BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF
|
|
- Veronika Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 31 BAB V SISTEM PENDIDIKAN WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI PESANTREN WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF 5.1 Profil Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan di Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf (Perwira Aba) berbentuk pendidikan nonformal yang mengajarkan keterampilan berwirausaha dalam bidang agribisnis secara optimal kepada peserta didiknya, yaitu santri-santri Perwira Aba. Pendidikan nonformal menurut pasal 26 ayat (2) dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menekankan pada pengembangan potensi peserta didik dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (Hasbullah, 2006). Hal ini dapat dilihat berdasarkan konsep pendidikan Perwira Aba yang mengacu pada tiga pilar dalam pembentukan pribadi peserta didiknya yaitu profesional dalam pembuatan keputusan, mandiri dalam menentukan sikap, dan berkepribadian Islam. Dari tiga pilar tersebut, jelas bahwa Perwira Aba merupakan lembaga pendidikan nonformal yang menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam agribisnis, dan penekanan dalam pengembangan sikap serta kepribadian profesional seperti yang tertuang di undang-undang. Penyusunan konsep pendidikan wirausaha agribisnis yang mengacu tiga pilar dalam pembentukan pribadi peserta didik (santri) di Perwira Aba berdasarkan pada pemahaman tentang hakikat pendidikan Islam sebagaimana yang disebutkan Daulay (2007). Pendidikan Islam pada dasarnya untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani. Hakikat pendidikan Islam di Perwira Aba tercermin dari tujuan-tujuan pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan. Tujuan pendidikan ini pada intinya adalah untuk membentuk pribadi komprehensif dan mandiri sebagai pengusaha sukses yang berkepribadian Islam. Untuk mendukung hal itu, dalam proses pendidikan peserta didik di Perwira Aba diberikan gelar Taruna Pengusaha Profetik yang berarti calon pengusaha profesional dan mempunyai etika Islam.
2 32 Peserta didik di sebuah pondok pesantren biasa disebut dengan santri. Seperti yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991). Di Perwira Aba penyebutan kata santri yang biasa digunakan di pesantren-pesantren pada umumnya, diganti dengan SanMa (Santri Mandiri). Dari penyebutan tersebut diharapkan agar santri yang dididik benar-benar mandiri secara ekonomi dan religi. Santri di Perwira Aba menurut Madjid (1990) termasuk santri mukim, karena semua santri di pesantren ini menetap di pondok pesantren dan mempunyai waktu di pondok 24 jam. Kurikulum dalam pendidikan wirausaha agribisnis ini disusun berdasarkan kebutuhan riil di lapangan. Proses penyusunan kurikulum melibatkan pihak pesantren, pihak akademisi, kalangan praktisi, dan Dinas Pertanian. Kurikulum pendidikan pesantren ini selalu berubah setiap tahunnya, karena dalam penyusunan kurikulum melibatkan semua pihak di pesantren termasuk santrinya. Dari penyusunan ini dapat diketahui bahwa sistem pendidikan yang diterapkan pesantren ini adalah konsep pendidikan orang dewasa. Dalam pendidikan orang dewasa, peserta didik merupakan subjek bukan objek. Jarvis (1983) dalam Mugniesyah (2006) mengemukakan peranan peserta didik dalam kurikulum pendidikan orang dewasa. Peserta didik merupakan partisipan aktif dalam menentukan tujuan dan kebutuhan dalam proses belajar mengajar. Pendidikan orang dewasa menekankan pada kemandirian orang dewasa. Sistem pendidikan dalam pendidikan orang dewasa didefinisikan Darkenwald dan Merriam (1982) dalam Mugniesyah (2006) bukan hanya sebagai pendidikan dewasa yang menyiapkan orang untuk hidup, tetapi lebih kepada membantu orang dewasa untuk hidup lebih berhasil. Karenanya pendidikan orang dewasa dimaksudkan untuk membantu orang dewasa dalam meningkatkan kompetensi. Sistem pendidikan di Perwira Aba pun juga lebih mengarah pada sistem pendidikan orang dewasa. Misalnya, sistem asrama yang mewajibkan para santri untuk menetap 24 jam di pesantren selama masa pendidikan. Hal tersebut bertujuan untuk melatih kemandirian santri. Selain sistem pendidikan, tujuan, metode, dan materi pendidikan di Perwira Aba lebih banyak mengacu pada model pendidikan orang dewasa yang dibahas pada sub-bab berikut.
3 Sistem Pendidikan Penerapan sistem pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba terdiri dari enam sistem pendidikan yang mencerminkan ciri khas sebagai pesantren dan prinsip-prinsip belajar mengajar dalam pendidikan orang dewasa. Sistem pendidikan wirausaha agribisnis yang diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang optimal dan mendidik santri-santrinya untuk mandiri. Pertama, sistem asrama merupakan cerminan sistem pendidikan dengan ciri khas sebagai pesantren. Hal ini terkait dengan pengertian pesantren sebagaimana yang disebutkan Depag RI (2003) dan Tuanaya et al (2007). Pesantren atau yang dikenal dengan pondok oleh Depag RI (2003), berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti tempat menginap (asrama). Tuanaya et al (2007) mendefinisikan pesantren sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Dengan demikian, sistem asrama merupakan sistem dimana peserta didik (santri) tinggal selama 24 jam di tempat menginap (asrama) dengan pengawasan langsung dari pesantren tersebut. Sistem asrama di Perwira Aba berfungsi untuk mempraktekkan kehidupan santri yang sesuai dengan syariat Islam, membina ukhuwah Islamiyah dengan orang lain, menumbuhkan jiwa kemandirian pada santri, memudahkan pesantren dalam mengawasi perilaku santri-santrinya, dan menanamkan budaya pesantren secara intensif. Kedua, sistem kedisplinan juga merupakan bentuk penerapan sistem pendidikan khas pesantren. Dalam sistem kedisplinan, santri-santri sudah mempunyai jadwal kegiatan sehari-hari yang memaksimalkan 24 jam. Alokasi waktu efektif dalam pembelajaran wirausaha agribisnis di Perwira Aba adalah enam hari dalam satu minggu yaitu hari senin sampai sabtu. Sedangkan hari minggu, merupakan waktu libur untuk santri-santrinya. Meskipun hari libur, para santri Perwira Aba juga mempunyai jadwal untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang sudah diperoleh serta mengembangkan kapasitas santri sebagai dai dan pengusaha. Kegiatan dimulai dari pukul dan diakhiri pada pukul Kegiatan-kegiatan di Perwira Aba disusun dengan menyeimbangkan antara kebutuhan ukhrowi maupun duniawi. Kegiatan-kegiatan
4 34 yang diadakan, merupakan kegiatan dengan mencirikan sebuah pesantren. Misalnya, kegiatan sholat berjama ah dan hafalan-hafalan ayat dan hadis pilihan. Fungsi sistem kedisiplinan dalam pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba adalah untuk menguatkan mental disiplin santri, menanamkan keteraturan, kekompakan, ketepatan, dan ketaatan sehingga waktu 24 jam termanfaatkan secara optimal dan efektif. Penerapan sistem kedisiplinan menggunakan lima pendekatan, yaitu pelatihan olahraga, menyusun kegiatan yang terjadwal, mengadakan outbound training, menetapkan aturan yang jelas dan tegas, dan melakukan aktivitas secara bersama-sama. Ketiga, Sistem Belajar Santri Mandiri (SIBESA) yang mencerminkan sistem pendidikan dengan prinsip-prinsip belajar mengajar dalam pendidikan orang dewasa menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006), yaitu prinsip belajar aktif (Active Learning). Dalam prinsip belajar aktif, peserta didik akan belajar lebih cepat dan efektif jika mereka dilibatkan dalam proses belajar secara efektif atau learning by doing. Demikian pula dengan SIBESA, merupakan sistem pendidikan yang mengarahkan para santri untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, seperti diskusi, praktek langsung, dan sebagainya. Fungsi SIBESA dalam pendidikan di Perwira Aba adalah untuk merangsang keberanian para santri dalam mengemukakan pendapat, melatih respon para santri terhadap suatu keadaan, melatih santri dalam pembuatan keputusan, dan menumbuhkan kreativitas serta inovasi dalam berbagai keadaan. Keempat, sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment), merupakan bentuk sistem pendidikan dengan prinsip pendidikan orang dewasa yaitu prinsip imbalan (reward) menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006). Sistem penghargaan dan hukuman di Perwira Aba merupakan suatu sistem yang mendidik kedisiplinan para santri dalam melaksanakan semua tugas-tugas yang diberikan dengan cara membuat berbagai aturan berupa penghargaan terhadap yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar. Reward atau hadiah juga diberikan kepada santri yang berprestasi selama mengikuti program dan kegiatan selama di pesantren.
5 35 Sanksi diberikan kepada santri yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku terdiri dari: a) Teguran dan atau peringatan lisan b) Teguran dan atau peringatan tertulis c) Hukuman bersifat mendidik yang ditetapkan oleh komisi disiplin d) Hukuman akhir berupa skorsing/drop out Jenis-jenis pelanggaran yang dapat menyebabkan jatuhnya sanksi: a. Pelanggaran peraturan tata tertib ke-pesantren-an b. Pelanggaran terhadap syariat Islam c. Plagiasi berupa pengakuan karya orang lain sebagai miliknya d. Pelanggaran tata tertib perkuliahan dan ujian Kelima, sistem beregu adalah sistem pendidikan yang dilakukan secara kelompok (regu) dengan bimbingan langsung dari pendidik Perwira Aba. Fungsi sistem beregu adalah untuk membina persaudaraan dan kerjasama, membina kepemimpinan dan rasa tanggung jawab, dan menumbuhkan semangat kompetisi. Sistem beregu dilaksanakan dalam kegiatan keamanan dan ketertiban, kebersihan, proses pendidikan. Keenam, sistem praktek dan teori merupakan salah satu bentuk sistem pendidikan dengan prinsip pembelajaran (pendidikan) orang dewasa menurut Torrens Valley Institute (1997) dalam Mugniesyah (2006), yaitu prinsip praktek dan penguatan (practice and improvement). Kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam bentuk teori secara klasikal dan praktek langsung di kelas, laboratorium atau di lapangan. Pembelajaran teori mempunyai proporsi 30%, sedangkan prakteknya 70%. Praktek untuk pelajaran manajemen dan kewirausahaan berupa studi kasus, penugasan-penugasan, dan kegiatan-kegiatan bisnis yang dilakukan santri. Pelajaran agama, praktek berupa pelaksanaan ibadah harian, diskusi dan latihan ceramah atau khotbah. 5.3 Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan di Perwira Aba tidak jauh berbeda dengan hakikat pendidikan Islam menurut Daulay (2007) dan tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu (1994) yang menekankan pada pembentukan dan
6 36 pengembangan pribadi muslim. Kepribadian muslim sebagaimana disebutkan Mastuhu (1994) merupakan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti halnya seorang Rasul, mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam keyakinan, menyebarkan agama Islam ke tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Tujuan pendidikan pesantren yang disebutkan Mastuhu (1994) secara eksplisit tertuang pada tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan di Perwira Aba. Tujuan umum pendidikan Perwira Aba terdiri dari dua tujuan. Pertama, menyiapkan generasi muda Islam yang memiliki kemampuan berwirausaha, mandiri dan berkepribadian Islam sehinggga selalu dapat menciptakan peluang usaha sekaligus mengembangkan dan menerapkannya dalam rangka berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang mandiri. Kedua, mengembangkan, menyebarluaskan, dan membudayakan kesadaran untuk mandiri melalui wirausaha (entrepreneurship) di tengah-tengah umat (masyarakat) dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Tujuan khusus pendidikan Perwira Aba terdiri dari tiga tujuan, yaitu menyiapkan calon-calon pengusaha muda yang profesional dan mandiri sekaligus memiliki kepribadian Islam yang tinggi, meningkatkan dan memajukan serta memandirikan usaha yang dimiliki oleh para alumni Perwira Aba, membangun jaringan usaha antar alumni Perwira Aba, dan para pengusaha lainnya yang memiliki komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan umat. 5.4 Metode Pendidikan Pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba membutuhkan metode pendidikan yang tepat untuk mendukung kegiatan belajar mengajarnya. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren ini terdiri dari delapan metode pendidikan dengan pendekatan metode berbasis pesantren dan prinsip pendidikan orang dewasa. Metode-metode pendidikan yang diterapkan meliputi metode reguler, training (pelatihan), hafalan, praktek intensif, sertifikasi, magang usaha, pentahapan, dan metode karya akhir.
7 37 Metode regular merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan kurikulum dan jadwal tertentu yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajarnya. Kurikulum sebelumnya sudah dibuat bersama dengan para santri. Metode ini lebih banyak mengajarkan teori-teori di dalam kelas. Metode training adalah metode pembelajaran melalui pelatihan (training) yang diberikan oleh dosen tamu, para praktisi bisnis, kunjungan lapangan dan temu tokoh. Materi yang diberikan dengan metode training adalah pemasaran, leadership, motivasi bisnis, manajemen dan pengalaman bisnis praktis. Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks (materi pelajaran) tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Penerapan metode ini digunakan dalam menghafal Al-Quran, Al- Hadis, pada ayat dan hadis pilihan. Metode praktek intensif adalah cara untuk melatih para santri praktek usaha secara riil setelah mendapat teori di kelas. Metode ini berlaku untuk semua jenis mata kuliah yang diajarkan baik mata kuliah kewirausahaan maupun keagamaan. Santri dituntut untuk dapat mencapai target yang ditetapkan. Selain berwirausaha, santri juga ditugaskan untuk berdakwah ke masyarakat. Metode sertifikasi adalah pemberian sertifikat (bukti) bagi santri yang telah lulus praktek sesuai dengan keterampilan yang diujikan. Metode sertifikasi ini merupakan bentuk penghargaan (reward) pesantren kepada para santri dan sebagai bukti tertulis yang menerangkan santri tersebut berhasil menyelesaikan prakteknya. Metode magang usaha merupakan cara pembelajaran yang menempatkan para santri di masyarakat untuk menerapkan ilmu yang didapatkan dari pesantren. Pada proses magang di dunia industri atau usaha, para santri magang ditempatkan bukan sebagai karyawan, tetapi untuk proses belajar menguasai sebuah usaha mulai hulu hingga hilir. Selama masa magang, para santri diwajibkan untuk tinggal di masjid sebagai penjaga dan pengurus masjid (marbot). Hal ini untuk mengamalkan ilmu agama yang mereka miliki. Para santri selain berwirausaha, juga dituntut untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitarnya. Salah satunya dengan mengajarkan pemuda-pemudi atau anak-anak mengaji.
8 38 Metode pendidikan dengan menggunakan sistem pentahapan. Sistem tersebut merupakan sistem pendidikan dengan mempertimbangkan efisiensi waktu pendidikan, guna mencapai hasil yang optimal. Sistem pentahapan pendidikan selama satu tahun dibagi menjadi tiga fase: a. Tahap pertama, merupakan tahap pengondisian dan penanaman karakter dasar kewirausahaan serta kepribadian Islam. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah matrikulasi santri baru. Kegiatan ini termasuk kedalam rangkaian seleksi santri, waktu yang digunakan sangat singkat yaitu antara dua sampai tiga minggu. b. Tahap kedua, adalah tahap pembentukan karakter dasar kewirausahaan dan kepribadian Islam melalui pendidikan keterampilan, pembiasaaan bisnis dan kemampuan usaha, pengetahuan kewirausahaan, ibadah dan kemampuan dakwah. c. Tahap ketiga, adalah tahap penerapan atau implementasi dan aksi. Bentuk kegiatannya adalah santri memiliki tiga tugas pokok, yaitu dakwah, bisnis, dan kegiatan sosial. Metode karya akhir adalah metode dimana setiap santri diharuskan membuat sebuah karya tulis tentang wawasan bisnis dan berbagai tema yang berhububugan dengan wacana kewirausahaan kotemporer serta rencana usaha purnabakti sesuai dengan bidang keahlian yang dipilihnya, sebagai syarat kelulusan. 5.5 Materi Pembelajaran Materi yang diterapkan di pesantren ini berdasarkan kurikulum pendidikan yang mencerminkan tiga pilar pembentukan pribadi pesantren. Materi-materi di Perwira Aba menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran santri-santrinya. Karena dalam penyusunan kurikulumnya didasarkan pada kebutuhan riil di lapangan dan dalam proses penyusunannya semua pihak terlihat baik pesantren, akademisi (santri), dan lembaga pendidikan nasional. Materi pembelajaran di Perwira Aba terbagi menjadi tiga, yaitu materi kepribadian Islam, profesionalitas, dan kemandirian.
9 39 Materi kepribadian Islam, merupakan materi yang terkait dengan pembinaan dan pembelajaran agama Islam bertujuan untuk membentuk pribadi Islami. Materi dalam kepribadian Islam terdiri bina nasfsiyah Islam yang menerangkan tentang pembinaan diri (dalam bahasa arabnya adalah nafsi ), bina aqliyah Islam tentang pembinaan akal santri (dalam bahasa arabnya aqlu ). Materi lainnya adalah hukum Islam yang lebih banyak mengajarkan hukum dalam berniaga (berwirausaha). Serta materi hafalan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur an, hadis pilihan, materi terjemahan Al-Qur an. Materi terakhir dalam kepribadian Islam adalah tahsin, yaitu materi dalam membaca Al-Qur an seperti ilmu tajwid. Materi profesionalitas, merupakan materi-materi yang mencakup profesionalitas santri dalam berwirausaha. Materi ini bertujuan untuk mengembangkan softskill santri di bidang wirausaha agribisnis. Agribisnis yang diajarkan Perwira Aba adalah peternakan dan pertanian. Materi yang terakhir adalah materi terkait kemandirian meliputi materi kewirausahaan, proposal studi kelayakan usaha, praktek wirausaha, marketing, studi banding, temu tokoh, dan training (pelatihan) 5.6 Fasilitas Pendidikan Sarana-sarana essensial dalam pendidikan pesantren merupakan ciri khas sebuah pondok pesantren, antara lain: masjid/surau, asrama santri, rumah asatidz, rumah kyai, gedung belajar, dan lain-lain. Sedangkan alat-alat pendidikan merupakan alat-alat yang menunjang proses belajar mengajar di pesantren seperti bangku, papan tulis, dan lapangan praktek (Mastuhu, 1994). Perwira Aba sudah memperlihatkan adanya sarana-sarana yang merupakan ciri khas pondok pesantren yaitu asrama santri, masjid, gedung belajar, dan lainnya. Sedangkan sarana dan prasarana yang menunjang dalam pembelajaran di Perwira Aba meliputi: ruang kelas, ruang perpustakaan, meja kursi santri, white board, LCD, laptop, komputer, flip chart, sound system, modul, laboratorium komputer, service HP, laboratorium peternakan, laboratorium terapi kesehatan, gerobak usaha atau gerai usaha, dan sarana olah raga.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini membutuhkan sumberdaya manusia berkompeten dan mempunyai kompetensi spiritual yang baik. Terjadinya kasus-kasus korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusiaa, pendidikan adalah hak setiap warga negara sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang akan berpengaruh
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN BACA-TULIS AL-QUR`AN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2012
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pesantren Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai
Lebih terperinciPANDUAN PKBR Pengertian Fungsi PKBR Tujuan PKBR
PANDUAN PKBR Pengertian Pembinaan karakter berbasis Religi (PKBR) dalam suatu sistem pendidikan merupakan suatu pembinaan kepribadian atau karakter yang merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal.
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR
1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL
BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GARUT, : a. bahwa sehubungan telah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MPENAJAM PASER UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL-QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MPENAJAM PASER UTARA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL-QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan
Lebih terperinci2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. bangsa dalam rangka terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan dan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan itu pada hakikatnya adalah untuk mencerdaskan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga tumbuh kemandirian pada peserta Program
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN BAGI CPNS GOLONGAN I DAN II KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2017
PETUNJUK PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN BAGI CPNS GOLONGAN I DAN II KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN A. NAMA DIKLAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN BAGI CALON PEGAWAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ajaran Islam pembinaan kepribadian kepada generasi muda sangat dibutuhkan karena sebagai penerus yang nantinya akan memegang masa depan bangsa dan agama, yaitu
Lebih terperinciPERATURAN DEKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 62 TAHUN 2015
PERATURAN DEKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PEMBINAAN KARAKTER BERBASIS RELIGI(PKBR) BAGI MAHASISWA BARU DI FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BACA TULIS AL QUR AN BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Lebih terperinciBUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB BACA TULIS AL-QUR AN
SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB BACA TULIS AL-QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi
Lebih terperinciPondok Pesantren Modern di Semarang BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan kompleksitas pada permasalahan global seperti sekarang ini, diperlukan penyiapan sumber daya manusia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR AN (TPA)
QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR AN (TPA) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE Menimbang : Mengingat :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kepramukaan menjadi salah satu bagian penting dalam insan pendidikan Indonesia yang berwujud pada gerakan pramuka. Gerakan pramuka adalah lembaga
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA DI MA YMI WONOPRINGGO
64 BAB IV ANALISIS PENANAMAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA DI MA YMI WONOPRINGGO Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MA YMI Wonopringgo, peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun karakter, character building is never ending process
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun karakter, character building is never ending process pembentukan karakter adalah proses tanpa henti. Karakter atau watak merupakan komponen yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Pada bab ini, penulis akan menganalisis kebijakan pemerintah kelurahan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1646, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pendidikan dan Pelatihan. Pengujian Mutu Barang. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2013
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk,
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal
BAB V PEMBAHASAN A. Bentuk-Bentuk Hukuman di Pondok Pesantren Al-Mursyid Ngetal Pogalan Trenggalek Segala sesuatu yang ditetapkan dalam lembaga pendidikan khususnya pada pondok pesantren, mulai dari tata
Lebih terperinci2015, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
No.1648, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOMINFO. Jabatan Fungsional. Pranata Hubungan Masyarakat. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional Indonesia berlandaskan Pancasila yang bertujuan untuk membentuk pribadipribadi yang bertakwa
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL-QUR AN
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL-QUR AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa, karena melalui pendidikan inilah dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Santri di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Pondok Pesantren Al-Ittifaq mendidik para santri dengan ilmu berwirausaha agribisnis di samping
Lebih terperinciPENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING Jaka Nugraha & Choirul Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya jaka.unesa@gmail.com
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar (pendidikan) adalah proses yang dimana seseorang diajarkan untuk bersikap setia dan taat juga pikirannya dibina dan dikembangkan. Pendidikan adalah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.950, 2011 SEKRETARIS NEGARA. Diklat Fungsional. Penerjemah. PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. 1. Pendidikan pramuka di SMK Negeri 1 Pogalan Trenggalek. ektra kurikuler perlu diadakan.
BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Data Temuan 1. Pendidikan pramuka di SMK Negeri 1 Pogalan Trenggalek Untuk penerapan kegiatan ektra kurikuler gerakan pramuka dalam meningkatkan mutu pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalir begitu cepat ini memberikan pengaruh terhadap perilaku peserta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang berlangsung pada saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku peserta didik. Perubahan yang sangat cepat dirasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia dalam kehidupannya, yaitu manusia yang beriman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI
BAB I PENDAHULUAN Universitas Negeri Yogyakarta sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang dikhususkan bagi mereka pemuda indonesia yang ingin mengabdikan dirinya sebagai guru dan bagi mereka
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 11 TAHUN : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankan, penelitian ini
84 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksankan, penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut: 1. Strategi Pondok Pesantren Islamic Centre Bin Baz dalam membentuk karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu disiapkan Sumber Daya
Lebih terperinciWALIKOTA TANGERANG SELATAN
SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa Pendidikan Nasional di samping
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menengah kejuruan yaitu
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Sekolah adalah lembaga atau organisasi yang dirancang pemerintah sebagai upaya pelaksanaan pembelajaran peserta didik dalam pengawasan guru yang professional. Salah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, strategi pengintegrasian
Lebih terperinciSekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman
Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman A. PROFIL SEKOLAH Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman merupakan salah satu Sekolah unggulan
Lebih terperinciSKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.
PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PROFESIONALITAS GURU DAN MOTIVASI UNTUK MENJADI GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN YANG PROFESIONAL TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FKIP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran adalah hal yang paling utama dan tidak bisa diabaikan. Dalam proses pembelajaran itu sendiri juga harus mempertimbangkan
Lebih terperinciStandar Mahasiswa & Pengelolaan Alumni STIKES HARAPAN IBU
Standar Mahasiswa & Pengelolaan Alumni STIKES HARAPAN IBU Halaman 2 dari 6 STANDAR KEMAHASISWAAN DAN PENGELOLAAN ALUMNI STIKES HARAPAN IBU KODE DOKUMEN : STD.MT.AK. 03/007/2017 REVISI : 0 TANGGAL : 7 Maret
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencerdaskan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter dan akhlak generasi muda sangatlah urgent, karena maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak generasi
Lebih terperinci2016, No Nomor 544); 4. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pembinaan Penyelenggaraan Pendid
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2016 ANRI. Diklat Kearsipan. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH
LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. Bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FUNGSI PERENCANAAN DAKWAH DALAM MEMBENTUK KADER MUBALLIGH YANG BERWAWASAN KEBANGSAAN
BAB IV ANALISIS FUNGSI PERENCANAAN DAKWAH DALAM MEMBENTUK KADER MUBALLIGH YANG BERWAWASAN KEBANGSAAN A. Analisis Kriteria Profil Muballigh Berwawasan Kebangsaan Muballigh adalah pembawa ilmu yang berkewajiban
Lebih terperinciKONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN TAHFIDZUL QUR AN DI MADRASAH. (Madrasah Tidak Berbasis Asrama)
KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN TAHFIDZUL QUR AN DI MADRASAH (Madrasah Tidak Berbasis Asrama) LATAR BELAKANG Adanya dikotomi antara pendidikan pesantren dan pendidikan madrasah diperlukan sebuah sistem pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar diperlukan usaha untuk mendorong kemajuannya dengan kekreatifan guru dan murid. Selain itu, juga diperlukan
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN, dan TOPIK BAHASAN PAI
VISI, MISI, TUJUAN, dan TOPIK BAHASAN PAI Oleh: DRS. H. ACENGKOSASIH,M.Ag. Visi PAI Visi matakuliah Pendidikan Agama Islam adalah menjadikan para lulusan Universitas Pendidikan Indonesia sebagai sarjana
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERAN PEMBINAAN ROHANI ISLAMUNTUK MENINGKATKAN PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM DI RS. ISLAM SURAKARTA
BAB IV ANALISIS PERAN PEMBINAAN ROHANI ISLAMUNTUK MENINGKATKAN PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM DI RS. ISLAM SURAKARTA 4.1. Analisis Peran Pembinaan Rohani Islam untuk Meningkatkan Pengamalan Ajaran Agama
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Agama Bobot Mata Kuliah : 2 Sks Deskripsi Mata Kuliah : Mengkaji aspek-aspek yang berhubungan dengan makhluk, mengkaji sifat dan kekuasaan Allah
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL QUR'AN
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENDIDIKAN BACA TULIS AL QUR'AN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
Lebih terperinciPRAKTIK KERJA LAPANG PEMBIMBING
1 PRAKTIK KERJA LAPANG PEMBIMBING FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2016 2 PRAKTIK KERJA LAPANG PEMBIMBING Cetakan ke 3 Diterbitkan oleh : FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata membawa perubahan yang signifikan dan menyeluruh terhadap kehidupan manusia tidak terkecuali
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Agama Bobot Mata Kuliah : 3 Sks Deskripsi Mata Kuliah : Mengkaji aspek-aspek yasng berhubungan dengan makhluk, mengkaji sifat dan kekuasaan Allah
Lebih terperinciPerkembangan menarik yang tidak kalah menggembirakan adalah munculnya gagasan gerakan tahfidz ini sampai ke sekolahsekolah/madrasah-madrasah.
Alhamdulillah, kita layak bersyukur, akhirakhir gairahan masyarakat muslim Indonesia dalam menghafal Al-Qur an makin terasa gregetnya. Pesantren Tahfidz berkembang pesat. Rumah Tahfidz bermunculan di manamana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. akses kepada anak usia sekolah dengan diberikannya KIP.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kebutuhan setiap manusia untuk menuju generasi bangsa yang cerdas. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, sebagai pembimbing dalam memecahkan setiap persoalan yang ada. Sehingga dengan pendidikan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA
47 BAB III PENYAJIAN DATA Upaya Pembimbing Dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang Pada Anak Asuh Dipanti Asuhan Ar-Rahim Kota Pekanbaru. Sesuai dengan judul skripsi yang diajukan dalam Bab ini, penulis akan
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Universitas Fakultas Program Studi : Universitas Negeri Jakarta : Teknik : Teknik Elektronika (D3) Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam Bobot SKS : 3 SKS Kode Mata Kuliah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 722 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH DI KABUPATEN SERANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perancang pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil pembelajaran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan komponen yang memiliki peran penting dalam pendidikan, hal ini disebabkan keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru
Lebih terperinciPETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN (HASIL AMANDEMEN MUSYAWARAH MAHASISWA VIII KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS
Lebih terperinciSKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:
PENGARUH INTENSITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan mempunyai peranan yang penting untuk perkembangan tersebut. Dengan
Lebih terperinciPEDOMAN PEMBINAAN KEMAHASISWAAN DAN PENGEMBANGAN PERANAN ALUMNI
BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBINAAN KEMAHASISWAAN DAN PENGEMBANGAN PERANAN ALUMNI I. Pembinaan Akhlak dan Moral 1. Tujuan Pembinaan Pembinaan akhlak dan moral bertujuan agar mahasiswa IAIN memiliki kepribadian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia yang telah dimulai sejak dari buaian hingga liang lahat. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib untuk belajar baik
Lebih terperinciKKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018
BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN KKN Terintegrasi Multisektoral PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS KKN Terintegrasi Multi Sektoral BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Hadis dan merancang segenap kegiatan pendidikannya. 2. madrasah, yakni pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan yang memainkan perannya di Indonesia jika dilihat dari struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang dilaksanakan, ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan. bebas dan kasus penyimpangan lainnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa transisi remaja, dimana remaja pada saat itu mencari jati diri memungkinkan mereka lebih bebas berekspresi dan bertindak. Dengan kebebasan tersebut, banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat semakin berkembang
Lebih terperinciModul ke: Kewirausahaan I
Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komputer Kewirausahaan I Berisi tentang Kontrak Perkuliahan, Pembentukan Kelompok, Rancangan Pembelajaran, Ruang Lingkup Matakuliah Kewirausahaan I, Tugas I : pengembangan
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan manusia kepada taraf hidup yang lebih baik. Pendidikan dimulai dari lahir hingga kematian untuk mengajarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Agama Bobot Mata Kuliah : 2 Sks Deskripsi Mata Kuliah : Mengkaji aspek-aspek yang berhubungan dengan makhluk, mengkaji sifat dan kekuasaan Allah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
175 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan diambil dari analisis dan penafsiran terhadap hasil penelitian berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan pada Bab I. Oleh karena, itu kesimpulan
Lebih terperinci