) hal. 97

8 Diberikanserta Tindakan pemerintah Dalam Menegakkan Hukum Administrasi Terhadap Pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan dari pemberian Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan sertaperaturan yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan 2. Untuk mengetahui penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baikdalam proses pemberian Izin mendirikan Bangunan di Kota Medan 3. Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap pembangunan dan pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin Mendirikan Bangunan tersebut diberikanserta tindakan pemerintah dalam menegakkan hukum administrasi terhadap pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian tesis ini antara lain : 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian tesis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan perundang-undangan dalam bidang perizinan, khususnya yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan, hasil

9 penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menambah khasanah kepustakaan dalam bidang perizinan pada umumnya, dan Izin Mendirikan Bangunan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai salah satu informasi yang memuat data empiris sebagai data penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Badan Legislatif dan Pemerintah dalam menata Peraturan Izin Mendirikan Bangunan serta peraturan yang berkaitan dengan perizinan di Indonesia, juga bagi para pengusaha serta masyarakat umum, mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam menegakkan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good Governance), terutama Izin Mendirikan Bangunan. Juga dapat dijadikan landasan operasional bagi instansi yang berkaitan dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perizinan pada umumnya, dan IMB pada khususnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaanyang dilakukan di perpustakaan, bahwa penelitian mengenai Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dalam

10 Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan) sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang berkaitan dengan Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), antara lain : 1. Hj. Zuraidah, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin mendirikan Bangunan (IMB) dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan) a. Bagaimana kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan b. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip good governance dapat mendorong peningkatan pelayanan publik dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan 2. Kasman Siburian, Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan a. Bagaimanakah implementasi pengawasan pemerintah Kota Medan terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan b. Apakah faktor penghambat dalam implementasi pengawasan pemerintah terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan Walaupun telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan berkaitan dengan Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), namun aspek yang dibahas berbeda. Penelitian ini

11 berfokus kepada Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena aspek yang dibahas berbeda yakni mengenai Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan berdasarkan keilmuan, kejujuran, rasionalitas, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Penelitian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya apabila dikemudian hari ternyata perbuatan plagiat. F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Teori yang akan digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah teori otonomi daerah, teori kebijakan publik, teori perizinan dan teori pemerintahan yang baik yang menjadi dasar hukum perizinan, khususnya dalam penelitian tesis ini yakni untuk mengetahui hubungan hukum antara Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Proses Pemberian IMB. Setelah mengetahui hubungan hukum tersebut maka dapat digunakan asas desentralisasi dan asas legalitas dalam penelitian tesis ini. a. Teori Otonomi Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem desentralisasi, yang memilik konsekuensi adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Otonomi adalah pemerintahan sendiri ( Auto=sendiri, nomes=pemerintahan). Secara dogmatis pemerintahan digunakan dalam arti yang

12 sangat luas. Menurut C. Van Vollenhoven, otonomi mengandung arti aktivitas yaitu membentuk peraturan perundang-undangan sendiri, melaksanakan pemerintahan sendiri, melakukan peradilan sendiri, melakukan tugas kepolisian sendiri. 14 Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dibagi menurut garis horizontal dan garis vertikal. Pembagian kekuasaan berdasarkan garis horizontal didasarkan kepada sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya, yang menimbulkan berbagai lembaga dalam suatu negara, sedangkan garis vertikal melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem disentralisasi dan dekonsentrasi. Unsur pelaksana dari asas desentralisasi tersebut adalah terutama instansiinstansi vertikal yang dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku perangkat pemerintah pusat. Sedangkan urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah sepenuhnya. 15 Istilah pemerintah berasal dari kata perintah yang berarti menyuruh melakukan sesuatu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu Negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara seperti kabinet merupakan suatu pemerintah. Hal ini 14 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah,( Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal Ibid hal. 28

13 berbeda, istilah pemerintahan diartikan dengan perbuatan ( cara, hal urusan dan sebagainya ) memerintah. 16 Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesi Tentang Pemerintahan Daerah terdapat urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah provinsi yang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala provinsi yang meliputi : 17 1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan 2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang 3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum 5) Penanganan bidang kesehatan 6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial 7) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota 8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota 9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota 10) Pengandalian lingkungan hidup 11) Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota 12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil 13) Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan 14) Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota 15) Penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota 16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan Dan urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota yang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi : 18 1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan 2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang 3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum 16 Sri Soemantri Martosoewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, ( Bandung : Tarsito, 1976), hal Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14

14 5) Penanganan bidang kesehatan 6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial 7) Penanggulangan masalah sosial 8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan 9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah 10) Pengandalian lingkungan hidup 11) Pelayanan pertanahan 12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil 13) Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan 14) Pelayanan administrasi penanaman modal 15) Penyelenggaraan dasar lainnya dan 16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan b. Teori Perizinan Perizinan merupakan salah satu instrument hukum administrasi negara yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Di dalam kamus hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal vanhandeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijkworden beschouwd 19 (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau pengaturan pemerintah yang diisayaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki). E. Utrecht memberikan defenisi sebagai berikut : 19 Ridwan HR, Op. Cit, hal

15 perizinan adalah bahwa bilamana pembuat peraturan pada umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi juga masih memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan hukum administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). 20 N. M Spelt dan J.B.J.M ten Berge memberikan defenisi perizinan dalam arti luas dan sempit yaitu izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku warga negara. Secara luas, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Hal ini menyangkut kepada suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus. 21 Dalam arti sempit N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge mendefenisikan bahwa izin merupakan suatu pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi hal yang buruk. Tujuannya adalah untuk mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. 20 Perizinan, diakses tanggal 26 Maret Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 170

16 Hal yang pokok dalam izin (dalam arti sempit) adalah bahwa suatu tindakan dilarang, kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus. Jadi persoalannya bukan pada hanya member perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). 22 IMB merupakan izin yang bersifat terikat, yaitu izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya terikat kepada aturan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasan dan kewenangannya tergantung kepada sejauh mana peraturan perundang-undangan mengikatnya. Selain itu, IMB merupakan izin yang bersifat segera berakhir yaitu izin yang menyangkut tindakantindakan yang akan segera berakhir atau masa berlaku dari izin tersebut yang relatif singkat. c. Teori Pemerintahan yang Baik Istilah pemerintahan yang baik (good governance) mulai muncul di Indonesia pada tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan yang baik (good governance) menjadi hal yang sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan pelayanan publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun 1990-an birokrasi pelayanan publik di Indonesia sangat berbelit-belit. 22 Ibid,hal. 171

17 Pengertian pemerintahan yang baik (good governance) menurut Healy dan Robinson, pemerintahan yang baik (good governance)memiliki tingkat efektivitas organisasi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi dan kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang baik (good governance) juga bermakna akuntabilitas, transparansi, partisipasi dan keterbukaan. 23 Menurut United Nation Development Program (UNDP) pengertian pemerintahan yang baik (good governance) adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau pemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya disebut pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, agar pemerintahan yang baik) dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. pemerintahan yang baik yang efektif menuntut adanya kordinasi yang baik dan integritas, profesionalitas serta etos kerja dan moral yang tinggi. 24 Pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin tentang adanya kesejajaran, kesamaan dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat (citizen) dan pengusaha. Ketiga komponen tersebut mempunyai tata hubungan yang 23 Bambang Istianto HP, Op. Cit, hal Sedarmayanti, Good Governance: Kepemerintahan Yang Baik Dalam Rangka Otonomi Daerah,( Bandung : Mandar Maju, 2003), hal. 2

18 sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding, dapat dipastikan akan terjadi pembiasan dari konsep pemerintahan yang baik (good governance) tersebut. Prinsip-prinsip yang melandasi konsep tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun ada sejumlah prinsip yang menjadi dasarpemerintahan yang baik (good governance) yaitu akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat. Selain itu pemerintahan yang baik (good governance) yang efektif menuntut adanya kordinasi dan integritas, profesionalisme serta etos kerja yang tinggi dari pemerintah, masyarakat madani dan pihak swasta. Dalam teori dan praktek pemerintahan modern diajarkan bahwa untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) terlebih dahulu perlu dilakukan desentralisasi pemerintahan. 25 Demokratisasi dan otonomisasi berpengaruh linear terhadap terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatnya kualitas kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia saat ini diyakini bias menjamin segera terwujudnya pemerintahan daerah yang baik (good local governance) karena pelaksaan otonomi daerah memiliki justifikasi politik dan moral yang lebih kuat. Tetapi dari semua itu yang harus diperhatikan adalah bagaimana format penyelenggaraan otonomi daerah yang 25 Riyadi Soeprapto, Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance, ( Jakarta : Habibie Center, 2004), hal. 5

19 diimplementasikan dan bisa diandalkan untuk terwujudnya pemerintahan daerah yang baik (good local governance). 26 d. Teori Kebijakan Publik Pengertian kebijakan dalam beberapa literatur sangatlah beragam. Namun secara umum kebijakan publik dapat dikatakan bahwa merupakan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang mempunyai tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan secara jelas. 27 Ada beberapa defenisi dari kebijakan publik diantaranya menurut Harold D. Laswell yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah. Sedangkan Carl J. Frederick mengatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan usulan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatanhambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu. 28 Menurut Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa : 26 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, ( Yogyakarta : Gajah Mada Press, 2006), hal Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Wilayah,( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), 2004), hal Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Hukum dan Kebijakan Publik ( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 20

20 1. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan 2. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat atau pemerintah 3. Kebijakan-kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu 4. Kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan 5. Kebijakan pemerintah dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif) Sedangkan menurut Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones, dikatakan bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan penanggulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka mematuhi keputusan tersebut. 29 Selanjutnya menurut beliau, suatu kebijakan dapat dikatan sebagai kebijakan publik atau tidak dapat dilihat dari beberapa komponen, yaitu : 1. Niat dari sebuah tindakan 2. Tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai 3. Rencana atau usulan untuk mencapai tujuan 4. Program yang diisayartkan untuk mencapai tujuan kebijakan 29 Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Op. Cit, hal. 8

21 5. Keputusan atau pilihan atas tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program 6. Dampak atau pengaruh yang dapat diukur Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah sebagai berikut : Public Policy is whatever the government choose to do or not to do (kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu) Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, ini pun merupakan kebijakan publik. Yang tentunya memiliki tujuan. 30 Raksasatya menyimpulkan bahwa kebijakan publik pada dasarnya memilik 3 elemen yaitu : Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai 2. Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan nyata dan taktik maupun strategi 30 Pengertian Kebijakan Publik, diakses tanggal 9 Juni Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Hukum dan Kebijakan Publik ( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 25

22 Dari ketiga elemen tersebut terlihat jelas bahwa kebijakan publik pada dasarnya merupakan sebuah sikap dari pemerintah yang berorientasi kepada tindakan. Artinya, bahwa kebijakan publik adalah merupakan kerja konkret dari sebuah organisasi pemerintah. Oleh karena itu, maka diperlukan serangkaian tahapan dan manajemen tertentu agar tujuan tersebut terealisir. Dari pemahaman tersebut maka kebijakan publik memiliki implikasi sebagai berikut yaitu : Bahwa kebijakan publik itu pada awalnya merupakan penetapan tindakantindakan pemerintah 2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga dilaksanakan atau diimplikasikan secara nyata 3. Bahwa kebijakan publik itu pada hakikatnya harus memiliki tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang telah dipikirkan secara matang 4. Dan pada akhirnya segala proses tersebut adalah diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh 32 Ibid

23 warganya. Setiap pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. 33 Keterkaitan antara hukum dan kebijakan publik secara mendasar adalah terlihat bahwa dalam kenyataannya dasar dari penerapan hukum itu memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum dalam masyarakat. Sebab umumnya, produk-produk hukum itu hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum. Demikian halnya dengan implementasi kebijakan publik, kebijakan publik tidak dapat berjalan dengan baik apabila dalam penyelenggaraannya tidak dilandasi dengan dasar-dasar hukum yang kuat. Penerapan hukum menjadi sangat tergantung dengan kebijakan publik sebagai sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. Dengan adanya kebijakan publik maka, pemerintah sebagai level yang terdekat dengan masyarakat akan mampu merumuskan apa saja yang harus diterapkan agar penerapan hukum yang ada pada suatu saat dapat berjalan dengan baik Kerangka Konsep Beberapa kerangka konseptual dipandang perlu agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan di dalam penelitian ini yaitu : 33 Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,( Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2004), hal Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan,Op. Cit, hal. 74

24 a. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yaitu, asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang layak, yang dengan cara yang demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Dalam penelitian ini Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good Governance) yang digunakan adalah menurut Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, yaitu : 1. Asas Kepastian Hukum 2. Asas Keseimbangan 3. Asas Kesamaan 4. Asas Bertindak Cermat 5. Asas Motivasi Untuk Setiap Putusan 6. Asas Jangan Mencampur Adukkan Wewenang 7. Asas Permainan yang Layak 8. Asas Keadilan dan Kewajaran 9. Asas Menanggapi Penghargaan yang Wajar 10. Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan yang Batal 11. Asas Perlindungan dan Pandangan Hidup 12. Asas Kebijaksanaan 13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum b. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu, perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku

25 c. Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu proses pemberian legalitas kepada pelaku usaha atau seseorang dalam bentuk izin mendirikan bangunan yaitu izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah/memperbaiki/rehabilitasi/renovasi, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku d. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah kegiatan yang terdiri atas pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan dan keandalan bangunan G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Metode penulisan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu, suatu analisis yang pada hakikatnya menekankan kepada metode deduktif sebagai pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang. Analisis normatif terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber datanya. 35 Sifat penelitian ini adalah preskriptif analitis, yang mengungkapkan tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan 35 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal

26 norma-norma hukum. 36 Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan suatu yang substansial dalam ilmu hukum. Dalam hal ini ilmu hukum bukan hanya menempatkan sebagai suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan masuk menusuk ke suatu hal yang esensial yaitu sisi intrinsik dari hukum yang akan menjawab mengapa hukum dibutuhkan meskipun telah ada norma sosial lainnya yang akan mengungkapkan tujuan dari hukum dengan diakhiri dengan rumusan-rumusan tertentu Bahan Hukum Penelitian Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data lain yang terdiri atas Bahan Hukum Primer yaitu, bahan-bahan hukum yang mengikat seperti norma atau kaidah dasar yaituperaturan Perundang-undangan diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan PelaksanaanUndang-Undang Nomor 28 Tahun 36 Ilmu Hukum Ilmu yang Bersifat Preskriptif dan Terapan, Alviprofdr.blogspot.com/2014/01/ilmu-hukum-ilmu-yang-bersifat.html, diakses tanggal 1 April Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hal

27 2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Tata Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang berkaitan dengan tesis ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah yang dihadapi. 38 Dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing) 39 di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. 38 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press), 2007, hal Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rieneka Cipta, 1996), hal. 59

28 4. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini adalah metode analisis kualitatif terhadap bahan hukum sekunder. Metode kualitatif digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya 40 serta bermanfaat untuk melakukan analisis bahan hukum secara menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang integral (holistic) ), hal Ibid, hal Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1) 10 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Tujuan Negara Indonesia sebagaimana dituangkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh diberbagai tempat hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) 2.1 Pemerintahan Daerah Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyalahgunaan perizinan..., Mumtazah, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyalahgunaan perizinan..., Mumtazah, FH UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, usaha, pendidikan, sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan,

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara yang berdaulat yang memiliki kesatuan wilayah yang terdiri dari tanah, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertulis suatu makna, bahwa Negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara berkembang yang sedang membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaran dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna. Oleh karena itu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru

BAB I PENDAHULUAN. berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan, karena selain berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, guru juga dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas, dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis, kebudayaan, agama, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kualitas dan kuantitas pelayanan merupakan bagian yang menentukan dari keberhasilan perekonomian dan kesejahteraan bangsa pada umumnya. Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : ASPEK HUKUM PERIZINAN DI BIDANG BANGUNAN

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : ASPEK HUKUM PERIZINAN DI BIDANG BANGUNAN ASPEK HUKUM PERIZINAN DI BIDANG BANGUNAN Nining Suningrat (Universitas Swadaya Gunung Jati) Abstrak Aspek hukum perizinan dibidang bangunan sangatlah penting, karena sebelum melakukan proyek pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah berdiri dan merdeka dengan syarat dan ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. Begitu juga dengan negara Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan pemberhentian sementara dari jabatan terhadap pegawai negeri sipil yang diduga terlibat tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 (studi kasus dugaan tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan, karena pembangunan yang kita laksanakan itu jelas merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA NASKAH AKADEMIK RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA D I S U S U N OLEH: TIM PENYUSUN NASKAH AKADEMIK BAGIAN HUKUM SETDAKAB. ACEH TIMUR TAHUN 2013 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1 Barama M : Pelaksanaan Pemerintah Daerah... Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH Oleh : Michael Barama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu negara hukum setiap kegiatan kenegaraan atau pemerintahan wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak warganya, baik di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara adalah suatu organisasi yang memilki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor publik merupakan entitas yang aktivitasnya memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). Dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman telah membawa konsepsi negara hukum, berkembang pesat menjadi negara hukum modern. Hal ini mengakibatkan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 10/Des/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 10/Des/2017 KEKUASAAN PEMERINTAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Christine J. J. G. Goni 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) Dwi Heri Sudaryanto, S.Kom. *) ABSTRAK Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun

Rencana Kerja Tahunan Kecamatan Rancasari Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia telah berjalan selama tujuh belas tahun, berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan untuk mencari model yang lebih efektif dalam mewujudkan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE 2009-2014 TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT Diajukan untuk

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci