METODOLOGI TRADISI AJARAN KEJAWEN PANCA EKA LUMAKSANA: MODEL PENENTUAN HARGA JUAL HARMONI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODOLOGI TRADISI AJARAN KEJAWEN PANCA EKA LUMAKSANA: MODEL PENENTUAN HARGA JUAL HARMONI"

Transkripsi

1 1 METODOLOGI TRADISI AJARAN KEJAWEN PANCA EKA LUMAKSANA: MODEL PENENTUAN HARGA JUAL HARMONI Whedy Prasetyo Jurusan Akuntansi Universitas Jember Jl. Kalimatan No. 37 Tegalboto, Jember Post Box , Jawa Timur Abstract This study builds Kejawen tradition teaching of Panca Eka Lumaksana to determine harmony sale pricing. Qualitative research is an instrument, with analysis tool is the value of teaching of noble mind worldview Kejawen Panca Eka Lumaksana. Wordview as a form Tatanan Paugeraning Urip. This teaching is Kejawen activity tradition based on the cultural life of Java. Analysis tool to results of research with data is collected through participant observation. Research results show that concept of sale pricing is not only based on measurable economic value (material) but also immeasurable economic values (immaterial). Non-economic value is the result of behavior based on the teachings of the noble character as a result of the research findings. Findings concept of model harmony sale pricing based on the reality of how the seller inner self. Keywords: Kejawen teachings tradition of Panca Eka Lumaksana, economic and immeasurable value, harmony sale pricing and Tatanan Paugeraning Urip. Abstrak Penelitian ini membangun tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana sebagai penentuan harga jual harmoni. Penelitian kualitatif merupakan instrumen yang digunakan, dengan alat analisis adalah nilai ajaran budi pekerti luhur pandangan hidup Kejawen Panca Eka Lumaksana. Pandangan hidup sebagai wujud Tatanan Paugeraning Urip. Ajaran ini sebagai tradisi laku Kejawen berdasarkan pada budaya hidup Jawa. Alat analisis tersebut merupakan hasil penelitian ini dengan data dikumpulkan melalui observasi partisipasi. Hasil menunjukkan konsep penentuan harga jual yang tidak hanya didasarkan pada nilai ekonomi terukur (material), tetapi ada nilai nonekonomi yang tidak terukur (immaterial). Nilai non-ekonomi ini merupakan hasil perilaku berlandaskan ajaran budi pekerti luhur tersebut sebagai hasil temuan penelitian. Temuan model konsep harga jual harmoni yang didasarkan pada realitas praktik batin dalam diri penjual. Kata Kunci: Tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana, nilai ekonomi dan non ekonomi, harga jual harmoni serta Tatanan Paugeraning Urip. Phone: (0331) / Surel: whedy.p@gmail.com

2 2 PENDAHULUAN Panca Eka Lumaksana merupakan tradisi ajaran hidup Kejawen yang dapat dipelajari, dan juga merupakan pengetahuan yang dapat digali sumber asal muasalnya (Suryamentaram, 2003:27). Ilmu pengetahuan merupakan kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui logika dan penginderaan berdasarkan realitas objek yang dikaji. Pemahaman objek ilmiah ini merefleksikan nilai subjektivitas ilmuwan untuk mampu melihat, memahami, dan memaknai realitas. Pemahaman tersebut akan menciptakan realitas baru sesuai dengan subjek yang diteliti. Ilmu pengetahuan menurut piwulang Bahasa Jawa sejajar dengan ngelmu (Syuropati, 2010:104; Endraswara, 2012a:5 dan Negoro, 2001:29). Ilmu pengetahuan (ngelmu) menggunakan metode berfikir reflektif (reflective thinking) dalam menghadapi realitas (Endraswara, 2012a:6). Lebih lanjut Stange (2009:4), Negoro (2001:32) dan Soesilo (2000:16) menjelaskan ngelmu merupakan cara berpikir dan berolah rasa, serta digunakan pada tingkat pemikiran lokal. Konsep ngelmu Kejawen dirumuskan dalam Serat Wedharan Wirid dinyatakan sebagai kawruh kasidan (sempurna) jati (sejati). Selanjutnya, Serat Wedhatama menjelaskan ngelmu iku kelakone kanthi laku. Kedua penjelasan ini mempunyai arti bahwa perwujudan atau untuk mendapatkan suatu ngelmu harus dijalankan melalui laku (upaya batin). Terkait hal ini, sebagaimana diungkapkan Soesilo (2000:9), upaya ngelmu dilakukan melalui penghayatan batin (rasa) yang dilakukan sendiri (subyektif). Penghayatan ini menghasilkan batin yang sifatnya berupa perpaduan intelek dan intuisi. Lebih lanjut, sebagaimana dinyatakan oleh Warsono (2010:19) bahwa perpaduan rasa intelek dan intuisi dari ngelmu iku kelakone kanthi laku memiliki makna yang mendalam. Makna mendalam tersebut mempunyai arti bahwa berilmu itu harus diwujudkan dengan tingkah laku. Tingkah laku ini mencerminkan bahwa ilmu yang dimiliki dapat menghasilkan keutuhan jiwa sebagai satu kesatuan. Pencapaian keutuhan jiwa tersebut disebut sebagai ngelmu kasampurnan dumadi atau kasunyatan. Ngelmu ini diwujudkan dengan menjalankan kewajiban hidup luhur (darmaning urip). Kewajiban hidup luhur sebagaimana dijelaskan Romdon (2002: 43) merupakan penguasaan hakikat hidup (galihing urip) yang didasarkan pada tuntunan budi pekerti luhur. Tuntunan ini membuat laku hidup tidak ngaya (memaksakan diri) dan nggrangsang (bernafsu meraih yang bukan semestinya).

3 3 Dasar mencari dan menggali ngelmu bersumber kepada tiga pertanyaan, yaitu pertama, apa yang ingin diketahui? Kedua, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Ketiga, apakah nilai (manfaat) pengetahuan tersebut? Pertanyaan pertama, kedua dan ketiga merupakan dasar pembahasan dalam filsafat yang disebut ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga hal ini menurut Endraswara (2012a:7) merupakan landasan bagi filsafat dalam menjawab permasalahan dan selanjutnya membawa kepada hakikat hasil pemikiran. Hasil pemikiran tersebut menunjukkan kebenaran yang objektif. Kebenaran objektif sebagaimana dijelaskan Endraswara (2012a:230) dan Muhadjir (2011:63) diperoleh melalui metodologi penelitian. Metodologi penelitian merupakan ilmu tentang metode pencarian dan pengumpulan data berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan cara pemecahannya (Creswell, 2010:23; Sekaran, 2003:55; Muhadjir, 2004:25). Data-data tersebut digali, diolah, disintesiskan menggunakan prinsip-prinsip berpikir filsafat. Filsafat merupakan refleksi rasional (pikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan) (Endraswara, 2012a:21). Hadiatmaja (2011:23-25) menyatakan bahwa filsafat adalah pandangan hidup. Dengan demikian, filsafat merupakan sumber nilai untuk mengukur baik dan buruk, indah dan jelek, yang patut dan yang tidak patut, yang kesemuanya itu lalu menjadi norma dan aturan yang dijadikan ukuran baik dan buruk, pantas dan tidak pantas mengenai perilaku dan ucapan agar dalam kehidupan itu menjadi tenteram dan damai. Pencapaian nilai kehidupan ini terkait dengan aspek kepercayaan (Endraswara, 2012a:14). Aspek kepercayaan sebelum agama Islam datang di Jawa cenderung ke unsur filsafat daripada unsur agama (Mulder, 2011:33; Ricklefs, 2013:114). Namun demikian, setelah agama Islam masuk ke Jawa, maka kepercayaan yang sudah ada dimasuki nilainilai Islam, dan banyak istilah-istilah dan simbol-simbol Islam yang digunakan untuk memberikan warna budaya Jawa (Endraswara, 2012a:14; Hadiatmaja, 2011: 27; Magnis-Suseno, 1999:20-21). Mistik Kejawen merupakan wujud budaya Jawa dalam aliran kepercayaan (kebatinan) yang berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Santosa, 2012a:199; Pranoto, 2008:18; Endraswara, 2006:39; Negoro, 2001:19). Hal ini senada dengan pernyataan Pranoto (2008:81) sebagai berikut:

4 4 Aliran kepercayaan Kejawen memberikan pedoman tindakan keseharian suatu komunitas masyarakat Jawa. Tindakan ini senantiasa mengingat asal usul (dari Tuhan) tentang realitas pemenuhan kebutuhan dan keinginan hidup. Realitas tersebut untuk menjalani hidup dengan selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan, karena segala aktivitas kehidupan ini semuanya adalah atas kehendak Tuhan. Kejawen menekankan pandangan hidupnya pada realitas berupa ketenteraman batin, keselarasan dan keseimbangan. Pencapaian realitas hidup ini dilandasi sikap menerima, sabar, awas eling (mawas diri), andhap asor (rendah hati) dan prasaja (bersahaja) (Mulder, 2011:11; Endraswara, 2006:39; Negoro, 2001:19). Realitas kehidupan merupakan objek yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif (Watloly, 2013:27; Daito, 2011:10,63; Creswell, 2010:4-5; Muhadjir, 2004:9). Realitas kehidupan ini menurut pandangan hidup ajaran Kejawen berupa sikap dan pola pikir. Sikap dilandasi rasa berserah diri (sumarah) kepada Tuhan secara total. Pola pikir mengarah tercapainya manusia berbudi pekerti luhur atau manusia waskitha, yaitu manusia yang mampu hidup harmonis antara makrokosmos dan mikrokosmos 1. Sikap dan pola pikir tersebut digunakan untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan karakteristik Kejawen. Kehidupan Kejawen mengikuti idealisme tertentu. Lebih lanjut, idealisme ekonomi Kejawen menghendaki aktivitas yang gangsar, artinya berjalan terus (Endraswara, 2006:39; Radjiman, 2001:52; Purwadi, 2004:37). Prinsip ekonomi Kejawen berbeda dengan ekonomi yang lain. Ekonomi Kejawen berusaha juga untuk mencari keuntungan, namun keuntungan tidak hanya didasarkan keuntungan materi semata, melainkan juga keuntungan rasa (batin). Pelaku Kejawen percaya dengan keuntungan rasa ini secara tidak langsung membuat roda ekonomi lancar, karenanya keuntungan (bebathen) sedikit atau banyak tidak masalah (Endraswara, 2010:237; 2006:287). Untung rugi tidak diukur hanya dari aspek material saja, melainkan juga immaterial berupa kultur spiritual dan sosial Jawa. Berdasarkan kajian pemaparan yang dihadirkan, maka riset ini ingin membangun metodologi budi pekerti Kejawen sebagai penentuan harga jual harmoni bahan pokok, dengan mendasarkan pada pertanyaan penelitian Bagaimana Tradisi Ajaran Budi Pekerti Kejawen Panca Eka Lumaksana sebagai Model Penentuan Harga Jual Harmoni? 1 Dalam bahasa Indonesia, makrokosmos sepadan dengan masyarakat dan alam semesta, sedangkan mikrokosmos sepadan dengan jiwa dan batin (Pranoto, 2008:19; Endraswara, 2006:42).

5 5 LANDASAN KEPUSTAKAAN Penjelasan landasan kepustakaan didasarkan pada tataran konsep budi pekerti Kejawen Panca Eka Lumaksana. Panca Eka Lumaksana merupakan pandangan hidup Kejawen mengenai tuntunan sikap, perilaku dan ucapan agar laku hidup menjadi selaras, teratur, aman, tenteram dan damai. Nilai-nilai ini berhubungan dengan kepercayaan yang diperoleh dari hasil renungan mendalam terutama nilai moral, meskipun bersifat nisbi atau relatif. Aliran kepercayaan Kejawen didasarkan keyakinan bahwa Tuhan berada dimana saja. Keyakinan ini dalam sesanti Jawa dinyatakan dalam ungkapan Nang awakmu ya ana Gusti, nanging aja sepisan-pisan ngaku Gusti" 2, artinya Tuhan mengetahui segala perbuatan, untuk itu senantiasalah berbuat baik dan benar karena apa pun yang dilakukan, Tuhan pasti mengetahuinya dan membalasnya. Keyakinan tentang kehendak Gusti merupakan pusat budi pekerti luhur Panca Eka Lumaksana, sebagai wujud Tatanan Paugeraning Urip 3. Tatanan tersebut digunakan untuk mencapai sejatinya hidup yang baik (becik sejatining becik) dan sejatinya hidup yang benar (bener sejatining bener) agar kehidupan itu menjadi harmonis (Pranoto, 2008:80; Negoro, 2001:23-24). Konsep kehidupan harmonis ini merupakan perwujudan keluhuran batin (rasa). Keluhuran batin tersebut menjadi tujuan tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana untuk mencapai ngelmu rasa sejati 4. Rasa sejati merupakan rasa merasakan dan dirasakan. Lebih lanjut, rasa sejati menunjukkan inti sari hidup (sari rasaning urip) mencapai ketenteraman, kebersamaan dan kerukunan. Tujuan ngelmu ini adalah (1) untuk mencari hakikat, (2) untuk memperoleh nilai estetika (ekspresi keindahan), dan (3) untuk menemukan bagaimana hakikat tersebut. Penjelasan ketiga tujuan ini dijelaskan dalam sub bab berikut ini. 2 Kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia berbunyi: Di dalam diri seseorang terdapat Tuhan, tetapi jangan sekali-kali mengaku sebagai Tuhan. 3 Dalam bahasa Indonesia Tatanan Paugeraning Urip sepadan dengan pedoman untuk mengatur aktivitas hidup. 4 Rasa sejati dalam bahasa Indonesia sepadan dengan batin yang selalu ingat Tuhan (Endraswara, 2006:188; Negoro, 2001:33).

6 6 Hakikat Rasa Sejati Ajaran Panca Eka Lumaksana Ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana sebagai tradisi laku hidup berbudi pekerti luhur dengan sesama, atau dengan kata lain ialah selama masih ada orang Jawa yang tidak kehilangan kejawaannya, maka Kejawen akan tetap eksis sepanjang zaman yang entah kapan akan berakhirnya (Hadiwijaya, 2010:18). Kejawen merupakan perpaduan kata yang berasal dari kata Jawi diberi awalan ke- dan akhiran an sehingga menjadi kata Kejawen. Lebih lanjut, menurut tata bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata Jawa yang disenyawakan dengan ke-an menjadi kejawaan. Keberadaan Kejawen sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Keberadaan ini ditunjukkan isyarat alam yang dinyatakan oleh Gusti Ingkang Murbeng Dumadi melalui Panjenengan Dalem Kaki Semar bahwa Kejawen itu sudah ada semenjak dulu ketika orang Jawa masih sedikit, dan sebelum orang-orang dari luar datang sudah ada Kepercayaan (kepada Tuhan Yang Maha Esa), ketika itu tanah Jawa masih banyak hutan belantaranya 5 (Pranoto, 2008:17; Negoro, 2001:5; Soesilo, 2000:3). Ajaran Kejawen fleksibel dengan menekankan pada konsep keselarasan hidup, dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama (lain) tertentu (Hadiwijaya, 2010:18; Soesilo, 2000:11). Fleksibelitas ini membuat ajaran Kejawen merupakan bentuk pandangan hidup kepercayaan kepada Tuhan (Yana, 2012:109). Lebih lanjut, Santosa (2012:200) mengungkapkan bahwa Kejawen adalah ide, pikir, sikap, dan batin didasarkan ritual budaya luhur yang diakui kebaikan dan kebenarannya oleh orang Jawa. Pemahaman ini menunjukkan pengertian bahwa Kejawen tidak sama dengan mistik atau klenik. Mistik atau klenik ini mengarah kepada hal-hal bersifat ghaib dan cenderung dirahasiakan. Namun, mistik atau klenik tersebut merupakan bagian tradisi ajaran Kejawen, sebagaimana terjadi pula pada aliran-aliran kepercayaan lain sebagai cerminan adat budaya lokal di Nusantara (Timur). Tradisi ajaran Kejawen menekankan pada perwujudan budi pekerti luhur. Budi pekerti luhur dijadikan landasan ajaran Kejawen ini agar batin manusia tidak dipenuhi tindakan kotor. Batin seperti ini membawa manusia mengedepankan kepribadian dan kearifan dalam bertindak. Budi pekerti luhur tersebut mendasarkan pada pedoman Panca Eka Lumaksana sebagai wujud Tatanan Paugeraning Urip (Pranoto, 2008:17; Soesilo, 2000:23). 5 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Kejawen wis ana wiwit biyen mula, nalikane wong nang Tanah Jawa isih sethithik lan sakdurunge wong manca teka, wis ana Kapercayan nalika Tanah Jawa isih gung liwang liwung.

7 7 Tatanan ini didasari keyakinan bahwa hidup ini ada yang memberi dan mengatur, sehingga dalam setiap laku penghayat Kejawen selalu berpusat atau berorientasi kepada Sang Pemberi Hidup, yaitu Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Orientasi ini memberikan ketenangan batin. Ketenangan ini membuat keseimbangan laku hidup antara tanggapan (grahita) dan keinginan (hesthi). Keseimbangan ini membuat terjalinnya hubungan harmonis dengan sesama untuk saling menghargai dan tidak menyakiti. Hubungan harmonis ini didasarkan bahwa laku hidup (urip) ada beberapa kebenaran dan juga pembenaran, tetapi hanya ada satu yang benar sejati atau kebenaran yang hakiki yaitu berdasar kebenaran Tuhan 6 (Endraswara, 2010:57; 2006:39; Kushendrawati, 2012:159). Hakikat kebenaran Tuhan tersebut merupakan suatu pengakuan bahwa Tuhan itu ADA dan hanya SATU. Pengakuan kepada Tuhan menunjukkan keluhuran rasa pribadi dalam berinteraksi dengan sesama. Keluhuran rasa ini menumbuhkan perasaan menyayangi sesama. Perasaan menyayangi ini pada dasarnya sama dengan menyayangi diri sendiri. Perwujudan menyayangi diri sendiri merupakan bentuk manifestasi jiwa yang menyayangi Tuhan sebagai pemberi hidup (Yana, 2012:22; Pranoto, 2008:46; Soesilo, 2000:31). Jiwa ini membimbing untuk selalu berkomunikasi kepada Tuhan tentang segala aktivitas hidup. Komunikasi ini membuat ketenangan batin untuk selalu sujud sungkem (bersyukur) kepada Tuhan atas apa yang telah dipancikan (dianugerahkan). Ketenangan batin tersebut membuat aktivitas hidup penghayat Kejawen tidak merasa terburu-buru (ora grusa grusu), tidak berlomba-lomba mencari harta (ora nggrangsang), dan tidak memaksakan diri (ora ngaya). Semua aktivitas dilandasi sikap yang telah menep dan tentrem ing rasa (batin yang tenteram). Dampak dari hal ini, penghayat menjadi percaya bahwa rezeki merupakan pemberian yang sudah diatur (peparinge) Tuhan. Ketenangan batin merupakan jalan untuk memperoleh keselamatan hidup (Suryamentaram, 2008:22). Keselamatan hidup ini menunjukkan kondisi batin penghayat yang merasa harmonis dalam melaksanakan aktivitas hidup. Keselamatan hidup demikian menurut penjelasan Mulder (2011:33) dan De Jong (1985:17) merupakan esensi kepercayaan dalam kehidupan Kejawen. Kehidupan berupa kesadaran tidak mungkin hidup sendiri (ora bisa urip dhewe), namun harus berhubungan dengan 6 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Bener kang sejati yaiku bener miturut Gusti Ingkang Murbeng Dumadi.

8 8 manusia lain. Rasa untuk selalu berhubungan ini didorong oleh nilai kerukunan (Endraswara, 2010:57). Nilai ini menciptakan kekuatan menjalankan aktivitas menuju ketenteraman hidup bersama 7. Estetika Rasa Sejati Ajaran Panca Eka Lumaksana Prinsip hidup penghayat di dunia ini untuk mencari keselamatan. Untuk itu, penghayat berusaha menghindari perdebatan dengan orang lain (Pranoto, 2009:63; Endraswara, 2006:64). Keyakinan ini dapat membuat ketenteraman hidup. Dengan prinsip ini, penghayat dalam aktivitas kehidupannya selalu berusaha untuk mencari keharmonisan, baik diri sendiri (lahir dan batin) maupun dengan orang lain. Pencapaian ketenteraman hidup tersebut merupakan wujud kebahagiaan (Afif, 2012:51; Kushendrawati, 2012:155). Lebih lanjut, kebahagiaan yang dimaksud ini menurut Suryamentaraman (2008:36-37) yaitu keyakinan rasa sayang kepada sesama (tresna marang sapepadaning manungsa). Sesama manusia pada dasarnya adalah sama, yaitu sama-sama diciptakan oleh Gusti Ingkang Murbeng Dumadi untuk saling memberikan kemudahan memenuhi kebutuhan hidup, dengan menyadari dalam diri terdapat kejujuran dan keluhuran untuk tidak merugikan dan mengecewakan. Terkait hal tersebut di atas, sebagaimana penjelasan Pranoto (2008:114, 116) dan Negoro (2001:42), kejujuran dan keluhuran merupakan dasar aturan hidup (paugeran urip) yang diajarkan Panca Eka Lumaksana. Kejujuran dan keluhuran ini menumbuhkan semangat gotong royong hidup bersama. Semangat hidup ini berdasarkan prinsip rukun yang didasarkan pada tuntunan Tuhan Yang Maha Esa semata 8. Prinsip rukun memberikan keyakinan rasa dapat terpenuhinya kebutuhan hidup. Keyakinan rasa ini didasarkan bahwa kebutuhan hidup telah disediakan Gusti Ingkang Murbeng Dumadi yang dapat dipenuhi dengan hubungan sesama manusia (Endraswara, 2006:274,287; Pranoto, 2008: 46,72; Mulder, 2011:162). Keyakinan ini merupakan dasar tradisi ajaran (kawruh) Panca Eka Lumaksana. Tradisi ajaran ini menumbuhkan kesadaran diri penghayat pada tiga hal utama. Pertama, manusia bisa hidup karena ada yang menghidupi dan memberi hidup yaitu 7 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Rukun agawe santosa tata titi tentrem kerta raharja (Suryamentaram, 2008:41). 8 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Tatanan Paugeraning Urip minangka anggayuh gotong royong dedasar prinsip rukun sesarengan sesame manungsa wujude seserah marang Gusti Ingkang Murbeng Dumadi Ingkang Maha Welas lan Maha Asih Ingkang Akarya Jagad.

9 9 Gusti Ingkang Murbeng Dumadi Ingkang Akarya Jagad (Tuhan Yang Maha Kuasa Yang Menciptakan Alam Semesta dengan segala isinya). Kedua, pemberian hidup Tuhan dijalankan dengan aktivitas hidup harmonis dengan sesama. Hidup harmonis ini berupa rasa keterbukaan dalam berkomunikasi menghindari blero (menyinggung perasaan). Rasa keterbukaan ini merupakan perwujudan harga diri manusia tergantung dari apa yang diucapkan (urip ing alam donya kudu bisa rumangsa amarga ajining diri gumamtung ana ing lathi). Ketiga, manusia jangan suka memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain untuk mengikuti kehendaknya (urip ing alam donya aja seneng meksa karepe dhewe marang wong liya supaya manut karo awake) (Pranoto, 2008:83-84; Negoro, 2001:47). Ketiga hal perwujudan ajaran Panca Eka Lumaksana tersebut membuat batin penghayat semakin wicaksana (paham) dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini membuat sikap pasrah dan sumarah bahwa kebutuhan hidup memang telah diatur dan harus dipenuhi secara wajar. Penjelasan yang senada dengan Ki Ageng Suryomentaram sebagaimana dikutip dalam Prihartanti (2004:90) dan Mawardi (2012:143) berikut ini: Babadan nyukupi butuhe urip wujude kridhaning rasa karo sesame tan kuwawa mbedhah kuthaning rasa. Budidayaning nyukupi butuhe urip manungsa iku ora isa ngungkuli garising kuwuasa 9. Pencapaian kesadaran batin seperti ini mengarahkan hidup penghayat Kejawen prasaja lan sakmadya (seperlunya dan secukupnya). Kehidupan dengan cara ini senantiasa isa rumangsa (bisa merasakan) bukan rumangsa isa (merasa bisa). Jiwa isa rumangsa menyadarkan diri untuk semata-mata hanya sebagai pelaksana semua yang telah dititahkannya (manungsa iku mung sakderma bisa nglakoni). Berdasarkan penjelasan di atas, tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana bukan merupakan suatu bentuk pemujaan terhadap roh atau makhluk halus dan berhala. Tradisi ajaran ini merupakan bagian budaya hidup luhur orang Jawa untuk menyakini bahwa hidup ada yang menghidupi dan menguasai yaitu Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Keyakinan kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi Ingkang Akarya Jagad 10 menunjukkan ajaran Kejawen ini sebagai jalan hidup untuk mendekatkan diri kepada 9 Kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia berbunyi: Kebutuhan hidup merupakan keinginan batin yang dapat dipenuhi melalui hubungan dengan sesama. Keinginan itu mungkin besar tetapi semuanya didasarkan pada kekuasaan Tuhan. 10 Gusti Ingkang Murbeng Dumadi Ingkang Akarya Jagad sepadan dengan Tuhan Yang Maha Esa pemilik kehidupan.

10 10 Tuhan. Lebih lanjut terkait hal ini Radjiman (2001:79) dan Endraswara (2006: ), menjelaskan bahwa mendasarkan kekuatan Tuhan dalam pemenuhan kebutuhan hidup merupakan jalan menuju keuntungan batin (kabegjan rasa). Keuntungan ini berupa rasa harep dan tetep 11 untuk ngayuh kaselamataning dumadi (mencapai keselamatan hidup). METODE Meskipun kehadiran beberapa metode yang tepat digunakan sebagai metodologi, tetapi bukan sebuah ketetapan untuk menggunakan yang lain sebagai metodologi akibat keterbatasan setiap metode (Eriksson dan Kovalainen, 2008:16). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan alat analisis nilai ajaran budi pekerti luhur pandangan hidup Kejawen Panca Eka Lumaksana. Pandangan hidup sebagai wujud Tatanan Paugeraning Urip 12. Ajaran pandangan hidup ini sebagai tradisi laku hidup Kejawen berdasarkan pada budaya hidup Jawa. Kajian tersebut diperoleh dari bahan literatur berupa buku, hasil-hasil riset yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal ilmiah baik nasional, internasional dan media massa dalam bentuk rilis hasil penelitian. Kajian ini juga berusaha menggali penelitian yang tidak terpublikasi seperti laporan penelitian. Selanjutnya untuk menjelaskan pengujian validitas data digunakan trustworthiness, dan reliabilitas data dengan tidak menghadirkan penekanan pada konsistensi, standardisasi metode, pengendalian lingkungan penelitian dan interaksi antara peneliti dengan informan. Namun, suatu model interaksi mendalam dan keterlibatan langsung untuk mendapatkan data berdasarkan fokus objek penelitian, sehingga hasil penggunaan metode ini menggambarkan keaslian. HASIL PENELITIAN Tradisi laku hidup Kejawen Panca Eka Lumaksana berdasarkan pada budaya hidup Jawa. Tradisi ini untuk menumbuhkan nilai spiritual di dalam diri akan adanya Gusti Ingkang Murbeng Dumadi dan hanya ada SATU yang berkuasa atas kehidupan di alam semesta ini. Budaya hidup ini memuat tradisi luhur kehidupan orang Jawa. 11 Harep, artinya keinginan yang menjadi sumber kemajuan, dan tetep artinya selalu menerima sebagai kewajiban luhur, supaya pikiran dan perasaan tidak kehilangan arah (minger keblate) dan sikap tidak berubah-ubah sedikit pun (megos tapake). 12 Tatanan Paugeraning Urip sepadan dengan kalimat pedoman untuk mengatur dan memberikan kesadaran hidup diri manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup dan berdiri sendiri (Pranoto, 2008:26-27).

11 11 Tradisi luhur kehidupan orang Jawa menitikberatkan pencapaian laku ketenteraman, keseimbangan, dan keselarasan. Pencapaian ini dilandasi sikap menerima, sabar, awas eling (mawas diri), anoraga atau andhap asor (rendah hati) dan prasaja (bersahaja). Oleh karena itu, Kejawen merupakan tradisi laku hidup budaya orang Jawa yang dibimbing ketangga 13 berpadu dengan kepercayaan kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi (Fikriono, 2012:54; Yana, 2012:109; Negoro, 2001:5; lihat juga Soesilo, 2000:11). Perpaduan tersebut merupakan perwujudan dasar keluhuran budi pekerti luhur. Keluhuran ini menunjukkan rasa laku untuk ingat (eling) dan patuh (mituhu). Rasa laku ini membuat orang untuk mengadakan pendekatan-pendekatan (ritual) kepada Yang Memberi Hidup, baik dari rohani (tata urip) maupun jasmani (tata cara). Ritual didasarkan pada keluhuran tradisi budaya Jawa, berupa kesadaran sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri (Endraswara, 2011b:68; Supadjar, 2001:25; Negoro, 2001:16; Soesilo, 2000:41). Kesadaran itu merupakan pencapaian budi pekerti luhur untuk menciptakan keseimbangan hidup lahir dan batin (becik sejatining becik), dan bermanfaat bagi sesama manusia (hamemayu hayuning urip bebrayan). Pencapaian keseimbangan hidup ini merupakan tujuan ajaran Panca Eka Lumaksana sebagai wujud tatanan paugeraning urip (Atmosutidjo, 2012: xxiii; Pranoto, 2008:22; Negoro, 2001:28). Tatanan laku hidup meletakkan dasar piwulang hidup (urip) berdasarkan tradisi budaya luhur Jawa menuju keharmonisan. Tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana ini memberikan petunjuk untuk menjalani hidup dengan tindakan yang selaras terhadap lingkungan. Lebih lanjut, Hadiwijaya (2010:16) menjelaskan berikut ini: Ajaran hidup Panca Eka Lumaksana tidak terpaku pada aturan ketat, dan menekankan pada konsep keselarasan dan keseimbangan lahir-batin. Ajaran untuk membentuk diri individu dalam kadar yang sama dengan sesama individu lain. Ajaran budi pekerti luhur Panca Eka Lumaksana tersebut digunakan sebagai pendekatan dalam studi ini. Hal ini sesuai dengan pendekatan studi penelitian yang digunakan oleh Endraswara (2011a), Prihartanti (2003, 2008), Parmono (1999), Prihartanti dan Karyani (1998), dan Tomkins dan Groves (1983). Pada dasarnya mereka 13 Ketangga merupakan falsafah jiwa Jawa yang melukiskan gerak jiwa manusia (Endraswara, 2012b:25).

12 12 menegaskan bahwa tidak ada realitas aktivitas individu yang terpisah dalam satu kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat merupakan suatu peristiwa keseluruhan, bukan tindakan individu. Sebagaimana mengikuti analogi tersebut, penjelasan yang sepadan dengan hubungan antara pikiran dan tubuh. Pikiran dan tubuh sepenuhnya terlebur di dalam diri dan tindakan. Tindakan pribadi bersumber dari unsur keyakinan yang tidak terpisahkan dalam dirinya dan lingkungan. Kesatuan ini membuat dapat menerima segala tindakan dengan kesadaran tanpa merasa kecewa. Kesadaran tanpa merasa kecewa tersebut merupakan bentuk kesadaran spiritual (Kristiyanto, 2010: ; Endraswara, 2006:39). Kesadaran spiritual ini mewujudkan kejujuran dan keadilan sebagai kebajikan prinsipal hubungan antar individu. Interaksi kebersamaan individu dengan individu lain merupakan perwujudan budaya hubungan harmonis masyarakat Jawa (Yana, 2012:117; Tartono, 2013: ). Perwujudan hubungan ini menghasilkan relativitas dalam pengambilan keputusan. Relativitas ini didasarkan pada keterbukaan antar individu untuk saling menerima keputusan. Kesadaran spiritualitas dan relativitas mewujudkan ketenteraman hubungan harmoni masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ketenteraman ini merupakan kesatuan hati dan pikiran untuk menaati norma sosial (Kristiyanto, 2010:109; Santosa, 2012:200). Pencapaian ketenteraman ini menghasilkan rasa rumangsa 14 penjual sebagai keuntungan non-ekonomi dalam penentuan harga bahan pokok di pasar tradisional. Pencapaian ketenteraman tersebut menghadirkan komunikasi selaras dengan pembeli. Komunikasi selaras adalah upaya menjelaskan penentuan harga dan menerima respon pembeli (pemakai) (Damsar dan Indrayani, 2013:258; Leksono, 2009:133; Hakim,2006). Komunikasi selaras seperti itu menunjukkan hubungan persaudaraan. Riyanto (2011:114) dan Prihartanti (2004:104, 2008) menjelaskan bahwa komunikasi harmonis penjual kepada pembeli pada penentuan harga jual di pasar tradisional mengedepankan persaudaraan untuk saling menerima. Keuntungan non-ekonomi (immaterial) penjual berupa ketiga rasa, yaitu spiritual-jiwa, relativitas, dan komunikasi harmonis dalam aktivitas proses penentuan harga merupakan perwujudan ngelmu rasa sejati dalam laku hidup penghayat Kejawen. 14 Rasa rumangsa, yakni rasa eling, cipta dan grahita, seperti misalnya kita penjual menyatakan bahwa rumangsa amung titah, tanpa ciri amung raos syukur.

13 13 Ngelmu rasa sejati ini mendasarkan pada metode Kejawen dengan ajaran budi pekerti luhur Panca Eka Lumaksana sebagai alat analisis. Tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana merupakan suatu pengetahuan dan salah satu kebudayaan budi pekerti luhur Jawa. Terkait sebagai salah satu bagian budi pekerti luhur Jawa, maka Panca Eka Lumaksana mengandung nilai spiritual yang didasari keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hanya ada SATU yang berkuasa atas semua di alam semesta ini. Pengakuan bulat bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ADA dan hanya SATU, memberikan tekad dan keyakinan serta kemauan laku hidup ini sebagai sumber pembinaan watak budi pekerti luhur diri pribadi. Budi pekerti untuk senantiasa mengutamakan kejujuran dan kebaikan. Keluhuran rasa diri pribadi ini menuju terciptanya keselarasan hidup lahir dan batin (becik sejatining becik). Keselarasan laku hidup lahir dan batin memberikan keyakinan bulat dan utuh, bahwa hidup harus dijalani dengan kebersamaan. Kebersamaan ini merupakan perpaduan unsur spiritualitas, relativitas, dan komunikasi diri. Perpaduan ketiga hal tersebut untuk mewujudkan hidup yang harmonis berdasarkan tuntunan Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Terkait hal ini, Pranoto (2008:20) menjelaskan bahwa laku hidup berdasarkan keluhuran keyakinan kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi menempatkan kesadaran spiritual-psikologis diri untuk senantiasa menerima segala sesuatu bersama orang lain, tanpa merasa kecewa. Kesadaran spiritual ini semata-mata hanya sebagai pelaksana dari segala sesuatu berasal dari Tuhan (manungsa iku mung sakderma iso nglakoni). Ketaatan ajaran pandangan hidup Kejawen Panca Eka Lumaksana kepada Tuhan menumbuhkan kehidupan rasa. Kehidupan rasa sebagaimana diungkapkan oleh Stange (2009:23) sebagai perwujudan kedalaman makna keyakinan kekuatan Tuhan adalah mutlak, atau dalam ungkapan Kejawen dikatakan bahwa kebenaran sejati milik Tuhan, bukan diri sendiri ataupun kebanyakan orang 15. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan tradisi luhur lahir dan batin yang mempengaruhi perilaku dan komunikasi dengan sesama secara harmonis (Pranoto, 2008:64-65; Soesilo, 2000:44). Kejawen memberikan mistik kebatinan kekuatan Tuhan yang diwujudkan dengan selalu menjalin hubungan baik dengan sesama (Endraswara, 2006:109; Pranoto, 2008: 26) Hubungan ini merupakan kesadaran 15 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Bener kang sejati yaitu bener miturut Gusti Ingkang Murbeng Dumadi, dede bener miturut karepe dhewe utawa karepe wong akeh.

14 14 laku hidup sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup dan berdiri sendiri. Kesadaran ini menumbuhkan tolong-menolong dalam menjalankan kehidupan. Mistik kebatinan tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana merupakan upaya pencapaian budi luhur. Budi luhur yang berdasarkan lima pedoman perilaku. Pedoman pertama, rasa selalu menyamakan dirinya dengan sesama (nandhing sarira). Kedua, rasa menilai sesama dengan dirinya sendiri sebagai tolok ukur (ngukur sarira). Ketiga, rasa mau dan mampu merasakan sesama (tepa salira). Keempat, rasa memahami keadaan dirinya sejujur-jujurnya (mawas diri). Dan pedoman kelima, rasa untuk selalu melihat dan berani mengoreksi dirinya sendiri (mulat sarira hangrasa wani). Budi luhur tersebut menunjukkan kenyataan hidup saling berinteraksi dengan sesama. Interaksi ini dilandasi keyakinan bahwa hidup ini ada yang mengatur dan berkuasa yaitu Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Keyakinan ini menciptakan kemampuan diri untuk selalu beradaptasi dengan lingkungan. Sebagaimana penjelasan Supadjar (2001:34) dan Soesilo (2000:20-21) bahwa lingkungan masyarakat terus berubah menuntut kemampuan beradaptasi diri. Perubahan ini menghasilkan perkembangan perilaku yang sesuai dengan lingkungan. Lingkungan transaksi tawar-menawar bahan pokok merupakan tradisi aktivitas ekonomi dalam penentuan harga di pasar tradisional. Hasilnya mampu membentuk dan membangun kebersamaan penjual dan pembeli. Tuntunan perilaku penjual berdasarkan Panca Eka Lumaksana sebagai wujud tatanan paugeraning urip yang diartikulasikan, atau suasana pendapat umum yang menyokong ajaran Kejawen disebut sebagai tradisi ajaran Kejawen. Tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana memberikan budi pekerti luhur penjual untuk mencapai hubungan harmonis bersama pembeli. Hubungan harmonis ini menunjukkan keuntungan berupa non-ekonomi (immaterial) atas rasa spiritualitas, relativitas, dan komunikasi harmoni. Keuntungan ketiga rasa ini merupakan keyakinan rasa diri penjual sebagai sujud sungkem (bersyukur) kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Keuntungan non-ekonomi tersebut menunjukkan pengendalian rasa diri penjual Kejawen terhadap keuntungan ekonomi. Pengendalian rasa diri ini menghasilkan kejujuran sikap dan mampu menerima keputusan harga tanpa merasa kecewa. Hasil ini sesuai dengan tuntunan sesanti hamemayu hayuning urip bebrayan. Sesanti ini merupakan perwujudan perilaku bahwa siapa yang berbuat pasti akan menerima dan

15 15 kebaikan atau keburukan pasti terbukti 16 serta yakin bahwa Tuhan tidak pernah tidur dan kebenaran pasti memberikan ketenteraman 17. Gambar konseptual dan model analisis yang dihasilkan adalah: Gambar 1: Konseptual dan Model Analisis Konsep Penentuan Harga Jual Harmoni Interpretasi: Praktik dan Pendapat Tawar-Menawar Penentuan Harga Jual di Pasar Tradisional Tradisi Ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana menghasilkan hubungan harmonis kesadaran spiritualitas, relativitas, dan komunikasi harmoni Pedagang Pendapat Sahabat Paguyuban dan Cendekiawan Keterbukaan Informasi Penetapan Harga Jual di Pasar Tradisional Karakter alamiah dan keunikan budaya tersebut menunjukkan kehadiran keuntungan non-ekonomi berupa rasa diri penjual dalam penentuan harga jual. Keuntungan non-ekonomi ini digali dengan mendasarkan tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana. Penggunaan tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana tersebut didukung kajian konseptualnya berupa pendapat sahabat paguyuban dan cendekiawan melalui wawancara secara mendalam. Langkah ini dilakukan untuk menambah keyakinan bahwa tradisi ajaran ini digunakan sebagai pedoman perilaku penjual. Perilaku penjual untuk menerima keuntungan non-ekonomi dalam proses penentuan harga jual pangupa jiwa. 16 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Sapa sing nandur bakal ngundhuh lan becik ketitik ala ketara. 17 Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi: Gusti iku ora nate sare lan sing bener unggul wekasane.

16 16 Pada tahapan selanjutnya, penafsiran teks yang diperoleh dari lapangan dan pendapat para sahabat paguyuban serta cendekiawan tersebut dikembangkan penafsirannya ke dalam konteks. Hal ini bertujuan mengembalikan makna teks sebagai tanggapan terhadap kondisi realitas. Di samping itu, langkah ini juga merupakan upaya untuk membebaskan penafsiran-penafsiran makna ungkapan dari ketidakjelasan pemahaman. Berdasarkan hasil penafsiran praktik (penjual pasar tradisional) dan pendapat (sahabat paguyuban dan cendekiawan), kemudian disusun konsep penentuan harga jual harmoni. Harga jual ini merupakan kombinasi antara nilai yang bersifat ekonomi dan ketiga rasa non-ekonomi berupa nilai spiritualitas, relativitas, dan komunikasi harmonis. Fokus model penelitian ini dilakukan untuk kedalaman penelitian. Kedalaman penelitian merupakan karakteristik alamiah penelitian kualitatif. Karakteristik tersebut didapatkan dengan menggali nilai-nilai ajaran budi pekerti luhur pandangan hidup Kejawen Panca Eka Lumaksana sebagai wujud Tatanan Paugeraning Urip. Pandangan hidup ini didukung dengan budaya tawar-menawar dan keterbukaan informasi harga untuk menyusun konsep penentuan harga jual harmoni. Selanjutnya validitas dan reliabilitas data sangat berpengaruh. Validitas data menyangkut kesahihan data sedangkan reliabilitas berkaitan dengan keterandalan data (Silverman, 2008:288; Sarantakos,1995:80). Terkait hal ini, Creswell (2007:202; 2010:286) serta lihat juga Creswell dan Miller (2000) menjelaskan bahwa validitas dalam penelitian kualitatif diistilahkan sebagai trustworthiness. Trustworthiness lebih dapat diandalkan dari pada validitas data pada penelitian kuantitatif. Hal ini disebabkan data yang diperoleh lebih menunjukkan kondisi akurat sebenarnya di lapangan, penggunaan metode relatif lebih transparan dan fleksibel, menggunakan basis komunikasi interaksi, serta pengumpulan data lebih terbuka dan tidak dibatasi. Kajian reliabilitas data pada penelitian ini, yaitu dengan tidak menghadirkan penekanan pada konsistensi, standardisasi metode, pengendalian lingkungan penelitian, dan adanya pengendalian interaksi antara peneliti dengan informan. Namun, yang lebih dihadirkan adalah interaksi mendalam dan keterlibatan langsung untuk mendapatkan data berdasarkan fokus objek penelitian. Hasilnya mampu menggambarkan keaslian data. Selanjutnya, proses interaksi dan keterlibatan langsung mendapatkan data dilakukan melalui wawancara, partisipasi atau pengamatan, dan dokumentasi. Tahap akhir dalam penelitian ini adalah merangkum hasil yang diperoleh dari hasil interpretasi dan analisis menjadi satu kesatuan. Satu kesatuan yang dimaksud

17 17 adalah untuk membangun konsep penentuan harga jual harmoni. Harga jual ini merupakan kombinasi antara nilai ekonomi yang terukur (material) dengan nilai nonekonomi yang tidak terukur (immaterial) berlandaskan pada tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana. Nilai non-ekonomi tersebut merupakan hasil temuan penelitian ini. Konsep harga jual harmoni ini didasarkan pada realitas praktik batin dalam diri penjual bahan pokok (pangupa jiwa) penghayat Kejawen dengan pembeli selama ini. KESIMPULAN Penelitian ini untuk membangun penentuan harga jual harmoni di pasar tradisional berdasarkan tradisi ajaran budi pekerti luhur sebagai alat analisis. Hasilnya, harga jual yang tidak hanya didasarkan pada nilai ekonomi yang terukur (material), tetapi juga nilai non-ekonomi yang tidak terukur (immaterial) berupa nilai spiritual, relativitas, dan komunikasi harmonis. Nilai non-ekonomi tersebut berlandaskan pada tradisi ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana. Panca Eka Lumaksana sebagai wujud tatanan paugeraning urip yang diartikulasikan atau suasana pendapat umum yang menyokong tradisi ajaran Kejawen disebut sebagai tradisi Kejawen. Pendekatan tersebut didukung tradisi lingkungan pasar tradisional dengan tawarmenawar. Tradisi ini menunjukkan kesadaran perilaku penjual yang mempengaruhi penentuan harga jual. Kesadaran perilaku ini mampu membentuk dan membangun budaya budi pekerti luhur saling menghargai bersama pembeli. Perwujudan kesadaran perilaku yang dipercaya untuk diterima sebagai pengaruh penentuan harga jual harmoni. DAFTAR RUJUKAN Afif, A Ilmu Bahagia Menurut Ki Ageng Suryomentaram. Depok: KEPIK Bekerja Sama Dengan Pustaka Ifada. Atmosutidjo, P Kebahagiaan Bersama dalam Pandangan Kawruh Jiwa dalam Afif, A. Matahari Dari Mataram Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki Ageng Suryomentaram. Depok: Kepik. Creswell, John W. dan Miller, D Determining Validity in Qualitative Inquiry. Theory into Practice, 39 (3): Creswell, J.W Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches. California: SAGE Publications, Inc.

18 18 Creswell, John W Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Third Edition. Fawaid, A. (penerjemah). Research Design Oendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daito, A Pencarian Ilmu Melalui Pendekatan Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Damsar & Indrayani Pengantar Sosiologi Ekonomi. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. De Jong, S Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Kanisius. Endraswara, S Mistik Kejawen Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Yogyakarta: Narasi. Endraswara, S Etika Hidup Orang Jawa: Pedoman Beretika dalam Menjalani Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: Narasi. Endraswara, S. 2011a. Budi Luhur dan Budi Pekerti dalam Perspektif Penghayat Kepercayaan Kejawen Masa Kini. Disertasi. Yogyakarta: Program Doktor Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Endraswara, S. 2011b. Kebatinan Jawa Dan Jagad Mistik Kejawen. Yogyakarta: Lembu Jawa (Lembaga Budaya Jawa). Endraswara, S. 2012a. Filsafat Ilmu: Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: CAPS. Endraswara, S. 2012b. Ilmu Jiwa Jawa Estetika dan Citarasa Jiwa Jawa. Yogyakarta: NARASI. Eriksson, Paul & Kovalainen, A Qualitative Methods in Business Research. London: SAGE Publications Ltd. Fikriono, M Puncak Makrifat Jawa Pengembaraan Batin Ki Ageng Suryomentaram. Jakarta: Noura Books. Hadiatmaja, S Etika Jawa. Yogyakarta: Grafika. Hadiwijaya Tokoh-Tokoh Kejawen Ajaran dan Pengaruhnya. Yogyakarta: EULE BOOK. Hakim, L Hidup Dalam Tatanan Neoliberalism: Perjalanan Menjadi Hamba Pasar. Jurnal Inovasi, Edisi No 1 Tahun XV: Kristiyanto, A.E Spiritualitas Sosial: Suatu Kajian Kontekstual. Yogyakarta: Kanisius. Kushendrawati, S.M Rasa Hidup dan Rasa Bebas sebagai Falsafah Kemanusiaan dalam Afif, A. Matahari Dari Mataram Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki Ageng Suryomentaram. Depok: Kepik.

19 19 Leksono, S Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional, Perspektif Emic Kualitatif. Malang: Citra. Magnis-Suseno, F Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Muhadjir, N Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muhadjir, N Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasin. Mulder, N Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Negoro, S Kejawen: Membangun Hidup Mapan Lahir Batin. Surakarta: CV. Buana Raya. Parmono, R Konsep Nilai Kemanusiaan di dalam Filsafat Jawa. Jurnal Filsafat, Philosophical Publication Research Gadjah Mada University, 30: Pranoto, T. HP.T Spiritualitas Kejawen Ilmu Kasunyatan, Wawasan & Pemahaman, Penghayatan & Pengamalan. Yogyakarta: Kuntul Press. Pranoto, T. HP.T Budi Pekerti Luhur Satu Dasar Untuk Mendapatkan Keselamatan dan Kebahagiaan Hidup di Dunia dan Hidup Sesudah Mati. Yogyakarta: Kuntul Press. Prihartanti, N., dan Karyani, U Pemahaman Rasa untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial. Laporan Penelitian. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prihartanti, N Kualitas Kepribadian Ditinjau Dari Konsep Rasa Suryomentaram Dalam Perspektif Psikologi. Disertasi. Yogyakarta. Program Doktor Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Prihartanti, N Kepribadian Sehat Menurut Konsep Suryomentaram. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prihartanti, N Mencapai Kebahagiaan Bersama dalam Masyarakat Majemuk. Laporan Penelitian. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Purwadi Semar, Jagad Mistik Jawa. Yogyakarta: Media Abadi. Radjiman Konsep Petangan Jawa. Surakarta: Pustaka Cakra. Ricklefs, M.C Islamisation and Its Opponents in Java. Sunardi, FX.Dono & S.Wahono (penerjemah). Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai sekarang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Riyanto, E.A Berfilsafat Politik. Yogyakarta: Kanisius.

20 20 Romdon Kitab Mujarabat: Dunia Magic Orang Islam-Jawa. Yogyakarta: Lazuardi. Santosa, I.B Spiritualisme Jawa Sejarah, Laku, dan Intisari Ajaran. Yogyakarta: Memayu Publishing. Sarantakos, S Social Research. South Melbourne: MacMillan Education Australia Pty Itd. Sekaran, U Research Methods For Business: A Skill-Building Approach. New York: John Wiley & Sons, Inc. Silverman, D Interpreting Qualitative Data Methods for Analyzing Talk, Text and Interaction. London: SAGE Publications Inc. Soesilo Sekilas tentang Ajaran Kejawen. Jakarta: CV. Medayu Agung. Stange, P Politik Perhatian: Rasa dalam Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: LKiS. Supadjar, D Mistik Jawa dalam Mawas Diri. Yogyakarta: Philosophy Press. Suryamentaram, Ki. A Falsafah Hidup Bahagia: Jalan untuk Aktualisasi Diri Jilid 2. Jakarta: Grasindo. Suryamentaram, Ki. A Maklumat Bahagia Kawruh Bedja Ilmu Menggapai Kebahagiaan Sejati. Yogyakarta: Gelombang Pasang. Syuropati, M.A Kamus Pintar Kawruh Jawa. Yogyakarta: IN AzNa Books. Tartono, St.S Pitutur Adi Luhur Ajaran Moral dan Filosofi Hidup Orang Jawa (Edisi Yang Disempurnakan). Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Tomkins, C., & Groves, R The Everyday Accountant And Researching His Reality. Accounting, Organizations and Society, Vol. 8. No. 4: Warsono, S Reformasi Akuntansi Membongkar Bounded Rationality Pengembangan Akuntansi. Yogyakarta: Asgard Chapter. Watloly, A Sosio-Epistemologi Membangun Pengetahuan Berwatak Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Yana, M.H Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.

METODOLOGI TRADISI AJARANKEJAWENPANCA EKA LUMAKSANA: MODELPENENTUAN HARGA JUAL HARMONI

METODOLOGI TRADISI AJARANKEJAWENPANCA EKA LUMAKSANA: MODELPENENTUAN HARGA JUAL HARMONI METODOLOGI TRADISI AJARANKEJAWENPANCA EKA LUMAKSANA: MODELPENENTUAN HARGA JUAL HARMONI Whedy Prasetyo Universitas Jember whedy.p@gmail.com Abstract This study builds Kejawen tradition teaching of Panca

Lebih terperinci

Akuntansi Syari ah Spiritual: Implementasi Kejujuran Berlandaskan Pendekatan Tradisional Kejawen Memayu Hayuning Bawana. Oleh:

Akuntansi Syari ah Spiritual: Implementasi Kejujuran Berlandaskan Pendekatan Tradisional Kejawen Memayu Hayuning Bawana. Oleh: 1 Akuntansi Syari ah Spiritual: Implementasi Kejujuran Berlandaskan Pendekatan Tradisional Kejawen Memayu Hayuning Bawana Oleh: Whedy Prasetyo Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember Jl. Kalimatan No.

Lebih terperinci

Konsep Ketuhanan Jawa Menurut Eyang Ismaya (SEMAR) Diposting oleh admin pada tanggal 19 September 2014

Konsep Ketuhanan Jawa Menurut Eyang Ismaya (SEMAR)  Diposting oleh admin pada tanggal 19 September 2014 Konsep Ketuhanan Jawa Menurut Eyang Ismaya (SEMAR) http://lib.hukum.univpancasila.ac.id Diposting oleh admin pada tanggal 19 September 2014 Masyarakat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan

Lebih terperinci

lease purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN

lease purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. BAB 4 KESIMPULAN 124 BAB 4 KESIMPULAN Masyarakat Jawa yang kaya akan nilai-nilai budaya memiliki banyak cara untuk mengapresiasi dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ungkapan, falsafah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

AJARAN ETIKA JAWA DI PADEPOKAN PAYUNG AGUNG CILACAP

AJARAN ETIKA JAWA DI PADEPOKAN PAYUNG AGUNG CILACAP AJARAN ETIKA JAWA DI PADEPOKAN PAYUNG AGUNG CILACAP Oleh : Dewi Sri Wardani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa dewisriwardani@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Soetandyo Wignjosoebroto membedakan lima tipe kajian hukum berdasarkan perbedaan konsep hukum. Perbedaan tipe kajian ini akan menyebabkan juga perbedaan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB 2 KLASIFIKASI DATA

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. BAB 2 KLASIFIKASI DATA 14 BAB 2 KLASIFIKASI DATA 2.1 Pengantar Pada penelitian ini penulis membatasi kajiannya seputar bab kemanusiaan dalam teks BBBJ. Data yang tertuang dalam bentuk ungkapan-ungkapan Jawa baik yang berupa

Lebih terperinci

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR

Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR Nilai-nilai Ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME sebagai Rujukan Pembentukan Karakter Bangsa MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A Andri Hernandi Ketua Presidium Pusat Periode

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PENGERTIAN FILSAFAT FILSAFAT (Philosophia) Philo, Philos, Philein, adalah cinta/ pecinta/mencintai Sophia adalah kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran Cinta pada

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF KEPERCAYAAN THDP TUHAN YME

REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF KEPERCAYAAN THDP TUHAN YME REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF KEPERCAYAAN THDP TUHAN YME D I S A M P A I K A N O L E H P A G U Y U B A N P E N G H A Y A T K A P R I B A D E N M A L A M A N G G O R O K A S I H, 2 9 F E B R U A R I 2 0 1

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG KAJIAN NILAI PENDIDIKAN MORAL PADA KUMPULAN GEGURITAN MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TERBITAN TAHUN 2012 DAN RELEVANSINYA DENGAN KEHIDUPAN SEKARANG Oleh: Ade Irma progran studi pendidikan bahasa dan sastra

Lebih terperinci

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI FILSAFAT, ETIKA, DAN KOMUNIKASI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Dalam istilah filsafat, etika

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif Salah satu jenis pendekatan utama dalam sosiologi ialah interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik memiliki perspektif dan orientasi metodologi tertentu. Seperti halnya pendekatan-pendekatan lain

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PREVIEW PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI

V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI 79 V. PENUTUP SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Etika kepemimpinan Jawa, merupakan ajaran-ajaran yang berupa nilainilai dan norma-norma yang bersumber dari kebudayaan Jawa tentang kepemimpinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

Kualitas Sumber Daya Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelestarian Nilai-Nilai Luhur

Kualitas Sumber Daya Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelestarian Nilai-Nilai Luhur Kualitas Sumber Daya Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelestarian Nilai-Nilai Luhur Purwokerto, 22 23 Agustus 2016 (Hertoto Basuki) Rahayu, Sebagai bangsa yang menjadi bagian dari

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Pengertian Filasat Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia : philo/philos/philen yang artinya cinta/pencinta/mencintai. Jadi filsafat adalah cinta akan kebijakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan 88 Lampiran 1. Instrumen Penelitian Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila Nama : No Absen : Kelas : Petunjuk Soal 1) Isilah identitas nama anda dengan benar 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

Lebih terperinci

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERAYAAN NATAL NASIONAL DI PLENARY HALL JAKARTA CONVENTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana pengembangan potensi diri dalam meningkatkan kecerdasan, kepribadian, pengendalian diri serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang konsep ketuhanan Al Ghazali dalam Perspektif Filsafat Ketuhanan dan Relevansinya dengan Pembentukan Pribadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Definisi Spiritualitas Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) spiritualitas berasal dari kata latin spiritus, yang berarti nafas kehidupan,

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian 195 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil laporan, deskripsi serta pembahasan hasil penelitian yang telah dilaksanakan terhadap penduduk Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

MUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini.

MUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini. MUKADIMAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA didirikan untuk ikut berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dibidang manajemen, teknologi, dan kewirausahaan, yang akhirnya bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah ideologi bangsa Indonesia, tentu tidak terlepas dari Pancasila. Sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA STIKOM DINAMIKA BANGSA MUKADIMAH Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Dinamika Bangsa didirikan untuk ikut berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI REALISASI PANCASILA BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam 204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi

Lebih terperinci

KETAHANAN NASIONAL. Yanti Trianita S.I.Kom

KETAHANAN NASIONAL. Yanti Trianita S.I.Kom KETAHANAN NASIONAL Yanti Trianita S.I.Kom Definisi Ketahanan Nasional Ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah FALSAFAH PANCASILA (Pancasila Ideologi Bangsa dan negara) Modul 3 21 1. Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati diri bangsa melalui pengkajian

Lebih terperinci

Filsafat Nusantara Damardjati Supadjar: Reformasi Ke-Jawa-an. Oleh : Venti Wijayanti

Filsafat Nusantara Damardjati Supadjar: Reformasi Ke-Jawa-an. Oleh : Venti Wijayanti Filsafat Nusantara Damardjati Supadjar: Reformasi Ke-Jawa-an Oleh : Venti Wijayanti Usaha untuk menemukan filsafat Nusantara tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan adanya dominasi kuat peradaban Barat yang

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 13 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Dan Implementasinya Bagian III Pada Modul ini kita membahas tentang keterkaitan antara sila keempat pancasila dengan proses pengambilan keputusan dan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya,

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, 599 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Makna kearifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang membahas mengenai nilai sosial dalam karya sastra sebelumnya dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi. Hal ini menunjukkan sastra sebagai

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 1 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Filsafat (Philosophia) : - Philo/Philos/Philein yang berarti cinta/pecinta/mencintai. - Sophia yang berarti kebijakan/kearifan/hikmah/hakekat

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu 441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam

Lebih terperinci

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7 DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4

Lebih terperinci

PROFIL ORGANISASI MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME

PROFIL ORGANISASI MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME PROFIL ORGANISASI MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME I N D O N E S I A SK KEMENHUKHAM NO : AHU-00554.60.10.2014 Tgl 02-10-2014 Sekretariat : Jl. Kramat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun lakon. Karya sastra mengungkapkan makna secara tidak langsung. Karya sastra merupakan sistem

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA DOKUMEN STANDARD PRESTASI PENDIDIKAN MORAL TINGKATAN 1 STANDARD PRESTASI MATEMATIK TAHUN 1 FALSAFAH PENDIDIKAN KEBANGSAAN Pendidikan di Malaysia adalah satu usaha berterusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pribadi yang memuaskan. Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2005) ketrampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pribadi yang memuaskan. Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2005) ketrampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketrampilan interpersonal seseorang ditunjukkan dengan terciptanya interaksi sosial dan komunikasi yang efektif sehingga terjalin hubungan antar pribadi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspek-aspek laku..., Lulus Listuhayu, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspek-aspek laku..., Lulus Listuhayu, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan hasil pikiran dari kehidupan manusia. Selain itu kebudayaan melatarbelakangi segala aspek kehidupan dan karenanya tidak dapat dipisahkan satu

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Manajemen.

PANCASILA. Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Manajemen. PANCASILA Modul ke: Pancasila sebagai Sistem Filsafat Fakultas MKCU Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara etimologi, kata falsafah berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan manusia dalam pelaku pendidikan. Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

LANDASAN FILSAFAT. Imam Gunawan

LANDASAN FILSAFAT. Imam Gunawan LANDASAN FILSAFAT Imam Gunawan PENGERTIAN FILSAFAT Berasal dari kata (harfiah): Philos: cinta yang sangat mendalam; Shopia: kebijakan, kearifan. Filsafat secara bahasa populer: Sebagai suatu pendirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK KEAGAMAAN YANG MEMILIKI SIKAP PLURALISME. praktek keagamaan dan aktifitasnya. Akan tetapi hanya ada satu praktek

BAB IV PRAKTEK KEAGAMAAN YANG MEMILIKI SIKAP PLURALISME. praktek keagamaan dan aktifitasnya. Akan tetapi hanya ada satu praktek 48 BAB IV PRAKTEK KEAGAMAAN YANG MEMILIKI SIKAP PLURALISME A. Sujud Sumarah 1. Pengertian Sujud Sumarah Dalam setiap kepercayaan tentu memiliki praktek keagamaannya masing-masing, begitu juga dengan Paguyuban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG KODE ETIK DOSEN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS PETERNAKAN NOMOR 34/PP/2012 TENTANG KODE ETIK DOSEN FAKULTAS PETERNAKAN DEKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Materi Ini Memuat : Fakultas Fikom Wahyudi Pramono, S.Ag. M.Si Program Studi Humas 2 Latar belakang Teori dan Konsep Globalisasi telah mengancam bahkan menguasai eksistensi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 No.1910, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Restorasi Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RESTORASI SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DIMENSI PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Dapat Dijadikan Bahan Perbandingan dalam Mengembangkan Proses Belajar dan Pembelajaran pada Lembaga Diklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios Generasi Santun Buku 1A Timothy Athanasios Teori Nilai PENDAHULUAN Seorang pendidik terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam menumbuhkembangkan manusia Indonesia yang utuh, berakhlak suci, dan berbudi

Lebih terperinci

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul IPTEK

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 11 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila dan Implementasinya Bagian I Pada Modul ini kita akan mempelajari mengenai keterkaitan sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dengan Prinsip pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian studi kasus yang telah dipaparkan pada bab-bab di atas, mengenai Pendidikan Kepribadian Dan Pembinaan Mental Spiritual Melalui Ilmu

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen Modul ke: 06Fakultas Gunawan Ekonomi PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Latar belakang Teori dan Konsep Globalisasi telah mengancam bahkan menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses dalam rangka memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia berbudaya dan beradab. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Oleh: Riana Anggraeni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rianaanggraeni93@yahoo.com

Lebih terperinci

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI Manusia sebagai Pelaku Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Pemahaman komunikasi dengan

Lebih terperinci