4. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 4. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah perkebunan teh milik PTPN VIII Ciater Subang dan hutan sekunder, dengan ketinggian m dpl, pada koordinat LS dan BT (Lampiran 1). Perkebunan teh di bagian Afdeling III terdiri atas beberapa blok kebun yang tidak dikelola secara intensif sehingga menjadi semak belukar. Kebun teh di blok Manggu, Legok haur, Sadim dan Salam dibiarkan menjadi semak belukar 5 tahun (KT 5 ) dengan luas lahan ± 45 ha (Lampiran 3). Pada blok Legok monyet dan Manggar dibiarkan menjadi semak belukar 10 tahun (KT 10 ) dengan luas lahan ± 35 ha. Hutan sekunder pada lokasi penelitian adalah blok Kaletes yang banyak ditanami pohon Eucalyptus deglupta, dengan luas lahan ± 200 ha milik Perum Perhutani. Lokasi hutan sekunder tersebut berbatasan langsung sebelah timur dengan (KT 5 ), dan sebelah barat dengan (KT 10 ). Penelitian daya kecambah biji dari feses burung dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, dan analisis kandungan nutrisi buah yang dimakan burung dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Jurusan Kimia Universitas Padjadjaran. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan April Desember 2005, uji daya kecambah dan kandungan nutrisi buah dilakukan pada bulan Januari-Mei Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data lapangan adalah teropong binokuler merk Nikon Action 8x40, 8,2 0 egret, teropong monokuler merk Bushnell zoom 16-36x, kamera Panasonic lumix FD50, zoom x dengan memori SD 1GB; hand tally counter Kw, jala kabut berwarna hitam, terbuat dari benang nilon, panjang 12 m, lebar 2,6 m, mata jala berukuran mesh 30 mm, 4 buah kantung, kaliper digital Shinwa rules model 19970, 0, mm, dan Mitutoyo model CD-15GS, serial , 0, mm; timbangan digital Custom cs- dengan ketelitian 0,1 gr; stopwatch merk casio HS-3; mistar stainless hardened 40cm; GPS Garmin etrex; Tripod velbord 680; kantong kain ukuran 20 x 30cm; kaca pembesar 90 mm, mikroskop stereo, saringan dengan ukuran lubang 1 x 1 mm; buku panduan lapangan burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan 34

2 Kalimantan dari MacKinnon et al.(2000), buku catatan lapangan, dan peta lapangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, alkohol teknis, formalin 40%, kertas saring, kertas koran. Sedangkan objek penelitian adalah burung pemakan buah yang terdapat di lokasi penelitian, tumbuhan buah dan feses burung pemakan buah. 4.3 Metode Pengumpulan Data Diagram Metoda Penelitian Alur metoda penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan data sehingga dapat menjelaskan secara komprehensif peranan burung pemakan buah membantu penyebaran biji dan suksesi tumbuhan terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram alir metoda penelitian KT 5 :kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar 5 tahun, KT 10 :kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar 10 tahun, HS:hutan sekunder 35

3 4.3.2 Analisis Vegetasi Untuk mengetahui kondisi tipe vegetasi dilakukan pengukuran data kuantitatif analisis vegetasi dengan metode kuadrat (Gambar 5), yaitu menghitung spesies tumbuhan yang ada pada unit contoh, kelimpahan, distribusi, kerapatan dan indeks nilai penting (INP). Pencuplikan data analisis vegetasi dilakukan dengan plot ukuran 1 x 1 untuk tumbuhan herba, 4 x 4 untuk tumbuhan semak dan 10 x 10 untuk tumbuhan pohon (Mueller-Dombois & Ellenberg 1974). Jumlah unit contoh tiap tipe vegetasi adalah 10 petak C B A 4 m 10 m 1m Gambar 5. Unit contoh yang digunakan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi A: unit contoh pengamatan tumbuhan tingkat semai dengan ukuran petak 1 x 1m, B: unit contoh pengamatan tumbuhan tingkat semak dengan ukuran petak 4 x 4 m, C: unit contoh pengamatan tumbuhan tingkat pohon (dbh 20 cm) dengan ukuran petak 10 x 10 m Pengukuran data kualitatif kondisi vegetasi dilakukan dengan metoda diagram profil baik secara vertikal dan horizontal (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974), dengan ukuran unit contoh 10 x 20 m pada setiap tipe vegetasi. Gambar diagram profil menggunakan skala 1:200 pada setiap tipe vegetasi. Pencatatan stratifikasi pohon di lokasi penelitian dibagi menjadi 4 strata, yaitu: strata I dengan ketinggian vegetasi 0-5 meter; strata II (5-10 m); strata III (10-20 m); dan strata IV dengan ketinggian vegetasi lebih dari 20 meter. Langkah kerja penggambaran diagram profil yaitu: 1. Menyiapkan kertas milimiter blok dan alat tulis untuk menggambarkan struktur vertikal dan horizontal. 2. Mencatat koordinat pohon dalam plot dan digambarkan pada kertas milimiter blok, pengukuran digunakan meteran (Gambar 6). 36

4 Gambar 6. Penggambaran koordinat pohon 3. Mengukur diameter setinggi dada (dbh) untuk pohon dengan diameter lebih dari 20 cm, dilakukan setinggi dada dan di atas akar papan untuk pohon yang berakar papan (Gambar 7). Gambar 7. Pengukuran diameter pohon setinggi dada 4. Mengukur tinggi pohon, dan letak percabangan pertama tumbuhan menggunakan Clinometer. 5. Mengukur luas penutupan tajuk, dengan memproyeksikan sisi terluar tajuk secara vertikal. Pengukuran dilakukan dengan mengukur sisi terluar pada empat arah mata angin dari suatu pohon yang saling tegak lurus pada pangkal pohon dan langsung digambarkan pada kertas grafik sebagai gambar horizontal. 6. Menggambar stratifikasi dan penutupan tajuk pohon serta karakteristik tumbuhan penyusunnya pada kertas milimeter block dengan menggunakan skala 1:

5 4.3.2 Komunitas Burung Keanekaan Burung A. Metoda Sigi Untuk mengetahui keanekaan spesies burung di lokasi penelitian dilakukan inventarisasi dengan metoda sigi, yaitu menjelajahi seluruh lokasi pengamatan melalui jalan setapak yang sudah tersedia. Spesies burung yang terlihat langsung pada saat pengamatan, diidentifikasi nama spesiesnya. Identifikasi dilakukan dengan cara melihat langsung burung dengan bantuan teropong, kemudian karakteristik morfologi burung seperti pola warna, bentuk paruh, bentuk ekor dan bentuk tubuh dibandingkan dengan karakteristik morfologi burung yang terdapat pada buku panduan lapangan burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al. 2000). Selain itu spesies burung yang terdengar suaranya berada di lokasi pengamatan dicatat nama spesies, familia dan lokasi ditemukan. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi hari ( ) dan sore hari ( ) dengan interval dua bulan sekali. B. Metoda Penangkapan Disamping mengunakan metoda sigi, untuk melengkapi inventarisasi spesies burung dilakukan juga pemasangan jala kabut, terutama untuk spesies burung yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Burung yang tertangkap dengan mengunakan jala kabut, kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapangan burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon et al. 2000) dan buku panduan lapangan burung Asia Tenggara (King et al. 1992). Lama waktu pengamatan 9 bulan Kelimpahan dan Distribusi Burung Pencuplikan data kelimpahan dan distribusi burung dilakukan dengan menggunakan metoda titik hitung (Bibby et al. 1992, 2000; Adhikerana 1997; Hostetler & Main 2001). Metoda ini cocok digunakan di hutan hujan tropis dan hutan pinggir sungai seperti di Kawasan Panaruban, Kabupaten Subang. Pencuplikan data kelimpahan dan distribusi burung dilakukan 3 kali setiap bulan selama 3 bulan. Waktu pencuplikan dilakukan pada pagi hari ( ) dan sore hari ( ), karena kedua waktu tersebut aktivitas pergerakan burung 38

6 lebih tinggi, sehingga mudah untuk mendeteksi kehadiran burung di tempat tersebut. Radius titik hitung untuk setiap titik pengamatan ditentukan berdasarkan tipe habitat yang dicuplik, yaitu kerapatan struktur vegetasi dan kemampuan pengamat dalam mengidentifikasi spesies burung. Radius titik hitung untuk vegetasi KT 5, KT 10 serta hutan sekunder adalah 25,2 m untuk memperoleh sampel wilayah berukuran 0,2 ha/titik hitung. Jumlah titik hitung tidak sama pada setiap tipe vegetasi, yaitu di vegetasi KT 5 dan KT 10 adalah masing-masing 15 titik hitung, sedangkan di hutan sekunder adalah 20 titik hitung. Banyaknya titik hitung tersebut disesuaikan dengan luas lokasi pengamatan yang dicuplik. Lamanya waktu pengamatan di setiap titik hitung adalah 10 menit (Bibby et al. 2000), ditambah waktu istirahat (tidak melalukan pengamatan) selama 2 menit pertama. Waktu istirahat dimaksudkan agar burung di daerah titik pengamatan dapat menyesuaikan diri dengan kehadiran pengamat dan memberikan kesempatan untuk mencatat gambaran umum daerah sekitar pengamatan serta mengukur koordinat titik hitung. Jarak antar titik hitung adalah 150 m. Hal ini dimaksudkan agar burung yang sudah tercatat di titik hitung sebelumnya, tidak tercatat kembali di titik hitung berikutnya, terutama untuk burung-burung yang mempunyai mobilitas tinggi dan jangkauan terbang jauh. Nama spesies dan jumlah individu setiap burung yang terlihat maupun terdengar suaranya dicatat di masing-masing titik hitung pada periode waktu 10 menit pengamatan. Spesies burung yang dicatat hanya yang aktif menggunakan daerah pengamatan, sedangkan burung yang terbang melintas dicatat untuk inventarisasi, tetapi tidak dimasukan dalam pengolahan data kelimpahan dan distribusi Karakteristik Morfologi Burung Pemakan Buah Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah Pengamatan terhadap karakteristik burung yang tertangkap jala kabut dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik morfologi eksternal burung. Burung yang dikategorikan sebagai pemakan buah, selain diukur karakteristik morfologi eksternal juga karakteristik morfologi sistem pencernaan (Corlett 1996; Jordano 1986). Tahapan yang dilakukan sebagai berikut: penangkapan, pengukuran 39

7 morfometrik eksternal, penandaan dan pelepasan kembali (Corlett 1998a), sedangkan 5 individu dari spesies burung pemakan buah yang ditangkap dibedah untuk mengetahui karakteristik morfometrik sistem pencernaannya. A. Penangkapan Burung Pemasangan jala kabut dilakukan untuk menangkap sampel burung di setiap tipe vegetasi (KT 5, KT 10 dan hutan sekunder) adalah 3 hari per bulan, selama 9 bulan. Jala kabut yang digunakan pada 3 bulan pertama 4 buah dan 5 bulan berikutnya 9 buah. Jala kabut yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut: berwarna hitam, terbuat dari benang nilon, panjang 12 m, lebar 2,6 m, mata jala berukuran mesh 30 mm, memiliki 4 buah kantung (Schemnitz 1980). Beberapa pertimbangan memasang jala kabut ditentukan sebagai berikut: 1) Jala kabut dipasang secara terpencar atau berantai satu sama lainnya dengan bantuan tiang alumunium untuk menghubungkannya. Cara pemasangan tersebut disesuaikan dengan ruang yang tersedia (Gambar 8). 2) Jala kabut yang dipasang tidak terlalu longgar atau terlalu tegang. 3) Lipatan kantung jala kabut tidak tumpang tindih dan tidak terlalu dekat ke tanah, sehingga burung yang tertangkap tidak rusak bulunya atau mati. 4) Jala kabut dipasang menyentuh lantai hutan atau kebun teh pada stratum bawah sampai ketinggian jala kabut 2,6 m dari permukaan tanah. 5) Pemasangan jala kabut di stratum tajuk semak dipasang di jembatan tajuk, ketinggian jala disesuaikan dengan tingginya tajuk tumbuhan semak, bila tinggi tajuk tumbuhan semak 4 m, maka tinggi jala kabut maksimum 6 m dari permukaan tanah. 6) Jala kabut dipasang selama 12 jam setiap harinya mulai 5.30 sampai Hal ini dilakukan untuk memfokuskan pada spesies burung diurnal, dan menghindari tertangkapnya kelelawar pada malam hari. 7) Pemeriksaan jala kabut dilakukan interval 1 jam untuk mengambil burung yang tertangkap. 8) Jala kabut digulung jika kondisi cuaca tidak memungkinkan seperti angin kencang dan hujan lebat (Gambar 8c). 9) Posisi pemasang jala kabut ditentukan berdasarkan jalur terbang burung yang akan ditangkap, dan penyamaran jala kabut dilakukan dengan 40

8 memasangnya pada posisi yang searah dengan pancaran sinar matahari sehingga keberadaannya terlihat mencolok. 10) Tinggi pemasangan jala kabut disesuaikan dengan kebiasaan burung melintas di lokasi yang di pasang. 11) Pemasangan jala kabut dilakukan di dekat tumbuhan yang sedang berbuah, dan disesuaikan dengan jalur terbang burung datang ke pohon atau pergi dari pohon. 12) Pemasangan jala kabut dilakukan di sekitar jalan setapak dipasang secara berseri tegak lurus terhadap jalur terbang burung, atau sejajar dengan jalan setapak. B. Penanganan Burung yang Tertangkap Burung-burung yang tertangkap jala kabut ditangani secara hati-hati agar tidak mengalami luka atau stress. Beberapa tahap penanganan burung yang tertangkap, yaitu: a) Cara Mengeluarkan Burung dalam Jala Kabut Burung-burung yang tertangkap jala kabut pada saat mengambilnya harus dari arah burung masuk ke jala. Burung yang terjaring sebelum dilepaskan terlebih dahulu harus dipegang dengan tangan kiri, lalu kakinya dilepaskan dari jala, kemudian bagian sayap dan kepalanya. 41

9 p O H O N p O H O N p O H O N JALA KABUT a JALA KABUT b c Gambar 8. Pemasangan jala kabut a:jala kabut yang dipasang di sekitar pohon yang sedang berbuah, b:dipasang secara seri, c:digulung b) Cara Memegang Burung Burung dikeluarkan dari jala kabut, kemudian dimasukan ke dalam kantung kain. Pada saat burung dipegang, dilakukan penanganan yang baik 42

10 yaitu dengan cara menjepit kepala di bagian lehernya diantara jari telunjuk dan jari tengah secara lembut. Bagian tibio-fibula dijepit diantara jari manis dan kelingking, sedangkan sayap burung bagian kanan dijepit oleh ibu jari (Gambar 9). Penanganan burung dilakukan dengan cara dipegang tidak terlalu keras supaya tidak cidera, ataupun tidak terlalu longgar supaya burung tidak meronta-ronta atau bahkan lepas. Gambar 9. Cara memegang burung c) Cara Pengukuran Morfologi Burung Pengukuran morfologi burung dilakukan untuk mengetahui perbandingan kuantitatif morfologi burung khususnya burung pemakan buah yang dapat digunakan sebagai dasar pengelompokan taksonomi. Adapun bagian-bagian morfologi burung yang diukur sebagai berikut: 1) Panjang sayap diukur dari ujung lengkung sayap pada karpal sampai ujung bulu sayap primer terpanjang. 2) Rentang sayap diukur dari ujung bulu sayap primer terpanjang kiri sampai ujung bulu sayap primer terpanjang kanan. 3) Panjang ekor diukur dari insersi pada rectrices bagian tengah sampai ujung distal. 4) Panjang tarsus diukur mulai dari tarso-metatarsial sampai ke ujung tarsus. 43

11 5) Panjang paruh diukur dari ujung paruh sampai tepi distal dari lubang hidung. 6) Panjang kepala diukur dari ujung paruh sampai kepala bagian belakang. 7) Panjang total tubuh burung diukur dari ujung paruh sampai ujung ekor ketika burung diletakan terlentang. 8) Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. 9) Lebar bukaan paruh diukur mulai dari commissure sisi kiri sampai sisi kanan. 10) Tinggi bukaan paruh diukur mulai ujung atas titik commissure paruh atas sampai ujung bawah titik commissure paruh bawah. 11) Jenis kelamin diidentifikasi menggunakan karakter morfologi yang ditunjukkan oleh masing-masing jenis, kategorinya ialah jantan atau betina (jika memungkinkan). 12) Tingkat usia diidentifikasi dengan mengamati pertumbuhan bulu di bagian belakang kepala dan warna iris matanya, atau warna bulu pada burung yang dimorfis, kategorinya yaitu dewasa dan muda juvenil (jika memungkinkan). a b c d Gambar 10. Cara mengukur morfologi burung a:pengukuran panjang tarsus, b:pengukuran panjang paruh, c:pengukuran panjang kepala, d:pengkuran panjang rentang sayap 44

12 C. Cara Penandaan Setelah dilakukan pengukuran morfometrik, burung yang tertangkap diberi tanda dengan memasang cincin plastik berwarna di tarsus kanan. Cincin dimasukan ke dalam lubang tang, kemudian dimasukan ke dalam tarsus sebelah kanan, lalu ditekan cincin ke bawah sehingga menutupi tarsus burung. Jika terjadi kesalahan pemasangan cincin, maka cincin tersebut dibuka kembali dengan menggunakan tang pembuka dan kemudian dipasang cincin yang benar. D. Cara Pelepasan Burung Pelepasan burung yang tertangkap segera dilakukan setelah proses pengukuran morfometrik dan pemasangan cincin selesai. Tempat pelepasan dilakukan di tempat jauh dari posisi jala kabut dipasang. Pelepasan burung dilakukan dengan meletakkan di atas tanah dan searah dengan arah angin untuk memudahkan burung tersebut terbang. Burung tidak dipaksa untuk segara terbang, tetapi dibiarkan beberapa saat. Burung yang belum bisa terbang pada saat dilepaskan, dimasukkan kembali ke kantong dan dilepaskan pada beberapa jam berikutnya Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan Buah Beberapa individu burung pemakan buah yang tertangkap jala kabut setelah diidentifikasi nama spesiesnya, dan diukur karakteristik morfologi eksternalnya. Burung pemakan buah yang diketahui dalam fesesnya banyak mengandung biji diukur karakteristik morfologi sistem pencernaannya, yaitu pada burung Dicaeum trigonostigma, Pycnonotus aurigaster, P. bimaculatus, P. goiavier dan Zosterops palpebrosus. Dari tiap spesies burung pemakan buah tersebut diambil sebanyak 5 sampel. Burung-burung yang dijadikan sampel diambil dari hasil penangkapan dengan jala kabut, khususnya burung yang mengalami cidera karena meronta-ronta terjaring jala kabut. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penurunan populasi burung akibat kesalahan pengamat. Sampel spesies burung tersebut dibedah dan diukur karakter morfologi sistem pencernaannya di basecamp ( Jordano 1986). 45

13 Gambar 11. Sketsa sistem saluran pencernaan burung pemakan buah a:panjang saluran tenggorokan sampai dengan proventikulus, b:panjang saluran usus, c:panjang ventrikulus, d:lebar ventrikulus Bagian-bagian yang diukur meliputi panjang saluran pencernaan (dari tenggorokan sampai proventikulus, dan panjang usus), panjang dan tebal ventrikulus, serta berat basah ventrikulus setelah makanan dikeluarkan. Sampel burung yang telah diambil bagian sistem pencernaannya dibuat spesimen dan disimpan di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi FMIPA Unpad Ketersediaan Buah Pakan Fenologi Tumbuhan Buah Spesies tumbuhan buah yang ditemukan di lokasi pengamatan, serta buahnya berpotensi sebagai makanan burung sebanyak 26 spesies (Lampiran 9). Beberapa spesies tumbuhan tersebut mempunyai ukuran diameter buah proporsional dengan besar bukaan paruh burung pemakan buah. Berdasarkan informasi penduduk, dan literatur sebanyak 18 spesies, buah tumbuhan tersebut dimakan burung, sedangkan berdasarkan hasil pengamatan hanya ditemukan 7 spesies tumbuhan yang buahnya dimakan burung pemakan buah serta biji-bijinya ada dalam feses burung yang tertangkap jala kabut (Lampiran 10). Oleh karena itu, pengamatan fenologi tumbuhan buah dilakukan hanya pada 7 spesies tumbuhan dengan masing-masing spesies 4 individu. Spesies tumbuhan tersebut adalah 1. Arben (Rubus chrysophyllus), 2. Bungbrum (Poligonum chinensis), 3. Cecerenean (Breynia microphylla). 4. Harendong beureum (Melastoma affine), 5. Harendong bulu (Clidemia hirta), 6. Kipapatong (Sambucus javanicus) dan 7. Saliara (Lantana camara). Lamanya perkembangan 46

14 bunga dicatat dari mulai muncul kuncup bakal bunga sampai mekar dan kelopak bunga (mahkota bunga) rontok, sedangkan lama perkembangan buah dimulai setelah kelopak bunga rontok sampai buah matang dan siap dimakan burung. Jumlah sampel ditentukan 12 individu tumbuhan tiap spesies tumbuhan buah pakan burung, dengan masing-masing 4 individu di tiap tipe vegetasinya. Pengamatan perkembangan bunga dan buah dilakukan selama 3 bulan dengan interval waktu pengamatan satu minggu Kelimpahan Buah Pakan Pengamatan kelimpahan buah matang dilakukan dengan metoda estimasi ekstrapolasi (Partasasmita 1998). Pengambilan data dilakukan setiap minggu selama musim berbuah dari tumbuhan pakan burung. Penentuan spesies tumbuhan pakan burung berdasarkan pengamatan langsung bahwa buah dari tumbuhan tersebut dimakan oleh burung pemakan buah, hasil analisis kandungan saluran pencernaan dan feses, serta informasi dari literatur dan penduduk lokal. Pencuplikan data kelimpahan buah matang pada tumbuhan dilakukan estimasi jika pematangan buah secara serempak. Buah-buahan yang bersatu membentuk tandan dihitung rata-rata jumlah buah per tandan. Sampel buah 50 tandan dihitung jumlah seluruh buahnya, lalu jumlah total buah tersebut di bagi 50, sehingga diperoleh rata-rata jumlah buah per tandan. Misal jumlah tandan 50 (N), jumlah total seluruh buah dari 50 tandan adalah 950 (n) buah. Jadi rata-rata jumlah buah/tandan adalah n/n atau (950/50) = 19 buah/tandan. Nilai rata-rata tersebut dijadikan acuan untuk menghitung jumlah buah pada kanopi, yaitu dengan cara menghitung jumlah tandan dalam kanopi, kemudian dikali nilai ratarata buah per tandan. Buah-buah matang yang tidak berkelompok dalam tandan, melainkan menyebar tiap tangkai satu buah, pencacahan buah matangnya dilakukan dengan menghitung seluruh buah matang yang berada pada tumbuhan tersebut. Perhitungan buah matang pada tumbuhan semak dan herba dilakukan dengan mencacah seluruh buah pada kanopi tumbuhan tersebut. Pencuplikan kelimpahan buah matang dilakukan pada tiap spesies tumbuhan buah pakan burung di 10 unit contoh analisis vegetasi di tiap tipe 47

15 vegetasi. Data tersebut bertujuan untuk menghitung kelimpahan buah pakan burung masing-masing spesies tumbuhan pakan di lokasi penelitian Karakteristik Buah Pakan Pengamatan terhadap karakteristik buah pakan burung meliputi penampakan buah berdasarkan warna buah matang, bentuk, diameter, berat basah buah, berat kering udara dari biji, dan jumlah biji dalam buah (Jordano 1983; Herrera 1988; Fukui 2003). Pengukuran diameter buah dan biji dilakukan dengan menggunakan kaliper digital ketelitian 0,1 mm. Pengukuran berat basah buah dilakukan di lapangan setelah buah dipetik, lalu ditimbang dengan timbangan digital ketelitian 0,1 gr. Jumlah biji per buah dihitung dengan cara mengelupaskan daging buah, kemudian jumlah biji yang terdapat didalamnya dihitung. Berat biji kering udara ditimbang dengan timbangan digital ketelitian 0,1 gr (Jordano 1995). Pencuplikan data karakteristik buah pakan burung dilakukan pada 7 spesies tumbuhan. Jumlah sampel buah tiap spesies tumbuhan pakan dicuplik 50 butir, dari 10 individu tumbuhan di tempat yang berbeda dari tiap tipe vegetasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi bias data yang diperoleh dari variasi karakteristik buah secara individu tumbuhan. Analisis kandungan nutrisi buah dilakukan terhadap buah segar dari 7 spesies tumbuhan buah pakan burung yang meliputi kandungan air dan protein (Kjeldahl), total lemak (Soxhlet), dan karbohidrat (Herrera 1987; Corlett 1998a). Tata kerja analisis kandungan nutrisi seperti tercantum pada Lampiran 4, 5 dan 6. Pencuplikan data kandungan nutrisi buah pakan burung dilakukan masing-masing 3 ulangan pada tiap spesies buah pakan Perilaku Makan Burung Pemakan Buah Perilaku Makan Harian Pengamatan perilaku makan harian burung pemakan buah dilakukan pada burung Pycnonotus aurigaster dan Pycnonotus goiavier. Kedua spesies tersebut dipilih berdasarkan hasil pengamatan lapangan bahwa spesies burung tadi terbukti sebagai pemakan buah dan penyebar biji. Hal ini terjadi karena pada feses individu-indvidu yang tertangkap jala kabut banyak ditemukan biji. Sedangkan spesies burung pemakan buah lainnya berdasarkan literatur, pengamatan langsung 48

16 burung terlihat memakan buah dan keberadaan biji tumbuhan di dalam feses burung yang tertangkap tidak dijadikan objek pengamatan perilaku makan. Hal ini karena spesies burung pemakan buah selain Pycnonotus aurigaster dan Pycnonotus goiavier sangat sulit diamati karena sangat sensitif terhadap kehadiran pengamat seperti Pycnonotus bimaculatus. Selain itu beberapa yang lainnya memiliki mobilitas yang sangat tinggi sehingga sangat sulit diikuti seperti Zosterops palpebrosus dan Dicaeum spp. Pengamatan perilaku makan dilakukan dengan metode ad-libitum (Altmann 1974). Pencuplikan data perilaku makan harian dilakukan pada burung yang melakukan aktivitas makan di tumbuhan buah yang dijadikan tempat makan. Kelompok burung pemakan buah yang baru datang ke tempat makan diamati, dipilih salah satu individu dari kelompok tersebut yang tampak jelas. Kemudian, seluruh aktivitas harian dan aktivitas yang berhubungan dengan perilaku makan di catat mulai melakukan pencarian pakan sampai selesai makan. Pengamatan penanganan buah dilakukan dengan cara menghitung lamanya waktu burung menangani buah sebelum ditelan. Pengamatan tersebut dilakukan sebanyak 25 kali ulangan pada tiap spesies tumbuhan pakan. Apabila individu burung tersebut pindah tempat dan sulit ditemukan, maka pencatatan aktivitas harian dilanjutkan pada individu lain dari kelompok tersebut. Hal ini diasumsikan bahwa individuindividu pada spesies yang sama relatif melakukan aktivitas harian yang sama pada waktu yang sama. Pengamatan aktivitas makan harian dilakukan pada pagi hari ( ), dan sore hari ( ). Pencuplikan data dilaksanakan sebanyak 12 hari setiap bulan sekali selama 3 bulan Strategi Mencari Makan Pengamatan perilaku makan burung pemakan buah (Pycnonotus aurigaster dan Pycnonotus goiavier) dilakukan dengan metoda focal tree spesies di tumbuhan buah yang dijadikan tempat makan seperti yang dilakukan oleh Wheelwright (1991). Pengamatan ini difokuskan pada rangkaian perilaku makan burung pemakan buah di tumbuhan buah yang dijadikan tempat makan. Pengamatan dimulai dari kelompok burung datang ke tumbuhan buah pakan, kemudian dipilih individu dari kelompok tersebut yang tampak jelas bertengger di tumbuhan pakan. Data yang dicatat yaitu: jumlah tumbuhan pakan yang 49

17 dikunjungi, lamanya tinggal di satu tumbuhan pakan, jumlah buah yang dimakan dalam waktu tertentu, dan lama waktu makan pada setiap kunjungan ke satu tumbuhan pakan. Lokasi pengamatan untuk strategi mencari makan burung pemakan buah (Pycnonotus aurigaster dan Pycnonotus goiavier) dipilih KT 5. Pengamatan di KT 10 dan hutan sekunder tidak dapat dilakukan berdasarkan survai pendahuluan perilaku makan dan beberapa pertimbangan yaitu: 1) burung pemakan buah yang sedang makan sangat sulit terlihat seluruh aktivitas makannya, terutama jika bergerak atau pindah pohon tidak bisa diikuti; 2) luas pandangan area pengamatan sangat terbatas karena tumbuhannya yang tinggi; 3) tidak ditemukan lokasi yang dapat melihat dengan jelas seluruh area pengamatan perilaku makan. Pembuktian buah yang dimakan hanya yang matang dilakukan percobaan di kandang. Buah yang muda, belum matang (warna buah hanya sebagian yang berubah) dan buah matang diberikan ke 5 spesies burung pemakan buah masing masing 30 butir, hasilnya menunjukkan hanya buah matang yang dimakan Jarak Terbang Setelah Makan Pengamatan jarak terbang dilakukan pada burung yang telah melakukan aktivitas makan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan pemindahan biji buah oleh burung pemakan buah. Keberhasilan burung menyebarkan biji sangat tergantung pada tahapan proses burung memakan buah itu sendiri dan jarak terbang burung setelah memakan buah. Jika burung setelah memakan buah tetap diam di tumbuhan pakan 30 menit, maka burung tersebut dikategorikan tidak menyebarkan biji. Hal ini karena biji yang ditelan sudah dikeluarkan kembali melalui defekasi. Menurut Fukui (2003) bahwa biji yang termakan burung pemakan buah hampir seluruhnya dikeluarkan bersama feses dalam kisaran waktu ± 20,8 menit setelah makan. Dengan demikian, biji yang termakan telah jatuh dibawah kanopi tumbuhan induknya. Pengukuran jarak minimal penyebaran biji oleh burung pemakan buah dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya potensi burung menyebarkan biji tumbuhan pakan. Jarak antara tumbuhan buah pakan yang dijadikan tempat makan (tumbuhan induk) ke tumbuhan tempat tenggeran pertama setelah makan disebut jarak minimum burung pemakan buah menyebarkan biji. Jarak tersebut diukur 50

18 mulai dari batas terluar kanopi tumbuhan induk sampai batas terluar kanopi tumbuhan tempat bertengger atau sebagai tempat aktivitas yang lainnya. Jarak terbang burung kemudian diproyeksikan pada bidang datar sehingga diketahui jarak penyebaran biji oleh burung (Gambar 12). S a l i a r a Saliara Jarak penyebaraan biji Gambar 12. Jarak minimum biji disebarkan oleh burung Interaksi Burung dan Tumbuhan Buah Komposisi Biji dalam Feses Burung Pemakan Buah Pencuplikan komposisi biji dalam feses burung pemakan buah dilakukan dengan 4 metode yaitu: 1) pengamatan langsung pada saat burung makan, 2) isi saluran pencernaan, 3) feses burung yang tertangkap dan 4) feses yang jatuh di tempat tenggeran. Pengamatan langsung dilakukan pada saat burung memakan berbagai jenis buah di tumbuhan pakan, pelaksanaan metode ini dilakukan bersamaan dengan pengamatan perilaku makan, sedangkan 3 metode yang lain seperti di bawah ini. A. Isi Saluran Pencernaan Sampel burung dibedah untuk diukur karakter morfologi sistem pencernaannya dan bagian isi saluran pencernaannya dikumpulkan untuk dianalisis komposisi biji buah yang dimakanannya (Jordano 1988). Sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang telah diberi label, lalu diperiksa di laboratorium. Jumlah sampel yang dicuplik tiap spesies burung pemakan buah 51

19 adalah 5 unit, hal ini disesuaikan dengan sampel burung yang diukur karakter morfologi sistem pencernaannya. Sampel isi saluran pencernaan dimasukan ke dalam saringan yang telah dilapisi 2 lapis kertas saring. Sampel tersebut disebar menggunakan kuas kecil sambil dibilas dengan air mengalir secara perlahan-lahan (Gambar 13). Bagianbagian yang tersaring dipisahkan sesuai dengan bentuk, warna dan ukurannya. Bagian-bagian tersebut diduga biji, dan dibilas kembali sampai bersih. Biji-bijian yang utuh atau serpihan dan buah dipindahkan ke cawan petri yang telah dilapisi kertas saring. Biji-bijian dan buah yang telah kering dimasukan ke tabung yang berlabel. Gambar 13. Pencucian biji dari feses burung Identifikasi biji-bijian dan buah dari isi saluran pencernaan burung yang terkumpul dilakukan dengan 2 cara, yaitu: pertama mencocokkan dengan referensi dari beberapa buku yang ada, kedua mencocokkan dengan koleksi buah serta bijibijian (spesimen biji) yang diperoleh dari lokasi penelitian. Pemeriksaan biji dan buah dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo, karakter morfologi dibandingkan dengan literatur atau sampel biji yang telah diketahui nama spesiesnya. Beberapa ciri yang dibandingkan diantaranya, bentuk, ukuran, tekstur, warna, serta bagian-bagian lain yang dianggap penting (Jordano 1988; Corlett 1998a). Jumlah buah atau biji tiap spesies dihitung pada masing-masing sampel. Besar ukuran buah atau biji diukur dengan kaliper digital ketelitian 0,1 mm, demikian pula berat buah atau biji ditimbang dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 0,1 gr. 52

20 B. Analisis Biji dari Feses Burung yang Tertangkap Sampel feses dikumpulkan dari burung-burung yang tertangkap jala kabut. Burung-burung yang tertangkap jala kabut dikeluarkan dari jala, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kain. Burung berada di dalam kantong kain selama 60 menit. Setelah 60 menit, burung dikeluarkan kemudian diidentifikasi dan diukur morfometriknya untuk parameter , setelah itu burung dilepaskan lagi ke alam. Feses yang terkumpul di kantong kain kemudian dikeluarkan dan disimpan di dalam kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam amplop yang diberi label, setelah itu diperiksa di laboratorium. Hal ini sesuai dengan penelitian Corlett (1998a) bahwa burung yang tertangkap, bila dimasukan dalam kantong kain selama waktu menit, individu-individu burung tersebut telah mengeluarkan feses. Pencucian biji dari sampel feses burung pemakan buah serta identifikasi biji dilakukan sama seperti pada A. C. Analisis Biji dari Feses yang Jatuh di Tempat Tenggeran Pengumpulan feses dengan metoda faeces dropped count (Fukui 1995) dilakukan pada spesies burung yang sangat sulit ditangkap. Pencuplikan data dilakukan 6 hari di setiap tipe vegetasi. Pencuplikan data dimulai dengan pemilihan pohon-pohon tenggeran yang sering digunakan burung untuk tempat istirahat setelah makan. Di sekeliling bagian bawah pohonnya dipasang plastik putih untuk menampung feses burung yang jatuh dengan ukuran disesuaikan dengan luas kanopi pohon. Gambar 14. Pengumpulan feses dengan metoda feces dropped count Pemasangan plastik dilakukan pada pagi hari sebelum burung pemakan buah datang dan bertengger di pohon tersebut. Pengamatan dilakukan pada jarak 53

21 50 m dari pohon tadi. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi kehadiran dan mengidentifikasi burung pemakan buah yang bertengger. Ketika burung bertengger di pohon tersebut, nama spesies burung dan posisi tenggerannya dicatat. Setelah burung yang bertengger terbang, keberadaan feses yang jatuh diperiksa. Feses yang tertinggal dikumpulkan dan dimasukan ke dalam amplop, lalu diberi label sesuai dengan jenis burung yang bertengger sebelumnya. Feses yang terkumpul di bawa ke laboratorium untuk diperiksa. Biji utuh atau buah yang terdapat dalam feses burung pemakan buah ketiga metoda di atas, setelah diidentifikasi, selanjutnya disusun dalam daftar tabel biji yang terdapat pada feses burung pemakan buah (Tabel 1). Tabel 1. Biji spesies tumbuhan yang terdapat pada sampel feses burung Spesies Burung A Sampel 1 Sampel 2 Sampel ke n Spesies Tumbuhan Spesies 1 Spesies 2 Spesies 3 Spesies 4 Spesies ke N Daya Kecambah Untuk mengetahui kualitas biji pada sampel yang diperoleh dari feses burung pemakan buah dilakukan uji kemampuan perkecambahan biji (Fukui 1995; Herrera et al. 1994). Percobaan daya kecambah biji dilakukan pada 7 spesies tumbuhan utama sebagai pakan burung. Biji dan buah dibagi dalam tiga kelompok seperti yang dilakukan Fukui (1995) (Gambar 15). Kelompok I, bijibijian yang berasal dari feses burung pemakan buah. Kelompok II, biji-bijian yang berasal dari spesies tumbuhan yang sama tetapi tanpa melalui saluran pencernaan burung pemakan buah, dengan kulit dan daging buah dibuang. Kelompok III, bijibijian yang masih terbungkus kulit maupun daging buah yang berasal dari spesies tumbuhan yang sama. Pada kelompok II dan III, masing-masing 10 biji atau buah yang utuh dipilih dari tiap spesies tumbuhan. Pada kelompok I, masing-masing 10 biji dipilih dari tiap spesies tumbuhan pada masing-masing spesies burung pemakan buah. Media tanam yang baik untuk membuktikan daya kecambah biji adalah pasir, kertas atau kapas (Widyajati et al. 2008). Pasir yang digunakan sebagai media adalah yang relatif homogen. Biji dan buah tadi ditanamkan pada 2 tempat 54

22 media yang berbeda, yaitu pasir dan kapas. Kedalam penanaman buah dan biji pada media pasir 1 cm, sedangkan pada media kapas biji atau buah diletakan di atas kapas (Widyajati 2008), kemudian disiram dan disimpan pada suhu kamar. Penyiraman dilakukan setiap 2 kali sehari dan banyaknya air yang disiramkan disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjaga media tetap lembab. Pengamatan perkecambahan biji dilakukan interval waktu 1 minggu selama tiga bulan. Pengujian biji tersebut dimaksudkan untuk membuktikan bahwa burung pemakan buah dapat membantu menyebarkan biji dan secara langsung terhadap suksesi vegetasi. Kumpulan buah Kelompok I biji dari feses Kelompok II biji dibuang kulit dan daging buahnya Kelompok III biji didalam buah utuh Biji diinkubasi pada pasir dan kapas lembab (27 0 C; 90 hari) Persentase perkecambahan Gambar 15. Diagram pengujian daya kecambah biji tumbuhan pakan Analisis Data Vegetasi Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi setiap tipe komunitas, maka setiap tipe vegetasi dianalisis kerapatan, kelimpahan, frekuensi, dominansi dan indeks nilai penting (INP) spesies tumbuhannya. Parameter tadi dihitung dengan menggunakan rumus ( Setiadi & Muhadiono 2001), yaitu: 55

23 a) Kerapatan (ind/ha) = jumlah individu suatu spesies di setiap petak dibagi jumlah seluruh petak 10 4 b) Kelimpahan = jumlah individu suatu spesies di setiap petak dibagi jumlah seluruh petak c) Kelimpahan relatif = kelimpahan suatu spesies tumbuhan dibagi kelimpahan seluruh spesies tumbuhan 100 %. d) Frekuensi = jumlah petak ditemukan suatu spesies tumbuhan dibagi jumlah seluruh petak e) Frekuensi relatif = frekuensi suatu spesies tumbuhan dibagi frekuensi seluruh spesies tumbuhan 100 %. Dominansi menggambarkan penutupan dari suatu spesies tumbuhan, makin besar penutupan maka semakin tinggi nilai dominansinya. Untuk menghitung dominansi pada vegetasi berbentuk semai dan semak dilakukan dengan cara menaksir persentase (%) penutupan tajuk, sedangkan vegetasi berbentuk pohon dilakukan dengan menghitung luas bidang dasar, yaitu pengukuran diameter batang setinggi dada (Setiadi & Muhadiono 2001). f) Dominansi = jumlah luas bidang dasar suatu spesies tumbuhan dibagi luas total petak contoh g) Dominasi relatif = dominansi suatu spesies tumbuhan dibagi dominasi total spesies tumbuhan 100 %. h) Indeks Nilai Penting (INP) = Kelimpahan relatif (Kr) + Frekuansi relatif (Fr) + Dominasi relatif (Dr) Indeks keanekaan spesies tumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus Shannon (Krebs 1989; Magurran 2004). s H ' = p i (log p ) i 1 e i dengan H : merupakan nilai indeks diversitas Shannon p i : merupakan proporsi kelimpahan spesies ke i atau ni/n ni : jumlah individu spesies ke i N : jumlah total indvidu seluruh spesies Mengetahui kesamaan struktur komposisi vegetasi tingkat semai dan semak dilakukan analisis klaster dan dihitung nilai jarak Euclidean dan 56

24 digambarkan dalam bentuk dendrogram. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan software Minitab versi Struktur Komunitas Burung Keanekaan Spesies burung Kekayaan spesies burung dibanding satu tipe vegetasi dengan vegetasi yang lainnya. Spesies burung dikelompokan berdasarkan suku dan nama spesies, feeding guild (MacKinnon 2000; Corlett 1998b). Pengelompokan berdasarkan jenis makanannya dibagi menjadi: a. Pemakan hewan (karnivora), b. Pemakan tumbuhan termasuk buah (frugivora), c. Pemakan tumbuhan termasuk biji-bijian (granivora), d. Pemakan hewan dan tumbuhan (omnivora), e. Pemakan nektar (nektarivora), dan f. Pemakan serangga (insektivora). Keanekaan spesies di masing-masing tipe vegetasi dihitung menggunakan rumus indeks diversitas Shannon (Krebs 1989; Magurran 2004) s H ' = p i (log p ) i 1 e i dengan H : merupakan nilai indeks diversitas Shannon p i : merupakan proporsi kelimpahan spesies ke i atau ni/n ni : jumlah individu spesies ke i N : jumlah total indvidu seluruh spesies Varian keanekaan spesies burung antar tipe vegetasi dilakukan menggunakan rumus (Magurran 2004) varh' 2 pi (lnpi ) ( = N 2 pi ln pi ) S 1 2 2N dengan varh : merupakan varian keanekaan spesies p i : merupakan proporsi kelimpahan spesies ke i atau ni/n S : jumlah spesies N : jumlah total indvidu seluruh spesies Perbedaan indeks keanekaan spesies burung antar tipe vegetasi dilakukan menggunakan uji t (Magurran 2004) t = H H ' 1 1 ' ' ( var H + var H ) 2 1 '

25 dengan t : merupakan nilai uji t H 1 : indeks keanekaan spesies Shannon di lokasi 1 H 2 : indeks keanekaan spesies Shannon di lokasi 2 N 1 : jumlah individu seluruh spesies di lokasi 1 N 2 : jumlah individu seluruh spesies di lokasi 2 dengan nilai derajat bebas: df = ' ' 2 ( varh1 + varh2 ) ' 2 ' 2 [(varh ) / N ] + [(varh ) / N ] dengan df : merupakan derajat bebas H : indeks keanekaan spesies Shannon N 1 : jumlah individu seluruh spesies di lokasi 1 N 2 : jumlah individu seluruh spesies di lokasi 2 Tingkat kemerataan (evenness) dihitung mengunakan rumus (Krebs 1989; Magurran 2004) J '= H '/ ln S dengan J : merupakan tingkat kemerataan spesies burung H : indeks keanekaan spesies Shannon S : jumlah spesies Kelimpahan dan Distribusi Burung Analisis kelimpahan spesies burung dilakukan berdasarkan jumlah individu burung suatu jenis pada daerah tertentu. Kelimpahan tersebut didefinisikan berdasarkan luas area yang diteliti menggunakan kategori kepadatan burung. Perhitungan dilakukan mengikuti rumus dari Reynolds et al (Ding et al. 1997) yaitu: n D = 2 πr. C Dengan D : kepadatan jenis burung (ind/ha) C : jumlah titik hitung r : radius titik hitung (m) 58

26 π : konstanta (3,14286) n : jumlah burung yang dijumpai (individu) Untuk mengetahui sebaran spesies burung dilihat dari parameter frekuensi. Perhitungan frekuensi relatif dilakukan dengan rumus : 100% Semakin tinggi nilai Fr menunjukkan semakin merata penyebaran suatu jenis di suatu lokasi. Untuk mengetahui pengelompokan struktur burung berdasarkan guild dilakukan klaster hirarki seperti pada Wiens (1992) dan perbandingan burung berdasarkan kelompok makanan yang dimakannya Karakteristik Burung Pemakan Buah Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah Karakteristik morfologi burung yang diukur meliputi panjang paruh, panjang kepala, lebar bukaan paruh, tinggi bukaan paruh, panjang tarsus, panjang sayap, rentang sayap, panjang ekor, panjang total dan berat tubuh. Parameter tersebut dihitung menggunakan uji rata-rata (Fowler & Cohen 1986): X = x n x n.(rumus 1) Dengan χ : merupakan nilai rata-rata ҳ 1 : nilai data ke-1 ҳ n : nilai data ke-n n : banyak data Standar deviasi dihitung dengan rumus: S= ( χ χ ) 2 1 n 1..(Rumus 2) Dengan S: merupakan standar deviasi χ 1:data yang diambil χ : rata-rata data n : jumlah data yang diambil 59

27 Untuk mengetahui nisbah bukaan paruh dilakukan perbandingan antara tinggi dan lebar bukaan paruh. Nilai nisbah yang mendekati 1 menunjukkan bentuk bukaan paruh burung yang sangat memungkin dapat menelan buah secara keseluruhan Karakter Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan Buah Analisis karakter morfologi sistem pencernaan burung dilakukan menggunakan uji rata-rata (Fowler & Cohen 1986) dengan Rumus 1, dan standar deviasi dihitung dengan Rumus Ketersediaan Buah Pakan Fenologi Tumbuhan Pakan Fenologi jenis tumbuhan pada tiap lokasi pengamatan diketahui dengan menghitung nilai rata-rata waktu pembungaan dan berbuah, sedangkan untuk membandingkan beda rata-rata periode perkembangan bunga dan perkembangan buah digunakan uji t. t =..(Rumus 3) Dengan t : merupakan nilai uji t : rata-rata populasi ke 1 : rata-rata sampel populasi ke 2 1 : jumlah sampel ke 1 2 : jumlah sampel ke 2 S 1 2 : varian populasi ke 1 S 2 2 : varian populasi ke Kelimpahan Buah Pakan Kelimpahan buah pada tiap spesies tumbuhan pakan dihitung berdasarkan jumlah berat buah dalam seluruh plot dibagi luas seluruh plot. Hasil pembagian tersebut dikali 10 4 sehingga diperoleh jumlah berat buah dalam satuan hektar. 60

28 Karakteristik Buah dan Biji Analisis karakteristik buah pakan dan biji yang diukur dilakukan menggunakan uji rata-rata (Fowler & Cohen 1986) dengan Rumus 1, dan standar deviasi dihitung dengan Rumus 2. Untuk mengetahui preferensi karakteristik warna buah dipilih oleh burung dilakukan perhitungan nisbah pemangsaan Perilaku Makan Burung Pemakan Buah Perilaku Makan Harian Aktivitas makan harian dianalisis secara deskriptif, untuk mengetahui alur perilaku umum burung pemakan buah memakan buah, kemudian digambarkan dalam bentuk diagram alir Strategi Mencari Makan 1) Jumlah kunjungan ke tumbuhan buah Strategi mencari makan burung dianalisis untuk mengetahui perbedaan jumlah kunjungan burung pemakan buah ke tumbuhan pakan dengan mengunakan uji Chi-square (Fowler & Cohen 1986): χ 2. 4 Dengan O : merupakan frekuensi kunjungan E : merupakan frekuensi perkiraan kunjungan 2) Lama kunjungan di tumbuhan buah Lama kunjungan burung di tumbuhan buah pakan dihitung dengan mengunakan rumus: T = Dengan T : rata-rata waktu kunjungan (detik/kunjungan) T i : waktu aktivitas burung berada di tumbuhan buah ke i n : jumlah kunjungan burung ke tumbuhan buah ke i 61

29 Untuk mengetahui perbedaan lama kunjungan burung di tumbuhan buah pakan dilakukan perhitungan dengan Rumus 4. 3) Alokasi waktu kunjungan untuk aktivitas harian Untuk mengetahui waktu aktivitas kunjungan burung di pohon pakan dilakukan dengan cara menghitung persentase aktivitas makan buah, makan serangga, berjemur dan membersihkan badan. Lamanya waktu melakukan aktivitas makan tiap kunjungan dihitung menggunakan rumus: Waktu aktivitas makan buah di plot tumbuhan buah ti tb i = (detik / kunjungan) xbi Dengan: tb i : waktu aktivitas makan selama di tumbuhan buah ke i xb i : jumlah kunjungan aktivitas makan buah di tumbuhan buah ke i t i : waktu aktivitas makan setiap kunjungan di tumbuhan buah ke i Rata-rata waktu aktivitas makan di tumbuhan buah tb = tbi (detik / kunjungan /spesies tumbuhan) Pl Dengan: : waktu aktivitas makan buah di stasiun i tumbuhan induk tbi: waktu aktivitas makan selama di tumbuhan buah spesies i Pl : jumlah plot tumbuhan buah spesies i Untuk mengetahui perbedaan lama waktu makan buah tiap kunjungan burung per spesies tumbuhan buah dilakukan dengan Rumus 4. 4) Laju konsumsi buah Laju aktivitas makan buah oleh burung dihitung menggunakan rumus: mb M = n Dengan: mb : banyaknya buah yang dimakan di tumbuhan ke i n : total kunjungan aktivitas makan di tumbuhan ke i M : buah yang dimakan per kunjungan aktivitas makan di tumbuhan ke i Laju konsumsi buah dihitung dengan rumus: 62

30 Dengan: : laju makan di tumbuhan spesies i (buah/menit) M: buah yang dimakan per kunjungan di tumbuhan spesies i T : waktu aktivitas makan di tumbuhan spesies i Untuk mengetahui perbedaan laju konsumsi buah per kunjungan burung pada tiap spesies tumbuhan pakan dianalisis dengan Rumus Jarak Terbang Setelah Makan Jarak minimum penyebaran biji dihitung berdasarkan jarak terbang burung setelah makan dari pohon pakan ke pohon tenggeran berikutnya. Analisis jarak minimum penyebaran biji dilakukan menggunakan uji rata-rata (Fowler & Cohen 1986) dengan Rumus 1, dan standar deviasi dihitung dengan Rumus 2. Untuk mengetahui perbedaan jarak minimum penyebaran antara jenis burung pada tiap-tiap spesies tumbuhan pakan dilakukan dengan Rumus Interaksi Burung dan Tumbuhan Buah Korekasi Besar Bukaan Paruh dengan Ukuran Buah Pakan Analisis hubungan antara lebar bukaan paruh dengan ukuran pakan buahnya yang dapat ditelan langsung oleh burung pemakan buah dilakukan dengan uji korelasi. Adapun persamaan korelasi tersebut, mengacu pada Fowler & Cohen (1986): r = persamaan regreasi b= y=a+bx Komposisi Biji pada Feses Burung Perhitungan komposisi biji pada feses burung dilakukan hanya pada feses yang diperoleh dari burung yang tertangkap. Hal ini karena pengamatan dengan metoda faeces dropped count tidak diperoleh feses burung pemakan buah. Sedangkan sampel feses yang diperoleh dari metoda analisis feses dari isi saluran pencernaan tidak ditemukan biji. Selain itu, komposisi biji dalam feses tidak bisa dibandingkan antar tipe vegetasi, karena banyaknya sampel yang diperoleh tiap tipe vegetasi sangat berbeda. Sebagai contoh, walaupun burung Zosterops 63

31 palpebrosus, Pycnonotus aurigaster dan Dicaeum trigonostigma banyak ditemukan di tiga tipe habitat tetapi sebagian besar sampel burung yang tertangkap diperoleh di KT 5. Oleh karena itu untuk menghindari bias, perhitungan dilakukan secara keseluruhan data. a) Kelimpahan biji pada feses burung Analisis kelimpahan biji pada feses dihitung dengan menggunakan rumus: 100% Nilai kelimpahan relatif (Kr) setiap jenis biji menunjukkan perbandingan dominasi satu jenis biji terhadap seluruh jenis biji yang terdapat di dalam sampel feses. Kelimpahan relatif (Kr) setiap jenis biji diklasifikasikan menjadi tiga kelompok mengikuti penggolongan oleh Jorgensen (1974) dalam van Helvoort (1981): a. tidak dominan (Kr: 0-2 %), b. sub dominan (Kr: 2 5 %) dan c. dominan (Kr: > 5%). b) Frekuensi kehadiran biji pada feses burung Perhitungan frekuensi relatif jenis biji dalam feses dilakukan dengan rumus : 100% Semakin tinggi nilai Fr menunjukkan semakin merata buah tersebut digunakan oleh berbagai spesies burung pemakan buah Daya Kecambah Data daya perkecambahan dihitung nilai persentase perkecambahan untuk tiap kelompok biji, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan media dilakukan uji chi-square. Untuk mengetahui perbedaan daya kecambah antara biji spesies tumbuhan yang utuh dengan kulit dan daging buah (kontrol), biji yang dikupas daging dan kulit buahnya, serta biji yang melewati saluran pencernaan burung (perlakuan), dilakukan deskripsi berdasarkan nilai persen biji yang berkecambah. 64

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Pengumpulan data di lakukan di dua resor kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yaitu Resor Belimbing untuk plot hutan primer dan Resor Tampang untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PEELITIA 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Peleng Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data dilakukan pada empat tipe habitat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian

6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian 6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian Kondisi vegetasi di tiga tipe habitat yang sedang mengalami suksesi tampak menunjukkan perbedaan terutama pada kerapatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon III. METODE PENELITIAN A. Diagram Alir Penelitian Penentuan Titik sampel Pengambilan Sampel pada Setiap Klon - Bidang Preferensi - Bidang Peliharaan - Bidang Petik Mengukur Temperatur, Kelembaban Udara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan November 010 sampai dengan bulan Januari 011 di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Peta lokasi pengamatan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai bulan Juni hingga Agustus 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur selama 9 hari mulai tanggal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sungai Luar Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada bulan April 2014 dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. Lokasi penelitian disajikan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan secara sistematik, faktual,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K) METODOLOGI Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di lahan bekas penambangan timah PT. Koba Tin, Koba-Bangka, dan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB IPB). Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 17 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, dimulai Juni 2008 hingga Agustus 2008 di kawasan hutan Batang hari, Solok selatan, Sumatera barat. Gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Buana Sakti dan sekitarnya pada bulan November -- Desember 2011. B. Objek dan Alat Penelitian Objek pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas yang terletak di wilayah administratif Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian a. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove pada area restorasi yang berbeda di kawasan Segara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya Desa Fajar Baru Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta. Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 11

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 hari (waktu efektif) pada Bulan April 2012 di Pulau Anak Krakatau Kawasan Cagar Alam Kepulauan Karakatau (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena metode deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitiana Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai April 2012, pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada malam hari

Lebih terperinci

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 15 4 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan (Mei Juni 2012) di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat. Lokasi studi secara administratif terletak di wilayah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci