STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF Muhammad Khadafi (1), dan Gamantyo Hendrantoro (2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya (1) khadafi_m@elect-eng.its.ac.id, (2) gamantyo@ee.its.ac.id Abstrak Di kanal fast fading, jika koefisien fading berubah secara cepat akan menyebabkan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk sinkronisasi pada demodulasi koheren. Sedangkan pada demodulasi nonkoheren, proses sinkronisasi tersebut tidak diperlukan. Sehingga demodulasi nonkoheren memberikan laju transmisi yang lebih baik dari pada demodulasi koheren. Selain itu demodulasi nonkoheren juga lebih sederhana untuk diterapkan karena kompleksitas yang lebih rendah, tidak memerlukan komputasi yang tinggi dan biaya yang lebih murah. Hasil simulasi menunjukkan bahwa unjuk kerja dari demodulasi nonkoheren dengan protokol demodulate-and-forward (DF) pada relay berupa nilai parameter BER, didapat penurunan kinerja sistem sekitar 3 db dibandingkan pada sistem koperatif yang koheren. Sehingga kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan dua kalinya dari sistem koperatif yang koheren. Kata Kunci Noncoherent Demodulation, Cooperative Diversity. I. PENDAHULUAN Pada sistem komunikasi kooperatif yang koheren, penggunaan bandwidth menjadi tidak efektif karena dalam banyak kasus ketersediaan frekuensi pakai yang terbatas menjadi tidak optimum untuk mengatasi fading yang independen. Penggunaan kooperatif yang koheren juga harus mempertimbangkan masalah delay sinkronisasi. Selain itu, pada antena array jarang digunakan di aplikasi-aplikasi wireless, seperti seluler, jaringan ad-hoc atau sensor network karena keterbatasan biaya dan ruang pada terminal. Kendala lainnya yaitu bila digunakan parameter jumlah carrier yang lebih banyak akan menambah kompleksitas implementasi pada sistem, sehingga pada receiver memerlukan komputasi yang tinggi di mana umumnya semakin kompleks dari teknik yang digunakan memerlukan biaya yang lebih mahal. Pada demodulasi nonkoheren, metodenya lebih praktis untuk direalisasikan dan juga mengurangi waktu koherensi serta penggunaan bandwidth yang lebih efektif dari pada demodulasi koheren yang menggunakan channel decoding atau channel state information (CSI) yang mana pilot tones harus disertakan. Ketidak akuratan diperoleh CSI secara cepat, tidak lebih dari satu periode blok transmisi bisa diatasi dengan demodulasi nonkoheren. Demodulator ML yang dirancang untuk kanal fading yang independen, membawa pada arah dengan kinerja yang lebih baik daripada sistem komunikasi single-hop. Pada relay sistem kooperatif dengan protokol DF akan dianalisa performansi demodulator sistem, khususnya pada demodulasi nonkoheren dibandingkan dengan demodulasi koheren sebagai referensi. Dan dengan combiner menggunakan pendekatan piecewicelinear (PL) pada demodulator, memberikan perbandingan estimasi bit error rate (BER) pada sistem. II. URAIAN PENELITIAN A. Komunikasi Nirkabel Berdasarkan propagasi gelombang elektromagnetik pada ruang bebas, komunikasi nirkabel menawarkan kemudahan berkomunikasi bagi pengguna yang bermobiltas tinggi. Namun selama melewati kanal transmisi nirkabel, informasi akan mengalami gangguan yang dapat menurunkan kualitas informasi tersebut setelah sampai di penerima, gangguan yang umum dialami adalah free space loss, pantulan, difraksi, dan hamburan, seperti pada gambar 1 sebagai berikut. Gambar 1 Mekanisme propagasi sinyal selama melewati kanal transmisi wireless Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa sinyal yang ditransmisikan melewati media yang tak terpandu (unguided) akan tersebar ke segala arah (transmisi broadcast), sehingga terjadi suatu lintasan jamak (multipath). Efek dari adanya lintasan jamak pada komunikasi wireless adalah terjadinya path loss dan fading. Path loss atau large-scale path loss adalah efek kanal yang terjadi karena adanya pengaruh jarak antara pengirim dan penerima. Dengan mengasumsikan bahwa model bumi adalah datar (beda lengkungan bumi antara pengirim dan penerima hampir sama)[4]. Path loss dapat mengurangi daya pada transmisi sinyal mengakibatkan signal-to-noice-ratio (SNR) di

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) penerima menjadi kecil. Large scale path loss disebabkan karena pengaruh permukaan bumi, keberadaan obyek-obyek pemantul, serta adanya penghalang pada kanal propagasi. Faktor-faktor tersebut menghasilkan perubahan sinyal dalam hal energi, fasa, serta delay waktu yang bersifat acak. Energi sinyal yang diterima menurun, berbanding terbalik dengan pangkat α (Eksponen Path loss) terhadap jarak, umumnya bernilai 2 sampai 6 untuk komunikasi bergerak. Large scale path loss digunakan sebagai dasar untuk metoda prediksi path loss. Pada small scale path loss atau sering disebut fading, didefinisikan sebagai fluktuasi daya sinyal di penerima, terjadi dalam tempo yang singkat disekitar nilai rata-ratanya (large scale path loss). Fluktuasi fading terjadi karena interferensi atau superposisi gelombang multipath yang memiliki amplitudo dan fasa yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi small scale path loss adalah: Kecepatan mobile station Kecepatan obyek pemantul Lebar pita transmisi sinyal Klasifikasi fading berdasarkan efek doppler dibagi dalam dua macam, yaitu slow fading dan fast fading. Pada slow fading, kondisi kanal dapat diasumsikan tetap pada satu atau beberapa interval simbol. Respon impuls kanal berubah dengan laju lebih lambat dibandingkan dengan periode simbol dari sinyal yang ditransmisikan (T S << T C ). Pada fast fading, respon impuls kanal berubah dalam satu durasi simbol, atau waktu koheren (Tc) lebih kecil dari periode simbol (Ts). Waktu koheren adalah suatu selang waktu di mana kanal dapat dianggap tidak berubah terhadap waktu. B. Komunikasi Kooperatif Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi wireless mempunyai keterbatasan akibat adanya fading. Karena itu, perlu diterapkan suatu metode baru yang dapat mengatasi fading dan memberikan unjuk kerja yang lebih baik dari metode sebelumnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi fading, salah satunya adalah diversity. Teknik diversity memanfaatkan sifat alami gelombang radio yang dipancarkan secara broadcasting dan bersifat multipath. Dalam teknik diversity, informasi dikirim melewati beberapa lintasan, hal ini dilakukan agar terbentuk informasi redundant yang akan membantu pendeteksian informasi pada sisi penerima apabila informasi pada salah satu kanal mengalami kerusakan. Penggunaan teknik diversity ternyata mampu memperbaiki unjuk kerja sistem komunikasi nirkabel, namun teknik diversity masih mempunyai kekurangan, yaitu pada saat jarak antara pengirim dan penerima sangat jauh. Combining yang dilakukan tentu tidak akan maksimal karena daya sinyal yang diterima akan semakin kecil seiring dengan pertambahan jarak. Karena itulah pada tahun 1968, van der Mulen memperkenalkan teknik komunikasi baru dengan menggunakan relay sebagai pengembangan teknik diversity. Pada mulanya, van der Mulen menggunakan tiga terminal komunikasi, masing-masing sebagai source, relay, dan destination. Gambar 2 adalah model relaying pertama kali yang diperkenalkan oleh van der Mulen. W Gambar 2 Model relaying van der Mulen[2] Dasar dari sistem komunikasi kooperatif adalah proses relaying. Pada fixed protocols yang digunakan dalam teknik relaying[3], mempunyai perbedaan dalam hal pemrosesan data pada relay, sehingga diperlukan teknik combining yang berbeda pula pada sisi penerimanya. Fixed protocols mempunyai dua macam teknik forwarding, yaitu amplify-and-forward (AF) dan demodulate-and-forward (DF). Dalam AF, relay menguatkan sinyal yang diterima sampai nilai tertentu. Pada DF, relay menggunakan beberapa bentuk deteksi atau algoritma demodulasi untuk sistem penerimaannya. Hal ini dikarenakan relay harus modulasi ulang sinyal yang diterima dari source untuk dikirimkan ke destination. Walaupun proses demodulasi pada relay mempunyai keuntungan untuk mengurangi pengaruh noise pada sinyal yang diterima, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa sinyal dapat dikembalikan secara sempurna ke bentuk awalnya, karena di kanal masih terdapat gangguan lain berupa fading. C. MODEL KANAL Y 1 n Pemodelan sistem komunikasi kooperatif DF terdiri dari tiga macam titik yaitu Sumber (S) Relay (R) dan tujuan (D) dan pada simulasi ini digunakan fixed sistem dengan 1 buah relay yaitu R1. Model sistem tersebut diilustrasikan pada gambar 3. Gambar 3 Diagram blok dari sistem komunikasi kooperatif dengan 1 relay Terminal sumber memancarkan sinyal x 0 ke relay dan tujuan dalam subkanal yang pertama. Relay dinotasikan sebagai R 1, dan tujuan menerima sinyal dari masing-masing y 0 dan y i dari kanal M1 di mana y o = y o. Setelah beberapa pemrosesan, relay memancarkan kembali sinyal ke tujuan pada subkanal orthogonal M1. Untuk skema pemrosesan sinyal menggunakan protokol DF. Pada protokol DF, relay mendemodulasi dan mengirim kembali sinyal sumber maka dengan demikian menghindari saturasi (0 db) daya yang dapat menimbulkan distorsi pada sinyal. Pada gambar 4 detektor ML diimplementasi pada sistem nonkoheren dan koheren kooperatif. Fungsi g i (y i1,y i2 ) dan f i (t i ) merupakan output dari matched filter sinyal dalam model baseband ekivalen. X 1 n X n Y n W

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) Gambar 4 Diagram blok pemodelan detektor demodulasi nonkoheren pada diversitas kooperatif dengan protokol demodulate-and-forward (DF) Pada gambar 4 detektor ML diimplementasi pada sistem nonkoheren dan koheren kooperatif. Fungsi g i (y i1,y i2 ) dan f i (t i ) merupakan output dari matched filter sinyal dalam model baseband eqivalen. Persamaan matched filter-nya adalah sebagai berikut : Teknik ini secara sederhana dikatakan dapat mengubah kembali frekuensi sinyal yang datang turun ke frekuensi baseband. Ini dilakukan dengan perkalian atau lebih dikenal dengan heterodyning, antara gelombang yang datang dengan suatu osilator lokal yang di-match-kan dengan frekuensi carrier. Demodulator koheren dapat ditunjukkan pada Gambar 6. Sinyal - Rangkaian Komparator Data Digital Binary data sequence y i1 = x i1 E 2 ia i,μ n i1 y i2 = 1 x i 2 E ia i,μ n i2 (1) Di mana x i inputan dari pemancar i yang nilainya ±1 dan E i rata2 energi sample pada Sumber dan Relay. a i,j koefisien fading pada lintasan pemancar i dan j sedangkan n i1 dan n i1 AWGN. On-off level encoder m(t) 1 (t) m (t) Inverter 2 (t) Gambar 5 Gambar modulator untuk system Σ Binary FSK signal s(t) Gambar 5 memberikan contoh dari keluaran sinyal yang dihasilkan oleh modulator. Ketika diberi masukan , dimana Eb = 1, Tb = 1 s, f1 = 3 Hz dan f2 = 3.5 Hz. Demodulasi dari sinyal yang diterima, menunjukkan bahwa ph1 dan ph2 adalah saling orthonormal. Untuk mengetahui ϕ 1 (t) yang ditransmisikan, maka diperoleh dengan mengalikan sinyal yang diterima dengan ϕ 1 (t) dan mengintegralkannya. Karena ϕ 1 (t) dan ϕ 2 (t) adalah orthonormal. Maka hanya bagian ϕ 1 (t) saja yang masih ada, sedangkan ϕ 2 (t) bernilai nol / hilang. Cara yang sama juga dilakukan untuk mengetahui jika ϕ 1 (t) yang ditransmisikan, namun dikalikan dengan ϕ 2 (t) untuk menghilangkan komponen ϕ 1 (t). Bagian receiver terdiri dua buah korelator dengan common input, yang di-supply oleh dua buah sinyal ϕ 1 (t) dan ϕ 2 (t). Keluaran dari korelator ini kemudian dikurangi antara satu sama lain. Sehingga akan menghasilkan nilai y, jika nilai dari y > 0 maka nilai yang diterima adalah 1. namun sebaliknya jika nilai dari y < 0 maka nilai yang diterima adalah 0. Sistem demodulasi koheren merupakan sistem demodulator yang memiliki timing (dalam hal ini lebih mudah dikenali sebagi fase) yang persis dengan sinyal carrier yang datang. Sedangkan demodulator nonkoheren tidak memerlukan fase yang sama persis dengan sinyal carrier yang datang. Gambar 6 Demodulator koheren Pada Gambar 6 dua sinyal referensinya sin( 2 f 2 t ) cos( 2 f 1 t ) dan. Kedua sinyal tersebut harus sinkronisasi dengan sinyal. Teknik demodulasi nonkoheren tidak memerlukan fase referensi, tidak membutuhan phase-lock-loops, local oscillators, dan carrier recovery circuits. Teknik demodulasi nonkoheren pada umumnya lebih murah dan lebih praktis untuk diterapkan dari pada teknik koheren (di mana sinyal referensi koherensi tidak perlu dibangkitkan), dan juga lebih sederhana, meskipun unjuk kerjanya lebih buruk tergantung pada kondisi kanalnya. Untuk mendeteksi sinyal tanpa diketahui fasenya dapat menggunakan quadrature receiver, seperti pada gambar 7. r(t) kanal I kanal Q kanal I kanal Q Gambar 7 Quadrature receiver Modulasi merupakan modulasi yang mempunyai kinerja yang lebih baik dan menggunakan sistem deteksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan BPSK. Karena itu jarang digunakan untuk sistem-sistem radio digital berunjuk kerja tinggi. Pemakaianya terbatas pada modem-modem data yang asinkronous, unjuk kerja rendah dan murah. Modulasi merupakan modulasi yang mempunyai kinerja yang lebih baik dan menggunakan sistem deteksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan BPSK. Oleh karena itu jarang digunakan untuk sistem-sistem radio digital berunjuk kerja tinggi. Pemakaianya terbatas pada modem-modem data - z(t)

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) yang asinkronous, unjuk kerja rendah dan murah. Lainnya, penerapan modulasi cukup luas pada sistem transmisi data. adalah modulasi digital yang relatif sederhana di mana modulasi sudut yang mempunyai bentuk selubung (envelope) konstan yang mirip dengan modulasi frekuensi, hanya saja sinyal pemodulasinya berupa aliran pulsa biner yang berubah-ubah diantara dua level tegangan. memiliki bentuk penampakan gelombang yang konstan dari modulasi sudut yang similar (serupa) terhadap frekuensi modulasi konvensional juga hanya saja sinyal modulasinya adalah untaian pulsa biner yang bervariasi di antara dua tegangan diskrit yang tidak sebanding dengan perubahan bentuk gelombang secara terus menerus. Sinyal Gambar 8 Demodulator nonkoheren Pada Gambar 8 ditunjukkan sebuah metode pendeteksian sinyal. Untuk mendeteksi sinyal dari modulator dan mengubahnya ke data digital semula, maka diperlukan suatu teknik yang dinamakan demodulasi sinyal. Sinyal bisa dideteksi dengan menggunakan deteksi nonkoheren. Yang dimaksud dengan deteksi nonkoheren yaitu dengan filtering. Pada deteksi nonkoheren memiliki Carrier-to-Noise Ratio (CNR) yang lebih tinggi dari CNR pada deteksi koheren sehingga deteksi nonkoheren memiliki probabilitas kesalahan yang lebih tinggi dari deteksi koheren. CNR merupakan perbandingan amplitudo gelombang sinyal carrier dengan amplitudo gelombang sinyal noise yang digunakan untuk bandpass. III. PROSES DEMODULASI ML Pada proses demodulasi ML, data yang diterima dari modulasi diambil kedua data, sebab pada modulasi BSFK terdapat data dengan frequency band pertama yaitu y01(1,:,k) dan frequency band kedua yaitu y02(1,;,k) di mana k adalah banyaknya data yang dikirim. Sehingga ketika kedua data frequency band yang dikirimkan maka data tersebut adalah data output dari matched filter. Demodulasi maximum likelihood adalah perkalian antara sinyal modulasi dengan energi bit, variansi koefisien fading kanal, additive noise dan output matched filter. Persamaan dari demodulasi ML nonkoheren sebagai berikut : g i (y i1, y i2 ) = E i σ2 ai,2 Envelope Detector Envelope Detector ( y (E i σ2 i1 ai,2 N 0 )N 0 Sedangkan koheren adalah sebagai berikut: g i (y i1, y i2 ) = 2(Re{y i1 a i,2 Σ - D 2 y i2 2 ) (2) a i,2 Decision } Re{y i2 }) E i N 0 (3) Untuk i = 0,1, dan k adalah banyaknya data yang dikirim. Untuk Ei diasumsikan sebesar 1, sehingga frequency band yang kedua didapatkan dari output matched filter kanal 0 sumber ke tujuan dan kanal 1 sumber ke relay ke tujuan. Pada proses demodulasi ML sumber ke tujuan data akan didemodulasikan nonkoheren. Setelah itu melewati kanal, di mana dikanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh, dan data tersebut akan dijumlahkan dengan noise AWGN (No). Kemudian data yang dikirim disimbolkan dengan (y01). Di mana y01 ini nantinya akan dijumlahkan dengan data dari relay ke tujuan. Bit info Modulasi Kanal Rayleigh (SD) Gambar 9 Diagram blok dari sumber ke tujuan AWGN (SD) Pada proses demodulasi ML sumber ke relay data akan didemodulasikan nonkoheren, kemudian data akan didemodulasi kembali ke demodulasi ML. Setelah itu melewati kanal, dimana dikanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh, dan data tersebut akan dijumlahkan dengan noise AWGN (No). Setelah itu data yang diterima di relay akan didemodulasikan nonkoheren dan kemudian diteruskan ke tujuan. Bit info Gambar 10 Diagram blok dari sumber ke relay Pada proses demodulasi ML relay ke tujuan data yang telah didecodekan di relay akan didemodulasikan kembali ke demodulasi ML. Kemudian data melewati kanal, dimana di kanal terdapat perkalian antara variansi koefisien fading atau standar deviasi dari koefisien fading dengan sigma Rayleigh. Data yang dikirimkan dari relay ke tujuan disimbolkan m1. Setelah itu data yang diterima di tujuan akan dijumlahkan dengan data yang dikirim dari sumber ke tujuan (y01), setelah itu estimasi dengan PL combiner dan kemudian dideteksi BER di tujuan. Bit info Modulasi Modulasi Kanal Rayleigh (SR) Kanal Rayleigh (RD) Gambar 11 Diagram blok dari relay ke tujuan AWGN (SR) AWGN y01 IV. PROSES DEMODULASI DENGAN PL COMBINER Pada proses demodulasi dengan PL combiner, data yg dikirim dari diteruskan ke demodulasi ML dengan mengalikan data dengan frequency band yang pertama. y01 Demodulasi ML Demodulasi ML Di Tujuan

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) Sehingga pada proses demodulasi ini, data yang diterima adalah data demodulasi ML. Dengan adanya proses demodulasi PL combiner maka demodulasi ini memiliki performansi yang baik untuk menghindari adanya CSI pada kanal. Persamaan dari demodulasi PL combiner adalah sebagai berikut: T a untuk t > Ta f 1 (t) f PL (t) = { t untuk Ta t T (4) T a untuk t Ta Di mana Ta adalah notasi PL dalam tiga bagian dengan mengasumsikan e1 adalah BER pada relay R1. Untuk e1 diasumsikan sebesar 0,00001 untuk skema relay dekat dengan S-D dan 0,01 untuk relay jauh dari S-D, sehingga pada data yang kedua didapatkan dari demodulasi ML yang pertama. V. HASIL SIMULASI Dalam penelitian ini data hasil simulasi akan ditampilkan dari perbandingan grafik BER terhadap variasi Eb/No di dua skema lokasi. Performansi dari sistem akan dievaluasi berdasarkan posisi relay yang berada diantara sumber dan tujuan untuk dua metode yaitu demodulasi nonkoheren dan domudulasi koheren. Sehingga dapat diketahui performansi masing-masing metode dengan mengamsumsikan besarnya BER pada relay = 0,01 dan 0, Pada relay, dengan mengamsumsikan BER = 0,01 untuk skema lokasi relay jauh dari sumber dan tujuan[1]. Untuk perbandingan unjuk kerja, maka Eb/No atau SNR dibuat tetap dari 0 db sampai 25 db dengan selisih 1 db. Pada BER = 0,01 untuk skema lokasi relay jauh dari sumber dan tujuan lainnya 0,00001 untuk skema lokasi relay dekat dengan sumber dan tujuan. Untuk perbandingan unjuk kerja, maka Eb/No atau SNR dibuat tetap dari 0 db sampai 25 db dengan selisih 1 db Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0, Koheren Nonkoheren Koheren S-D Nonkoheren S-D Sebagai contoh misalkan nilai BER 10-3 yang dijadikan acuan untuk kualitas sistem suatu jaringan telekomunikasi. Demodulasi kooperatif yang koheren lebih baik sekitar 3 db dari demodulasi kooperatif nonkoheren. Sehingga kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama pada sistem kooperatif nonkoheren dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren. Pada SNR 0 db sampai 25 db dengan selisih 5 db besarnya BER koheren sebesar dan besarnya BER nonkoheren sebesar , maka pada BER 10-3 demodulasi koheren lebih baik 3 db dari nonkoheren. BER 10 0 Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0, Koheren Nonkoheren Eb/No Gambar 12 Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001 Pada gambar 12 terlihat performansi dari demodulasi koheren lebih baik dari pada demodulasi nonkoheren. Pada SNR 0 db sampai 25 db dengan selisih 5 db besarnya BER koheren sebesar dan besarnya BER nonkoheren sebesar BER Eb/No Gambar 11 Kinerja Koheren dan Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,01 Pada gambar 11 terlihat performansi sistem kooperatif yang koheren maupun nonkoheren lebih baik dari sistem nonkooperatif. Namun sistem koheren memerlukan waktu koherensi dan bandwidth yang lebar untuk sinkronisasi sehingga kompleksitasnya lebih tinggi dari sistim nonkoheren. Gambar 13 Kinerja Koheren dengan BER pada relay = 0,01 dan 0,00001

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) , maka pada BER 10-3 demodulasi koheren lebih baik sekitar 3 db dari nonkoheren. Pada gambar 13 terlihat performansi dari demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01. Pada SNR 0 db sampai 25 db dengan selisih 5 db besarnya BER pada relay = 0,01 sebesar dan besarnya BER pada relay = , pada SNR 10 db besarnya BER dari kedua metode tersebut sama. Dan pada SNR 15 db sampai 30 db demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01. Gambar 14 Kinerja Nonkoheren dengan BER pada relay = 0,01 dan 0,00001 Pada gambar 14 terlihat performansi dari demodulasi nonkoheren dengan BER pada relay = 0,00001 lebih baik dari pada demodulasi koheren dengan BER pada relay = 0,01. Pada SNR 0 db sampai 25 db dengan selisih 5 db besarnya BER = 0,01 sebesar dan besarnya BER pada relay = 0,00001 sebesar , pada SNR 10 db besarnya BER dari kedua metode tersebut sama. Dan pada SNR 15 db sampai 30 db demodulasi nonkoheren dengan BER pada relay = 0, Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan dapat diamati bahwa demodulasi nonkoheran memiliki unjuk kerja yang tidak terlalu jelek dari kooperatif yang koheren. Dengan adanya unjuk kerja BER sistemkooperatif nonkoheren sekitar 3 db lebih jelek dari sistem kooperatif yang koheren, di sini kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama pada sistem kooperatif nonkoheren dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren. Penerapan demodulasi nonkoheren lebih sederhana dibandingkan demodulasi koheren pada sistem komunikasi kooperatif.[1] Hal tersebut dikarenakan pada demodulasi nonkoheren tidak memerlukan proses sinkronisasi dibandingkan pada sistem kooperatif yang koheren. Dan dua skema posisi relay yang berada diantara sumber dan tujuan untuk dua metode yaitu demodulasi nonkoheren dan domudulasi koherenmemiliki unjuk kerja yang berbeda sekitar 1-2 db sehingga untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan peningkatan daya sekitar 26% untuk 1 db pada nilai BER 10-4 dan peningkatan daya sekitar 58% untuk 2 db pada nilai BER sekitar Di mana untuk BER=0,00001 pada relay memiliki unjuk kerja yang lebih baik atau skema relay yang dekat dengan sumber - tujuan dan ideal di titik tengah diantaranya. Sedangkan untuk skema relay yang jauh dari sumber atau tujuan diasumsikan BER=0,01 pada relay memiliki kinerja yang lebih buruk. Skema ini juga meliputi posisi relay dekat dengan sumber dan jauh dengan tujuan atau posisi relay jauh dari sumber dan dekat dengan tujuan. VI. KESIMPULAN/RINGKASAN 1. Penerapan demodulasi nonkoheren lebih sederhana dibandingkan demodulasi koheren pada sistem komunikasi kooperatif. Hal tersebut dikarenakan pada demodulasi nonkoheren tidak memerlukan proses sinkronisasi dibandingkan pada sistem kooperatif yang koheren. 2. Teknik nonkoheren yang lebih praktis untuk diterapkan pada sistem komunikasi kooperatif tersebut berpengaruh pada penurunan unjuk kerja demodulasinya. Hasil analisa unjuk unjuk kerja BER sistem kooperatif nonkoheren sekitar 3 db lebih jelek dari sistem kooperatif yang koheren. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan daya untuk mencapai nilai BER yang sama dibutuhkan daya dua kalinya dari sistem kooperatif yang koheren. 3. Pengaruh dua skema lokasi relay terhadap unjuk kerja BER sistem kooperatif nonkoheren, didapat penurunan unjuk kerja sistem sekitar 1-2 db seiring dengan peningkatan nilai BER pada relay. DAFTAR PUSTAKA [1] Chen, D. dan Nicholas, J. L, Noncoherent Demodulation for Cooperative Diversity in Wireless Systems, Notre Dame, IN [2] El Gamal, A., Capacity Theorems for Relay Channels, Stanford University, [3] Laneman, J.N., Cooperative Diversity in Wireless Networks: Algorithms and Architectures, Massachusetts Institute Of Technology, [4] Meier, A., Cooperative Diversity in Wireless Networks, University of Edinburgh, [5] Palat, R.C., Performance Analysis of Cooperative Communication for Wireless Networks, Virginia, [6] Rappaport, T.S., Wireless Communication: Principles and Practice, Prentice Hall, [7] Sklar, B., Digital Communications Fundamentals and Applications, 2 nd ed. New Jersey: Prentice-Hall, 2001.

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF 1/6 ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF I Gusti Putu Raka Sucahya - 2206100124 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI KOOPERATIF MULTINODE PADA JARINGAN NIRKABEL. M.Fadhlur Rahman

KOMUNIKASI KOOPERATIF MULTINODE PADA JARINGAN NIRKABEL. M.Fadhlur Rahman KOMUNIKAI KOOPERATIF MULTINOE PAA JARINGAN NIRKABEL M.Fadhlur Rahman - 2206100635 Bidang tudi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi epuluh Nopember Kampus IT, Keputih-ukolilo,

Lebih terperinci

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF Yuwanto Dwi Saputro 0600007 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS M- DMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD Oleh: Anjar Prasetya Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng. Ph.D. Ir. Titiek

Lebih terperinci

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD Anjar Prasetya - 2207 100 0655 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Modulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT

Modulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT Modulasi Digital Levy Olivia Nur, MT Model Komunikasi Digital Sumber informasi Analog atau digital Format Simbol digital Modulator Channel Baseband atau bandpass Noise Tujuan Informasi Unformat Demodulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi komunikasi digital saat ini dituntut untuk dapat mentransmisikan suara maupun data berkecepatan tinggi. Berbagai penelitian sedang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC 3.1 Pemodelan Sistem Gambar 13.1 Sistem transmisi MIMO-OFDM dengan AMC Dalam skripsi ini, pembuatan simulasi dilakukan pada sistem end-to-end sederhana yang dikhususkan

Lebih terperinci

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS.1 Karakteristik Kanal Nirkabel Perambatan sinyal pada kanal yang dipakai dalam komunikasi terjadi di atmosfer dan dekat dengan permukaan tanah, sehingga model perambatan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB III PEMODELAN SISTEM BAB III PEMODELAN SISTEM Secara umum, pemodelan dari sistem pengiriman data dengan sistem Alamouti secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut: Gambar 3. 1 Bagan sistem Alamouti secara keseluruhan

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING T.B. Purwanto 1, N.M.A.E.D. Wirastuti 2, I.G.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Winda Aulia Dewi 1, Yoedy moegiharto 2, 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Telekomunikasi, 2 Dosen Jurusan Teknik Telekomunikasi Politeknik

Lebih terperinci

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH 2.1 Multipath fading pada kanal nirkabel Sinyal yang ditransmisikan pada sistem komunikasi bergerak nirkabel akan mengalami banyak gangguan akibat pengaruh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713 IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713 Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Email: aryobaskoro@mail.unnes.ac.id Abstrak. Karakteristik kanal wireless ditentukan

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. 1, (215) ISSN: 2337539 (231-9271 Print) A Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP Desrina Elvia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem CDMA pengendalian daya baik pada Mobile Station (MS) maupun Base Station (BS) harus dilakukan dengan baik mengingat semua user pada CDMA mengggunakan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference Walid Maulana H 2208100101 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Gamantyo

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD Butet Nata M Simamora, Rahmad Fauzi Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1]. BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Multicarrier Code Divison Multiple Access (MC-CDMA) MC-CDMA merupakan teknik meletakkan isyarat yang akan dikirimkan dengan menggunakan beberapa frekuensi pembawa (subpembawa).

Lebih terperinci

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK) Sigit Kusmaryanto http://sigitkus@ub.ac.id I Pendahuluan Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada sinyal pembawa sehingga menghasilkan sinyal termodulasi.

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

Perancangan Zero Forcing Equalizer dengan modulasi QAM berbasis perangkat lunak

Perancangan Zero Forcing Equalizer dengan modulasi QAM berbasis perangkat lunak Perancangan Zero Forcing Equalizer dengan modulasi QAM berbasis perangkat lunak Akhmad Zainul Khasin, Yoedy Moegiharto, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi Laboratorium

Lebih terperinci

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN Imelda Uli Vistalina Simanjuntak 1 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Email: imelda.simanjuntak0110@gmail.com;

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading 1 / 6 B. Ari Kuncoro Ir. Sigit Haryadi, M.T. (ari.kuncoro1987@gmail.com) (sigit@telecom.ee.itb.ac.id) KK. Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Insitut Teknologi Bandung Abstrak Salah satu

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI

BAB II SISTEM KOMUNIKASI BAB II SISTEM KOMUNIKASI 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam mentransmisikan data dari sumber ke tujuan, satu hal yang harus dihubungkan dengan sifat data, arti fisik yang hakiki di pergunakan untuk menyebarkan

Lebih terperinci

Analisa Performansi Sistem Komunikasi Single- Input Multiple-Output pada Lingkungan Indoor Menggunakan WARP

Analisa Performansi Sistem Komunikasi Single- Input Multiple-Output pada Lingkungan Indoor Menggunakan WARP JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-122 Analisa Performansi Sistem Komunikasi Single- Input Multiple-Output pada Lingkungan Indoor Menggunakan WARP Raynal R.

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1 A. Pengertian RAKE Receiver The Rake Receiver adalah sebuah penerima radio yang dirancang untuk mengatasi pengaruh dari multipath fading. Hal ini dilakukan dengan menggunakan beberapa "subreceiver" yang

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING F. L. H. Utomo, 1 N.M.A.E.D. Wirastuti, 2 IG.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KOMUNIKASI KOOPERATIF PENGGUNA PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

ANALISIS KINERJA KOMUNIKASI KOOPERATIF PENGGUNA PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL KITEKTRO: Jurnal Online Teknik Elektro 18 e-issn: 2252-7036 Vol.1 No.2 2012: 18-24 ANALISIS KINERJA KOMUNIKASI KOOPERATIF PENGGUNA PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL Mayliana 1) dan Nasaruddin 2) Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT Kezia Elda, Lydia Sari, Analisis Kinerja Sphere Decoding 39 ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT Kezia Elda 1, Lydia Sari 2 Program Studi Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO Direstika Yolanda, Rahmad Fauzi Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal Fery Antony, ST Universitas IGM Gambar Teknik Pengkodean dan Modulasi a) Digital signaling: sumber data g(t), berupa digital atau analog, dikodekan menjadi sinyal

Lebih terperinci

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4] Analisa Kinerja Space Time Block Coding pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Andhini Dwitasari, Yoedy Moegiharto Jurusan

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang 1 BAB I 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang komunikasi yang berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun memungkinkan pengiriman data atau informasi tidak lagi hanya dalam bentuk teks, tetapi

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

UNJUK KERJA FREQUENCY HOPPING PADA KANAL SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK YANG MENGALAMI RAYLEIGH FADING INTISARI

UNJUK KERJA FREQUENCY HOPPING PADA KANAL SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK YANG MENGALAMI RAYLEIGH FADING INTISARI UNJUK KERJA FREQUENCY HOPPING PADA KANAL SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK YANG MENGALAMI RAYLEIGH FADING Andreas Ardian Febrianto Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga

Lebih terperinci

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis sistem Direct Sequence CDMA dengan menggunakan kode penebar yang berbeda-beda dengan simulasi menggunakan program Matlab. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan wireless menjadi salah satu sarana yang paling banyak dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Untuk menciptakan jaringan wireless yang mampu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi MIMO OFDM dengan teknik spatial multiplexing ini menggunakan berbagai macam parameter, yang mana dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada simulasi, digunakan tiga

Lebih terperinci

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM

Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM Estimasi Kanal Mobile-to-Mobile dengan Pendekatan Polinomial untuk Mitigasi ICI pada Sistem OFDM Nama : Mulyono NRP : 2210203007 Pembimbing : 1. Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, Ph.D 2. Ir. Titiek Suryani,

Lebih terperinci

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL Dosen: Ir. Arjuni BP, MT Dr. Enjang A. Juanda, M.Pd., MT PENDIDIKAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP A342 Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing ( OFDM) Menggunakan WARP Galih Permana Putra, Titiek Suryani, dan Suwadi Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri / Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN Warta Qudri / 0122140 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH 65, Bandung, Indonesia, Email : jo_sakato@yahoo.com ABSTRAK Kombinasi

Lebih terperinci

Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading

Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading Nur Andini 1, A. Ali Muayyadi 2, Gelar Budiman 3 1 Politeknik Telkom, 2 Institut Teknologi Telkom, 3 Institut Teknologi Telkom 1 andini_dhine@yahoo.com,

Lebih terperinci

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 TEE 843 Sistem Telekomunikasi 7. Modulasi Muhammad Daud Nurdin syechdaud@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016 Modulasi Prinsip Dasar Modulasi Modulasi Gelombang Kontinu Modulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan hasil simulasi pengaruh K - factor pada kondisi kanal yang terpengaruh Delay spread maupun kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi

Lebih terperinci

BAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim

BAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim BAB II NOISE.1 Umum Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim (transmitter) kepada penerima (receiver) tergantung pada seberapa akurat penerima dapat menerima sinyal yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi nirkabel sangat pesat. Gedung-gedung perkantoran, perumahan-perumahan, daerah-daerah pusat perbelanjaan menuntut akan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca.

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu TEKNIK MODULASI PRINSIP UMUM PRINSIP UMUM Bagian dari komunikasi Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu PRINSIP UMUM Modulasi merupakan suatu proses dimana informasi, baik berupa sinyal audio,

Lebih terperinci

Rancang Bangun Demodulator FSK 9600 Baud untuk Perangkat Transceiver Portable Satelit IiNUSAT - 1

Rancang Bangun Demodulator FSK 9600 Baud untuk Perangkat Transceiver Portable Satelit IiNUSAT - 1 1/6 Rancang Bangun Demodulator FSK 9600 Baud untuk Perangkat Transceiver Portable Satelit IiNUSAT - 1 Muhamad Aenurrofiq Alatasy, Prof. Ir. Gamantyo H., M.Eng, Ph.D. Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Modulasi Modulasi (mapping) adalah proses perubahan karakteristik dari sebuah gelombang carrier atau pembawa aliran bit informasi menjadi simbol-simbol. Proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu cara berpikir yang di mulai dari menentukan suatu permasalahan, pengumpulan data baik dari buku-buku panduan maupun studi lapangan, melakukan

Lebih terperinci

KAPASITAS KANAL DAN BIT ERROR RATE SISTEM D-MIMO DALAM VARIASI SPASIAL DAERAH CAKUPAN

KAPASITAS KANAL DAN BIT ERROR RATE SISTEM D-MIMO DALAM VARIASI SPASIAL DAERAH CAKUPAN KAPASITAS KANAL DAN BIT ERROR RATE SISTEM D-MIMO DALAM VARIASI SPASIAL DAERAH CAKUPAN Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro-FT, Universitas Udayana Email : gnr@yahoo.co.id Abstrak Kemajuan teknologi komunikasi,

Lebih terperinci

TEKNIK MODULASI DIGITAL LINEAR

TEKNIK MODULASI DIGITAL LINEAR TEKNIK MODULASI DIGITAL LINEAR I. Teknik Modulasi Dalam pengiriman sinyal pada sistem selular adalah berupa pengiriman sinyal baseband (sekumpulan data biner yang tidak dapat secara langsung ditransmisikan

Lebih terperinci

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG Bayu Sampurna (2206 100 180) Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir Gamantyo Hendrantoro, ME M.Eng. 2. Nyoman Gunantara, ST. MT Page

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer pada Kanal Flat Fading

Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer pada Kanal Flat Fading Jurnal Reka Elkomika 2337-439X Juli 2014 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Elektro Itenas Vol.2 No.3 Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PARAMETER LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL

OPTIMASI PARAMETER PARAMETER LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL OPTIMASI PARAMETER PARAMETER LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL Miftahur Rohman 1) dan Wirawan 2) Laboratorium Komunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Teknik modulasi dilakukan dengan mengubah parameter-parameter gelombang pembawa yaitu : - Amplitudo - Frekuensi - Fasa

Teknik modulasi dilakukan dengan mengubah parameter-parameter gelombang pembawa yaitu : - Amplitudo - Frekuensi - Fasa BAB II PEMBAHASAN Modulasi adalah proses menumpangkan sinyal informasi kepada sinyal pembawa, biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi. Terdapat tiga parameter kunci pada suatu gelombang sinusoidal

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak ABSTRAK Nur Hidayati Hadiningrum 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BASIS PERANGKAT LUNAK Nizal Fanani, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ)

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ) ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ) Ginda Utama Putri, Rahmad Fauzi Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2012/2013 JUDUL ( FSK) FREQUENCY SHIFT KEYING GRUP 1 TELKOM 3D PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi wireless saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat penting dalam banyak aspek di kehidupan sehari-hari. Semakin banyak komputer yang menggunakan

Lebih terperinci

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC S TUGAS AKHIR RE 1599 STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC IFTITAH ANGGRAINI NRP 2202 100 009 Dosen Pembimbing Ir.Titiek Suryani, MT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Lebih terperinci

Praktikum Sistem Komunikasi

Praktikum Sistem Komunikasi UNIT V Modulasi BPSK dan DPSK 1. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui perbedaan komunikasi analog dengan komunikasi digital 2. Mengetahui jenis-jenis format data coding 3. Mampu memahami sistem komunikasi digital

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak Kusuma Abdillah, dan Ir Yoedy Moegiharto, MT Politeknik Elektro Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh November

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1. ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO Kukuh Nugroho 1 1 Jurusan Teknik Telekomunikasi, Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto e-mail :kukuh@st3telkom.ac.id

Lebih terperinci

FUNDAMENTAL OF WIRELESS NETWORKS & COMMUNICATION SYSTEM

FUNDAMENTAL OF WIRELESS NETWORKS & COMMUNICATION SYSTEM FUNDAMENTAL OF WIRELESS NETWORKS & COMMUNICATION SYSTEM (Pengantar Jaringan Nirkabel dan Sistim Komunikasi) Oleh: Prima Kristalina (EEPIS Wireless Sensor Networks Research Group) 2015 OVERVIEW Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan teknologi semakin pesat, terutama dalam bidang komunikasi data. Komunikasi berarti pengiriman informasi dari pengirim ke penerima

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654 ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN ALGORITMA MAXIMAL RATIO COMBINING PADA KANAL RAYLEIGH DAN RICIAN

Lebih terperinci

Teknik Telekomunikasi

Teknik Telekomunikasi Teknik Telekomunikasi Konsep Dasar Telekomunikasi Jenis-jenis Telekomunikasi Sinyal Modulasi Pengkodean Dosen Pengampu : Muhammad Riza Hilmi, ST. Email : rizahilmi@gmail.com Konsep Dasar Telekomunikasi

Lebih terperinci

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG 1/6 OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG Bayu Sampurna 2206 100 180 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro Kampus

Lebih terperinci

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass

Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass Page 1 of 8 Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass 7.2.1 Basis Ruang Keadaan Sinyal Pada dasarnya deteksi pada sinyal terima bandpass digital dari sinyal kirim mempunyai dua

Lebih terperinci

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009 MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 29 Sirmayanti, Pemodelan End-to End SNR pada Dual-Hop Transmisi dengan MMFC PEMODELAN END-TO-END SNR PADA DUAL-HOP TRANSMISI DENGAN MIXED MULTIPATH FADING CHANNEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1]. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Meneliti dan menganalisis Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding dalam hal (BER) Bit Error Rate sebagai fungsi Eb/No. 1.2. Latar Belakang Dalam sistem komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang sangat pesat, maka sistem komunikasi wireless digital dituntut untuk menyediakan layanan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Dengan semakin berkembangnya kebutuhan akses data berkecepatan tinggi, diperlukan suatu layanan broadband dimana memiliki pita frekuensi yang lebar. Layanan broadband

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB III PEMODELAN SISTEM BAB III PEMODELAN SISTEM Untuk mengetahui unjuk kerja sistem MIMO MC-CDMA, dilakukan perbandingan dengan sistem MC-CDMA. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa sistem MIMO MC-CDMA merupakan

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX Sebelum pembuatan perangkat lunak simulator, maka terlebih dahulu dilakukan pemodelan terhadap sistem yang akan disimulasikan. Pemodelan ini dilakukan agar

Lebih terperinci

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM Furi Diah Ayu Hapsari 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,Dosen

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T oleh : ANGGY KUSUMA DEWI WISMAL (2211105016) Pembimbing 1 Dr. Ir. Suwadi, MT Pembimbing 2 Titiek Suryani, MT Latar Belakang Pada pengiriman data,

Lebih terperinci

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-44 Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference Walid Maulana H, Gamantyo Hendrantoro,

Lebih terperinci

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii ABSTRAK Direct Sequence - code Division Multiple Acces (DS-CDMA) merupakan teknik CDMA yang berbasis teknik Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS). DS-CDMA adalah salah satu teknik akses spread spectrum

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber BAB II DASAR TEORI 2. 1 Teknologi Radio Over Fiber Teknologi ROF adalah sebuah teknologi dimana sinyal microwave (elektrik) didistribusikan oleh komponen dan teknik optik [8]. Sistem ROF terdiri dari CU

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Skema CDMA

Gambar 2.1 Skema CDMA ANALISA SPACE TIME BLOCK CODING PADA SISTEM PARALLEL INTERFERENCE CANCELLATION MULTI PENGGUNA DETECTION CDMA DENGAN MENGGUNAKAN MODULASI BPSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK Violetta Wailisahalong, Ir. Yoedy

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) JOSUA RINGIGAS BARAT HUTABARAT Program Studi Teknik Elektro Konsentrasi Teknik Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknik Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

Rancang Bangun Demodulator FSK pada Frekuensi 145,9 MHz untuk Perangkat Receiver Satelit ITS-SAT

Rancang Bangun Demodulator FSK pada Frekuensi 145,9 MHz untuk Perangkat Receiver Satelit ITS-SAT JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Rancang Bangun Demodulator FSK pada Frekuensi 145,9 MHz untuk Perangkat Receiver Satelit ITS-SAT Respati Loy Amanda, Eko Setijadi, dan Suwadi Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

BAB II TEKNIK PENGKODEAN BAB II TEKNIK PENGKODEAN 2.1 Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu kumpulan dengan sesuatu yang lain. Seperti

Lebih terperinci

ANALISA UNJUK KERJA 16 QAM PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE

ANALISA UNJUK KERJA 16 QAM PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE ANALISA UNJUK KERJA 16 QAM PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE Langgeng Yulianto, Agung Wibowo, Miftahul Huda Kampus PENS ITS Keputih Sukolilo Surabaya 6011 Telp: (+62)-31-5947280, Fax: (+62)-31-5946114

Lebih terperinci

1 Deskripsi METODE KOMUNIKASI PADA JARINGAN AD-HOC BERUPA PROTOKOL DIVERSITAS KOOPERATIF Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan metode komunikasi pada jaringan ad-hoc berupa protokol diversitas

Lebih terperinci

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) Aditya Ananta 1), Imam Santoso 2), Ajub Ajulian Zahra 2)

Lebih terperinci