BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan banyak pulau yang terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia di bagian utara, Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Filipina dan Samudra Pasifik di bagian timur serta terletak di antara rangkaian pegunungan Sirkum Mediteran dan Sirkum Pasifik, menyebabkan Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi. Karena letak Negara Indonesia yang berada pada jalur gempa bumi dan gunung berapi, yang menyebabkan banyak terjadinya bencana, salah satunya adalah bencana erupsi gunungapi. Keberadaan gunung berapi membawa dampak positif berupa tanah yang subur disekitarnya, sehingga banyak penduduk yang bermukim dan bekerja di sekitar lereng gunung berapi tersebut terutama di bidang pertanian. Namun dibalik itu semua, terdapat bahaya yang dapat mengancam keselamatan jiwa, dan kerusakan lingkungan apabila terjadi bencana gunung meletus. Peristiwa bencana alam merupakan kejadian yang sulit dihindari dan diperkirakan secara tepat. Dampak bencana dapat berupa korban jiwa, harta benda, kerusakan infrastruktur, lingkungan sosial, dan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang telah mapan sebelumnya. Gunungapi Merapi merupakan satu diantara 129 gunungapi aktif di Indonesia. Gunungapi Merapi adalah gunungapi teraktif di Indonesia bahkan di dunia dengan siklus erupsi 4 hingga 6 tahun sekali (Surono, 2012). Gunungapi Merapi ini memiliki ketinggian mdpl (9.737 kaki) dan terletak pada koordinat LS dan BT. Berdasarkan letak administrasi, lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di timur dan utara serta Kabupaten Klaten pada sisi tenggara. Gunungapi Merapi merupakan gunungapi bertipe khusus, karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan gunungapi pada umumnya, yakni strato (Sutikno dkk, 2007). Berdasarkan morfologinya Gunungapi Merapi dapat dikelompokkan 1

2 menjadi 5 bentuklahan yaitu kerucut gunungapi (volcanic cone), lereng gunungapi (volcanic slope), kaki gunungapi (volcanic foot), dataran kaki gunungapi (volcanic foot plain), dan dataran aluvial gunungapi (fluvio vulcanic plain). Salah satu bencana akibat gunungapi di Indonesia yang mengejutkan berbagai pihak dan menjadi perhatian nasional adalah Erupsi Gunungapi Merapi pada tahun Erupsi Gunungapi Merapi pada tahun 2010 tersebut merupakan erupsi terbesar yang terjadi di Gunungapi tersebut dalam jangka waktu 100 tahun terakhir (Jousset dkk, 2013). Sejak meletus pada tanggal 26 Oktober 2010, menurut data Pusat Pengendalian dan Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana jumlah korban tewas akibat letusan Gunungapi Merapi pada tahun 2010 berjumlah 388 orang. Aliran awan panas yang dimuntahkan lava atau material Merapi pada hari Jumat malam 5 November 2010 dengan kecepatan mencapai 100 km per jam, dan panas mencapai kisaran derajat celsius, membakar pepohonan dan rumah-rumah sehingga dilakukan evakuasi penduduk secara besar-besaran. Tabel 1.1 Jumlah Korban Letusan Gunung Merapi dan Banjir Lahar Dingin dalam Kurun Waktu 100 Tahun Terakhir No Tahun Awan panas Lahan dingin Jumlah sumber : Materi paparan BPBD Kabupaten Magelang, 2014 Kondisi saat itu memaksa pemerintah memperlebar zona bahaya hingga berjarak 20 km dari puncak Merapi, yang sebelumnya ditetapkan dengan radius 15 km. Letusan Merapi memicu evakuasi massa di wilayah DI Yogyakarta (Sleman, Yogyakarta, Bantul) dan Jawa Tengah (Magelang, Klaten, Boyolali). Berdasarkan 2

3 data yang tercantum dalam Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Merapi , erupsi besar yang terjadi pada tahun 2010 telah menyebabkan kerusakan dan kerugian yang mencapai Rp 3,629 triliun dengan rincian Provinsi D I Yogyakarta sebesar Rp. 2,141 triliun dan Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 1,487 triliun. Bencana letusan Gunung Merapi telah menyebabkan kerusakan lingkungan seperti lahan, infrastruktur, pemukiman, kebakaran hutan, tercemarnya air sungai dan sumber penghidupan masyarakat, termasuk masyarakat di Desa Ngargomulyo, Kecamata Dukun, Kabupaten Magelang. Masyarakat Desa Ngargomulyo sebagai korban erupsi Merapi mengalami trauma karena kehilangan orang yang dicintai, harta benda, hancurnya rumah dan sawah yang menjadi mata pencaharian mereka selama ini. Sebagai fenomena alam, erupsi Merapi merupakan ancaman bagi masyarakat desa yang berada dalam kawasan resiko bencana tiga ini (KRB III yaitu kawasan dengan tingkat kerawanan terkena dampak bencana tinggi). Bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan kerugian baik korban jiwa maupun materi. Menurut Bakornas PB (2007: 2), setidaknya ada interaksi empat faktor utama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: 1) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazards); 2) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam (vulnerability); 3) kurangnya informasi/peringatan dini (early warning) yang menyebabkan ketidaksiapan; 4) ketidakberdayaan atau ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya. Sebagian besar masyarakat Desa Ngargomulyo (87%) berprofesi sebagai petani, hal tersebut membuat sumberdaya alam terutama ketersediaan lahan pertanian sangat mempengaruhi sistem penghidupan yang ada di desa tersebut. Jadi, apabila terjadi bencana seperti erupsi Merapi yang terjadi pada tahun 2010 silam, menyebabkan masyarakat mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya dan menyebabkan adanya perubahan strategi penghidupan masyarakatnya karena sumberdaya alam yang biasanya merupakan tonggak kehidupannya menjadi rusak atau hilang terkena bencana tersebut. Tak jarang pula akibat rusak atau hilangnya aset kepemilikan harta benda dan tempat tinggal masyarakat Desa Ngargomulyo terpaksa harus mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. Kerusakan yang dialami oleh masyarakat Desa Ngargomulyo pasca terjadinya erupsi Merapi tahun 2010 menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam bagi 3

4 masyarakat Desa Ngargomulyo terlebih lagi mereka terpaksa mengungsi ke tempat barak-barak pengungsian yang memiliki fasilitas kurang memadai. Selain itu, perubahan zona aman yang berkali-kali menyebabkan masyarakat Desa Ngargomulyo kesulitan untuk menemukan tempat pengungsian. Berdasarkan pengalaman tersebut, pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010 BPBD Kabupaten Magelang bersama dengan Kepala Desa Ngargomulyo bernisiatif untuk mengembangkan sebuah konsep manajemen bencana yang baru yang dikenal dengan istilah konsep Sister Village (Desa Bersaudara). Tujuan dari adanya pengembangan konsep ini adalah supaya masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana (KRB III) dapat dengan jelas mengetahui tujuan pengungsiannya yaitu menuju desa saudaranya yang berlokasi di kawasan yang lebih aman (KRB I) apabila terjadi bencana secara tiba-tiba. Saat ini pengembangan konsep tersebut masih dalam tahap pematangan melalui monitoring dan evaluasi terus menerus yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Magelang bersama pemerintah desa setempat dan pihak-pihak lain yang terkait. Selain itu juga, Pemerintah Desa Ngargomulyo baru dapat menemukan Desa Bersaudara yang dapat diajak bekerja sama setelah erupsi Merapi tahun 2010 berakhir yaitu pemerintah Desa Tamanagung yang loksinya berada pada zona aman (Kawasan Rawan Bencana I). Dampak bencana selalu menimbulkan perubahan terhadap penghidupan masyarakat yang terkena bencana. Hal tersebut terjadi karena masyarakat yang terkena bencana harus mulai menata kembali kehidupannya seperti sebelum terjadi bencana. Upaya pemulihan tersebut yang seringkali mengalami perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini. Tidak mengherankan apabila masyarakat Desa Ngargomulyo juga mengalami perubahan strategi bertahan hidup. Berdasarkan pernyataan tersebut maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui penghidupan masyarakat yang ada di Desa Ngargomulyo setelah terjadinya erupsi Merapi pada tahun 2010, berdasarkan kerusakan wilayah yang terjadi dan kepemilikan aset masyarakat serta pengembangan konsep Sister Village yang ada di desa tersebut dalam manajemen bencana. 1.2 Perumusan Masalah Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Merapi merupakan kawasan yang memiliki kerawanan terkena dampak dari bencana. Kawasan Rawan Bencana ini dibagi menjadi tiga, yaitu KRB I, II, dan III. KRB III adalah kawasan yang letaknya 4

5 paling dekat dengan Gunungapi Merapi beserta dengan tingat risiko terhadap bencana yang sangat tinggi seperti sering terlanda awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu dan hujan abu lebat. Desa Ngargomulyo desa di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang yang berada dalam KRB III. Warga Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi sudah sering mengalami peristiwa atau kejadian ancaman bahaya letusan Gunung Merapi seperti abu vulkanik, wedhus gembel dan lontaran material gunung lainnya. Meski kejadian letusan Gunung Merapi sudah sering terjadi namun demikian bukan berarti masyarakat dan lingkungannya dapat menghindari setiap risiko yang timbul akibat letusan, khususnya dampak negatif yang merusak lingkungan dan bahkan membahayakan jiwa makhluk hidup di daerah tersebut. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan antara lain adalah rusaknya kawasan budidaya seperti persawahan dan peternakan, terjadinya erosi, tanah longsor, kebakaran hutan, perubahan bentang alam, pendangkalan sungai, hilangnya sejumlah spesies, rusaknya berbagai habitat flora dan fauna hingga kerusakan ekosistem. Upaya untuk mengurangi dampak risiko kerusakan akibat ancaman letusan Merapi sangat penting sebagai upaya untuk mempertahankan keberlanjutan ekologi Kawasan Merapi yaitu Gunung Merapi sebagai sumber kehidupan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Gunung Merapi merupakan salah satu tempat yang digunakan sebagian besar masyarakat yang tinggal disekitarnya sebagai tempat menggantungkan hidup dalam mencari nafkah sekaligus sebagai lingkungan yang harus lestari sebagai tempat bergantungya generasi sekarang dan masa yang akan datang. Dalam kajian risiko bencana, masyarakat sebagai korban bencana diharapkan memiliki kemampuan untuk mengelola kapasitas yang ada dalam dirinya untuk mengurangi kerentanan yang mampu mengurangi tingkat risiko bencana sehingga tingkat kerusakan lingkungan (alam, pemukiman), infrastruktur, hewan/tumbuhan, bahkan harta benda dan jiwa dapat direduksi sekecil mungkin. Pemerintah Kabupaten Magelang beserta pemerintah Desa Ngargomulyo nampaknya menyadari betul ancaman bahaya yang mengintai penduduknya. Atas dasar adanya potensi bahaya yang cukup besar serta pengalaman erupsi sebelumnya yang kurang terorganisir pada fase tanggap darurat khususnya dalam hal proses evakuasi dan pengungsian, maka Pemerintah Kabpaten Magelang melalui BPBD Kabupaten Magelang beserta pemerintah Desa Ngargomulyo bekerja sama untuk 5

6 mengembangkan program Sister Village (Desa Bersaudara) sebagai program manajamen bencana yang baru. Desa yang menjalin kerja sama Desa Bersaudara dengan Desa Ngargomulyo yang berada di Kecamatan Dukun adalah Desa Tamanagung yang berada di Kecamatan Muntilan. Desa Tamanagung sendiri berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB I) sehingga daerahnya dirasa cukup aman dari bahaya erupsi Merapi yang mungkin terjadi. Hasil penelitian Vayda dan McCay (1978) dalam Su Ritohardoyo (2013) mengungkap pentingnya adaptasi manusia dalam rangka menanggulangi bahaya dan resiko lingkungan. Sumber bahaya dan resiko bagi manusia dapat berasal dari geofisik, biologik, dan sosial budaya manusia. Bagaimana masyarakat menanggulangi intensitas bahaya dan resiko lingkungan tersebut, adalah suatu pertanyaan tersirat dan tersurat tentang perwujudan adaptasi manusia, yang perlu dikaji melalui penelitian empiris. Oleh karena itu, erupsi Merapi sebagai konteks kajian utama beserta konsekuensinya seperti hilang atau rusaknya pemilikan harta benda, hancur atau rusaknya permukiman, berbagai sarana dan prasarana pengidupan, serta hilangnya kepemilikan aset, akses dan kesempatan kerja, merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji secara lebih mendalam sebagai upaya untuk mengetahui perubahan strategi penghidupan ataupun strategi bertahan hidup yang terjadi di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat Desa Ngargomulyo serta mengetahui pendapat masyarakat Desa Ngargomulyo terkait dengan adanya pengembangan konsep Sister Village (Desa Bersaudara) dalam manajemen bencana. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Mengidentifikasi dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 terhadap perubahan penghidupan masyarakat tani Desa Ngargomulyo 2) Menganalisis strategi bertahan hidup masyarakat tani Desa Ngargomulyo pasca bencana erupsi Merapi tahun ) Mengetahui persepsi masyarakat Desa Ngargomulyo terkait dengan pengembangan konsep Sister Village dalam manajemen bencana Kegunaan Penelitian 1) Memberikan manfaat dan sumbangan secara akademis. 6

7 2) Memberikan gambaran mengenai sistem penghidupan masyarakat tani Desa Ngargomulyo pasca bencana erupsi Merapi tahun ) Memberikan gambaran mengenai sejauh mana konsep Sister Village dapat di terima oleh masyarakat Desa Ngargomulyo di Kabupaten Magelang. 4) Memberikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan di Kabupaten Magelang terutama terkait dengan upaya peningkatan kontigensi dan manajemen bencana melalui konsep Sister Village di Kabupaten Magelang. 5) Menjadi bahan perbandingan bagi penelitian sebelumnya. 1.4 Tinjauan Pustaka Pendekatan Geografi Menurut Bintarto (1984), geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala-gejala yang ada di permukaan bumi, baik yang sifatnya fisik maupun menyangkut makhluk hidup lain beserta permasalahannya melalui pendekatan kelingkungan, keruangan, maupun kompleks wilayah untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan suatu pembangunan. Sedangkan menurut Yeates (1968) dalam Bintarto (1998) geografi adalah suatu ilmu yang memperhatikan perkembangan rasional dan lokal dari berbagai sifat yang beranekaragam di permukaan bumi. Secara umum analisis dalam studi geografi didasarkan pada tiga pendekatan utama yaitu pendekatan kelingkungan (ecological), pendekatan keruangan (spatial), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex). Secara lebih mendalam Bintarto (1998) menjelaskan ketiga pendekatan tersebut seperti uraian berikut : a. Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach) Pendekatan ini menekankan pada gejala ekologis yaitu hubungan antara organisme hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan terhadap lingkungan alamnya. Penekanan dalam pendekatan ini terletak pada aspek manusia yang menjadi fokus utama di dalam proses interaksi. b. Pendekatan Keruangan (Spatial Approach) Pendekatan ini mempelajari perbedaan antar lokasi mengenai sifat dan karakteristik yang ditimbulkan. Dalam analisis ini terdapat dua faktor yang harus diperhatikan yakni penyebaran penggunaan ruang yang telah ada serta penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegiatan. Penekanan di 7

8 dalam pendekatan ini didasarkan pada analisis yang terkait dengan aspek ruang itu sendiri. c. Pendekatan Kompleks Wilayah (Regional Complex Approach) Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan kelingkungan dan pendekatan keruangan. Di dalam pendekatan ini menekankan pada aspek penyebaran suatu fenomena tertentu (analisa keruangan) dan hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungan fisiknya (analisa ekologi) serta keterkaitan di antara keduanya. Berdasarkan ketiga pendekatan geografi tersebut, penelitian ini nantinya akan menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach). Pendekatan ini pada prinsipnya akan mengkaji mengenai perubahan yang terjadi pada penghidupan masyarakat Desa Ngargomulyo terhadap kontigensi dan manajeman bencana dengan konsep Sister Village yang ada di Kabupaten Magelang dan mengkaji adanya hubungan atau interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungannya yang dilakukan sebagai respon adanya kebijakan pemerintah dan pemanfaatan ruang di permukaan bumi yang membentuk pola dan keterkaitan ruang tertentu Pengertian Masyarakat Tani Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu kata syaraka yang berarti ikut serta atau berperan serta, saling bergaul, beriteraksi. Dalam istilah bahasa Inggris, masyarakat dikenal dengan society (berasal dari kata latin, socius yang berarti kawan). Koentjaraningrat (1996) mendefinisikan masyarakat sebagai kumpulan manusia yang saling berinteraksi satu sama lain. Menurut Hassan Sadily (1980) dalam Imron (2012), masyarakat dipahami sebagai suatu golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Sejalan dengan beberapa pendapat tersebut, masyarakat dipahami sebagai kelompok manusia yang saling berinteraksi yang memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut dan adanya saling keterikatan untuk mencapai tujuan bersama. Petani dalam Kamus Besar bahasa Indonesia memiliki kata dasar yaitu tani yang memiliki arti sebagai mata pencaharian di bentuk bercocok tanam (mengusahakan tanah dengan tanam menanam). Sehingga dapat disimpulkan terkait pengertian dari 8

9 petani adalah seseorang yang bekerja di bidang pertanian, utamanya dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman sehingga memperoleh hasil untuk digunakan bagi dirinya sendiri maupun dijual kepada orang lain. Sedangkan pengertian petani menurut Undang-Undang No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menyatakan bahwa petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/ atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang pangan, holtikultura, perkebunan, dan/ atau peternakan. Apabila ditelaah kembali pengertian petani seakan memiliki pengertian terbatas dalam orang yang melakukan produksi pertanian menanam komoditas tani dan menjualnya ke pasar, namun disisi lain perspektif petani ternyata mengandung pengertian yang berbeda dan tingkah laku baik sosiologi dan ekonomi yang berbeda. Menurut Rodjak ( 2002 ) petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga Konsep Penghidupan Masyarakat Para ahli Geografi telah mempelajari penghidupan (livelihood) sejak lama, namun baru populer belakangan ini. Gagasan tentang pendekatan penghidupan (livelihoods approach) dapat ditelusuri sekitar pertengahan 1980an ketika Chambers melakukan riset aksi bersama kolega para ahli dan masyarakat perdesaan. Gagasan tersebut berkembang bersamaan dengan riset aksinya mengenai pendekatan partisipatif. Pengertian tentang penghidupan juga dikemukakan oleh Ellis (2000) dalam Saragih (2007) yang menyatakan bahwa penghidupan adalah kemampuan individu atau rumah tangga yang terdiri dari aset (alam, fisik, manusia, keuangan, dan modal sosial), aktivitas dan akses yang termediasi oleh lembagalembaga dan hubungan sosial secara bersama menentukan peningkatan kehidupan suatu individu atau rumah tangga tertentu. Berdasarkan definisi dari Ellis (2000), perhatian sebenarnya dalam konsep livelihood yaitu melihat hubungan antara aset dan pilihan orang dari apa yang dimilikinya untuk mengejar kegiatan alternatif yang dapat membangkitkan level pendapatan yang diperlukan untuk bertahan hidup. Pengertian penghidupan berkelanjutan memiliki keterkaitan penting dengan isu kemiskinan dan lingkungan. Masih menurut Ellis (2000) suatu penghidupan 9

10 dikatakan berkelanjutan jika mampu mengentaskan kemiskinan dan pulih dari berbagai kerentanan, yaitu tekanan dan guncangan baik yang terjadi saat ini maupun masa mendatang. Dalam arti lain, berkelanjutan memiliki arti mampu mengatasi kemiskinan dan pulih dari kondisi yang kritis atau rentan, misalnya kecenderungan (trend), perubahan (change), perubahan musim (seasonality), dan ketegangan atau guncangan (shock) yang terjadi saat ini maupun masa mendatang. Hal yang juga penting dalam penghidupan berkelanjutan adalah pemanfaatan aset dengan baik tanpa merusak sumber daya yang tersedia. Dimensi keberlanjutan meliputi berbagai aspek yakni lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Saragih, dkk, 2007). Keberlanjutan lingkungan tercapai ketika produktivitas sumber daya alam dan yang menopang kehidupan dilestarikan atau ditingkatkan penggunaannya oleh generasi mendatang. Keberlanjutan ekonomi dicapai ketika tingkat satuan ekonomi tertentu (rumah tangga) mempertahankan tingkat pengeluaran secara stabil. Keberlanjutan sosial tercapai ketika pengucilan sosial diminimalkan dan persamaan sosial dimaksimalkan. Keberlanjutan kelembagaan tercapai ketika struktur-struktur dan proses-proses yang berlangsung mampu terus menjalankan fungsinya dan berkontribusi secara positif terhadap penghidupan masyarakat dalam jangka panjang. Konteks kajian dalam penghidupan masyarakat menyatakan bahwa berbagai ahli juga mengembangkan konsep penghidupan, baik dalam pendekatan kerangka ilmiah dan praktis pengalaman lapangan. Para ahli mengembangkan konsep penghidupan dikaitkan dengan isu mendasar mengenai penanggulangan kemiskinan dan pengelolaan sumberdaya. Ditambahkan pula konsep pemberdayaan dan keberlanjutan dalam berbagai analisis dan strategi pengembangannya. Scoones (1998) mengemukakan bahwa analisis penghidupan berkelanjutan terkait dengan konteks yang mempengaruhi seperti politik dan kebijakan makro, sejarah dan dinamika sosial ekonomi, serta kondisi agroekologi Pengertian Strategi Pengidupan Strategi penghidupan pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, strategi penghidupan mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik melalui mata pencaharian maupun potensi yang terdapat di suatu daerah tertentu. Dalam konteks strategi penghidupan itu sendiri, strategi penghidupan yaitu 10

11 kemampuan untuk menyesuaikan diri atau untuk mengatasi tekanan-tekanan yang mengganggu baik tekanan yang bersifat jangka panjang ataupun guncangan (Burgers, 2004 dalam Baiquni, 2007). Hal tersebut diperkuat dengan pengertian penghidupan yang memberikan perhatian penting dalam kaitannya antara aset dan pilihan pengguna yang dilakukan oleh rumah tangga atau masyarakat untuk mewujudkan alternatif kegiatan yang mampu meningkatkan pendapatan yang diperlukan untuk hidupnya. Strategi penghidupan (livelihood strategy) merupakan kemampuan, aset, dan kegiatan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan (Chambers dan Conway, 1992, dalam Baiquni, 2007). Pengertian tersebut mengandung makna bahwa dalam penghidupan meliputi hubungan yang kompleks antara kemampuan, aset, kegiatan ekonomi, dan dinamika masyarakat. DFID, (1999) dalam Ardiyanto, (2013) merumuskan aset penghidupan meliputi modal (manusia, sosial, finansial, fisik, dan natural) dan pengaruh atau aktivitas serta akses yang dikuasai dan dimiliki tiap rumah tangga. Strategi penghidupan secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aset dan akses. Aset atau modal dideskripsikan sebagai persediaan modal yang dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung, untuk membangkitkan cara bertahan rumah tangga atau menyokong kebahagiaan pada level yang berbeda diatas bertahan (Ellis, 2000). Aset atau modal dapat dikelompokan menjadi 5 jenis yaitu sumberdaya alam (natural capital), sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya fisik (phisycal capital), sumberdaya ekonomi (financial capital), dan sumberdaya sosial (social capital). Sumberdaya alam atau natural capital merupakan semua komponen dari lingkungan alamiah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya bersama (asli di alam), contohnya: ketersediaan tanah (lahan), tanaman dan ketersediaan air sebagai modal produksi. Modal natural bervariasi pada setiap wilayah baik ketersediaan maupun karakteristiknya, sehingga dapat membentuk pola penghidupan masyarakatnya. (Baiquni, 2007). Sumberdaya manusia (human capital) terdiri dari ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk bekerja serta kondisi kesehatan yang baik (DFID, 1999). Modal manusia menjadi penting karena menentukan kemampuan dalam mengelola keempat modal lainnya. Sumberdaya fisikal (physical capital) merupakan kepemilikan terhadap setiap benda yang berwujud, sedangkan yang bukan merupakan sumberdaya alam. Modal fisikal terdiri dari bangunan, kendaraan, perabotan, alat-alat produksi, alat-alat rumah tangga, barang elektronik, dan lain sebagainya. Sumberdaya fisik berupa sumber daya 11

12 alam yang sudah ada campur tangan dari manusia dan diinvestasikan menjadi aset fisik. Sumberdaya ekonomi (financial capital) merupakan basis modal (uang tunai, kredit/hutang, dan aset ekonomi lainnya), contohnya : pendapatan, tabungan. Sementara itu sumberdaya sosial (social capital) merupakan kekuatan untuk mengusahakan penghidupan melalui jejaring dan keterkaitan sosial yang memungkinkan sumberdaya sosial dipadukan seperti gotong royong, juga adanya hubungan saling percaya dan kerjasama yang saling menguntungkan seperti jaminan sosial (Baiquni, 2007). Ada banyak ragam dari sumberdaya sosial, misalnya: hubungan keluarga, hubungan kekerabatan, pertemanan, organisasi sosial dan lain sebagainya. Akses digambarkan dengan aturan dan norma sosial yang mempengaruhi perbedaan kemampuan orang di perdesaan untuk memiliki, mengontrol, bahkan mengklaim atau menggunakan sumberdaya seperti lahan dan barang kepemilikan bersama. Akses dapat ditentukan oleh berapa faktor seperti jarak, infrastruktur, perolehan informasi serta pelayanan. Dalam pembahasan penghidupan masyarakat tani di Desa Ngargomulyo terkait pengembangan Konsep Sister Village dalam manajemen bencana, akses yang dimaksud adalah akses terhadap aset. Perbedaan akses terhadap aset merupakan penyebab utama perbedaan strategi penghidupan (DFID, 1999). Aktivitas merupakan usaha untuk mengubah diri dari kondisi yang rentan atau dalam situasi tekanan bahkan goncangan. Kegiatan ini tercermin dari usaha mendayagunakan aset dengan kemampuan yang dimiliki (Baiquni, 2007). Dengan kata lain aktivitas dapat diartikan sebagai bekerja, bertani, berdagang atau melakukan kegiatan apapun yang dapat mendatangkan income Beragam faktor mempengaruhi strategi yang dilakukan tiap rumah tangga untuk mempertahankan hidupnya. Menurut White (1981), dalam Baiquni, (2007), perbedaan strata sosial ekonomi dapat menyebabkan perbedaan tipe strategi penghidupan yang digunakan. Sehingga tipe strategi penghidupan dapat dibagi menjadi strategi bertahan hidup (survival strategy), strategi konsolidasi (consolidation strategy), dan strategi akumulasi (accumulation strategy). Selain itu, menurut Ellis (2000), dalam Saragih, dkk, (2007) strategi penghidupan tiap rumah tangga terdiri dari berbagai aktivitas yang dibagi dalam dua kategori yakni aktivitas penghidupan berbasis sumber daya alam (pertanian, peternakan, perikanan, dll) dan aktivitas tidak berbasis sumber daya alam (perdagangan, jasa, industri, infrastruktur, dll). Strategi penghidupan merupakan pilihan yang dibentuk oleh aset, akses dan aktivitas yang 12

13 dipengaruhi pula oleh kapasitas seseorang atau rumahtangga untuk melakukannya (Baiquni, 2007). Pilihan tersebut dinamis dan fleksibel,dalam arti selalu terdapat perubahan. Adakalanya muncul peluang dari kondisi eksternal atau adanya perubahan internal berkaitan dengan rumahtangga atau masyarakat. Strategi penghidupan yang sering dikemukakan ada tiga, yaitu: intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, diversifikasi penghidupan serta migrasi (Scoones,1998 dalam Baiquni, 2007) Konsep Sister Village dalam Manajemen Bencana Konsep Desa Bersaudara (Sister Village) adalah kerjasama yang dijalin antar dua desa yaitu desa yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB III) dengan desa yang lokasinya lebih aman atau di Kawasan Raawan Bencana (KRB I). Dalam penelitian ini pasangan desa Sister Village yang dipilih adalah Desa Ngargomulyo dan Desa Tamanagung, dimana pada saat terjadi ancaman bahaya disalah satu desa maka penduduk di desa tersebut akan dievakuasi dan diungsikan di desa yang lebih aman. Beberapa pertimbangan pemilihan pemilihan calon desa penyangga, adalah pertama, pada tahun 2010 telah menjadi tempat pengungsian mereka dan di antara para perangkat dan tokoh masyarakat kedua belah pihak sudah saling mengenal, sehingga memudahkan membuat kesepakatan bersama dan sosialisasi kepada warganya; kedua, kedekatan pertemanan antara kepala desa KRB III dengan kepala desa penyangga; ketiga, secara teknis mitigatif saat melakukan evakuasi warga menghindari menyeberang sungai yang berpotensi menjadi jalur awan panas maupun lahar hujan, sehingga bisa mengancam jiwa masyarakat pada proses evakuasi, dan; keempat, mempertimbangkan fasilitas yang ada di desa penyangga, seperti yang dilakukan oleh Desa Ngargomulyo memilih desa Tamanagung dengan pertimbangan di Desa Tamanagung terdapat pasar hewan, sementara warga Desa Ngargomulyo memiliki banyak hewan ternak (jumlah sapi lebih dari ekor dan ratusan hewan ternak lainnya, seperti kerbau dan kambing), selain itu Desa Tamangaung juga memiliki beberapa gedung baik berupa gedung sekolah, balai desa, gedung pertemuan dan juga gedung serbaguna yang dapat digunakan untuk menampung para pengungsi dari Desa Ngargomulyo. Hal ini diharapkan dapat memudahkan pada saat proses evakuasi penyelamatan hewan ternak mereka. Walaupun demikian, Desa Ngargomulyo juga telah memiliki beberapa komunitas siaga bencana yaitu PASAG (Paguyupan sabuk Gunung) Merapi, Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) dan Santri Siaga Bencana Nahdlatul Ulama (Winarti, 2010). 13

14 Konsep Sister Village (Desa Bersaudara) pada tahun 2013 lalu sudah diangkat menjadi salah satu program yang diformalkan dalam manajemen bencana. Pengembangan konsep Sister Village (Desa Bersaudara) menjadi salah satu alternatif solusi pada saat krisis, terlebih karena Gunungapi Merapi memiliki siklus erupsi (4 tahunan). Berdasarkan pola geografisnya, desa-desa yang termasuk dalam KRB III selelu memilih desa saudara yang berada jauh dari Gunungapi Merapi atau menjauhi gunung tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menjauhi bahaya yang mungkin ditimbulkan apabila terjadi bencana terkait Gunungapi Merapi. Berdasarkan gambar 1.1 dapat diketahui bahwa pola persaudaraan antara desa dalam KRB III dengan desa penyangga memiliki pola vertical dengan menjauhi puncak gunung Merapi ke daerah dibawahnya yang dirasa lebih aman dan jauh dari dampak terbesar potensi bahaya atau bencana yang mungkin terjadi. 14

15 Gambar 1.1 Skema Evakuasi dan Penanganan Pengungsi Bencana Gunung Merapi Berbasis Sister Village Sumber : BPBD Kabupaten Magelang,

16 Salah satu poin kerjasama yang terdapat pada Rancangan Perjanjian Kerjasama dalam penanggulangan/pengurangan risiko bencana/erupsi Gunung Merapi antara Desa Tamanagung yang berada di Kecamatan Muntilan dengan Desa Ngargomulyo yang berada di Kecamatan Dukun adalah bahwa apabila salah satu desa mengalami bahaya (misalnya bencana erupsi Merapi) maka desa yang lain berkewajiban untuk membantu penduduk di desa yang terkena bencana, misalnya dalam penyediaan tempat pengungsian dan membantu dalam proses evakuasi Sejarah Terbentuknya Konsep Sister Village Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 telah memberikan banyak pengalaman dan juga pelajaran berharga bagi semua pihak. Salah satu pelajaran berharga adalah banyaknya pengalaman pengungsi yang sangat tidak nyaman selama di lokasi pengungsian, pengalaman yang sama juga dirasakan oleh para petugas pengelola pengungsian, bahkan juga dirasakan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena ketidaksiapan semua pihak menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi yang sangat dahsyat pada tahun 2010 yang lalu. Berbagai upaya dilakukan guna untuk mengurangi risiko bencana letusan Gunung Merapi. Salah satunya di Kabupaten Magelang, Pemerintah Kabupaten Magelang melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyusun sebuah konsep penanganan bencana yang lebih baik. Salah satu konsep yang diwacanakan dan mulai dirintis oleh Pemerintah Kabupaten Magelang lewat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang adalah Konsep Sister Village (Desa Bersaudara). Konsep ini mulai dirintis seiring dengan pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca erupsi Gunung Merapi Dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut kita memadukan dua kegiatan utama, yaitu kegiatan technical engineering (rekayasa teknis) dengan kegiatan yang bersifat social engineering (rekayasa sosial). Dalam konsep Sister Village ini kita mencoba memetakan desa-desa rawan bencana erupsi Merapi dan desa-desa yang yang kita nilai cukup aman dari ancaman erupsi Merapi. Konsep Sister Village merupakan upaya pengurangan risiko bencana dengan menempatkan pengungsi di desa saudara yang letaknya di luar Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Sehingga apabila bencana terjadi, masyarakat di KRB III Gunung Merapi tidak panik dan bingung karena sudah punya arah dan tujuan 16

17 yang jelas kemana mereka harus mengungsi. Penempatan pengungsi di desa saudara (desa penyangga) bervariasi, ada yang ditempatkan di gedung fasilitas umum, rumah penduduk atau perpaduan antara gedung fasilitas umum dengan rumah penduduk, semua tergantung pada kondisi desa yang ditempati pengungsi. Konsep Sister Village ini menyatukan dua pasang desa atau lebih dalam suatu hubungan yang dilembagakan. Di dalam mempersiapkan penerapan program ini, desa penyangga turut bekerja keras. Hal ini dikarenakan fasilitas dan sarana prasarana pendukung pengungsian berada di desa penyangga, sehingga mereka juga turut berperan dalam penyediaannya. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsian seperti tempat penampungan, tempat logistik, dapur umum, dan tempat MCK (mandi, cuci, kakus) harus dipersiapkan dengan baik. 1.5 Kerangka Pemikiran Bencana merupakan gangguan atau kekacauan yang terjadi pada kehidupan yang berdampak kepada manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka dan kerugian harta benda. Gangguan atau kekacauan tersebut terjadi secara tiba-tiba, tidak disangka dengan cakupan yang cukup luas. Bencana juga berdampak pada infrastruktur pendukung utama struktur sosial dan ekonomi masyarakat seperti kerusakan infrastruktur yang meliputi kerusakan sistem jalan, sistem air bersih, listrik, komunikasi, dan pelayanan utilitas penting lainnya. Selain infrastruktur, objek lain yang terkena dampak terjadinya suatu bencana adalah masyarakat. Masyarakat terutama masyarakat miskin merupakan objek yang sangat rentan terhadap bencana. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dalam meminimalisir tingkat kerentanan tersebut. Walaupun demikian, rumah tangga atau masyarakat memiliki karakteristik tersendiri dalam memulihkan kehidupannya dan juga memiliki strategi dalam menjalani kehidupan untuk bertahan hidup seperti sebelum terjadinya bencana Bencana alam erupsi Merapi pada tahun 2010 yang terjadi di Desa Ngargomulyo dan sekitarnya telah banyak merugikan kehidupan masyarakat itu baik secara material maupun fisik. Oleh karena itu, dengan adanya kejadian ini maka penghidupan masyarakat yang ada di desa tersebut juga menjadi terganggu dan mengalami perubahan yang mengakibatkan masyarakat harus melakukan proses pemulihan hidup. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh 17

18 masyarakat dalam melakukan pemulihan pasca terjadinya bencana adalah dengan memanfaatkan tiga komponen yang dapat ada yaitu aset, akses dan aktivitas. Selain menggunakan tiga komponen tersebut dalam melakukan pemulihan kehidupan, saat ini di Desa Ngargomulyo sedang dikembangkan konsep Sister Village (Desa Bersaudara) dengan Desa Tamanagung untuk senantiasa saling membanntu apabila salah satu desa tersebut mengalami bahaya salah satunya adalah bencana erupsi Merapi. Pemanfaatan dari tiga komponen pemulihan yang digunakan dan ditambah dengan adanya pengembangan konsep Sister Village (Desa Bersaudara) maka akan membentuk sebuah strategi bertahan hidup atau strategi penghidupan yang baru yang bersumber dari setiap individu, dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan aset, akses, dan aktivitas dengan baik. Sebenarnya bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan ke tiga komponen tersebut dengan baik maka mereka akan cepat pulih dari dampak bencana yang terjadi sedangkan masyarakat yang tidak memanfaatkan ke tiga komponen tersebut dengan baik maka akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk memulihkan penghidupannya, sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.2 berikut 18

19 Bencana erupsi Gunungapi Merapi Manajemen Bencana Dampak Perubahan Penghidupan Masyarakat tani Konsep Sister Village Persepsi Masyarakat Asset AsAset Akses Aktivitas Modal Natural Modal Fisikal Modal Sosial Modal Manusia Modal Finansial Strategi Bertahan Hidup Pengembangan Konsep Sister Village antara Desa Ngargomulyo dan Desa Tamanagung Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.6 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang terkait dengan strategi penghidupan masyarakat pernah dilakukan sebelumnya baik itu dengan locus, focus, dan method yang berbeda. Sedangkan penelitian ini nantinya akan mengarah kepada riset yang bersifat deskriptif yaitu mengidentifikasi dampak bencana pasca erupsi Merapi terhadap kepemilikan aset, akses dan aktivitas masyarakat korban bencana. Selain itu penelitian ini juga 19

20 akan difokuskan kepada mengidentifikasi strategi bertahan hidup masyarakat korban bencana erupsi merapi terkait dengan pengembangan konsep Sister Village. Dimana dalam hal ini lokasi penelitian yang diambil berada di Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelusuran sementara dapat diidentifikasi beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, sebagaimana telah disajikan pada tabel 1.2 berikut. 20

21 Tabel 1.2 Matriks Penelitian Sebelumnya No Penulis Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil 1. Novan Marosa, Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Perubahan Penghidupan Masyarakat Pasca Bencana Alam Tsunami di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat (Studi Kasus Masyarakat Desa Suak Indrapuri, Ujong Baroh, dan Drien Rampak) 1) Mengetahui karakteristik sosial masyarakat pasca bencana alam tsunami di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat 2) Mengetahui perubahan penghidupan masyarakat pasca bencana alam tsunami di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat 3) Mengetahui pemulihan penghidupan masyarakat pasca bencana alam tsunami di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat - Metode analisis : statistik deskriptif dan analisis ANOVA - Terdapat perbedaan perubahan penghidupan masyarakat pasca bencana alam tsunami sesuai dengan tingkat kerusakan wilayah - Tingkat kecepatan pemulihan bervariasi di tiga desa tersebut dipengaruhi oleh tingkat kerusakan, semakin parah tingkat kerusakan wilayah maka pemulihan penghidupan masyarakata akan menjadi semakin lama 2. Lisa Okta Kharisma, Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dampak Bencana Lahar Dingin Pada Perubahan Strategi Penghidupan Masyarakat Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang 1) Identifiaksi perubahan kondisi aset, akses dan aktivitas masyarakat setelah terjadi bencana lahar dingin di Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang 2) Mengkaji perubahan strategi penghidupan masyarakat setelah terjadi bencana lahar dingin di Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang 3) Membuat arahan penanganan korban pasca bencana lahar dingin dalam memulihkan kehidupan setelah terjadi bencana lahar dingin di Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang - Analisis deskriptif kualitatif - - Deskripsi perubahan strategi penghidupan masyarakat pasca bencana lahar dingin - Arahan penanganan korban pasca bencana lahar dingin dalam memulihkan kehidupan di Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang 21

22 3. Aisyah Maya Tara, Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Strategi Penghidupan Masyarakat Pasca Bencana Alam Gempa Bumi 30 September 2009 di Kota Padang (Kasus Masyarakat Kelurahan Kampung Pondok dan Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat) 1) Mengetahui perubahan penghidupan masyarakat pasca bencana alam gempa bumi pada sektor sosial dan ekonomi di Kelurahan Kampung Pondok dan Kelurahan Purus 2) Mengetahui dampak terhadap aset, akses dan aktivitas masyarakat nelayan dan pedagang dalam menjalani kehidupan sehari-hari serta usaha masyarakat dalam pemulihan 3) Mengetahui Strategi masyarakat nelatan dan pedagang dalam bertahan hidup pasca bencana alam gempa bumi di Kelurahan Kampung Pondok dan Kelurahan Purus - Metode penelitian deskriptif kulitatif - Deskripsi perubahan kondisi kepemilikan aset, akses dan aktivitas pasca bencana alam gempa bumi - Deskripsi perubahan strategi penghidupan masyarakat pasca bencana alam gempa bumi 30 September 2009 di Kota Padang 4. Candra Ragil, Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Strategi Penghidupan Masyarakat Pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dalam Menghadapi Abrasi dan Banjir Rob 1) Menganalisis perubahan kualitas dan kondisi aset, akses dan aktivitas yang dimiliki masyarakat pesisir di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak 2) Mengidentifikasi strategi penghidupan masyarakat pesisir di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak 3) Menganalisis mobilitas dan adaptasi penduduk terhadap strategi penghidupan yang baru dan mengidentifikasi tingkat keberhasilannya - Metode penelitian deduktif - Metode analisis deskriptif kualitatif - Kondisi aset (natural, fisikal, sosial, finansial, manusia), akses dan aktivitas masyarakat pesisir di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak beragam - Pilihan strategi pengidupan yang di lakukan oleh masyarakat pesisir di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak juga beragam Sumber : Penelusuran Penulis (2014) 22

23 1.7 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yaitu : 1) Seperti apakah dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 terhadap penghidupan masyarakat tani Desa Ngargomulyo? 2) Seperti apakah strategi bertahan hidup masyarakat tani Desa Ngargomulyo pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010? 3) Sejauh manakah konsep Sister Village dapat diterima oleh masyarakat, terutama masyarakat Desa Ngargomulyo di Kabupaten Magelang? 23

24 24

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut dimensi tempat, ruang dan waktu baik yang terkait dengan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut dimensi tempat, ruang dan waktu baik yang terkait dengan keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi merupakan bidang ilmu yang terpusat perhatiaannya pada kajian kewilayahan muka bumi yang keadaannya dinamis, berubah dari waktu ke waktu dan menyangkut dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1 1.2.Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk Pengurangan Risiko Bencana ini berusaha menguraikan bagaimana kondisi kapasitas kelembagaan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu fenomena alam yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal ini, bencana alam dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu : lempeng Hindia-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara astronomi berada pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis Indonesia terletak di antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng bumi aktif yang saling bertumbukan sehingga menimbulkan jalur gunungapi dan patahan. Akibat kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak diantara pertemuan Lempeng Eurasia dibagian utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak diantara pertemuan Lempeng Eurasia dibagian utara, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia terletak diantara pertemuan Lempeng Eurasia dibagian utara, Lempeng Indo Australia di bagian selatan, Lempeng Filipina dan Samudera Pasifik dibagian timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 141 BT merupakan zona pertemuan empat lempeng tektonik aktif dunia, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunung api terbesar di dunia. Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permukiman kembali masyarakat pesisir di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat merupakan upaya membangun kembali permukiman masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci