PERANAN DOKTER PSIKIATER DALAM MENENTUKAN STATUS KEJIWAAN TERSANGKA DALAM KAITANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA. Abtract
|
|
- Sudirman Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERANAN DOKTER PSIKIATER DALAM MENENTUKAN STATUS KEJIWAAN TERSANGKA DALAM KAITANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Oleh: Ruslan Abdul Gani, SH.MH. Abtract Untuk menentukan apakah pelaku tindak pidana tersebut terganggu jiwanya atau gila bukanlah kewenangan penegak hukum (Polisi/Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim), namun yang paling berwenang adalah Psikiater. Apabila dari hasil pemeriksaan Dokter Psikiater ternyata pelaku kejahatan tersebut mengalami kejiwaan atau terganggu kesehatan hal ini tentunya akan mempengaruhi kemampuannya dalam mempertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan. Dalam dalam membuktikan apakah pelaku tindak pidana tersebut jiwanya terganggu atau tidak, sangat diperlukan bantuan dari seorang ahli Psikiater. Key Lok: Pentingnya Dokter Psikiater Dalam menentukan status kejiwaan seseorang A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tugas dan wewenang Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana terdapat di dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian dijelaskan Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. b. Menegakkan hukum ; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya di dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan pula: (1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintahan sesuai kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarkat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; Ruslan Abdul Gani,SH.MH. adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi. 35
2 g. malakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. menyelenggarakan andetifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; Dalam kaitannya dengan tugas penegakan hukum tersebut, salah satu tindakan yang patut dilakukan oleh penyidik Polri adalah melakukan identifikasi terhadap pelaku kejahatan, apakah pelakukan tindak pidana tersebut termasuk kategori orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, dikarenakan alasan sakit jiwa. Suatu perbuatan pidana dapat dipertanggung jawabkan terhadap pelakunya, apabila perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang cakap menurut hukum dalam artian pelakunya adalah bukan orang gila, pemabuk atau sakit ingatan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHP yang berbunyi: (1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit akal atau sakit berubah akal tidak boleh dihukum. (2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia di rumah sakit gila selamasalamanya atau satu tahun untuk diperiksa. Untuk menentukan apakah pelaku tindak pidana tersebut terganggu jiwanya atau gila bukanlah kewenangan penegak hukum (Polisi/Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim), namun yang paling berwenang adalah Psikiater. Adapun pengertian Psikiater itu sendiri menurut Ansori Sabuan adalah: merupakan suatu ilmu yang mempelajari jiwa manusia, tetapi mempelajari jiwa manusia yang sakit 1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa ialah harus terbukti adanya kesalahan si pelaku dan dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahannya. Pada dasarnya orang-orang yang jiwanya sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana di atur dalam Pasal 44 KUHP sebagai mana telah dijelaskan di atas. Dalam hal menentukan apakah jiwa pelaku kejahatan mengalami sakit jiwa, aparat penegak hukum biasanya mengalami kesulitan. Karena untuk mengetahui sampai sejauh mana gangguan kesehatan jiwa yang dialami orang tersebut tentunya akan mempengaruhi kemampuannya dalam bertanggungjawab. Dalam mengahadapi persoalan tersebut sangat diperlukan bantuan dari seorang ahli Psikiater kehakiman melalui ahli di bidang kedokteran jiwa yaitu Dokter jiwa psikiater. Djoko Prakoso menjelaskan: Keterangan ahli jiwa (Psikiater) adalah merupakan alat bukti keterangan ahli dan mempunyai peranan yang penting serta menentukan dalam penyelesaian kasus kejahatan di sidang pengadilan. 2 Bila dilihat ketentuan Pasal 184 KUHAP, keterangan seorang ahli psikiater termasuk kedalam alat-alat bukti yang sah. Untuk lebih jelasnya mengenai jenis-jenis alat bukti menurut ketentuan Pasal 184 KUHAP antara lain: 1 Ansorie Sabuan, Hukum Acara Pidana, (Penerbit Angkasa Bandung :1990), hlm. 71. hlm Prodjodikoro Wirjono, Azas-Azas Hukum Pidana Di Indonesia, (Penerbit, Eresco Bandung: 1989), 36
3 (1) Alat bukti yang sah Ialah: a. keterangan saksi b. keterangan ahli c. surat d. petunjuk e. keterangan terdakwa. Keterangan sorang Psikiater termasuk kedalam keterangan ahli. Dikatakan keterangan ahli menurut ketentuan Pasal 186 KUHAP adalah : Keterangan seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. B. Perumusan Masalah Untuk mengetetahui Peranan Dokter Psikiater dalam menentukan status kejiwaan seorang tersangka dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana maka perlu dikaji batasan sebagai berikut: 1. Bagaimana Peranan Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana. 2. Kendala Apa Saja Yang Dihadapi Oleh Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana. 3. Upaya Apa saja Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Yang Terjadi. C. Pembahasan 1. Peranan Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat terlihat dari ketentuan Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP. Kesemuanya merumuskan hal-hal dapat mengecualikan pembuat dari pengenaan pidana. Pengecualiaan pengenaan pidana di sini dapat dibaca sebagai pengecualiaan adanya pertanggungjawaban pidana. Dalam hal tertentu dapat berarti pengecualiaan adanya kesalahan. Merumuskan pertanggungjawaban pidana secara negatif, terutama berhubungan dengan fungsi refresif hukum pidana. Dalam hal ini, dipertanggungjawabkannya seseorang dalam hukum pidana berarti dipidana. Dengan demikian, konsep pertanggungjawaban pidana merupakan syarat yang diperlukan untuk mengenakan pidana terhadap seseorang pembuat tindak pidana. Menurut Galligan dalam bukunya Chairul Huda: apabila persyaratan ini diabaikan dan tidak tampak keadaan minimal yang menunjukkan pembuat dapat dicela, maka hukum dan institusi nya telah gagal memenuhi fungsinya. 3 Dalam mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana, harus terbuka kemungkinan bagi pembuat untuk menjelaskan mengapa dia berbuat demikian. Jika sistem hukum tidak membuka kesempatan demikian, maka dapat dikatakan tidak terjadi proses yang wajar (due process) dalam mempertanggungjawabkan pembuat pidana. Pada gilirannya hal ini akan berhadapan dengan prinsip-prinsip keadilan. Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini 3 Huda Chairul Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005),hlm
4 bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Menurut Chairul Huda: Pertanggungjawaban pidana pertama-tama merupakan keadaan yang ada pada diri pembuat ketika melakukan tindak pidana. Kemudian pertanggungjawaban pidana juga berarti menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut dengan pembuat dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan. Dengan demikian, pengkajian dilakukan dua arah. Pertama, pertanggungjawaban pidana ditempatkan dalam kontek sebagai syarat-syarat faktual dari pemidanaan. 4 Rancangan KUHP menggunakan pendekatan campuran. Sebagian hal-hal yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Demikian halnya seperti terlihat dalam Pasal 38, 39, , 42 dan 43 Rancangan KUHP. Sementara sebagian yang lain justru dirumuskan secara positif. Seperti pasal 35, 36, 44, 45, dan 47 Rancangan KUHP. Perumusan dalam pasal-pasal yang disebutkan terakhir ini sifatnya bukan pengecualiaan dari dapat dipertanggungjawabkannya seseorang. Sebaliknya, ditentukan keadaan-keadaan tententu yang justru harus ada pada diri seseorang, untuk dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dengan kata lain, jika perumusan secara negatif menentukan hal-hal yang dapat mengecualikan adanya pertanggungjawaban pidana, perumusan secara positif menentukan keadaan minimal yang harus ada pada diri seseorang untuk dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Konsep pertanggungjawaban pidana berkenaan dengan mekanisme yang menentukan dapat dipidananya pembuat, sehingga hal tersebut terutama berpengaruh bagi hakim. Hakim harus mempertimbangkan keseluruhan aspek tersebut, baik dirumuskan secara positif maupun negatif. Hakim harus mempertimbangkan hal itu, sekalipun Penuntut Umum tidak membuktikannya. Sebaliknya ketika terdakwa mengajukan pembelaan yang didasarkan pada alasan yang menghapuskan kesalahan, maka hakim berkewajiban untuk memasuki masalahnya lebih mendalam. Dalam hal ini hakim berkewajiban menyelidiki lebih jauh apa yang oleh terdakwa dikemukakannya sebagai keadaan-keadaan khusus dari peristiwa tersebut, yang kini diajukannya sebagai alasan oleh terdakwa dikemukakannya sebagai keadaan-keadaan khusus dari peristiwa tersebut, yang kini diajukannya sebagai alasan penghapus kesalahannya. Lebih jauh daripada itu, sekalipun terdakwa tidak mengajukan pembelaan berdasar pada alasan penghapus kesalahan, tetapi tetap diperlukan adanya perhatian bahwa hal itu tidak ada pada diri terdakwa ketika melakukan tindak pidana. Hakim tetap berkewajiban memerhatikan bahwa pada diri terdakwa tidak ada alasan penghapus kesalahan, sekalipun pembelaan atas dasar hal itu, tidak dilakukannya. Hal ini akan membawa perubahan mendasar dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan. Dalam mempertimbangan pertanggungjawaban pidana hakim harus mempertimbangkan hal-hal tertentu, sekalipun tidak dimaksukkan dalam surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dan tidak diajukan oleh terdakwa sebagai alasan pembelaan. Hal ini mengakibatkan perlunya sejumlah ketentuan tambahan mengenai hal ini baik dalam hukum pidana materiil (KUHP), apalagi dalam hukum formalnya (KUHAP). Sementara itu, pertanggungjawaban pidana hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. Hal ini yang menjadi pangkal tolak pertalian antara pertanggungjawaban pidana dan tindak pidana yang dilakukan pembuat. 4 Ibid, hlm
5 Pertanggungjawaban pidana merupakan rembesan sifat dari tindak pidana yang dilakukan pembuat. Dapat dicelanya pembuat, justru bersumber dari celaan yang ada pada tindak pidanaya. Oleh karena itu, ruang lingkup pertanggungjawaban pidana mempunyai korelasi penting dengan struktur tindak pidana. Tidak semua perbuatan yang oleh masyarakat dipandang sebagai perbuatan tercela, ditetapkan sebagai tindak pidana, merupakan konsekuensi logis pandangan tersebut. Artinya ada perbuatan yang sekalipun oleh masyarakat dipandang tercela, tetapi bukan merupakan tindak pidana 5. Menurut Harkristuti Harkrisnowo, dalam hal ini, mungkin ada sejumlah prilaku yang dipandang tindak pidana atau bahkan buruk dalam masyarakat, akan tetapi karena tingkat ancamannya pada masyarakat dipandang tidak terlalu besar, maka perilaku tersebut tidak dirumuskan sebagai suatu tindak pidana 6. Penyelenggraan peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan dan penahanan, penyitaan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta pelaksanaan keputusan pengadilan. Atau dengan kata lain bekerjanya polisi, jaksa, hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan, yang berarti berjalannya atau bekerjanya hukum acara pidana. Berjalan atau tidaknya suatu peradilan pidana tergantung pada aparat penegak hukum yang ada apakah sudah berkerja atau pelaksanakan sistemnya dengan baik atau tidak. Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku guna mencapai tujuannya yang dikehendaki yakni kepastian dan keadilan hukum. Penyelenggaraan peradilan pidana diberbagai negara mempunyai tujuan tertentu. Dalam hal ini adalah usaha pencegah (Prevention of Crime), baik jangka pendek resosialisasi pelaku kejahatan, jangka menengah pengadilan kejahatan maupun dalam jangka panjang yakni kesejahteraan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan yang demikian ini, masing-masing petugas hukum di atas, meskipun tugasnya berbeda-beda, harus bekerja dalam satu kesatuan sistem. Artinya, kerja masing-masing petugas hukum tersebut harus saling berhubungan secara fungsional. Karena sistem, yaitu suatu keseluruhan terangkai yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan secara fungsional. Mengenai peranan Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana, Menurut Kasat Reskrim Polresta Jambi: Bahwa peranan Dokter Sangat penting dalam membantu aparat kepolisian dalam menentukan prilaku dan kejiwaan seorang pelaku apabila diindikasi ada kecurigaan dari penyidik guna menentukan dapat atau tidaknya yang bersangkutan dimintai pertanggungjawaban pidananya. 7 Selanjutnya DR. Elia Silvia Sari, SPKJ, menjelaskan: Peranan yang bisa kita berikan kepada pihak kepolisan apabila diminta untuk menentukan status kejiwaan 5 Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar, ( Jakarta: Liberty, 1989), hlm Harkristusi Harkrisnowo, Tindak Pidana Kessusilaan Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm Kompol, Yoce Marten, SIK, SH., Kasat Reskrim Polresta Jambi, Wawancara Tanggal 16 Juli 39
6 seseorang terutama tersangkanya yakni dalam bentuk pernyataan yang menyebutkan kondisi pelaku tindak pidana apakah mengalami gangguan kejiwaan atau tidak. 8 Selanjutnya salah seorang penyidik pembantu Reskrim Polresta Jambi menjelaskan: Apabila dari hasil pemeriksaan Dokter Psikiater tersangka yang bersangkutan ternyata sangat positif mengalami gangguan jiwa, maka kasusnya kita hentikan Sementara waktu sampai menungguh benar-benar sembuh 9. Mengen peranan psikiater amat berperan penting dalam menentukan kemampuan bertanggungjawab seorang pelaku tindak pidana sehingga dapat membantu di dalam menemukan kebenaran materiil sebagaimana yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari hukum Acara Pidana yakni kebenaran materiil. Apabila status kejiwaan sipelaku tindak pidana sudah terbukti jiwanya terganggu, maka secara normatif penegak hukum mempunyai kewenangan untuk menentukan apakah perkara tersebut akan dilanjutkan atau tidak. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pihak kepolisian Polresta Jambi sangat memperhatikan dan mempedomani hasil pemeriksaan dari seorang Dokter Psikiater. Hal senada dibenarkan oleh Ahmad Fauzan SH, salah seorang Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jambi yang mengatakan: Memang benar, sebelum perkara dianggap sudah lengkap atau P 21 untuk kasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga, kita selalu menyarankan agar penyidik terlebih dahulu memeriksakan kesehatan jiwa tersangkanya guna memastikan apakah benar-benar baik dan tidak terganggu jiwanya. 10. Selanjutnya dari Bapak Haryono menjelaskan, salah seorang Hakim Pada Pengadilan Negeri Jambi menjelaskan: Tujuan dari pidana dijatuhkan disamping ingin menegakkan hukum pidana materiil, di sisi lain adalah mempunyai tujuan memperbaiki prilaku terpidana agar insyaf, menyesali dan tidak menggulangi perbuatannya lagi. Kalau ternyata yang dihukum pelakunya jiwa terganggu maka tujuan yang ingin dikehendaki dari penjatuhan pidana tersebut tidak tercapai 11. B. Kendala Yang Dihadapi Oleh Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana Menurut DR. Elia Silvia Sari, SPKJ, mengenai kendala kendala yang dialami dalam melakukan pemeriksaan kejiwaan seseorang terutama dalam memenuhi permintaan pihak Kepolisian Jambi adalah: 1. Masih Kurangnya tenaga Psikiater RSJ Jambi, yang ada saat ini baru 2 orang. 2. Permintaan pemeriksaan psikiatrik terkadang tidak disertai bahan laporan keadaan tersangka/terdakwa selama berada dalam tahanan DR. Elia Silvia Sari, SPKJ, Dokter Specialis Penyakit Kejiwaan, Wawancara Penulis, 17 Juli 16 Juli Briptu Dendi Krisnandi, Penyidik Pembantu pada Reskrim Polresta Jambi, Wawancara Penulis, 10 Ahmad Fauzan, SH. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jambi, Wawancara Penulis, 3 Oktober Bapak Haryono, SH. Hakim Pengadilan Negeri Jambi, Wawancara Penulis, 17 Juli
7 3. Kurang lancarnya komunikasi yang didapat dari keluarga pasien masa lalu guna kelancaran pemeriksaan. 4. Kurangnya penjagaan oleh petugas kepolisian terhadap pasien tersangka/terdakwa yang sedang diobservasi sehingga pasien sering melarikan diri 13. C. Upaya Apa Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Adapun upaya yang dalam mengatasi kendala yang terjadi sehingga dalam menjalankan tugasnya para Dokter Psikiater dapat berjalan lancar turutama dalam memberikan pelayanan bagi pihak yang membutuhkan, menurut DR. Viktor Eliazer, SKPJ, antara lain sebagai berikut: 1.Terhadap Tenaga Dokter Specialis Jiwa yang dirasakan masih Kurangnya, dimana kepala rumah sakit RSJ Jambi sudah mengusulkan agar segera dilakukan penambahan. 2. Kami juga telah membuat surat kepada Pihak kepolisian agar dalam mengajukan pemeriksaan psikiatrik terkadang tidak disertai bahan laporan keadaan tersangka/terdakwa selama berada dalam tahanan, sehingga tidak mempersulit jalannya pemeriksaan.. 3.Diharap pihak keluarga pasien selalu komunikatif dengan Doekter, bila mengajukan keluarganya ke RSJ Jambi. 4.Kami juga telah menyurati pihak Kepolisian yang ingin melakukan pemeriksaan terhadap tersangka di RSJ Jambi agar hendaknya selalu mengawasi pasien yang bersangkutan, karena petugas RSJ, tidak mempunyai pengamanan khusus bagi pasien yang diajukan oleh pihak kepolisian. Jadi demi keamanan pasien yang lain, hendaknya ikut menjaga pasien yang dibawa ke RSJ Jambi 14. Dengan adanya upaya yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Jiwa Jambi kedepan diharapkan segala bentuk persoalan yang kurang lengkapi dapat diatasi. Masyarakat menjadi aman dan nyaman. Di samping itu tugas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dapat berjalan dengan baik dan lancar D. Penutup 1. Bahwa Peranan Dokter Psikiater Dalam Menentukan Status Kejiwaan Tersangka Dalam Kaitannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana sangatlah diperlukan sekali, karena masalah kejiwaan adalah masalah medis sedangkan masalah pertanggungjawaban pidana adalah masalah hukum. Dan hanya Dokter Psikiaterlah yang berwenang untuk menentukannya. Sehingga apa yang dikehendaki tujuan dari penghukuman terhadap pelaku tindak pidana dapat tercapai yakni memperbaiki prilaku korban, mendidik korban, sehingga tidak menggulangi perbuatannya lagi. 2. Dalam melakukan tugasnya menentukan menetukan status kejiwaan pasien, masih ditemui beberapa kendala seperti: - Tenaga Dokter Specialis Jiwa yang dirasakan masih Kurangnya - Pengamanan terhadap pasien yang d terganggu jiwanya masih belum memadahi. 13 DR. Elia Silvia Sari,SKPJ, Dokter Spicialis Penyakit Kejiwaan RSJ Jambi, Wawancara Penulis, 17 Juli DR. Viktor Eliazer, SKPJ, Dokter Spicialis Penyakit Kejiwaan RSJ Jambi, Wawancara Penulis, 17 Juli
8 - Pihak keluarga Pasien kurang komunikatif dalam memberikan keterangan terhadap riwayat penyakit pasien. 3. Upaya Apa Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala Yang Terjadi, pihak Rumah Sakita Jiwa Jambi sudah mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur agar memperhatikan segala pasilitas yang dirasakan kurang yang ada di lingkungan Rumah Sakit Jiwa Jambi, kedepan agar pelayanan yang diberikan kepada seluruh pasien lebih memuaskan. 4. Kepada pihak penyidik yang memeriksakan tersangka di Rumah Sakit Jiwa Jambi, hendaknya juga melakukan pengawasan hal ini dimaksudkan demi untuk menjaga kepentingan dan perlindungan terhadap pasien itu sendiri, seperti dikhawatirkan mengamuk atau melarikan diri. E. DAFTAR PUSTAKA Chairul Huda Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005, Harkristusi Harkrisnowo, Tindak Pidana Kessusilaan Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Pustaka Firdaus, Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Sinargrafika, Jakarta, 1987 Pramadya Yan Puspa, Kamus Hukum, CV. Aneka Ilmu Semarang Jakarta, Sabuan Ansorie Ansorie, Hukum Acara Pidana, Penerbit Angkasa Bnadung, 1990: Saleh Roeslan, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar, Jakarta: Liberty : Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Sunggono Bambang, S.H. M.S., Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Jakarta, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. 42
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciSKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG
SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciKEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA
KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK
Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan
Lebih terperinciPERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI
PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dan kajian penulis tentang penerapan banutan Psikiater dan ilmu Psikiatri Kehakiman dalam menentukan kemampuan pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016
PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciFungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak
Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciHukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual
Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat kemajuan teknologi baik dibidang informasi, politik, sosial, budaya dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap tujuan kuantitas dan kualitas tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan
Lebih terperinciNILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1
NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciPERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF
PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciBUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG
S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D
LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D ----------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciABSTRAK MELIYANTI YUSUF
0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinci