Dra. Sulistyawati, M. Hum. Abdul Rahman Jupri, M. Pd Drs. Dede Hasanudin, M.Pd

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dra. Sulistyawati, M. Hum. Abdul Rahman Jupri, M. Pd Drs. Dede Hasanudin, M.Pd"

Transkripsi

1

2 Dra. Sulistyawati, M. Hum. Abdul Rahman Jupri, M. Pd Drs. Dede Hasanudin, M.Pd

3

4 Copyright

5 Karya ini Kami Persembahkan kepada Prof. DR. HAMKA, sumber inspirasi dan teladan kami. v

6 UCAPAN TERIMA KASIH Kami ucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan FKIP UHAMKA beserta jajarannya. 2. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3. Rekan-rekan dosen di FKIP UHAMKA Atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan dalam mewujudkan bahan ajar ini, terima kasih. vi

7 DAFTAR ISI PERSEMBAHAN... IV UCAPAN TERIMA KASIH... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR TABEL...XII DAFTAR GAMBAR...XIII KATA PENGANTAR... XIV PRAKATA... XVI BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Mata Kuliah... 1 B. Prasyarat Mata Kuliah... 1 C. Rencana Pembelajaran... 1 D. Petunjuk Penggunaan Buku E. Capaian Lulusan F. Bentuk Evaluasi BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAJIAN LINGUISTIK A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran 1. Hakikat Linguistik Hakikat dan Ciri-ciri Bahasa Hakikat Bahasa Ciri-ciri Bahasa vii

8 3. Objek Kajian Linguistik Manfaat Studi LInguistik Linguistik Modern E. Rangkuman F. Daftar Pustaka G. Tes Formatif BAB III KAJIAN FONOLOGI A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran Pengertian Fonologi Hakikat Fonetik Jenis Fonetik Alat Ucap Penghasil Bunyi Proses Fonasi Klasifikasi Bunyi Bahasa Fonemik a. Pengertian Fonemik b. Identifikasi Fonem c. Klasifikasi Fonem d. Perubahan Fonem E. Rangkuman F. Pustaka G. Tes Formatif viii

9 BAB IV KAJIAN MORFOLOGI A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran Pengerti dan Ruang Lingkup Morfologi Morfem Morf dan Alomorf Jenis Fonem Kata Proses Morfofonemis Afiksasi Reduplikasi Komposisi Konversi,Modifikasi,Internal,Suplesi Pemendekan Produktivitas Proses Morfemis E. Rangkuman F. Pustaka G. Tes Formatif BAB V KAJIAN SINTAKSIS A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran Pengertian Sintaksis Kedudukan dan Alat-alat SIntaksis ix

10 2.1 Urutan Kata Bentuk Kata Intonasi Konektor Kaidah Frasa pengetian Frasa Jenis Frasa Klausa Kalimat Pembentuk Unsur Kalimat Analisis Fungsi dan Peran Semantis Analisis Fungsi Sintaksis Analisis Fungsi Semantis E. Rangkuman F. Pustaka G. Tes Formatif BAB VI KAJIAN SEMANTIS A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Mata Pelajaran Semantik dan Hakikat Makna Ragam Makna a. Makna Leksikal b. Makna Gramatikal c. Makna Denotatif x

11 d. Makna Konotatif e. Makna Referensial f. Makna Nonreferensial g. Makna Konseptual h. Makna Asosiatif Relasi Makna a. Relasi Makna Sinonim Antonim b. Relasi Makna Homonim, Homofon, Homograf c. Relasi Makna Hiponim Hipernim. 133 d. Relasi Makna Polisemi Ambiguitas Faktor dan Jenis Perubahan Makna E. Rangkuman F. Pustaka G. Tes Formatif BAB VII WACANA A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran Pengertian Wacana Ciri-ciri dan Sifat Wacana Jenis-jenis wacana Alat Kohesi Wacana Konteks Wacana E. Rangkuman F. Pustaka xi

12 G. Tes Formatif BAB VIII MASYARAKAT BAHASA A. Deskripsi B. Relevansi C. Capaian Pembelajaran MK D. Materi Pelajaran Masyarakat Bahasa Variasi Bahasa Variasi Bahasa dari Segi Penutur Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian Variasi Bahasa dari Segi Keformalan Variasi Bahasa dari Segi Sarana E. Rangkuman F. Pustaka G. Tes Formatif INDEKS GLOSARIUM KUNCI JAWABAN SOAL BIODATA PENULIS xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Subsistem Bahasa dalam Linguistik Tabel 3.2 Konsonan Bahasa Indonesia xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Alat Ucap Penghasil Bunyi Gambar 3.2 Jalur Artikulatoris Gambar 3.3 Posisi Pita Suara dalam Vokal xiv

15 KATA PENGANTAR Di abad yang semakin modern ini, orang yang berminat pada kajian tentang ilmu bahasa (linguistik) semakin banyak. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya manusia tidak bisa dilepaskan dari bahasa itu sendiri, sehingga kajian-kajian tentang bahasa merupakan kajiankajian tentang kemanusiaan. Artinya antara manusia dan bahasa merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Mempelajari linguistik merupakan pintu gerbang awal dalam menuju berbagai pintu masuk pada kajian kebahasaan dan ilmu-ilmu lainnya. Buku ini akan mengantarkan kita kepada pemahaman-pemahaman tentang bahasa secara umum. Selain itu buku ini merupakan sebuah rancangan awal untuk mempermudah mahasiswa dalam proses pembelajaran mata kuliah Linguistik Umum dan sekaligus sebagai wahana membuka horizon dunia linguistik bagi pembacanya. Berdasarkan rencana pembelajaran semester yang dibuat oleh tim teaching, capaian pembelajaran yang diharapkan sudah sesuai dengan materi yang disajikan dalam buku Linguistik Umum ini. Dalam capaian pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menganalisis Hakikat Bahasa, Kajian Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan Semantik. Dalam buku ini pula Dra. Sulistyawati. M.Hum, dan Abdul Rahman Jupri, M.Pd. menyajikan bahasa yang mudah dipahami oleh semua kalangan, sehingga buku ini dapat dikatakan berbeda dari buku kebanyakan. xv

16 Semoga buku yang ditulis ini menjadi bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu dapat mengembangkan khasanah pembelajaran bahasa Indonesia. Jakarta, September 2017 Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd. Dekan FKIP UHAMKA xvi

17 PRAKATA Alhamdulillah, berkat rahmat dan kasih-nya buku dengan judul Linguistik Umum dapat terselesaikan. Walau dalam penyusunannya mengalami berbagai kesulitan karena keterbatasan waktu. Semoga selanjutnya buku ini dapat menjadi jembatan dalam langkah penulisan dan penerbitan berikutnya. Buku Linguistik Umum ini merupakan buku ajar yang membahas tentang hakikat linguistik dan hakikat bahasa, dasar-dasar fonologi, dasar-dasar morfologi, dasar-dasar sintaksis, hakikat semantik, dan dasar-dasar wacana, serta masyarakat bahasa.. Harapan penulis, buku ini dapat menjadi acuan bagi khalayak khususnya mahasiswa dalam memahami kajian bahasa yang dilakukan. Selain itu, diharapkan melalui buku Linguistik Umum ini dapat memenuhi capaian pembelajaran bagi mahasiswa. Tujuan dalam penulisan buku Linguistik Umum adalah untuk ikut membantu mengembangkan keilmuan, khususnya pada bidang Kebahasaan. Selain itu, penulis membantu menyediakan bahan bacaan bagi mahasiswa dan dosen dalam pengembangan ilmu kebahasaan. Penulisan buku ini tak dapat terealisasi tanpa bantuan dari para rekan yang sudah memberikan motivasi, sumbangan pikiran, saran-kritik, pinjaman buku referensi. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dekan dan para wakil dekan FKIP UHAMKA yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan buku ajar ini. Begitupula kepada rekan dosen Program Studi xvii

18 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih. Demikianlah, penulis berharap buku ini mendapat sambutan yang positif dari kalangan akademisi secara umum. Jakarta, September 2017 Penulis xviii

19 BAB 1 PENDAHULUAN A. Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah Linguistik Umum adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan hakikat linguistik dan hakikat bahasa, dasar-dasar fonologi, dasar-dasar morfologi, dasar-dasar sintaksis, hakikat semantik, dan dasar-dasar wacana, serta masyarakat bahasa. B. Prasyarat Mata Kuliah Untuk mengikuti mata kuliah linguistik umum, tidak ada prasyarat khusus. Seluruh mahasiswa semester satu bisa mengambil mata kuliah linguistik umum. C. Rencana Pembelajaran Rencana pembelajaran mata kuliah ini dapat Anda lihat pada lembar selanjutnya. 1

20 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH KODE Rumpun MK BOBOT (sks) SEMES TER Tgl Penyusunan Linguistik Umum Kebahasaan November 2016 OTORISASI Pengembang RP Koordinator RMK Ka PRODI Capaian Pembelajaran (CP) CPL S13 Mengetahui dan memahami hakikat Tuhan, manusia, dan kehidupan sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Hadist yang shahih dan ilmu pengetahuan. S15 Beraklakul karimah dalam bermuamalah yang bermanfaat bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara P1 Mampu memahami konsep, teori, metode, dan filosofi linguistik, yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik di bidang bahasa Indonesia dan mampu menganalisis permasalahan kebahasaan yang meliputi teks, wacana, kesalahan berbahasa dan 2

21 penyuntingan; P2. Mampu memahami konsep, teori, metode dan filosofi serta mampu menganalisis di bidang ilmu sastra yang meliputi sejarah, teori, apresiasi dan kritik sastra Indonesia. P3 Mampu memahami konsep, teori, metode dan filosofi keterampilan berbahasa. KU1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis dan inivatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya. KU2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. KU3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tatacara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni, menyusun deskripsi saintifik hasil kajiannya dalam bentuk skripsi atau laporan tugas akhir, dan menggunggahnya dalam laman perguruan tinggi. KU5. mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data. KK1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, kreatif dan mengembangkan teknologi di bidang kebahasaan dan ilmu sastra, ilmu kependidikan dan keterampilan berbahasa serta pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. 3

22 KK2. Terampil berbahasa dan bersastra, mampu menghasilkan makalah, proposal penelitian, mengembangkan teknologi di bidang kebahasaan dan perangkat pembelajaran. KK3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknolgi di bidang kebahasaan, kesastraan, keterampilan berbahasa, kependidikan dan pembelajaran bahasa Indonesia serta mampu secara saintfik menghasilkan bentuk penelitian yang berwujud skripsi dan artikel ilmiah yang dipublikasikan (diunggah dalam laman perguruan tinggi). KK5. Mampu mengambil keputusan dalam suatu permasalahan kebahasaan, kesastraan, keterampilan berbahasa, kependidikan dan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan hasil analisis informasi dan data. KK6. Mampu bertanggung jawab terhadap hasil kerja kelompok dalam proses pembelajaran, penyusunan karya ilmiah dan menulis kreatif serta melakukan refleksi terhadap hasil kerja yang dilakukan pekerja yang berada di bawah tanggung jawabnya. CP-MK 1. Mahasiswa mampu merumuskan pengertian lingusitik, hakikat linguistik dan ruang lingkup kajian linguistik ( S13, P1, P2, KU1, KK1) 2. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran linguistik :Fonologi (Fonetik dan fonemik). Kajian fonetik meliputi alat ucap, proses fonasi, klasifikasi bunyi vokal, konsonan, diftong, unsur segmental-suprasegmental. Kajian fonemik meliputi identifikasi fonem, alofon, klasifikasi fonem, perubahan fonem, asimilasi-disimilasi. (S15, P1, P3, 4

23 DiskripsiSingkat MK Materi Pelajaran/ pokok bahasan KU1, KU2, KK1, KK2, KK3). 3. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran Morfologi yang meliputi identifikasi morfem, alomorf, klasifikasi morfem, kata dan hakikatnya, klasifikasi dan pembentukkan kata (S13, S15, P2, P3, KU2, KK1, KK2, KK3). 4. Mahasiswa mampu memahami secara mendalam tataran Sintaksis yang meliputi struktur sintaksis, kata sebagai satuan sintaksis, frasa dan jenisnya, klausa dan jenisnya, kalimat dan jenisnya. (S15, P2,,P3, KU2,KU3, KK1, KK2,KK3). 5. Mahasiswa memahami secara mendalam tataran semantic yang meliputi hakikat makna, jenis makna, relasi makna, medan makna dan komponen makna (S15, P2,P3, KU2, KU3, KK1, KK2,KK3 ). 6. Mahasiswa memahami secara mendalam kajian Wacana yang meliputi pengertian wacana, ciri-ciri dan jenis wacana, alat kohesi, konteks wacana (S15, P2, P3, KU2, KU3,KU5, KK 2, KK3, KK5) 7. Mahasiswa memahami secara mendalam kajian sosiolinguistik yang meliputi masyarakat bahasa dan variasi bahasa (S6, S15, P1, P3, KU1,KU2, KU3, KK1,KK2, KK5) Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang ruang lingkup kajian lingusitik, linguistik sebagai sebuah ilmu, objek kajian linguistik, memahami tataran linguistik Fonologi (Fonetik dan Fonemik), Tatatan Linguistik Morfologi, Tataran Linguistik Sintaksis, Tataran Linguistik Semantik, Memahami Wacana, Memahami Masyarakat Bahasa, hingga menyusun makalah sebagai tugas akhir kajian ini. 1) Memahami pengertian dan Ruang Lingkup Kajian Linguistik. 2) Memahami Tataran Fonologi (Fonetik dan Fonemik) 3) Memahami Tataran Morfologi dalam linguistik 4) Memahami Tataran Sintaksis dalam linguistik 5) Memahami Tataran Semantik dalam linguistik 5

24 Pustaka 6) Memahami Tataran Wacana dalam linguistik 7) Memahami Masyarakat Bahasa dalam linguistik Utama: 1) Abdul Chaer, Lingustik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2015 (revisi) 2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, Depdiknas, ) Soenjono Dardjowidjojo, Beberapa Aspek Linguistik Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1983 Pendukung : 1) Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, ) Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, ) JMW. Verhaar, Pengantar Linguistik, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press, ) Robert Lado (Terjemahan Soenjono Dardjowidjojo), Linguistik di Berbagai Budaya, Bandung: Ganasco, Media Pembelajaran Perangkat lunak : Perangkat keras : Power point, video LCD, Laptop Team Teaching Mata kuliah syarat Tidak ada 6

25 Mg Ke- (1) Sub-CP-MK (2) Indikator (3) Kriteria & Bentuk Penilaian (4) Metode Pembelajaran [ Estimasi Waktu] (5) Materi Pembelajaran [Pustaka] (6) Bobot Penilaian (%) (7) 1-2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian, hakikat dan ruang lingkup kajian linguistik. (C2, A2) 1)Ketepatan menjelaskan tentang pengertian linguistik, 2)Ketepatan menjelaskan tentang hakikat linguistik; 3) Ketepatan menjelaskan tentang ruang lingkup kajian linguistik (Kriteria) Ketepatan dan penguasaan teori. (Bentuk nontes) Resume individu Kuliah & diskusi (TM 2( 2X50 menit) Tugas 1: Membuat resume tentang pengertian, hakikat dan ruang lingkup kajian linguistik. Pengertian, linguitik, hakikat linguistik dan ruang lingkup kajian linguistik Mahasiswa mampu menjelaskan tataran linguistik :Fonologi (Fonetik dan Fonemik) (C2,A2) 1)Ketepatan menjelaskan hakikat fonologi, mulai dan fonetik 2) Ketepatan menjelaskan alatalat ucap dalam menghasilkan bunyi Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi 7 Kuliah & diskusi (TM 2 ( 2X50 menit) Tugas 2: Membuat mind mapping tentang alat ucap dan perannya dalam Pengertian Fonologi, Hakikat, Fonetik, Alat ucap manusia dalam menghasilkan bunyi bahasa, proses fonasi, tulisan fonetik, 10

26 bahasa; 3) Ketepatan dalam menjelaskan proses fonasi; 4)Ketepatan dalam klasifikasi bunyi, unsur suprasegmenttal dan silabel. 5) Menjelaskan fonemik (identifikasi fonem, alofon) Tugas: Membuat mind mapping tentang alat ucap dan perannya dalam menghasilkan bunyi bahasa. menghasilkan bunyi bahasa. klasifikasi bunyi, unsure suprasegmental dan silabel. Fonemik (identifikasi fonem, alofon, klasifikasi fonem dan perubahan fonem). 6) Klasifikasi fonem dan perubahan fonem 5-6 Mahasiswa mampu menjelaskan tataran dalam bidang Linguistik: Morfologi (C2, A2) 1)Ketepatan dalam menjelaskan pengertian morfem; 2) Ketepatan dalam mengidentifikasi morfem; 3)Ketepatan dalam menjelaskan perbedaan morf dan alomorf; 4) Ketepatan dalam mengklasifikasikan Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi Tugas: Membuat mind mapping tentang Kuliah & diskusi (TM 2( 2X50 menit) Tugas 3: Tugas: Membuat peta konsep tentang seluruh kajian yang menyangkut bidang Morfologi Pengertian morfem, perbedaan morf, alomorf, klasifikasi morfem, kata dan pembentukkan kata. 15 8

27 morfem; 5) Ketepatan dalam proses pembentukan Kata. bidang Morfologi 6) Proses morfemis 7) Morfofonemik 7-8 Mahasiswa mampu menjelaskan secara mendalam tataran Linguistik: Sintaksis. (C2. A3) 1)Ketepatan menjelaskan pengertian sintaksis; 2) Ketepatan menjelaskan struktur sintaksis; 3) Ketepatan menjelaskan kata sebagai satuan sintaksis; 4) Ketepatan menjelaskan pengertian dan jenis frasa; Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi Tugas: Menganalisis 5 kalimat yang dibuat oleh dosen, berdasarkan fungsi, kategori dan peran sintaksis. Kuliah & diskusi (TM 2( 2X50 menit) Tugas 4: Menganalisis 5 kalimat yang dibuat oleh dosen, berdasarkan fungsi, kategori dan peran sintaksis. Pengertian sintaksis, struktur sintaksis, frasa dan jenis frasa,klausa dan jenis klausa, kalimat dan jenis kalimat. 15 5)Ketepatan menjelaskan pengertian dan jenis klausa 9

28 9 Ujian Tengah Semester Mahasiswa mampu menjelaskan secara mendalam tataran Linguistik: Semantik (C3,A2) 1)Ketepatan menjelaskan proses perubahan; 2)Ketepatan menjelaskan makna dalam semantik; 3)Ketepatan menjelaskan medan makna dan komponen makna; 4) Ketepatan menjelaskan kesesuaian semantik dengan sintaksis. Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi Tugas: Membuat Mind mapping tentang Proses Perubahan makna, medan makna, komponen makna, kesesuaian makna semantik dengan sintaksis Kuliah & diskusi (TM 2( 2X50 menit) Tugas 5: Membuat Mind mapping tentang proses Perubahan makna, medan makna, komponen makna, kesesuaian makna semantik dengan sintaksis Proses Perubahan makna, medan makna, komponen makna, kesesuaian makna semantic dengan sintaksis Mahasiswa mampu menjelaskan secara mendalam tataran Linguistik: Wacana ) (C3,A2) 1) Menjelaskan pengertian wacana 2) Menjelaskan ciriciri dan sifat wacana 3) Menjelaskan alat kohesi wacana Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi Tugas: Menganalisis Kuliah & diskusi (TM 2 ( 2X50 menit) Tugas 6: Menganalisis sebuah teks sederhana dengan menerapkan kaidah analisis wacana. Pengertian wacana, ciri-ciri dan jenis wacana, alat kohesi wacana dan konteks wacana

29 4) Menjelaskan konteks wacana. sebuah teks sederhana dengan menerapkan kaidah analisis wacana Mahasiswa mampu menjelaskan tentang masyarakat bahasa (C2, A2) 1) Ketepatan menjelaskan tentang masyarakat bahasa; 2) Ketepatan menjelaskan variasi masyarakat bahasa; Kriteria Ketepatan, kesesuaian dan penguasaan materi Tugas: Kuliah & diskusi (TM 2 (2X50 menit) Tugas 7: Membuat mind mapping tentang masyarakat bahasa Pengertian sosiolinguistik, hubungan bahasa dengan masyarakat, masyarakat bahasa dan variasi bahasa. 10 Membuat mind mapping tentang masyarakat bahasa Tugas Akhir: Membuat makalah dengan cara menerapkan teori yang sudah dipelajari dalam linguistik dalam kajian bahasa Indonesia. 16 Evaluasi Akhir Semester 10 11

30 D. Petunjuk Penggunaan Buku Ajar Bagi dosen buku ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk mengajarkan mata kuliah linguistik umum. Buku ini terdiri dari uraian tentang secara teoritis dan disertai contoh-contoh yang akan membantu dosen dalam mengajarkan tentang hakikat linguistik dan hakikat bahasa, dasar-dasar fonologi, dasar-dasar morfologi, dasar-dasar sintaksis, hakikat semantik, dan dasar-dasar wacana, serta masyarakat bahasa Bagi mahasiswa buku ini akan membantu untuk memahami bahasa serta kajian bahasa secara umum. selain itu dibuku ini juga dibahas tentang masyarakat bahasa agar mahasiswa mampu memahami kajian dalam masyarakat bahasa. Kerjakanlah latihan yang ada di dalam setiap akhir bab, untuk mengukur capaian pemahaman Anda terhadap materi yang telah dibaca dan pelajari. Peran dosen dalam pembelajaran Linguistik adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu mahasiswa dalam memahami bahasa dan kajian bahasa secara umum. E. Capaian Lulusan Capaian lulusan dalam mata kuliah ini adalah: 1. Mampu berbahasa dan bersastra Indonesia, secara lisan dan tulisan dalam konteks keseharian atau 12

31 umum, akademis, dan pekerjaan; serta mampu menggunakan salah satu bahasa daerah (KK1). 2. Mampu merencanakan dan melakukan kajian terhadap implementasi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia melalui pendekatan secara terintegrasi (KK4); 3. mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengeta-huan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai den-gan bidang keahliannya (KU1); 4. mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, dan gagasan (KU3), 5. mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data (KU5); dan 6. mampu memahami konsep, teori, metode, dan filosofi interdisipliner serta menganalisis permasalahan interdisipliner di bidang kebahasaan dan kesastraan (P6). 13

32 F. Bentuk Evaluasi Dalam buku ajar ini dilengkapi dengan tes evaluasi formatif yang disajikan dalam bentuk esai. Setiap bab terdiri dari lima soal esai yang mencakup berbagai tingkatan dalam taksonomi Bloom. 14

33 BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAJIAN LINGUISTIK A. Deskripsi Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang linguistik yang mencakup halhal yang berkaitan dengan pengertian dari linguistik, hakikat dan manfaat linguistik, cabang linguistik, dan objek kajian linguistik. Selain itu, mahasiswa pun akan dibekali dengan sejarah dan aliran linguistik. Hal ini sangat diperlukan, karena mahasiswa bisa memahami betul tentang sejarah perkembangan linguistik di dunia dari masa lampau sampai sekarang. Lebih dari itu, mahasiswa pun dapat menerapkan aliran-aliran lingusitik yang ada dengan tugas menganalisis persoalan kebahasaan baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan awal atau pondasi dasar untuk memahami linguistik secara keseluruhan. Dengan memahami linguistik secara mendalam dan menyeluruh, 15

34 mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan mulai dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.selain itu, materi ini sangat membantu mahasiswa dalam memahami dan mendalami sejarah perkembangan linguistik yang pernah ada di dunia dari masa lampau sampai masa moderen ini sebagai bahan kajian perbandingan bahasa secara diakronis. Lebih dari itu, dengan memahami secara mendalam berbagai aliran linguistik yang ada, mahasiswa dapat memilih dan menerapkan aliran mana yang cocok digunakan untuk menganalisis suatu persoalan kebahasaan yang muncul dewasa ini. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian linguistik, hakikat linguistik dan ciri-ciri bahasa. 2. Memahami secara mendalam objek linguistik dan bahasa. 3. Menjelaskan secara mendalam linguistik sebagai kajian ilmu. 4. Menjelaskan tentang sejarah dan aliaran linguistik. 16

35 D. Materi Pelajaran 1. Hakikat Linguistik Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi dengan sesamanya. Bahasa manusia berbeda dengan bahasa hewan maupun tumbuhan, walaupun sama-sama mahluk hidup. Bahasa manusia memiliki sistem bahasa, memiliki sesuatu yang khas yang tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya. Istilah bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks dan makna, misalnya bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa sebagai media diplomasi, bahasa penyampai gagasan, bahasa teroris, bahasa militer, bahasa perdamaian, bahasa sastra maupun bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa dapat diartikan sebagai sistem lambang bunyi bahasa yang bersifat arbitrer atau manasuka, yang digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Hal itu dikarenakan sebagai mahluk sosial, manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya dalam kehidupan ini. Bahasa adalah nama lain dari linguistik atau arti linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk bahasa. Secara singkat disebut juga dengan ilmu bahasa. Padanan kata linguistik adalah linguistiks (bahasa Inggris), linguistique (bahasa Perancis), linguistiek (bahasa Belanda). 17

36 Langue adalah nama salah satu bahasa, misalnya bahasa Indonesia, bahasa Inggris ataupun bahasa Jawa. Langage diartikan sebagai sifat khas yang dimiliki manusia. Misalnya dalam kajian linguistik, kita menyatakan manusia memiliki bahasa, sedangkan tumbuhan dan hewan tidak memiliki bahasa. Parole adalah tuturan, ucapan atau perkataan yang bersifat konkret. Parole inilah yang disebut dengan bahasa sesungguhnya, yang menjadi ciri khas seseorang. Biasanya disebut dengan logat atau dialek. Sehingga dalam kajian linguistik, sifat dari parole berwujud konkret/nyata karena berupa ujaran bahasa. Sedangkan wujud langue dan langage bersifat abstrak. Dalam kajian bahasa juga dikenal istilah linguis (bahasa Indonesia), linguist (bahasa Inggris) yang diartikan sebagai ahli bahasa ataupun orang yang menguasai berbagai bahasa. Walaupun kita juga menyatakan bahwa ahli atau pakar bahasa belum tentu menguasai berbagai bahasa. Seseorang yang menguasai berbagai bahasa juga belum tentu disebut pakar bahasa. Artinya tidak berlaku mutlak orang yang menguasai berbagai bahasa adalah ahli bahasa, begitu pula ahli bahasa tidak mutlak menguasai berbagai bahasa. Ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum. Artinya ilmu linguistik tidak hanya mempelajari satu bahasa saja seperti bahasa Inggris, bahasa Perancis atau bahasa Indonesia, tapi juga mempelajari bahasa Sunda 18

37 maupun bahasa Jawa. Artinya berdasarkan pendapat de Saussure kita dapat menyatakan bahwa linguitik itu mempelajari semua bahasa, mempelajari semua langue, juga langage dan parole. 2. Hakikat dan Ciri-Ciri Bahasa 2.1 Hakikat Bahasa Hakikat bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyatakan ekspresi, keinginan atau untuk berbicara dengan orang lain. Semakin kita menguasai bahasa tertentu, maka kemampuan berbahasa itu dapat memberikan manfaat positif dalam berkomunikasi. Hal itu sejalan dengan pengertian bahasa yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana (2002:20) yang menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. 2.2 Ciri-Ciri Bahasa Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki beberapa ciri-ciri atau sifat yang hakiki yaitu : (1) bahasa itu sebuah lambang, (2) bahasa itu sebuah sistem, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu produktif, (8) bahasa itu unik, (9) bahasa itu bervariasi, (10), bahasa itu dinamis, (11) bahasa itu 19

38 universal, (12) bahasa itu sebagai alat interaksi sosial, (13) bahasa itu manusiawi Bahasa sebagai Lambang Kita sering mendengar kata lambang dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini berkaitan dengan makna tertentu, misalnya bendera merah putih sebagai bendera negara Indonesia melambangkan sebuah keberanian dan kesucian, karena warna merah bermakna berani dan warna putih bermakna kesucian, kebersihan jiwa.istilah lambing sering disamakan dengan istilah simbol. Lambang dalam ilmu tanda (semiotika) diartikan sebagai kajian dalam ilmu tanda. Ada beberapa jenis tanda dalam semiotika yaitu tanda atau (sign), lambang (symbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks dan ikon. Lambang atau simbol bersifat tidak langsung, yang menandai sesuatu secara konvensional. Misalnya di ujung jalan kompleks rumah kita ada bendera kuning, maka untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, kita akan memaknai warna bendera kuning itu sebagai tanda adanya orang yang baru meninggal dunia di ujung jalan itu. Hal itu dikarenakan warna kuning menjadi ungkapan kematian di daerah tertentu. Kita tidak dapat mempertanyakan mengapa digunakan bendera/kertas kuning untuk memaknai adanya kematian? Hal itu dikarenakan lambang bersifat arbitrer atau manasuka 20

39 (tidak ada hubungan wajib). Artinya tidak ada hubungan antara pilihan warna dengan kematianan. Lambang hendaknya dibedakan dari tanda. Tanda digunakan secara umum yaitu sesuatu yang mewakili benda, ide, pikiran atau perasaan. Misalnya kalau ayam berkotek, petanda ada bahaya atau petanda ayam akan bertelur. Termasuk kalau di langit terdapat awan putih dan cuaca panas, maka hal itu menandakan cuaca cerah tidak akan turun hujan. Atau kalau kita melihat air jatuh di dedaunan artinya petanda sebelumnya telah turun hujan atau ada yang menyirami pepohonan itu. Ferdinand de Saussure tidak menggunakan istilah simbol atau lambang, tapi menggunakan istilah signified and significant, (Kridalaksana, 2002). Signifie diartikan sebagai gambaran psikologis yang abstrak dari suatu bagian alam sekitar kita. Sedangkan Signifiant diartikan sebagai gambaran psikologis abstrak dari aspek bunyi suatu unsur bahasa. Ferdinand de Saussure dalam A. Chaer (2015) menyebut konsep signe (sign) tanda untuk menunjukkan gabungan signifie dengan makna tanda petanda dan istilah signifiant-signifier dengan makna penanda. Makna penanda adalah sesuatu yang menandai, sedangkan petanda bermakna yang ditandai. Misalnya tanda linguistik yang dilafalkan <rumah>, terdiri dari unsur makna atau yang diartikan dengan <house> dalam bahasa Inggris. Unsur pembentuk bunyi dalam lafal <rumah> adalah wujud fonem {r-u-m-a-h}. Kata 21

40 <rumah>memiliki unsur makna dan unsur bunyi, yang mengacu kepada sebuah referen yang berada di luar bahasa. Kita tidak dapat mempersoalkan mengapa sebuah benda yang terdiri dari bangunan yang memiliki atap, jendela, pintu dan dinding disebut dengan istilah rumah. Tanda-tanda lainnya adalah sinyal, gerak, isyarat,gesture, gejala, kode, indeks dan ikon. Sinyal atau isyarat adalah tanda yang sengaja dilakukan agar si penerima tanda melakukan sesuatu aktivitas. Artinya sinyal ini bernada perintah untuk melakukan aktivitas yang sudah ditentukan oleh pemberi sinyal. Misalnya warna lampu pengatur lalu lintas yang berwarna merah, kuning dan hijau menandakan pengemudi harus mematuhi warna lampu itu. Marna merah berarti pengemudi harus berhenti, hijau berarti pengemudi dipersilakan jalan dan warna kuning berarti pengemudi harus bersiap-siap untuk mengurangi laju kendaraaannya karena harus berhenti jika diikuti lampu warna merah. Gerak atau isyarat adalah tanda yang dilakukan dengan menggerakkan bagian anggota tubuh. Gerak isyarat ini dapat berupa tanda ataupun symbol. Misalnya di kandang burung kita melihat burung menggerakkan sayapnya dan melompat-lompat ketakutan, ini sebagai tanda bahwa ada hewan yang mengganggu kenyamanan burung itu. Gerak atau isyarat ini disebut dengan symbol/lambang misalnya budaya Indonesia, jika 22

41 seseorang menyatakan sependapat dengan orang lain, maka ia akan menggagukkan kepalanya dan sebaliknya bila menyatakan tidak sependapat maka ia akan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak ada hubungan wajib antara anggukan dan gelengan dengan makna persetujuan atau ketidaksetujuan. Hal itu disebut bersifat arbitrer/manasuka. Gejala atau symptom adalah tanda yang tidak disengaja yang menunjukkan sesuatu akan terjadi secara alamiah. Misalnya seseorang yang radang tenggorokkan dan badannya panas, akan merasakan tanda sulit menelan, tidak selera makan. Dokter bisa saja menyatakan bahwa radang tenggorokkan itu sebagai petanda kita akan terserang demam. Artinya badan panas dan sulit menelan itu sebagai gejala dari radang tenggorokkan yang akan mengakibatkan penyakit demam. Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan dengan sesuatu yang diwakilinya. Misalnya gambar bangunan, tiruan benda, patung Sukarno adalah contoh dari sebuah ikon. Indeks adalah tanda yang menunjukkan sesuatu yang lain. Misalnya suara gemuruh air sebagai petanda adanya air terjun atau sungai yang airnya deras, debur ombak menyatakan adanya laut dan sebagainya. Kode adalah tanda yang memiliki ciri-ciri karena adanya sebuah sistem. Kode dapat berupa symbol, sinyal 23

42 maupun gerak isyarat yang mewakili ide, benda, pikiran, perasaan maupun tindakan yang telah disepakati bersama. Kode sering kali memiliki bahasa rahasia dalam pengungkapannya Bahasa adalah Sebuah Sistem Bahasa sebagai sistem lambang bunyi bahasa dapat diartikan bahwa bahasa itu memiliki pola keteraturan dalam setiap bahasa. Unsur-unsur bahasa itu membentuk pola susunan yang teratur yang bersifat tetap dan kemunculannya dapat diprediksi oleh seorang penutur asli bahasa itu. Misalnya dalam bahasa Indonesia, kita menemukan kalimat yang seperti ini: (1) Dosen saya me.. mahasiswa yang...lambat masuk kelas tadi pagi. (2) Ibu menggoreng ikan di dapur. (2a) Ikan menggoreng ibu di dapur. (3) Ayam itu di kejar-kejar kucing besar. (3a) Kucing ayam di kejar-kejar itu besar. Secara cepat, kita dapat memastikan bahwa pada kalimat (1) di atas terdapat kata [ marahi, ter-, ke] yang merupakan unsur yang membentuk kalimat menjadi sempurna yang bermakna. Kalimat nomor (2) adalah kalimat yang tepat, bahwa ada seorang ibu (perempuan) yang sedang melakukan aktivitas (menggoreng ikan) di dapur. Sedangkan kalimat (2a) tidak berterima dalam 24

43 bahasa Indonesia, karena seekor ikan tidak akan dapat menggoreng ibu (manusia), walaupun secara struktural tepat. Kalimat (3) merupakan kalimat yang tepat karena sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Sebaliknya kalimat (3a) merupakan kalimat yang tidak tepat dalam bahasa Indonesia, karena tidak memiliki makna. Dengan kata lain, dalam sebuah bahasa terdapat subsistem yang membangun sebuah sistem bahasa dari yang sederhana hingga yang lebih rumit. Subsistem yang membangun bahasa adalah subsistem fonologi, subsistem gramatikal dan subsistem leksikal. Semua subsistem ini membentuk unsur hierarki, dari tataran terendah. Jenjang subsistem dalam linguistik terdiri dari fon, fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana yang tersusun sebagai berikut: Wacana Kalimat (Tabel 2.1) Klausa Frasa Kata Morfem Sintaksis Morfologi Fonologi 25

44 Fenom Fon Bahasa sebagai Bunyi Bahasa adalah bunyi yang berupa getaran dan memiliki makna. Getaran bunyi bermakna itu diterima oleh gendang telinga melalui pusat syaraf yang ada di dalam otak manusia. Bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh sejumlah alat ucap manusia yang memiliki peran membantu menghasilkan bunyi bahasa Bahasa itu Arbitrer Bahasa itu arbitrer artinya tidak ada hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian yang terkandung dalam lambang itu. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa [burung] dengan yang dilambangkan yaitu sejenis binatang berkaki dua yang dapat terbang itu disebut dengan burung. Artinya kita tidak bias menjelaskan mengapa binatang yang dapat terbang itu dinamakan dengan burung, atau disebut dengan istilah [bird] dalam bahasa Inggris atau disebut [manuk] dalam bahasa Jawa Bahasa itu Bermakna Bahasa sebagai sistem lambang yang berwujud bunyi, akan melambangkan sesuatu hal yang bermakna. Sebuah lambang akan melambangkan sesuatu 26

45 pengertian, konsep, ide atau pikiran. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu akan memiliki makna. Kata <kuda> akan memiliki konsep yang bermakna sebagai sejenis binatang berkaki empat yang dapat ditunggangi. Contoh lainnya, kata [burung] memiliki konsep sebagai hewan berkaki dua yang dapat terbang di udara. Kemudian konsep tadi dihubungkan dengan benda yang ada di dunia nyata. Artinya sesuatu yang tidak memiliki makna bukanlah bahasa. Lambang-lambang bunyi bahasa bermakna itu dapat berupa satuan dalam wujud morfem, kata, frasa, klausa, kalimat atau wacana Bahasa itu Konvensional Bahasa itu konvensional artinya penggunaan sebuah lambang untuk konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua orang yang menggunakan bahasa yang sama, harus menyetujui konvensi atau memiliki kesepakatan terhadap lambang yang digunakan. Misalnya kata [kucing] dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai binatang berkaki empat, yang tinggal di rumah sebagai hewan peliharaan yang berbulu tebal dan memiliki cakar yang kuat. Kita tidak akan mempertukartempatkan makna kata [kucing] dengan [harimau], walaupun hewan harimau juga berkaki empat dan memiliki bulu yang tebal. Konvensi terhadap sesuatu makna harus disepakati oleh penutur bahasa, karena mengganti lambang dengan 27

46 makna yang lainnya akan mengakibatkan komunikasi tidak berjalan dengan lancar Bahasa itu Produktif. Bahasa itu produktif dapat diartikan bahwa dari unsurunsur yang terbatas, kita dapat membuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas. Misalnya saja abjad dalam bahasa Indonesia hanya terdiri dari 26 huruf, tetapi kita dapat menyusunnya menjadi ribuan kata. Misalnya saja dari huruf [ i-k-a-n ] maka kita dapat membentuknya menjadi [kain, ikan, kina, kian]. Artinya pembentukkan kata dalam sebuah bahasa akan semakin produktif apabila dilengkapi dengan unsur afiks dalam bahasa Indonesia. Unsur afiks terdiri dari prefix (awalan), infiks( sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks dan simulfiks. Misalnya awalan (prefix me- dapat menjadi me-, men-, mem-, meng-, menge-, meny-, menye-) seperti dalam meninjau, membaca, mengejar dan lain sebagainya Bahasa itu Unik Bahasa dikatakan memiliki keunikan tersendiri. Artinya bahasa itu memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Unik artinya memiliki ciri khas tersendiri, seperti tekanan kata dalam bahasa Indonesia tidak bersifat morfemis tetapi bersifat sintaksis. Misalnya pada kalimat: pencuri itu ditangkap polisi, maka tekanan pada 28

47 kata pencuri akan dimaknai tetap, kecuali bila kalimatnya berubah. Hal itu dapat bermakna bahwa setiap bahasa memiliki keunikan tersendiri, misalnya bahasa Indonesia akan berbeda dengan bahasa Cina, akan berbeda dengan bahasa Perancis maupun bahasa-bahasa lainnya. Artinya keunikan bahasa akan menjadi ciri-ciri khas dari setiap bahasa yang ada di dunia ini Bahasa itu Bervariasi Bahasa itu bervariasi dapat dimaknai bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki bahasa masing-masing. Anggota masyarakat memiliki kelompok pengguna bahasa berdasarkan status sosialnya, misalnya ada bahasa orang yang berpendidikan, orang yang tidak berpendidikan, bahasa anak-anak, bahasa remaja, bahasa lisan, bahasa tulis, bahasa dokter, bahasa para nelayan, bahasa para petani, bahasa advokad, maupun bahasa hukum. Perlu dipahami tentang adanya istilah variasi bahasa yang disebut dengan idiolek, dialek, dan ragam bahasa. Idiolek adalah ragam bahasa atau variasi bahasa yang bersifat perseorangan yang bersifat khas. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat berbahasa yang sama merupakan satu masyarakat bahasa yang sama yaitu anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu lokasi tertentu. Misalnya di Indonesia terdapat bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek 29

48 Banyumas, bahasa Jawa dialek Surabaya dan lain sebagainya. Variasi bahasa berdasarkan tempat atau lokasi sering disebut dengan dialek regional,dialek geografis Bahasa itu Dinamis Bahasa itu dinamis diartikan bahwa bahasa adalah sesuatu yang tidak pernah terlepas dalam kehidupan manusia. Manusia selalu memerlukan bahasa, dan bahasa itu selalu dinamis berkembang sejalan dengan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa Indonesia sudah mengalami perkembangan yang luar biasa dari waktu ke waktu. Jumlah kosa kata di kamus selalu bertambah jika ada edisi revisi kamus bahasa. Hal itu menandakan bahwa bahasa itu dinamis selalu berkembang dalam kehidupan manusia Bahasa itu Universal Bahasa itu memiliki sifat masing-masing yang bersifat unik. Artinya ada ciri-ciri bahasa yang sama-sama dimiliki oleh bahasa. Hal itulah yang disebut dengan bersifat universal. Ciri-ciri universal itu bersifat umum, seperti bunyi vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa. Bahasa Indonesia memiliki 6 buah vokal dan 22 konsonan. Gabungan bunyi vokal dan konsonan itu akan membentuk bahasa yang bermakna Bahasa itu sebagai Interaksi Sosial 30

49 Bahasa sebagai lambing bunyi yang konvensional dan arbitrer akan digunakan dalam komunikasi. Penggunaan bahasa itu dilakukan sebagai sarana berinteraksi sosial dengan sesame di masyarakat. Artinya bahasa itu dipakai sebagai bagian dari interaksi sosial Bahasa sebagai Identitas Penutur Bahasa sebagai identitas penutur menandakan bahwa tiap anggota kelompok memiliki bahasa sebagai penanda kelompoknya yang disebut dengan penanda sebagai identitas penutur. Misalnya orang Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai penutur identitasnya. 3. OBJEK KAJIAN LINGUISTIK 3.1 Berdasarkan Objek Kajian Bahasa Berdasarkan cakupan objek kajiannya, dibedakan menjadi linguistik umum dan linguistik khusus. Linguistik umum adalah ilmu bahasa yang melakukan kajian terhadap kaidah-kaidah bahasa secara umum. Artinya yang diteliti dalam linguistik umum adalah semua bahasa dan bukan hanya bahasa tertentu saja. Linguistik khusus melakukan kajian terhadap bahasa tertentu saja, misalnya kajian khusus terhadap bahasa Indonesia, bahasa Jawa ataupun bahasa Inggris. Kajian linguistik umum dan khusus dapat dilakukan terhadap seluruh system bahasa atau hanya pada satu tataran saja seperti fonologi, morfologi, sintaksis. Sehingga nanti dapat menjadi fonologi khusus dan 31

50 fonologi umum, morfologi umum dan morfologi khusus, hingga sintaksis umum dan sintaksis khusus. 3.2 Berdasarkan Kurun Waktu Kajian Bahasa Berdasarkan kurun waktu penelitian terhadap bahasa, dapat dibedakan menjadi linguistik sinkronik dan linguistik diakronik. Linguistik sinkronik melakukan kajian bahasa dalam kurun waktu tertentu. Misalnya melakukan kajian bahasa Jawa saat masa kejayaan kerajaan Majapahit, melakukan kajian terhadap bahasa Indonesia pada masa Balai Pustaka. Kajian sinkronik biasanya bersifat desktiptif karena mendeskripsikan bahasa apa adanya, pada masa tertentu. Linguistik diakronik adalah kajian bahasa yang meneliti bahasa pada masa panjang yang tidak dibatasi waktunya. Bisa diawali dari munculnya bahasa itu hingga bahasa itu tidak digunakan lagi oleh masyarakat bahasa. Linguistik diakronik biasanya bersifat sejarah (historis) dan perbandingan (komparatif), sehingga kajian ini akan melihat bahasa untuk memahami struktur suatu bahasa dengan segala bentuk perubahannya dari waktu ke waktu. Misalnya kata batu berasal dari kata (watu), dan pena berart (bulu ayam). 32

51 3.3 Kajian Berdasarkan Hubungan Bahasa dengan Faktor Luar Bahasa. Kajian linguistik yang dilihat berdasarkan objek kajiannya dibedakan menjadi linguistik mikro (mikrolinguitics) dan linguistik makro (macrolinguitics). Linguistik mikro melakukan kajian pada unsur internal bahasa atau subsistem bahasa tertentu, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantic dan leksikologi. Linguistik mikro membicarakan struktur internal bahasa itu. Sehingga fonologi membicarakan tentang proses pembentukan bunyi bahasa dan alat ucap manusia. Morfologi mempelajari proses kata, proses pembentukkan kata dan strukturnya secara menyeluruh. Semantik membicarakan tentang makna kata secara leksikal maupun gramatikal. Sintaksis membicarakan tentang satuan kata, frasa, klausa dan kalimat dengan menekankan pada strukturnya. Sedangkan leksikologi menyelidiki tentang kosa kata dalam sebuah bahasa. Dalam kajian mikro linguistik dapat pula menggabungkan 2 bidang ilmu seperti morfosintaksis (morfologi dan sintaksis) maupun leksikosemantik (leksikologi dengan semantik). Linguistik makro membicarakan tentang hubungan bahasa dengan hal-hal lain yang ada di luar bahasa. Sehingga pembahasaannya cenderung mengungkapkan hal-hal yang ada di luar bahasa, daripada unsur internal bahasa. Misalnya kajian sosiolinguistik, psikolinguistik, 33

52 antropolinguistik, etnolinguistik, filologi, dialektologi, neurolinguistik dan lain sebagainya. Sosiolinguitik adalah gabungan antara ilmu sosiologi (masyarakat) dan linguistik (bahasa). Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari pemakaian bahasa di masyarakat. Sehingga fokusnya adalah bagaimana masyarakat menggunakan bahasa saat berkomunikasi. Hal yang diteliti antara lain pengguna dan penggunaan bahasa, waktu bahasa itu digunakan, tata tingkat bahasa, pola penggunaan bahasa, maupun ragam penggunaan bahasa itu. Psikolinguistik adalah gabungan antara ilmu psikologi (kejiwaan) dan linguistik (bahasa). Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan bahasa dengan perilaku berbahasa serta bagaimana bahasa itu diperoleh. Antropolinguistik adalah gabungan ilmu antropologi (budaya) dengan linguistik (bahasa), sehingga antropologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan bahasa dengan budaya dan tataran budaya manusia. Stilistika adalah ilmu yang mempelajari bahasa yang digunakan dalam karya sastra, yang merupakan gabungan antara ilmu kesusastraan dengan bahasa. Filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, kebudayaan dan pranata sejarah dalam bahan-bahan tertulis di daun lontar, bebatuan dan lain sebagainya. Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari batasbatas wilayah dialek dan bahasa dalam suatu wialayah 34

53 tertentu. Ilmu ini merupakan gabungan antara ilmu bahasa dengan geografi. 3.4 Berdasarkan Tujuan Kajian Linguistik Berdasarkan tujuan kajian linguistik, dikenal istilah linguistik teoretis dan linguistik terapan. Linguistik teoretis melakukan kajian terhadap bahasa dan faktor yang terdapat di luar bahasa, dengan tujuan untuk menemukan kaidah yang berlaku dalam bahasa itu. Sehingga yang dilihat adalah sejumlah teori yang mendasari bahasa tertentu yang diteliti. Sedangkan linguistik terapan berusaha melakukan kajian terhadap bahasa dan hubungan bahasa dengan berbagai factor di luar bahasa seperti hubungan bahasa dengan pengajaran, dengan penerjemahan, penelitian sejarah, penyusunan kamus dan lain sebagainya. Artinya fokus penelitiannya pada penerapan kaidah bahasa dalam bidang tertentu. 3.5 Berdasarkan Aliran dalam Penyelidikan Bahasa. Berdasarkan aliran dalam penyelidikan bahasa, maka muncul istilah linguistik tradisional, linguistik sstruktural, linguistik trasnformasional, linguistik generative maupun linguistik relasional. Bidang kajian berdasarkan sejarah ini menyelidiki tentang pengaruh ilmu-ilmu lain terhadap berbagai sendi kehidupan masyarakat, seperti kepercayaan, pendidikan, budaya, adat istiadat terhadap kajian linguistik. 35

54 4. Manfaat Studi Linguistik Linguistik dalam setiap kajian bahasa senantiasa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Pengetahuan yang sangat luas tentang keilmuan dibidang bahasa, akan diperlukan oleh seorang yang memiliki profesi sebagai peneliti bahasa dan sastra, maupun orang-orang yang menikmati karya sastra sebagai penikmat sastra. Linguistik juga bermanfaat bagi para mahasiswa, para guru untuk mengetahui teori kebahasaan, serta hubungan bahasa dengan masyarakat. Seorang guru dan mahasiswa akan dapat menulis dengan baik, bila menguasai soal ejaan, fonologi, morfologi dan bidangbidang lainnya dalam kajian bahasa. 5. Linguistik Modern 5.1 Ferdinand de Sauusure Perkembaangan linguistik tidak dapat dipisahkan dari peran Ferdinand de Sauusure, yang lahir di Swiss pada tahun 1857 dan wafat tahun Beliau meletakkan dasar yang kuat tentang konsep relasi antara hubungan sintagmatis dan paradigmatik. Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret (tataran frasa, klausa dan kalimat). Harimurti mengartikannya dalam kamus linguistik menjadi hubungan linier antara unsur unsur bahasa dalam tataran tertentu; 36

55 mis. Hubungan antara kami, bermain, dan bola dalam kalimat (Kami bermain bola). Hubungan itu disebut hubungan in praesentia. Hubungan sintagmatis dapat diuji dengan memindahkan (permutasian) satuan unsurunsur bahasa, artinya dalam (kalimat kami bermain bola) tidak dapat diubah menjadi (bola kami bermain). Hubungan paradigmatik atau hubungan asosiasi adalah hubungan ke bawah yaitu menyangkut hubungan unsur-unsur bahasa pada tingkat tertentu dengan unsur bahasa lainnya di luar tingkatan itu. Hubungan paradigmatik ini memiliki hubungan yang bersifat subtitusi antara satuan yang satu dengan satuan lainnya yang memiliki kesesuaian. Misalnya kata: kesatu, kedua, ketiga, kesepuluh memiliki kesamaan bentuk yng disebut dengan paradigmatic. Berikut ini adalah hubungan antara sintagmatik dan paradigmatik: Hubungan SINTAGMATIK PARADIGMATIK Ibuku bekerja sebagai guru di Sekolah Dasar. Ayahku bertanam sayuran di kebun. 37

56 Anak-anak itu bercermin sehabis mandi. Mahasiswa belajar di kampus Uhamka. Kami bernyanyi gembira sepulang kuliah. Dia berlarian saat turun hujan lebat. Secara sintagmatik, hubungan antara kata yang terdapat dalam kalimat Ibuku bekerja sebagai guru dapat dipahami, karena sudah sesuai dengan kaidah makna dalam bahasa Indonesia. Kalimat di atas tidak dapat diubah menjadi guru SD Ibuku bekerja Secara paradigmatik dalam kalimat di atas terlihat hubungan antara kata (ibuku, ayahku, anak-anak, mahasiswa, kami, dia) menduduki fungsi subjek dalam kalimat itu. Secara paradigmatik semua fungsi subjek, predikat dan keterangan kalimat di atas dapat diisi oleh kata atau frasa yang sejenis, misalnya (nomina dengan nomina, verba dengan verba dan sebagainya). Sehingga fungsi subjek adalah (ibuku, ayahku, anak-anak, mahasiswa, kami, dia). Fungsi predikat diisi oleh bentuk (bekerja, bertanam, bercermin, belajar, bernyanyi, berlarian ). 38

57 E. Rangkuman Penguasaan bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk komunikasi dalam kehidupan manusia. Hal itulah yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Bahasa manusia berbeda dengan bahasa hewan, karena bahasa manusia memiliki ciri-ciri bahasa yang membedakan dengan bahasa hewan. Seekor burung beo tidak dapat dikatakan memiliki bahasa, karena burung beo atau hewan tidak dapat memproduksi bunyi bahasa sebagai salah satu ciri-ciri bahasa. Bahasa merupakan lambang bunyi bahasa yang bersifat manasuka atau arbitrer yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia mengenal banyak makna untuk kata linguistik. Istilah linguistikdalam bahasa Indonesia memiliki banyak makna dan digunakan dalam berbagai konteks. Misalnya ada istilah bahasa politik, bahasa komputer, bahasa diplomasi, bahasa militer maupun bahasa tulis dan bahasa lisan. Objek kajian linguistik dalam dibedakan berdasarkan objek kajian bahasa, berdasarkan kurun waktu kajian bahasa, kajian berdasarkan hubungan bahasa dengan faktor luar bahasa. berdasarkan tujuan kajian linguistik, dan berdasarkan aliran dalam penyelidikan bahasa. F. Pustaka 39

58 Chaer, Abdul Linguistik Umum,, Jakarta: Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti Struktur Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Atmajaya. TIM Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta: Depdiknas, Soenjono Dardjowidjojo, Beberapa Aspek Linguistik Indonesia, Jakarta: Djambatan, G. Tes Formatif 1) Jelaskan pengertian bahasa? 2) Sebutkan beberapa ciri-ciri bahasa.? 3) Bahasa itu merupakan sebuah sistem, yang memiliki pola-pola berulang. Jelaskan hal itu dan berikan contohnya? 4) Bahasa itu bersifat universal, jelaskan dan berikan contohnya? 5) Uraikan beberapa objek kajian linguistik dan berikan contohnya? 40

59 BAB III KAJIAN FONOLOGI A. Deskripsi Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang paling mendasar sekali yaitu tentang fonologi yang terbagi dalam kajian fonetik dan fonemik. Kajian fonetik mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengertian dari fonologi, hakikat fonetik, penggunaaan alat ucap dan penghasil bunyi bahasa, serta proses fonasi. Sementara untuk kajian fonemik, mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengertian fonemik, identifikasi fonem, klasifikasi fonem, perubahan fonem, proses asimilasi, dan disimilasi,. Selain itu, membahas persoalan yang berkaitan dengan fonem dan grafem. 41

60 B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan awal belajar yang paling mudah untuk memahami fonologi sebagai salah satu kajian linguistik. Dengan memahami fonologi secara mendalam dan menyeluruh, mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan yang timbul pada aspek fonologi baik yang bersifat fonetik maupun fonemik.selain itu, mahasiswa memiliki kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, baik bunyi vokal, maupun konsonan sehingga mampu mengklasifikasikan bunyi-bunyi bahasa tersebut. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian fonologi secara tepat. 2. Membedakan kajian pada tataran fonemik dan kajian pada tataran fonetik. 3. Menjelaskan bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. 4. Mempraktikkan pengucapan bunyi-bunyi bahasa baik vokal maupun konsonan dengan benar. D. Materi Pelajaran 1. Pengertian Fonologi 42

61 Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam fonologi kita sebut dengan istilah fonem. Menurut Kridalaksana, (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Senada dengan Kridalaksana, Chaer (2013), mengemukakan etimologi istilah fonologi ini dibentuk dari kata fon yang bermakna bunyi dan logi yang berarti ilmu. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. 2. Hakikat Fonetik Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda 43

62 makna atau tidak (Chaer, 2013).Sedangkan Kridalaksana menyatakan bahwa (1) Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa, sebagai ilmu interdisipliner linguistik dengan fisika, anatomi, dan psikologi. (2) sistem bunyi suatubahasa (Kridalaksana, 2002). Dalam fonologi bunyi bahasa dapat dianalisis berdasarkan tiga sudut pandang,yaitu dengan memperhatikan asal sumber bunyi bahasa dan bagaimana manusia mampu menangkap bunyi bahasa yang dihasilkan. 2.1 Jenis Fonetik Secara umum studi fonetik dibagi menjadi tiga bagian yaitu: fonetik akustik, fonetik auditoris, fonetik organis atau artikulatoris. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa menurut aspek fisiknya seperti menyelidiki frekuensi, amplitudo, intensitas maupun timbrenya. Pengamatan fonetik akustik memerlukan peralatan elektronik yang dilakukan di laboratorium bahasa. Fonetik auditoris adalah fonetik yang mempelajari bagaimana proses penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia. Fonetik artikulatoris adalah fonetik yang berhubungan dengan bagaimana bunyi bahasa dihasilkan atau diucapkan oleh alat ucap manusia. Fonetik 44

63 artikulatoris inilah yang dikaji lebih jauh dalam bidang fonologi. 2.2 Alat Ucap Penghasil Bunyi Bahasa Dalam fonetik artikulatoris hal penting yang dibicarakan adalah bagaimana alat ucap manusia dapat menghasilkan bunyi bahasa. Beberapa alat ucap manusia yang berfungsi menghasilkan bunyi bahasa adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Gambar

64 (Sumber gambar: www. Google. com) Keterangan 1) bibir atas (labium) 2) bibir bawah (labium) 3) gigi atas (dentum-dental) 4) gigi bawah (dentum-dental) 5) gusi (alveolum) 6) langit-langit keras (palatum) 7) langit-langit lembut (velum) 8) anak tekak (uvula) 9) ujung lidah (tip of the tongue-apex) 10) daun lidah (blade of the tongue, laminum) 11) depan lidah 12) tengah lidah (middle of the tongue, medium) 13) belakang lidah (back of the tongue, dorsum) 14) akar lidah 15) faring 16) rongga mulut (oral cavity) 17) rongga hidung (nasal cavity) 18) epiglottis 19) pita suara 20) pangkal tenggorokkan (laring) 46

65 21) trakea Dalam pembentukkan bunyi bahasa terdapat 3 faktor utama yang terlibat dalam proses pembentukkan bunyi bahasa yaitu sumber tenaga alat ucap yang menimbulkan getaran, rongga pengubah getaran, hingga proses pembentukkan bunyi bahasa yang menggunakan pernafasan sebagai sumber tenaga. Pernafasan berfungsi menghembuskan udara dari paru-paru menuju ke pita suara sehingga menghasilkan getaran. Udara dari paru-paru dapat kelua rlewa trongga mulut, rongga hidung atau melewati kedua rongga mulut dan hidung. Bunyi yang keluar dari rongga mulut menghasilkan bunyi bahasa yang disebut dengan oral, sedangkan bunyi bahasa yang keluar dari hidung disebut dengan bunyi nasal atau bunyi sengau. Bunyi-bunyi yang terjadi dalam menghasilkan bunyi bahasa oleh alat ucap disebut sesuai dengan istilah dalam bunyi bahasa itu. Misalnya suara yang keluar dari pangkal tenggorokkan disebut dengan bunyi laringal. Bunyi yang keluar dari alat ucap rongga kerongkongan disebut dengan bunyi faringal, sedangkan bunyi yang dihasilkan oleh dua bibir disebut dengan bunyi bilabial. Bunyi yang dihasilkan oleh gigi disebut dengan dental. 2.3 Proses Fonasi (Terjadinya Bunyi Bahasa) 47

66 Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat pita suara. Selanjutnya untuk memperoleh bunyi bahasa, bergantung pada ada atau tidaknya hambatan setelah udara terpompa. Hambatan yang pertama adalah pada pita suara itu sendiri. Jika pita suara dalam posisi terbuka lebar, maka tidak ada hambatan apa-apa, artinya udara yang dipompa bisa terus keluar bebas, sehingga tidak ada bunyi yang dihasilkan, selain bunyi napas secara normal (gb a). Jika pita suara terbuka dalam posisi agak lebar, maka akan terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuaraatau voiceless ( gb b). Disebut bunyi tak bersuara karena tidak ada getaran apa-apa pada pita suara itu. Jika pita suara dalam posisi terbuka sedikit, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuaraatau voiced (gb c). Disebut bunyi bersuara karena terjadi getaran pada pita suara ketika arus udara melewatinya. Jika pita suara dalam posisi tertutup rapat, maka akan terjadilah bunyi hamzah atau glottal stop (gb d). 48

67 Penjelasan di atas memberikan pemahaman bahwa dalam memperoleh bunyi bahasa diperlukan hambatan atau penggunaan arus udara yang dipompakan dari paru-paru,kemudian arus udara itu diteruskan ke alat-alat ucap tertentu yang terdapat di rongga mulut atau rongga hidung. 2.4 Klasifikasi Bunyi Bahasa (Vokoid, Kontoid dan Semi Vokoid) Dalam kajian fonetik,bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi 3 yaitu bunyi vokoid (bunyi vokal), bunyi kontoid (bunyi konsonan), dan bunyi semi vokoid. Vokoid ialah bunyi-bunyi bahasa yang terjadi karena udara dari paru-paru ke luar dengan bebas tidak mengalami rintangan atau hambatan. Pita suara yang dilalui udara tidak terlalu longgar, akan tetapi agak menyempit saja. Vokoid semacam ini pada dasarnya termasuk bunyi yang bersuara, artinya selaput suara ikut bergetar sewaktu ada hembusan udara dari laring. Yang mempengaruhi bunyi vokoid selain jalan udara yang ditempuh juga lidah dan bibir. Sehubungan dengan terjadinya vokoid, maka bagian-bagian lidah yang berfungsi sebagai artikulator memegang peranan penting 49

68 sebagai pembentuk bunyi tersebut, misalnya depan lidah (pembentuk vokoid depan), tengah lidah (pembentuk vokoid pusat/tengah), dan belakang lidah (pembentuk belakang). Bunyi vokoid menghasilkan bunyi vokal, karena udara yang keluar dari paru-paru menuju pita suara hingga kerongga mulut tidak mendapat hambatan sehingga akan menghasilkan bunyi (a,i,u,e,o). Secara artikulatoris, vokal dapat diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa kelas tertentu. Pengklasifikasian ini dapat dilihat dari posisi lidah dan bentuk bibir ketika bunyi bahasa itu diproduksi. Agar lebih spesifik, berikut ini adalah klasifikasi vokal menurut posisi lidah, bentuk bibir, artikilator yang bergerak maupun dari jumlah vokal. 1) Dilihat dari Posisi Lidah Posisi lidah dalam memroduksi bunyi bahasa akan mempengaruhi terhadap bunyi yang dihasilkan. Maka dari itu, terdapat beberapa jenis vokal apabila dilihat dari posisi lidah ketika memproduksi bunyi. Jenis vokal yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. vokal tinggi; b. vokal tengah; c. vokal rendah. 2) Dilihat dari bagian lidah yang bergerak 50

69 Bergerak atau tidaknya lidah dalam memroduksi bunyi bahasa akan menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda, untuk itu ada pengklasifikasian jenis vokal menurut bagian lidah yang bergerak. Adapun pengklasifikasian yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. vokal depan b. vokal belakang c. vokal tengah. 3) Dilihat dari bentuk bibir Bentuk bibir yang dimaksud dalam pengklasifikasian jenis vokal berikut adalah bentuk bibir ketika proses produksi bunyi bahasa. Bentuk bibir ketika memroduksi bahasa terbagi atas dua jenis vokal yakni a. vokal bundar; b. vokal tak bundar 4) Dilihat dari jumlah vokal Jumlah vokal ketika ujaran atau bunyi bahasa itu terdiri atas dua jenis vokal. Kedua jenis vokal tersebut adalah: a. vokal tunggal (dasar) b. vokal rangkap (diftong), dalam bahasa Indonesia hanya ada difong naik. Kontoid adalah bunyi yang bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian 51

70 alat bicara. Berlainan dengan pembentukkan bunyi vokoid, pembentukan bunyi kontoid dilakukan dengan adanya hambatan aliran udara yang keluar dari paru-paru. Hambatan bisa dilakukan dalam rongga tenggorokan, rongga mulut, dan rongga bibir. Udara yang dihembuskan dari paru-paru bisa lewat rongga mulut sehingga bunyi yang terjadi disebut bunyi oral; dapat juga lewat hidung sehingga bunyi yang dihasilkan disebut bunyi nasal. Dengan kata lain kita bisa katakan bahwa bunyi kontoid ialah bunyi yang terjadi jika aliran udara yang dihembuskan dari paru-paru mendapat rintangan atau halangan baik penuh maupun sebagian. Klasifikasi vokoid dapat dilakukan dengan dasardasar sebagai berikut. 1. Menurut dasar ucapannya (artikulator dan titik artikulasi), kontoid dapat dibedakan menjadi enam yakni: labial, dental, palatal, trill, dan semi vokal. 2. Menurut cara pengucapannya atau ada tidak adanya halangan, kontoid dapat dibedakan menjadi lima yakni hambat, spiran, lateral, trill dan semi vokal. 3. Didasarkan pada getar atau tidaknya selaput suara, kontoid dapat dibedakan menjadi dua yakni, bersuara dan tidak bersuara. 4. Didasarkan pada jalan keluarnya udara dari paruparu, kontoid dapat dibedakan menjadi dua yakni, oral dan nasal. 52

71 5. Kombinasi dari berbagai kriteria di atas sehingga akan menghasilkan nama bunyi yang kombinasi juga. Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa artikulator adalah alat ucap yang dapat bergerak, sedangkan daerah artikulasi merupakan alat ucap yang tidak dapat bergerak. Artikulator tertentu biasanya menghampiri atau merapat pada daerah artikulasi tertentu secara tetap. Titik artikulasi yang merupakan titik pertemuan antara artikulator dan daerah artikulasi ialah bilabial, labiodental, apikodental, apikoalveolar, apikopalatal, dorsovelar, dan glotal. Nama konsonan disesuaikan dengan titik artikulasi pada pembentukan konsonan yang bersangkutan. Pertemuan antara bibir bawah dan bibir atas disebut bilabial (dua bibir), bunyi yang terjadi disebut bunyi bilabial seperti [p], [b], dan [m]. Labiodental ialah pertemuan antara bibir dan gigi. Bunyi laiodental ialah [f]. Bunyi apikoalveolar terjadi karena ujung lidah (apeks) menyentuh alveolar. Konsonan [d] adalah bunyi apikoalveolar. Bunyi dorsoveolar ialah [k], [g], [nj]. Bunyi glotal terjadi di tenggorokan [?] terjadi bila glotis menutup, [h] terjadi bila glotis tetap terbuka. Bunyi [h] sering kali juga dianggap bunyi faringgal. Memang ada dua macam desah, ada yang faringgal ada yang laringgal. Dengan demikian lambang fonetiknya haruslah dibedakan. 53

72 Di samping dasar ucapan, klasifikasi konsonan harus dilakukan pula berdasarkan jenis ucapan (cara ucapan). Terdapat lima jenis artikulasi yaitu hentian (stop), spiran, sengau, lateral, getar. Yang termasuk konsonan hentian ialah [p], [b], [t], [d], [c], [j], [k], dan [g]. Bunyi-bunyi itu disebut plosif atau eksplosif sebab dibentuk dengan jalan menutup jalan udara secara sementara saja kemudian dibuka sehingga terjadi letupan. Penutupan jalan udara itu biasa terjadi karena bibir atas dan bawah dirapatkan (bilabial); bisa juga terjadi karena bibir disentuhkan dengan gigi, atau alveolo (apikodental atau apiko alveolar) kalau penutupan itu terjadi karena dorsum dilekatkan pada velum maka akan terjadi bunyi-bunyi dorsovelar. Berdasarkan paparan-paparan di atas, maka dapat diklasifikasikan jenis-jenis konsonan menurut proses memproduksi bunyi bahasa. Adapun jenis-jenis konsonan yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Konsonan Letupan, dihasilkan dengan cara udara dihambat kemudian diletupkan oleh artikulator. Konsonan letupan dibagi atas lima jenis yaitu: a. Bunyi yang dihasilkan di antata bibir [p], [b]; b. Bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan langit-langit keras; c. Bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan lengkung kaki gigi [t], [d]; 54

73 d. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah dan langit-langit keras [c], [j]; e. Bunyi yang dihasilkan oleh pangkal lidah dan langit-langit tekak [k], [g]. 2. Gugus/Klaster, konsonan rangkap atau lebih yang termasuk dalam satu suku kata yang sama 3. Konsonan Sengau, dihasilkan dengan menutup arus udara keluar dari rongga mulut dengan membuka agar dapat keluar melalui hidung. Konsonan sengau dibagi atas empat jenis yaitu: a. Bunyi yang dihasilkan antara bibir [m] b. Bunyi yang dihasilkan ujung lidah dan lengkung gigi atas/gusi [n] c. Bunyi yang dihasilkan tengah lidah dan langitlangit keras [ny] d. Bunyi yang dihasilkan pangkal lidah dan langitlangit lunak [ng] 4. Konsonan Samping, konsonan yang dihasilkan dengan menghalangi arus udara sedemikian rupa sehingga dapat keluar hanya melalui sebelah/kedua belah sisi lidah. Tempat artikulasinya adalah ujung lidah dengan lengkung kaki gigi [l] 5. Konsonan Geseran/Frikatif, konsonan yang dihasilkan oleh alur yang amat sempit sehingga sebagian besar arus udara terhambat. Penghambatan terjadi pada: a. penyempitan dinding varing dan pangkal lidah [h]; b. penyempitan pangkal lidah dan anak tekak [r]; 55

74 c. penyempitan daun lidah dan lengkung kaki gigi [s], [z]; d. penyempitan bibir bawah dan gigi atas [f], [v]. 6. Konsonan Paduan/Afrikat, dihasilkan dengan menghambat arus udara pada salah satu tempat artikulasi secara implosif lalu dilepaskan secara penyempitan 7. Konsonan Getaran [r] 8. Konsonan Kembar, yang diperpanjang pelafalannya. Semivokoid atau semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya diawali secara vokoid (vokal) lalu diakhiri dengan kontoid (konsonan). 3. Fonemik 3.1 Pengertian Fonemik Pada subbab sebelumnya sudah dibahas tentang fonetik dalam kajian fonologi. Tentu seperti yang kita ketahui bahwa dalam ilmu fonologi, terdapat dua cabang ilmu yang masing-masingnya merupakan kajian berbeda, yaitu fonetik dan fonemik. Walaupun sepintas seperti sama namun kedua istilah ini tentulah berbeda. Oleh karena itu sehingga perlu dipahami betul-betul pengertian dan cakupannya agar tidak terjadi salah. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa fonetik adalah ilmu yang mempelajari produksi bunyi bahasa. Ilmu ini berangkat dari teori fisika dasar yang 56

75 mendeskripsikan bahwa bunyi pada hakikatnya adalah gejala yang timbul akibat adanya benda yang bergetar dan menggetarkan udara di sekelilingnya. Oleh karena bunyi bahasa juga merupakan bunyi, dan bunyi bahasa tersebut tentunya diciptakan dari adanya getaran suatu benda yang menyebabkan udara ikut bergetar. Perbedaan antara bunyi bahasa dengan bunyi lainnya menurut fonetik adalah bunyi bahasa tercipta atas getaran alat-alat ucap manusia sedangkan bunyi biasa tercipta dari getaran benda-benda selain alat ucap manusia. Namun demikian, pada dasarnya deskripsi bunyi bahasa fonetik ini masih kurang lengkap sehingga akan dilengkapi oleh deskripsi bunyi bahasa menurut fonemik. Sedangkan fonemik sendiri adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna. Contoh: p a k u b a k u 57

76 Pada contoh di atas, kata paku terdiri dari bunyi [p] [a] [k] [u] sedangkan kata baku terdiri dari bunyi [b] [a] [k] [u] dari keempat bunyi tersebut hanya ada satu yang bunyinya berbeda yaitubunyi [p] pada kata paku dan bunyi [b] pada kata baku. Dari hal tersebut kita bisa membuktikan bahwa bunyi [p] pada kata paku dan bunyi [b] pada kata baku adalah sebuah fonem karena kalau bunyi [p] dan bunyi [b] posisinya bertukar atau diganti akan mengalami perubahan makna. inilah yang dikaji oleh fonemik. Untuk lebih jelaskan berikut dijelaskan pengertian fonemik menurut Verhaar dan Kridalaksana, Menurut Verhaar, fonemik adalah bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan leksikal dalam bahasa. Sedangkan menurut Harimurti Kridalaksana, fonemik adalah penyelidikan mengenai sistem fonem dan prosedur untuk menenentukan fonem suatu bahasa. 3.2 Identifikasi Fonem Fonem merupakan juga sebuah bunyi, oleh karena itu untuk dapat menentukan sebuah bunyi fonem atau bukan, proses pengkajian harus mencari sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut,lalu membandingkannya dengan kata lain yang mirip. Jika proses pengkajian tersebut menemukan perbedaan makna maka bunyi tersebut merupakan sebuah fonem. Dasar bukti identitas sebuah fonem adalah apa yang 58

77 disebut fungsi pembeda makna yang terkandung dalam satuan bunyi bahasa. Semisal pembedaan fonem dalam bahasa Indonesia pada contoh sebelumnya yaitu bunyi [p pada kata paku dan bunyi [b] pada kata baku, kedua bunyi tersebut merupakan fonem yang berbeda identitias untuk membedakan makna dari kata paku dan kata baku 3.3 Klasifikasi Fonem Secara umum fonem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain vokal, diftong, konsonan, dan gugus konsonan. Berikut akan dijelaskan secara singkat keempat klasdifikasi fonem tersebut, vokal Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami halangan. Jenis vokal ditentukan oleh tiga faktor yaitu tinggi rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal tersebut. Bunyi vokal terdiri dari bunyi [a], [i], [u], [e], [o]. Contoh pemakaian vokal dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada contoh berikut :vokal /i/: ikan, indah, api, padi, vokal /I/ : kering, piring, dering, vokal /e/ : ekor, sate, 59

78 tempe, vokal /E/ : bebek, nenek, vokal /«/: emas, bandeng, tante, vokal /a/: apa, papa, mama, vokal /u/: unggas, ungu, pintu, vokal /U/: sarung, burung, karung, vokal /o/: obat, soto, took, vokal /O/: ongkos, tokoh, balon Diftong Bunyi diftong adalah bunyi vokal rangkap seperti /ai/, /au/, /oi/. Ketiga bunyi tersebut terdapat pada kata balai dan pantai untuk diftong /ai/, kata kerbau dan harimau untuk difotng /au/, dan kata amboi untuk bunyi ditong /oi/. Bunyi diftong sebenarnya terbagi menjadi diftong naik, diftong turun, dan diftong memusat. Walaupun menurut Chaer (2013) di Indonesia hanya ada diftong naik, yaitu jika vokal keduanya diucapkan dengan posisi lidah menjadi lebih tinggi dari pada yang pertama Konsonan Konsonan adalah bunyi ujaran yang arus udaranya mengalami hambatan ketika keluar dari paruparu. Dalam pengujaran bunyi konsonan terdapat tiga faktor yang terlibat, yaitu keadaan pita suara, penyentuhan alat ucap yang satu dengan yang lain, dan cara alat ucap itu bersentuhan. Alat ucap yang bergerak untuk menghasilkan bunyi bahasa disebut sebagai artikulator aktif. Misalnya bibir bawah, gigi bawah, dan lidah. Daerah yang disentuh atau didekati disebut sebagai daerah artikulator. Misalnya bibir atas, gigi atas, gusi atas, langit-langit keras, langit-langit lunak, dan anak tekak. 60

79 Pemberian nama terhadap konsonan didasarkan pada artikulator yang bekerja. Misalnya labio- (bibir bawah), apiko- (ujung lidah), lamino-(daun lidah), dorso- (belakang lidah), radiko- (akar lidah), diikuti dengan daerah artikulasinya: --labial (bibir atas), -dental (gigi atas), -alveolar (gusi), -palatal (langit-langit keras), -velar (langit-langit lunak), dan uvular (anak tekak). Cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi dan bagaimana udara keluar dari mulut dinamakan cara artikulasi. Berdasarkan cara artikulasinya, bunyi bahasa dibagi menjadi beberapa macam. Bila udara dari paru-paru dihambat secara total, maka bunyi yang dihasilkan dengan cara artikulasi semacam itu dinamakan bunyi hambat. Bila arus udara melewati saluran bunyi yang sempit, maka akan terdengar bunyi desis. Bunyi demikian disebut bunyi frikatif. Bila ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah, maka bunyi yang dihasilkan disebut bunyi lateral. Kalau ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang, bunyi yang dihasilkan dinamakan bunyi getar (trill). Konsonan dalam bahasa Indonesia dapat digambarkan dalam bagan berikut. 61

80 Bilabi al Labiodent al Dental / Alveola r Palata l Vela r Glota l Daerah Artikulasi Cara Artikulasi Plosif / Stop (Hambat) tak bersuar a Bersuar a p t k? b d g Afrikat (Paduan) Tak bersuar a c Bersuar a j Frikat (Geseran) Tak bersuar a f s š x H Bersuar a v z Nasal (Sengauan) Bersuar a m n ñ N Trill (Getar) Bersuar a r 62

81 Lateral (Sampinga n) Bersuar a l Semivokal Bersuar a w y (Sumber tabel : www. Google, com) 3.4 Perubahan Fonem Bunyi bahasa tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam suatu runtutan bunyi. Oleh karena itu, secara fonetis maupun fonemis, akibat saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi bunyi-bunyi itu bisa saja berubah. Namun perubahan itu tidak menyebabkan identitias fonem awal itu berubah. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perubahn dan fonem itu hanya bersifat fonetis. Lain halnya kalau perubahan itu sampai menyebaban berubahnya identitas fonem makan perubahan itu bersifat fonemis. Chaer (2013) mengemukakan perubahan fonem itu dibagi menjadi (1) akibat adanya koartikulasi; (2) akibat pengaruh bunyi yang mendahului atau membelakangi; (3) akibat distribusi; dan (4) akibat lainnya. Kesemua itu akan dibahas secara singakat sebagai berikut: 1. Akibat adanya koartikulasi Koartikulasi disebut juga artikulasi sertaan, atau artikulasi kedua yaitu proses artikulasi lain yang 63

82 menyertai terjadinya artikulasi utama atau artikulasi primer. Dalam peristiwa ini dikenal adanya prosesproses labialisasi retrofleksi, palatalisasi, velarisasi, faringalisasi, dan glotalisasi. 2. Akibat pengaruh bunyi lingkungan Perubahan fonem akibat pengaruh bunyi lingkungan dibagi menjadi asimilasi dan disimilasi. 2.1 Asimilasi Asimilasi dalam pengertian biasa berarti penyamaan. Dalam Ilmu Bahasa asimilasi berarti proses di mana dua bunyi yang tidak sama disamakan atau dijadikan hampir bersamaan. Namun, terdapat definisi lain bahwa asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Hal ini terjadi akibat dari bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan, sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Misalnya, kata sabtu dalam bahasa Indonesia sering diucapkan /saptu/, dimana terlihat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai akibat pengaruh /t/, bunyi /b/ adalah bunyi hambat bersuara sedangkan bunyi /t/ adalah bunyi hambat tak bersuara. Oleh karena itu bunyi /b/ yang bersuara itu karena 64

83 pengaruh bunyi /t/ yang tak bersuara, berubah menjadi bunyi /p/ yang juga tidak bersuara. Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu asimilasi progesif dan asimilasi regresif, Chaer, (2013). Berikut akan dijelaskan kedua bentuk asimilasi tersebut, Asimilasi Progresif Asimilasi Progresif adalah bunyi yang mengalami perubahan di belakang bunyi lingkungannya atau dengan kata lain, bunyi yang diubah itu terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya atau diasimilasikan sesudah bunyi yang mengasimilasikannya. Misalnya dalam kata bahasa Inggris top diucapkan [top ] dengan [t] apiko-dental. Tetapi, setelah mendapatkan [s] lamino-palatal pada stop, kata tersebut diucapkan [stop ] dengan [t] juga lamino-palatal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa [t] pada [stop ] disesuaikan atau diasimilaskan artikulasinya dengan [s] yang mendahuluinya sehingga sama-sama laminopalatal. Berdasarkan hasil contoh dari asimilasi progresif ini tergolong merupakan asimilasi fonetis karena perubahannya masih dalam lingkup alofon dari satu fonem, yaitu fonem /t Asimilasi regresif 65

84 Contoh lain kata yang mengalami asimilasi adalah kata dalam bahasa Belanda zak kantong diucapkan [zak ] dengan [k] velar tidak bersuara, dan doek kain diucapkan [duk ] dengan [d] apikodental bersuara. Ketika kedua kata itu digabung, sehingga menjadi zakdoek sapu tangan, diucapkan [zagduk ]. Bunyi [k] pada zak berubah menjadi [g] velar bersuara karena dipengaruhi oleh bunyi [d] yang mengikutinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa [k] pada [zak ] disesuaikan atau diasimilasikan artikulasi dengan bunyi [d] yang mengikutinya sehingga sama-sama bersuara. Berdasarkan contoh di atas, tergolong merupakan asimilasi fonetis karena perubahan dari [k ] ke [g ] dalam posisi koda masih tergolong alofon dari fonem yang sama. Bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum bunyi yang mengasimilasikannya. Dengan demikian dapat kita simpulkakn bahwa disimilasi merupakan perubahan bunyi dari dua yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. 2.2 Disimilasi Proses disimilasi merupakan perubahan yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda atau berlainan. Terdapat dua contoh 66

85 disimiasi antara lain ialah disimilasi sinkronis dan disimilasi diakronis. Dalam bahasa Indonesia kata cipta dan cinta yang berasal dari bahasa sanskerta citta, bunyi [tt] pada kata citta berubah menjadi bunyi [pt] pada kata cipta dan menjadi [nt] pada kata cinta. (disimilasi diakronis) Misal kata belajar [bəlajar] berasal dari penggabungan prefiks ber [bər] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi berajar [bərajar] Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [bəlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi fonemis. (disimilasi sinkronis). 3. Akibat Distibusi Distribusi adalah letak atau tempat suatu bunyi dalalm satu ujaran. Akibat distribusi ini akan terjadi perubahan bunyi yang disebut aspirasi, pelepasan (release), pemaduan, dan netralisasi. 4. Akibat Proses Morfologi 67

86 Perubahan bunyi akibat adanya proses morfologi biasa disebut dengan istilah morfofonemik atau morfofonologi. Berikut aan dijelaskan perubahn fonem akibat proses morologi 4.1 Proses Penambahan Fonem Proses penambahan fonem terjadi akibat pertemuan men- dan pen- dengan bentuk dasar yang bersuku satu. Fonem tambahannya adalah / / sehingga men- berubah menjadi menge- dan penmenjadi penge-. Selain itu ada pula penambahan fonem apabila morfem an, ke-an, pen-an bertemu dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/, penambahan fonem /w/ apabila bentuk dasarnya berakhir /u, o, aw/, dan penambahan fonem /y/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /i, ay/. Proses penambahan fonem antara lain terjadi pada bentuk dasar (dasar kata) yang bersuku satu. Hal ini terjadi sebagai akibat pertemuan morfem men- dan morfem pen- dengan bentuk dasar yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya adalah / / sehingga men- berubah menjadi mengedan pen- berubah menjadi penge-. 68

87 Contoh: men- + las mengelas men- + cat mengecat men- + los mengelos men- + lus mengelus pen- + bom mengebom pen- + pak mengepak pen- + cat pengecat pen- + las pengelas pen- + bor pengebor Jika diteliti dengan saksama, ternyata bahwa pada contoh-contoh di atas selain proses penambahan ponem, terjadi juga proses perubahan fonem, yaitu perubahan fonem /N/ menjadi /η/, seperti pada contoh di atas. Selain penambahan fonem yang terjadi pada bentuk dasar yang bersuku satu, terjadi juga penambahan fonem yang lain, yaitu penambahan fonem /?/ apabila morfem an, ke-an, pen-an bertemu dengan bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /u, o, aw/, dan penambahan /y/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /i, ay/ (Ramlan) 69

88 Contoh: -an + hari harian/hariyan -an+lambai lambay/lambaian/lambayyan -an + terka terkaan/terka?an ke-an + lestari kelestarian/kələstariyan ke-an+pulau pulaw kepulauan/kəpulawwan 4.2 Proses hilangnya fonem Dalam proses hilangnya fonem berikut akan dijelaskan sebagai berikut a. Proses Hilangnya Fonem /N/ Proses hilangnya fonem /N/ akan terjadi apabila morfem-morfem men- dan pen- bertemu atau bergabung dengan bentuk dasar (dasar kata) yang berfonem awal /l, r, y, w, dan nasal/. Contoh: men- + lupakan melupakan men- + lirik lirik men- + lestarikan melestarikan men- + lenggang melenggang men- + langkah melangkah 70

89 pen- + lompat pelompat pen- + lawak pelawak pen- + lupa pelompat pen- + lestari pelestari pen- + licin pelicin men- + rampas merampas men- + rampok merampok men- + ramalkan meramalkan men- + rusakkan mersakan men- + rendahkan merendahkan pen- + rampok perampok pen- + ramal peramal pen- + ramah peramal pen- + rusuh perusuh pen- + riang riang men- + yakinkan meyakinkan men- + wakilkan mewakilkan men- + wajibkan mewajibkan men- + warnai mewarnai men- + wahyukan mewahyukan men- + wakapkan mewakapkan pen- + waris pewaris pen- + warna pewarna pen- + wangi pewangi pen- + wawancara pewawancara men- + nasihati menasihati men- + naiki menaiki men- + nyanyi menyanyi 71

90 men- + nganga menganga pen- + malas pemalas pen- + nasihat penasihat pen- + nyanyi penyanyi pen- + ngawur pengawur b. Proses Hilangnya Fonem /r/ Proses hilangnya fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- akibat pertemuan morfemmorfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan/ r/. Contoh: ber- + rencana berencana ber- + revolusi berevolusi ber- + ragam beragam ber- + rantai berantai ber- + rumah berumah per- + rintis perintis per- + raih peraih per- + rindu perindu per- + rasa perasa per- + ramping peramping ter- + rekam terekam ter- + rendah terendah ter- + rasa terasa 72

91 ter- + raba teraba ter- + rombak terombak ber- + kerja bekerja ber- + terbang beterbang (an) ber- + serta beserta ber- + terjal beterjal ber- + ternak beternak per- + kerja pekerja per- + serta peserta per- + derma pederma ter- + pergok tepergok ter- + perdaya teperdaya c. Proses Hilangnya Fonem /k, p, t, s/ Proses hilangnya fonem-fonem /k, p, t, s/ akibat pertemuan antara morfem men- dan morfem pen- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem /k, p, t, s/. Contoh: men- + kosong mengosongkan men- + kontrol mengontrol men- + karang mengarang men- + katrol mengatrol men- + kipas mengipas 73

92 pen- + kait pengait pen- + kuat penguat pen- + kukus pengukus pen- + kacau pengacau men- + pakai memakai men- + paksa memaksa men- + pudar memudar men- + perintah memerintah men- + pinta meminta pen- + potret pemotret pen- + pasang pemasang pen- + putih pemutih pen- + putar pemutar pen- + pukul pemukul men- + tulis menulis men- + tolak menolak men- + topang menolak men- + tendang menendang men- + turun menurun pen- + tusuk penusuk pen- + tabuh penusuk pen- + toreh penoreh pen- + teliti peneliti pen- + tisik penisik men- + suap menyuap men- + sekap menyekap men- + sandra menyandra men- + segel menyegel 74

93 men- + susul menyusul pen- + sindir penyindir pen- + sandra penyandra pen- + sulap penyulap pen- + sulam penyulam pen- + sumbang penyumbang Bila men- bertemu dengan bentuk dasar (bentuk) kompleks yang berfonem awal /p/ dan /t/ tidak hilang karena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks. Contoh: men- + peragakan memperagakan men- + persatukan mempersatukan men- + tertawakan mentertawakan Demikian pula men- dan pen- bila bertemu dengan bentuk dasar yang berawal fonem /k, t, s/ yang berasal dari kata asing yang masih mempertahankan keasingannya, fonem /k, t, s/ itu tidak hilang. Contohnya: mengkondisikan 75

94 E. Rangkuman pentafsirkan mentabulasikan menskor mensurvey penterjemah pensuply Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam fonologi kita sebut dengan istilah fonem. Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Secaraumumstudifonetik dibagi menjadi tiga bagian yaitu: fonetik akustik, fonetik auditoris, fonetik organis atau artikulatoris. Dalam kajian fonetik,bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi 3 yaitu bunyi vokoid (bunyi vokal), bunyi kontoid (bunyi konsonan), dan bunyi semi vokoid. Vokoid ialah bunyi-bunyi bahasa yang terjadi karena udara dari paru-paru ke luar dengan bebas tidak 76

95 mengalami rintangan atau hambatan. Kontoid adalah bunyi yang bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian alat bicara. Semivokoid atau semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya diawali secara vokoid (vokal) lalu diakhiri dengan kontoid (konsonan). Fonemik sendiri adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna. Secara umum fonem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain vokal, diftong, konsonan, dan gugus konsonan. Perubahan fonem itu dibagi menjadi (1) akibat adanya koartikulasi; (2) akibat pengaruh bunyi yang mendahului atau membelakangi; (3) akibat distribusi; dan (4) akibat lainnya. F. Pustaka Chaer, Abdul Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik. 77

96 Marsono Fonetik. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Muslich, Masnur Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. G. Tes Formatif 1. Apa konsep perbedaan fonetik dan fonemik? 2. Jelaskan jalur fonetik artikulatorik gambar di bawah ini? 78

97 3. Jelaskan perbedaan vokoid, kontoid dan semivokoid? 4. Berikan contoh kata-kata yang mengalami perubahan fonem akibat adanya pengaruh bunyi? 5. Berikan contoh-contoh proses hilangnya fonem? BAB IV KAJIAN MORFOLOGI A. Deskripsi Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang berkaitan dengan bentuk kata yaitu tentang morfologi. Dalam materi ini dibahas tentang pengertian dan ruang lingkup morlologi, pengenalan morfem, wujud dan jenis morfem. Selain itu, mahasiswa juga diberikan 79

98 pengetahuan tentang proses morfofonemis, jenis afiksasi, proses pembentukan kata, pemajemukan, dan reduplikasi. Untuk memberikan pengayaan yang mendalam mahasiswa diminta membahas berbagai persoalan yang berkaitan dengan proses morfonemis, pembentukan kata, proses pemajemukan, dan reduplikasi. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan langkah selanjutnya untuk mempelajari linguistik secara keseluruhan. Mahasiswa telah dibekali dengan ilmu fonologi, maka pembelajaran selanjutnya adalah morflogi. Dengan memahami morfologi secara mendalam dan menyeluruh, mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan yang timbul pada aspek morfologi, baik yang bersifat morfonemik, pembentukan kata, proses pemajemukan dan reduplikasi. Selain itu, mahasiswa memiliki kemampuan untuk menganalisis proses pembentukan kata mulai dari yang terkecil (kata dasar) sampai ke proses pembentukannya baik berupa konfiks, maupun simulfiks. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian morfologi secara tepat. 80

99 2. Membedakan kajian morfologi pada aspek morfonemik secara tepat. 3. Menjelaskan proses pembentukan kata, proses pemajemukan dan proses reduplikasi. 4. Menganalisis proses pembentukan kata, proses pemajemukan, dan proses reduplikasi. D. Materi Pelajaran 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Morfologi Morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pembentukan kata. Kata morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Jadi, morfologi dalah suatu ilmu tatabahasa yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk kata. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata 81

100 (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata. Berikut merupakan pengertian morfologi menurut para ahli : a. Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993:142). b. Ilmu morfologi menyangkut struktur internal kata. Pada umumnya urutan morfem dalam sebuah kata tidak dapat diubah-ubah menurut keinginan seseorang (E.Zaenal Arifin, 2015: 37) c. Morfologi adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1994:51). d. berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya. 2. Morfem Morfem berasal dari kata morphe yang berarti bentuk kata dan ema yang berarti membedakan arti. Jadi secara sederhana morfem merupakan suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti atau makna. Wujud morfem dapat berupa imbuhan, partikel dan kata dasar 82

101 (misalnya an, -lah, -kah, bawa). Sebagai kesatuan pembeda makna, semua contoh wujud morfem tersebut merupakan bentuk terkecil dalam arti tidak dapat lagi dibagi menjadi kesatuan bentuk yang lebih kecil. Morfem sebagai pembeda makna dapat dibuktikan dengan menghubungkan morfem itu dengan kata mempunyai makna atau arti leksikal. Jika penghubungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem. Misalnya morfem di-, me-, ter-,an-, -lah jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk katakata baru; dimakan, memakan, termakan, makanan, makanlah. Kata-kata itu mempunyai makna baru yang berbeda dengan kata makan. Jika ditinjau dari segi bentuknya, kata dasar tergolong sebagai morfem karena wujudnya hanya sebagai satu morfem. Kata dasar bawa, makan, tidak dapat diuraikan lagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Sebaliknya, kata termakan, dirpermainkan, dilemparkan adalah kata-kata kompleks yang dapat diuraikan lagi karena morfemnya lebih dari satu. Istilah morfem muncul dalam linguitik modern, karena tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis dan tidak semua morfem mempunyai makna filosofis. Berikut pengertian morfem menurut para ahli: 83

102 a. Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 2008 :146). b. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatifstabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter), (di-), (pensil), dan sebagainya adalah morfrm (Kridalaksana, 1993:141). c. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1994:52). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau satuan gramatikal terkecil yang bermakna, yang bentuknya dapat berupa kata atau imbuhan. Morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menggabungkan morfem itu dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem. Contoh : ditendang, diambil, dipukul adalah contoh morfem (tendang, ambil, pukul sebagai morfem bebas) dan (di- sebagai morfem terikat). Kata makan sebagai morfem bebas (memasukkan sesuatu ke dalam mulut), bila digabungkan dengan morfem terikat (di-, me-, ter-, an-, -lah) bila digabungkan akan menjadi kata berimbuhan makanan, dimakan, 84

103 termakan,, makanan, makanlah. Setiap kata-kata itu mempunyai makna yang berbeda-beda. Penentu bahwa sebuah satuan bentuk merupakan morfem atau bukan dapat diketahui dengan membandingkan bentuk tersebut di dalam bentuk lain. Bila satuan bentuk tersebut dapat hadir secara berulang dan punya makna sama, maka bentuk tersebut merupakan morfem. Dalam studi morfologi, satuan bentuk yang merupakan morfem diapit dengan kurung kurawal ({ }) kata kedua menjadi {ke{ = {dua}. 3. Morf dan Alomorf Dalam kajian morfologi, sudah dipahami bahwa bentuk yang mirip dengan makna yang sama adalah morfem yang sejenis. Perhatikan bentuk berikut: melarang merajuk membawa membantu mendesak menduga menyapa menyanyi menggantung, mengebom mengebor, mengukur, 85

104 Bentuk-bentuk deretan di atas terlihat bentuknyasamadengan makna yang memiliki kesamaan. Bentuk sepertime- pada kata merajuk, melarang, mempada membantu, membawa, men- pada mendesak dan menduga, meny- pada kata menyapa dan menyanyi, meng- pada menggantung, mengebom, mengukur. Permasalahannya adalah apakah bentuk me-, mem-, men-,meny-, menye-, meng-, menge- termasuk kategori morfem atau bukan. Secara fonologis dapat dijelaskan bahwa bentuk me- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /l dan r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk yang diawali fonem / b dan p/; bentuk menyberdistribusi pada bentuk yang berawal fonem /s/, bentuk meng- berdistribusi pada bentuk yang diawali fonem / g dan k/, sedangkan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang tidak dapat dibagi lagi menjadi suku kata baru atau yang hanya memiliki ekasuku kata. Alomorf adalah bentuk perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai beberapa alomorf. Contohnya, morfem: me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- (kadang disebut dengan me+n. Awalan me- yang mengalami proses nasalisasi). Sehingga dapat dikatakan bahwa morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama semua 86

105 bentuk yang belum diketahui statusnya. Sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. 4. Jenis Morfem Morfem Bebas dan Morfem Terikat Secara umum kita dapat membedakan morfem menjadi morfem bebas dan morfem terikat..morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, sudah memiliki makna tanpa perlu bentuk lainnya untuk digunakan dalam ujaran. Bentuk marah, pulang, pukul, tinju adalah morfem bebas yang telah memiliki makna leksikal, yang tidak perlu diberi morfem lainnya untuk dipakai dalam ujaran. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat. Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi : Prefiks (awalan) : me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-,se- 87

106 Infiks (sisipan Sufiks (akhiran) : -em, -el, er- : -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, Konfiks (gabungan) : ke+an, pe+an, pe+an, me+kan, di+kan, per+kan, di+per+kan+, me+per+i, di+per+i, ber+kan, ber+an. Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa hal yang perlu dipahami tentang morfem terikat yaitu: 1) Semua afiks atau imbuhan termasuk ke dalam morfem terikat karena tidak memiliki makna, kecuali akan bermakna jika digabung dengan morfem bebas. 2) Bentuk seperti juang, gaul, henti, baur termasuk morfem terikat. Bentuk itu, walau bukan termasuk afiks tetapi tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan. Bentuk juang, gaul, henti, baur, renta, kerontang dan bugar, akan bermakna jika mengalami proses morfologis dengan menggunakan afiksasi, reduplikasi atau komposisi barulah menjadi bermakna. Misalnya menjadi (bergaul, berjuang, berhenti, berbaur, tua renta, kering kerontang maupun segar bugar). Verhaar (1978) menyebutnya dengan istilah prakategorial. 3) Bentuk seperti preposisi dan konjungsi seperti (ke, dari, pada, dan, kalau, atau) secara morfologis 88

107 disebut dengan morfem bebas tetapi secara sintaksis termasuk bentuk terikat. 4) Bentuk klitika merupakan bentuk yang sulit ditentukan statusnya, apakah termasuk morfem terikat atau bebas. Bentuk klitika (ku-) disebut dengan proklitik karena posisinya di depan. Misalnya pada kata kupukul, kubawa, Sedangkan klitik (-lah, -nya,ku-) disebut enklitik yaitu klitik yng posisinya di belakang. Misalnya pada kata dialah, rumahnya serta kubawa Morfem Utuh dan Morfem Terbagi Morfem utuh dan morfem terbelah dilihat berdasarkan bentuknya, apakah kedua morfem itu merupakan satu kesatuan utuh atau merupakan dua bagian yang terbagi atau terpisah. Sehingga dapat dikatakan bahwa morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua bagian terpisah. Semua morfem dasar bebas {marah, pukul, pulang, meja, kursi}. Begitu pula dengan morfem terikat seperti {ter-, ber-}, {henti, juang}. Sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah (satu di awal dan di akhir). Misalnya pada kata {kesatuan}terdiri dari morfem utuh {satu} dan {ke-/-an},adalah morfem terbagi. Beberapa catatan tentang morfem terbelah sebagai berikut: 1) Semua afiks yang merupakan konfiks 89

108 (gabungan prefiks dan sufiks) seperti bentuk { ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, {pe-/-an} termasuk morfem terbagi. Namun bentuk {ber-/-an} juga merupakan konfiks yaitu pada bentuk bermunculanartinya banyak yang tiba-tiba muncul, bentuk bersalaman artinya saling menyalami. 2) Infiks atau sisipan {-el-, -em-, -er-} dalam bentuk {patuk} diberi infiks el- akan menjadi {pelatuk}. Gigi akan menjadi geligi, getar akan menjadi gemetar. Pada {gigi} menjadi {geligi} artinya infiks tersebut telah mengubah morfem utuh {gigi} menjadi morfem terbagi {g-/-gi}. Morfem utuh {getar} menjadi morfem terbagi {g-/-etar} Morfem Segmental dan Suprasegmental Istilah morfem segmental dan suprasegmental muncul karena perbedaan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental, seperti morfem { ber-, ter-, -lah, -kah,simpan, lari ataupun makan}. Morfem suprasegmental dibentuk oleh unsur suprasegmental yaitu tekanan, nada, durasi dll. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat morfem suprasegmental. Unsur suprasegmenatl terdapat dalam bahasa Thailand. Misalnya pada kata [mung] yang dilafalkan dengan nada netral atau datar (-) akan bermakna mengerumuni, sedangkan kalau nadanya naik-turun [mung] akan bermakna mengarah kepada; jika[mung]dibaca dengan nada naik, maka artinya menjadi kelambu. 90

109 3.4.4 Morfem Beralomorf Zero Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (bunyi suprasegmental) melainkan kekosongan(0).misalnya dalam bahasa Inggris terdapat alomorf zero untuk penanda kala lampau : Kala kini They hit me kala lampau They hit me Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya pada morfem {makan},{ ayam}, {kuda}, {hujan} adalah morfem yang sudah dapat berdiri sendiri dan memiliki makna secara leksikal. Makna makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut; makna kuda adalah binatang menyusui, biasa dipelihar orang dan untuk tunggangan/angkutan,.sedangkan morfem yang tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Misalnya bentuk afiks { me-},{ ber-},{ ter-}, {jika}, {tetapi}. 91

110 3.4.6 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem) dan Akar (Root) Morfem dasar, bentuk dasar (based), pangkal (stem) dan akar (root) adalah beberapa nama dalam kajian morfologi. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai bandingan dengan morfem yang terlihat seperti afiks. Morfem {tikus}, {pulang}, { juang}, {henti}, {abai} termasuk morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas { tikus}, {pulang}, da nada yang termasuk morfem terikat {juang}, {henti}, {abai}. Sedangkan semua afiks (imbuhan) termasuk morfem terikat seperti {me-n}, {ter-}, {ber} dan lain sebagainya. Istilah bentuk dasar (based) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis. Bentuk dasar dapat berupa morfem tunggal atau dapat pula sebagai gabungan morfem. Misalnya pada kata bermain yang terdiri dari morfem {ber- } dan main, maka mainakan menjadi bentuk dasar dari kata bermain yang kebetulan juga sebagai morfem dasar. Pada kata keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Sedangkan kata dimengerti bentuk dasarnya adalah ngerti. Pengertian pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam bahasa Indonesia kata menangisi bentuk pangkal atau stemnya adalah tangisi dan morfem me- adalah sebuah morfem inflektif. 92

111 Pengertian akar (root) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih dalam lagi. Artinya akar (root) adalah bentuk akhir yang tersisa setelah semua afiks ditanggalkan/dihilangkan dari bentuk itu. Dalam bahasa Indonesia perlu diketahui tiga macam morfem dasar yaitu : 1) morfem dasar bebas yaitu morfem dasar yang secara potensial dapat langsung menjadi kata yang langsung digunakan dalam ujaran. Misalnya morfem { makan}, {minum},{pergi}. Namun terdapat pula morfem bebas yang memiliki derajat kebebasan yang lebih rendah dibandingkan morfem bebas di atas ( makan, minum, pergi) yaitu pada morfem {dari}, {pada}, {jika}. 2) Morfem dasar yang kebebasannya dipersoalan adalah sejumlah morfem yang berakar verba dalam kalimat imperative dan deklaratif tidak perlu diberi imbuhan. Bentuk itu sering disebut dengan istilah prakategorial. Misalnya morfem {-ajar}, {-tulis}, {-beli}. 3) Morfem dasar terikat yaitu morfem dasar yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologis. Misalnya morfem {juang}, {abai}, {gaul}, {kerontang}, {renta}. 5. Kata Istilah kata sering digunakan dalam kajian bahasa. Para ahli bahasa tradisional menyatakan bahwa pengertian kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan memiliki satu arti (secara ortografis). 93

112 Para ahli bahasa structural seperti Bloomfield menyatakan bahwa kata adalah satuan terkecil yang sudah memiliki makna. Aliran generatif menyatakan bahwa kata adalah dasar analisis kalimat yang memuat simbol Nomina (N), Verba (V), Adjektiva (Adj), Pronomina (Pron) dan sebagainya. Kata juga dimaknai sebagai bentuk fonologis yang sudah stabil atau tetap. Hal itu dapat dimaknai bahwa sebuah kata memiliki susunan fonem yang tidak dapat diubah susunannya. Misalnya kata marah terdiri dari fonem /m/,/a/,/r/,/a/, /h/, yang tidak dapat diubah menjadi /h/,/a/,/r/,/a/, /m/ atau diselipkan fonem lainnya. Tetapi sebuah kata dapat berpindah tempatnya dalam sebuah kalimat. Verhaar (1978) menyatakan bahwa bentuk kata bahasa Indonesia seperti mengajar, diajar, kuajar, terajar dan ajarlah merupakan kata yang sama, sedangkan bentuk mengajar, pengajar, pengajaran, pelajaran, ajaran adalah bentuk kata yang berlainan. 6. Proses Morfofonemis Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intern, juga produktivitas proses-proses morfemis itu Afiksasi 94

113 Afikasasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar atau disebut juga proses pengimbuhan. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks dan makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dilekatkan pada morfem dasar akan mengubah makna gramatikal morfem dasar. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmenkan lagi, misalnya meja, makan, pulang, dan sikat dalam bahasa Indonesia. Dapat juga dalam bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan. Dapat juga berupa frase, seperti istri simpanan dalam istri simpanannya. Dilihat dari posisi meletakannya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. 1. Prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, misalnya me- N (me-, mem-, meng-, menge-, meny-, menye) be- (be-, ber-, bel-). 2. Infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, misalnya in-, -em-, -er- (gerigi dari kata gigi). 3. Interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya o- dalam jawanologi, galvologi, dan tipologi. 95

114 4. Sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, misalnya kan-, al, -an. 5. Konfiks atau sirkumfiks adalah gabungan dua afiks yang sebagian di letakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, misalnya pertanggungjawaban. Inflektif Kata-kata dalam bahasa berefleksi, seperti bahasa Arab, dan bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi. Derivatif pembentukan kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing menyanyi terbentuk kata singer penyanyi. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina Reduplikasi Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. 96

115 Reduplikasi dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu: a. Reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya meja dalam meja-meja dan buku dalam buku-buku. b. Reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya pertama menjadi pertama-tama, berapa jadi beberapa. c. Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah reduplikasi yang terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hitam menjadi kehitam-hitaman. d. Reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya gerak menjadi grak-gerik, serba menjadi serbaserbi dan sebagainya Komposisi Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem untuk menghasilkan satu kata. Kata yang dihasilkan lewat proses komposisi disebut kompositum atau kata majemuk. Menurut Kridalaksana (1989: ), kompositum memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 97

116 a. Ketaktersisipan; artinya, di antara komponenkomponen kompsitum tidak dapat disisipi apa pun. Bulan warna adalan kompositum karena tidak dapat didipi apa pun, sedangkan alat negara merupakan frasa karena dapat disisipi partikel dari menjadi alat dari negara. b. Ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum kereta api dapat dimodifikasikan menjadi per-keretaapian. c. Ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. Gabungan seperti bapak ibu, pulang pergi, dan lebih kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa koordinatif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu memberi kesempatan kepada penutur untuk memilih mana yang akan didahulukan). Konstruksi seperti arif bijaksana, hutan belantara, bujuk rayu bukanlah frasa, melainkan kompositum. Dalam bahasa Indonesia proses komposisi sangat produktif, hal ini dapat di pahami, karena dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak sekali memerlukan kosa kata untuk menampung konsep-konsep yang belum ada kosa katanya atau istilahnya dalam bahasa Indonesia Konversi, Modifikasi, Internal, dan Suplesi 98

117 Konversi sering juga disebut devirasi zero, transposisi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah katta menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Contoh dalam bahasa Indonesia, katacangkul adalah nomina dalam kalimat ayah membeli cangkul baru; tetapi dalam kalimat cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru ditanami adalah sebuah verba. Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan pembahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) kedalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsoanan). Suplesi, dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi, boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total. Misalnya, bentuk lampau dari kata inggris go yang menjadi went Pemendekan Pemendekan adalah proses penanggalan bagianbagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna utuhnya.dalam berbagai kepustakaan, hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas penggalan, singkatan, dan akronim. Yang dimaksud dengan penggalan adalah kependekan berupa 99

118 pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipenekan itu. Misalnya, dok dari bentuk dotkter, perpus dari bentuk perpustakaan Produktivitas Proses Morfemis produktivitas dalam proses Morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukankata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif. Proses inflektif bersifat tertutup. Misalnya kata Inggris street hanya mempunyai dua alternant, yaitu street dan jamaknya yaitu streets. E. Rangkuman Dalam kajian morfologi dapat disimpulkan bahwa morfem dapat digolongkan berdasarkan krteria kebebasannya, keutuhannya serta maknanya. Sehingga morfem disebut dengan morfem bebas dan terikat, morfem utuh dan terbelah, serta morfem leksikal, morfem dasar dan bentuk dasar. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna sehingga dapat muncul dalam ujaran tanpa dilekatkan dengan bentuk lainnya. Bentuk seperti {pukul}, {marah} adalah 100

119 morfem bebas yang sudah memiliki makna. Sebaliknya yang disebut dengan morfem terikat adalah semua afiks atau imbuhan yang belum punya makna, kecuali bila digabung dengan bentuk lainnya. Morfem utuh adalah morfem yang memiliki keutuhan bentuk, misalnya {kursi}, {meja}, sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang disisipi bentuk lainnya sehingga menjadi terpisah. Morfem terbagi adalah morfem yang terdiri dari dua bagian yang terpisah (satu di awal dan di akhir). Misalnya pada kata {kesatuan} terdiri dari morfem utuh {satu} dan {ke-/-an},adalah morfem terbagi. Morfem segmental dan suprasegmental muncul karena perbedaan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental, seperti morfem { ber-, ter-, -lah, - kah,simpan, lari ataupun makan}. Morfem suprasegmental dibentuk oleh unsur suprasegmental yaitu tekanan, nada, durasi dll. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat morfem suprasegmental. Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (bunyi suprasegmental) melainkan kekosongan (0).Misalnya dalam bahasa Inggris terdapat alomorf zero untuk penanda kala lampau : Kala kini kala lampau 101

120 They hit me They hit me Morfem dasar, bentuk dasar (disebut based), pangkal (stem) dan akar (root) adalah beberapa nama dalam kajian morfologi. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai bandingan dengan morfem yang terlihat seperti afiks. Morfem {tikus}, {pulang}, { juang}, {henti}, {abai} termasuk morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas { tikus}, {pulang}, da nada yang termasuk morfem terikat {juang}, {henti}, {abai}. Sedangkan semua afiks (imbuhan) termasuk morfem terikat seperti {me-n}, {ter-}, {ber} dan lain sebagainya. Bentuk dasar (based) adalah sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis. Bentuk dasar dapat berupa morfem tunggal atau dapat pula sebagai gabungan morfem. Misalnya pada kata bermain yang terdiri dari morfem {ber-} dan main, maka mainakan menjadi bentuk dasar dari kata bermain yang kebetulan juga sebagai morfem dasar. Pada kata keanekaragamanbentuk dasarnya adalah aneka ragam. Sedangkan kata dimengerti bentuk dasarnya adalah ngerti. Pengertian pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam bahasa Indonesia kata menangisi bentuk pangkal atau stemnya adalah tangisi dan morfem me- adalah sebuah morfem inflektif. 102

121 Pengertian akar (root) digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih dalam lagi. Artinya akar (root) adalah bentuk akhir yang tersisa setelah semua afiks ditanggalkan/dihilangkan dari bentuk itu. Pengertian kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan memiliki satu arti (tradisonal). Kata adalah satuan terkecil yang sudah memiliki makna (strukturalis). Kata adalah dasar analisis kalimat yang memuat symbol Nomina (N), Verba (V), Adjektiva (Adj), Pronomina (Pron) dan sebagainya (aliran generative). Kata juga dimaknai sebagai bentuk fonologis yang sudah stabil atau tetap artinya sudah memiliki susunan fonem yang tidak dapat diubah susunannya. Misalnya kata marah terdiri dari fonem /m/,/a/,/r/,/a/, /h/, yang tidak dapat diubah menjadi /h/,/a/,/r/,/a/, /m/ atau diselipkan fonem lainnya. F. Pustaka Chaer, Abdul Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: RinekaCipta Penggunaan Imbuhan Bahasa Indonesia. Flores Nusa Indah. Keraf, Gorys Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Flores: Ende Nusa Indah. 103

122 Kridalaksana.H.1989.Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Kridalaksana H, Kamus Linguistik. Jakarta. PT.Gramedia. Walija Bahasa Indonesia Komprehensif. Jakarta. Panebar Aksara. G. Tes Formatif Untuk mengukur pemahaman mahasiswa tentang morfologi, jawablah pertanyaan berikut 1. Jelaskan perbedaan morf, morfem, dan morfologi? 2. Apa yang dimaksud derivatif dalam pembentukan kata? 3. Proses afiksasi terdiri dari prefiks, infiks, konfiks dan sufiks, jelaskan keempat proses afikasai tersebut berserta contohnya? 4. Jelaskan dan berikan contoh dari komposisi dan reduplikasi? 5. Apa yang dimaksud dengan produktivitas proses morfemis? BAB V KAJIAN SINTAKSIS A. Deskripsi 104

123 Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang berkaitan dengan kalimat yaitu tentang sintaksis. Dalam materi ini dibahas tentang pengertian dan ruang lingkup sintaksis, mencakup 5 bagian besar yaitu : 1) Kedudukan dan ruang lingkup sintaksis, 2) Kaidah frasa, 3) Kaidah klausa, 4) Kaidah kalimat, dan 5) Analisis fungsi, kategori dan peran semantis. Dalam pembahasan tentang kedudukan dan ruang lingkup sintaksis, pembahasan materi mencakup pada hal yang berkaitan dengan pengertian sintaksis, kedudukan dan alat-alat sintaksis, serta konstruksi sintaksis. Selanjutnya untuk kaidah frasa, mahasiswa mendapatkan materi tentang pengertian frasa, jenis frasa, dan makna unsur pembentuk frasa. Sementara itu, untuk kaidah klausa, materi pembahasan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengertian klausa, jenis klausa dan hubungan antarunsur klausa. Di bagian kalimat, mahasiswa dibekali dengan pembahasan tentang pengertian kalimat dan unsur kalimat, klasifikasi kalimat, makna pembentuk unsur kalimat. Terakhir dalam pembahasan materi ini juga mahasiswa akan dibekali dengan pembahasan tentang bagaimana menganalisis fungsi, dan kategori semantis. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan langkah selanjutnya untuk mempelajari linguistik secara keseluruhan. Mahasiswa telah dibekali 105

124 dengan ilmu fonologi, morfologi, maka pembelajaran selanjutnya adalah lebih meningkat lagi dan lebih kompleks yaitu tentan sintaksis. Dengan memahami sintaksis secara mendalam dan menyeluruh, mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan yang timbul pada aspek sintaksis, mulai pada tataran frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, mahasiswa memiliki kemampuan untuk menganalisis proses pembentukan frasa, kluasa, dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Lebih jauh lagi, mahasiswa memiliki potensi untuk menganalisis fungsi, dan katergori semantik dalam kalimat. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian sintaksis secara tepat. 2. Membedakan kajian frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa Indonesia. 3. Menjelaskan proses pembentukan frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa Indonesia. 4. Menganalisis fungsi dan kategori semantik dalam kalimat. D. Materi Pelajaran 1. Pengertian Sintaksis 106

125 Dalam sintaksis pembicaraan atau pembahasaan pada umumnya dilakukan secara analitis. Maksudnya, satuan bahasa dari yang terbesar sampai yang terkecil, dibicarakan strukturnya, kategorinya, jenisnya, dan maknanya. Suatu cara yang harus dilakukan untuk mengenalkan satuan-satuan sintaksis yaitu kalimat, klausa, dan frasa. Kemudian dalam pembicaraan tentang sintaksis, bidang yang menjadi lahannya adalah unit bahasa berupa kalimat, klausa, dan frasa. Menurut Kridalaksana (2002) satuan bahasa itu membentuk hierarkis, mulai dari kata frasa, klausa, kalimat, gugus kalimat, paragraf gugus paragraf, sampai wacana. Akan tetapi tataran itu tidk statis karena kadangkadang terjadi pelompatan tataran dan penurunan dan penyematan. Lebih Jauh Chaer (2012) menjelaskan sintaksis adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuansatuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Senada dengan Chaer, Ahmad (2002), mengemukakan sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat. Setiap unsur dalalm sintaksis dipahami berdasarkan fungsinya dalam sistem. Fungsi suatu sintaksis akan tampak apabila satuan itu muncul dalam 107

126 satu susunan. Misalnya susunan kata dalam frasa, susunan frasa dalam klausa, susunan klausa dalam kalimat, susunan kalimat dalam paragraf, dan susunan paragrap dalam wacana. Oleh karena itu satuan bahasa yang dikaji dalam sintaksis adalah kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Satuan bahasa ini disebut satuan sintaksis. 2. Kedudukan dan Alat-Alat Sintaksis Dalam analisis kalimat kedudukan alat-alat sintaksis sangat penting yang digunakan untuk memahami makna kalimat itu. Alat-alat sintaksis secara umum dikenal dengan istilah struktur yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran semantik. Fungsi sintaksis terdiri dari subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel). Sedangkan kategori sintaksis meliputi seluruh kelas kata yang ada di dalam bahasa Indonesia (nomina, verba, adjektiva, numeralia, adverbia dll). Alat-alat sintaksis yang memberikan pengaruh terhadap fungsi, kategori, dan peran semantis terdiri dari urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konektor. 2.1 Urutan kata Urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa Indonesia urutan kata ini tampaknya sangat penting. Perbedaan urutan kata dapat 108

127 menimbulkan perbedaan makna. Misalnya, urutan jam tiga dengan tiga jam. Memiliki makna yang berbeda. Jam tiga menyatakan saat waktu; sedangkan tiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3x60 menit, alias 180 menit. Dalam bahasa Indonesia ada kaidah umum yang menyatakan bahwa urutan kata dalam konstruksi frasa (gabungan kata) mengikuti hukum D-M. Artinya, kata pertama yang diterangkan dan kata kedua yang menerangkan. Oleh karena itulah konstruksi tiga jam tidak sama maknanya dengan jam tiga. 2.2 Bentuk Kata Dalam kajian semantik ada prinsip umum bahwa apabila bentuk katanya berbeda, maka makna akan berbeda, meskipun perbedaannya sedikit. Prinsip ini dalam sintaksis juga berlaku. Umpamanya kata melirik pada kalimat Nenek melirik Kakek kita ganti dengan bentuk dilirik, sehingga kalimatnya menjadi Nenek dilirik Kakek Maka peran nenek yang semula menjadi pelaku berubah menjadi sasaran, sedangkan kakek yang perannya semula sebagai sasaran berubah menjadi pelaku. Hal ini terjadi karena penggantian prefiks mepada kata melirik dengan perfiks di- pada kata dilirik. Dalam bahasa Indonesia banyak kata dari bentuk dasar yang sama dan berkategori sama tetapi memiliki 109

128 makna dan peran yang berbeda. Misalnya, kata pemuda dan pemudi, terjemahanan dan penerjemahan, pekerjaan dan pengerjaan, langganan dan pelanggan, dan kesimpulan dan simpulan. 2.3 Intonasi Alat sintaksis ketiga, yang di dalam bahasa ragam tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti, yang akibatnya seringkali menimbulkan kesalahpahaman adalah intonasi. Dalam bahasa Indonesia intonasi tampaknya sangat penting. Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada unsur segmentalnya. Sebuah kalimat dengan unsur segmentalnya sama, misalnya kalimat Astuti melirik Andi dengan intonasi deklaratif akan menjadi kalimat bermodus deklaratif (yang dalam ragam tulis diberi tanda baca titik); dengan intonasi interogatif akan menjadi kalimat bermodus interogatif (yang dalam ragam tulis diberi tanda baca tanya). Hubungan antara S dan P biasanya dipisahkan oleh jeda (pemberhentian) yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan makna. Menurut cerita ayah Andi adalah orang gila di desa itu Menurut cerita/ ayah Andi adalah orang gila di desa itu Menurut cerita ayah/andi adalah orang gila di desa itu Menurut cerita ayah Andi/ adalah orang gila di desa itu 110

129 Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa intonasi merupakan alat yang sangat penting di dalam sintaksis bahasa Indonesia karena dapat mengubah makna. 2.4 Konektor Alat sintaksis keempat adalah adalah konektor, yang bertugas menghubungkan satu konstituen dengan konstituen lain, baik yang berada dalam kalimat maupun berada di luar kalimat. Konektor berupa atau berbentuk kategori konjungsi. Dilihat dari sifat hubungannya dibedakan adanya dua macam konektor, yaitu konektor koordinatif dan konektor subordinatif. Yang dimaksud dengan konektor koordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya sama atau sederajat. Konjungsi koordinatif seperti dan, atau, dan tetapi adalah konektor koordinatif seperti tampak pada kalimat-kalimat berikut ini: Ibu dan Ayah pulang duluan Nuning atau dia yang kamu pilih. Guruku memang galak tetapi hatinya sangat baik. Konektor subordinatif adalah konektor yang menghubungkan dua konstituen yang kedudukannya tidak sederajat. Artinya, konstituen yang lainnya menjadi konstituen bawahan. Konjungsi kalau, meskipun, dan karena adalah contoh konektor subordinatif seperti digunakan kalimat-kalimat berikut: Kalau di undang, saya tentu datang 111

130 Dia pergi meskipun hari hujan Kami terlambat karena jalan macet 3. Kaidah Frasa 3.1 Pengertian Frasa Dalam kajian sintaksis, frasa menduduki tempat yang penting dalam kalimat. Frasa dibentuk dari dua kata atau lebih yang mengisi salah satu fungsi sintaksis. Frasa kakak saya dapat menjadi kakak yang sulung atau paling besar atau kakak saya yang sudah menikah tinggal di Jakarta. Frasa sebagai pengisi fungsi sintaksis juga memiliki kategori yaitu kategori sebagai nomina (pengisi fungsi subjek atau fungsi objek) seperti dalam contoh kakak saya, adik saya, rumah makan, atau rumah baru. Kategori verba pengisi fungsi predikat seperti suka makan, makan minum dan lain sebagainya. Kategori adjektiva sebagai pengisi predikat seperti dalam frasa sangat indah, sangat senang sekali, sangat bagus sekali. Kategori preposisional pengisi fungsi keterangan seperti di sekolah, di rumah, dari Jakarta dan lain sebagainya. 3.2 Jenis Frasa Secara umum jenis frasa dapat dibedakan menjadi frasa koordinatif dan frasa subordinatif. Frasa koordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua kata sederajat 112

131 misalnya pada frasa ayah ibu. Kedudukan frasa ayah ibu adalah sederajat atau sama-sama menjadi tumpuan dalam pengembangan klausa dan kalimat. Contoh frasa koordinatif lainnya misalnya makan minum (frasa verbal koordinatif), jauh dekat (sebagai frasa adjectival koordinatif) dan lain sebagainya. Frasa subordinatif ialah frasa yang kedudukan kedua unsurnya tidak sederajat.unsuru yang satu berkedudukan menjadi atasan dan unsur lainnya menjadi bawahan. Contoh frasa subordinatif yang berupa frasa nominal misalnya sate kambing, sate ayam; yang berupa frasa verbal misalnya sudah makan, belum makan; yang berupa frasa adjektiva misalnya sangat dekat, sangat jauh. 4. Klausa Klausa merupakan komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori yang menjadi tipe predikatnya. Misalnya: a. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berkategori nomina contohnya ibunya orang Jawa. Ibunya sebagai subjek, sedangkan orang Jawa sebagai predikat. b. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba. Contohnya ibu (subjek) membaca (predikat) buku (objek). Klausa seperti 113

132 ini yang predikatnya berupa verba transitif (kata kerja aktif). c. Klausa adjektival ialah klausa yang predikatnya berkategori berupa adjektiva (kata sifat). Misalnya kakakku yang tua masih cantik (kakakku yang tua sebagai subjek, masih cantik sebagai predikat). d. Klausa preposisional ialah klausa yang predikatnya berkategori preposisi. Misalnya, saya ke kampus ( sayasebagai subjek, ke kampus sebagai predikat yang berkategori preposisi). e. Klausa numeral ialah klausa yang predikatnya berkategori numeralia. Misalnya anaknya dua orang (anaknya sebagai subjek, dua orang sebagai predikat yang berkategori numeralia). 5. Kalimat Kalimat dapat diartikan sebagai satuan sintaksis yang biasanya berupa klausa dan dilengkapi dengan konjungsi serta dengan intonasi final. Intonasi final dalam kalimat sangat penting untuk menentukan jenis kalimat misalnya kalimat deklaratif dalam bahasa tulis menggunakan tanda baca titik(.). Kalimat imperatif dalam bahasa tulis menggunakan tanda baca seru(!). kalimat interogatif dalam bahasa tulis menggunakan tanda baca tanda tanya (?). 114

133 Kalimat merupakan sebuah bentuk bahasa yang di dalamnya terdapat sebuah gagasan seseorang yang utuh. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami orang lain sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan. untuk itu sebuah kalimat yang baik, harus ditulis secara sadar sesuai dengan cara-cara penulisan kalimat yang baik, serta mempunyai pokok pikiran yang jelas sehingga menghasilkan kalimat yang efektif. Menurut Finoza (2009) kalimat adalah bagian ujaran/tertulisanan yang mempunyai stuktur minimal Subjek (S) dan Predikat dan intonasi finalnya menunjukkan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makna (bernada berita, tanya, atau perintah). Sedangkan Menurut Keraf (1993) kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan gagasan-gagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Kalimat bukan semata-mata gabungan dari beberapa kata. Namun, dalam kalimat harus mempunyai sebuah makna yang utuh dan jelas. Untuk itu sebelum kita dapat membuat kalimat yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu stuktur dasar serta unsur-unsur yang membangun sebuah kalimat. Sebuah kalimat di dalamnya terdapat unsur-unsur yang membangunnya. Unsur kalimat merupakan fungsi sintaksis yang biasa disebut jabatan kata atau peran kata. Unsur-unsur tersebut adalah S (Subjek), P (Predikat), O 115

134 (Objek), (Pelengkap) Pel, dan Ket (Keterangan). Pada kalimat bahasa Indonesia, kalimat tersebut dikataan baku, jika terdapat sekurang-kurangnya terdiri dari dua unsur, yaitu unsur S (Subjek) dan unsur P (Predikat). Sedangkan unsur-unsur lainnya seperti O (Objek), Pel. (Pelengkap), dan Ket (Keterangan) boleh ada atau tidak pada sebuah kalimat. 6. Pembentuk Unsur Kalimat Unsur pembentuk makna terdiri dari subjek, predikat, keterangan, dan pelengkap. Subjek adalah unsur pokok yang penting dalam sebuah kalimat selain unsur predikat. Fungsi subjek dapat membentuk kalimat dasar, kalimat luas, ataupun kalimat majemuk. Fungsi subjek untuk memperjelas makna, menjadi pokok pikiran, memperjelas ungkapan pikian, dan membentuk kesatuan pikiran. Fungsi predikat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana, mengapa, dan berapa. Predikat biasanya berupa verba. Objek merupakan unsur kalimat yang dikenai perbuatan atau menderita akibat perbuatan subjek. Objek biasanya langsung mengikuti predikat dapat didahului kata bahwa tetapi tidak dapat didahului oleh kata depan atau preposisi. Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan infirmasi tentang sesuatu yang 116

135 ada dalam kalimat. Misalnya informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. 7. Analisis Fungsi dan Peran Semantis 7.1 Analisis Fungsi Sintaksis Dalam analisis fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat menjadi sesuatu yang sangat penting. Fungsi-fungsi sintaksis antara lain berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap. Subjek merupakan fungsi sintaksis yang penting setelah predikat. Fungsi subjek dapat berupa nomina,frasa nominal atau klausa. Contohnya anak itu sudah makan, berolahraga pagi menyehatkan badan. Fungsi predikat dalam kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Misalnya saya sedang ke kampus, anak itu cantik sekali. Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu mengikuti langsung predikatnya (tata bahasa baku bahasa Indonesia, (Keraf, 1993). Dalam kalimat objek dapat dilihat dengan memperhatikan jenis predikat yang dilengkapinya dan ciriciri khas objek itu sendiri. Objek biasanya berupa nomina, frasa nominal atau klausa. Contohnya ibu mengunjungi taman di Jakarta atau ibu mengunjunginya di Jakarta. Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang kedudukannya dapat berubah tempat. Konstituen keterangan biasanya berupa frasa nominal, frasa 117

136 preposisional, adverbial atau klausa. Contohnya saya membeli kerudung di pasar. Fungsi pelengkap seringkali dicampuradukkan dengan objek. Hal itu dikarenakan konsep pelengkap dan objek terdapat kemiripan. Keduanya sering menduduki tempat yang sama sebagai verba. Contohnya temanku mendagangkan berbagai kerudung di kampus (kerudung sebagai objek). Kalimat temanku berdagang berbagai kerudung di kampus (berbagai kerudung sebagai pelengkap). Selain itu kategori dalam sintaksis juga terdiri dari semua kelas kata seperti verba, nomina, adjektiva, adverbia, preposisi. Kata meja (nomina), pergi (verba), marah (adjektiva), jarang (adverbia), kepada (preposisi). 7.2 Analisis Peran Semantis Peran semantis dalam sintaksis merupakan partisipan yang dinyatakan oleh nomina atau frasa nominal. Peran semantis dalam unsur-unsur kalimat terdiri dari pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, alat, tempat, waktu, atribut, dan hasil. Pelaku adalah partisipan yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Partisipan dapat berupa manusia, binatang, maupun benda yang dapat berfungsi sebagai pelaku. Contohnya adik sedang membaca koran (adik sebagai pelaku), motor itu menabrak pejalan kaki (motor itu sebagai pelaku). 118

137 Sasaran adalah partisipan yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Contohnya saya mengambilkan adik makanan (adik sebagai sasaran). Irfan sedang belajar bahasa Indonesia (bahasa Indonesia sebagai sasaran). Pengalam adalah partisipan yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba instransitif yang menyatakan keadaan. Contohnya adik saya kehujanan hari ini (adik saya sebagai pengalam), peruntung adalah partisipan yang memperoleh manfaat atas peristiwa, perbuatan atau keuntungan yang dinyatakan oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai objek atau pelengkap. Contohnya ibu memberi uang kepada Olla (Olla sebagai peruntung). Alat adalah partisipan yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Contohnya saya memotong kue ini dengan pisau (pisau sebagai alat). Peran tempat atau lokatif adalah peran partisipan yang menyatakan tempat.partisipan tempat dapat berfungsi sebagai objek, keterangan, subjek kalimat. Contohnya pak Ali tinggal di Kreo (Kreo sebagai objek). Peran waktu atau temporal adalah peran partisipan yang menyatakan waktu. Peran waktu biasanya merupakan unsur keterangan. Contohnya anak itu lahir tahun 1997 (

138 sebagai waktu). Atribut adalah peran partisipan yang berfungsi menjelaskan unsur subjek atau objek. Peran atribut merupakan peran partisipan yang berfungsi sebagai predikat atau pelengkap. Contohnya saya ditetapkan sebagai ketua Rimpala (ketua Rimpala sebagai atribut). Peran hasil adalah peran partisipan yang menyatakan hasil dari perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Contohnya dia membuat meja dari kayu (meja sebagai hasil) E. Rangkuman Chaer (2012) menjelaskan sintaksis adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Senada dengan Chaer, Ahmad (2002), mengemukakan sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat. Alat-alat sintaksis secara umum dikenal dengan istilah struktur yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran semantik. Fungsi sintaksis terdiri dari subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel). Sedangkan kategori sintaksis meliputi seluruh kelas kata yang ada di dalam bahasa Indonesia (nomina, verba, adjektiva, numeralia, adverbia. 120

139 Kalimat dapat diartikan sebagai satuan sintaksis yang biasanya berupa klausa dan dilengkapi dengan konjungsi serta dengan intonasi final. Kalimat merupakan sebuah bentuk bahasa yang di dalamnya terdapat sebuah gagasan seseorang yang utuh. Kalimat yang benar dan jelas akan mudah dipahami orang lain sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan. Dalam analisis kalimat kedudukan alat-alat sintaksis sangat penting yang digunakan untuk memahami makna kalimat itu. Alat-alat sintaksis secara umum dikenal dengan istilah struktur yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran semantik. Fungsi sintaksis terdiri dari subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel). Sedangkan kategori sintaksis meliputi seluruh kelas kata yang ada di dalam bahasa Indonesia (nomina, verba, adjektiva, numeralia, adverbia dll). Urutan kata adalah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam kajian semantik ada prinsip umum bahwa apabila bentuk katanya berbeda, maka makna akan berbeda, meskipun perbedaannya sedikit. Dalam kajian sintaksis, frasa menduduki tempat yang penting dalam kalimat. Frasa dibentuk dari dua kata atau lebih yang mengisi salah satu fungsi sintaksis. Secara umum jenis frasa dapat dibedakan menjadi frasa koordinatif dan frasa subordinatif. Frasa koordinatif adalah frasa yang kedudukan kedua kata sederajat. Sedangkan 121

140 Klausa merupakan komponen berupa kata atau frasa yang berfungsi sebagai predikat. Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori yang menjadi tipe predikatnya. F. Pustaka HP, Ahmad Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta : Manasco Offset. Chaer, Abdul Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakart : Rineka Cipta. Finoza, Lamuddin Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. Keraf, Gorys Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Flores: Ende Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti Struktur Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Atmajaya. Putrayasa, Ida B Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung : Refika Aditama. G. Tes Formatif 1. Jelaskan fungsi dan kategori sintaksis dalam bahasa? 2. Buatah lima kalimat disertakan dengan penjelasan unsur-unsurnya? 3. Jelaskan unsur-unsur pada kalimat berikut : 122

141 a. andi bermain bola b. dia belajar bahasa c. petugas KPK datang tadi pagi d. polisi menahan pencuri sepeda motor e. kemarin pagi polisi menembak perampok motor 4. Klausa dibedakan menjadi klausa nomina, klausa verba. Klausa adjektifal, klausa preposisional, dan klausa numeral. Jelaskan kelima jenis klausa tersebut dan berikan contohnya.? 5. Jelaskan peran semantis dalam sintaksis? BAB VI KAJIAN SEMANTIK A. Deskripsi 123

142 Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu kajian linguistik yang berkaitan dengan makna kalimat yaitu tentang semantik. Dalam materi ini dibahas tentang tiga hal yaitu: Makna dalam semantik, Relasi makna, dan Faktor dan jenis perubahan makna. Dalam pembahasan tentang makna dalam semantik, materi mencakup tentang pengertian dan cakupan semantik, hakikat makna, dan ragam makna. Sementara untuk relaksi makna, berbagai relasi makna akan dibahas secara mendalam mulai dari sinonimantonim, homonim-homofon, dan homograf, hiponimihipernimi, serta polisemi dan ambiguitas. Terakhir mahasiswa akan dibekali dengan pembahasan tentang faktor, penyebab, dan jenis perubahan makna. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan langkah selanjutnya untuk mempelajari linguistik secara keseluruhan. Mahasiswa telah dibekali dengan ilmu fonologi, morfologi, sintaksis, maka pembelajaran selanjutnya adalah lebih kompleks dan menuju pada kesempurnaan dalam memperlajari linguistik, yaitu tentang semantik. Dengan memahami semantik secara mendalam dan menyeluruh, mahasiswa memiliki potensi untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan yang timbul pada aspek semantik, mulai pada makna semantik dalam kalimat, relasi makna, dan faktor dan jenis perubahan makna dalam kalimat. 124

143 C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian semantik secara tepat. 2. Membedakan kajian semantik, dalam bentuk relasi makna. 3. Menjelaskan faktor, dan jenis perubahan makna dalam kalimat. 4. Menganalisis relasi makna dalam kalimat. 5. Menganalisis faktor, dan jenis perubahan makna dalam kalimat. D. Materi Pelajaran 1. Semantik dan Hakikat Makna Semantik adalah salah satu kajian ilmu yang mempelajari tentang arti bahasa atau arti kata. Arti bahasa pada dasarnya adalah bentuk pengetahuan yang tersimpan di dalam dan terstruktur di dalam bahasa, dikuasai secara lebih kurang sama oleh para pengguna bahasa, serta digunakan dalam komunikasi secara umum dan wajar. Arti bahasa itu tersimpan di dalam bahasa maksudnya adalah bahwa bahasa sebagai sistem tanda lingual (tanda bahasa) merupakan paduan dari aspek bentuk (formal aspect of the sign) dan aspek arti (semantic aspect of the sign). 125

144 Makna merupakan bagian penting dalam kajian bahasa, karena melihat dan menilai suatu bahasa bisa dilihat dan dinilai dari maknanya. Kita akan mengetahui maksud dari bahasa itu apabila kita mengetahui maknanya. Menurut Chaer (2011) sebagai objek dari tataran linguistik semantik berada diseluruh atau disemua tatatran yang bangun membangun, makna berada di tataran Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis. Senada dengan Chaer, Alwasiah (2003) mengemukakan makna itu sendiri berada di balik kata, tetapi dari tataran Morfologi lebih merupakan studi untuk menemukan kesatuan arti bukan mempelajari makna itu sendiri. Sebagai masyarakat bahasa kita mengenal ahli linguistik yaitu, Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure dalam Alwasiah (2003) mengemukakan makna dengan teori linguistiknya, bahwa setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian yang mengartikan yang wujudnya berupa rntutan bunyi, dan komponen signifie yang diartikan yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dengan demikian menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand tersebut bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistic. Kala tanda linguistic itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka 126

145 berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem (Chaer, 2011) Ada juga teori yang mengatakan bahwa makna itu tidak lain dari pada suatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu. Kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah ada dalam konteks kalimat tersebut. Selanjutnya makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada dalam konteks wacananya atau konteks situasinya, seperti comtoh berikut: Sudah hampir pukul dua belas! Apabila kalimat tersebut diucapkan oleh seorang ibu asrama putri terhadap seorang pemuda yang masih bertandang diasrama itu. Maka makna kalimat tersebut adalah pengusiran secara halus. Lain halnya bila kalimat tersebut diucapkan oleh seorang guru agama ditujukan pada para santri dising hari maka makna kalimat tersebut adalah pemberitahan bahwa akan masuk waktu shalat zuhur (Chaer, 2011). Satu hal yang harus diingat mengenai makna ini karena bahasa bersifat arbiter maka hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter. 2. Ragam Makna 127

146 Berkaitan dengan ragam makna pada subbab ini akan dibahas makna leksikal dan makna gramatikal, makna denotatif dan makna konotatif, makna referensial dan makna nonreferensial, serta makna konseptual dan makna asosiatif. Kesemua makna itu akan dibahas satu persatu sebagai berikut, 2.1 Makna Leksikal Leksikal merupakan bentuk ajektif dari kata leksikon, yaitu kosakata atau perbendaharaan kata dalam suatu bahasa. Satuan dari leksikon adalah leksem, satuan bentuk bahasa yang bermakna. Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external meaning) adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus. Dengan demikian makna leksikal sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Misalnya makna kata tikus pada kalimat dirumah kosong itu banyak tikusnya. Dalam kalimat tersebut kata tikus merujuk pada salah satu jenis hewan. Sebuah kata bisa tidak bermakna leksikal, hal ini dibebkan karena konteks yang dikaitkan pada kata tersebut berbeda. Misalnya kata buku dalam kalimat tikustikus berdasi itu sangat meresahkan negara ini. Kata tikus 128

147 pada kalimat tersebut bukan bermakn hewan, artinya kata tikus pada kalimat tersebut tidak bermakna leksikal. Kata tikus yang mempunyai makna hewan, berubah menjadi tikus yang bermakna orang. 2.2 Makna gramatikal Sebuah kata tidak hanya memiliki makna leksikal, karena sebuah kata juga bisa bermakna gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang hadir akibat proses gramatikal; afiksasi (pemberian imbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukan). Misalnya arti ber- pada bermain mempunyai arti gramatikal yang berbeda dengan ber- pada berkendara. Kata barat mempunyai arti yang berbeda setelah mengalami pengulangan yang berkombinasi dengan afiks pada kata kebarat-baratan. Demikian pula kata meja dan hijau ketika bergabung menjadi bentukan baru meja hijau; kata tangan dan kanan menjadi tangan kanan. Kata-kata tersebut berubah maknanya karena mengalami proses gramatikal. 2.3 Makna denotatif Makna sebuah kata bisa dibedakan berdasarkan ada tidaknya nilai rasa dalam sebuah kata tersebut. Kalau kata tersebut mempunyai makna sesuai dengan referensinya, maka kata tersebut mempunyai makkan denotatif, atau sering disebut juga sebagai makna referensial. Makna 129

148 denotatif merupakan makna yang berkaitan dengan faktafakta objektif suatu kata. Misalnya kata motor secara denotatif memiliki makna yaitu sebuah kendaraan beroda dua. Demikian pula dengan kata mobil mempunyai arti kendaraan beroda empat. Contoh lain misalnya pada kata wanita memiliki arti perempuan dewasa akan berbeda maknanya dengan kata istri yang memiliki arti perempuan dewasa yang sudah memiliki pasangan suami. 2.4 Makna Konotatif Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya. Misalnya: Laki cowok; saya - aku; Anda - kamu; Kata-kata yang berada pada urutan awal pada umumnya dianggap mempunyai konotasi positif, sedangkan kata pada urutan kedua dianggap mempunyai konotasi negatif. Makna konotasi tersebut tidak hanya pada kata benda saja, pada kata kerja pun juga dapat ditemukan nilai rasa tersebut. Misalnya pada kata meninjaumengintip. Kedua kata tersebut sebenarnya mempunyai makna dasar yang sama yaitu melihat, tetapi kata 130

149 memantau memiliki konotasi positif sedangkan mengintip memiliki konotasi negatif. Selain itu makna konotatif juga bisa diartikan sebagai makna yang tidak sesuai referensinya. Misalnya kata hujan memiliki arti air yang jatuh dari langit, sedangkan pada kalimat hujan di mata mu memiliki arti yang sudah berbeda dengan kata hujan sebelumnya. Kata hujan pada kalimat hujan di mata mu memiliki arti air mata yang jatuh dari mata seseorang bukan air yang jatuh dari langit. 2.5 Makna Referensial Sebuah makna kata bisa dibedakan menjadi makna yang ada referennya dan makna yang tidak ada referennya. Kalau sebuah kata memiliki referen (acuan) nya, maka kata tersebut dikatakan sebagai makna referensial. Maka referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau memiliki referen (acuan). Makna referensial dapat disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. makna ini memiliki hubungan dengan konsep mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa). Misalnya seperti kata raket adalah yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis alat memukul kok dalam olahraga badminton atau bulu tangkis. Selain itu makna referensial bisa dilihat dari contoh pada kalimat berikut, 131

150 Contoh lain yaitu: Orang itu menampar orang 1 2 Pada contoh diatas bahwa orang (1) dibedakan maknanya dari orang (2) karena orang (1) sebagai pelaku dan orang (2) sebagai yang mengalami. Hal tersebut menunjukkan makna kategori yang berbeda, tetapi makna referensil mengacu kepada konsep yang sama, yaitu sama-sama manusia. 2.6 Makan nonreferensial Makna nonreferensial adalah sebuah kata yang tidak mempunyai referen (acuan). Seperti kata preposisi dan konjungsi, dan juga kata tugas lainnya. Dalam hal ini kata preposisi dan konjungsi serta kata tugas lainnya hanya memiliki fungsi atau tugas tapi tidak memiliki makna. Berkenaan dengan bahasan ini ada sejumlah kata yang disebut kata-kata deiktis, yaitu kata yang acuannya tidak menetap pada satu referen, melainkan dapat berpindah dari referen yang satu kepada referen yang lain. Yang termasuk kata-kata deiktis yaitu: dia, saya, kamu, di sini, di sana, di situ, sekarang, besok, nanti, ini, itu. Perhatikan referen kata di sini dalam ketiga kalimat berikut a. Wanita itu duduk di sini 132

151 b. Hujan terjadi hampir setiap hari di sini, kata walikota Bogor. c. Di sini, di negara kita, hal seperti itu sangat sering terjadi. Atas nama masyarakat Indonesia, saya mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya, kata Presiden. Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit sekali. Mungkin bisa dimaksudkan sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat dari sebuah bangku. Pada kalimat (b) di sini menunjuk pada sebuah tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Jadi dari ketiga macam contoh diatas referennya tidak sama oleh karena itu disebut makna nonreferensial. 2.7 Makna Konseptual Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun. Makna konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna kognitif, atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai faktor utama dalam setiap komunikasi. Dengan kata lain makna konseptual sama seperti makna donotatif yaitu 133

152 makna yang memiliki referen yang sesuai dengan konsepnya. 2.8 Makna Asosiatif Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap. 3. Relasi Makna Relaksi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahsa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata frasa maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna. Pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau juga kelebihan makna. Menurtu Chaer (2011) Relasi makna adalah hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan relasi kemaknaan ini menyangkut hal misalnya sinonim, antonim dan oposisi. Berikut ini akan dibicarakan masalah tersebut satu per-satu. 134

153 3.1 Relasi Makna Sinonim Antonim Hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah, maksudnya jika ujaran A bersinonim dengan B maka B bersinonim dengan A. Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu anoma yang berarti nama, dan syn yang berarti dengan. Maka secara harfiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Contoh: (bunga, kembang, puspa), (wafat, meninggal, mati). Istilah antonim digunakan untuk makna yang bertentangan. Suyatno (2010) mengemukakan antonim adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata lain. lebih lanjut verhaar dalam Suyatno (2010) mengatakan: Antonim adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain. Contohnya: (diam, bergerak), (suami, istri), (jauh, dekat). 3.2 Relasi Makna Homonim, Homofon, Homograf Homonim adalah dua kata yang memiliki bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi berbeda makna. Misalnya kata bisa, yang berarti beracun, atau bisa yang berarti 135

154 dapat atau mampu. Homofon adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan keejaannya, dengan makna yang berbeda. Misalnya kata bang memiliki arti sebutan saudara laki-laki, dan bang sebagai tempat penyimpanan dan pengkreditan uang. Sedangkan homograf adalah dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda. Misal, kata apel yang berarti buah, dan apel yang berarti rapat atau pertemuan. Ada cara untuk menentukan homonim dengan polisemi. Patokan pertama adalah dua buah bentuk ujaran atau lebih yang kebetulan sama, dan maknanya tentu berbeda, sedangkan polisemi sebuah ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski berbeda tetapi masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih mempunyai hubungan. 3.3 Relasi Makna Hiponim-Hipernim Hiponim adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran lain. Relasi makna bersifat searah. Contoh: antara kata manga dengan kata buah. Disini makna kata manga tercakup dalam kata buah, tetapi buah bukan hanya manga, jeruk tapi bisa juga apel, pisang, pepaya dan jambu. Hipernim adalah bagian dari hiponim. Dengan kata lain jika jeruk berhiponim dengan buah, maka buah 136

155 berhiponim dengan superordinat. Sedangkan hubungan antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah lainnya adalah hiponim. 3.4 Relasi Makna Polisemi dan Ambiguitas Ambiguitas adalah gejala yang terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tergantung jeda dalam kalimat. Umumnya terjadi pada bahasa tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat. Contoh: Buku sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru atau (2) buku tentang sejarah baru. Sedangkan polisemi seperti yang sudah dibahas sebelumnya, adalah sebuah ujaran yang memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski berbeda tetapi masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih mempunyai hubungan. 4. Faktor dan Jenis Perubahan Makna Setelah kita membahas jenis-jenis makna, tentu kita bisa simpulkan bahwa sebuah kata bisa berubah maknanya apabila diberikan konteks yang berbeda, oleh 137

156 karena itu pada pembahasan ini akan dijelasakn faktor dan jenis perubahan makna pada sebuah kata. 4.1 Faktor Penyebab Perubahan Makna Berbicara tentang perubahan makna, Suwandi (2011) mengemukakan 12 faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan makna, yaitu : a. faktor linguistik, perubahan makna karena faktor linguistik bertalian erat dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis, b. faktor kesejarahan, perubahan makna karena faktor kesejarahan berhubungan dengan perkembangan leksem, c. faktor sosial masyarakat, perubahan makna karena faktor sosial berhubungan dengan perkembangan leksem di dalam masyarakat, d. faktor psikologis, perubahan makna karena faktor psikologis ini disebabkan oleh keadaan psikologis seperti rasa takut, menjaga perasaan, dan sebagainya, e. faktor kebutuhan kata baru, perubahan makna karena faktor kebutuhan kata baru berhubungan erat dengan kebutuhan masyarakat pemakai bahasa, f. faktor perkembangan ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya mengandung konsep yang sederhana sampai kini tetap dipakai 138

157 meskipun makna yang dikandungnya telah berubah, g. faktor perbedaan bidang pemakaian lingkungan, seperti halnya yang terjadi pada kata-kata yang menjadi pembendaharaan dalam bidang kehidupan atau kegiatan tertentu juga dilakukan dalam bidang kehidupan lain, h. faktor pengaruh bahasa asing, perubahan makna juga banyak disebabkan oleh pengaruh bahasa asing yang berupa peminjaman makna, i. faktor asosiasi, kata-kata yang digunakan di luar bidang asalnya sering masih ada hubungannya dengan makna kata tersebut pada bidang asalnya, j. faktor pertukaran tanggapan indera dalam perubahan makna ini berhubungan dengan indera manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah dan kulit, k. faktor perbedaan tanggapan pemakaian bahasa, sejumlah kata yang digunakan oleh pemakainya tidaklah mempunyai nilai sama, l. Faktor penyingkatan, sejumlah ungkapan dalam bahasa Indonesia sekalipun tidak diucapkan secara tidak keseluruhan namun umumnya masyarakat sudah memahami maksudnya. 4.2 Jenis Perubahan Makna Jenis-jenis perubahan makna dalam bahasa Indonesia yaitu : 139

158 4.2.1 Generalisasi (Perluasan) Generalisasi adalah kata-kata yang maknanya mengalami pergeseran menjadi lebih luas dibanding dengan makna sebelumnya. Misalnya kata berlayar yang dahulunya bermakna melakukan perjalanan dengan kapal atau perahu yang digerakkan oleh tenaga layar. Namun, meskipun tenaga penggerak kapal sudah diganti dengan mesin uap, mesin diesel, mesin turbo, tetapi kata berlayar masih tetap digunakan untuk menyebut perjalanan di air. Selain kata berlayar, contoh generalisasi bisa dilihat dari kata papan. Makna kata papan yang dahulu hanyalah sebagai potongan kayu yang pipih, kini maknanya meluas menjadi barang-barang mewah. Hal tersebut bisa dilihat dari kalimat Di zaman modern ini kita harus bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Makna yang meluas juga bisa dilihat dari kata Kepala dan benih. Makna kata kepala yang dahulu hanya berarti anggota tubuh, kini maknanya meluas menjadi pemimpin atau ketua dari sebuah kelompok atau instansi. Misalnya dalam kalimat Ayahnya menjabat sebagai kepala sekolah di SMAN 2 Bandar Negeri. Sedangkan kata benih dahulu dihubungkan dengan bibit, misalnya benih padi. Artinya berkaitan atau berhubungan dengan pertanian. Kini, muncul urutan kata benih perkara, benih persengketaan. Kata benih dalam hal ini tidak 140

159 berhubungan lagi dengan pertanian, tetapi bermakna pangkal atau sumber Spesialisasi atau Penyempitan makna berbeda dengan generalisasi yang mempunyai perubahan makna meluas, spesialisasi mempunyai arti proses penyempitan makna kata. Misalnya Kata sarjana dahulu bermakna cendekiawan atau orang pandai, sekarang kata sarajan hanya diperuntukan oleh orang yang sudah selesai studi S1, artinya berkaitan dengan gelar kesarjanaan. Selain itu kata pembantu juga mengalami penyempitan makna. kalau dahulu kata pembantu bermakna semua orang yang membantu, sekarang hanya terbatas pada pembantu rumah tangga Ameliorasi (Amelioratif) Ameliorasi adalah makna yang baru dianggap lebih baik, lebih terhormat daripada makna yang lama atau semula (yang bermakna sama). Atau dengan kata lain ameliorasi adalah perubahan makna kata menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih halus daripada makna dahulu. contohnya kata wanita kini dirasakan oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia lebih tinggi nilainya daripada kata perempuan. Misalnya contoh lagi kata yang mengalami ameliorasi adalah kata istri. Kata istri dianggap lebih baik 141

160 dan terhormat daripada bini. Selain itu kata melahirkan dianggap lebih baik daripada beranak. Kata tunawisma dianggap lebih baik daripada gelandangan Peyorasi (Peyoratif) Peyorasi adalah proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula atau kata-kata yang dipandang lebih rendah atau buruk jika digunakan. Contoh kata tuli dahulu tidak dirasakan jelek, tetapi masa sekarang kata itu dirasakan kurang baik, kurang sopan dan terasa kasar dibanding kata tuna rugu. Kata cerai dirasakan lebih kasar daripada kata talak. Kata mendengkur dirasakan lebih kasar daripada kata nyenyak. Kata penjara dirasakan lebih kasar daripada kata lembaga pemasyarakatan Sinestesia Sinestesia adalah perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda atau bisa diartikan sebagai perubahan makna kata yang timbul karena tanggapan dua indera yang berbeda. Misalnya dalam kalimat Kata-katamu sungguh pedas untuk didengar. Kata pedas seharusnya ditanggapi oleh indra perasa dengan bibir atau mulut tetapi justru ditanggapi oleh indra pendengaran. 142

161 Selain kalimat di atas sinestesia bisa juga dilihat pada kalimat berikut a. Kalimat Sorot matanya cukup tajam menatapku. b. Dengan senyum pahit kuterima keputusan itu. c. Dengan sikap dingin kami diterima. Dengan kata masam kami ditolaknya. Ketiga kalimat diatas mengalami perubahan makna karena adanya pertukaran dua indra yang berbeda Asosiasi Asosiasi adalah perubahan makna kata akibat persamaan sifat atau makna yang dihubungkan dengan benda lain yang dianggap mempunyai kesamaan sifat. Misalnya pada kalimat Ia memberi amplop kepada petugas sehingga urusannya cepat selesai. Kata amplop berasosiasi dengan sogok atau suap, artinya amplop bermakna uang. Selain itu kalimat Nilai matematikaku merah. Kata merah pada berasosiasi kalimat tersebut dengan jelek, tidak baik. Perkaranya sudah dipetisikan. Artinya perkara tersebut sudah tidak diselidiki lagi. Masa lalunya yang hitam sudah berlalu, makna kalimat masa lalu yang hitam berarti bermakna pengalaman buruk. Dia masih terlalu hijau untuk berumah tangga artinya masih muda. Dari kacamata hukum, perbuatan itu dianggap melanggar UU. Kata kacamata bermakna sudut pandang. 143

162 5. Rangkuman Semantik adalah salah satu kajian ilmu yang mempelajari tentang arti bahasa atau arti kata. Arti bahasa pada dasarnya adalah bentuk pengetahuan yang tersimpan di dalam dan terstruktur di dalam bahasa, dikuasai secara lebih kurang sama oleh para pengguna bahasa, serta digunakan dalam komunikasi secara umum dan wajar. Makna merupakan bagian penting dalam kajian bahasa, karena melihat dan menilai suatu bahasa bisa dilihat dan dinilai dari maknanya. Menurut Chaer (2007) sebagai objek dari tataran linguistik semantik berada diseluruh atau disemua tatatran yang bangun membangun, makna berada di tataran Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis. Ragam sebuah makna dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal, makna denotatif dan makna konotatif, makna referensial dan makna nonreferensial, serta makna konseptual dan makna asosiatif. Relaksi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahsa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata frasa maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna. Relasi makna dibagi menjadi Relasi Makna Sinonim Antonim, Relasi 144

163 MaknaHomonim, Homofon, Homograf, Relasi Makna Hiponim-Hipernim, Relasi Makna Polisemi dan Ambiguitas. Jenis perubahan makna dibagi menjadi Generalisasi (Perluasan), spesialisasi atau penyempitan makna, Ameliorasi (Amelioratif), Peyorasi (Peyoratif), Sinestesia dan Asosiasi. 6. Daftar Pustaka Chaer, Abdul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Suyatno Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta :Uhamka Press. Suwandi Semantik Pengantar Mempelajari Makna Bahasa. Bandung: Widyautama. Alwasiah Semantik. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 7. Tes Formatif 145

164 Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa tentang semantik jawabah pertanyaan berikut ini 1. Jelaskan jenis dan kedudukan semantik dalam kajian bahasa? 2. Berikan contoh kata yang memiliki makna leksikal, makna gramatikal makna denotatif, makna konotatif, makna konseptual dan makna asosiatif? 3. Jelaskan perbedaan honomin, homofon, dan homogra, serta berikan contohnya? 4. Jelaskan faktor-faktor penyebab perubahan makna pada bahasa? 5. Jenis perubahan makna dibedakan menjadi enam macam, jelaskan keenam perubahan makna tersebut berserta contohnya? BAB VII 146

165 WACANA A. Deskripsi Wacana adalah tingkat yang paling tinggi jika kita berbicara tentang hierarki bahasa. Kita telah mengenal kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan terakhir wacana. Pada bahasan ini, mahasiswa akan diuji kemampuannya tentang ilmu yang telah dipelajari pada bab-bab sebelumnya tentang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik untuk diaplikasikan dalam menganalisis wacana. Namun, sebelum sampai pada kegiatan menganalisis wacana, terlebih dahulu mahasiswa mendapat pembekalan materi tentang pengertian wacana, jenis-jenis wacana, dan analisis wacana. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, karena merupakan kegiatan akhir dalam mempelajari linguistik secara keseluruhan. Semua ilmu yang didapatkan pada bab-bab sebelumnya akan diaplikasikan dalam menganalisis wacana. Jika dalam bab-bab sebelumnya analisis dilakukan sebatas pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik saja, maka dalam analisis wacana ini semua aspek ada di dalamnya untuk dianalisis. Oleh sebab itu, mustahil mahasiswa memiliki potensi untuk menganalisis wacana secara 147

166 benar, jika proses analisis secara parsial yang telah dipelajari sebelumnya tidak dipahami dengan baik. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian wacana secara tepat. 2. Membedakan jenis-jenis wacana 3. Menganalisis wacana bahasa Indonesia dengan benar. D. Materi Pelajaran 1. Pengertian Wacana Wacana merupakan padanan dari discourse. Pada mulanya wacana dalam bahasa Indonesia hanya mengacu pada bahan bacaan, percakapan, dan tuturan. Di buku-buku pelajaran bahasa Indonesia kata wacana digunakan sebagai kata umum. Akan tetapi, istilah wacana ini ternyata mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Rani (2000) menyatakan wacana sebagai satuan paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya berturut-turut adalah kalimat, frasa, kata, dan bunyi. Tarigan (2009) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, 148

167 berkesinambungan, dan dapat disampaikan secar lisan atau tertulis. Hal itu yang menyebabkan wacana menjadi satuan bahasa terlengkap dalam satuan gramatikal dalam bahasa. Lebih jauh Djajasudarma (2012) mengemukakan wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana. Cook dalam Rani, (2000) menyatakan wacana sebagai penggunaan bahasa dalam komunikasi,baik lisan maupun tulisan. Wacana sebagai penggunaan bahasa lisan dinyatakan dalam bentuk tuturan. Tuturan merupakan kalimat yang diucapkan secara lisan. Tuturan ini sangat dipengaruhi oleh konteks ketika tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan wacana sebagai penggunaan bahasa tulis diwujudkan dalam teks yang berisikan rangkaian proposisi sebagai hasil ungkapan dari ide atau gagasan. Proses komunikasi pada wacana tulis tidak terjadi secara langsung atau berhadapan. Penutur (penulis) menuangkan ide atau gagasannya dalam kodekode kebahasaan dalam bentuk kalimat-kalimat. Rangkaian kalimat itu nantinya akan ditafsirkan mitra tutur (pembaca). 149

168 Wacana merupakan teks yang pada dasarnya merupakan satuan dari makna. oleh karena itu, teks harus dipandang dari dua sudut secara bersamaan yaitu sebagai produk dan hasil. Teks sebagai produk merupakan keluaran (output), sesuatu yang dapat diremak atau dipelajari karena mempunyai susunan tertentu dan dapat diungkapkan dengan peristilahan yang sistemik. Sedangkan teks sebagai proses dinyatakan dalam arti bahwa teks tersebut memiliki proses pemilihan makna yang terus-menerus, suatu perubahan melalui jaringan makna, dengan setiap perangkat lebih lanjut. Saat ini istilah wacana banyak bermunculan dan digunakan dalam segala aspek. Misalnya wacana bisa dimaknai sebagai ucapan, terlihat dalam kalimat yang sering kita dengar seperti, ah itu baru wacana, jangan dipercaya. Selain itu, di dunia pendidikan kata wacana juga sering digunakan, misalnya dalam frase sayta wacana, Widya Wacana dan Budya Wacana, kesemua itu yang berarti wacana diartikan sebagai perkataan, janji atau moto. Istilah wacana dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi discourse. Kata discourse sendri berasal dari bahasa latin yaitu discursus yang berarti lari ke sana kemari, lari bolak-balik. Webster dalam Djajasudarma (2012) memperluas makna discourse antara lain sebagai komunikasi kata-kata, ekspresi gagasan-gagasan, dan risalah tulis, ceramah, dan sebagainya. Penjelasan ini 150

169 mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata kalimat, atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulis. 2. Ciri-ciri dan sifat wacana Berdasarkan pengertian wacana, kita dapat mengidentifikasikan ciri-ciri dan sifat sebuah wacana, sebagai berikut : a. Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. b. Wacana mengungkapkan satu hal (subjek). c. Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya. d. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. e. Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental. Pada dasarnya ciri dan sifat wacana tersebut menjelaskan bahwa wacana bisa diartikan secara luas dilihat dari konteknya. 3. Jenis-Jenis Wacana Wacana ditinjau dari segi pemaparan dan penyusunan, isi dan sifatnya, wacana itu banyak jenisnya. Menurut Darma (2009) wacana dibagi menjadi : 151

170 a. Wacana Naratif Wacana naratif merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku. Kekuatan naratif terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita, atau diatur melalui plot. b. Wacana Prosedural Wacana prosedural merupakan wacana yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh di bolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana ini biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu bekerja atau terjadi, atau bagaimana cara mengerjaan sesuatu. Tokohnya boleh orang dan yang dilukiskannya tidak terikat dengan urutan waktu. c. Wacana Hortatorik Wacana hortatorik merupakan rangkaian tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Kadangkadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan atau agar lebih menyakinkan. Wacana ini tidak dapat disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu. d. Wacana Ekspositorik Wacana ini merupakan wacana yang mempunyai sifat memaparkan suatu pokok pikiran. Pokok pikiran tersebut lebih dijelaskan lagi dengan cara 152

171 menyampaikan uraian bagian-bagian atau detailnya. Tujuan pokok yang ingin dicapai pada wacana ini adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu supaya lebih jelas mendalam, dan luas daripada sekedar sebuah pertanyaan yang bersifat global atau umum. Orientasi pokok wacana ini lebih pada materi, bukan pada tokohnya. e. Wacana Deskripsi Wacana deskripsi merupakan wacana yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar atau atau pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri mengalami atau mengetahui secara langsung. Wacana ini sering sekali ditemuka dalam novel dan cerpen. 4. Alat Kohesi Wacana Sebuah wacana yang utuh harus memiliki aspek yang lengkap, padu, dan menyatu. Aspek itu antara lain, kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Keutuhan wacana juga harus didukung oleh konteks terjadinya wacana itu. dapat dikatakan bahwa keutuhan wacana terjadi karena adanya keterkaitan antara teks 153

172 (bahasa) dan konteksnya. Itulah yang menjadi aspek utama wacana. Secara sederhana, dapat diakatakan bahwa aspek keutuhan wacana terdiri atas kohesi dan koherensi. Aspek kohesi meliputi leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan koherensi mencakup semantik dan topikalisasi. Untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, kalimat-kalimat pendukung wacana harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah unsur-unsur di dalam wacana dapat diinterpretasikan sesuai dengan unsur lain. Hubungan kohesif sering ditandai oleh kehadiran penanda khusus yang bersifat formal bahasa (lingual formal). Koheresi merupakan kepaduan bentuk (bahasa), yang secara struktural membentuk ikatan sintaksis. Kohesi dapat dibagi menjadi kohesi gramatikal yang terdiri dari referensi (reference), subsitusi (substitution), elipsis (ellipsis), dan konjungsi (conjungtion), dan kohesi leksikal terdiri dari atas reiterasi (reiteration), dan kolokasi (collaction) Pada dasarnya, kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun sebuah wacana memiliki keterkaitan sintaksis (bentuk) secara padu dan utuh. Kohesi termasuk kelompok unsur internal struktur wacana (menjadi bagian dari aspek formal atau aspek bahasa dari wacana itu), sedangkan koherensi termasuk kelompok unsur eksternal struktur wacana. 154

173 5. Konteks Wacana Berbicara tentang wacana tidak selalu membicarakan tentang teks, karena membicarakan wacana juga harus membicarakan tentang konteksnya. Seperti yang dikatakan oleh Kridalaksana (2001) bahwa konteks dalam sebuah wacana merupakan ciri-ciri alam diluar bahasa yang menumbuhkan makna pada sebuah wacana. Konteks wacana dibentuk dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan topik, peristiwa, amanat, kode dan saluran. Unsurunsur tersebut berkaitan dengan unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Lebih jauh Hymes dalam Darma (2009) menjelaskan tentang unsur tersebut, antara lain a. Latar (setting) Latar mengacu pada tempat (ruang/space) dan waktu (tempo/time) terjadi percakapan. b. Peserta (participant) Peserta mengacu pada peserta percakapan, yaitu pembicara (penyapa) dan lawan bicara (pesapa). c. Hasil (ends) Hasil mengacu pada percakapan dan tujuan percakapan, misalnya seorang guru yang mempunyai tujuan ingin memberikan pelajaran terbaik bagi siswanya. d. Amanat (message) 155

174 Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat bisa berupa surat, essai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya. e. Cara (key) Cara mengacu pada semangat melaksanakan percakapan, misalnya bercakap-cakap dengan penuh semangat, santai atau tenang menyakinkan. f. Sarana (instrument) Sarana mengacu pada penggunaan bahasa baik lisan maupun tulis dan mengacu pula pada variasi bahasa yang digunakan. g. Norma (norms) Norma mengacu pada perilaku peserta percakapan. Misalnya, dikusi dan kuliah memiliki norma yang berbeda. h. Jenis (genre) Genre mengacu ada kategori, seperti sajak, tekateki, kuliah dan doa. Penggunaan wacana dalam konteks tertentu menentukan kebermaknaan tuturan dalam wacana itu sendiri. Artinya konteks dapat sangat memperngaruhi makna dari sebuah teks. E. Rangkuman Wacana merupakan padanan dari discourse. Wacana merupakan satu kesatuan semantik, dan bukan kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan lantaran 156

175 bentuknya (morfem, kata, klausa, atau kalimat) tetapi kesatuan arti. Berdasarkan ciri dan sifat wacana dapat diartikan berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur. Wacana mengungkapkan satu hal (subjek). Penyajiannya teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu. Wacana dibagi menjadi wacana Wacana Naratif wacana naratif merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku. Wacana Prosedural merupakan wacana yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh di bolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana Hortatorik merupakan rangkaian tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Wacana Ekspositorik merupakan wacana yang mempunyai sifat memaparkan suatu pokok pikiran. Wacana Deskripsi merupakan wacana yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Konteks wacana dibedakan menjadi latar (setting), peserta (participant), hasil (ends), amanat (message), cara (key), sarana (intrument), norma (norms), jenis (genre). Kedelapan konteks tersebut sangat mempengaruhi sebuah teks, karena teks yang sama bisa 157

176 berbeda makna ketika dikaitkan dengan konteks yang berbeda. F. Daftar Pustaka Darma, Yoce Aliah Analisis Wacana Kritis. Yrama Widya. Bandung. Djajasudarma, Fatimah Wacana dan Pragmatik. Bandung:Refika Aditama. Kridalaksana Teks dan Konteks Wacana. Bandung. Abdul Rani Analisis Wacana Bentuk Kajian dan Pemakaiannya. Malang: Bayumedia Publishing. Tarigan, Henry Guntur Pengajaran Wacana. Bandung: ANGKASA. G. Tes Formatif dan Kunci Jawaban Untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam memahami tentang wacana. Jawabalah pertanyan berikut : 1. Jelaskan pengertian wacana? 2. Apa yang dimaksud dengan konteks wacana? 3. Jelaskan jenis-jenis wacana? 4. Buatlah sebuah wacana deskripsi dan wacana argumentasi yang baik? 158

177 BAB VIII MASYARAKAT BAHASA A. Deskripsi Mata Kuliah Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari secara mendasar tentang salah satu bidang ilmu yang berkaitan dengan antardisiplin ilmu dengan menggabungkan antara kajian linguistik dan sosiologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa hidup, berkembang dan dipergunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi sehari-hari baik lisan maupun tertulis. Kajian inilah yang disebut dengan Sosiolinguistik. Dalam pembahasan ini, mahasiswa akan dibekali dengan materi tentang masyarakat bahasa dan variasi bahasa. Mahasiswa akan memperdalam tentang berbagai variasi bahasa yang hidup dan berkembang serta digunakan oleh masyarakat. B. Relevansi Materi ini sangat bermanfaat untuk mahasiwa, karena merupakan tambahan wawasan pengetahuan tentang lintas ilmu, yaitu ilmu tentang bahasa (linguistik) dan ilmu tentang masyarakat (sosio). Mahasiswa telah dibekali tentang interdisiplin ilmu (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik). Kini saatnya mulai mengembangkan wawasan 159

178 pengetahuannya tentang masyarakat pengguna bahasa. Dengan mempelajari antardisiplin ilmu ini, mahasiswa memiliki potensi untuk memahami secara mendalam tentang berbagai persoalan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa di masyarakat. C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Setelah mendapatkan materi perkuliahan ini, mahasiwa diharapkan dapat: 1. Merumuskan pengertian masyarakat bahasa secara tepat. 2. Membedakan variasi bahasa yang ada di masyarakat. 3. Menganalisis berbagai persoalan penggunaan bahasa di masyarakat. D. Materi Pelajaran 1. Masyarakat Bahasa Masyarakat Bahasa (Speech Community) Masyarakat bahasa merupakan sekumpulan manusia yang menggunakan sistem syarat bahasa yang sama untuk berkomunikasi sesamanya. Sementara menurut Corder dalam Kunjana (2010), mengatakan bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain biasa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. Lebih jauh Firshman dalam Sumarsono, (2011) berpendapat 160

179 bahwa masyarakat bahasa adalah masyarakat yang semua anggotanya memilih bersama paling tidak satu ragam ujaran dan norma-norma untuk pemakainya yang cocok. Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengetian. Untuk dapat disebut masyarakat bahasa adalah adanya perasaan di antara penuturnya bahwa mereka menggunakan bahasa yang sama. Pada pokoknya masyarakat bahasa itu terbentuk karena adanya saling pengertian (mutual intelligibility), terutama karena adanya kebersamaan dalam kode-kode linguistik secara terinci dalam aspek-aspeknya, yaitu system bunyi, sintaksis dan semantick. Dari pengertian masyarakat bahasa dapat kita bedakan masyakarat bahasa menjadi tiga, yaitu: 1. Sebahasa dan saling mengerti 2. Sebahasa tapi tidak saling mengerti 3. Berbeda bahasa tapi saling mengerti Dari ketiga penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyakarat bahasa terdiri dari masyarakat yang mereka sebahasa dan saling mengerti, mereka yang sebahasa tapi tidak saling mengerti, 161

180 dan mereka yang berbeda bahasa tapi saling mengerti. Mereka yang berbeda bahasa tapi saling mengerti, bisa kita anggap sebagi satu speech community karena mereka mempunyai mutual intelligibility yang dalam sosialisasi merupakan jaminan bagi terciptanya speech community dan komunikasi. Kalau mereka saling mengerti walau berbeda bahasa itu adalah interaksi. Dua bahasa yang berbeda ini bisa dianggap sebagai dua dialek atau varian (ragam bahasa) bahasa yang sama. 2. Variasi Bahasa Setelah membahas tentang masyarakat bahasa di atas muncul pertanyaan, siapakah yang menjadi atau termasuk dalam satu masyarakat bahasa? Yang termasuk dalam satu masyarakat bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota masyarakat bahasa Sunda adalah orang-orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Sunda, dan yang termasuk anggota masyarakat bahasa Bima adalah mereka yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Bima. Dengan demikian, banyak orang Indonesia yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena di samping dia sebagai orang 162

181 Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa daerahnya. Setiap bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa biasanya lebih dari satu jenis bahasa. Hal ini disebabkan karena kemampuan seseorang biasanya yang mempunyai pemahaman lebih dari satu bahasa yang menyebabkan komunikasi mereka juga bilingual. Sebagai contoh, setiap manusia pada dasarnya memiliki kemampuan berbahasa yang didapatkan dari ibu atau bahasa ibu (B1), dan juga kemampuan bahaa yang didapat dari proses belajar bahasa atau bahasa diluar bahasa ibu (B2). Anggota masyarakat suatu bahasa terdiri dari berbagai orang dengan berbagai jenis status sosial dengan berbagai latar budaya yang tidak sama. Oleh karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan menjadi variasi atau beragam., di mana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain seringkali mempunyai perbedaan yang besar. Berbicara tentang variasi dan jenis bahasa, secara umum dapat dibedakan berdasarkan segi penutur, segi pemakaian, segi keformalan, dan segi sarana. Variasi dan jenis bahasa tersebut akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut 163

182 2.1.1 Variasi dari Segi Penutur Variasi bahasa berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Sebagai contoh, bahasa Minang dialek Pasaman Barat memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa Minang dialek Ujung Gading, dialek Banten atau juga dialek Bogor. Para penutur bahasa Minang dialek Pasaman Barat dapat berkomunikasi dengan baik dengan para penutur bahasa Minang dialek Pasaman Barat. Mengapa? Karena dialek-dialek tersebut masih termasuk bahasa yang sama Variasi dari Segi Pemakaian Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan 164

183 kegiatan keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak bisa digunakan dalam bidang lain. Ragam bahasa yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan karena bahasa ilmiah harus memberikan informasi keilmuan secara jelas, tanpa keraguan akan makna, dan terbeba dari kemungkinan tafsiran makna yang berbeda. Oleh karena itu jugalah, bahasa ilmiah tidak menggunakan segala macam metafora dan idiom. Variasi berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan. Maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Dalam kehidupannya mungkin saja seseorang hanya hidup dengan satu dialek, misalnya, seseorang penduduk di desa terpencil di lereng gunung atau di tepi hutan. Tetapi, dia pasti tidak hidup hanya dengan satu register, sebab dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, bidang kegiatan yang dilakukan pasti lebih dari 165

184 satu. Dalam kehidupan modern pun ada kemungkinan adanya seseorang yang mengenal hanya satu dialek; namun, pada umumnya dalam masyarakat modern orang hidup denga lebih dari satu dialek (regional maupun sosial) dan menggeluti sejumlah register, sebab dalam masyarakat modern orang sudah pasti berurusan dengan sejumlah kegiatan yang berbeda Variasi dari Segi Keformalan Berdasarkan tingkat keformalannya, Chaer (2004) membagi variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu ragam gaya beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal),gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah; dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam buku ini kita dapati dalam dokumen-dokumen bersejarah, seperti undang-undang dasar, akte notaris, naskahnaskah perjanjian jual-beli, atau sewa-menyewa. Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat 166

185 dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi. Jadi, percakapan antarteman yang sudah karib atau percakapan dalam keluarga tidak menggunakan ragam resmi ini. Tetapi pembicaraan dengan seorang dekan di kantornya, atau diskusi dalam ruang kuliah adalah menggunakan ragam resmi ini. Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil dan produksi. Jadi, dapat dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai. Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolahraga, berekreasi dan sebagainya. Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata ujaran yang dipendekkan. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dan unsur bahasa daerah. 167

186 2.1.4 Variasi dari Segi Sarana Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya dalam bertelepon dan bertelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Bahasa tulis bisa menembus waaktu dan ruang, padahal bahasa lisan begitu diucapkan segera hilang tak berbekas. Bahasa tulis dapat disimpan lama sampai waktu yang tak terbatas. Karena itulah, kita bisa memperoleh informasi dari masa laluatau dari tempat yang jauh melalui bahasa tulis ini; tetapi tidak melalui bahasa lisan. Hanya kemajuan teknologilah kini yang tampaknya dapat menggeser kedudukan bahasa tulis. Dengan peralatan radio dan telepon yang canggih dewasa ini kita berkomunikasi menembus ruang; kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja di belahan bumi mana saja. Bahkan juga di luar angkasa. Selain itu, teknologi juga kini dapat merekam bahasa lisan persis sama denga yang diucapkan dalam pita rekaman dan sebagainya. Jadi, juga kini bahasa lisan (dalam bentuk rekaman) bisa menembus waktu dan ruang. 168

187 Bahasa tulis pun sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan, sebagaimana usaha manusia untuk menyimpan bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun, ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak sempurna. Banyak unsur bahasa lisan, seperti tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat direkam secara sempurna dalam bahasa tulis; padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur itu sangat penting. Jika dibandingkan dengan rekaman pada pita rekaman, rekaman bahasa tulis itu memang jauh daripada sempurna. E. Rangkuman Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengetian. Masyakarat bahasa bisa terjadi dari masyarakat yang mereka sebahasa dan saling mengerti, mereka yang sebahasa tapi tidak saling mengerti, dan mereka yang berbeda bahasa tapi saling mengerti. Mereka yang berbeda bahasa tapi saling mengerti, bisa kita anggap sebagi satu speech community karena mereka mempunyai mutual intelligibility yang dalam sosialisasi merupakan jaminan bagi terciptanya speech community dan komunikasi. 169

188 variasi dan jenis bahasa, secara umum dapat dibedakan berdasarkan segi penutur, segi pemakaian, segi keformalan, dan segi sarana. Variasi bahasa berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek dan idialek. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Berdasarkan tingkat keformalannya, variasi bahasa dibagi dalam lima macam gaya, yaitu ragam gaya beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal),gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Variasi bahasa dari segi sarana dibagi menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. F. Daftar Pustaka Chaer, Abdul dan Leony Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode & Alih Kode. Bogor: Ghalia Indonesia Sumarsono. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 170

189 G. Tes Formatif Untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam memahami materi masyaraka bahasa ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Jelaskan tentang masyarakat bahasa? 2. Variasi bahasa dibedakan berdasarkan empat aspek, jelaskan keempat varaisi bahasa tersebut? 3. Kemukakan kelebihan dan kekurangan variasi bahasa lisan dan bahas tulis? 4. Berikan contoh variasi bahasa ragam beku (frozen)? 5. Jelaskan perbedaan dialek dan idialek berserta contohnya? 171

190 INDEKS A Arbitrer 15,17,18,21,24 Asimilasi 39, Auditoris 42, 74 Artikulasi 49,50 Alomorf 82, 83 B bahasa,17, 18, 29, 34, 35 C Chaer, 19, 37, 40, 41 D Diakronik, 30 denotatif, 125, 127, 130 dialek 159 derivatif 94 Deskriptif, 75, 130 E Ekspositorik149 F Ferdinand de Saussure,19 fonem 54, 56, 60 fonologis 83, 91, 100 frasa, 102, 103 G Gramatikal,125, 126, 134 Generalisasi 137 H Hortatorik 149, 152 Ikon, 18, 20 Indeks 21 inflektif 90 intonasi, 105, 107 I K kalimat 103, 113, 114 konteks, 112, 113 konvensional17, 18, 24 konotatif, 125,

191 Konvensi 25 klausa,110, 111, 112 komposisi 86, 92 L linguistik, 31, 32 leksikal, 23, 31 langue 16 leksem 97, 123, 127 Leksikal 23, 125 M Masyarakat Bahasa,123, 128, 156 morfem, 65 66, 67 morfologis 89, 92, 99, morf, 82,83, 84 N Naratif 149, 154 Nomina 36, 91, 93 P Produktif, 20, 21 pragmatik, 155 progesif 62, 63 Prefiks64, 85 Peyoratif 139 R register, 162, 165 regresif, 62, 63, 90 reduplikasi 94, 126 referensial S semantis, 105,114 suplesi 96 semiotik, 18 Segmental 87, 96 Suprasegmental, 87, 96 Semivokoid 47,49 sintaksis 102,103 Oral 45, 57 O T Tarigan145,

192 V Vokoid, 47, 49 Vokal, 28,47, 96 verba,36,91,96 W Wacana104,117,124,

193 GLOSARIUM Arbitrer : Mana suka Asimilasi : Perubahan bunyi konsonan akibat pengaruh konsonan yang berdekatan Artikulasi : Lafal pengucapan kata; perubahan rongga dan ruang dalam saluran suara untuk menghasilkan bunyi Bahasa. Alomorf : Anggota morfem yang sama, yang variasibentuknya disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Bilabeal : Dihasilkan dengan menyempitkan kedua bibir; bunyi atau fonem yang terjadi karena penyempitan kedua bibir Diakronik : Berkenaan dengan pendekatan terhadap Bahasa dengan melihat perkembangan sepanjang waktu; bersifat historis Denotatif : Makna kata atau kata atau 175

194 kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar Bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif. Dialek : Variasi Bahasa yang berbedabeda menurut pemakai (misalnya Bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok social tertentu, atau kurun waktu tertentu Derivatif : Berasal dari kata (yang memperoleh imbuhan) Deskriptif : Bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa adanya. Fonem : Satuan bunyi yang berupa tekanan, nada, atau jeda yang fonemis Frasa : Gabungan dua kata atau lebih yang bersifat non predikatif. Gramatikal : Tata Bahasa. Hortatorik : Ajakan. Jenis Wacana Hortatorik (persuasi) Indeks : Rasio antara dua unsur kebahasaan tertentu yang 176

195 mungkin menjadi ukuran suatu ciri tertentu. Inflektif : Perubahan bentuk kata (dalam Bahasa fleksi) yanf menunjukan berbagai hubungan gramatikal (seperti deklinasi nomina, pronominal, adjektiva, dan konjungsi verba). Intonasi : Lagu kalimat Konteks : Bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Konotatif : Makna yang tidak sesuai dengan makna refrennya. Konvensi : (Tentang kata) mempunyai makna tautan; mengandung konotasi. Klausa : Satuan gramatikal yang mengandung predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Kontoid : Bunyi ujar yang pada dasarnya dihasilkan oleh alat ucap dengan hambatan pada pita suara (digunakan dalam 177

196 bidang fonetik yang maksudnya sama dengan konsonan dalam bidang fonemik) Konsonan : Bunyi Bahasa yang dihasilkian dengan menghambat aliran udara pada sala satu tempat di saluran suara di atas glotis Leksikal : Berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem; berkaitan dengan kosakata. Leksem : Satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam leksikon; lema. Morfem : Satuan bentuk Bahasa terkecil yang mempunyai makna secara relative stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Morf : Fonem atau untaian fonem yang berasosiasi dengan suatu makna Nomina : Kelas kata yang dalam Bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan 178

197 kata tidak. Pragmatik : Berkenaan dengan syaratsyarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian Bahasa dalam komunikasi Peyoratif : Perubahan makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan menggambarkan sesuatu yang lebih tidak enak, tidak baik, dan sebagainya. Prefiks : Imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar; awalan. Referensial : Hubungan antara referen dan lambing (bentuk Bahasa) yang dipakai untuk mewakilinya. Reduplikasi : Proses atau hasil perulangan kata atau unsur kata. Segmental : Satuan Bahasa yang diabstraksikan dari satua kesatuan wicara atau teks. Semiotik : Berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. 179

198 Vokoid : Bunyi ujar yang pada dasarnya dihasilkan oleh alat ucap tanpa hambatan pada pita suara. Verba : Kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan; kata kerja Wacana : Satuan Bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah 180

199 KUNCI JAWABAN KUNCI JAWABAN SOAL BAB II Jawab : 1. Hakikat bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyatakan ekspresi, keinginan atau untuk berbicara dengan orang lain. Semakin kita menguasai bahasa tertentu, maka kemampuan berbahasa itu dapat memberikan manfaat positif dalam berkomunikasi. Menurut Harimurti Kridalaksana (2002:20) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. 2. (1) bahasa itu sebuah lambang, (2) bahasa itu sebuah sistem, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu produktif, (8) bahasa itu unik, (9) bahasa itu bervariasi, (10), bahasa itu dinamis, (11) bahasa itu universal, 181

200 (12) bahasa itu sebagai alat interaksi sosial, (13) bahasa itu manusiawi 3. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi bahasa dapat diartikan bahwa bahasa itu memiliki pola keteraturan dalam setiap bahasa. Unsur-unsur bahasa itu membentuk pola susunan yang teratur yang bersifat tetap dan kemunculannya dapat diprediksi oleh seorang penutur asli bahasa itu. Misalnya dalam bahasa Indonesia, kita menemukan kalimat yang seperti ini: (4) Dosen saya me.. mahasiswa yang...lambat masuk kelas tadi pagi. (5) Ibu menggoreng ikan di dapur. (2a) Ikan menggoreng ibu di dapur. (6) Ayam itu di kejar-kejar kucing besar (3a) Kucing ayam di kejar-kejar itu besar. Secara cepat, kita dapat memastikan bahwa pada kalimat (1) di atas terdapat kata [marahi, ter-, ke] yang merupakan unsur yang membentuk kalimat menjadi sempurna yang bermakna. Kalimat nomor (2) adalah kalimat yang tepat, bahwa ada seorang ibu (perempuan) yang sedang melakukan aktivitas (menggoreng ikan) di dapur. Sedangkan kalimat (2a) tidak berterima dalam bahasa Indonesia, karena seekor ikan tidak akan dapat menggoreng ibu (manusia), walaupun secara struktural tepat. Kalimat (3) merupakan kalimat yang tepat karena sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. 182

201 4. Bahasa itu memiliki sifat masing-masing yang bersifat unik. Artinya ada ciri-ciri bahasa yang sama-sama dimiliki oleh bahasa. Hal itulah yang disebut dengan bersifat universal. Ciri-ciri universal itu bersifat umum, seperti bunyi vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa. Bahasa Indonesia memiliki 6 buah vokal dan 22 konsonan. Gabungan bunyi vokal dan konsonan itu akan membentuk bahasa yang bermakna. 5. Berdasarkan cakupan objek kajiannya, dibedakan menjadi linguistik umum dan linguistik khusus. Berdasarkan kurun waktu penelitian terhadap bahasa, dapat dibedakan menjadi linguistik sinkronik dan linguistik diakronik. Kajian linguistik yang dilihat berdasarkan objek kajiannya dibedakan menjadi linguistik mikro (mikrolinguitics) dan linguistik makro (macrolinguitics). Berdasarkan tujuan kajian linguistik, dikenal istilah linguistik teoretis dan linguistik terapan. Berdasarkan aliran dalam penyelidikan bahasa, maka muncul istilah linguistik tradisional, linguistik sstruktural, linguistik trasnformasional, linguistik generative maupun linguistik relasional. 183

202 KUNCI JAWABAN BAB III Jawab : 1. Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah ilmu yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. 2. Keterangan 22) bibir atas (labium) 23) bibir bawah (labium) 24) gigi atas (dentum-dental) 25) gigi bawah (dentum-dental) 26) gusi (alveolum) 27) langit-langit keras (palatum) 28) langit-langit lembut (velum) 29) anak tekak (uvula) 184

203 30) ujung lidah (tip of the tongue-apex) 31) daun lidah (blade of the tongue, laminum) 32) depan lidah 33) tengah lidah (middle of the tongue, medium) 34) belakang lidah (back of the tongue, dorsum) 35) akar lidah 36) faring 37) rongga mulut (oral cavity) 38) rongga hidung (nasal cavity) 39) epiglottis 40) pita suara 41) pangkal tenggorokkan (laring) 42) trakea 3. Vokoid ialah bunyi-bunyi bahasa yang terjadi karena udara dari paru-paru ke luar dengan bebas tidak mengalami rintangan atau hambatan. Kontoid adalah bunyi yang bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian alat bicara. Semivokoid atau semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya diawali secara vokoid (vokal) lalu diakhiri dengan kontoid (konsonan). 4. Asimilasi : Misalnya, kata sabtu dalam bahasa Indonesia sering diucapkan /saptu/, Disamilasi : Proses disimilasi merupakan perubahan yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda atau berlainan. 185

204 Contoh : zak kantong diucapkan [zak ] dengan [k] velar tidak bersuara. 5. Proses Hilangnya Fonem /N/. Proses hilangnya fonem /N/ akan terjadi apabila morfem-morfem men- dan pen- bertemu atau bergabung dengan bentuk dasar (dasar kata) yang berfonem awal /l, r, y, w, dan nasal/. Proses Hilangnya Fonem /r/. Proses hilangnya fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan/ r/. Proses Hilangnya Fonem /k, p, t, s/. Proses hilangnya fonem-fonem /k, p, t, s/ akibat pertemuan antara morfem men- dan morfem pen- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem /k, p, t, s/. 186

205 KUNCI JAWABAN BAB IV Jawab : 1. Morfem berasal dari kata morphe yang berarti bentuk kata dan ema yang berarti membedakan arti. Jadi secara sederhana morfem merupakan suatu bentuk terkecil yang dapat membedakan arti atau makna. Sedangkan morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pembentukan kata. 2. pembentukan kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari kata Inggris sing menyanyi terbentuk kata singer penyanyi. Antara sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba sedangkan singer berkelas nomina. 3. Prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, misalnya me- N (me-, mem-, meng-, menge-, meny-, menye) be- (be-, ber-, bel-). Infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, misalnya in-, -em-, -er- (gerigi dari kata gigi). Sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, misalnya kan-, al, -an. Konfiks atau sirkumfiks adalah gabungan dua afiks yang sebagian di letakkan di awal dan sebagian 187

206 yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, misalnya pertanggungjawaban. 4. Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Reduplikasi dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu: Reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya meja dalam meja-meja dan buku dalam buku-buku. Reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya pertama menjadi pertama-tama, berapa jadi beberapa. Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah reduplikasi yang terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hitam menjadi kehitam-hitaman. Reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya gerak menjadi grak-gerik, serba menjadi serbaserbi dan sebagainya. Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem untuk menghasilkan satu kata. 5. produktivitas dalam proses Morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukankata itu, terutama 188

207 afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. 189

208 KUNCI JAWABAN BAB V Jawab 6. Jelaskan fungsi dan kategori sintaksis dalam bahasa? 7. Buatah lima kalimat disertakan dengan penjelasan unsur-unsurnya? 8. Jelaskan unsur-unsur pada kalimat berikut : a. andi bermain bola b. dia belajar bahasa c. petugas KPK datang tadi pagi d. polisi menahan pencuri sepeda motor e. kemarin pagi polisi menembak perampok motor 9. Klausa dibedakan menjadi klausa nomina, klausa verba. Klausa adjektifal, klausa preposisional, dan klausa numeral. Jelaskan kelima jenis klausa tersebut dan berikan contohnya.? 10. Jelaskan peran semantis dalam sintaksis? 1. Fungsi sintaksis: subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap (S-P-O-K-Pel). Kategori sintaksis : seluruh kelas kata yang ada di dalam bahasa Indonesia (nomina, verba, adjektiva, numeralia, adverbia dll). 2. Guru bahasa Indonesia yang baik itu membaca buku. S P O 190

209 Bu Rini adalah Guru bahasa Indonesia yang baik. S P Dosen itu membaca buku Bahasa Indonesia S P O Hakim membacakan vonis hukuman S P O Indonesia berlandaskan pancasila dan UUD S P Pel 3. Andi bermain bola S P O Dia belajar bahasa S P Pel. Petugas KPK datang tadi pagi S P Ket. Polisi menahan pencuri sepeda motor S P O Ket. Kemarin pagi polisi menembak perampok motor Ket.Waktu S P O 4. Jenis Klausa a. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berkategori nomina contohnya 191

210 ibunya orang Jawa. Ibunya sebagai subjek, sedangkan orang Jawa sebagai predikat. b. Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verba. Contohnya ibu (subjek) membaca (predikat) buku (objek). Klausa seperti ini yang predikatnya berupa verba transitif (kata kerja aktif). c. Klausa adjektival ialah klausa yang predikatnya berkategori berupa adjektiva (kata sifat). Misalnya kakakku yang tua masih cantik (kakakku yang tua sebagai subjek, masih cantik sebagai predikat). d. Klausa preposisional ialah klausa yang predikatnya berkategori preposisi. Misalnya, saya ke kampus ( sayasebagai subjek, ke kampus sebagai predikat yang berkategori preposisi). e. Klausa numeral ialah klausa yang predikatnya berkategori numeralia. Misalnya anaknya dua orang (anaknya sebagai subjek, dua orang sebagai predikat yang berkategori numeralia). 5. Peran semantis dalam sintaksis merupakan partisipan yang dinyatakan oleh nomina atau frasa nominal. Peran semantis dalam unsur-unsur kalimat terdiri dari pelaku, sasaran, pengalam, peruntung, alat, tempat, waktu, atribut, dan hasil. 192

211 KUNCI JAWABAN BAB VI Jawab 1. Semantik adalah salah satu kajian ilmu yang mempelajari tentang arti bahasa atau arti kata. Sebagai objek dari tataran linguistik semantik berada diseluruh atau disemua tatatran yang bangun membangun, makna berada di tataran Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis 2. Makna Leksikal : Kalimat : dirumah kosong itu banyak tikusnya Tikus : Hewan Makna Gramatikal : Berkendara, Kebarat-baratan berbeda dengan arti kata Barat. Kata meja dan hijau ketika bergabung menjadi bentukan baru meja hijau. kata tangan dan kanan menjadi tangan kanan. Makna Donotatif : Motor : Kendaraan Tikus : Hewan Makna Konotatif: Kalimat: hujan di mata mu (Air Mata) Makna Konseptual : Buku : Jilidan kertas Makna Asosiatif : Bunglon : orang yang tidak berpendirian tetap 193

212 3. Honomin: dua kata yang memiliki bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi berbeda makna, Contoh : bisa, Homofon: dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan keejaannya, dengan makna yang berbeda. Contoh: bang Homograf: dua kata yang memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda. Contoh: apel 4. Faktor Penyebab Perubahan Makna: a. Faktor linguistik, perubahan makna karena faktor linguistik bertalian erat dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis, b. faktor kesejarahan, perubahan makna karena faktor kesejarahan berhubungan dengan perkembangan leksem, c. faktor sosial masyarakat, perubahan makna karena faktor sosial berhubungan dengan perkembangan leksem di dalam masyarakat, d. faktor psikologis, perubahan makna karena faktor psikologis ini disebabkan oleh keadaan psikologis seperti rasa takut, menjaga perasaan, dan sebagainya, e. faktor kebutuhan kata baru, perubahan makna karena faktor kebutuhan kata baru berhubungan erat dengan kebutuhan masyarakat pemakai bahasa, f. faktor perkembangan ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya mengandung 194

213 konsep yang sederhana sampai kini tetap dipakai meskipun makna yang dikandungnya telah berubah, g. faktor perbedaan bidang pemakaian lingkungan, seperti halnya yang terjadi pada kata-kata yang menjadi pembendaharaan dalam bidang kehidupan atau kegiatan tertentu juga dilakukan dalam bidang kehidupan lain, h. faktor pengaruh bahasa asing, perubahan makna juga banyak disebabkan oleh pengaruh bahasa asing yang berupa peminjaman makna, i. faktor asosiasi, kata-kata yang digunakan di luar bidang asalnya sering masih ada hubungannya dengan makna kata tersebut pada bidang asalnya, j. faktor pertukaran tanggapan indera dalam perubahan makna ini berhubungan dengan indera manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah dan kulit, k. faktor perbedaan tanggapan pemakaian bahasa, sejumlah kata yang digunakan oleh pemakainya tidaklah mempunyai nilai sama, l. Faktor penyingkatan, sejumlah ungkapan dalam bahasa Indonesia sekalipun tidak diucapkan secara tidak keseluruhan namun umumnya masyarakat sudah memahami maksudnya. 5. Generalisasi (Perluasan) : kata-kata yang maknanya mengalami pergeseran menjadi lebih 195

214 luas dibanding dengan makna sebelumnya. Contoh : papan (Kayu menjadi Barang Kebutuhan). Spesialisasi atau Penyempitan makna : proses penyempitan makna kata. Contoh : Kata sarjana dahulu bermakna cendekiawan atau orang pandai, sekarang kata sarajan hanya diperuntukan oleh orang yang sudah selesai studi S1, artinya berkaitan dengan gelar kesarjanaan. Ameliorasi (Amelioratif) : makna yang baru dianggap lebih baik, lebih terhormat daripada makna yang lama. Contoh : wanita kini dirasakan oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia lebih tinggi nilainya daripada kata perempuan. Peyorasi (Peyoratif) : proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula. Contoh : Kata cerai dirasakan lebih kasar daripada kata talak. Sinestesia : perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda atau bisa diartikan sebagai perubahan makna kata yang timbul karena tanggapan dua indera yang berbeda. Misalnya dalam kalimat Kata-katamu sungguh pedas untuk didengar. Kata pedas seharusnya ditanggapi oleh indra perasa dengan bibir atau mulut tetapi justru ditanggapi oleh indra pendengaran. Asosiasi : perubahan makna kata akibat persamaan sifat atau makna yang 196

215 dihubungkan dengan benda lain yang dianggap mempunyai kesamaan sifat. Contoh : Ia memberi amplop kepada petugas sehingga urusannya cepat selesai 197

216 KUNCI JAWABAN BAB VII Jawab: 1. Wacana merupakan padanan dari discourse. Wacana merupakan satu kesatuan semantik, dan bukan kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan lantaran bentuknya (morfem, kata, klausa, atau kalimat) tetapi kesatuan arti. 2. konteks dalam sebuah wacana merupakan ciri-ciri alam diluar bahasa yang menumbuhkan makna pada sebuah wacana. Konteks wacana dibentuk dari berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan topik, peristiwa, amanat, kode dan saluran. 3. Wacana Naratif Wacana naratif merupakan tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian dengan menonjolkan tokoh pelaku. Wacana Prosedural Wacana prosedural merupakan wacana yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh di bolak-balik unsurnya. Wacana Hortatorik Wacana hortatorik merupakan rangkaian tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasihat. Wacana Ekspositorik 198

217 Wacana ini merupakan wacana yang mempunyai sifat memaparkan suatu pokok pikiran. Wacana Deskripsi Wacana deskripsi merupakan wacana yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. 199

218 KUNCI JAWABAN BAB VIII Jawab : 1. Masyarakat bahasa merupakan sekumpulan manusia yang menggunakan sistem syarat bahasa yang sama untuk berkomunikasi sesamanya. Sementara menurut Corder, (2007:8) mengatakan bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain biasa saling mengerti sewaktu mereka berbicara. 2. Variasi bahasa dibedakan berdasarkan empat aspek yaitu: a. Variasi bahasa dari segi penutur Variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan sudut pandang, kecirikhasan penutur. Secara umum dibagi menjadi dua yaitu dialek dan idealek. Dialek adalah ciri khas bahasa dimiliki oleh sekelompok masyarakat. Idialek ciri khas yang dimiliki oleh seseorang, idialek ini sifatnya pribadi. b. Variasi dari segi pemakaian. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, 200

219 pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. c. Variasi dari segi keformalan. Berdasarkan tingkat keformalannya, dibagi menjadi variasi bahasa dalam lima macam gaya, yaitu ragam gaya beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal),gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). d. Variasi dari segi sarana. Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis. 3. Kelebihan bahasa tulis a. Mempunyai bukti otentik b. Dasar hukum yang kuat c. Dapat disajikan lebih matang atau bersih d. Lebih sulit dimanipulasi Kekurangan bahasa tulis : a. Berlangsung lambat b. Selalu memakai alat bantu c. Kesalahan tidak dapat langsung diperbaiki d. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh atau mimik muka Kelebihan bahasa lisan a. Berlangsung cepat b. Sering berlangsung tanpa alat bantu c. Kesalahan dapat langsung diperbaiki 201

220 d. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka Kekurangan bahasa lisan a. Tidak mempunyai bukti otentik b. Dasar hukumnya lemah c. Sulit disajikan secara matang atau bersih d. Mudah dimanipulasi 4. Frozen atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasisituasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah; dan suratsurat keputusan. 5. Dialek adalah ciri khas bahasa dimiliki oleh sekelompok masyarakat. Idialek ciri khas yang dimiliki oleh seseorang, idialek ini sifatnya pribadi. Contoh dialek : Dialek Betawi, Dialek Sunda, Dialek Jawa Coontoh idialek : Idialek Soeharto, Idialek Benyamin S, dll 202

221 BIODATA PENULIS Dra. Sulistyawati, M.Hum. lahir di kota Yogyakarta 25 September Anak pertama dari empat bersaudara pasangan ayah R. Subono (almarhum) dan Ibu Dra. Sri Suharti Subono. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 28 Pontianak (1980) SMP Negeri I Pontianak (1983), SMA Negeri 2 Pontianak (1986). Penulis sejak SD mengikuti orang tuanya pindah ke kota Pontianak, sehingga menyelesaikan pendidikan di Universitas Tanjung Pura Pontianak dan mendapat gelar (Dra) tahun Setelah itu penulis menempuh pendidikan S-2 Bidang Linguistik Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia tahun 2000 dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikan Doktor (S-3) di Universitas Negeri Jakarta. Penulis pernah menjadi dosen di Universitas Tanjungpura Pontianak dan sejak tahun 2006 hingga sekarang mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka Jakarta. Karya ilmiah yang sudah dipublikasikan antara lain Analisis Kesalahan Berbahasa pada Majalah Mimbar Untan (1991), Pemertahanan Bahasa Khek oleh Komunitas China Hakka di Singkawang Kalimantan Barat 203

222 (2000), Bahasa Anak Usia Dini Cerminan Kemampuan Bernalar (2002), Kesantunan Berbahasa Mahasiswa di Uhamka (2005), Autisme dan Kemampuan Berbahasa Menggunakan Teknik ABA (Jurnal Stilistika Tahun I, No.1 tahun 2010), serta beberapa tulisan yang belum sempat dipublikasikan. Belakangan ini penulis sering menjadi pembicara dalam pelatihan dan seminar-seminar para guru di Jabodetabek. 204

223 ABDUL RAHMAN JUPRI lahir di Jakarta, 7 Oktober Setelah lulus dari SD Negeri 02 Petang Jakarta, ia melanjutkan sekolah di SMP N 121 Jakarta dan SMA N 72 Jakarta. Memperoleh gelar magister pendidikan bahasa dari Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA).Saat ini sebagai pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) dalam mata kuliah Bahasa Indonesia, Teori Belajar Bahasa, Wacana, Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA),Kajian Puisi, dan Kajian dan Pementasan Drama. Selain itu menjadi pembicara diberbagai seminar dan workshop kebahasaan. Menjadi Ketua Lembaga Seni dan Olahraga (LSBO) PDM Jakarta Timur. Beberapa tulisannya pernah dimuat di jurnal Stilitiska diantaranya Konflik Batin Tokoh Pada Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (2012), Kesantunan Berbahasa Tokoh Utama Film 99 Cahaya di Langit Eropa (2015). Selain itu ia juga pernah menerbitkan buku Teori Belajar Bahasa (2013). 205

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

1. Identitas Mata Kuliah 2. Tujuan Mata Kuliah 3. Deskripsi Mata Kuliah 4. Pendekatan Pembelajaran

1. Identitas Mata Kuliah 2. Tujuan Mata Kuliah 3. Deskripsi Mata Kuliah 4. Pendekatan Pembelajaran SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama Mata Kuliah : Linguistik Umum Kode Mata Kuliah : IN100 Bobot SKS : 2 Semester : 1/S1 Kel. Mata Kuliah : MKK Program Studi : Bahasa dan Sastra Indonesia Status Mata

Lebih terperinci

Nama : Eryca Sherina P. NIM :

Nama : Eryca Sherina P. NIM : Nama : Eryca Sherina P. NIM : 1402408094 2. LINGUISTIK SEBAGAI ILMU 2. 1. Keilmiahan Linguistik Pada dasarnya setiap limu, termasuk juga ilmu linguistik, tetap mengalami tiga tahap perkembangan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU

LINGUISTIK SEBAGAI ILMU LINGUISTIK SEBAGAI ILMU Pada bab pertama sudah disebutkan bahwa linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. 2.1 KEILMIAHAN LINGUISTIK Sebelum membicarakan keilmiahan linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

Tugas bahasa indonesia

Tugas bahasa indonesia Tugas bahasa indonesia Nama:sidiq pratista hadi Nim:1402408252 BAB III OBJEK LINGUSTIK BAHASA 3.1 PENGERTIAN BAHASA Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga

Lebih terperinci

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik, yang mengambil bahasa sebagai objeknya.

Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik, yang mengambil bahasa sebagai objeknya. Nama : Ferdausy Priharini NIM : 1402408292 Kelas : IF RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB III OBJEK LINGUISTIK: BAHASA Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah tentu mempunyai objek. Begitu juga dengan linguistik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK 7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,

Lebih terperinci

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni,

Hakikat Bahasa. Beberapa pendapat bahasa para ahli yakni, Hakikat Bahasa Bahasa memiliki pengertian yang sangat luas. Bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu bahasa

Lebih terperinci

Hakikat Bahasa. Definisi Bahasa. Uraian dari Definisi Bahasa 23/10/2014. Bahasa sebagai sebuah

Hakikat Bahasa. Definisi Bahasa. Uraian dari Definisi Bahasa 23/10/2014. Bahasa sebagai sebuah Hakikat Bahasa Pengantar Linguistik Umum 22 Oktober 2014 APAKAH BAHASA ITU? Definisi Bahasa Uraian dari Definisi Bahasa Sistem tanda yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014

ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK KAJIAN KEBUDAYAAN MELALUI BENTUK-BENTUK LINGUAL ---- MENGKAJI BAHASA MELALUI BUDAYA يم ب س م من

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY Abdullah Hasibuan 1 Abstrak Linguistik merupakan suatu ilmu yang bahasa secara ilmiah atau ilmu tentang bahasa. Kata Linguistik berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik) Bahasa dipelajari atau dikaji oleh disiplin ilmu yang disebut linguistik atau ilmu bahasa. Seperti halnya disiplin-displin yang lain, linguistik juga memiliki tiga pilar penyangga, yakni ontologi, epistemologi,

Lebih terperinci

(26 November February 1913) By: Ubaidillah

(26 November February 1913) By: Ubaidillah TEORI LINGUISTIK STRUKTURAL Ferdinand de Saussure (26 November 1857 22 February 1913) Sumber Bacaan: 1. Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics, Competition and Evolution. Hutchinson: London, Melbourne,

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1 ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Diajukan Oleh: AGUS

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) GANJIL 2016

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) GANJIL 2016 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) GANJIL 2016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA FAKULTAS PROGRAM STUDI : : Ilmu RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH (MK) KODE RUMPUN MK BOBOT SKS PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa Pertemuan Ketiga By Munif Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik Berdasarkan Pembidangannya Berdasarkan Sifat Telaahnya Beradasarkan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Adalah suatu kenyataan bahwa manusia

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG Nama Mata Kuliah Kode/SKS Waktu SOAL TUGAS TUTORIAL II : Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD : PGSD 4405/3 (tiga) : 60 menit/pada pertemuan ke-5 PILIHLAH SALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian dari ilmu linguistik. Cabang-cabang ilmu linguistik tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian dari ilmu linguistik. Cabang-cabang ilmu linguistik tersebut di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS

BAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS BAHASA INDONESIA Modul ke: KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id A. Pengertian Bahasa 1. Bloch & Trager Bahasa adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. 1. Variasi kedaerahan bahasa Jawa yang

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA

CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA TUGAS KELOMPOK CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM BAHASA INDONESIA MATA KULIAH : FONOLOGI DOSEN : Yuyun Safitri, S.Pd DISUSUN OLEH: ANSHORY ARIFIN ( 511000228 ) FRANSISKA B.B ( 511000092 ) HAPPY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAKAIAN BENTUK-BENTUK PRONOMINA PERSONA DALAM NOVEL TAHAJUD CINTA DI KOTA NEW YORK KARYA ARUMI E. Rafhiqi Pratama, Sujoko

ANALISIS PEMAKAIAN BENTUK-BENTUK PRONOMINA PERSONA DALAM NOVEL TAHAJUD CINTA DI KOTA NEW YORK KARYA ARUMI E. Rafhiqi Pratama, Sujoko ANALISIS PEMAKAIAN BENTUK-BENTUK PRONOMINA PERSONA DALAM NOVEL TAHAJUD CINTA DI KOTA NEW YORK KARYA ARUMI E. Rafhiqi Pratama, Sujoko The purpose of this research is to decribe the use of first personal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER UMSU 2016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA FAKULTAS PROGRAM STUDI : HUKUM : ILMU HUKUM RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH (MK) KODE RUMPUN MK PENGANTAR HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, cara berpikir manusia serta cara menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, bahasa juga terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

Fonologi Dan Morfologi

Fonologi Dan Morfologi Fonologi Dan Morfologi 4. 2 Fonologi Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi. Modul ke: BAHASA INDONESIA UMB Penulisan Kata (Diksi) Fakultas Psikologi Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Definisi Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau diksi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

Bahasa dan Linguistik

Bahasa dan Linguistik Modul 1 Bahasa dan Linguistik Dra. Liliana Muliastuti, M.Pd. D PENDAHULUAN alam komunikasi sehari- hari kita selalu menggunakan bahasa. Pernahkah Anda membayangkan hidup tanpa bahasa, baik bahasa tulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan alat untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Kalimat berperan penting sebagai wujud tuturan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sesama manusia. Penutur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. MATA KULIAH (MK) KODE RUMPUN MK BOBOT SKS SEMESTER TANGGGAL PENYUSUNAN Ilmu Hukum 4 II

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. MATA KULIAH (MK) KODE RUMPUN MK BOBOT SKS SEMESTER TANGGGAL PENYUSUNAN Ilmu Hukum 4 II RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER UMSU 2016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA FAKULTAS PROGRAM STUDI : Hukum : Ilmu Hukum RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER MATA KULIAH (MK) KODE RUMPUN MK BOBOT SKS SEMESTER

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK PRESENTASI MATERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN FONOLOGI MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS RIAU

PENERAPAN TEKNIK PRESENTASI MATERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN FONOLOGI MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS RIAU 8 PENERAPAN TEKNIK PRESENTASI MATERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN FONOLOGI MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS RIAU Hasnah Faizah dkk.* Dosen FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek Bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya Bahasa Melayu digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua france bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah suatu hal yang amat lazim diperankan di dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tak dapat dipungkiri, kegiatan berbahasa lisan hingga kini masih dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat untuk membentuk hidup masyarakat. Bahasa merupakan sarana pikir bagi manusia. Berbagai unsur kelengkapan hidup manusia seperti kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH 1. Nama Mata Kuliah : Kebahasaan 2. Kode Mata Kuliah : GD 306 3. Jumlah SKS : 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan ucapan, pikiran perasaan seseorang yang teratur serta yang dipergunakan sebagai alat komunikasi antarmasyarakat. Menurut Kridalaksana (dalam Abdul Chaer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci