BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Menurut Idrus (1996) kepatuhan berasal dari kata patuh yang artinya sifat taat dan menurut. Niven (2011) mengatakan bahwa kepatuhan berasal dari kata patuh yang artinya disiplin dan taat. Menurut Sarwono (1997) patuh atau panut (menurut) merupakan perubahan perilaku atau keyakinan yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat secara umum, walau hatinya tidak menyetujuinya. Menurut Smet (1994) seorang ahli psikologi mengemukakan bahwa kepatuhan merupakan tingkat seseorang dalam melakukan suatu aturan dan perilaku yang disarankan, sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap patuh, identifikasi, kemudian menjadi internalisasi, yang awal mulanya individu akan mematuhi aturan dari petugas tanpa adanya kerelaan untuk memberikan tindakan tersebut dan sering menghindar, mendapat hukuman atau sanksi jika ia tidak patuh dan mendapat imblan apabila mematuhi aturan tersebut. Maka tahap ini sisebut tahap kepatuhan (Sarwono, 1999). Menurut Arifiyani (2012) menyatakan kepatuhan adalah perubahan sikap dan tingkah laku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang lain. Seseorang dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang tersebut dapat: mempercayai, menerima, dan melakukan sesuatu permintaan atau perintah orang lain. 10

2 Kepatuhan (obedience) didefinisikan sebagai sikap berdisiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014). Kepatuhan sebagai perilaku positif dinilai merupakan sebuah pilihan. Artinya individu memilih untuk melakukan, mematuhi, merespon secara kritis terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang memegang otoritas ataupun peran penting (Morselli dan Passini, 2012). Disisi lain kepatuhan dalam dimensi pendidikan dinilai sebagai suatu kerelaan seseorang dalam tindakan terhadap perintah dan keinginan dari pemilik otoritas atau guru (Normasari, dkk, 2013). Kepatuhan (obedience) atau ketaatan yaitu bilamana orang yang menampilkan perilaku-perilaku tertentu karena adanya tuntutan, meskipun mereka lebih tidak suka menampilkannya (Sears & Freedman, 1985). Perihal perilaku penyesuaian diri dan kepatuhan yaitu adanya perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, untuk melakukan suatu perilku agar bisa sesuai dengan kelompok tersebut (konformitas), baik yang sungguh-sungguh maupun yang hanya dibayangkan saja (Atkinson, 1991). Krisnatuti dkk, 2011 menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan kecendrungan dan kerelaan seseorang untuk memenuhi dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seseorang pemimpin atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah. Kepatuhan adalah berperilaku atau berperan aktif. Menurut Pardede, 2009 bahwa perilaku kepatuhan dapat berupa perilaku patuh dan perilaku tidak patuh. 11

3 Kepatuhan pada dasarnya dipengaruhi oleh pengaruh intrapersonal dan pengaruh interpersonal (Pardede, 2009). Kusumadewi dkk, 2012 menjelaskan arti kepatuhan sebagai kemauan mematuhi sesuatu dengan takluk tunduk. Pelanggaran terhadap peraturan kerap terjadi di masyarakat akibat dari kurang puasnya salah satu pihak dengan peraturan tersebut. Pelanggaran yang terjadi dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk oleh remaja. Sanderi dkk, 2013 menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan serangkaian perilaku seseorang dalam melaksanakan atau mentaati tata tertib yang berlaku atas dasar rasa hormat dan kesadaran diri sendiri. Melihat pengertian kepatuhan tersebut, maka di dalam kepatuhan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1) Menerima norma/nilai-nilai. Seseorang dikatakan patuh apabila yang bersangkutan menerima baik kehadiran norma-norma/nilai-nilai dari suatu peraturan meskipun peraturan tertulis. 2) Penerapan norma-norma/nilai-nilai itu dalam kehidupan. seseorang dikatakan patuh jika norma-norma/ nilai-nilai dari suatu peraturan diwujudkan dalam perbuatan, bila norma atau nilai itu dilaksanakannya maka dapat dikatakan bahwa ia patuh. Mengintrospeksi diri. Introspeksi diri adalah suatu perbuatan yang menelaah ke belakang mengenai perbuatan yang pernah dilakukan. Seseorang yang berkeinginan untuk melihat perbuatannya yang lalu dan melakukan perbaikan merupakan sifat bahwa ia berusaha untuk mengikuti aturan-aturan/nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat atau kelompok 12

4 orang. Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Teori kepatuhan dalam literatur ilmu perilaku, psikologi, dan sosiologi menekankan pada pendorong internal perilaku manusia dan faktor-faktor penentu secara sosial dalam suatu analisis normatif perilaku patuh (Pardede, 2009). Kusumadewi dkk, 2012 menyatakan bahwa peraturan adalah suatu tatanan yang digunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat agar berjalan dengan stabil. Peraturan merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan (Fiana, 2013). Dari semua pengertian dari para tokoh tokoh diatas maka tergambar bahwa perilaku kepatuhan adalah setiap perilaku yang orang lakukan dengan sengaja dilakukan, cara tersebut supaya dapat menyesuaikan diri terhadap norma, etika serta aturan yang berlaku dalam suatu kelompok. Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa kepatuhan adalah sikap atau perilaku yang dilakukan berdasarkan norma atau nilai yang ada dilingkungan sekitar dengan banyak konsekuensi yang berat apabila tidak mengikutinya. 2. Proses Terjadinya Kepatuhan Kepatuhan terjadi saat orang dapat menyesuaikan diri oleh individu kepada norma pada setiap kelompok yang ditemuinya, atu dimana seseorang sudah menjadi anggota baru atau bagian kelompok tersebut, misalkan pada saat makan di restoran internasional harus terampil dengan menggunakan sendok, garpu dan pisau (Sears,dkk: 1985). 13

5 Sarbaini (2012) melihat persoalan kepatuhan dalam realitasnya ditentukan oleh tiga aspek, yaitu: 1) Taat terhadap pemegang otoritas, Status yang tinggi dari figur yang memiliki otoritas memberikan pengaruh penting terhadap perilaku kepatuhan. Untuk status yang tinggi tersebut adalah pihak paling dihormati contohnya di rumah ada ayah dan ibu, berbeda di sekolah ada kepala sekolah dan para guru, dan di pondok peantrena ada kiai, para pengurus pondok. 2) Taat terhadap kondisi yang terjadi Terbatasnya peluang untuk tidak patuh dan meningkatnya situasi yang menuntut kepatuhan. Seseorang mempunyai batasanya dalam bertindak sehingga apabila ada keinginan pasti akan melakukan apa yang diinginkan walaupun mengetahui hal tersebut dilarang atau tidak diperbolehkan. 3) Orang yang mematuhi Kesadaran seseorang untuk mematuhi peraturan karena ia mengetahui bahwa hal itu benar dan penting untuk dilakukan. Setiap aturan yang dibuat untuk dilaksanakan atau dipatuhi bukan untuk dilanggar. Tetapi masih banyak orang yang belum patuh. Menurut Sarwono (1997) kepatuhan orang yang banyak dilakukan karena adanya tekanan dari kelompok, mak kepatuhan ini dilakukan untuk menghormati nilai-nilai etika yang berlaku dimasyarakat, suapaya menjaga kestabilan dengan tuntutan sosial yang ada di lingkungannya. Penyesuaian diri ini dapat terjadi melalui tiga cara ini yaitu : 14

6 i. Konformitas, merupakan perubahan perilaku secara terbuka sehingga terlihat secara umum, walaupun hatinya tidak menyetujuinya. Jika perilaku sejalan dengan hati karena perintah atau aturan yang ada berarti ketaatn atau kepatuhan. ii. Menurut (compliance), menurut Atkinson, 1991 menyatakan compliance yaitu peruabahan perilaku atau keyakinan kerana adanya tekanan dari kelompok, baik sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. iii. Penerimaan (Acceptance), perubahan perilaku yang disadari oleh kepercayaan yang sesuai dengan aturan sosial. Yang selanjutnya dalam penerimaan bahwa ada kecenderungan untuk konformitas berdasarkan pengaruh yang bersifat informatif bergantung pada dua aspek yaitu: pertama, seluas apa pengetahuan kelompok tersebut, sehingga menurut individu dengan mempercayai informasi yang dimiliki kelompok dan kedua, individu semakin menghargai pendapat kelompok tersebut pada situasi tertentu, mak semakin besar kemungkinan individu untuk melakukan konformitas. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Setiap lingkungan atau kelompok mempunyai norma norma dalam bentuk peraturan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan identitas masyarakat atau kelompok tersebut. Berfungsinya suatu peraturan tentunya terkait dengan bagaimana masyarakat menyikapi peraturan tersebut, supaya peraturan yang terbentuk dapat digunakan dan mencapai tujuannya. Maka dari itu sangat diperlukan sikap patuh dari setiap 15

7 anggotanya. Adapun pro dan kontra dalam menyikapi peraturan kerap terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya pelanggaran yang diakukan oleh anggota kelompok, itu semua akibat dari kurangnya kepuasan salah satu pihak akan peraturan yang ada. Pelanggaran yang terjadi dapat dilakukan oleh siapa saja, begitu juga oleh remaja termasuk pada santri. Menurut Ali dan Asrori (2008) menjelaskan bahwa pada periode perkembangannya, remaja mengaami masa menentang (trotzater) yang ditandai dengan adanya perubahan yang mencolok pada dirinya, baik secara fisik maupun psikis sehingga menimbukan reaksi emosional dan periaku radikal. Selain itu, remaja memiiki kecenderungan untuk melakukan perlawanan terhadap otoritas. Tidak terkecuali remaja yang berlatarbelakang sebagai santri di pondok pesantren. Dengan banyakanya peraturan yang dapat berpotensi menimbulkan peluang adanya pelanggaran tersebut. Kepatuhan bisa terjadi dalam berbagai cara, kepatuhan yang dilakukan santri yaitu takzim khidmad yang artinya mengabdi, abdi yang stia (KBBI, 2014). Kepatuhan terjadi ketika adanya peaturan yang dibuat oleh pihak pondok pesantren atau kiai, sehingga perilaku individu dapat dikontro dan diarahkan oleh aturan dalam kelompok itu sendiri, maka hal tersebut akan efektif dengan adanya sanksi yang dibuat dan disepakati bersama (Wiley, 1961). Menurut Kusumadewi dkk, 2012 menyatakan bahwa peraturan adalah suatu tatanan yang digunakan untuk mengatur pola kehidupan masyarakat agar berjalan dengan stabil. Peraturan sendiri diartikan sebagai 16

8 seperangkat norma-norma yang mengandung perintah dan larangan, yang di dalamnya mengatur tentang bagaimana individu seharusnya berperilaku, apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan (Kusumadewi, dkk, 2012). Peraturan didefenisikan sebagai sesuatu yang mengandung katakata perintah dan larangan, serta apa yang harus dilakukan, tidak sedikit yang mengandung paksaan (Hadikusuma, 1992). Peraturan adalah tindakan yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan. Peraturan sekolah adalah peraturan yang diterapkan oleh sekolah tertentu dengan tujuan untuk memberi batasan dan mengatur sikap anak muda yang sering bersikap kurang kondusif dalam menjalankan proses belajar mengajar di sekolah (Fuadah, 2011). Pengertian lain tentang peraturan adalah perilaku yang ditetapkan oleh suatu pola, seperti peraturan disiplin sekolah yang dibentuk untuk membentuk perilaku siswa agar sesuai dengan tujuan dan harapan sekolah (Fajarwati, 2011). Peraturan atau tata tertib yang diterapkan membuat santri belajar untuk berperilaku agar sesuai dengan nilai-nilai secara sosial, serta dapat membentuk remaja atau santri menjadi orang dewasa yang produktif (Way, 2011). Menurut Tajiri (2011) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan diantaranya adalah faktor internal, meliputi: a. Kontrol diri, dibutuhkan kesadaran diri dan kontrol diri agar santri mampu menghadapi situasi yang sulit. Kesadaran diri akan tugas dan 17

9 kewajiban santri sebagai peserta didik di pondok pesantren mampu menanggulangi kondisi emosi negatif yang dirasakan santri akibat tekanan lingkungan. Selain itu kesadaran diri akan tujuan santri masuk pondok pesantren akan mampu memunculkan rasa tanggung jawab pada diri santri. Tanggung jawab yang dimiliki santri akan membentuk kontrol diri yang mana dapat membantu santri untuk mengendalikan pengaruh buruk dari lingkungan dan kondisi negatif dalam diri santri seperti malas dan bosan. b. Kondisi emosi, santri yang berada pada masa remaja mengalami masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa dengan perubahan baik dari segi fisik maupun psikis yang terkadang menimbulkan reaksi emosional. Remaja yang tinggal di lingkungan pondok pesantren dengan padatnya jadwal kegiatan dan ketatnya peraturan yang harus dipatuhi membuat santri mengalami tekanan yang dapat menimbulkan kondisi tidak menyenangkan atau emosi negatif seperti badmood, malas, bosan, lelah atau perasaan ingin melampiaskan terhadap suatu hal yang menyebabkan santri melakukan pelanggaran terhadap aturan. c. Penalaran Moral, Santri yang mampu melaksanakan tanggung jawab memiliki penalaran moral yang baik, dimana santri telah mampu untuk memahami baik dan buruk suatu tindakan serta mampu mempertanggung jawbakan setiap perbuatan yang telah dilakukan. Santri yang bertindak sesuai dengan moral adalah orang yang mendasarkan tindakannya atas penilaian baik-buruknya sesuatu, semakin tinggi tingkat penalaran seseorang maka semakin tinggi pula tingkatan moral 18

10 yang dimiliki. Remaja dengan tingkat penalaran moral yang matang mampu mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, kedisiplinan dan sebagainya. Faktor lain yaitu faktor eksternal, meliputi: a. Keluarga, sebagai santri atau remaja yang tinggal di pondok pesantren sangat membutuhkan dukungan dan pengertian dari keluarga untuk dapat melewatinya. Kurangnya dorongan, dukungan dan bimbingan dari keluarga membuat remaja merasa begitu bebas terhadap setiap tindakan yang dilakukan sehingga melupakan akan tanggung jawab sebagai seorang remaja yang mandiri. Hubungan orangtua yang suportif memungkinkan remaja untuk dapat mengungkapkan perasaan positif maupun negatif yang dapat membantu perkembangan sosial remaja dan mencapai kemandirian yang bertanggung jawab. b. Hubungan dengan teman sebaya, Santri yang berada dalam usia remaja cenderung banyak dipengaruhi oleh perilaku teman sebaya. Kehidupan santri di pondok pesantren yang jauh dari orangtua mengharuskan santri lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya sehingga setiap perilaku yang ditunjukkan merupakan wujud dari perilaku yang juga dilakukan oleh anggota kelompok lainnya. Teman sebaya berpotensi untuk menghilangkan pengaruh positif dari orangtua dan guru sehingga mampu mengembangkan perilaku menyimpang atau kenakalan pada remaja, seperti ketidakpatuhan yang ditunjukkan oleh santri di pondok pesantren. c. Sistem sekolah yang berupa kebijakan peraturan, Pengurus organisasi sekolah yang menaati aturan yang telah dibuat mampu menjadi teladan 19

11 bagi santri dalam mematuhi aturan, sedangkan pengurus yang tidak menaati tata tertib dan melanggar aturan menjadi contoh bagi santri untuk melakukan pelanggaran yang sama. Kurangnya teladan dari guru serta pengurus organisasi sekolah dalam memberikan contoh yang baik merupakan salah satu alasan timbulnya perilaku menentang santri terhadap aturan yang ditandai dengan pelanggaran terhadap tata tertib pondok pesantren. d. Lingkungan sekolah, suasana dari lingkungan sekitar atau sekolah sangat diperhatikan supaya para santri merasa nyaman dengan dilingkungan yang meraka gunakan selama ini. Apabila santri tidak merasa nyaman dengan lingkungan sekolah maka meeka akan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri dan banyak melakukan pelanggaran aturan yang ada disekolahnya. e. Figur guru, Setiap tindakan santri diawasi oleh guru dan pengurus organisasi sekolah sebagai pembuat kebijakan di lingkungan pondok pesantren, sehingga kedua sosok tersebut dijadikan sebagai figur atau teladan bagi santri di pondok pesantren. Guru yang mampu menegakkan aturan dengan adil dan konsisten mampu membuat santri mematuhi aturan yang telah ditetapkan, sedangkan guru yang kurang mampu bersikap adil dan menegakkan aturan secara konsisten akan menghambat proses penanaman nilai atau karakter disiplin dan patuh terhadap aturan pada santri. f. Hukuman yang diberikan oleh guru, Hukuman atau sanksi yang diberikan sebagai konsekuensi yang harus diterima oleh santri akibat pelanggaran 20

12 yang dilakukan juga mempengaruhi kepatuhan santri. Hukuman yang diberikan secara adil dan memberikan efek jera bagi santri yang melanggar dapat mengurangi ketidakpatuhan santri terhadap aturan, sedangkan hukuman yang tidak adil dan kurang mendidik bagi santri kurang mampu untuk mendisiplinkan santri karena kurangnya efek jera sehingga santri dapat mengulangi pelanggaran yang sama. Sikap atau perilaku taat terhadap aturan tidak hanya didasarkan pada norma sosial yang berlaku saja, namun dibutuhkan dorongan dalam diri individu yang berupa pengendalian diri. Pengendalian diri (Self Control) merupakan upaya atau keinginan untuk menumbuhkan keteraturan diri, ketaatan pada peraturan/tata tertib yang muncul dari kesadaran internal individu akan pikiran-pikiran dan perasaannya (Widodo, 2010). Menurut Normasari, 2013 dikatakan ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu: 1) Normativist, biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: a) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri; b) Kepatuhan pada proses tanpa memperdulikan normanya sendiri; c) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan yang telah dibuat. 2) Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. 3) Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basabasi. 21

13 4) Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan santri diantaranya: kondisi psikologis santri seperti rasa bosan, malas, lelah, badmood, kurang bisa mengatur waktu, pelampiasan, rasa tanggung jawab, kesadaran diri dan kontrol diri. Santri yang memiliki kesadaran diri akan tugas dan kewajiban di pondok pesantren mampu menunjukkan tanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukan sehingga mampu memilah baik dan buruk suatu tindakan. Tanggung jawab yang dimiliki santri akan membentuk kontrol diri yang mana dapat membantu santri untuk mengendalikan pengaruh buruk dari lingkungan dan kondisi negatif dalam diri santri seperti malas dan bosan (Tajiri, 2011). Bertanggung jawab terhadap segala tindakan mampu membuat remaja belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang memberikan dampak negatif bagi dirinya (Desmita, 2011). Didukung dengan penjelasan mengenai faktor yang mendukung kepatuhan diantaranya adalah dukungan diri sendiri yang meliputi: motivasi, kesadaran diri, kontrol diri, rasa hormat serta kebutuhan untuk merefleksikan situasi dan menjadikan diri bertanggung jawab (Widodo, 2010). Selain itu faktor eksternal seperti: pengaruh teman, kondisi lingkungan, keteladanan guru, keteladanan dari pengurus organisasi sekolah, penegakkan aturan dan hukuman juga mempengaruhi kepatuhan santri terhadap aturan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terhadap aturan meliputi keluarga, hubungan dengan teman sebaya, sistem sekolah yang berupa kebijakan 22

14 peraturan, penegakkan aturan oleh guru, lingkungan sekolah, demografi (usia, suku, jenis kelamin), keteladanan dan figur guru, serta hukuman yang diberikan oleh guru (Stearns, 2014). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kepatuhan terhadap peraturan adalah sikap dan perilaku taat dalam menjalankan seluruh peraturan yang telah ditetapkan dengan penuh kesadaran. Pelanggaran yang terjadi dapat dilakukan oleh siapa saja, begitu juga oleh remaja termasuk pada santri serta perilaku kepatuhan yang dilakukan oleh santri pada dasarnya untuk menyesuaikan diri pada norma dan aturan pesantren. Semuanya akan berguna untuk kelancaran bersama dalam mencapai keberhasilan agar menjadi kebiasaan, dan nantinya meraka akan seperti yang diharapkan menjadi manusia yang memiliki mental spiritual yang tinggi dan mengamalkannya imu yang telah dimiliki. B. Pondok pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pondok adalah bangunan untuk tempat sementara, banguan tempat tinggal berpetak-petak (KBBI, 2014). Pondok berasal dari bahasa Arab yaitu funduq yang artinya hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal (Mastuhu, 2001). Pondok diartikan sebagai sebuah asrama pendidikan islam tradisional yang para santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan kiai (Dhofier, 1985). Pesantren berasal dari kata santri, dengan awlan pe dan akiran an yang berarti tempat tinggal santri (Dhofier; 1982). Pesantren pada prinsipnya adalah sebuah asrama pendidikan tradisional dimana santri 23

15 tinggal bersama dan belajar dalam bimbingan kiai. Menurut Dhofier (1982) ada tiga alasan utama pesantren harus menyediakan asrama, pertama kemasyhuran sang kiai dan kedalaman wawasan tentang islam, hal tersebut akan menarik santri-santri dari jauh untu tinggal di asrama. Kedua, hampir setiap pesantren berada di desa-desa yang tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk menampung santri, dengan demikian keberadaan asrama sangat diperlukan. Ketiga, adanya sikap timbal balik antar kiai dan santri, dimana para santri menganggap kiai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kiai menganggap santri sebagai titipan tuhan yang selalu harus dibimbing dan melindunginya. 2. Asal Mula Adanya Pondok Pesantren Pesantren merupakan fenomena yang sudah cukup lama, selama dengan datangnya agama Islam ke Indonesia, walaupun jumalahnya masih sangat terbatas (Dhofier. 1982). Secara historis pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman tetapi makna keaslian Indonesia, sebab memang cikal bakal lembaga pesantren memang sudah ada pada masa Hindu-Budha dan Islam tinggal melanjutkan, melestarikan, dan mengislamkan saja (Madjid, 1997). Pesantren sudah ada sejak beberapa abad yang silam semenjak datangnya Islam ke Indonesia, kehadirannya sangat berarti bagai kelangsungan pendidikan islam seutuhnya, karena pesantren merupakan pusat pembelajaran yang mendalami pendidikan Islam seutuhnya. Maka dari itu pesantren memiliki makna penting bagi kalangan umat Islam. 24

16 3. Jenis-Jenis Pondok Pesantren Berdasarkan ciri-cirinya pesantren dapat dibedakan antara dua jenis pesantren, yaitu pesantren salafi yang mengutamakan pada pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan teks-teks bahasa Arab Tradisional, juga masih mempertahankan tradisi-tradisi lama sebagai norma dan etika yang berlaku di pesantren yang sudah ada sejak lama. Sedangkan itu pesantren modern (pesantren khanafi) tampil dengan gayanya sendiri dengan mengutamakan pemikiran yang bersifat rasional, dan pesantren modern telah mampu menerima hal-hal yang baru dengan membrikan pengetahuan umum dan membangun sekolah-sekolah formal bahkan berani tersedianya laboratorium komputer dan pelatihan keterampilan lainnya salah satunya penggunaan laboraturium bahasa Arab dan bahasa Inggris, olahraga dan lain sebagainya. 4. Unsur-Unsur Yang Terdapat Di Pesantren Pesantren merupakan komplek pendidikan yang meliputi 5 elemen pokok: kiai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik Islam (Dhofier, 1985). Dari kelima eleman pesantren yang diuraikan sebagai berikut: i. Kiai (guru) adalah elemen yang paling berpengaruh dari suatu pesantren, sebagai pendiri dan penagsuh, kiai juga merupakan faktor utama untuk maju atau mundurnya sebuah pesantren. ii. Santri : bagian yang penting di pesantren karena santri adalah penghuni yang tinggal dipesantren. Santri dibagi menjadi dua klasifikasi sebagai berikut : pertama, santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerah 25

17 yang jauh dan menetap dalam pesantren. Kedua, santri kalong yaitu santri yang tidak tinggal di pesantren, mereka hanya datang pada saat waktu belajar saja lalu setelah pengajian usai meraka pulang ke rumah masing-masing. Karena sebagian besar dari mereka berasal dari lokasi yang dekat dekat pesantren atau masih satu lingkungan dengan pesantren. iii. Masjid : kedudukan masjid adalah sebagai pusat pendidikan dalam tradisi yang ada di pesantren, yang merupakan manifestasi dari system pendidikan Islam secara tradisional, dengan kata lain adanya kesinambungan dengan sistem pendidikan Islam yang berpusat pada masjid. iv. Pondok : adalah asrama pendidikan yang dihuni oleh santri dibawah bimbingan kiai atau pengasuh. v. Pengajaran kitab-kitab Islam Klasik: semuanya dikaji sesuai tahapan atau tingkatan pembahasan berdasarkan karangan-karangan ulama uyang menganut paham Syafi iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. C. Kepatuhan Santri dalam Menaati peraturan di Pondok Pesantren Kepatuhan (obedience) didefinisikan sebagai sikap berdisiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014). Disisi lain kepatuhan dalam dimensi pendidikan dinilai sebagai suatu kerelaan seseorang dalam tindakan terhadap perintah dan keinginan dari pemilik otoritas atau guru (Normasari, dkk, 2013). 26

18 Pesantren pada prinsipnya adalah sebuah asrama pendidikan tradisional dimana santri tinggal bersama dan belajar dalam bimbingan kiai. Menurut Dhofier (1982) ada tiga alasan utama pesantren harus menyediakan asrama, pertama kemasyhuran sang kiai dan kedalaman wawasan tentang islam, hal tersebut akan menarik santri-santri dari jauh untuk tinggal di asrama. Kedua, hampir setiap pesantren berada di desa-desa yang tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk menampung santri, dengan demikian keberadaan asrama sangat diperlukan. Ketiga, adanya sikap timbal balik antar kiai dan santri, dimana para santri menganggap kiai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kiai menganggap santri sebagai titipan tuhan yang selalu harus dibimbing dan melindunginya. Peraturan sendiri diartikan sebagai seperangkat norma-norma yang mengandung perintah dan larangan, yang di dalamnya mengatur tentang bagaimana individu seharusnya berperilaku, apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan (Kusumadewi, dkk, 2012). Peraturan didefenisikan sebagai sesuatu yang mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang harus dilakukan, tidak sedikit yang mengandung paksaan (Hadikusuma, 1992). Pondok pesantren Roudlotul Qur an mempunyai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua santri. Peraturan yang berlaku yaitu : 1) Menjaga nama baik PPRQ.. 2) Membaca al-qur an sebelum sholat jama ah. 27

19 3) Wajib mengikuti sholat berjama ah baca wirid serta do a sholat ba diah. 4) Mengikuti seluruh kegiatan yang telah ditetapkan PPRQ. 5) Menggunakan bahasa Arab, Inggris, Indonesia, dan bahasa Jawa sopan (krama). 6) Mengenakan pakaian muslim-muslimah dimanapun berada. 7) Belajar dengan tekun dikamar maupun ditempat belajar lainnya dengan lainnyayang telah ditentukan. 8) Dilarang keluar dari pondok tanpa seizin pengurus/pengasuh 9) Dilarang membawa HP, laptop, dan buku-buku yang dilarang di PPRQ, 10) Berbicara kasar, kotor dan menyakitkan, 11) Menerima tamu laki-laki atau perempuan yang bukan mahromnya Sikap atau perilaku taat terhadap aturan tidak hanya didasarkan pada norma sosial yang berlaku saja, namun dibutuhkan dorongan dalam diri individu yang berupa pengendalian diri. Pengendalian diri (Self Control) merupakan upaya atau keinginan untuk menumbuhkan keteraturan diri, ketaatan pada peraturan/tata tertib yang muncul dari kesadaran internal individu akan pikiran-pikiran dan perasaannya (Widodo, 2010). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan santri diantaranya: kondisi psikologis santri seperti rasa bosan, malas, lelah, badmood, kurang bisa mengatur waktu, pelampiasan, rasa tanggung jawab, kesadaran diri dan kontrol diri. Santri yang memiliki kesadaran diri akan tugas dan kewajiban di pondok pesantren mampu menunjukkan tanggung 28

20 jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukan sehingga mampu memilah baik dan buruk suatu tindakan. Tanggung jawab yang dimiliki santri akan membentuk kontrol diri yang mana dapat membantu santri untuk mengendalikan pengaruh buruk dari lingkungan dan kondisi negatif dalam diri santri seperti malas dan bosan (Tajiri, 2011). Maka dari perilaku kepatuhan yang dilakukan oleh santri pada dasarnya untuk menyesuaikan diri pada norma dan aturan pesantren, dengan demikian akan berguna untuk kelancaran bersama dalam mencapai keberhasilan agar menjadi kebiasaan, dan nantinya meraka diharapkan menjadi pendakwah yang memiliki mental spiritual yang tinggi dan sehingga bisa disebarluaskan kepada masyarakat baik melalui perbuatan atau ucapan dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kepatuhan terhadap peraturan adalah sikap dan perilaku taat dalam menjalankan seluruh peraturan yang telah ditetapkan dengan penuh kesadaran. D. Kerangka Berpikir Kepatuhan bisa terjadi dalam berbagai cara, kepatuhan yang dilakukan santri yaitu takzim khidmad yang artinya mengabdi, abdi yang stia (KBBI, 1996). Kepatuhan terjadi ketika adanya peraturan yang dibuat oleh pihak pondok pesantren atau kiai, sehingga perilaku individu dapat dikontro dan diarahkan oleh aturan dalam kelompok itu sendiri, maka hal tersebut akan efektif dengan adanya sanksi yang dibuat dan disepakati bersama (Wiley, 1961). 29

21 Peraturan sendiri diartikan sebagai seperangkat norma-norma yang mengandung perintah dan larangan, yang di dalamnya mengatur tentang bagaimana individu seharusnya berperilaku, apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan (Kusumadewi, dkk, 2012). Pondok pesantren merupakan lembaga yang mendukung nilai-nilai agama di kalangan masyarakat Islam. Faktor pendukung dalam berjalannya pendidikan pesentren adalah adanya pondok maka santri bisa belajar bersama dalam naungan kiai dipesantren, pondok merupakan salah satu elemen penting karena pondok merupakan tempat tinggal bagi para santri yang ingin belajar agama. Maka dari itu perilaku kepatuhan yang dilakukan oleh santri pada dasarnya untuk menyesuaikan diri pada norma dan aturan pesantren, dengan demikian akan berguna untuk kelancaran bersama dalam mencapai keberhasilan agar menjadi kebiasaan yang baik. 30

22 Kepatuhan Aspek-aspek Taat terhadap Pemegang Otoritas Taat terhadap Kondisi yang Terjadi Orang yang Mematuhi Tinggi Sedang Rendah Menaati semua peraturan yang berlaku dan tidak pernah mendapat hukuman. Masih sering melanggar peraturan yang berlaku dan mendapat hukuman Paling sering melanggar peraturan yang ada dan mendapatkan hukuman Gambar I. Kerangka Berpikir 31

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA DI SMK XX PADANG ABSTRAK

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA DI SMK XX PADANG ABSTRAK KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN SEKOLAH PADA SISWA DI SMK XX PADANG Rifa Juniartika 1), Rina Mariana 2), Krisnova Nastasia 3) 1) Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia YPTK Padang rifajuniartika@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan aturan atau ketertiban yang dibuat oleh suatu negara, organisasi, pendidikan, kelompok atau individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula. mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bersama-sama berada dalam satu lembaga, dan bersama-sama pula. mengatur dan membina serta menyelenggarakan program-program yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sengaja diciptakan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai media pendidikan bagi generasi muda, khususnya memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama islam, atau tempat orang berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para BAB I PENDAHULUAN Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab, funduq, yang artinya hotel atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak pada umumnya. Di pondok pesantren, santri atau peserta didik dituntut untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

KEPATUHAN SANTRI TERHADAP ATURAN DI PONDOK PESANTREN MODERN

KEPATUHAN SANTRI TERHADAP ATURAN DI PONDOK PESANTREN MODERN KEPATUHAN SANTRI TERHADAP ATURAN DI PONDOK PESANTREN MODERN NASKAH PUBLIKASI ANITA DWI RAHMAWATI S 300 130 014 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 KEPATUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan tuntutan kepada setiap orang untuk dapat meningkatkan dirinya. Salah satu modal untuk membentuk sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, perlindungan anak termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pada bagian ini dapatlah disimpulkan bahwa penalaran dan kontekstualisasi ibadah shalat dalam membina kepribadian siswa di SMA merupakan program yang dirancang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman dimana pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

A. Analisis Tata Tertib Pondok Pesantren Al Masyhad Mamba ul. Fallah Sampangan Pekalongan. Dalam menyusun tata tertib pondok pesantren, secara asasi

A. Analisis Tata Tertib Pondok Pesantren Al Masyhad Mamba ul. Fallah Sampangan Pekalongan. Dalam menyusun tata tertib pondok pesantren, secara asasi BAB IV ANALISIS PERAN TATA TERTIB PONDOK PESANTREN DALAM PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM SANTRI PONDOK PESANTREN AL-MASYHAD MAMBAUL FALLAH SAMPANGAN PEKALONGAN A. Analisis Tata Tertib Pondok Pesantren Al

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan mengemukakan beberapa kesimpulan hasil dari penelitian tentang moralitas pergaulan mahasiswa pendatang yang tinggal di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan tersebut meliputi beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pembinaan perilaku keagamaan di panti asuhan Hikmatul Hayat dapat diambil. 1. Pembinaan Perilaku Akhlak di Panti Asuhan Hikmatul Hayat

BAB V PENUTUP. pembinaan perilaku keagamaan di panti asuhan Hikmatul Hayat dapat diambil. 1. Pembinaan Perilaku Akhlak di Panti Asuhan Hikmatul Hayat 159 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasar pada hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai pembinaan perilaku keagamaan di panti asuhan Hikmatul Hayat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

2. BAB II TINJAUAN UMUM

2. BAB II TINJAUAN UMUM 2. BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pondok Pesantren 2.1.1 Pengertian Pondok Pesantren Asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat, maka

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap bimbingan beragama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PERILAKU NEGATIF SANTRI

BAB III GAMBARAN PERILAKU NEGATIF SANTRI BAB III GAMBARAN PERILAKU NEGATIF SANTRI A. Perilaku Negatif Santri 1. Merokok Masa remaja adalah masa perubahan, masa dimana anak muda mencoba hal-hal yang baru dan menghadapi berbagai pengalaman baru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN Analisis hasil dari penelitian ini didapat dari data bab II dan III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada, perbincangan tentang pendidikan akan tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren merupakan salah satu macam lembaga pendidikan berbasis Islam di Indonesia yang sudah ada sejak masa kolonial. Pesantren sering diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Tertib Sistim Poin 1. Pengertian Tata Tertib Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga (2007) tata tertib berasal dari dua kata yaitu tata dan tertib, tata adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru 204 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait peranan Guru dalam menumbuhkan kesadaran hukum siswa terhadap Tata Tertib Sekolah di SMP Negeri 3 Depok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal

BAB V PEMBAHASAN. A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal BAB V PEMBAHASAN A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal Pogalan Trenggalek Segala sesuatu yang ditetapkan dalam lembaga pendidikan khususnya pada pondok pesantren, mulai dari tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak kriminal. Setiap harinya pada berbagai stasiun televisi dapat disaksikan tayangantayangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi dan dokumentasi

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi dan dokumentasi 99 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Setelah peneliti mengumpulkan data dari hasil penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara/interview, observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak yang berarti mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup, merupakan hal yang menjadi variabel pembeda antara manusia dengan makhluk lain yang

Lebih terperinci

BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF

BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 31 BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 5.1 Profil Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan di Pesantren Wirausaha Agrobisnis

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kehidupan. Pengertian pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No.

I PENDAHULUAN. kehidupan. Pengertian pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No. 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Sebuah efek langsung pendidikan adalah mendapat pengetahuan. Pendidikan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat orang berkumpul untuk mempelajari agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana Kyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa tahap perkembangan. Keseluruhan tahap perkembangan itu merupakan proses yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis profil keluarga Rifa iyah Desa Paesan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan saat ini berkembang dari waktu ke waktu, sehingga pendidikan saat ini jauh berbeda dengan pendidikan di masa lalu. Lembaga pendidikan mulai banyak

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa, tidaklah cukup dengan hanya memiliki kecerdasan saja, tetapi harus disertai dengan kesehatan mental dan

Lebih terperinci

PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksistensi pondok pesantren Mamba us Sholihin dalam memenuhi kebutuhan

PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksistensi pondok pesantren Mamba us Sholihin dalam memenuhi kebutuhan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksistensi pondok pesantren Mamba us Sholihin dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar mengoptimalkan bakat dan potensi anak untuk memperoleh keunggulan dalam hidupnya. Unggul dalam bidang intelektual, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya tawuran pelajar, pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seks bebas, pergaulan bebas, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua dan guru

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang disajikan dalam penelitian ini merupakan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan langsung terhadap problematika penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang yang berada dalam lingkungan kehidupan tertentu. 1 Tingkah laku seseorang yang menggambarkan baik dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KITAB AKHLAK LIL BANIN JUZ I DI PONDOK

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KITAB AKHLAK LIL BANIN JUZ I DI PONDOK BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KITAB AKHLAK LIL BANIN JUZ I DI PONDOK PESANTREN AL-MASYHAD MANBA UL FALAH SAMPANGAN PEKALONGAN A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan pada saat ini, memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan tersebut meliputi beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang, terutama menjadi guru maupun lingkungan masyarakat. Karena

BAB I PENDAHULUAN. semua orang, terutama menjadi guru maupun lingkungan masyarakat. Karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kedisiplinan yang selalu menjadi harapan dan keinginan dari semua orang, terutama menjadi guru maupun lingkungan masyarakat. Karena hal ini juga menjadi

Lebih terperinci

ETOS KERJA PELATIHAN OPERATOR WHEEL LOADER MODUL : WLO - 01 PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

ETOS KERJA PELATIHAN OPERATOR WHEEL LOADER MODUL : WLO - 01 PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI PELATIHAN OPERATOR WHEEL LOADER MODUL : WLO - 01 ETOS KERJA DEPARTEMEN DEPARTEMEN PEKERJAAN PEKERJAAN UMUM UMUM BADAN BADAN PEMBINAAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KONSTRUKSI DAN DAN SUMBER SUMBER DAYA DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PONDOK PESANTREN ROUDLOTUSSOLIHIN

UNDANG-UNDANG PONDOK PESANTREN ROUDLOTUSSOLIHIN UNDANG-UNDANG PONDOK PESANTREN ROUDLOTUSSOLIHIN BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan dalam peraturan ini berlaku bagi setiap santri pondok pesantren roudlotussolihin Pasal 2 Santri yang melanggar peraturan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kegiatan Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak dilakukan secara terus menerus. Penyelenggara keitan itu sendiri bisa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PEMONDOKAN TERHADAP PERILAKU SISWA BERDASARKAN NILAI-NILAI PANCASILA DI SLTP BABUSSALAM PEKANBARU

PENGARUH SISTEM PEMONDOKAN TERHADAP PERILAKU SISWA BERDASARKAN NILAI-NILAI PANCASILA DI SLTP BABUSSALAM PEKANBARU PENGARUH SISTEM PEMONDOKAN TERHADAP PERILAKU SISWA BERDASARKAN NILAI-NILAI PANCASILA DI SLTP BABUSSALAM PEKANBARU Ali Amran Kepala SMP Negeri 3 Kuantan Mudik imranali184@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas. Banyak orang tua

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas. Banyak orang tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harapan remaja dan orang tua mereka seolah-olah sering dilanggar seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas. Banyak orang tua melihat anak-anak mereka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci