BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk Pengurangan Risiko Bencana ini berusaha menguraikan bagaimana kondisi kapasitas kelembagaan dari Program Sister Village sebagai salah satu bentuk upaya mitigasi bencana yang terintegrasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Fokus penelitian ini adalah mencoba mengkaji kondisi kelembagaan dan kapasitas yang dimiliki oleh komunitas masyarakat lokal yang tergabung dalam sebuah payung besar berwujud sistem Sister Village sebagai upaya Pengurangan Risiko Bencana. Program Sister Village sendiri di Indonesia merupakan salah satu pionir program pengurangan risiko bencana yang mewujudkan inisiasi local wisdom masyarakat yang rentan terpapar risiko bencana. Penelitian ini menjadi penting karena akan menjelaskan kapasitas kelembagaan dalam isu manajemen bencana berbasis partisipasi masyarakat secara komprehensif, mulai dari level individu, level entitas, hingga level sistemnya. Indonesia merupakan negara yang memiliki ancaman bencana alam yang sangat bervariasi, hal ini dikarenakan Indonesia terletak diantara empat lempeng tektonik (Eurasia, Pasifik, Filipina dan Indo-Australia). Sebagian besar masyarakat Indonesia sendiri dikategorikan berisiko dari ancaman karena kurangnya kesadaran dan kapasitas untuk menghadapi bencana. Di sisi lain, 1

2 kapasitas pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bencana alam sangat terbatas. Masyarakat tidak bisa hanya bergantung kepada tindakan pemerintah untuk melindungi kehidupan mereka, masyarakat harus sadar bahwa ada kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam rangka untuk meminimalisir risiko ancaman dari bencana alam. Salah satu ancaman bencana di Indonesia adalah erupsi gunung berapi, dimana salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunung Merapi terkenal hingga mancanegara dengan karakteristik erupsinya yang sangat masif dan dahsyat. Secara ilmiah, Gunung Merapi yang memiliki ketinggian kurang lebih 2900 meter diatas permukaan laut ini memiliki siklus erupsi 5 tahunan. Erupsi terakhir Gunung Merapi terjadi pada tanggal 26 Oktober hingga 5 November Empat Kabupaten secara langsung terdampak erupsi Gunung Merapi yang menyebabkan kerusakan dan kerugian yang cukup besar, yakni Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 tersebut merupakan erupsi terbesar yang terjadi di Gunung tersebut dalam jangka waktu 100 tahun terakhir (Jousset dkk, 2013). Sejak terjadinya erupsi pada tanggal 26 Oktober 2010, menurut data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana jumlah korban tewas akibat erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 berjumlah 388 orang. Aliran awan panas yang dimuntahkan lava atau 2

3 material Merapi pada hari Jum at malam tanggal 5 November 2010 dengan kecepatan mencapai 100 km per jam, dan panas mencapai kisaran derajat celcius, membakar pepohonan dan rumah-rumah sehingga dilakukan evakuasi penduduk secara besar-besaran. Adapun secara rinci besaran kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dapat dijelaskan melalui tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Kerusakan dan Kerugian yang Ditimbulkan oleh Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 No. Sektor Kerusakan (Rp. Kerugian (Rp. Total Kerusakan dan Juta) Juta) Kerugian (Rp. Juta) 1 Pemukiman , , ,14 2 Infrastruktur , , ,10 3 Ekonomi , , ,17 4 Sosial , , ,20 5 Lintas Sektor , , ,00 Total , , ,61 Sumber: diolah dari data BNPB per Februari 2011 dalam GEMA BNPB Maret 2011 Dari data yang ditampilkan dalam tabel 1.1 tentang kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi tersebut dapat dicermati bahwa jumlah kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Merapi tahun 2010 sangat besar, yakni secara agregat sekitar Rp. 3,56 Triliun, sedangkan jumlah total nilai kerusakan mencapai 47% (Rp. 1,69 Triliun) dan jumlah nilai total kerugian sebesar 53% (Rp. 1,87 Triliun). Akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010, sektor perumahan mengalami kerusakan yang paling besar yakni sebesar 36% (Rp. 599 Milyar). Sedangkan nilai kerusakan yang dialami sektor infrastrukur sebesar 35% (Rp. 582 Milyar). Selanjutnya adalah sektor ekonomi sebesar 24% (Rp. 403 Milyar). Kemudian, untuk kerugian terbesar 3

4 dialami sektor ekonomi, yaitu 69% (Rp. 1,29 Triliun). Lalu, lintas sektor mengalami kerugian sebesar 7% (Rp. 126 Milyar). Sedangkan sektor perumahan diperkirakan nilai kerugiannya sebesar Rp. 27,3 Milyar. Data sekunder lainnya yang terkait menyebutkan bahwa kerusakan terbesar dialami oleh Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sebanyak unit rumah rusak berat di Kecamatan Cangkringan dan Ngemplak. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 274 unit rumah rusak berat mencakup Kabupaten Magelang (di Kecamatan Srumbung dan Sawangan), Kabupaten Boyolali (di Kecamatan Selo) dan Kabupaten Klaten (di Kecamatan Kemalang). Selain kerugian materi, erupsi Gunung Merapi juga menyebabkan banyak korban jiwa berjatuhan. Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung berapi teraktif di dunia memiliki sejarah erupsi yang sangat panjang. Gunung Merapi merupakan gunung api bertipe strato dengan semburan awan panas bergulung-gulung menuruni lereng yang oleh masyarakat sekitar merapi disebut dengan wedhus gembel. Semburan awan panas ini adalah sebagai ancaman terbesar bagi warga masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang termasuk ke dalam KRB III Gunung Merapi. Jumlah korban erupsi Gunung Merapi 100 tahun terakhir melalui catatan BPBD Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut: Tabel 1.2 Jumlah Korban Erupsi Gunung Merapi dan Banjir Lahar Dingin dalam Kurun Waktu 100 Tahun Terakhir No. Tahun Awan Panas Lahar Dingin

5 Jumlah Sumber: Materi Paparan BPBD Kabupaten Magelang, 2014 Dari data pada tabel 1.2 tentang jumlah korban erupsi Gunung Merapi dan banjir lahar dingin dalam kurun waktu 100 tahun terakhir diatas dapat dicermati bahwa dari 11 kali erupsi Gunung Merapi di antara tahun 1900 hingga erupsi Gunung Merapi yang terkini pada tahun 2010 tidak ada pola penurunan jumlah korban yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain selain kondisi alam yang berada diluar kuasa manusia, dimana sistem mitigasi bencana yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Gunung Merapi masih belum efektif. Terlepas dari faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi jumlah angka tersebut, kepentingan kita bersama untuk saat ini dan masa depan adalah meminimalisir korban erupsi Gunung Merapi hingga tingkat seminimal mungkin. Upaya meminimalisir korban erupsi Gunung Merapi tersebut secara konkrit diwujudkan dalam bentuk mitigasi bencana yang melibatkan partisipasi langsung dari masyarakat dengan arahan dari BPBD sebagai fasilitator. Mitigasi bencana diharapkan sebagai sebuah mekanisme agar masyarakat dapat berfokus kepada penghindaran bencana baik manusia mapun harta benda, terlebih lagi yakni menghindari daerah yang secara vulkanologi termasuk ke dalam wilayah berbahaya. Adapun kegiatan mitigasi bencana meliputi upayaupaya peraturan dan pengaturan, pemberian sanksi dan penghargaan untuk mendorong perilaku yang tepat serta upaya-upaya penyuluhan serta penyediaan 5

6 informasi untuk memberikan kesadaran dan pengertian kepada manusia terhadap usaha untuk mengurangi dampak dari suatu bencana. Mitigasi bencana dapat diklasifikasikan menjadi mitigasi bencana struktral dan non-struktural. Adapun kegiatan mitigasi bencana struktural dapat berupa membuat cekdam, bendungan, tanggul sungai, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan mitigasi bencana non-struktural dapat berupa membuat peraturan tata ruang, pelatihan, dan lain-lain. (Nurjanah, dkk., 2012) Pasca erupsi Gunung Merapi 2010, Pemerintah Pusat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah menyusun Rencana Aksi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Dokumen tersebut memuat kebijakan relokasi bagi masyarakat lereng Gunung Merapi yang didasarkan pada Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi 2010 yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi merupakan petunjuk tingkat kerawanan bencana suatu kawasan apabila terjadi erupsi Gunung Merapi yang juga mencakup arah jalur evakuasi, lokasi pengungsian dan pos penanggulangan bencana. Pembagian Kawasan Rawan Bencana tersebut terbagi menjadi tiga tingkatan (KRB III,II, dan I) yang didasarkan oleh geomorfologi, geologi, sejarah kegiatan, distribusi produk erupsi terdahulu, penelitian dan studi lapangan. Berdasar ketentuan tersebut, masyarakat yang menetap di kawasan yang ditetapkan seabgai Kawasan Rawan Bencana III diharuskan untuk melakukan 6

7 relokasi ke tempat yang telah dirujuk oleh pemerintah. Langkah tersebut ditempuh guna meminimalisir penempatan manusia ataupun harta benda lain di daerah paling rawan terkena dampak erupsi. Namun, hingga tahun 2013, terjadi gelombang resistensi yang sangat tinggi dari masyarakat di berbagai kawasan yang menolak relokasi. Maka dari itu, perlu adanya tindakan mitigasi bencana di masa mendatang untuk mengurangi dampak akibat bencana erupsi Gunung Merapi yang dianggap lebih manusiawi dan tidak mencerabut manusia dari lingkungan sekitar. Pembelajaran dari konflik kepentingan dalam sistem mitigasi bencana tersebut adalah perlu dilakukan penanganan manajemen bencana berbasis partisipasi masyarakat secara terintegrasi, diharapkan hal tersebut akan membangun upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang memiliki tingkat penerimaan yang tinggi apabila dipadukan dengan langkah-langkah yang efisien dan efektif. Warga sekitar lereng Gunung Merapi semenjak dahulu sudah memiliki mekanisme mitigasi bencana mandiri yang berkembang secara komunal dengan basis kekerabatan. Basis kekerabatan juga menjadi faktor yang mempengaruhi bagaimana warga memilih kemana dan kepada siapa mereka menetap sementara (mengungsi) apabila terjadi erupsi Gunung Merapi. Sedangkan, faktor kepemimpinan informal seperti Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung Merapi juga menjadi pertimbangan lain bagi warga sekitar untuk memutuskan mengungsi atau tidak mengungsi. Fenomena tersebut bisa saja terjadi karena biasanya ada sabda dari juru kunci tersebut yang kemudian seringkali dijadikan 7

8 tolak ukur situasi vulkanologis dan tingkat risiko yang ditimbulkan dari Gunung Merapi oleh warga sekitar. BPBD Kabupaten Magelang menyusun program yang kemudian dikenal dengan Sister Village, dimana program ini diinisiasi oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Magelang. Program mitigasi ini berangkat dari kesadaran-kesadaran warga lokal masyarakat lereng Gunung Merapi yang memiliki kedekatan secara batin dengan alam sekitarnya. Bentuk adaptasi dan mitigasi mandiri masyarakat di sekitar lereng Merapi tersebut kemudian dipadukan dengan berbagai disiplin ilmu modern terkhusus ilmu manajemen bencana kegunungapian dengan tujuan meningkatkan efektifitas mekanisme mitigasi bencana masyarakat. Program ini sejatinya merupakan penghayatan terhadap kearifan lokal masyarakat setempat terkait sistem mitigasi bencana konvensional dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi. Semenjak zaman dahulu, masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi sudah mengenal konsep pengungsian door-to-door. Konsep pengungsian tersebut berbeda dari konsep pengungsian modern yang diinisiasi oleh Pemerintah selama beberapa tahun terakhir ketika terjadi bencana erupsi Gunung Merapi. Mekanisme pengungsian yang dimiliki oleh masyarakat setempat semenjak dahulu kala adalah para pengungsi tidak berkumpul pada sebuah titik kumpul yang ditentukan, namun masyarakat setempat dengan pengetahuannya sekedar mencari suaka sementara dengan mengunjungi kerabat yang tempat kediamannya dianggap lebih aman dari jangkauan bencana erupsi Merapi dibandingkan dengan tempat tinggalnya. Konsep pengungsian yang 8

9 berasal dari kearifan lokal tersebut sangat berbeda dengan mekanisme pengungsian modern yang menempatkan pengungsi pada sebuah bangunan publik dan dikumpulkan menjadi beberapa titik pengungsian dalam suatu kawasan yang telah dipersiapkan. Konsep mitigasi bencana bottom up inilah yang kemudian diinisiasi dan dikonstruksikan oleh BPBD Kabupaten Magelang untuk menjadikan sebuah konsep mitigasi bencana baru yang lebih manusiawi, lebih demokratis dan lebih dipilih masyarakat, konsep ini merupakan konsep yang murni diinisiasi dari masyarakat dan melibatkan peran aktif masyarakat serta dianggap sangat berguna untuk masyarakat. Masyarakat sendiri diharapkan lebih menerima konsep ini sebagai sistem mitigasi bencana karena melibatkan partisipasi langsung warga setempat, sementara BPBD dan pihak terkait lain bertindak sebagai pendukung atau fasilitator. Konsep ini lebih relevan dengan kondisi masyarakat setempat dan kemudian diterjemahkan dengan memasangkan satu desa yang tergolong ke dalam kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi dengan satu desa lainnya yang secara geografis lebih aman dari kemungkinan jangkauan bencana erupsi Gunung Merapi. Kerjasama antara dua desa ini acapkali ditandai dengan penandatanganan MoU antara kedua desa sebagai pihak yang terlibat dalam mekanisme Sister Village ini. Pemerintah Desa merupakan aktor yang sangat penting, yakni sebagai lembaga lokal yang berwenang berfungsi menjadi katalisator pengembangan sistem mitigasi bencana terintegrasi antara kedua desa yang dilakukan secara kolektif komunal. Berdasarkan data BPBD Kabupaten Magelang, terdapat 19 Desa KRB III, yang tersebar di tiga Kecamatan yaitu 9

10 Kecamatan Sawangan (3 Desa), Kecamatan Srumbung (8 Desa) dan Kecamatan Dukun (8 Desa). 19 Desa tersebut, nantinya berpasangan dengan Desa di Kecamatan Muntilan, Srumbung, Mungkid, Pakis, Candimulyo, dan Mertoyudan (BPBD Kabupaten Magelang, 2014). Keberadaan Program Sister Village sangat diapresiasi dan dianggap sebagai inovasi baru mekanisme mitigasi bencana yang berbasis partisipasi masyarakat. Sister Village juga akan semakin efektif dan efisien apabila dipadupadankan dengan Sistem Informasi Desa (SID). Beberapa manfaat yang bisa didapatkan langsung oleh desa dengan penerapan SID adalah meliputi dukungan olah data untuk pelayanan publik, perencanaan pembangunan, dan pemetaan situasi untuk pengambilan keputusan setiap saat. Fungsi olah data dan informasi dalam SID ini tidak hanya membantu desa dalam memetakan situasi dan pengambilan keputusan di situasi normal, tetapi juga di situasi darurat. Pemanfaatan SID untuk desa-desa di kawasan rawan bencana Merapi, mau tidak mau akan memiliki arah pada ranah ini berkesesuaian dengan karakteristik desa secara khusus. Walaupun bukan merupakan tujuan utama dari pemanfaatan SID, tetapi upaya untuk membangun kemanfaatan SID ketika desa menghadapi situasi darurat sangat penting untuk disiapkan. Fungsi SID yang menunjang Program Sister Village ini berguna bagi jaringan antar-desa yang saling terkoneksi satu sama lain dalam mengelola upaya mitigasi bencana. SID juga menjadi tautan yang terkait antara satu desa dengan desa yang lain dalam sebuah bingkai sistem informasi supradesa, misalnya Kecamatan. Dalam level ini, SID berperan menginventarisasi aset desa dan berguna pada fase recovery pasca-bencana dalam 10

11 hubungannya dengan pihak-pihak eksternal seperti Pemerintah Daerah dan LSM ketika ada penyaluran bantuan dan penyaluran bantuan pengganti bagi warga masyarakat yang terdampak bencana. Pada saat ini, BPBD Kabupaten Magelang dengan dukungan Program Merapi Recovery Response (MRR) UNDP, berinisiatif mengembangkan program ini yang akan memanfaatkan salah satu fungsi Sistem Informasi Desa (SID) yang dikembangkan oleh COMBINE Resource Institution sebagai platform membangun jejaring desa tangguh di kawasan Merapi (BPBD Kabupaten Magelang, 2014). Beberapa hal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lereng Merapi mengenai kontribusi SID dalam Program Sister Village adalah: Kesiapsiagaan (Pengelolaan data dan informasi desa pada situasi normal); Sistem Peringatan Dini; Evakuasi dari desa KRB III ke desa penyangga; Pendirian Kantor Desa darurat; pengelolaan data dan informasi desa pada situasi darurat; Proses evakuasi kembali ke Desa asal; dan, tahapan Pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Di dalam SID sendiri, Masyarakat Desa yang menjadi subyek akan selalu terkoneksi dengan setidaknya tiga unsur penyangga, yakni Lembaga Kemasyarakatan, Media Komunitas dan Pemerintahan Desa. Ada tiga pihak yang memiliki potensi sebagai pendorong terbangunnya komunitas tangguh di tingkat desa, yakni: 1. Pemerintah Desa, sebagai pihak yang memiliki kewajiban mengelola pembangunan di tingkat desa. Pemerintah adalah pihak yang memiliki datadata vital yang berguna untuk pengambilan keputusan. 11

12 2. Lembaga Masyarakat, yang menjadi ujung tombak kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat. Lembaga ini bermacam-macam, seperti PKK, kelompok tani, hingga tim siaga desa atau organisasi pengurangan risiko bencana (OPRB). Lembaga masyarakat memiliki kekuatan dalam ranah aksi yang langsung di lapangan bersama warga. 3. Media Komunitas, yang berperan menjadi jembatan informasi anatar para pihak di tingkat desa. Media komunitas ini bisa beragam wujudnya, sesuai situasi di desa setempat. Media tersebut bisa seperti radio siaran komunitas, jaringan radio komunikasi HT, forum-forum pertemuan warga, dan sebagainya. Ketiga pihak potensial di atas bisa dihubungkan fungsi-fungsinya dalam membangun komunitas tangguh dalam sebuah payung manajemen informasi. COMBINE Resource Institution (CRI) mendorong inisiatif ini di bawah payung penerapan Sistem Informasi Desa (SID). SID yang berawal dari gagasan sejumlah orang staf pemerintah desa dan masyarakat desa di lereng Merapi yang kemudian diterjemahkan oleh CRI menjadi sebuah platform teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung proses pembangunan di tingkat desa dan kawasan. Platform ini mulai diterapkan di sejumlah desa di Merapi sejak tahun 2009 (BPBD Kabupaten Magelang, 2014). Program Sister Village menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut karena Program ini melingkupi 3 pihak yang hubungannya dilembagakan untuk saling membantu proses tercapainya tujuan bersama yakni efektifitas mitigasi bencana yang berfokus kepada kemandirian masyarakat. Program Sister Village ini juga 12

13 memiliki upaya integrasi dengan penerapan SID yang juga memiliki unsur public engagement, dalam hal ini secara khusus didorong oleh peran aktif komunitas masyarakat di Desa Ngargomulyo dan Desa Tamanagung. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengambil lokus penelitian di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun dan Desa Tamanagung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Lokus tersebut dipilih karena kedua desa tersebut telah menerapkan banyak langkah strategis terkait pengembangan Program Sister Village berbasis SID sehingga memperbesar kemungkinan ketersediaan data yang akan diakses dan diolah lebih lanjut. 1.2 Rumusan Masalah Fenomena terkait penerapan Sister Village berbasis Sistem Informasi Desa yang melibatkan banyak unsur dan aktor pendukung dari bermacam latar belakang ini merupakan suatu fenomena yang kompleks. Di satu sisi, Program Sister Village merupakan kebijakan yang bersumber dari kegiatan-kegiatan fasilitasi Pemerintah Daerah (dalam hal ini adalah BPBD Kabupaten Magelang). Sedangkan di sisi lain, penerapan Program Sister Village yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Desa merupakan inisiasi Bottom-Up dari kebutuhan dan kesadaran masyarakat yang turut serta diakselerasi oleh komunitas dan lembaga non-pemerintah (dalam hal ini adalah COMBINE Resource Institution). Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menemukan pembuktian dan eksplorasi atas pertanyaan penelitian: Bagaimana kapasitas kelembagaan Program Sister Village sebagai bentuk Pengurangan Risiko Bencana di Desa Ngargomulyo 13

14 Kecamatan Dukun dan Desa Tamanagung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kapasitas kelembagaan Program Sister Village sebagai bentuk Pengurangan Risiko Bencana di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun dan Desa Tamanagung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat dirasakan oleh berbagai pihak, diantaranya adalah: 1. Bagi Masyarakat Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun dan Desa Tamanagung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang: Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sarana dokumentasi serta review akademis mengenai penerapan Program Sister Village berbasis Sistem Informasi Desa. Program Sister Village dalam konteks penelitian ini secara khusus yakni adalah yang mencakup masyarakat Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun dan Desa Tamanagung Kecamatan Muntilan, dimana kedua desa ini merupakan pihak yang ditunjuk sebagai Desa Percontohan oleh BPBD Kabupaten Magelang dalam hal penerapan Program Sister Village berbasis Sistem Informasi Desa. 2. Bagi Stakeholders, Aktor Partisipan serta Pihak-Pihak Terkait: Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi bagi Masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa serta seluruh 14

15 Komunitas dan Lembaga Non Pemerintah yang terkait dalam pengembangan dan perbaikan penerapan Program Sister Village berbasis Sistem Informasi Desa. 3. Bagi Masyarakat Umum: Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi dalam upaya mitigasi bencana sebagai best practice sistem mitigasi bencana mandiri masyarakat. Sehingga, masyarakat umum juga memiliki pengetahuan baik secara teoretis maupun praktis dalam upaya mitigasi bencana sehingga menjadi masyarakat yang tanggap dan tangguh bencana. 4. Bagi Civitas Akademika: Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi dalam penelitian berikutnya. Selain itu, secara khusus, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih dalam pengembangan khazanah ilmu Manajemen Bencana pada khususnya dan ilmu Manajemen dan Kebijakan Publik pada umumnya baik secara teoretis maupun pada level praktis. 15

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG DUNIA USAHA TANGGUH BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut dimensi tempat, ruang dan waktu baik yang terkait dengan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut dimensi tempat, ruang dan waktu baik yang terkait dengan keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi merupakan bidang ilmu yang terpusat perhatiaannya pada kajian kewilayahan muka bumi yang keadaannya dinamis, berubah dari waktu ke waktu dan menyangkut dimensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko kesehatan masyarakat di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Merapi dengan menggunakan variabel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.5 1. Instansi yang berwenang mengendalikan bencana secara nasional di Indonesia ditangani oleh...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana LAMPIRAN Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Lampiran 1. Aspek dan Indikator Desa/Kelurahan Tangguh Aspek Indikator Ya Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini dihadapi oleh kota-kota di Indonesia karena dampaknya mengancam eksistensi kota dan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEMBENTUKAN DESA TANGGUH BENCANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN ANGGARAN 015 I. LATAR BELAKANG Sejarah kebencanaan di Kabupaten Boyolali menunjukkan,

Lebih terperinci

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Grand Desain Simulasi... Muh Fauzi, Evika P.P, Agus I, Yunisa R.R, Febita R Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Muh Fauzi *),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di Indonesia. Gunung yang

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di Indonesia. Gunung yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di Indonesia. Gunung yang menjulang setinggi 2978 m di jantung pulau Jawa ini dalam sejarah letusannya telah menelan banyak

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi geografis Indonesia yang berada di atas sabuk vulkanis yang memanjang dari Sumatra hingga Maluku disertai pengaruh global warming menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana alam. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana alam. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana alam. Hal tersebut disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang terletak pada jalur cincin api dengan 129 gunung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia berada di dalam area yang sangat tidak stabil. Penyebab tidak stabilnya wilayah indonesia karena Indonesia terletak di wilayah yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di jalur dua pegunungan muda, yaitu pegunungan muda sirkum Pasifik dan Mediteran, juga terletak di pertemuan lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembentukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan patahan/tumbukan sehingga terjadinya gempa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.14,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Peran serta, Lembaga Usaha, penyelenggaraan, penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan akan bencana, diantaranya bencana letusan gunungapi, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Bencana tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT OPERASIONAL DAN UNIT PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kecamatan Dukun adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Magelang yang letak geografisnya sangat rentan terhadap ancaman bencana erupsi Gunung Merapi. Ada 8

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci