BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut PERDA Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun yang berlaku di Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Sentolo dan Kecamatan Lendah diarahkan untuk menjadi peruntukan kawasan industri besar. Baik Kecamatan Sentolo dan Kecamatan Lendah berada di kawasan strategis ekonomi yang meliputi Kecamatan Galur, Lendah, dan Sentolo. Industri briket dan industri plastik telah didirikan di Kecamatan Sentolo dan kini akan dibangun pula industri pengolahan limbah medis yang tergolong ke dalam jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sedikit berbeda dengan Kecamatan Sentolo, khusus di Kecamatan Lendah selain difokuskan untuk menjadi kawasan industri juga difokuskan sebagai kawasan wisata desa kerajinan. Hal ini menjadi faktor pendorong para pelaku ekonomi menegah ke bawah yang berada di Kecamatan Lendah untuk mengembangkan usaha kerajinan. Dampak dari upaya arahan tata ruang tersebut adalah munculnya desa wisata di Kecamatan Lendah. Desa wisata yang cukup terkenal adalah desa wisata batik di Desa Gulurejo. Desa wisata batik Gulurejo merupakan desa wisata yang baru saja diresmikan pada tahun 2013 lalu. Kini di Desa Gulurejo telah bermunculan berbagai Usaha Kecil Menengah (UKM) kerajinan batik baik secara mandiri, perorangan maupun secara berkelompok. Keberadaan UKM batik di desa Gulurejo ini tersebar pada masingmasing dusun. Jumlah UKM batik di desa Gulurejo kini telah mencapai belasan UKM. Keberadaan UKM batik di Desa Gulurejo juga turut mengangkat perekonomian penduduk. Berbagai pesanan kain batik baik batik tulis maupun batik cap dapat berasal dari seluruh pelosok kabupaten Kulon Progo hingga kabupaten lain 1

2 di sekitarnya. Motif batik yang menjadi ciri khas adalah motif geblek renteng yang kini diakui sebagai motif batik khas Kulon Progo. Seiring perkembangan, masingmasing UKM batik kini memiliki motif batik tersendiri yang tidak kalah bersaing dengan motik-motif batik tradisional yang sudah ada. Meski keberadaan UKM batik ikut mendorong perekonomian penduduk, namun ternyata timbul permasalahan. Penggunaan bahan pewarna batik dan tidak adanya pengolahan limbah batik menjadi salah satu keresahan warga. Warga menjadi resah karena takut apabila nantinya sumur-sumur warga menjadi tercemar akibat dari kandungan-kandungan logam berat yang terkandung di dalam pewarna batik. Proses pembuatan batik di Desa Gulurejo umumnya sama seperti pembuatan batik di tempat pengrajin batik daerah lain. Proses pembuatan batik tersebut meliputi 5 tahapan. Tahap pertama adalah pembatikan atau pemberian malam pada kain, tahap kedua adalah proses pewarnaan, tahap ketiga adalah penjemuran, tahap keempat adalah perendaman kain batik, tahap kelima adalah proses perebusan dengan air agar lapisan lilin terpisah dari kain batik kemudian dibilas dengan air bersih dan selanjutnya dijemur kembali sebelum siap dijual. Limbah batik sudah seharusnya di proses melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Batik sebelum dibuang menuju saluran pembuangan limbah. Para pengrajin batik di Desa Gulurejo umumnya sudah memiliki IPAL Batik sederhana dengan menggunakan beberapa bak bak penampung terbuka. Bak-bak ini umumnya terdiri atas 5 buah bak, 3 diantaranya digunakan sebagai penampung air limbah sementara, sedangkan 2 lainnya digunakan sebagai pengolah limbah dan penampung endapan limbah. Menurut penuturan salah satu pengrajin batik, limbah batik yang belum diolah biasanya akan sukar meresap ke dalam tanah sehingga diperlukan perlakuan khusus pada air limbah batik di bak pengolah limbah batik. Hal ini dilakukan dengan cara menambahkan Asam Sulfat (H2SO4) untuk memisahkan antara air dengan zat-zat pewarna sintetis dari limbah batik. Selanjutnya hasil pencampuran air limbah batik dengan Asam Sulfat akan terbentuk endapan dan air yang sudah dipisahkan dengan zat pewarna sintetis akan langsung dibuang menuju sumur pembuangan limbah. Sumur pembuangan limbah ini merupakan sumur gali biasa 2

3 yang digunakan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Beberapa pengrajin juga mengakui bahwa proses ini tidak memurnikan air limbah batik menjadi air bersih secara keseluruhan namun setidaknya mengurangi kandungan logam berat yang dibawa oleh air limbah batik tersebut sebelum dibuang ke dalam sumur pembuangan. Pembuatan IPAL yang memadai memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga banyak pengrajin batik yang belum memiliki IPAL tersebut. Detail Engineering Design (DED) Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) batik di Desa Gulurejo Kecamatan Lendah yang dibantu Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa (PPEJ) telah selesai. Diharapkan pada tahun 2014 lalu dapat terealisasi pembangunan fisik bernilai sekitar Rp 600 juta, supaya masalah limbah batik dapat segera terselesaikan. Penelitian mengenai pencemaran airtanah akibat limbah batik di Desa Gulurejo sudah pernah dilakukan oleh Rita Da Silva. Penelitian ini berjudul Analisis Pencemaran Airtanah Bebas Akibat Pembuangan Limbah Industri Batik Rumah Tangga di Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis pada tahun 2013 silam. Rita (2013), dalam penelitiannya menggunakan parameter ph, BOD, COD, dan Cr (kromium). Sampel airtanah diambil pada sumur gali di lokasi UKM Batik. Baku mutu yang dipergunakan adalah Baku Mutu Kualitas Air dari PERGUB DIY No 20 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Di Propinsi Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa parameter ph di airtanah bebas menunjukkan kisaran 6,53-6,77 dengan baku mutu 6-9. Parameter BOD menunjukkan kisaran antara mg/l dengan baku mutu 2 mg/l sehingga secara keseluruhan telah berada di atas baku mutu. Parameter COD berada di kisaran 332, mg/l dengan baku mutu 10 mg/l sehingga secara keseluruhan berada di atas baku mutu. Parameter Cr tidak diketahui kisarannya dikarenakan keterbatasan kemampuan alat ukur yang digunakan. Berdasarkan penelitian tersebut maka diperlukan penggambaran lebih mengenai penyebaran cakupan pencemaran limbah batik terhadap sumur-sumur warga di Desa Gulurejo. Penyebaran pencemaran akibat limbah batik ini dapat dipetakan melalui perbedaan nilai parameter kimiawi airtanah di Desa Gulurejo. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rita Da Silva dapat dilihat pada Tabel

4 Tabel 1.1 Hasil Penelitian sebelumnya (sumber : Silva, 2013) No Kode Sampel Letak Parameter Kimia (mg/l) Baku Mutu Keterangan 1 I Mendiro ph ,5** Hasil analisis berdasarkan parameter kimia, nilai ph di II Mendiro 6,60 7-8,5** Desa Gulurejo sesuai dengan II Sembungan 6,77 8-8,5** standar baku mutu (netral) IV Sembungan 6,53 9-8,5** 2 I Mendiro BOD 80 2** Kandungan BOD yang terdapat dalam airtanah melebihi standar II Mendiro 80 2** baku mutu (Tercemar). II Sembungan 40 2** IV Sembungan 40 2** 3 I Mendiro COD ** Kandungan COD yang terdapat dalam airtanah melebihi standar II Mendiro ** baku mutu (Tercemar) II Sembungan ** IV Sembungan ** 4 I Mendiro Cr Total < 0,12 0,05** Hasil analisis Laboratorium, nilai Cr Total tidak diketahui II Mendiro < 0,13 0,06** melebihi baku mutu atau di II Sembungan < 0,14 0,07** bawah baku mutu, dikarenakan batas kemampuan alat LOD IV Sembungan < 0,15 0,08** dalam mendeteksi 5 Limbah Cair ph 8,7 6 9* Limbah Cair BOD 40 50* Limbah Cair COD 83,20 100* Limbah Cair Cr Total < 0,12 0,05* 6 Air sungai ph 8,28 6 9* Air sungai BOD 40 50* Air sungai COD 83,20 100* Air sungai Cr Total < 0,12 0,05* *) Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 281 KPTS/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Batik **) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber : Skripsi Rita Da Silva,

5 Untuk mengetahui adanya kandungan limbah batik dalam airtanah, diperlukan survei untuk mengamati kondisi ph, Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) pada airtanah di Desa Gulurejo. Hal ini dilakukan karena diketahui bahwa pengrajin batik di Desa Gulurejo kebanyakan menggunakan Zat Pewarna Sintetis berjenis Naptol, Indigosol, dan Remasol. Meski sudah terdapat IPAL sederhana, namun tidak semua kandungan bahan pewarna sintetis pada limbah batik mampu diuraikan dengan IPAL tersebut sehingga diperlukan pengamatan lebih jauh mengenai kandungan airtanahnya. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan sampel airtanah dari sumur-sumur warga di sekitar lokasi pengrajin batik serta dilakukan pengambilan sampel pada aliran sungai terdekat untuk mengetahui apakah limbah batik sudah mempengaruhi aliran air sungai atau belum. Pengamatan ph, BOD dan COD ini merupakan upaya awal untuk mengetahui adanya indikasi pencemaran airtanah yang disebabkan oleh limbah batik. Hal ini dikarenakan Zat Pewarna Sintetis berupa naptol, indigosol, dan remasol cenderung sukar terurai dalam airtanah sehingga pasti akan mempengaruhi nilai COD dan BOD airtanah. Zat pewarna sintetis tentu memiliki kandungan logam tertentu sehingga akan mempengaruhi pula nilai ph dari airtanahnya. Selain menggunakan parameter ph, BOD, dan COD, parameter lain yang digunakan adalah Parameter Nitrit (NO2). Parameter NO2 ini digunakan sebagai salah satu parameter kunci dalam pemetaan cakupan luasan limbah batik pada airtanah. Hal ini disebabkan karena senyawa Nitrit turut ditambahkan dalam proses pewarnaan batik pada saat menggunakan pewarna sintetis berjenis Indigosol ( Penambahan senyawa nitrit ini dibuktikan pula pada poster yang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Senyawa nitrit ditambahkan bersama dengan senyawa HCl ketika hendak melakukan pewarnaan batik dengan bahan pewarna sintetis jenis Indigosol. Poster pada Gambar 1.1. tersebut merupakan hasil inisiasi mahasiswa KKN PPM UGM pada periode 2015 silam. Poster ini juga mencakup informasi tentang prosedur keselamatan kerja yang ada di UKM Batik di Desa Gulurejo. Prosedur keselamatan 5

6 kerja yang ada pada poster (Gambar 1.1) mencakup mengenai bahaya dari penggunaan bahan kimia pada proses pewarnaan batik. Selain itu terdapat pula cara pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan kerja yaitu dengan menggunakan sarung tangan, masker, serta sepatu kedap air pada saat proses pewarnaan dengan menggunakan bahan pewarna sintetis. Informasi penanganan kecelakaan kerja juga tertera pada poster dan cukup mudah untuk diterapkan. Gambar 1.1. Prosedur keselamatan kerja di UKM Batik (Foto Abdullah, 2015) Sampel air yang diambil selanjutnya dibawa menuju laboratorium untuk dilakukan uji laboratorium. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium Kualitas Air milik Fakultas Geografi UGM. Hasil uji laboratorium selanjutnya dipergunakan 6

7 untuk mengetahui nilai parameter Kualitas Air di Desa Gulurejo yang mengacu pada PERGUB DIY Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Rumusan Masalah Desa Wisata Batik Gulurejo merupakan sentra wisata kerajinan batik. Tentunya di Desa Gulurejo ini terdapat banyak pengrajin batik. Jumlah pengrajin batik di Desa Gulurejo bertambah pesat sejak diresmikannya Desa Gulurejo sebagai Desa Wisata Kerajinan Batik. Proses pembuatan batik yang dilakukan oleh para pengrajin batik akan menghasilkan limbah berupa limbah batik. Limbah ini umumnya berasal dari proses pewarnaan dengan Zat Pewarna Sintetis berupa naptol, indigosol, dan remasol yang mengandung logam berat yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini yang menjadi kekhawatiran warga yaitu apabila airtanah di Desa Gulurejo tercemar oleh limbah batik maka warga akan mengalami penurunan kualitas kesehatan. Penelitian mengenai pencemaran airtanah akibat limbah batik di Desa Gulurejo sudah pernah dilakukan sebelumnya. Rita Da Silva pada tahun 2013 silam telah melakukan penelitian dengan judul Analisis Pencemaran Airtanah Bebas Akibat Pembuangan Limbah Industri Batik Rumah Tangga di Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa kadar BOD dan COD pada airtanah bebas di Desa Gulurejo telah melampaui baku mutu menurut PERGUB DIY Nomor 20 Tahun Sampel airtanah yang diambil hanya berada di lokasi UKM-UKM batik sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui kualitas airtanah dari sumur-sumur warga di sekitar UKM-UKM batik tersebut. Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dapat disimpulkan menjadi pertanyaan ilmiah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kualitas airtanah berdasarkan parameter ph, Biologycal Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Nitrit (NO2) 7

8 pada sumur-sumur di sekitar lokasi UKM Batik berdasarkan PERGUB DIY Nomor 20 Tahun 2008? 2. Apakah terdapat pengaruh pencemaran airtanah terhadap air sungai terdekat akibat adanya limbah batik? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diputuskan bahwa judul penelitian ini akan berjudul Kualitas Air dan Pencemaran Akibat Limbah Batik Di Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang akan dicapat mengenai Perkiraan Cakupan Luasan Pencemaran Airtanah Akibat Limbah Batik Di Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui kondisi kualitas airtanah di Desa Gulurejo berdasarkan Kriteria Mutu Air menurut PERGUB DIY Nomor 20 Tahun Menganalisis pengaruh pencemaran airtanah terhadap air sungai terdekat akibat adanya limbah batik Manfaat Penelitian ini tidak hanya semata-mata dibuat untuk menyelesaikan studi S1, namun juga memiliki lain manfaat di antaranya: 1. Bermanfaat bagi masyarakat Desa Gulurejo karena hasil penelitian akan diserahkan pula sebagai informasi di Kantor Desa Gulurejo terutama untuk menjawab keresahan warga mengenai pencemaran limbah batik. 2. Bermanfaat bagi mahasiswa atau instansi yang akan melakukan kegiatan monitoring kualitas airtanah terkait dengan pencemaran airtanah akibat limbah batik di Desa Gulurejo. 3. Bermanfaat bagi para pemangku kebijakan di Kulon Progo, terutama apabila nantinya terbukti terjadi pencemaran limbah batik di desa Gulurejo sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka mengatasi isu lingkungan 8

9 yang berkembang di Desa Gulurejo terutama isu yang disebabkan oleh adanya pencemaran limbah batik Tinjauan Pustaka Limbah dan Pencemaran Airtanah Limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan baik berupa limbah industri maupun limbah rumah tangga sehingga akan berdampak buruk bagi manusia, hewan, maupun organisme lain (Djajadiningrad dan Harsono, 1990). Limbah batik memiliki kandungan amonia yang apabila dikonsumsi akan mempengaruhi kesehatan sehingga menimbulkan gejala keracunan, diare, hingga kematian (Soemirat, 2002: 114). Pencemaran airtanah adalah suatu penyimpangan yang menyebabkan airtanah menjadi berubah dari keadaan normalnya (Wardhana, 1995). Pencemaran air pada sumur gali dipengaruhi oleh beberapa kondisi fisik yang meliputi kondisi geografis, jenis tanah, permeabilitas tanah, porositas tanah, iklim, dan pergerakan air tanah (Rafikhul, 2013). Air tidak layak dikonsumsi adalah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan karena dapat menyebabkan munculnya gangguan kesehatan berupa penyakit menular maupun penyakit tidak menular (Mulia, 2005: 41) Proses Pembuatan Batik Menurut Soesanto (1974), membuat kain batik adalah suatu kegiatan membuat pola dengan cara melekatkan lilin pada kain sehingga apabila diwarnai akan tercipta pola-pola unik pada kain. Kuswadji (1981) berpendapat mbatik adalah menggambar serba rumit (kecil-kecil). Kuswadji menambahkan bahwa berasal dari kata tik yang berarti kecil sehingga dengan demikian mbatik dapat disimpulkan menjadi suatu proses menggambar kecil-kecil dengan pola yang rumit dan melibatkan proses pemberian lilin dan pewarnaan. Soesanto (1974) berpendapat bahwa proses batik adalah suatu adalah teknik membuat batik yang meliputi tahap persiapan kain hingga nantinya menjadi kain batik. Umumnya kain yang digunakan adalah kain mori. Tahapan persiapan meliputi 9

10 segala pekerjaan pada kain mori hingga siap dibuat batik seperti nggirah/ngetel (mencuci), nganji (menganji), ngemplong (seterika, kalendering). Proses membuat batik meliputi pekerjaan pembuatan batik yang terdiri dari pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif, pewarnaan batik (celup, colet, lukis/painting, printing), yang terakhir adalah penghilangan lilin dari kain. Tahapan-tahapan membuat batik menurut Soesanto (1974) adalah sebagai berikut. 1. Proses pembatikan menggunakan malam atau lilin 2. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara merendam kain pada ember berisi zat pewarna atau pun dengan cara pencoletan. Pewarna yang digunakan biasanya menggunakan Zat Pewarna Sintetis (ZPS) jenis naptol, indigosol, dan remasol. 3. Selanjutnya setelah pewarnaan selesai maka dilakukan penjemuran selama 1x24 jam. 4. Kain batik yang sudah dijemur kemudian direndam dalam ember berisi air agar zat pewarna tidak luntur pada kain batik lainnya. 5. Proses selanjutnya adalah perebusan dengan air mendidih untuk melelehkan malam sehingga terpisah dari kain batik. Air panas rebusan dapat juga dicampur dengan soda kue untuk menguatkan warna. 6. Proses terakhir yang dilakukan adalah pembilasan agar pewarna sintetis yang tidak terikat dengan kain dapat dibuang. Air hasil pembilasan batik biasanya berwarna hitam pekat dan biasanya inilah yang seringkali disebut sebagai limbah batik Jenis-Jenis Zat Pewarna Tekstil Herlina dan Palupi (2013), menyebutkan bahwa zat pewarna secara sederhana merupakan zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan pada serat tekstil dan memiliki sifat ketahanan luntur warna (permanen). Zat warna dapat dibagi ke dalam dua jenis yakni zat warna alam dan zat warna sintetis. 10

11 a. Zat Warna Alam Zat warna alam adalah zat warna yang secara umum diekstraksi dari alam. Budiyono juga menambahkan bahwa sekarang telah dikenal dua jenis zat warna, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Zat warna alam biasanya berasal dari hewan atau pun tumbuhan. Contoh zat warna dari tumbuhan adalah Indigofera (warna biru), Sp Bixa orrellana (warna orange purple), dan Morinda citrifolia (warna kuning). Contoh zat warna yang berasal dari hewan adalah Kerang (Tyran purple), Insekta (Ceochikal), dan Insekta warna merah (Loe) (Budiono,2008). b. Zat Warna Sintetis Zat warna sintesis merupakan zat warna buatan manusia dengan menggunakan bahan-bahan kimiawi tertentu. Contoh dari bahan yang digunakan dalam pembuatan zat warna sintetis adalah senyawa Hirokarbon Aromatik dan Naftalena yang berasal dari batubara. Zat pewarna sintetis secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tujuh bahan warna, yaitu Napthol, Indigosol, Rapide, Ergan Soga, Kopel Soga, Chroom Soga, dan Procion (Budiono, 2013). Herlina dan Palupi (2013) secara jelas menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam jenis zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis digolongkan berdasarkan sifat pencelupannya dan cara penggunaannya. Zat-zat pewarna sintetis tersebut adalah sebagai berikut. Zat warna Direk Zat warna asam Zat warna Basa Zat warna Napthol Zat warna Belerang Zat warna Pigmen Zat warna Dispersi Zat warna Bejana Zat warna Bejana larut (Indigosol) Zat warna Reaktif 11

12 c. Zat Pewarna Sintetis pada Batik Tidak semua zat-zat pewarna sintetis yang telah disebutkan sebelumnya dapat digunakan sebagai bahan pewarna kerajinan batik. Hal ini dikarenakan terdapat zat pewarna yang membutuhkan perlakuan khusus dalam prosesnya. Zat pewarna yang biasa digunakan dalam kerajinan batik antara lain zat warna direk, asam, napthol, Indigosol, reaktif, Indanthreen dan pigmen (Herlina dan Palupi, 2013). Zat pewarna sintetis yang umum dijumpai di Desa Gulurejo adalah zat pewarna sintetis berjenis Naptol, Indigosol, dan Remasol. Berikut dijelaskan mengenai zat-zat pewarna tersebut menurut Herlina dan Palupi (2013). Zat Warna Naptol Zat warna naptol termasuk zat warna Azo ( Developed Azo Dyes ) karena jika digabungkan dengan garam diazo baru timbul warna dan tidak larut dalam air. Untuk melarutkan komponen napthol memerlukan obat bantu yaitu kostik soda dan proses pewarnaannya memerlukan komponen pembangkit warna yaitu garam diazonium atau disebut garam napthol. Wujud zat warna napthol berbentuk serbuk, warna yang tampak akan berbeda dengan warna yang terserap. Ciri lain dari zat warna napthol adalah dengan nama depan AS (termasuk golongan azo), sedangkan garam napthol /garam diozonium menunjukkan arah warna, seperti contoh garam kuning GC menunjukkan arah warna kuning. Zat Warna Indigosol Zat warna Indigosol termasuk golongan zat warna Bejana Larut yang merupakan zat warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata dan cerah. Zat warna ini dapat digunakan dengan cara pencelupan dan coletan. Warna akan muncul setelah dirangsang dengan Natrium Nitrit dan Asam (Asam sulfat atau Asam klorida). Zat warna Indigosol berbentuk serbuk, warna yang tampak berbeda dengan warna yang terserap. Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif termasuk zat warna sintetis yang diperoleh dari hasil reaksi bahan bahan kimia aromatik atau dari ter-batubara dan mengandung 12

13 unsur logam, sehingga mempunyai daya tahan terhadap sinar, cuci yang baik tetapi limbahnya sangat sulit diolah kembali. Zat warna reaktif berbentuk serbuk dan warna yang tampak akan sama dengan warna yang terserap. Nama belakang pada zat warna reaktif menunjukkan jenis warna. Zat warna reaktif mudah larut dalam air, menghasilkan warna yang cerah dan sangat bervariasi untuk pewarnaan batik dengan teknik colet, kuas atau celup. 1) Jenis zat warna Reaktif Berdasarkan cara pemakaiannya jenis zat warna reaktif dapat digolongkan menjadi dua yaitu zat warna reaktif panas dan zat warna reaktif dingin. Yang termasuk zat warna reaktif dingin salah satunya adalah zat warna procion, dengan nama dagang Procion MX yang mempunyai daya reaktif tinggi dan dicelup pada suhu rendah. Zat warna reaktif termasuk zat warna yang larut dalam air dan bereaksi dengan serat selulosa, oleh karena itu zat warna reaktif merupakan bagian dari serat yang memiliki sifat-sifat tahan luntur dan tahan terhadap sinar. Pencelupan dengan zat warna reaktif banyak dilakukan terutama untuk jenis warna muda. 2) Nama Dagang Zat Warna Reaktif: Berikut adalah nama dagang Zat Warna Reaktif yang biasa digunakan oleh pengrajin batik, di antaranya adalah Procion ( produk dari I.C.I), Remazol (produk Hoechst), CibaNO2on (produk CibaGeigy), Levafix (produk Bayer), Drimarine (produk Sandoz), Basilen (produk BASF), Primazine (produk BASF), dan Apollo Reactive (Taiwan). 13

14 Gambar 1.2. Pewarna batik di UKM Batik (Foto Abdullah, 2015) Airtanah Air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Berdasarkan jenisnya, air terbagi menjadi air atmosferik, air permukaan, dan airtanah (Seyhan, 1970). Airtanah merupakan air yang terinfiltrasi ke dalam tanah yang terikat pada zona saturasi. Secara vertikal, airtanah tersebar pada 2 zona yaitu mintakat aerasi dan mintakat saturasi. Mintakat aerasi atau zona tak jenuh air memiliki rongga-rongga tanah yang dapat ditempati air dan udara sedangkan mintakat saturasi atau zona jenuh air adalah zona di mana semua rongga tanah telah terisi oleh air. Air pada mintakat aerasi disebut dengan air vadose sedangkan air pada zona saturasi disebut dengan airtanah (Todd, 1980). Siklus hidrologi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar

15 Gambar 1.3. Siklus Hidrologi (Sumber : Triatmodjo, 2008) Sebaran airtanah secara vertikal dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 1.4 sedangkan alur proses infiltrasi dan perkolasi dapat dilihat pada Gambar 1.5. Gambar 1.4. Agihan vertikal airtanah (Sumber : Todd, 1980) 15

16 Gambar 1.5. Alur Infiltrasi dan Perkolasi (Sumber : Seyhan, 1970) Akuifer Akuifer dapat tersebar pada formasi geologi di suatu tempat. Akuifer merupakan lapisan batuan atau formasi batuan yang memiliki kemampuan untuk menyimpan maupun melalukan air dan umumnya memiliki material berupa pasir dan kerikil lepas. Kebalikan dari akuifer adalah akuiklud yang merupakan formasi batuan yang mampu menyimpan air namun tidak dapat melalukan air dengan jumlah banyak. Lapisan akuiklud biasanya terdiri atas lempung, serpih, dan batuan lain yang berukuran serupa dengan lempung (Todd, 1980). Ada pun lapisan lain selain akuifer adalah akuifug dan akuitard. Akuifug merupakan formasi batuan yang tidak dapat menyimpan air sedangkan akuitard merupakan formasi batuan merupakan formasi batuan yang dapat menyimpan air dan melalukan air melalui rembesan-rembesan pada batuan. Contoh dari akuifug adalah formasi batuan granit. (Todd, 1980). 16

17 Lapisan akuifer terdiri dari dua tipe, yaitu tipe lapisan akuifer bebas dan tipe lapisan akuifer tertekan. Lapisan akuifer bebas dan lapisan akuifer tertekan dibatasi oleh lapisan kedap air baik bersifat impermeabel atau pun semi-permeabel. Muka airtanah pada lapisan akuifer bebas disebut dengan water table sedangkan pada lapisan akuifer tertekan disebut dengan piezometrik. Perbedaan antara lapisan akuifer bebas dengan lapisan akuifer tertekan adalah pada tekanan. Tekanan di lapisan akuifer tertekan yang lebih besar daripada tekanan atmosfir (Todd,1980). Keterangan lengkap mengenai akuifer dapat dilihat pada Gambar 1.6. Gambar 1.6. Akuifer airtanah (Sumber : Seyhan, 1970) Self-Purification dan Konsentrasi Kimia dalam Airtanah Air memiliki kemampuan unik untuk dapat memurnikan dirinya sendiri dari pencemaran yang dikenal dengan sebutan self purification (Purnama, 2010). Namun demikian, kemampuan ini memiliki batas sehingga apabila terdapat pencemaran secara berlebih maka akan sukar untuk menjadi murni kembali (Rafikhul, 2013). Sumber pencemar secara alami pada airtanah adalah melalui kontak langsung dengan batuan sedangkan sumber pencemar non alami berasal dari limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang ada di atas permukaan tanah (Fandeli, 1988). Airtanah 17

18 cenderung sukar tercemar apabila dibandingkan dengan air lainnya akan tetapi apabila tercemar maka akan sukar untuk dimurnikan kembali (Purnama, 2010). Air memiliki kandungan kimiawi. Kandungan kimiawi ini kemudian digunakan untuk mengetahui kualitas air menurut penggunaannya. Beberapa istilah yang sering digunakan mengenai kandungan kimiawi dalam airtanah terutama terkait dengan limbah batik adalah adalah BOD, COD, NO2, dan ph. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah kebutuhan oksigen dalam air yang digunakan oleh mikroba maupun bakteri di dalam air untuk menguraikan zat pencemar pada air (Revelle dan Revelle, 1988). Menurut Revelle, mikroba dan bakteri memang bertanggungjawab untuk menguraikan zat-zat sampah dan sudah barang tentu akan membutuhkan oksigen. Hal ini berlaku khusus apabila aktivitas penguraian zat sampah oleh bakteri dan mikroba tersebut terjadi di dalam air. Kandungan oksigen di dalam air seakan dirampas oleh mikroba dan bakteri di dalam air. Revelle juga mengemukakan bahwa untuk mendapatkan nilai BOD maka diperlukan pengujian sampel air di laboratorium yang memakan waktu hingga 5 hari lamanya. Satuan BOD biasanya akan ditetapkan dalam satuan ppm/liter. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya unsur di dalam kandungan air yang mengkonsumsi oksigen terlarut. Unsur yang dimaksud biasanya adalah unsur-unsur organik. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa di dalam air terdapat pula unsur non-organik. (EPA, 1971). Nitrit (NO2) sebenarnya adalah ion anorganik alami yang termasuk dalam daur nitrogen di alam. Nitrit dapat dihasilkan oleh aktifitas bakteri nitrit dalam menguraikan amonia (NH3) yang berada di tanah maupun di air. Bakteri nitrit yang berperan dalam pembentukan nitrit adalah bakteri Nitrobacter sp. (Effendi, 2003). Derajat keasaman suatu larutan sering disebut ph. Derajat keasaman ini memiliki skala dari 0 hingga 14. Kondisi netral adalah kondisi di mana larutan berada pada ph 7. Kondisi larutan bersifat asam apabila ph berada pada angka antara 0 hingga 7. Kondisi larutan bersifat basa apabila ph menunjukkan angka antara 7 hingga 14. Secara logaritma, ph sebenarnya adalah log [H] +, di mana rumus 18

19 tersebut pertama kali dicetuskan oleh ilmuwan Denmark bernama S.P.L. Sorensen pada tahun 1909 (Norby, 2000) (Penelahaan) Penelitian Sebelumnya Penelitian bertema kualitas air sudah banyak dibuat sebelumnya. Penelitian dengan tema kualitas air umumnya berkisar di antara pencemaran limbah industri maupun domestik. Namun ada pula yang mengkaitkan mengenai kondisi pencemaran airtanah dengan bidang kesehatan maupun bidang sosial. Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan oleh Soemirat pada tahun 2012 yang mengungkapkan bahwa salah satu kandungan dari limbah batik adalah kandungan amoniak. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kandungan amoniak dalam tubuh manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa keracunan kronis. Penelitian lain dilakukan oleh Rafikhul pada tahun 2013 yang dilakukan di Semarang mengungkapkan bahwa pencemaran air pada sumur gali dipengaruhi oleh beberapa kondisi fisik yang meliputi kondisi geografis, jenis tanah, permeabilitas tanah, porositas tanah, iklim, dan pergerakan air tanah. Penelitian limbah batik khususnya di Desa Gulurejo sudah pernah dilakukan oleh Rita Da Silva pada tahun 2013 dengan judul Analisis Pencemaran Airtanah Bebas Akibat Pembuangan Limbah Industri Batik Rumah Tangga di Desa Gulurejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Silva tersebut menggunakan parameter berupa ph, BOD, COD, dan Logam berat berupa Cr (Krom). Parameter yang dipilih oleh Silva sesuai dengan PerGubDIY No. 20 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Yogyakarta. Sampel airtanah yang diuji oleh Rita berasal dari sumur gali yang terletak tepat di lokasi UKM Batik. Hasil analisis laboratorium berdasarkan parameter kimia yang digunakan menunjukkan bahwa beberapa parameter sampel airtanah ditemukan kandungan yang melebihi baku mutu. Parameter kimia yang melebihi baku mutu pada 4 sampel airtanah yaitu BOD berkisar antara mg/l dengan baku mutu 2 mg/l. COD berkisar antara 332,80-832mg/l dengan baku mutu 10 mg/l dan Nilai Cr pada semua sampel airtanah 0,12 mg/l dengan baku mutu 0,05 19

20 mg/l sedangkan ph pada kondisi normal yaitu 6,53-6,77 dengan baku mutu 6 9. Nilai Cr tidak dapat diketahui secara pasti dikarenakan keterbatasan alat yang digunakan. 20

21 1.7. Kerangka Pikiran (Landasan Teori) Proses Pembuatan Batik Proses Pengolahan Limbah Batik Membatik/ Memberi malam (lapisan lilin) Air Limbah Batik diolah melalui IPAL Batik Air limbah dikumpulkan pada Bak Penampung Pewarnaan batik dengan Zat Pewarna Sintetis Penjemuran kain batik Air Limbah Batik Air limbah disalurkan pada Bak Pengolah kemudian ditambahkan Asam Sulfat Menghasilkan Perendaman kain batik pada ember berisi air Menghasilkan Air Endapan Perebusan kain dalam air mendidih untuk memisahkan lilin dari kain batik Pembilasan kain batik Air sisa olahan IPAL belum sepenuhnya bersih dan masih mengandung logam berat Dibakar di tempat terbuka Airtanah tercemar Dibuang ke dalam sumur peresapan agar dapat meresap ke dalam tanah Gambar 1.7. Diagram alir Kerangka Teori 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK ABSTRAK Zat warna untuk kain katun terdiri dari zat warna Alami (Natural Dyes) dan zat warna Sintetis (Synthetic Dyes). Zat warna alam terdiri dari akar, batang, kulit, buah, dan bunga. Sedangkan zat warna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak zaman kerajaan Mataram ke-1. Pembatikan merupakan teknik mewarnai kain dengan menempelkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Semua limbah yang dihasilkan home industry dibuang langsung ke sungai, selokan atau, bahkan, ke pekarangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan terencana dalam upaya merubah suatu keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu membawa dampak positif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya air merupakan kebutuhan vital manusia. Kelestarian sumberdaya air di alam harus dijaga baik secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya air merupakan kebutuhan vital manusia. Kelestarian sumberdaya air di alam harus dijaga baik secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya air merupakan kebutuhan vital manusia. Kelestarian sumberdaya air di alam harus dijaga baik secara kualitas dan kuantitas. Hal ini mengingat kebutuhan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, proses modernisasi akan menaikkan konsumsi sejalan dengan berkembangnya proses industrialisasi. Dengan peningkatan industrialisasi tersebut maka

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian...

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR PETA... xii INTISARI...

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat maupun hubungan manusia dengan lingkungannya. makan, sandang dan perumahan. Bahan-bahan untuk kebutuhan itu semakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat maupun hubungan manusia dengan lingkungannya. makan, sandang dan perumahan. Bahan-bahan untuk kebutuhan itu semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu kekayaan yang berupa kekayaan alam maupun kekayaan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014. BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam tubuh makhluk hidup baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan pakaian menjadi semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin besarnya permintaan pasar terhadap produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri batik memiliki peran penting sebagai penggerak perekonomian

I. PENDAHULUAN. Industri batik memiliki peran penting sebagai penggerak perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang telah mendapat pengakuan internasional dari UNESCO pada tahun 2009. Pencanangan hari batik nasional berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi Negara-negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pemerintah Indonesia gencar mempromosikan batik sebagai karya budaya yang mewakili Indonesia. Ditambah dengan batik Indonesia secara resmi diakui oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. Masing masing kelurahan di kecamatan Kota Timur adalah

Lebih terperinci

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 TEKNIK PEMBUATAN BATIK TULIS ALAT 1. GAWANGAN 2. KUAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK Tentang Batik Cap ISTILAH BATIK (SII.0041-74) Cara pelekatan lilin batik Tulis Adalah bahan kain tekstil hasil pewarnaan menurut corakcorak khas Indonesia, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di segala sektor, salah satunya di sektor industri. Pembangunan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. di segala sektor, salah satunya di sektor industri. Pembangunan di sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang menggalakkan pembangunan di segala sektor, salah satunya di sektor industri. Pembangunan di sektor industri memberikan

Lebih terperinci

KOTA BATIK ATAWA KOTA LIMBAH?

KOTA BATIK ATAWA KOTA LIMBAH? KOTA BATIK ATAWA KOTA LIMBAH? Kota Batik, demikian identitas Kota Pekalongan. Berbagai industri batik baik skala besar, menengah maupun kecil menghampar di desa-desa di wilayah yang mayoritas penduduknya

Lebih terperinci

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN II. TUJUAN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen kimia 3. Untuk mengoksidasi

Lebih terperinci

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar MEMBUAT TEKSTIL DENGAN TEKNIK REKALATAR 87 Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari cara membuat ragam hias dengan teknik rekalatar. Melalui kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman, membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon dibangun di lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik Indonesia menjadi semakin terkenal setelah memperoleh pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri non-migas di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5.21% pada triwulan pertama di tahun 2015, pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu sasaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu sasaran wisata yang menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Jumlah wisatawan setiap tahun mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2016 di Sentra UMKM pengrajin batik khas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Letda Sudjono, Medan Tembung. Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini diiringi dengan semakin meningkatnya perkembangan dan kemajuan di bidang industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik-pabrik yang

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik-pabrik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, pencemaran tadi tidak hanya berasal

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Karena hampir semua aktivitas

Lebih terperinci

Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari

Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari Pengantar Apakah yang dimaksud dengan limbah? Limbah menurut Recycling and Waste Management Act (krw-/abfg) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1 Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA ( Tempat Pembuangan Akhir ) Mojosongo Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR NIM K 5410012 P. Geografi FKIP UNS A. PENDAHULUAN Sebagian

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI MELALUI KERJASAMA ANTAR PELAKU USAHA PADA KLASTER INDUSTRI BATIK SIMBANGKULON, KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: ERNI PURWANINGSIH L2D 004 311 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci