BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Kajian Perspektif diartikan sebagai sudut pandang atau cara kita memandang sesuatu. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang akan kita peroleh. Dalam studi komunikasi, dikenal tiga perspektif, yaitu positivis, konstruktivis, dan kritis. Perspektif positivis berfokus pada hal-hal yang tampak nyata atau yang terlihat secara objektif. Prinsip dasar dalam perspektif positivis yaitu ilmu merupakan upaya untuk mengungkapkan realitas, hubungan antara objek dan subjek harus dapat dibuktikan, dan hasil temuan memungkinkan untuk digunakan dalam proses generalisasi pada waktu dan tempat yang berbeda. Menurut beberapa pendapat yaitu komunikasi merupakan sebuah proses linier atau proses sebab akibat yang mencerminkan upaya pengirim pesan untuk mengubah pengetahuan penerima pesan yang pasif (Ardianto, 2009). Jadi, paradigma positivis ini memandang proses komunikasi ditentukan oleh pengirim atau komunikator. Berhasil atau tidaknya sebuah proses komunikasi bergantung pada upaya yang dilakukan oleh pengirim atau komunikator dalam mengemas pesan, menarik perhatian penerima ataupun mempelajari sifat dan karakteristik penerima untuk menentukan strategi penyampaian pesan. Sedangkan, perspektif konstruktivis muncul sebagai kritik terhadap kaum positivis. Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Paradigma konstruktivis menolak pandangan positivis yang menyatakan peran pengirim pesan sebagai faktor sukses tidaknya proses komunikasi. Dalam pandangan konstruktivis, penerima pesan atau komunikan disebut sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial lainnya. Bahasa pun tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif

2 belaka. Jika dalam perspektif positivis, tujuan penelitiannya adalah mendapatkan pengetahuan yang objektif, maka dalam perspektif konstruktivis ini tujuannya adalah mengungkapkan kesadaran palsu dibalik nilai-nilai objektif ini. Tujuannya adalah menemukan penyadaran, pemberdayaan, atau transformasi sosial. Lain halnya dengan perspektif kritis. Pandangan ini mencoba membongkar kepentingan atau ideologi lain yang berdiri dibalik fenomena sosial, perspektif ini tidak sekedar melakukan observasi melainkan memberikan kritik terhadap fenomena sosial. Kaum kritis ini meyakini pentingnya kontruksi kultur dan caracara praktik sosial dalam menentukan, menghilangkan, membangun suatu kultur. Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivis yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak berpusat pada kebenaran atau ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivis. Dari ketiga perspektif yang ada, penelitian biografi termasuk ke dalam perspektif konstruktivis, dimana tujuan penelitian biografi sesungguhnya adalah mencari dan mengungkapkan kenyataan atau realitas yang ada secara mendalam. Hal ini disebabkan teori yang menjadi dasar dari metode biografi adalah etnografi, fenomenologi, analisis narasi, interaksionime simbolik, teori diskursus dan analisis konvensional. Namun, metode biografi menimbulkan perdebatan yang cukup hangat antara aliran positivis dan aliran konstruktivis. Menurut aliran positivis, cerita tentang kehidupan seseorang dapat mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya atau memiliki kebenaran empiris. Cerita kehidupan seseorang biasanya dianggap sebagai peristiwa atau pengalaman yang nyata dan biasanya pencerita menjadi saksi utama atas kejadian yang diceritakan. Sedangkan, menurut aliran konstruktivisme, pandangan kaum positivis tersebut kurang tepat, karena baik cerita dari partisipan dan interpretasi peneliti sudah melalui suatu kesepakatan tentang cara penceritaan kembali. Dengan kata lain, cerita dari subjek sudah melalui interpretasi dari peneliti. Akibatnya cerita tidak akan memiliki arti tanpa interpretasi dari peneliti. Justru karena diinterpretasi, maka cerita tersebut dapat dimengerti oleh orang lain. Aliran konstruktivis tertarik untuk meneliti

3 bagaimana pencerita membentuk cerita atas suatu peristiwa tertentu, dan bagaimana realita tersebut dibentuk dari ceritanya. Penelitian biografi merupakan sebuah studi mengenai seseorang individu dan semua pengalaman hidupnya yang diceritakan kembali oleh peneliti dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berhubungan dengan individu yang diteliti tersebut. Penelitian biografi sebagai sebuah metode yang mengumpulkan sekaligus mempelajari dokumen-dokumen yang menjelaskan turning-point moment dari kehidupan seseorang (Denzin, 1989:69). Denzin juga menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode ini, peneliti nantinya akan mampu mengungkapkan dan menjelaskan arti yang mendalam dari pengalaman maupun sejarah hidup seseorang, yang kemudian dapat memberikan pencerahan bagi orang lain. Denzin menggunakan istilah epiphani yang berarti pencerahan atau yang tampak berarti dari tindakan, sejarah hidup dan maupun problematika kehidupan seseorang yang dianggap akan bermanfaat bagi orang lain. Disimpulkan bahwa penelitian biografi ini berusaha menghadirkan sejarah kehidupan seseorang secara gamblang beserta manfaatnya untuk orang lain (Denzin dan Lincoln, 1990). Namun perlu ditekankan bahwa penelitian biografi tidak hanya membahas secara umum mengenai individu seseorang seperti tempat lahir atau asalnya saja. Tapi lebih jauh dari itu, penelitian ini mencoba menjelaskan bahwa masih banyak yang bisa digali dan didata dari seseorang, agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Penelitian jenis biografi merupakan sebuah narasi yang mana peneliti akan menuliskan kembali riwayat hidup seseorang yang dianggap hidupnya baik untuk dibiografikan, termasuk penghargaan-penghargaan yang diterima semasa hidup maupun saat sudah wafat, yang dianggap dapat memotivasi dan bermanfaat bagi orang lain. Asumsi dasar dari penelitian ini adalah bahwa pengalaman setiap manusia selalu punya arti khusus sekaligus dapat bermanfaat bagi orang lain.

4 2.2 Uraian Teoritis Gaya Komunikasi Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula (Mulyana, 2004:102). Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari komunikator dan harapan dari komunikan. Penampilan dan kecakapan komunikasi, yang biasanya dinilai dari cara seseorang memilih kata-kata, melakukan jeda saat berbicara hingga intonasi dan mimik muka sering kali mengambil peran tersendiri dalam sebuah proses komunikasi. Seseorang yang mahir memilih kata-katanya secara efektif dan memiliki intonasi yang bagus akan senantiasa lebih ingin didengarkan oleh lawan bicaranya daripada seseorang yang berbicara dengan cepat atau sering melakukan kesalahan kata. Begitupun dengan mimik muka yang biasanya akan mendukung proses pengalihan pesan ke komunikan. Penampilan diri yang elegan dan rapi juga memegang poin penting apabila kita membahas dengan keefektifan pesan komunikasi. Seorang pembicara atau motivator yang senantiasa berpenampilan rapi dan bersih akan selalu mampu menarik perhatian pendengarnya, sebaliknya tidak akan banyak yang mendengarkan apabila sang komunikator tidak menjaga penampilan dirinya saat sedang menyampaikan pesannya. Setiap individu yang melakukan proses komunikasi memiliki gaya khasnya tersendiri. Apabila diperhatikan dengan seksama, gaya komunikasi seseorang seharusnya berbeda dengan orang lain. Ibarat pakaian, tidak semua orang memakai pakaian tebal di daerah yang dingin atau pakaian terbuka di daerah panas, begitupun gaya komunikasi, gaya komunikasi orang Batak, belum tentu cocok apabila diterapkan dengan orang Betawi. Gaya komunikasi biasanya dipengaruhi oleh kebudayaan tempat ia bernaung. Edward T. Hall dalam Mulyana (2004:130) membagi gaya komunikasi berdasarkan dua konteks, yaitu komunikasi konteks-tinggi dan komunikasi konteks-rendah.

5 Komunikasi Konteks-Tinggi dan Komunikasi Konteks-Rendah Suatu kebudayaan dimana suatu prosedur pengalihan informasi menjadi lebih sukar dikomunikasikan disebut High Context Culture atau Komunikasi Konteks-Tinggi. Sebaliknya, kebudayaan di mana suatu prosedur pengalihan informasi menjadi lebih mudah dikomunikasikan biasa disebut Low Context Culture atau Komunikasi Konteks-Rendah (Mulyana, 2004:87). Para anggota kebudayaan konteks-tinggi sangat mengharapkan agar digunakan cara-cara yang lebih praktis yang dapat membantu mereka dalam mengakses informasi dalam variasi situasi apapun. Hal ini karena kebudayaan masyarakat konteks-tinggi umumnya bersifat implisit dan ambigu. Hal yang hendak disampaikan tersebut sudah ada dalam nilai-nilai, norma-norma, dan sistem kepercayaan mereka. Sedangkan, komunikasi konteks-rendah sangat berharap agar tidak menggunakan cara-cara praktis hanya untuk membantu mereka mengakses informasi dalam variasi situasi apapun. Pada kebudayaan ini, cukup diberikan informasi secara garis besar saja dan mereka mampu mengaksesnya dengan mudah. Hal ini karena kebudayaan masyarakat konteks-rendah umumnya bersifat eksplisit (Stella Ting Toomey, 1986). Kebudayaan dengan komunikasi konteks-rendah lebih langsung dan tidak berbasa-basi. Mereka juga cenderung mencari dan menyerap informasi langsung dari sumbernya. Gaya komunikasi mereka lebih mengutamakan pertukaran informasi secara verbal (hanya sedikit didukung oleh pesan nonverbal), pertemuannya bersifat formal, tatap muka, tanpa basa-basi, dan langsung pada tujuan. Sedangkan pada budaya dengan komunikasi konteks-tinggi selalu menggunakan gaya komunikasi yang tidak langsung. Gaya komunikasinya cenderung kurang formal, pesanpesan lebih banyak didukung oleh pesan nonverbal dan lebih menyukai basa-basi. Adapun gaya komunikasi anggota masyarakat kebudayaan konteks-rendah cenderung melakukan negosiasi yang bersifat linier dan logis dalam menyelesaikan masalah. Analisis merupakan suatu prosedur yang esensial dari kebudayaan ini, negosiasi harus singkat dan tidak bertele-tele, masuk akal, dan menggunakan pendekatan bargaining.

6 Sebaliknya pada masyarakat kebudayaan konteks-tinggi memakai sistem perundingan yang halus, pilihan komunikasinya meliputi perasaan dan intuisi. Gaya ini lebih mengutamakan hati daripada logika. Budaya konteks-tinggi selalu menggunakan gaya komunikasi tidak langsung dalam menyelesaikan konflik, mereka tidak serta merta menjadikan informasi sebagai sesuatu yang utama dalam proses resolusi konflik, tetapi mengutamakan faktor-faktor relasi antar manusia, emosi budaya, dan kadang-kadang menggunakan pendekatan human relations. Orang-orang dari negara barat cenderung menerapkan komunikasi konteks-rendah dimana proses komunikasi dilakukan secara langsung, tanpa tedeng aling-aling, tegas dan tidak berputar-putar. Masyarakat Inggris, Jerman, Amerika maupun Prancis atau negara-negara Eropa lainnya tidak melakukan komunikasi yang bertele-tele, apa yang hendak disampaikan akan tersampaikan begitu saja, hal ini dipengaruhi dengan kebudayaan masyarakat barat yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat timur, dalam hal ini negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Masyarakat Jepang, China dan Indonesia cenderung menyukai komunikasi konteks-tinggi, yang lebih banyak berpusat pada lambang-lambang dan bahasa non-verbal. Bahasa nonverbal sering kali dijadikan sebagai fokus utama dalam komunikasi konteks-tinggi ini. Oleh karena itu, proses pengalihan pesan terkadang menjadi sedikit sulit disampaikan atau tidak berjalan dengan mulus. Namun, tidak jarang juga, dalam sebuah komunitas atau masyarakat di sebuah negara, terdapat dua buah konteks sekaligus, baik konteks-tinggi ataupun konteks-rendah, hanya saja salah satu akan lebih mendominasi. Gaya komunikasi personal dapat ditunjukkan dengan cara kognitif maupun sosial. Banyak tipe atau gaya personal yang dimiliki manusia dalam melakukan proses komunikasi. Diantaranya, terdapat orang yang senang bercakap dengan menampakkan wajah ceria atau penuh dengan kehangatan, namun ada juga orang yang berbicara tanpa ekspresi. Terkadang juga ditemukan orang yang bersikap otoriter, namun akan ditemui pula orang yang bersikap sangat demokratis. Ada orang yang

7 menghargai lawan bicara dengan cara menatap mata, namun ada pula yang acuh dan menatap ke segala arah ketika proses komunikasi sedang berlangsung. Gaya Bicara Linier dan Gaya Bicara Nonlinier Masyarakat yang berpola pikir linier biasanya akan berkomunikasi secara linier pula. Di Amerika atau negara Eropa yang berkonteks-rendah sering ditandai dengan masyarakat yang bergaya bicara linier. Salah satu ciri khas-nya adalah sifat langsung, lugas dan tegas saat berkomunikasi. Sebaliknya, dalam budaya konteks-tinggi, seperti China atau Jepang, masyarakatnya akan lebih banyak berbicara secara nonlinier, dimana proses pertukaran informasi terjadi secara tidak langsung dan lebih banyak melakukan basa-basi. Tujuannya antara lain untuk memelihara kelangsungan kelompok (Deddy Mulyana, 2004). Oleh karena itu, seorang anggota budaya konteks-tinggi tidak suka dipermalukan di depan orang lain. Jika terjadi konflik, tidak jarang konflik diselesaikan dengan perantaraan pihak ketiga, sebabnya penganut budaya konteks-tinggi ini cenderung menghindari konfrontasi dalam berkomunikasi. Orang Timur yang berbicara secara nonlinier menganggap orang dari negara-negara Barat sebagai orang yang tidak perasaan, karena berbicara secara lugas dan tanpa basa-basi. Apa yang hendak disampaikan akan tersampaikan begitu saja, diucapkan tanpa melihat kondisi sosial maupun psikis lawan bicaranya. Misalnya saja, seorang manajer Jepang yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Australia tampak terkejut ketika rekan sejawatnya disana menjelaskan secara panjang lebar prosedur bisnis baru kepadanya. Orang Australia itu berbicara dengan cepat, persis dari awal hingga akhir, menjelaskan bagaimana prosedur itu bekerja, menunjukkan masalah-masalah yang mungkin muncul, dan bertanya apabila ia memiliki pertanyaan. Orang Jepang itu tersinggung dan merasa diperlakukan layaknya anak kecil, lantas berkesimpulan bahwa rekannya dari Australia itu tidak punya pertimbangan atas perasaannya. Dari cerita

8 ini, diketahui bahwa gaya komunikasi dan budaya yang melingkupinya memiliki peran langsung dalam gaya komunikasi personal individu. Paralinguistik Paralinguistik merupakan seperangkat karakteristik verbal yang menyertai pesan komunikasi seseorang saat sedang melakukan proses pertukaran pesan. Hal itu terkait dengan kecepatan bicara, intonasi, nada suara, kelancaran vokal dan sebagainya (Deddy Mulyana, 2004). Paralinguistik sebenarnya merupakan salah satu aspek komunikasi nonverbal. Namun seringkali kehadirannya juga terkair dengan komunikasi verbal. Paralinguistik seorang komunikator jelas akan berpengaruh dalam memberikan kesan tertentu kepada pendengarnya. Ditinjau dari segi paralinguistik, tiap individu sebenarnya mempunyai gayanya sendiri-sendiri. Pun tiap komunitas budaya memiliki gaya khas yang membedakannya dengan komunitas budaya lainnya. Contohnya dikatakan bahwa orang-orang dari etnis Batak misalnya cenderung berbicara lebih keras dan kasar, jauh berbeda apabila dibandingkan dengan orang Melayu yang berbicara halus dan lembut. Suara memberikan kesan tentang kepribadian seseorang. Suara yang parau pada pria akan dianggap matang dan dewasa, sedangkan suara parau pada wanita akan dianggap tidak cerdas, malas, neurotis, apatis dan tidak menarik. Seseorang, tidak perduli pria atau wanita, apabila berbicara secara lambat, dengan nada yang rendah dan menurun, memberi kesan bahwa orang itu menderita depresi. Bicara cepat namun tidak rata, dengan nada tinggi dan suara basah, dan kesalahan ucap yang beruntun, menunjukkan kegugupan. Seorang ekstrovert misalnya berbicara lebih keras, lebih cepat, dengan nada yang tinggi, dengan lebih sedikit jeda. Gaya ini terlihat asertif, cakap dan persuasif. Orang-orang yang berkepribadian agresif dan ambisius, dikenali lewat gaya bicara mereka yang keras, cepat dan meledak-ledak. Aspek paralinguistik ini membawa informasi mengenai emosi, sikap, kepribadian, dan latar belakang sosial individu yang bersangkutan.

9 2.2.2 Komunikasi Antar Budaya Komunikasi antarbudaya terjadi diantara orang-orang yang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang -yang lebih banyak disebabkan oleh perbedaan budaya- diantara para pelaku komunikasinya. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula komunikasi dan makna yang dimilikinya. Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun Namun demikian, Hall tidak menerangkan pengaruh perbedaan budaya terhadap proses komunikasi antarpribadi. Perbedaan antarbudaya dalam berkomunikasi baru dijelaskan David K. Berlo melalui bukunya The Process of Communication (An Introduction to Theory and Practice) pada tahun Menurut Liliweri (2001), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa sekalipun. Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa (Liliweri, 2003:11) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan: 1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan. 2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama. 3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.

10 4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara. (Liliweri, 2003:36) Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, akan segera dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi tempat suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti diketahui bahwa budaya sangat mempengaruhi orang yang berkomunikasi dan budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya, bila dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perbendaharaan yang dimilikinya, dan itu jelas akan menimbulkan kesulitan tertentu. Sehubungan dengan itu, para ahli seperti William B. Gudykunst dan Young Yun Kim (1983) menerapkan sebuah model dalam komunikasi antarbudaya, yakni komunikasi antara orang-orang yang berasal dari budaya yang berlainan, atau komunikasi dengan orang asing (stranger). Model komunikasi ini pada dasarnya sesuai untuk komunikasi tatap muka, khususnya antara dua orang. Meskipun model itu disebut model komunikasi antarbudaya atau model komunikasi dengan orang asing, model komunikasi tersebut dapat mempresentasikan komunikasi antara siapa saja, karena pada dasarnya tidak ada dua orang yang mempunyai budaya, sosiobudaya dan psikobudaya yang persis sama. Model Gudykunst dan Kim ini mengasumsikan dua orang yang setara dalam berkomunikasi, masing-masing sebagai pengirim dan sekaligus sebagai penerima, atau keduanya sekaligus melakukan penyandian (encoding) dan penyandian-balik (decoding). Karena itu, tampak pula bahwa pesan suatu pihak sekaligus juga adalah umpan balik bagi pihak lainnya. Pesan dan umpan balik antara kedua peserta komunikasi dipresentasikan oleh garis dari penyandian seseorang ke penyandian-balik orang lain dan dari penyandian orang kedua ke penyandian-balik orang pertama. Kedua garis pesan dan umpan balik tersebut menunjukkan bahwa setiap kita berkomunikasi, secara serentak kita menyandi dan

11 menyandi-balik pesan. Dengan kata lain, komunikasi tidak statis, kita tidak menyandi suatu pesan dan tidak melakukan apa-apa hingga kita menerima umpan balik. Alih-alih, kita memproses rangsangan yang datang (menyandi-balik) pada saat kita juga menyandi pesan. Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan dan penyandian-balik pesan merupakan suatu proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan. Lingkaran paling dalam, yang mengandung interaksi antara penyandian pesan dan penyandian-balik pesan, dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang mempresentasikan pengaruh budaya, sosiobudaya dan psikobudaya. Masing-masing peserta komunikasi, misal orang A dan orang B, dipengaruhi budaya, sosiobudaya dan psikobudaya, berupa lingkaran-lingkaran dengan garis yang terputus-putus. Garis terputus-putus itu menunjukkan bahwa budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu saling berhubungan atau saling mempengaruhi. Kedua orang yang mewakili model juga berada dalam suatu kotak dengan garis terputus-putus yang mewakili pengaruh lingkungan. Selanjutnya, garis terputus-putus yang membentuk kotak tersebut menunjukkan bahwa lingkungan tersebut bukanlah suatu sistem tertutup atau terisolasi. Kebanyakan komunikasi antara orang-orang berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mencakup orang-orang lain yang juga terlibat dalam komunikasi. Gambar 2.1 Model Komunikasi Antarbudaya Gudykunst dan Kim. Sumber: William B. Gudykunst dan Young Yun Kim (1983:65)

12 Seperti ditunjukkan gambar di atas, pengaruh-pengaruh budaya, sosiobudaya dan psikobudaya itu berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyandi dan menyandi-balik pesan. Filter tersebut adalah mekanisme yang membatasi jumlah alternatif yang memungkinkan kita memilih ketika kita menyandi dan menyandi-balik pesan. Lebih khusus lagi, filter tersebut membatasi prediksi yang kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita. Pada gilirannya, sifat prediksi yang kita buat mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Lebih jauh lagi, filter itu membatasi rangsangan apa yang kita perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan tersebut ketika kita menyandi-balik pesan yang datang. Gudykunst dan Kim berpendapat, pengaruh budaya dalam model itu meliputi faktor-faktor yang menjelaskan kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya pandangan dunia (agama), bahasa, juga sikap terhadap manusia, misalnya apakah kita harus peduli terhadap individu (individualisme) atau terhadap kelompok (kolektivisme). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai, norma dan aturan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. Pengaruh sosiobudaya adalah pengaruh yang menyangkut proses penataan sosial (social ordering process). Penataan sosial berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain ketika pola-pola perilaku menjadi konsisten dengan berjalannya waktu. Sosiobudaya ini terdiri dari empat faktor utama: keanggotaan dalam kelompok sosial, konsep diri, ekspektasi peran, dan defenisi mengenai hubungan antarpribadi. Dimensi psikobudaya mencakup proses penataan pribadi (personal ordering process). Penataan pribadi ini adalah proses yang memberi stabilitas pada proses psikologis. Faktor-faktor psikobudaya ini meliputi stereotip dan sikap (misalnya etnosentrisme dan prasangka) terhadap kelompok lain. Stereotip dan sikap menciptakan pengharapan mengenai bagaimana orang lain akan berperilaku. Pengharapan itu pada akhirnya mempengaruhi cara kita menafsirkan rangsangan yang datang dan prediksi yang dibuat mengenai perilaku orang lain. Etnosentrisme, misalnya, mendorong kita menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan kerangka rujukan sendiri dan mengharapkan orang lain berperilaku sama seperti kita. Hal ini akan membuat salah penafsiran pesan orang lain dan meramalkan perilakunya yang akan datang secara salah pula.

13 Salah satu unsur yang melengkapi model Gudykunst dan Kim adalah lingkungan. Lingkungan sangat berpengaruh dalam menyandi dan menyandi-balik pesan. Lokasi geografis, iklim, situasi arsitektural (lingkungan fisik), dan persepsi atas lingkungan tersebut, mempengaruhi cara menafsirkan rangsangan yang datang dan prediksi yang dibuat mengenai perilaku orang lain. Oleh karena orang lain mungkin mempunyai persepsi dan orientasi yang berbeda dalam situasi yang sama. Intinya, model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan dalam komunikasi antarbudaya. Unsur Komunikasi Antarbudaya. Terdapat tiga unsur budaya yang secara hakekat mempengaruhi komunikasi antarbudaya yaitu sebagai berikut: a. Persepsi Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Secara umum dipercaya bahwa orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsikan dunia. Perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya mereka (Porter dan Samovar, dalam Mulyana dan Rakhmat, 1993:27). Masyarakat Timur pada umumnya adalah masyarakat kolektivitis. Dalam budaya kolektivitis, diri (self) tidak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok (keluarga, klan, kelompok kerja, suku, bangsa, dan sebagainya), sementara diri dalam budaya individualis (Barat) bersifat otonom. Akan tetapi suatu budaya sebenarnya dapat saja memiliki kecenderungan individualis dan kolektivitis, hanya saja salah satu biasanya lebih menonjol. Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan persamaan dalam pengalaman persepsi. Tetapi karakter budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama, dan oleh karenanya, membawa kita kepada persepsi yang berbeda atas dunia luar.

14 Ada tiga unsur sosio-budaya yang mempunyai pengaruh besar atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi, yaitu : - Sistem-sistem kepercayaan, nilai, dan sikap yang lahir dalam budayanya. - Pandangan dunia (world view) yang berorientasi dari pandangan dunia satu budaya terhadap hal-hal seperti Sang Maha Pencipta, alam semesta, kemanusiaan, dan konsep-konsep masalah filosofis lainnya yang berkenan dengan konsep makhluk. Singkatnya, pandangan dunia ini membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita di dalam alam semesta. - Organisasi sosial, dalam hal ini terkait dengan bagaimana cara suatu budaya mengorganisasikan masyarakatnya dan lembaga-lembaganya, juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana cara mereka berkomunikasi. Dua unit sosial yang dominan dalam suatu organisasi sosial dalam perspektif budaya adalah keluarga dan lingkungan pendidikan (sekolah). b. Proses Verbal Proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana berbicara dengan orang lain, namun juga kegiatan-kegiatan internal berpikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang digunakan. Proses-proses ini secara vital berhubungan dengan proses pemberian makna saat melakukan komunikasi antarbudaya: Bahasa Verbal Bahasa merupakan alat utama yang digunakan oleh budaya untuk menyalurkan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat bagi orang-orang untuk berinteraksi dengan orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan dan turut membentuk pikiran. Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai suatu lambang yang terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan

15 hasil belajar, yang digunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas budaya. Pola Pikir Pola pikir suatu budaya mempengaruhi bagaimana individuindividu dalam budaya tersebut berkomunikasi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi bagaimana setiap orang akan merespon individu-individu dari budaya lain. Kebanyakan orang menganggap bahwa setiap orang meiliki pola pikir yang sama. Namun, harus disadari bahwa terdapat perbedaan-perbedaan budaya dalam aspek berpikir. Kita tidak dapat mengharapkan setiap orang untuk menggunakan pola pikir yang sama, namun memahami bahwa terdapat pola pikir dan belajar menerima polapola tersebut akan memudahkan kita dalam berkomunikasi. c. Proses Nonverbal. Proses-proses nonverbal merupakan alat utama untuk bertukar pikiran dan gagasan secara simbolik, yang biasanya dilakukan melalui gerak isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, dan lain-lain. Lambanglambang tersebut dan respon-respon yang ditimbulkannya merupakan bagian dari pengalaman budaya. Budaya mempengaruhi kita dalam mengirim, menerima dan merespon lambang-lambang tersebut. Perilaku Nonverbal Kebanyakan komunikasi nonverbal berlandaskan budaya, apa yang dilambangkannya merupakan hal yang telah disebarkan budaya kepada anggota-anggotanya. Misalnya lambang bunuh diri berbeda-beda antara satu budaya dengan budaya lainnya. Di Amerika Serikat, hal ini dilambangkan dengan jari yang diarahkan ke pelipis, di Jepang dilambangkan dengan tangan yang diarahkan ke perut, dan di New Guinea dilambangkan dengan tangan yang diarahkan ke leher. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi nonverbal

16 merupakan suatu produk budaya. Di Jerman, kaum wanita seperti juga kaum pria biasa berjabat tangan dalam pergaulan sosial, sedangkan Amerika wanita jarang berjabat tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegang tangan) dengan lawan jenis di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran sosial. Konsep Waktu Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat banyak perbedaan mengenai konsep waktu antara budaya yang satu dengan budaya yang lain, yang mempengaruhi komunikasi. Penggunaan Ruang Cara seseorang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi disebut dengan prosemik. Prosemik tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka. Orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Bila berbicara dengan orang yang berbeda budaya, kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran yang mungkin timbul, menghindari pelanggaran tersebut dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Hambatan Komunikasi Antarbudaya. Melakukan komunikasi antarbudaya sebenarnya sangat sulit. Bukan hanya karena berbeda budaya, tetapi juga muncul hambatanhambatan yang timbul dalam komunikasi antarbudaya atara lain disebabkan oleh: a. Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berlainan dengan

17 golongannya. Prasangka sosial terdiri dari sikap sosial yang negatif terhadap golongan lain dan mempengaruhi perilakunya terhadap golongan tersebut. Batak memandang diri mereka sendiri sebagai berani, terbuka dan tangguh. Mereka menganggap orang Jawa dan Sunda sebagai orang yang terlampau sopan sehingga menimbulkan stigma bahwa mereka cenderung lebih penakut dan lemah serta ragu-ragu dalam berbicara. Bagi orang Batak, cara komunikasi yang dianggap sebagian orang kasar justru dianggap sebagai simbol kejujuran, sementara mereka menafsirkan kehalusan orang Sunda dan Jawa sebagai kemunafikan. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor pengalaman dengan intra maupun antaretnik mempengaruhi komunikasi. Dalam berkomunikasi terjadi proses persepsi yang bersifat selektif sehingga terjadi generalisasi yang keliru terhadap objek. Prasangka sosial ini sendiri kemudian berkembang disebabkan oleh ketiga faktor dibawah ini, yakni: - Etnosentrisme yaitu merasa etniknya sendiri yang paling baik. - Terlalu mudah menganalisis perilaku etnik lain dengan pengetahuan dan pengalamannya yang terbatas. - Cenderung memilih stereotip yang mendukung kepercayaannya tentang hubungan dan hak-hak istimewa apa yang harus dimiliki oleh diri pribadi. b. Jarak Sosial Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. Jarak sosial sebagai suatu penilaian di atas skala pada mulanya dilakukan oleh Borgadus, dengan mengambil sample 1725 orang Amerika asli dengan latar belakang 30 etnik. Borgadous menemukan bahwa pada setiap etnik ada perbedaan pilihan jarak sosial. Ada kecenderungan yang menunjukkan bentuk interaksi positif. Sikap ini dapat mempengaruhi efektifitas komunikasi antaretnik (Liliweri, 2001:178). Menurut Zastrow,

18 diskriminasi memberikan jarak sosial merupakan faktor yang merusak kerjasama antarmanusia maupun komunikasi di antara mereka. Doob, dalam Liliweri (2001:178) mengakui diskriminasi sebagai bentuk perilaku yang ditujukan untuk mencegah suatu kelompok atau membatasi kelompok lain yang berusaha memiliki atau mendapatkan sumberdaya kehidupan. Dari beberapa penelitian tentang diskriminasi, dapat disimpulkan bahwa diskriminasi terjadi karena alasan historis, seperti kebanggaan atas kejayaan suatu etnik, bisa juga berupa sistem nilai yang berbeda antara etnis mayoritas dan minoritas, pola kerja sama yang berlainan, juga pola pemukiman yang berbeda, seperti Timur dan Barat, urban dengan rural hingga terkait dengan faktor sosial budaya, ekonomi, agama, dimana hal itu memerlukan perbedaan perlakuan. Prasangka sosial dan stereotipe ini kemudian berpengaruh terhadap tingkah laku diskriminatis yang terinternalisasi melalui proses sosialisasi, persuasi, identifikasi dan penyesuaian. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap para anggota kelompok etnik lain dan mempengaruhi penilaian masing-masing anggota antarkelompok ini, karena mereka merefleksikan penilaianpenilaiannya yang berpengaruh terhadap identitas dirinya sendiri (Cookie dan Walter, 1985 dalam Liliweri, 2001). Efektifitas Komunikasi Antarbudaya. Terdapat beberapa orientasi jawaban logis apabila kita menanyakan mengenai keefektifan seseorang dalam melakukan komunikasi antarbudaya. Salah satunya adalah kemampuan menyesuaikan diri dan kualitas pertumbuhan pribadi pelaku komunikasi itu sendiri. Semakin cepat ia mampu menyesuaikan diri dengan kultur budaya yang berbeda, maka semakin baik pula dikatakan komunikasi antarbudaya-nya. Tidak banyak yang mampu dengan cepat atau setidaknya memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan kultur budaya yang berbeda, salah satunya harus didasari oleh kemampuan ia dalam melakukan komunikasi antarbudaya yang efektif.

19 Faktor lain agar bisa mengatakan seseorang melakukan komunikasi antarbudaya yang efektif ialah bahwa ia harus memiliki sikap dan pengetahuan berbasis budaya yang menawan. Hal ini tentu tidak mudah, karena seseorang dituntut untuk memiliki sikap dan pengetahuan yang dalam terkait dengan budaya orang lain. Terakhir, kualitas komunikasi yang terjalin harus diharapkan menyinggung segala aspek kehidupan, bisa dimulai dari aspek ekonomi, politik, olahraga, bahasa, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Menurut hasil penelitian para ahli yakni Kealey dan Reuben (1983) tentang efektifitas komunikasi antarbudaya yang menunjukkan terdapatnya variabel-variabel yang menentukan efektif atau tidaknya komunikasi antarbudaya, yakni: - Kejujuran, empati, pengungkapan rasa hormat dan keluwesan dari pelaku komunikasi. - Variabel situasional yang terdiri atas kondisi kerja, batasan-batasan kerja dan tingkat kesulitan kerja, kondisi hidup, persoalan kesehatan, kesimpangsiuran politik hingga kesulitan bahasa dari pelaku komunikasi. - Kekuatan kepribadian, partisipasi sosial, kemampuan bahasa, dan apresiasi adat istiadat dari pelaku komunikasi. - Penyesuaian dan kepuasan pribadi, kepiawaian professional, dan hubungan dari hati ke hati dengan anggota budaya tuan rumah. - Sifat kepribadian yang terbuka dan tertarik kepada orang lain, percaya diri, luwes, dan piawai secara professional dari pelaku komunikasi. - Kemampuan melakukan penyesuaian diri dan mengatasi stress, kontak dengan orang setempat yang relatif tinggi, pemahaman dan keefektifan dalam hal pengetahuan dan teknologi dari pelaku komunikasi.

20 Namun harus diakui, efektif atau tidaknya komunikasi antarbudaya bergantung pada budaya yang mewarnai perilaku manusianya. Semakin baik kita kita mengenal dan memahami budaya lawan bicara kita, maka akan semakin efektif pula proses komunikasi yang kita lakukan. Selain itu, sikap stereotipe atas beragam budaya harus kita terima sebagai makna yang positif atas ragam budaya dan uniknya manusia.

21 2.2.3 Teori Identitas Sosial. Tidak bisa disangkal bahwa manusia tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Sejak lahir sampai meninggal dunia pun manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Interaksi dan korelasi dengan sesama membuat setiap orang sanggup membangun kepribadiannya sebagaimana adanya. Walaupun setiap orang memiliki perbedaan, manusia selalu akan masuk dan bergabung dalam satu komunitas budaya tertentu. Kesamaan lingkungan seperti geografis, kesamaan nasib, keluarga, nilai-nilai, keagamaan, kebiasaan, adat istiadat dari komunitas budaya ikut membentuk identitas diri maupun komunitasnya. Ini membuat seorang individu tidak saja memiliki identitas diri sebagai persona, namun juga punya ciri-ciri yang bisa sama dengan orang lain di dalam komunitasnya. Karena dengan menjadi anggota komunitas budaya, seseorang akan membentuk personalitasnya dan sekaligus juga dilingkupi oleh budaya dan diidentifikasi dengan kelompok orang dalam budayanya (Molan, dkk, 2009:33) Manusia adalah mahkluk yang senantiasa berpikir, seringkali manusia bertanya akan dirinya sendiri. Dengan kata lain manusia cenderung selalu mencari identitas dirinya, terkadang mereka mencari dimanakah tempat yang seharusnya mereka berada. Salah satu faktornya adalah karena manusia diberikan akal pikiran. Keadaan tersebut yang membedakan manusia dengan makhluk lain di dunia, seperti hewan dan tumbuhan. Karena manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang berpikir, maka hanya manusia yang akan menyadari keberadaan makhluk lain dan segala sesuatu di dunia ini. Berpikir adalah proses akan lahirnya kesadaran. Kesadaran berarti sadar akan sesuatu, maksudnya adalah ada diri lain selain diri kita yang hidup bersama kita, adanya subjek dan objek lain di dunia ini. Kesadaran ini menyebabkan manusia selalu ingin bertanya. Dengan bertanya dan berpikir, mereka mulai mencari identitas dirinya. Mereka kemudian akan mampu menempatkan diri pada posisi mana dia akan berada. Dalam pencarian untuk menemukan dirinya atau identitasnya, manusia akan berusaha dengan akal pikiran yang ada pada dirinya. Segala usaha yang dilakukan manusia tentunya sematamata untuk mendapatkan suatu ke-khas-an atau identitas tertentu. Identitas yang mencakup diri manusia itu. Mulai dari ciri-ciri fisik serta daya kemampuan yang

22 dimilikinya. Selain itu, identitas yang dimaksudkan juga mencakup dalam suatu ciri yang bisa diterima oleh masyarakat atau dengan kata lain suatu ciri yang menandakan adanya seseorang dalam suatu kelompok tertentu. Semua yang ada atau melekat pada diri seseorang bisa dikatakan sebagai identitasnya. Pada akhirnya pencarian terhadap identitas tersebut dikatakan sebagai teori identitas sosial. Teori identitas sosial dipopulerkan oleh seorang tokoh yang bernama Henri Tajfel. Dikatakan ada cara-cara atau usaha yang dilakukan oleh manusia dalam mencari atau memperoleh identitas tertentu. Mulai dari melakukan tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan kepentingan kelompok budaya individu tersebut maupun kepentingan persona. Selain itu pula manusia akan berusaha untuk memberikan identitas tertentu pada orang lain, dan bukan hanya berusaha untuk mendapatkan identitas untuk dirinya sendiri. Sudah jelas bahwa suatu identitas muncul dalam konsep pemenuhan akan suatu kebutuhan. Dengan begitu, adanya suatu identitas akan menumbuhkan suatu struktur sosial tertentu yang diinginkan oleh beberpa orang. Memang dibenarkan jika suatu identitas sosial akan dibutuhkan untuk menjadi penanda adanya perbedaan individu satu dengan individu yang lainnya. Pada awalnya teori identitas sosial digunakan untuk menjelaskan hubungan antar kelompok, tetapi belakangan, seorang ahli bernama Ralph Tyler (1996) mengembangkan teori ini untuk menjelaskan hubungan individu dengan suatu kelompok. Teori ini menjelaskan bahwa individu menggunakan kelompok sebagai sumber informasi mengenai anggota-anggota kelompok dan untuk membangun status diri (Tyler, 1996:20). Perspektif ini menyatakan bahwa seorang anggota kelompok akan menggunakan status atau kedudukan sosial dalam kelompok untuk membangun harga dirinya. Tyler memprediksi bahwa keinginan individu untuk bekerjasama dalam suatu kelompok dipengaruhi oleh informasi mengenai identitas yang akan diterima dari kelompoknya. Kesimpulannya, salah satu motivasi individu untuk bergabung dalam suatu kelompok adalah untuk memperoleh dan menjaga identitas sosial dirinya.

23 Akibatnya, alasan utama individu untuk bergabung dalam suatu kelompok adalah validasi diri yang dapat diperoleh individu tersebut ketika menjadi anggota kelompok, yaitu identitas dan harga diri. Kelompok seakan mempunyai fungsi penting bagi individu dengan mendefinisikan dan memberikan self worth bagi dirinya dan anggota kelompok lainnya. Motivasi untuk memiliki dan menjaga harga diri menjadi argumen bahwa individu dalam suatu kelompok akan melakukan suatu aktivitas yang seharusnya menguntungkan kelompok. Identifikasi didefinisikan sebagai tingkat keinginan individu secara kognitif untuk menggabungkan dirinya dengan kelompok. Ketika individu diidentifikasi melalui kelompoknya, maka individu memiliki motivasi untuk bekerjasama meningkatkan kinerja kelompok tersebut. Semakin kuat identifikasi individu melalui kelompok, semakin penting fungsi kelompok bagi dirinya. Fungsi ini akan mendorong individu untuk memikirkan kelangsungan kelompok melalui perbaikan kinerja. Individu akan memikirkan kepentingan kelompok seperti mereka memikirkan kepentingannya sendiri. Hal ini berarti perilaku individu dibentuk oleh tingkat identifikasi individu dengan kelompoknya. Studi Abrams, Ando dan Hinkle (1998) memberikan bukti bahwa identitas akan membentuk perilaku dengan rendahnya keinginan berpindah ketika individu tersebut sukses mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok dimana dirinya berada. Ketika individu memandang bahwa kelompok mempunyai fungsi penting untuk memperoleh dan menjaga identitas sosialnya, maka individu akan melakukan evaluasi terhadap kelompoknya. Evaluasi terhadap status kelompok akan mempengaruhi identifikasi. Ketika individu memiliki pertimbangan yang positif terhadap statusnya di dalam kelompok, maka tingkat identifikasi individu terhadap kelompoknya akan tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam kelompok. Respek menjelaskan pertimbangan mengenai status individu dalam kelompok. Respek yang diberikan kelompok kepada anggotanya akan membentuk identitas personal yang berkaitan dengan reputasi anggota dalam kelompok. Hal ini mendorong individu berperilaku kreatif dan memiliki pemikiran yang unik untuk membentuk reputasi di antara anggota kelompok. Individu yang merasa dihargai oleh individu lain dan kelompoknya

24 akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap kelompoknya dan secara sukarela termotivasi untuk berperilaku yang memberikan manfaat bagi kelompoknya. Teori identitas sosial menjelaskan proses dinamis yang membentuk perilaku diskresioner. Kebutuhan sosial dan psikologis akan identitas sosial ini, mendorong individu untuk membangun relasi jangka panjang karena individu ingin terus menerus menjaga identitasnya. Perilaku positif akan membuat individu memiliki perhatian terhadap perlakuan dan penilaian yang ada di dalam kelompok tersebut.

25 2.2.4 Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah proses penyampaian pesan atau stimulus antar komunikator ke komunikan yang menggunakan kata-kata (words), baik lisan maupun tulisan. Bentuk yang paling umum dari komunikasi verbal adalah bahasa. Bentuk lain yang berupa tulisan hanya sekedar cara untuk merekam bahasa yang diucapkan, dengan membuat tanda-tanda pada kertas maupun pada media tulis lainnya (Lubis, 2009:113) Komunikasi Nonverbal Secara sederhana, komunikasi nonverbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, Verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai sebagai komunikasi tanpa katakata. Bahasan lain mengenai komunikasi nonverbal dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu : 1. Frank E.X. Dance dan Carl E. Larson: Komunikasi nonverbal adalah sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi simbolik untuk memaknainya (a stimulus not dependent on symbolic content for meaning). 2. Edward Sapir: Komunikasi nonverbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimana pun juga, diketahui oleh tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written nowhere, known to none, and understood by all). 3. Malandro dan Barker yang dikutip dari Ilya Sunarwinadi, dalam kaitan dengan komunikasi antarbudaya, memberikan batasanbatasannya sebagai berikut : - Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata-kata - Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara - Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain

26 - Komunikasi nonverbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan lain-lain. Komunikasi nonverbal disebut merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau stimulus ke orang lain melalui isyaratisyarat atau simbol-simbol (Lubis, 2009:121), seperti: 1. Penampilan fisik, dilihat dari bentuk tubuh dan cara berpakaian. 2. Kinesik yang mencakup gerakan tubuh, lengan dan kaki serta ekspresi wajah, dan perilaku mata (keheranan, ketakutan, kemarahan, kebahagiaan, kesedihan, kebencian dan lain-lain) 3. Sensories, mencakup sentuhan, rabaan dan kontak tubuh, bisa dilihat melalui cara orang berjabat tangan. 4. Proxemics yang terkait dengan ruang dan jarak. Ada empat pembagiannya yakni: - Intimate distance, berlangsung dengan bisikan atau suara pelan diantara pribadi yang memiliki emosional sangat akrab. - Personal distance, komunikasi berlangsung tertutup namun percakapannya tidak bersifat pribadi. - Social distance, terjadi dalam situasi bisnis dan sosial. - Public distance, komunikasi yang terjadi di dalam ruang umum tertentu. 5. Chronemics (waktu), orang yang tepat atau tidak tepat waktu yang ingin menunjukkan pesan suka atau tidak atas apa yang sedang dilakukannya. 6. Vocalics atau paralanguange, mencakup di dalamnya aksen, volume suara, nada suara, intonasi, kecepatan bicara dan penggunaan jeda dalam berbicara. 7. Olfaction (bau).

27 Sedangkan jika membahas fungsi, komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi sesuai dengan penggunaannya, yaitu: 1. Pengulangan, dimana pesan atau lambang-lambang nonverbal akan mengulang atau meneguhkan pesan verbal yang terucap. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan jari untuk menunjukkan jumlah tawaran. 2. Kontradiksi, dimana pesan nonverbal menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindiran-sindiran tajam. 3. Pengganti, dimana pesan nonverbal dapat mengganti pesan verbal, sehingga pesan verbal tidak perlu diucapkan. Misalnya, ketika sebuah kemenangan diraih, pemenang cukup mengacungkan dua jari bentuk V untuk menyampaikan victory yang bermakna kemenangan. 4. Pengaturan, dimana pesan nonverbal berfungsi mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan halus, misal anggukan kepala selama percakapan berlangsung. 5. Pelengkap, pesan nonverbal digunakan untuk melengkapi, misal tersenyum untuk menunjukkan rasa bahagia.

28 2.3 Model Teoritik TJONG A FIE GAYA KOMUNIKASI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA IDENTITAS SOSIAL KOMUNIKASI VERBAL dan NONVERBAL KOMUNIKASI KONTEKS- TINGGI dan KOMUNIKASI KONTEKS- RENDAH PERSEPSI PROSES VERBAL GAYA BICARA LINIER dan GAYA BICARA NONLINIER PROSES NONVERBAL PARALINGUISTIK Gambar 2.2 Model Teoritik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang berkembang pesat ini, dunia pekerjaan dituntut menciptakan kinerja para pegawai yang baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. secara bersamaan dengan pengumpulan data pada penelitian ini.

BAB IV ANALISIS DATA. secara bersamaan dengan pengumpulan data pada penelitian ini. 74 BAB IV ANALISIS DATA 1. Temuan Penelitian Pada bab Analisis data ini akan disajikan data yang diperoleh peneliti dari informan dan dari lapangan untuk selanjutnya dikaji lebih lanjut. Analisis data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Faradila, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau disebut makhluk bermasyarakat, selain itu manusia juga diberikan akal dan pikiran yang berkembang serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang kaitannya sangat erat. Seseorang ketika berkomunikasi pasti akan dipengaruhi oleh budaya asalnya. Hal tersebut juga menunjukan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi,

BAB II URAIAN TEORITIS. lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi dapat ditinjau dari dua sudut pandang (Onong, 2000), dan (Effendi, 1998: 60), yaitu: 1. Pengertian Komunikasi secara umum Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi layaknya nafas kehidupan manusia. Kodratnya sebagai makhluk sosial membuatnya senantiasa berinteraksi demi pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.2 Batasan Masalah. Makalah ini hanya membahas prinsip komunikasi dan komunikasi sebagai. proses.

BAB I PENDAHULUAN. I.2 Batasan Masalah. Makalah ini hanya membahas prinsip komunikasi dan komunikasi sebagai. proses. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah

I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan interaksi antar budaya tanpa terbatas ruang dan waktu. Hal ini tentunya meningkatkan pula peluang

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 3 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : POKOK BAHASAN Konsep Dasar Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Pokok bahasan konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program pelatihan bahasa Inggris dengan menggunakan English native teacher

BAB I PENDAHULUAN. program pelatihan bahasa Inggris dengan menggunakan English native teacher BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang tidak bisa dihindarkan pada zaman ini, kompetensi bahasa Inggris merupakan salah satu aspek penting, baik dalam kehidupan personal maupun

Lebih terperinci

Komunikasi. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30).

Komunikasi. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30). Komunikasi I. PENGERTIAN Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang

Lebih terperinci

Materi Minggu 1. Komunikasi

Materi Minggu 1. Komunikasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 1 Materi Minggu 1 Komunikasi 1.1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin

Lebih terperinci

PERSEPSI INTI KOMUNIKASI. Rizqie Auliana

PERSEPSI INTI KOMUNIKASI. Rizqie Auliana PERSEPSI INTI KOMUNIKASI Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id Pengertian Persepsi atau perception adl hal sederhana dari getaran apapun dari pikiran sehat kita. Persepsi sebagai proses yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena komunikasi merupakan alat manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata Arab sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

KBBI, Effendy James A. F. Stoner Prof. Drs. H. A. W. Widjaya

KBBI, Effendy James A. F. Stoner Prof. Drs. H. A. W. Widjaya DEFINISI KBBI, Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami Effendy, proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup, yaitu sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya. Ragam budaya yang terdapat di Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi di tiap-tiap penganutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360).

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia bisnis yang ada membuat banyak perusahaan asing hadir di Indonesia. Berbagai perusahaan yang bergerak di bidang seperti telekomunikasi, transportasi,

Lebih terperinci

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi Fakultas 05FIKOM Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM 1. PROSES KOMUNIKASI Salah satu prinsip komunikasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : akomodasi, jawa, batak, interaksi

ABSTRAK. Kata kunci : akomodasi, jawa, batak, interaksi ABSTRAK Judul Skripsi : Pengalaman Akomodasi Komunikasi (Kasus: Interaksi Etnis Jawa dengan Etnis Batak) Nama : Osa Patra Rikastana NIM : 14030111140104 Jurusan : Ilmu Komunikasi Geografis Indonesia yang

Lebih terperinci

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta 74 Komuniti, Vol. VII, No. 2, September 2015 CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF CULTURE SHOCK SANTRI ETNIS LUAR JAWA DENGAN SANTRI ETNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Peserta Program Student Exchange Asal Jepang Tahun (In Bound) No. Tahun Universitas Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 Peserta Program Student Exchange Asal Jepang Tahun (In Bound) No. Tahun Universitas Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dan Jepang sudah lama menjadi mitra strategis dalam berbagai bidang perekonomian. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs www.bppt.go.id kerjasama ini

Lebih terperinci

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1 1.1 Pengertian Komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis ynag mencakup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal. Berikut ini merupakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

Kecakapan Non Verbal. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Kecakapan Non Verbal. Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Kecakapan Non Verbal Tine A. Wulandari, S.I.Kom. Komunikasi Non-Verbal O O O Komunikasi interpersonal tidak hanya melibatkan arti kata secara eksplisit pada informasi atau pesan yang disampaikan, tetapi

Lebih terperinci

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS Maisarah, S.S., M.Si Inmai5@yahoo.com Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang Abstrak Artikel ini berisi tentang pentingnya komunikasi non verbal di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM

PROFESSIONAL IMAGE. Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Etiket dalam pergaulan (2): Berbicara di depan Umum, etiket wawancara Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

Budaya dan Komunikasi 1

Budaya dan Komunikasi 1 Kejujuran berarti integritas dalam segala hal. Kejujuran berarti keseluruhan, kesempurnaan berarti kebenaran dalam segala hal baik perkataan maupun perbuatan. -Orison Swett Marden 1 Memahami Budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada konteks dan situasi. Untuk memahami makna dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, sering sekali muncul berbagai macam penafsiran terhadap makna sesuatu atau tingkah laku orang lain. Penafsiran tersebut, tergantung pada konteks dan

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Pengantar Ilmu Komunikasi Ruang Lingkup Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Marcomm 03 85001 Deskripsi Pokok bahasan pengantar ilmu komunikasi membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Oleh: Muslikhah Dwihartanti Disampaikan pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2004 Penyuluhan tentang Komunikasi yang Efektif bagi Guru TK di Kecamatan Panjatan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare, yang berarti berpartisipasi untuk memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang multikultural. Bangsa Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa besar dan kecil, banyak suku bangsa dengan bahasa dan identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari PERTEMUAN 15 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Penelitian Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Penelitian

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 2 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : POKOK BAHASAN Subjek, Wilayah dan Fokus Kajian Komunikasi Antarbudaya DESKRPISI Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA PSIKOLOGI SOSIAL Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Pengantar Manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak berkembang dengan sendiri. Kita tidak memiliki tempurung pelingdung, dan bulu apa yang kita miliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian.

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian. BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian Bab ini adalah bagian dari sebuah tahapan penelitian kualitatif yang akan memberikan pemaparan mengenai beberapa temuan dari semua data yang ada. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

Persepsi Sosial : Memahami orang lain

Persepsi Sosial : Memahami orang lain Persepsi Sosial : Memahami orang lain Persepsi Sosial Adl proses untuk memahami orang lain. Proses utk menginterpretasi dan mengevaluasi orang lain mengenai sifat-sifat, kualitasnya dan keadaan lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia hidup di bumi dengan berbagai macam budaya dan kepercayaan serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi dalam kelompok adalah bagian dari kegiatan keseharian kita. Kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan, karena melalui kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut Effendy (2009: 5), komunikasi adalah aktivitas makhluk sosial. Dalam praktik komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak tahun 1920, dunia mengalami economic boom, yakni sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak tahun 1920, dunia mengalami economic boom, yakni sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1920, dunia mengalami economic boom, yakni sebuah keadaan di mana terjadi peningkatan yang drastis secara ekonomi, yakni tingginya pendapatan kotor negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan mahasiswa harus ikut bermigrasi ke berbagai daerah. Kadang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan mahasiswa harus ikut bermigrasi ke berbagai daerah. Kadang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa identik dengan perantau, lokasi universitas yang tersebar di seluruh Indonesia serta proses seleksi masuk universitas dengan skala nasional menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah bagian terpenting dalam hubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya. Komunikasi menyentuh sebagian besar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

POLA KOMUNIKASI REMAJA MASJID DENGAN PREMAN. (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Remaja Masjid dengan Preman di Daerah Kandangan Surabaya)

POLA KOMUNIKASI REMAJA MASJID DENGAN PREMAN. (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Remaja Masjid dengan Preman di Daerah Kandangan Surabaya) POLA KOMUNIKASI REMAJA MASJID DENGAN PREMAN (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Remaja Masjid dengan Preman di Daerah Kandangan Surabaya) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 4 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Memahami Perbedaan Perbedaan Budaya DESKRIPSI Modul ini membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dilahirkan, manusia hidup dalam suatu ruang lingkup sosial tertentu yang menjadi wadah kehidupannya. Manusia dalam aktivitasnya setiap saat memerlukan bantuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. sangat diperlukan sebagai hasil pertimbangan antara hasil temuan

BAB IV ANALISIS DATA. sangat diperlukan sebagai hasil pertimbangan antara hasil temuan 180 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Temuan penelitian berupa data-data dari lapangan yang diperoleh dari penelitian kualitatif ini berupa data-data yang bersifat deskriptif. Hal ini sangat diperlukan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI NON VERBAL

KOMUNIKASI NON VERBAL KOMUNIKASI NON VERBAL FUNGSI KOMUNIKASI NONVERBAL Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata yang sedang populer saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan sesamanya dengan salah satunya berkomunikasi. Komunikasi merupakan suatu hal yang saling mengirim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb.

KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb. KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb.Sa anin Padang) SKRIPSI Oleh YUKE IRZANI BP. 0810862017 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS

Lebih terperinci

HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B

HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B HAKIKAT PESAN DALAM KOMUNIKASI Danus Ardiansah 5F31 B06210003 Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya melalui belajar. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek terpenting dan paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP DASAR KOMUNIKASI MENURUT SEILER (dalam Arni Muhammad, 2000;19-20) 20) 1. Komunikasi adalah suatu proses, yang dimaksud proses disini adalah

Lebih terperinci

Karunia terbesar yang dapat kita berikan pada orang lain adalah memberinya perhatian penuh atas keberadaannya. -Sue Atchley Ehaugh

Karunia terbesar yang dapat kita berikan pada orang lain adalah memberinya perhatian penuh atas keberadaannya. -Sue Atchley Ehaugh Karunia terbesar yang dapat kita berikan pada orang lain adalah memberinya perhatian penuh atas keberadaannya. -Sue Atchley Ehaugh Berkomunikasi Secara Nonverbal Pendahuluan Music piano TOSANDO.mp4 Analisis

Lebih terperinci

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN I Pendahuluan Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman. Ada pasien-pasien yang mungkin telah berumur, atau menderita cacat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant 1. Definisi Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant Komunikasi interpersonal (interpersonal communication)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis merupakan gangguan perkembangan yang menghambat berbagai aspek dalam kehidupan anak dengan gangguan autis. Anak autis rata-rata mengalami gangguan perkembangan

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi Antar Budaya Maka sudah saatnya bagi kita untuk mengatasi pelbagai perselisihan dan konflik antarbudaya, baik secara vertical maupun horizontal, baik secara pribadi ataupuan pada tingkat komunitas. Salah satu caranya

Lebih terperinci

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL = KOMUNIKASI DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA/KATA- KATA, BAIK LISAN

Lebih terperinci

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Kecakapan Antar Personal Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Teori Interaksi Simbolik Teori Interaksi Simbolik Diperkenalkan oleh G. Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika. Menurut Mead, terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah proses bertukar pikiran, opini, atau informasi secara lisan, tulisan, atau

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah proses bertukar pikiran, opini, atau informasi secara lisan, tulisan, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah proses bertukar pikiran, opini, atau informasi secara lisan, tulisan, atau pun isyarat (Harapan dan Syarwani, 2014 : 1). Edward mengatakan bahwa komunikasi

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT 100904069 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judi Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai: 1. Pengertian komunikasi secara etimologis Komunikasi berasal dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan

BAB V PENUTUP. yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan BAB V PENUTUP Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian strategi komunikasi antarpribadi untuk mempertahankan hubungan pacaran pasca konflik serta saran yang diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kegiatan yang esensial didalam setiap kehidupan masyarakat. Pendidikan tidak mungkin terjadi atau terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Oleh karena

Lebih terperinci