PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume) SITI KHALIMAH A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume) SITI KHALIMAH A"

Transkripsi

1 1 PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume) SITI KHALIMAH A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 3 RINGKASAN SITI KHALIMAH. Pengaruh Pemberian KNO 3 terhadap Pertumbuhan Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). EDI SANTOSA. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi dan cara aplikasi KNO 3 yang tepat guna memperpanjang masa vegetatif tanaman iles-iles. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2010 sampai April 2011 di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Percobaan disusun secara faktorial menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi KNO 3 terdiri atas: K 1 = 0 % pangkas, K 2 = 0 %, K 3 = 2 %, K 4 = 4 %, K 5 = 6 %, dan K 6 = 8 %. Faktor kedua ialah cara pemberian KNO 3 yang terdiri atas: penyemprotan lewat daun (P 1 ) dan penyiraman melalui tanah (P 2 ). Terdapat tiga jenis pengamatan, yaitu pengamatan vegetatif setiap dua minggu, pengamatan destruktif pada minggu ke 8, 16, dan 24, serta pengamatan panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi KNO 3 tidak meningkatkan peubah vegetatif. Pada penelitian ini, cara aplikasi memberikan respon berbeda terhadap peubah vegetatif dan panen destruktif. Cara aplikasi melalui penyiraman ke tanah memberikan respon terbaik terhadap komponen vegetatif yaitu panjang petiol, diameter petiol, lebar rachis, dan menekan intensitas kerusakan rachis. Cara aplikasi melalui penyemprotan daun meningkatkan bobot basah dan bobot kering umbi dan akar pada 24 MST. Terdapat interaksi antara konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi, terutama pada panjang petiol dan jumlah anak daun pertama. Aplikasi 8 % KNO 3 dengan cara disiram melalui tanah menghasilkan petiol paling panjang, yaitu cm. Namun, hal ini tidak berbeda dengan 0 % KNO 3 yang diaplikasikan dengan disemprot atau disiram. Penyiraman melalui tanah menggunakan KNO 3 pada konsentrasi 0 % dan 8 % memberikan jumlah anak daun paling banyak yaitu 15 buah. Hal tersebut sama dengan aplikasi 6 % KNO 3 dengan cara disemprot.

3 PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume) Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Siti Khalimah A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul : PENGARUH PEMBERIAN KNO 3 TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume). Nama : SITI KHALIMAH NIM : A Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. NIP Mengetahui Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.Agr. NIP Tanggal Lulus:

5 5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pemalang, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 30 Juli Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Ramdhoni dan Ibu Musiyam. Penulis menyelesaikan pendidikan formal diawali dari TK Muslimat 01 Kebondalem tahun , kemudian pendidikan dasar di SD Negeri 03 Kebondalem pada tahun Pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 02 Pemalang pada tahun dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 01 Pemalang pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Fisika pada tahun ajaran 2008/2009, Metode Statistika pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, dan Dasar Pemuliaan Tanaman pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB. Selama studi di Institut Pertanian Bogor penulis bergabung dalam kegiatan ekstrakurikuler Bimbingan Remaja dan Anak (Birena) DKM Al-Hurriyah periode 2007/2008 dan kelembagaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian periode 2008/2009. Penulis pernah berkesempatan untuk melaksanakan magang liburan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB pada tahun Selain itu penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor pada tahun 2010 dengan judul laporan Pembentukan Masyarakat Madani melalui Pemanfaatan Sumber Daya Lokal.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat, dan kemudahan sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian KNO 3 terhadap Pertumbuhan Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW juga kepada keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa tetap istiqomah hingga tibanya hari perhitungan kelak. Penelitian mengenai pengaruh KNO 3 terhadap produksi tanaman iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) bertujuan agar diperoleh umbi yang berukuran besar dalam waktu yang lebih singkat. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. selaku pembimbing skripsi, Prof. Dr. Ir. Muhamad Achmad Chozin, M.Agr. selaku pembimbing akademik, Ir. Adolf Pieter Lontoh, M.S. dan Ir. Henny Purnamawati, M.S. selaku dosen penguji, Bapak Ramdhoni dan Ibu Musiyam selaku orang tua yang selalu memberikan dukungan, teman-teman Agronomi dan Hortikultura 44, Saudara-saudara di Wisma Ayu, serta Sahabat IMPP (Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Pemalang). Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil. Penulis berharap semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi kemajuan pertanian Indonesia. Bogor, Juli 2011 Penulis

7 7 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani... 4 Ekologi... 7 Budidaya... 8 Nutrisi Iles-iles... 9 Kalium Nitrat (KNO 3 ) Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan Pelaksanaan Percobaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Panjang Petiol Diameter petiol Lebar Rachis Jumlah Anak Daun Lama Fase Vegetatif Intensitas Kerusakan Daun Jumlah Daun Panen Destruktif Komponen Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

8 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbandingan Ciri Morfologi Tanaman Iles-iles atau Amorphophallus muelleri Blume Komposisi Kimia Umbi Segar dan Tepung Iles-iles Rata-rata Panjang Petiol Daun Pertama Tanaman Iles-iles Rata-rata Panjang Petiol Daun Kedua Tanaman Iles-iles Rata-rata Panjang Petiol Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Interaksi Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Panjang Petiol Daun kedua Tanaman Iles-iles pada 22 MST Rata-rata Diameter Petiol Daun Pertama Tanaman Iles-iles Rata-rata Diameter Petiol Daun Kedua Tanaman Iles-iles Rata-rata Diameter Petiol Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Rata-rata Lebar Rachis Daun Pertama Tanaman Iles-iles Rata-rata Lebar Rachis Daun Kedua Tanaman Iles-iles Rata-rata Lebar Rachis Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Rata-rata Jumlah Anak Daun Tanaman Iles-iles Interaksi Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Jumlah Anak Daun Pertama Tanaman Iles-iles pada Saat 22 MST Rata-rata Lama Fase Vegetatif Tanaman Iles-iles Intensitas Kerusakan Daun Pertama Tanaman Iles-iles Intensitas Kerusakan Daun Kedua Tanaman Iles-iles Intensitas Kerusakan Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Pertama Panen Destruktif 16 MST Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Kedua Panen Destruktif 16 MST Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Hasil Panen Destruktif 16 MST Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Kedua Panen Destruktif 24 MST Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Hasil Panen Destruktif 24 MST Panen Destruktif Tanaman Iles-iles dengan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Komponen Hasil Tanaman Iles-iles... 47

9 9 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Siklus Amorphophallus muelleri Blume Cara Pengukuran Peubah Pengamatan. (a) Cara Mengukur Panjang dan Diameter Petiol, (b) Cara Mengukur Lebar Rachis dan Jumlah Anak Daun, (c) Cara Mengukur Diameter dan Tinggi Umbi Jenis Kondisi Umum Pertanaman Iles-iles pada Saat Percobaan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo Kondisi Serangan Hama dan Penyakit pada Saat Percobaan (a) Papilio molytes L., (b) Ulat dari Famili Sphingidae, (c) Leptocorisa acuta, (d) Tetrigidae, (e) Bemisia tabaci, (f) Gejala Dansheen mosaic, (g) Gejala Layu Bakteri, (h) Serangan Sclerotium sp Kondisi Panjang Petiol Tanaman Iles-iles dengan Perlakuan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Kondisi Diameter Petiol Tanaman Iles-iles dengan Perlakuan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Pertumbuhan Lebar Rachis Tanaman Iles-iles dengan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Intensitas Kerusakan Rachis Tanaman Iles-iles Bobot Basah Panen Destruktif pada 8 MST Bobot Kering Panen Destruktif pada 8 MST Kadar Air Panen Destruktif pada 8 MST Komponen Hasil Tanaman Iles-iles dengan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Gejala Tanaman Kekurangan Unsur Kalium yang Ditemui pada Tanaman yang Disiram (a) Spathiphyllum dan (b) Amorphophallus muelleri

10 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data Klimatologi September 2010 sampai April Hasil Analisis Tanah yang Digunakan untuk Percobaan Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Uji T Tanaman Iles-iles yang Dilakukan Pemangkasan dan Tanpa pemangkasan Hasil Uji T Tanaman Iles-iles yang Dipangkas dan Tidak Dipangkas terhadap Jumlah Daun dan Lama Fase Vegetatif Hasil Uji T Tanaman Iles-iles terhadap Komponen Panen Destruktif Tanaman Iles-iles Hasil Uji T Tanaman Iles-iles terhadap Komponen Hasil Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Panjang Petiol Pertama Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Diameter Petiol Pertama Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lebar Rachis Pertama Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Jumlah Anak Daun Pertama Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lama Vegetatif Daun Pertama Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Intensitas Kerusakan Daun Pertama Tanaman Ilesiles Sidik Ragam Panjang Petiol kedua Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Diameter Petiol kedua Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lebar Rachis kedua Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Jumlah Anak Daun kedua Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lama Vegetatif Daun kedua Tanaman Iles-iles Intensitas Kerusakan Daun kedua Sidik Ragam Panjang Petiol ketiga Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Diameter Petiol ketiga Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lebar Rachis ketiga Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Jumlah Anak Daun ketiga Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Lama Vegetatif Daun ketiga Tanaman Iles-iles Intensitas Kerusakan Daun ketiga Sidik Ragam Destruktif 8 MST Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Destruktif 16 MST Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Destruktif 24 MST Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Hasil Tanaman Iles-iles Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Iles-iles... 97

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian merupakan salah satu kekayaan sumber daya nabati Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan terutama dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Sejauh ini perhatian pemerintah, termasuk peneliti, lebih fokus pada kelompok umbi-umbian yang tergolong utama (major root crops), seperti ubi kayu dan ubi jalar. Jenis umbi-umbian minor (minor root crops) asli Indonesia relatif masih terabaikan, salah satunya adalah iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) (Prana, 2006). Iles-iles termasuk dalam keluarga Araceae yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Iles-iles menghasilkan karbohidrat dalam bentuk glukomannan yang cukup tinggi (Harijati, 2010). Glukomannan merupakan polisakarida hidrokoloid yang terdiri dari D-glukosa dan D-mannosa (Towaha, 2010). Glukomannan dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam industri perekat, tekstil, bahan negatif film, bahan isolator, pita seluloid, makanan, kosmetik, kertas, dan bahan pembawa obat-obatan (Jansen et al., 1996; Long dan Lin, 1998). Iles-iles termasuk dalam tanaman tahunan (perennial) dan secara alami tumbuh sebagai vegetasi sekunder di pinggiran hutan pada ketinggian m di atas permukaan laut dengan curah hujan mm (Jansen et al., 1996; Sugiyama dan Santosa, 2008). Iles-iles tumbuh subur pada tanah bertekstur liat berpasir, struktur gembur, dan tidak becek (tergenang air). Selain itu, drainase yang baik, dengan kandungan humus tinggi, dan ph tanah juga merupakan kondisi lingkungan yang baik untuk iles-iles. Intensitas cahaya matahari optimal untuk iles- iles adalah % (Jansen et al., 1996). Tanaman iles-iles tumbuh selama musim penghujan dan dorman pada musim kemarau (Gambar 1). Siklus tersebut berlangsung hingga ukuran umbi siap untuk dipanen. Iles-iles memerlukan waktu tiga tahun dari mulai bibit atau bulbil hingga panen. Hal ini terjadi karena setengah dari masa prapanen tersebut adalah periode dormansi, sehingga memperpendek waktu dormansi atau memperpanjang masa tumbuh menjadi fokus para peneliti. Adanya dormansi tersebut dipandang

12 merugikan dalam budidaya tanaman iles-iles karena petani memerlukan waktu lama untuk panen. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan teknik budidaya melalui penghindaran dormansi (skip dormancy) agar diperoleh umbi yang berukuran besar dalam waktu yang lebih singkat. Umumnya, umbi dipanen setelah tiga tahun, tetapi jika umbi bibit yang ditanam semakin besar maka umur panen juga semakin singkat (Jansen et al., 1996; Sugiyama dan Santosa, 2008). Studi pendahuluan menunjukkan bahwa pemberian KNO 3 mampu menunda waktu dormansi pada iles-iles, sehingga diperoleh umbi yang berukuran lebih besar dalam satu siklus tanam (Santosa et al., unpublished). Temuan awal tersebut perlu diverifikasi di lapangan sehingga teknologi tersebut dapat aplikatif bagi petani. Umbi Daun Umbi Dorman Daun Mati Gambar 1. Siklus Amorphophallus muelleri Blume Pupuk KNO 3 mengandung dua unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman yaitu 44 % kalium dan 12 % nitrogen. Nitrogen dan kalium merupakan dua unsur penting yang diperlukan tanaman iles-iles. Secara umum aplikasi KNO 3 pada tanaman mampu mengatasi tunas yang dorman karena mampu mengaktifkan giberellin. Hasil penelitian Ginting et al. (2008) menunjukkan bahwa pemberian KNO 3 4 g/l menghasilkan jumlah daun dan panjang flush yang paling tinggi pada

13 3 tanaman mangga. Adapun hasil penelitian Andriani (2008) menunjukkan bahwa kalium nitrat (KNO 3 ) dapat meningkatkan pertumbuhan, jumlah bunga, jumlah buah, dan produktivitas buah cabai merah (Capsicum annuum L). Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting untuk respirasi dan fotosintesis. Kalium juga dapat digunakan untuk mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995a). Nitrogen merupakan komponen utama klorofil, protein, asam amino, dan enzim. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan daun dan batang, pertunasan, pembentukan klorofil, meningkatkan serapan unsur hara, dan pengaruhnya penting terhadap peningkatan hasil (Sumarwoto dan Widodo, 2008). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi KNO 3 terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman iles-iles. Hipotesis Pemberian KNO 3 akan meningkatkan pertumbuhan tanaman iles-iles dan cara aplikasi memberikan respon yang berbeda pada tanaman iles-iles.

14 TINJAUAN PUSTAKA Botani Taksonomi tanaman iles-iles menurut Jansen et al. (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledone Ordo : Aracales Famili : Araceae Sub famili : Aroideae Genus : Amorphophallus Spesies : Amorphophallus muelleri Blume Sinonim dari Amorphophallus muelleri Blume adalah Amorphophallus blumei (Schott) Engler (1879), Amorphophallus oncophyllus Prain (1893), Amorphophallus burmanicus Hook.f. (1893), dan Brachyspatha muelleri (Blume) Schott (1856) (Jansen et al., 1996; Yuzammi, 2009). Di Indonesia, iles-iles memiliki beberapa nama lokal diantaranya adalah badur, badul, badung, kajrong, porang, lotrok (Jawa); acung, iles, cocoan oray (Sunda); kruwu, labing (Madura) (Lingga et al., 1989; Lahiya, 1993; Jansen et al., 1996). Ciri khas dari iles-iles adalah adanya bulbil (umbi tetas atau umbi daun) pada setiap cabang tulang daun. Pada fase vegetatif, tanaman iles-iles menghasilkan batang semu yang merupakan tangkai daun (Gambar 2). Banyak orang mengira bahwa tangkai tersebut adalah batang. Ciri lain yang menyolok adalah kulit batang semu yang mempunyai pola spot belah ketupat. Morfologi iles-iles selengkapnya tersaji pada Tabel 1.

15 5 Tabel 1. Ciri Morfologi Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) Macam Ciri Daun Warna Permukaan Bentuk Deskripsi Hijau muda sampai hijau tua dengan warna tepi daun ungu muda (daun muda), hijau (umur sedang), dan kuning (daun tua) Halus, licin, dan bergelombang Elips dengan ujung daun runcing Batang semu atau tangkai daun Warna Permukaan Diameter Panjang Hijau muda sampai hijau tua dan terdapat bercak putih kehijauan Halus dan licin mm cm Umbi Batang Warna luar Warna dalam Bentuk Permukaan Bobot Diameter Coklat tua Kuning Bulat agak lonjong berserabut akar dengan bangun teratur Halus sampai kasar Mencapai 3000 g Mencapai 28 cm

16 Bulbil Warna luar Warna dalam Permukaan Bobot Letak Bentuk Diameter Coklat Kuning Kasar 1-23 g Pada percabangan tulang daun dan anak daun, di atas percabangan tangkai daun Bulat simetris sampai lonjong mm Bunga Bentuk Susunan Seludang bunga (Spathe) Tangkai Putik Benang sari Seperti tombak ujung tumpul (diameter 4-7 cm), tinggi cm, uniseksual Seludang bunga, putik, dan benang sari Pendek, membulat, agak tegak, satu buah. Bagian bawah hijau keunguan bercak putih, bagian atas juga bercak putih. Tinggi cm dengan diameter 6-8 cm. Hijau muda sampai hijau tua bercak putih kehijauan, tinggi cm, diameter mm, dengan permukaan halus dan licin Merah hati Benang sari terdiri atas benag sari fertil (bawah) dan benang sari steril (atas). Bagian steril kuning kecoklatan dan bagian fertil hijau.

17 7 Cone Bunga Jantan Bunga Betina Spathe Buah Tipe Warna Bentuk tandan Jumlah buah Jumlah biji Umur masak buah Masa dorman biji (Sumber: Sumarwoto 2005) Berdaging dan majemuk Hijau waktu muda, kuning kehijauan mulai tua, orange sampai merah pada saat masak Tandan berbentuk lonjong yang meruncing ke pangkal, diameter mm, dan tinggi cm butir per tongkol buah 2-4 biji per buah 8-9 bulan mulai dari pembungaan 5-6 bulan (Sumber: Sumarwoto 2005) Sumber: Jansen et al. (1996) (Sumber: Sumarwoto 2005) Ekologi Iles-iles merupakan salah satu tanaman tahunan yang dapat tumbuh di daerah tropis sampai sub tropis. Iles-iles dibudidayakan secara tumpang sari di bawah tanaman hutan, kelapa, dan jati. Iles-iles juga dapat ditemukan di bawah

18 rumpun bambu, tepi sungai, semak belukar, dan tempat-tempat di bawah naungan. Tanaman ini membutuhkan naungan dalam siklus hidupnya, yaitu sebesar % (Kasno et al., 2007). Iles-iles banyak didapatkan pada naungan bervariasi antara lahan terbuka sampai sekitar 90 % naungan (Sumarwoto dan Widodo, 2008). Iles- iles tersebar pada ketinggian tempat dengan kisaran m di atas permukaan laut dengan curah hujan mm/tahun atau mm/bulan dengan suhu optimum C (Jansen et al., 1996; Kasno et al., 2007; Sugiyama dan Santosa, 2008). Pada dasarnya iles-iles dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan, kecuali pada tanah rawa dan payau. Iles-iles tumbuh baik pada tanah berstruktur gembur dan kaya humus serta hara, bertekstur liat berpasir, berdrainase baik, dan memiliki kisaran ph antara (Jansen et al., 1996). Sumarwoto (2004) dan Kasno et al. (2007) menambahkan bahwa iles- iles juga mampu tumbuh pada tanah agak asam sampai netral. Budidaya Iles-iles dapat diperbanyak melalui biji, umbi, dan bulbil. Umbi dan bulbil memiliki masa dormansi yang relatif sama yaitu 5-6 bulan. Perbanyakan dengan umbi membutuhkan umbi dalam jumlah besar kira-kira dapat mencapai 25 % dari hasil panen. Bulbil juga dapat ditanam seperti umbi-umbi kecil. Satu hektar Amorphophallus muelleri Blume dapat menghasilkan kira-kira bulbil dan 1.8 juta biji (daya berkecambah sekitar 60 %) (Jansen et al., 1996). Iles-iles biasanya ditanam pada awal musim penghujan, yaitu pada bulan November (Jansen et al., 1996). Tahapan budidaya iles-iles diawali dengan persiapan lahan. Iles-iles yang ditanam pada lahan yang memiliki tanah padat biasanya memiliki umbi pipih (Jansen et al., 1996; Sugiyama dan Santosa, 2008). Lubang tanam yang direkomendasikan Jansen et al. (1996) untuk pertanaman ilesiles adalah 60 cm x 60 cm x 45 cm, tetapi menurut Sugiyama dan Santosa (2008) iles-iles dapat juga dapat ditanam pada lubang tanam yang lebih kecil, yaitu 30 cm x 30 cm x 30 cm atau 20 cm x 20 cm x 20 cm. Iles-iles ditanam dengan jarak tanam sesuai dengan bahan tanam yang digunakan, semakin besar ukuran bahan tanam, semakin besar jarak tanamnya.

19 9 Tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat di daerah perakaran. Tanaman dapat tumbuh optimal apabila ketersediaan unsur hara dalam tanah cukup. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan berupa pupuk organik dan pupuk anorganik. Dosis pemupukan tergantung dari tingkat kesuburan tanah yang akan digunakan. Menurut Jansen et al. (1996) pupuk yang digunakan dalam setiap ha tanaman iles-iles adalah 25 ton pupuk organik, 20 kg N, 40 kg P 2 O 5, dan 80 kg K 2 O yang diberikan pada saat tanam dan 20 kg N pada saat 2-3 bulan setelah tanam. Tanaman iles-iles merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Namun, untuk mendapatkan hasil optimal perlu perawatan, diantaranya penyiangan, penggemburan tanah disekitar tanaman, dan pembuatan saluran drainase. Tanaman iles-iles dapat dipanen 2.5 tahun setelah tanam atau setelah mengalami tiga kali fase vegetatif. Ciri-ciri tanaman yang dapat dipanen adalah sebagian besar atau semua bagian daun sudah layu dan kering. Iles-iles memiliki dua siklus hidup, yaitu vegetatif dan generatif yang dipisahkan oleh masa dorman. Fase vegetatif diawali dari penunasan, kemudian tumbuh akar pada dasar tunas di atas umbi, diikuti dengan pemanjangan batang semu dan daun. Umbi baru terbentuk di bagian dasar batang semu, umbi lama akan mengerut dan membusuk. Pada musim kemarau daun mengering dan tanaman dorman. Saat musim hujan tiba, tanaman akan memasuki fase vegetatif berikutnya atau fase generatif. Selama fase generatif tanaman akan menghasilkan biji dan tidak terdapat daun (Jansen et al., 1996). Nutrisi Iles-iles Di Indonesia umbi iles-iles dapat digunakan sebagai makanan pokok pada saat produksi beras belum melimpah seperti saat ini. Umbi iles-iles jarang dikonsumsi langsung karena mengandung kristal kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal. Rasa gatal tersebut dihilangkan dengan cara dibuat gaplek atau tepung. Komposisi kimia umbi dan tepung iles-iles dapat dilihat pada Tabel 2.

20 Tabel 2. Komposisi Kimia Umbi Segar dan Tepung Iles-iles Analisis Air Glukomannan Pati Protein Lemak Serat kasar Kalsium Oksalat Abu Logam berat (Cu) Sumber: Arifin (2001) Kandungan per 100 g Umbi segar (%) Tepung (%) Tepung iles-iles dibuat sebagai bahan baku konyaku, yaitu makanan khas Jepang. Caranya adalah keripik umbi diproses lebih lanjut untuk memperoleh glukomannan. Banyak manfaat glukomannan dalam bidang kesehatan, seperti sebagai obat disentri, kolera, menurunkan tekanan darah, kolesterol, rematik, kencing manis, serta gangguan pencernaan (Lingga et al., 1989; Jansen et al., 1996). Kalium Nitrat (KNO 3 ) Kalium nitrat (KNO 3 ) mengandung dua unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman, yaitu 44 % kalium dan 12 % nitrogen. Nitrogen dan kalium merupakan dua unsur makro yang diperlukan tanaman. Kalium diserap tanaman dalam bentuk K +. Ion ini dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ muda. Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz and Zeiger, 2002). Kalium juga dapat mengaktifkan enzim yang membentuk pati (Salisbury dan Ross, 1995a). Tanaman yang kekurangan kalium akan mengakumulasi karbohidrat lebih rendah karena fotosintesis berjalan lambat. Kekurangan kalium juga menyebabkan daun menjadi kuning, batang menjadi lemah, dan rentan terhadap hama dan penyakit (Salisbury dan Ross, 1995a). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO 3- + atau NH 4 (Salisbury dan Ross, 1995b). Nitrogen merupakan komponen utama klorofil, protein, asam amino, dan enzim. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan daun dan batang,

21 11 pertunasan, pembentukan klorofil, meningkatkan serapan unsur hara, dan pengaruhnya penting terhadap peningkatan hasil (Sumarwoto dan Widodo, 2008). Tanaman yang kekurangan nitrogen akan menjadi kuning atau kuning kecoklatan dan akhirnya mati. Namun, tanaman yang kelebihan nitrogen akan mengalami pertumbuhan tajuk yang berlebihan, tetapi umbi yang dihasilkan kecil-kecil.

22 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan 12 April Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan adalah 288 umbi iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) yang berumur satu tahun, dengan bobot 21.3 ± 3.7 g, diameter 3.7 ± 0.39 cm, dan tinggi 2.4 ± 0.28 cm. Pupuk yang digunakan adalah 4 g N/tanaman, 3 g P 2 O 5 /tanaman, 2 g K 2 O/tanaman, pupuk kandang 1 kg/tanaman, Furadan 3G 2 g/tanaman, dan kalium nitrat (KNO 3 ). Kalium nitrat mengandung 15 % N, 14 % K 2 O, 18 % Na, dan 0.05% B. Bakterisida Agrept yang mengandung 20 % streptomisin sulfat digunakan dengan konsentrasi 0.15 % dan dosis 40 cc/tanaman. Bahan lain yang digunakan adalah polibag 50 cm x 50 cm, paranet 50 %, bambu, dan tali rafia. Alat yang digunakan antara lain jangka sorong, sprayer, meteran, cangkul, alat siram, oven, dan blender. Metode Percobaan Percobaan dilaksanakan secara faktorial menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi KNO 3 terdiri atas: K 1 = 0 % pangkas, K 2 = 0 %, K 3 = 2 %, K 4 = 4 %, K 5 = 6 %, dan K 6 = 8 % (g/l). Faktor kedua ialah cara pemberian KNO 3 terdiri atas: penyemprotan lewat daun (P 1 ) dan penyiraman melalui tanah (P 2 ). Pada setiap ulangan terdapat 8 tanaman, yang terdiri dari 5 tanaman yang diamati setiap dua minggu dan 3 tanaman pengamatan destruktif pada minggu ke 8, 16, dan 24, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah Y ijk =µ+α i +β j +(αβ) ij +т k +ε ijk

23 13 Keterangan: Y ijk = Hasil pengamatan pada perlakuan α ke-i, perlakuan β ke-j, dan kelompok ke-k µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan kosentrasi KNO 3 ke-i; i = 1, 2, 3, 4, 5 β j = Pengaruh perlakuan cara aplikasi ke-j; j = 1, 2 (αβ) ij = Pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi KNO 3 ke-i dan perlakuan cara aplikasi ke-j т k = Pengaruh kelompok ke-k; k = 1, 2, 3 ε ijk = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan α ke-i, perlakuan β ke-j dan kelompok ke-k Pengaruh konsentrasi KNO 3 dan cara pemberian KNO 3 terhadap produksi iles-iles dapat diketahui dengan menggunakan analisis ragam. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Pengaruh pemangkasan iles-iles dianalisis menggunakan uji t. Pelaksanaan Percobaan Penanaman dilakukan pada polibag yang berisi campuran pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:9 (v/v). Polibag yang telah diisi media kemudian diletakkan di bawah paranet 50 % dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm (Gambar 3). Umbi ditanam sebanyak satu umbi per polibag dengan kedalaman kurang lebih 3 cm dari permukaan tanah. Urea, KCl, dan SP-18 diberikan pada saat 4 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis yang telah ditentukan. Urea diberikan sebanyak setengah dosis, sisanya diberikan pada saat tanaman berumur 8 MST. Furadan 3G diberikan secukupnya di sekeliling lubang tanam. Perlakuan KNO 3 dan pemangkasan dilakukan pada tiga bulan setelah tanam. Aplikasi KNO 3 dilakukan dengan selang waktu dua minggu sampai daun terakhir iles-iles menguning. Konsentrasi KNO 3 yang diberikan sesuai perlakuan. Volume yang digunakan pada penyemprotan dan penyiraman adalah 30 cc/tanaman.

24 Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit, serta pemberian ajir agar tidak roboh. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual seminggu sekali. Pengendalian hama dan penyakit dilakuan secara kimiawi dan manual. Pengendalian secara kimia dilakukan pada saat 13 MST dengan menyemprotkan Agrept ke tanaman. Pengamatan Terdapat tiga jenis pengamatan, yaitu pengamatan vegetatif setiap dua minggu, pengamatan destruktif pada minggu ke 8, 16, dan 24, serta pengamatan panen (Gambar 2). Pengamatan vegetatif meliputi: 1. Panjang petiol, diukur dari pangkal batang (3 cm dari permukaan tanah) hingga ujung percabangan daun dengan menggunakan meteran. 2. Lebar rachis, diukur dari titik awal percabangan dengan petiol hingga daun paling ujung. 3. Diameter petiol, diukur dengan menggunakan jangka sorong yang diperoleh melalui rata-rata dari tiga titik, yaitu pangkal, tengah, dan ujung petiol. 4. Jumlah anak daun, dihitung tiap lembar pada daun. 5. Lama fase vegetatif, dihitung dari bibit ditanam sampai daun tanaman kuning (dorman). 6. Intensitas kerusakan daun, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: I= 100% Keterangan: I = Intensitas kerusakan daun n = Jumlah tanaman yang rusak dengan kategori tertentu v = Nilai skala setiap kategori serangan Z = Nilai skala tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati sebanyak tanaman contoh

25 15 Nilai skoring yang digunakan adalah 1 = Tidak ada kerusakan 3 = < 50 % bagian rachis rusak 5 = 50 % bagian rachis rusak 7 = 75 % bagian rachis rusak 9 = Semua bagian tanaman rusak 7. Jumlah daun, dihitung jumlah daun pada setiap tanaman Pengamatan destruktif, meliputi: 1. Bobot basah akar, akar yang telah dibersihkan ditimbang. 2. Bobot basah petiol, petiol yang telah dibersihkan ditimbang. 3. Bobot basah rachis, rachis termasuk anak daun yang telah dibersihkan ditimbang. 4. Bobot basah umbi, umbi yang telah dibersihkan ditimbang. 5. Bobot kering akar, akar yang telah dioven pada suhu 120 C selama tiga hari ditimbang. 6. Bobot kering petiol, petiol yang telah dioven pada suhu 120 C selama tiga hari ditimbang. 7. Bobot kering rachis, rachis dan anak daun yang telah dioven pada suhu 120 C selama tiga hari ditimbang. 8. Bobot kering umbi, umbi yang telah dioven pada suhu 120 C selama tiga hari ditimbang. Pengamatan panen, meliputi: 1. Bobot basah umbi, umbi yang telah dibersihkan ditimbang. 2. Diameter umbi, diukur dengan menggunakan jangka sorong. 3. Tinggi umbi, diukur dengan menggunakan jangka sorong. 4. Bobot kering, umbi basah yang telah diambil sebanyak 100 g dikeringkan dengan sinar matahari selama dua hari dan oven pada suhu 60 C selama dua hari ditimbang. 5. Bobot tepung, umbi yang telah dikeringkan dihancurkan dan ditimbang.

26 (a) (b) (c) Gambar 2. Cara Pengukuran Peubah Pengamatan. (a) Cara Mengukur Panjang dan Diameter Petiol, (b) Cara Mengukur Lebar Rachis dan Jumlah Anak Daun, (c) Cara Mengukur Diameter dan Tinggi Umbi

27 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penanaman dilakukan pada bulan September 2010 yaitu saat musim penghujan dengan curah hujan cukup tinggi, sebanyak 601 mm/bulan dan hari hujan sebanyak 29 hari (Lampiran 1), sehingga mampu memenuhi kebutuhan tanaman pada fase awal pertumbuhan. Suhu pada saat pertumbuhan iles-iles berkisar antara C. Setelah dua bulan penanaman, tanaman menunjukkan pertumbuhan morfologi yang normal. Umbi-umbi yang busuk diganti pada saat 1 dan 2 MST. Menurut Jansen et al. (1996) tanaman iles-iles dapat tumbuh baik dengan curah hujan mm/bulan. Tanaman iles-iles tumbuh baik pada suhu C. Gambar 3. Kondisi Umum Pertanaman Iles-iles pada Saat Percobaan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo

28 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 4. Kondisi Serangan Hama dan Penyakit pada Saat Percobaan (a) Papilio molytes L., (b) Ulat dari Famili Sphingidae, (c) Leptocorisa acuta, (d) Tetrigidae, (e) Bemisia tabaci, (f) Gejala Dansheen mosaic, (g) Gejala Layu Bakteri, (h) Serangan Sclerotium sp. (h) Hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan menunjukkan ph masam yaitu 5.2. Kandungan hara tanah secara umum tergolong rendah, kecuali kandungan P-total yang tinggi. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan liat sebesar %. Hasil analisis tanah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Secara umum kondisi di lapang tergolong baik (Gambar 3). Gulma yang tumbuh disekitar tanaman antara lain Borreria alata, Poligonum hydropiper, Ageratum conizoides Mimosa pudica, dan Pteris vittatas. Gulma tersebut diduga

29 19 terbawa oleh pupuk kandang yang diberikan dan yang berasal dari tanah. Ada beberapa penyakit yang menyerang iles-iles antara lain, Dansheen mosaic yang menyerang 25 daun (6.5 %) dan layu bakteri diikuti dengan busuk pangkal batang sebanyak 3 tanaman (1 %). Pengendalian penyakit ini dilakukan secara kimia, yaitu dengan menyemprotkan Agrept pada tanaman. Hama yang menyerang tanaman iles-iles di lapangan adalah Papilio molytes L., ulat dari famili Sphingidae, Leptocorisa acuta, Tetrigidae, dan Bemisia tabaci. Pengendalian hama dilakukan dengan cara manual. Bemisia tabaci merupakan hama yang menyerang hampir semua tanaman iles-iles (90 %) dan mampu mematikan tanaman iles-iles. Menurut Setiawati et al. (2005) gejala serangan bemisia tabaci berupa bercak nekrotik pada daun, disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Serangan kutu kebul dapat menghambat pertumbuhan tanaman jika populasinya tinggi. Embun madu yang dikeluarkan dapat mengundang serangan jamur jelaga berwarna hitam, yang menyerang pada berbagai stadia tanaman. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengendalian secara kimia dikarenakan kondisi tanaman yang akan memasuki dorman. Kondisi serangan hama dan penyakit dapat dilihat pada Gambar 4. Panen dilakukan secara serempak pada saat semua tanaman memasuki masa dorman, yaitu pada bulan April 2011 umur 27 MST. Umbi yang dihasilkan pada percobaan ini belum layak untuk tujuan konsumsi karena bobot umbi masih rendah. Menurut Jansen et al. (1996) umbi iles-iles dapat dipanen untuk tujuan konsumsi setelah mengalami tiga kali fase vegetatif. Komponen vegetatif yang diamati terdiri dari panjang petiol, lebar rachis, diameter petiol, jumlah anak daun, dan lama fase vegetatif pada setiap daun, serta jumlah daun pada setiap tanaman. Rekapitulasi sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif, sedangkan konsentrasi KNO 3 berpengaruh nyata pada panjang petiol. Panjang Petiol Panjang petiol daun pertama tanaman iles-iles mulai diukur pada saat 2 MST, panjang petiol daun kedua mulai diukur pada saat 6 MST dan panjang petiol daun ketiga mulai diukur pada saat 8 MST. Pada panjang petiol daun kedua

30 dan ketiga, analisis sidik ragam mulai dilakukan pada saat 8 dan 18 MST. Waktu pengukuran panjang petiol yang berbeda disebabkan ketidakserempakan tanaman iles-iles dalam memunculkan daun kedua dan ketiga. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) daun iles-iles akan muncul jika daun yang lebih tua sudah mengalami perkembangan yang optimal. Perlakuan KNO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang petiol daun pertama dan ketiga, tetapi pada panjang petiol daun kedua berbeda nyata pada saat 18 MST. Pada saat 18 MST aplikasi 6 % KNO 3 memberikan respon panjang petiol paling baik pada daun kedua, sebesar cm dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk, sebesar cm (Tabel 4). Peningkatan konsentrasi KNO 3 tidak memberikan perbedaan nyata, kecuali dengan 2 % KNO 3 (Tabel 4). Pemberian 2 % KNO 3 memberikan panjang petiol terpendek, yaitu cm. Hal ini terjadi karena pada daun pertama pertumbuhan telah optimal, sehingga tidak mengalami penambahan, sedangkan pada daun kedua berpengaruh nyata karena pada daun kedua masih berlangsung proses pertumbuhan. Perlakuan cara aplikasi pupuk berpengaruh nyata terhadap panjang petiol daun pertama dan kedua (Tabel 3 dan 4), sedangkan daun ketiga tidak berpengaruh nyata (Tabel 5). Aplikasi pupuk dengan cara penyiraman memberikan panjang petiol yang lebih baik dibandingkan dengan penyemprotan pada saat 14 sampai 20 MST, yaitu cm, cm, cm, dan cm pada daun pertama (Tabel 3). Aplikasi pupuk dengan cara penyiraman juga memberikan panjang petiol daun kedua yang lebih baik dibandingkan dengan penyemprotan pada saat 18 sampai 24 MST, yaitu cm, cm, cm, dan cm (Tabel 4). Interaksi antara konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap panjang petiol daun kedua pada saat 22 MST. Aplikasi 8 % KNO 3 dengan cara penyiraman memberikan panjang petiol terpanjang dibandingkan dengan perlakuan lainnya sebesar cm, tetapi tidak berbeda nyata dengan aplikasi 0 % KNO 3 dengan cara penyemprotan dan penyiraman sebesar cm dan cm (Tabel 6). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal berupa hormon (Fisher, 1992) dan genetik (Sugiyama dan Santosa, 2008), serta faktor eksternal

31 21 berupa kondisi lingkungan (Harijati et al., 2010). Hormon pada tanaman dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu hormon pemacu dan penghambat pertumbuhan (Fisher, 1992). Kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap tinggi tanaman adalah intensitas cahaya, kesuburan tanah, dan ketersediaan air (Harijati et al., 2010). Menurut Santosa et al. (2006) naungan menyebabkan peningkatan panjang petiol iles-iles. Tanah yang subur dan ketersediaan air menyebabkan iles-iles dapat tumbuh dengan optimal Perlakuan Pangkas Tanpa Pangkas Panjang Petiol (cm) Waktu (MST) Gambar 5. Kondisi Panjang Petiol Tanaman Iles-iles dengan Perlakuan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Perlakuan pemangkasan dan tanpa pemangkasan pada tanaman dengan 0 % KNO 3 menghasilkan panjang petiol yang berpengaruh sangat nyata pada 16 sampai 24 MST (Lampiran 4). Tanaman yang tidak dipangkas memberikan respon panjang petiol yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas (Gambar 5). Hal ini terjadi karena cadangan makanan dan fotosintat tanaman yang tidak dipangkas lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas. Umbi merupakan tempat penimbunan zat makanan yang akan membusuk jika mulai tumbuh tunas (Tjitrosoepomo, 2007) dan akan hilang pada saat 60 hari setelah tanam (Sugiyama dan Santosa, 2008). Apabila saat pengisian ukuran umbi (12 MST), tanaman dipangkas, maka tunas baru yang terbentuk akan lebih kecil.

32 Tabel 3.Rata-rata Panjang Petiol Daun Pertama Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm). Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan b 40.67b 41.13b 40.42b Penyiraman a 45.40a 45.75a 45.57a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

33 23 Tabel 4. Rata-rata Panjang Petiol Daun Kedua Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm). Konsentrasi KNO 3 (%) a b a a a Cara Aplikasi Penyemprotan b 69.22b 69.71b 71.00b Penyiraman a 74.97a 75.68a 76.05a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

34 Tabel 5. Rata-rata Panjang Petiol Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm).... Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Tabel 6. Interaksi Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Panjang Petiol Daun kedua Tanaman Iles-iles pada 22 MST Cara Konsentrasi KNO 3 (%) Aplikasi Penyemprotan 75.05abc 66.44bc 63.95c 77.58ab 65.53c Penyiraman 74.65abc 70.49abc 77.85a 74.37abc 81.03a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Diameter Petiol Perlakuan KNO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap diameter petiol daun pertama, kedua, dan ketiga. Hal ini diduga oleh panjang petiol yang memberikan respon tidak berpengaruh nyata. Menurut Ambarwati dan Murti (2001) panjang dan diameter petiol memiliki korelasi yang nyata, sehingga semakin panjang petiol, maka semakin besar diameter petiol. Perlakuan cara aplikasi pupuk berpengaruh nyata terhadap diameter petiol daun pertama pada saat 20 MST. Pada umur 20 MST diameter iles-iles mengalami penurunan dan menjelang masa dorman daun pertama. Diameter petiol daun kedua dan ketiga tidak terpengaruh nyata. Aplikasi pupuk dengan cara penyiraman memberikan diameter petiol yang nyata lebih besar pada daun pertama, yaitu 1.1 cm pada saat 20 MST (Tabel 7). Pemberian KNO 3 dengan cara penyiraman juga menghasilkan tanaman dengan diameter petiol terbesar pada

35 25 daun kedua, yaitu sebesar 1.92 cm (Tabel 8) dan diameter daun ketiga sebesar 1.76 cm (Tabel 9). Diameter petiol dipengaruhi oleh umur tanaman (Jansen et al., 1996). Umbi iles-iles akan menghasilkan daun dengan diameter petiol yang lebih besar dengan semakin besarnya umbi. Tabel 7, 8, dan 9 memperlihatkan bahwa setelah diameter iles-iles mencapai maksimal, selanjutnya terjadi penurunan diameter. Hal tersebut diduga karena kandungan air dalam petiol semakin berkurang dan mulai senescence. 2,0 1,8 Perlakuan Pangkas Tanpa Pangkas Diameter Petiol (cm) 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0, Umur (MST) Gambar 6. Kondisi Diameter Petiol Tanaman Iles-iles dengan Perlakuan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Tanaman iles-iles yang dipangkas dan tidak dipangkas pada 14 MST memberikan pengaruh nyata terhadap diameter petiol (Lampiran 4). Tanaman yang tidak dipangkas memiliki diameter petiol yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas (Gambar 6).

36 Tabel 7. Rata-rata Diameter Petiol Daun Pertama Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm). Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan b Penyiraman a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

37 27 Tabel 8. Rata-rata Diameter Petiol Daun Kedua Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm).. Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

38 Tabel 9. Rata-rata Diameter Petiol Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm)... Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Lebar Rachis Perlakuan konsentrasi KNO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap lebar rachis daun pertama, kedua, dan ketiga (Tabel 10, 11, dan 12). Perlakuan cara aplikasi berpengaruh terhadap lebar rachis daun pertama dan kedua pada 10 MST dan 22 MST, dan tidak berpengaruh nyata pada daun ketiga. Perlakuan aplikasi pupuk dengan cara penyiraman memberikan respon terbaik pada lebar rachis daun pertama, yaitu cm pada 10 MST, hingga pada 14 MST (Tabel 10). Pada daun kedua, cara aplikasi melalui penyiraman juga berpengaruh nyata terhadap lebar rachis, yaitu cm pada 22 MST dan pada 24 MST (Tabel 11). Cara aplikasi melalui penyiraman menghasilkan lebar rachis sebesar cm pada daun ketiga (Tabel 12). Aplikasi KNO 3 dengan cara penyiraman memberikan respon paling baik terhadap lebar rachis tanaman iles-iles karena tidak menimbulkan kerusakan pada daun, sedangkan aplikasi KNO 3 dengan cara penyemprotan menimbulkan kerusakan daun. Terjadinya kerusakan daun diduga disebabkan oleh waktu aplikasi yang kurang tepat, yaitu pada pukul sampai 09.00, sedangkan menurut Taiz dan Zeiger (2002) waktu aplikasi dengan cara penyemprotan yang paling baik adalah sore hari. Pemangkasan pada tanaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap lebar rachis tanaman iles-iles pada saat 18 MST (Lampiran 4). Tanaman yang

39 29 tidak dipangkas memiliki lebar rachis yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas (Gambar 7). Lebar rachis diukur dari titik percabangan hingga ujung daun tanaman iles-iles. Lebar kanopi iles-iles merupakan dua kali lebar rachis. Lebar kanopi tanaman iles-iles dapat mencapai cm (Sugiyama dan Santosa, 2008). Lebar daun yang besar diharapkan mampu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman Perlakuan Pangkas Tanpa Pangkas Lebar Rachis (cm) Umur (MST) Gambar 7. Kondisi Lebar Rachis Tanaman Iles-iles dengan Perlakuan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan

40 Tabel 10. Rata-rata Lebar Rachis Daun Pertama Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm). Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan b 26.62b 26.63b 23.49b Penyiraman a 28.20a 28.37a 27.12a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

41 31 Tabel 11. Rata-rata Lebar Rachis Daun Kedua Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm). Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan b 35.04b Penyiraman a 39.32a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

42 Tabel 12. Rata-rata Lebar Rachis Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (cm).. Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % (-): tidak muncul daun ketiga Jumlah Anak Daun Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi tidak berpengaruh terhadap jumlah anak daun pertama, kedua, dan ketiga (Tabel 13). Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah anak daun meningkat dari daun kesatu ke daun kedua dan ketiga. Hal tersebut diduga karena daun pertama merupakan daun juvenil, seperti pada tanaman yang lain. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) jumlah anak daun dipengaruhi oleh urutan daun yang muncul, daun kedua dan ketiga lebih banyak dibandingkan daun pertama. Interaksi antara konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi berpengaruh terhadap jumlah anak daun pertama tanaman iles-iles. Aplikasi 0 % dan 6 % KNO 3 dengan cara penyiraman, demikian juga aplikasi 6 % KNO 3 dengan cara penyemprotan memberikan jumlah anak daun yang lebih banyak, sebesar 15 buah dibandingkan dengan perlakuan lain (Tabel 14). Tanaman iles-iles yang dipangkas dan tidak dipangkas tidak menunjukkan perbedaan terhadap jumlah anak daun (Lampiran 5). Tanaman iles-iles yang dipangkas menghasilkan jumlah anak daun total sebanyak 25 ± 5 buah, sedangkan tanaman iles-iles yang tidak dipangkas menghasilkan jumlah anak daun total sebanyak 26 ± 1 buah. Dengan demikian, pemangkasan tidak menyebabkan perbedaan jumlah anak daun.

43 33 Tabel 13. Rata-rata Jumlah Anak Daun Tanaman Iles-iles Perlakuan Daun ke (Buah)... Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Tabel 14. Interaksi Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Jumlah Anak Daun Pertama Tanaman Iles-iles pada Saat 22 MST Cara Konsentrasi KNO 3 (%) Aplikasi Penyemprotan 14ab 14ab 14ab 15a 12b Penyiraman 15a 14ab 14ab 13ab 15a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Lama Fase Vegetatif Perlakuan KNO 3 dan cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap lama fase vegetatif daun pertama, kedua, ketiga (Tabel 15). Wareing dan Philips (1981) dalam Wattimena (1988) menyatakan bahwa siklus tahunan dari pertumbuhan tunas sampai dorman diatur oleh keseimbangan antara penghambat pertumbuhan endogen dengan GA 8. Lakitan (1996) menambahkan bahwa dormansi merupakan fenomena yang lebih kompleks yang disebabkan oleh interaksi secara simultan antara beberapa faktor internal dan eksternal. Lama fase vegetatif daun pertama dan kedua lebih panjang daripada daun ketiga. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) semakin banyak jumlah daun, umur daun tersebut akan semakin pendek. Tanaman yang memiliki satu daun selama pertumbuhan akan memiliki umur (3-4 bulan) lebih panjang, daripada umur daun dari tanaman yang memiliki dua dan tiga daun (2-3 bulan).

44 Tabel 15. Rata-rata Umur Setiap Daun Tanaman Iles-iles Perlakuan Daun ke (Minggu).. Konsentrasi KNO 3 (%) * Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % * = Tanaman mati karena busuk Siklus hidup tanaman iles-iles dapat dianalogikan dengan tanaman suweg. Daun suweg (Amorphophallus paeoniifolius) mengalami fase pertumbuhan selama hari yang berlangsung melalui 6 tahapan. Tahapan 0 diawali dari pecahnya dormansi yang ditandai dengan adanya pembesaran antara tunas a pikal dan umbi. Tahapan I diawali dari munculnya seludang daun 2-3 cm di atas permukaan tanah yang berlangsung selama hari. Tahapan II terjadi 14 hari setelah tahapan I, yaitu saat seludang daun ketiga mulai tampak. Tahapan III terjadi 7 hari setelah tahapan II. Tahapan IV terjadi 7-9 hari setelah tahapan III, anak daun sudah sepenuhnya muncul dan batang semu tidak tertutupi seludang. Tahapan V terjadi saat daun telah tumbuh maksimal sampai daun tersebut mati. Waktu tahapan lima bergantung dari jumlah daun pertanaman (Sugiyama dan Santosa, 2008). Tanaman yang dipangkas maupun yang tidak dipangkas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lama fase vegetatif (Lampiran 5). Tanaman yang dipangkas memiliki fase vegetatif selama 23 ± 3 minggu, sedangkan tanaman yang tidak dipangkas mengalami fase vegetatif selama 25 ± 2 minggu. Hal tersebut berarti bahwa terdapat jeda antara waktu setelah pangkas dengan kemunculan daun berikutnya. Pada pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada tanaman yang dipangkas, daun-daun baru muncul

45 35 antara 2-4 minggu kemudian. Daun-daun yang baru berukuran lebih kecil dibandingkan dengan daun sebelumnya. Itu berarti bahwa dengan adanya pemangkasan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme pada iles-iles. Intensitas Kerusakan Daun Intensitas kerusakan daun dihitung karena aplikasi pemupukan pada daun memberikan dampak terhadap kerusakan anak daun. Konsentrasi KNO 3 tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas kerusakan daun pertama, kedua, dan ketiga (Tabel 16, 17, dan 18). Hal ini diduga karena konsentrasi tersebut masih dapat ditolerir tanaman. Tabel 16. Intensitas Kerusakan Daun Pertama Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (%).. Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap intensitas kerusakan daun pada daun kedua, yaitu pada 18 dan 20 MST, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas kerusakan rachis daun pertama dan ketiga. Aplikasi KNO 3 dengan cara penyemprotan memberikan intensitas kerusakan daun kedua sebesar % lebih tinggi dibandingkan dengan penyiraman sebesar % (Tabel 17). Aplikasi dengan cara penyemprotan juga memberikan intensitas kerusakan daun paling tinggi pada daun pertama dan ketiga, yaitu % dan % pada 20 MST. Tingginya kerusakan tersebut diduga karena waktu aplikasi yang kurang tepat, pukul sampai 09.00, sehingga pupuk yang diberikan melalui daun

46 telah mengalami penguapan dan akhirnya terdapat tumpukan residu pada daun. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) jika penyemprotan dilakukan pada hari yang panas, ketika penguapan tinggi, residu mungkin menumpuk pada permukaan daun dan menyebabkan daun terbakar. Kemungkinan lain adalah konsentrasi KNO 3 yang terlalu tinggi, sehingga meningkatkan jumlah daun yang terbakar. Tabel 17. Intensitas Kerusakan Daun Kedua Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (%).... Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan a 32.30a Penyiraman b 28.22b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Tabel 18. Intensitas Kerusakan Daun Ketiga Tanaman Iles-iles Perlakuan Umur Tanaman (MST) (%)... Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Tanaman iles-iles yang dipangkas maupun yang tidak dipangkas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap intensitas kerusakan rachis pada 16

47 37 dan 20 MST (Lampiran 8). Tanaman yang dipangkas mengalami intensitas kerusakan lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipangkas (Gambar 8). Pada tanaman yang dipangkas, umur daun diduga lebih muda, sehingga sensitifitas terhadap aplikasi semprot relatif rendah dibandingkan dengan umur daun tua. Menurut Salisburry dan Ross (1995a) gejala kekurangan ataupun kelebihan nitrogen dan kalium (hara mobile) akan terlihat pada jaringan tua terlebih dahulu. Intensitas Kerusakan Daun (%) Perlakuan Pangkas Tanpa Pangkas Umur (MST) Gambar 8. Intensitas Kerusakan Rachis Tanaman Iles-iles Jumlah Daun Konsentrasi dan cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman iles-iles. Pada semua perlakuan menghasilkan 3 daun, kecuali konsentrasi 6 %. Menurut Sugiyama dan Santosa (2008) jumlah daun tanaman iles-iles dipengaruhi oleh umur umbi, ukuran bahan tanam, dan faktor lingkungan (kelembaban tanah dan ketersediaan air). Umbi dengan bobot kurang dari 10 g menghasilkan daun 3-8 daun, sedangkan umbi dengan ukuran kurang dari 500 g akan menghasilkan 1-2 daun.

48 Panen Destruktif Panen destruktif dilaksanakan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat 8, 16, dan 24 minggu setelah tanam (MST). Analisis keragaman panen destruktif pada 8 MST tidak dilakukan karena pada saat tersebut belum diberikan perlakuan. Bagian tanaman yang memiliki bobot basah paling tinggi adalah petiol. Bagian petiol tanaman iles-iles memiliki kandungan air paling banyak. Rachis merupakan bagian tanaman yang memiliki bobot kering paling banyak. Hasil panen destruktif pada 8 MST tersaji pada Gambar 9, 10, dan 11. Gambar 9. Bobot Basah Panen Destruktif pada 8 MST Pada panen destruktif 16 MST perlakuan konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen panen destruktif (Tabel 19, 20, dan 21), sedangkan pada panen destruktif 24 MST konsentrasi KNO 3 tidak memberikan pengaruh nyata (Tabel 22 dan 23). Hal ini diduga karena kelebihan nitrogen yang terlihat pada warna hijau tua pada anak daun dan batang petiol yang banyak mengandung air (sukulen). Selain itu, pada tanaman iles-iles terlihat adanya gejala defisiensi kalium dan petiol yang mudah rebah. Oleh karena itu peningkatan konsentrasi KNO 3 tidak berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman iles-iles.

49 39 Gambar 10. Bobot Kering Panen Destruktif pada 8 MST Gambar 11. Kadar Air Panen Destruktif pada 8 MST Pada panen destruktif 24 MST hanya daun kedua yang bisa dianalisis, sedangkan daun pertama dan ketiga tidak dapat dianalisis. Hal ini terjadi karena jumlah tanaman yang memiliki daun pertama hanya satu tanaman dan tanaman yang memiliki daun ketiga hanya dua tanaman.

50 Tabel 19. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Pertama Panen Destruktif 16 MST Perlakuan Bobot Basah Rachis (g) Bobot Kering Rachis (g) Kadar Air Rachis (%) Bobot Basah Petiol (g) Bobot Kering Petiol (g) Kadar Air Petiol (%) Bobot Basah Bulbil (g) Bobot Kering Bulbil (g) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Kadar Air Bulbil (%)

51 Tabel 20. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Kedua Panen Destruktif 16 MST Perlakuan Bobot Basah Rachis (g) Bobot Kering Rachis (g) Kadar Air Rachis (%) Bobot Basah Petiol (g) Bobot Kering Petiol (g) Kadar Air Petiol (%) Bobot Basah Bulbil (g) Bobot Kering Bulbil (g) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Kadar Air Bulbil (%) 41

52 Tabel 21. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Hasil Panen Destruktif 16 MST Perlakuan Bobot Basah Umbi Baru (g) Bobot Kering Umbi Baru (g) Kadar Air Umbi Baru (%) Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Akar (g) Kadar Air Akar (%) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

53 43 Tabel 22. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Vegetatif Daun Kedua Panen Destruktif 24 MST Perlakuan Bobot Basah Rachis (g) Bobot Kering Rachis (g) Kadar Air Rachis (%) Bobot Basah Petiol (g) Bobot Kering Petiol (g) Kadar Air Petiol (%) Bobot Basah Bulbil (g) Bobot Kering Bulbil (g) Kadar Air Bulbil (%) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan a Penyiraman b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

54 Tabel 23. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap komponen Hasil Panen Destruktif 24 MST Perlakuan Bobot Basah Umbi Baru (g) Bobot Kering Umbi Baru (g) Kadar Air Umbi Baru (%) Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Akar (g) Kadar Air Akar (%) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan a a a 6.81a Penyiraman b 78.72b b 4.14b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

55 45 Cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap kadar air bulbil (Tabel 22), bobot basah dan bobot kering akar, serta bobot basah dan bobot kering umbi baru pada panen destruktif 24 MST (Tabel 23). Aplikasi dengan cara penyemprotan memberikan hasil paling besar pada kadar air bulbil (79.83 %), bobot basah akar (27.20 g), bobot kering akar (6.81 g), bobot basah umbi baru ( g), dan bobot kering umbi baru ( g). Pada panen destruktif 8 dan 16 MST masih ditemukan umbi lama (umbi bibit) yang belum membusuk. Sedangkan pada panen destruktif 24 MST, umbi bibit telah busuk. Seperti yang telah dikemukakan oleh Sugiyama dan Santosa (2008), pada petumbuhan Amorphophallus sp. umbi bibit secara gradual akan menyusut dan busuk. Akhirnya digantikan oleh umbi baru. Tabel 24. Panen Destruktif Tanaman Iles-iles dengan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Pengamatan 16 MST 24 MST Pangkas Tanpa Pangkas Pangkas Tanpa Pangkas Bobot basah (g) Rachis 23b 109a 24.2b 134.7a Petiol 34.9b 197.5a 34.2b 221a Umbi Baru 52b 191.1a 110b 629a Akar 13.9a 59.97b Bobot kering (g) Rachis b 21.16a Petiol 1.28b 8.92a 1.53b 12.8a Umbi Baru b 107.3a Akar 2.65b 8.64a Kadar Air (%) Rachis Petiol Umbi Baru a 83.68b Akar Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Aplikasi pemangkasan dan tanpa pemangkasan pada panen destruktif 16 MST menunjukkan berpengaruh nyata pada bobot basah dan bobot kering petiol dan akar, serta bobot basah rachis (Lampiran 6). Pemangkasan memberikan bobot basah dan bobot kering petiol dan akar, serta bobot basah rachis paling rendah

56 (Tabel 24). Bobot kering rachis tidak menunjukkan perbedaan nyata, tetapi perbedaannya cukup besar, yaitu g (Tabel 24). Bobot basah dan bobot kering umbi juga menunjukkan perbedaan yang cukup besar, yaitu g (Tabel 24), tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Pada panen destruktif 24 MST, perlakuan pemangkasan dan tanpa pemangkasan berpengaruh nyata pada bobot basah dan bobot kering rachis, petiol, dan umbi, sedangkan pada akar tidak terpengaruh nyata (Lampiran 6). Hasil panen destruktif 24 MST dapat dilihat pada Tabel 24. Tanaman yang tidak dipangkas memiliki bobot basah dan bobot kering yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas. Hal ini diduga karena pertumbuhan tanaman yang dipangkas terganggu secara fisiologis. Komponen Hasil Panen dilakukan pada saat 27 MST, yaitu saat semua tanaman telah memasuki masa dorman. Bobot basah, diameter, dan tinggi umbi diukur pada semua hasil panen dari petak percobaan. Data bobot kering umbi dan bobot tepung diperoleh dari rata-rata dua tanaman contoh pada setiap ulangan. Gambar 12. Komponen Hasil Tanaman Iles-iles dengan Pemangkasan dan Tanpa Pemangkasan Konsentrasi KNO 3 dan cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil panen tanaman iles-iles. Konsentrasi 6 % KNO 3 memberikan respon terbaik

57 47 pada bobot basah umbi iles-iles, g, tetapi tidak berbeda dengan konsentrasi 0 % KNO (Tabel 25). Konsentrasi 0 dan 6 % KNO 3 memberikan respon yang sama pada ukuran tinggi umbi iles-iles, yaitu mm. Sedangkan perlakuan cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil tanaman iles-iles. Kondisi tanaman di lapangan menunjukkan tingginya tingkat kerebahan. Daun-daun yang rebah diikuti dengan kerusakan pada petiol. Rusaknya petiol diduga mempengaruhi distribusi fotosintat untuk pertumbuhan umbi. Menurut Lakitan (1996) faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan umbi adalah laju dan kuantitas fotosintat yang dipasok dari tajuk tanaman. Tabel 25. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi KNO 3 dan Cara Aplikasi terhadap Komponen Hasil Tanaman Iles-iles Perlakuan Bobot Basah Diameter Tinggi Bobot Kering Bobot Tepung Kadar Air (g).. (mm).....(g) (%) Konsentrasi KNO 3 (%) Cara Aplikasi Penyemprotan Penyiraman Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 % Pada hasil panen perlakuan pemangkasan dan tanpa pemangkasan berbeda nyata pada bobot basah, diameter, dan tinggi umbi iles-iles (Lampiran 8). Pemangkasan memberikan bobot basah umbi, diameter, dan tinggi yang lebih kecil dibandingkan dengan tanpa pemangkasan (Gambar 12). Hal ini diduga karena alikasi pemangkasan mampu menghentikan pasokan fotosintat ke umbi dan umbi yang masih ada digunakan untuk pertumbuhan tunas baru. Oleh karena itu, bobot, tinggi dan diameter umbi dari tanaman yang mengalami pemangkasan menjadi lebih kecil.

58 Pembahasan Konsentrasi KNO 3 Perlakuan konsentrasi KNO 3 memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan vegetatif, berupa panjang petiol pada daun kedua ketika 18 MST. Tanaman yang diberi perlakuan 6 % KNO 3 memiliki panjang petiol sebesar cm. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiastoety (2007) yang menunjukkan bahwa tanaman yang diperlakukan dengan 0.5 % KNO 3 dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit, panjang daun, dan luas daun tertinggi pada tanaman anggrek. Namun demikian, perlakuan KNO 3 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tanaman iles-iles. Perlakuan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif pada peubah diameter petiol, lebar rachis, jumlah anak daun, lama fase vegetatif, dan intensitas kerusakan tidak dipengaruhi oleh konsentrasi KNO 3. Hal ini diduga karena tanaman kelebihan nitrogen. Kelebihan tersebut terlihat pada warna hijau tua pada anak daun dan batang petiol yang banyak mengandung air (sukulen) serta tingginya tanaman yang rebah. Menurut Salisburry dan Ross (1995a) tumbuhan yang terlalu banyak mendapatkan nitrogen biasanya mempunyai daun berwarna hijau tua dan lebat, dengan sistem akar yang kerdil. Tanaman kentang yang mendapat nitrogen berlimpah menunjukkan pertumbuhan tajuk secara berlebihan, tetapi umbinya kecil-kecil. Selain adanya kelebihan nitrogen, pada tanaman iles-iles terlihat adanya gejala defisiensi kalium (Gambar 13) dan petiol yang mudah patah. Menurut Gardner et al. (1991) pemupukan N yang tinggi akan berdampak pada defisiensi K. Defisiensi K yang parah menyebabkan bintik nekrotik kecil antara urat daun, dengan pucuk dan tepi daun yang terbakar pada daun-daun yang lebih tua. Kecukupan sumber nitrogen pada tanaman akan meningkatkan pertumbuhan karena terdapat banyak senyawa penting dalam tumbuhan yang terkait dengan nitrogen (Salisbury dan Ros, 1995a). Nitrogen dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar dan merupakan komponen untuk mensintesis sel tanaman, termasuk asam amino dan asam nukleat (Taiz dan Zeiger, 2002). Kalium berperan dalam mengatur potensial osmotik pada sel tanaman. Kalium juga

59 berperan dalam mengaktifkan banyak enzim termasuk enzim dalam fotosintesis dan respirasi (Taiz dan Zeiger, 2002). 49 (a) (b) Gambar 13. Gejala Tanaman Kekurangan Unsur Kalium yang Ditemui pada Tanaman yang Disiram (a) Spathiphyllum dan (b) Amorphophallus muelleri Sumber: (a) Yeh et al. (2000) Cara Aplikasi Cara aplikasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan panen destruktif tanaman iles-iles, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil. Pertumbuhan vegetatif yang menunjukkan perbedaan nyata adalah panjang petiol, diameter petiol, lebar rachis, dan intensitas kerusakan rachis. Pada panen destruktif cara aplikasi nyata mempengaruhi bobot basah dan bobot kering umbi dan akar, serta kadar air bulbil. Cara aplikasi melalui penyiraman memberikan respon terbaik terhadap komponen vegetatif. Hal ini terjadi karena aplikasi dengan cara penyiraman tidak menimbulkan kerusakan pada daun, sehingga menghasilkan komponen vegetatif yang lebih baik dibandingkan dengan penyemprotan. Selain itu, pupuk yang diberikan di sekitar akar langsung diserap oleh tanaman dan minimnya hara yang hilang melalui proses pencucian, sedangkan aplikasi semprot pada daun diduga tidak terserap optimal oleh daun. Menurut Musono dan Sigit (2002) aplikasi pupuk organik cair dengan menyiramkan langsung ke perakaran tanaman lebih

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Taksonomi tanaman iles-iles menurut Jansen et al. (1996) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledone Ordo :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DAN DOSIS PUPUK MAJEMUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) ASAL UMBI TAHUN KE DUA SKRIPSI Oleh : Hanif Septia Kurniawan 1025010005 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Suweg Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) ialah salah satu anggota famili Araceae. Suweg memiliki batang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) SKRIPSI Diajukan Oleh : DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Morfologi Kedelai Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, I. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dikebun Percobaan Cikatas,Kampus IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian tempat 250 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci