BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban).

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan fungsi kenegaraan yang dilakukan oleh pejabat penyelenggara negara memerlukan aspek akuntabilitas (pertanggungjawaban). Salah satu yang paling krusial untuk terpenuhinya aspek akuntabilitas adalah ihwal keuangan negara. Keuangan negara berperan penting dalam mewujudkan tujuan bernegara yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 Pengelolaan keuangan negara bertujuan untuk menjamin eksistensi negara dalam membiayai pelayanan kepada masyarakat. 2 Diperlukan suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang bertumpu pada prinsip-prinsip ketertiban, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan dan akuntabel untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut. 3 Salah satu bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara adalah sistem pengawasan. Sistem pengawasan dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa keuangan Lihat alinea empat (4) Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Malang Corupption Watch, 2005, Panduan Memahami Anggaran Publik, Intrans, Malang, hlm. 24 Lihat Penjelasan Umum Undang undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara 1

2 negara telah dilaksanakan sesuai target dan tujuan yang hendak dicapai. Menjaga agar pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara benar-benar dipergunakan untuk mewujudkan tujuan bernegara, diperlukan suatu lembaga khusus yang secara independen menjamin pelaksanaan keuangan negara secara transparan dan bertanggungjawab. Lembaga tersebut bebas dan mandiri untuk memeriksa cara pemerintah dalam menggunakan keuangan negara. Lembaga negara inilah yang dikenal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut BPK). BPK sebagai satu-satunya pemeriksa keuangan eksternal diatur dalam Bab VIIIA Pasal 23E sampai Pasal 23G Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945). Kedudukan BPK kemudian diperkuat melalui Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya disebut UU BPK) dan didukung dengan seperangkat undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU Perbendaharaan Negara), dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU No. 15 Tahun 2004). BPK mempunyai kekuasaan yang besar untuk memeriksa pengelolaan 2

3 dan tanggung jawab keuangan negara. Eksistensi BPK sebagai salah satu lembaga negara dengan kedudukan yang kuat dan kokoh, diharapkan mampu menerapkan sistem pengawasan keuangan negara yang baik. Secara preventif BPK diharapkan mampu mendorong upaya perbaikan sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dengan bertumpu pada prinsip good governance. 4 Secara represif BPK dapat mendeteksi berbagai tindakan kecurangan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) untuk selanjutnya diserahkan kepada proses hukum. 5 Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK sangat luas. Pasal 3 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 menyebutkan BPK melakukan pemeriksaan terhadap seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 UU Keuangan Negara. 6 Pelaksanaan tugas pemeriksaan BPK dalam Pasal 10 UU No. 15 Tahun 2004 sebagaimana diatur juga dalam Pasal 9 UU BPK menyebutkan bahwa pemeriksa dapat: 7 1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain Ikhwan Fahrojih & Mokh. Najih, 2008, Menggugat Peran DPR dan BPK dalam Reformasi Keuangan Negara, In-Trans Publishing, Malang, hlm. vii Ibid. Lihat Pasal 3 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Lihat Pasal 10 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 3

4 yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya. 3. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara. 4. Meminta keterangan kepada seseorang. 5. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Perluasan rentang kewenangan dan objek pemeriksaan yang diamanatkan kepada BPK secara tidak langsung melahirkan konteks yang positif dalam mekanisme pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Tidak dapat dipungkiri, luasnya kewenangan tersebut menimbulkan kompleksitas terhadap pemeriksaan keuangan negara yang melibatkan berbagai lembaga dengan tugas, tujuan dan kepentingannya masing-masing, sehingga mengakibatkan penerapan aturan yang diamanatkan kepada BPK oleh konstitusi dan UU di bidang keuangan negara tidak dapat berjalan maksimal. Berdasarkan Pasal 2 UU Keuangan Negara, salah satu unsur Keuangan Negara adalah pajak. Perpajakan di Indonesia diatur dan dikelola oleh tiap-tiap kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah lingkungan lembaga Kementerian Keuangan, sehingga BPK melakukan pemeriksaan keuangan negara dalam hal Direktorat Jenderal Pajak sebagai suatu lembaga negara yang menggunakan keuangan negara sertaa pemeriksaan perpajakan sebagai suatu unsur keuangan negara. BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara di bidang perpajakan, membutuhkan data, informasi, dan/atau dokumen yang berkaitan 4

5 dengan perpajakan. Kewenangan BPK untuk mengakses data, informasi, dan/atau dokumen perpajakan mengalami hambatan, karena dihadapkan pada ketentuan kerahasiaan wajib pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan, yaitu Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah melalui Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP). Kerahasiaan perpajakan diatur dalam Pasal 34 UU ayat (1) dan ayat (2) KUP bahwa setiap pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Ketentuan kerahasiaan wajib pajak tersebut, membatasi kewenangan BPK dalam rangka melaksanakan tugas mengaudit keuangan negara dalam bidang perpajakan. Ketentuan kerahasiaan wajib pajak selanjutnya mengatur juga ketentuan pengecualian terhadap kewajiban merahasiakan. Pengecualian Pasal 34 ayat (2a) huruf b UU KUP dimaksudkan untuk dapat memberikan akses 5

6 dan mendukung tugas BPK dalam melakukan pemeriksaan bahwa pengecualian terhadap ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan (2) dapat diberikan kepada pejabat dan/atau tenaga ahli pajak yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara. Selanjutnya dalam Pasal 34 ayat (3) UU KUP menyebutkan: 8 untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepada pihak yang ditunjuk. Keterangan dari atau tentang wajib pajak adalah rahasia milik wajib pajak yang bersangkutan, yang baru diserahkan atau diberikan ke pihak lain hanya atas persetujuan pemiliknya, yaitu wajib pajak itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, membuka rahasia wajib pajak pada dasarnya adalah tindakan melanggar hukum, suatu kesalahan, dan undang-undang memberikan ancaman hukuman bagi yang melakukan. Melalui izin yang diberikan Menteri Keuangan, maka pejabat dan tenaga ahli pajak dapat melakukan tindakan yang dilarang dan tindakan dilepaskan atau dikecualikan dari ancaman hukumannya. Ketentuan Pasal 34 ayat (2a) huruf b UU KUP yang dimaksudkan untuk memberikan akses kemudahan bagi BPK dalam melakukan 8 Lihat Pasal 34 ayat (3) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 6

7 pemeriksaan perpajakan, pada prakteknya malah menjadi suatu hambatan yang mempersulit BPK dalam memperoleh bahan-bahan pemeriksaan. BPK tidak mampu melaksanakan tugas pemeriksaannya sesuai dengan standar pemeriksaan karena bahan-bahan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan tidak diperoleh secara memadai sesuai dengan kewenangan BPK dalam mengakses segala data, dokumen, dan informasi yang berkaitan dengan keuangan negara. Hal ini dikarenakan Penjelasan Pasal 34 ayat (2a) UU KUP telah mengatur data, dokumen,dan/atau informasi yang boleh diakses atau diberikan kepada BPK. Keadaan ini tentu berimbas pada kinerja dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK. Selanjutnya keharusan BPK untuk mendapatkan izin tertulis Menteri Keuangan untuk mengakses data-data perpajakan wajib pajak sesuai ketentuan pasal 34 ayat (3) UU KUP menjadi penghambat tersendiri bagi BPK. Berdasarkan website resmi BPK RI, data pada tahun saja menunjukkan terhadap sepuluh (10) surat permohonan izin ditanggapi dalam rentang waktu hari. 9 Keadaan tersebut, perlu dipertanyakan kembali dalam masa atau waktu sekarang ini. Permohonan izin tertulis Menteri Keuangan memerlukan waktu yang sangat lama, sedangkan BPK dalam menyusun dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD diberi jangka waktu selambat-lambatnya dua (2) bulan setelah menerima 9 Biro Humas & Luar Negeri BPK RI, BPK Perlu Lakukan Judicial Review UU Perpajakan, diakses tanggal 5 Desember

8 laporan keuangan dari pemerintah pusat. 10 Waktu yang lama dalam proses permohonan izin Menteri Keuangan merugikan BPK, karena akan menghambat proses pemeriksaan yang dilakukan BPK dan tentunya akan mempengaruhi juga kinerja BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya. Hal ini tentu berimbas pada kredibilitas dan efektivitas kinerja BPK. Permasalahan ini mendorong BPK untuk melakukan pengajuan Judicial Review ketentuan Pasal 34 ayat (2a) huruf b UU KUP dan penjelasan Pasal 34 ayat (2a) UU KUP kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun Proses Judicial Review ini kemudian berakhir dengan putusan tidak dapat diterima (N.O atau Niet ontvankelijk verklaard) oleh majelis Hakim MK. Argumentasi hukum para hakim MK yang dituangkan dalam Putusan MK Nomor 3/PUU-VI/2008 menyebutkan meski BPK dinilai memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang dapat mengajukan uji materiil suatu undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945, tetapi tidak dapat ditentukan adanya kerugian kewenangan konstitusional akibat berlakunya Pasal yang diajukan Judicial Review tersebut, sehingga syarat kedudukan hukum atau legal standing tetap saja dinyatakan tidak terpenuhi. Sedangkan dissenting opinion atas hasil uji materiil tersebut, menganggap kedudukan hukum BPK telah dipenuhi, dan penjelasan Pasal 34 dianggap tidak perlu ada karena justru memperluas 10 Lihat Pasal 10 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 8

9 definisi Pasal 34 ayat (2a) UU KUP. 11 Berdasarkan yang telah dipapar di atas, terlihat adanya benturan dua kepentingan yang sama-sama dilindungi konstitusi. Pertama, perlindungan terhadap hak konstitusional Wajib Pajak atas harta bendanya sebagaimana dimaksud Pasal 28 G ayat (1) UUD NRI Tahun Wajib pajak dilindungi dan dijamin oleh undang-undang atas keharasiaan segala informasi yang telah diberikan kepada negara berkenaan dengan kewajibannya untuk membayar pajak menurut prinsip self assessment. 12 Pemeriksaan data perpajakan wajib pajak yang sudah diserahkan kepada aparat Ditjen Pajak hanya dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam undang-undang, yaitu dengan izin dari Menteri Keuangan. Kedua, jaminan terhadap kewenangan konstitusional BPK untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara secara bebas dan mandiri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan yang terkait. BPK memiliki kewenangan yang luas untuk memeriksa setiap uang yang dipungut oleh negara, dari mana pun sumbernya, di mana pun disimpan, dan untuk apa pun penggunaannya. Indonesia sebagai negara hukum berusaha untuk mewujudkan tujuan hukum. Secara umum dikenal tujuan hukum berupa kepastian hukum, Hukum Online.com, Mau Periksa Ditjen Pajak, BPK Tetap Harus Izin Menkeu, -izin-menkeu, diakses tanggal 30 November 2015 Suara Karya, MK Tolak Gugatan BPK Soal UU Perpajakan, diakses tanggal 30 November

10 keadilan, dan kemanfaatan. Adanya 2 (dua) aturan hukum tersebut memiliki tendensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: ANALISIS KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) MEMERIKSA DOKUMEN RAHASIA WAJIB PAJAK SEBAGAI BAGIAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA B. Rumusan Masalah Setiap penelitian yang dilakukan selalu berangkat dari masalah. Masalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dicoba untuk ditemukan jawabannya. 13 Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam Latar Belakang Masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana aspek kepastian hukum kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terkait pemeriksaan perpajakan dokumen rahasia wajib pajak? 2. Kendala apa yang dihadapi oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan perpajakan terkait dokumen rahasia wajib pajak? 3. Upaya apa yang dilakukan oleh BPK menghadapi kendala dalam pemeriksaan dokumen rahasia wajib pajak? 13 Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Jakarta, hlm

11 C. Tujuan Penelitian Sebuah penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian. Tujuan tersebut tidak terlepas dari masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui dan menganalisis aspek kepastian hukum kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terkait pemeriksaan perpajakan dokumen rahasia wajib pajak. 2. Mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan perpajakan terkait dokumen rahasia wajib pajak. 3. Mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh BPK menghadapi kendala dalam pemeriksaan dokumen rahasia wajib pajak. D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian tentunya diharapkan dapat memberi manfaat atau kegunaan. Adapun manfaat melalui penelitian ini yaitu: 1. Manfaat teoritis, yaitu manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, berupa sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya ilmu Hukum Tata Negara serta memperkaya referensi dan literatur sebagai acuan atau masukan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tema 11

12 penelitian sejenisnya. 2. Manfaat praktis, yaitu menjadi wadah bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir penulis. Penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan menjelaskan aspek kepastian hukum dari kewenangan BPK dalam memeriksa dokumen wajib pajak untuk melakukan pemeriksaan di bidang perpajakan, serta bagaimana kewenangan BPK tersebut dapat dilaksanakan dalam praktiknya. E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan masalah yang dipilih belum pernah diteliti sebelumnya atau harus dinyatakan secara tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. 14 Berdasarkan titik fokus yang digunakan dalam penelitian ini dan setelah dilakukan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada dan media internet, tidak ditemukan hasil penelitian yang sama dengan usulan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan penelusuran juga ditemukan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan dengan mengangkat topik serupa yaitu sebagai berikut: 1. Tesis dengan judul Tinjauan Hukum Tentang Kewajiban Merahasiakan Keterangan Wajib Pajak di Indonesia, dilakukan oleh Rio Wahyu Jatmiko 14 Ibid., hlm

13 pada tahun 2008, Magister Hukum UGM. Rumusan masalah tesis ini sebagai berikut: 15 a. Bagaimanakah perbandingan kewajiban merahasiakan keterangan wajib pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dengan IRS Code Amerika? b. Apakah dasar pembenaran pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan ijin kepada pejabat dan atau tenaga ahli dalam hal membuka keterangan Wajib Pajak yang harus dirahasiakan? Hasil penelitian tesis ini dapat disimpulkan bahwa sistem kerahasiaan yang digunakan di Indonesia mempunyai ruang lingkup yang luas sebagaimana diterapkan di Amerika, namun pengaturannya tidak terperinci dalam suatu undang-undang sebagaimana kerahasiaan wajib pajak di Amerika. Menteri keuangan RI dalam perundang-undangan perpajakan mempunyai wewenang yang hampir sama dengan Secretary dalam Internal Revenue Code section 6103, dalam pemberian ijin pembukaan rahasia wajib pajak. Wewenang Menteri Keuangan dalam memberikan izin kepada pejabat membuka kerahasiaan wajib pajak mempunyai arti: 1) Menteri Keuangan RI adalah penguasa yang berwenang dalam memberikan perintah jabatan sebagaimana dimaksud pasal 51 KUHP. 2) Penetapan Menteri Keuangan RI sebagaimana dimaksud pasal 32 ayat (2a) 15 Rio Wahyu Jatmiko, 2008, Tinjauan Hukum tentang Kewajiban Merahasiakan Keterangan Wajib Pajak di Indonesia, Tesis, Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 13

14 KUP bersifat pemberian ijin, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan pelaksanaan peundang-undangan perpajakan. 3) Pemberian wewenang ini penting untuk ketertiban administrasi dan alat kontrol untuk menjaga kerahasiaan. 2. Tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan Keuangan Negara, dilakukan oleh Dicky Jatnika pada tahun 2010, Program Studi Magister Hukum UGM. Rumusan masalah dalam tesis ini sebagai berikut: 16 a. Bagaimana kebebasan dan kemandirian BPK terkait dengan pelaksanaan tugas pemeriksaan keuangan negara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan? b. Apa yang dimaksud dengan bebas dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD NRI 1945? c. Apa hambatan hukum yang dihadapi BPK dalam melaksanakan kebebasan dan kemandiriannya terkait dengan kewenangan lembaga lain? Hasil penelitian tesis ini adalah BPK memiliki kewenangan yuridis yang sangat luas dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan keuangan negara. Kewenangan tersebut terkait dengan kebebasan dan kemandirian BPK 16 Dicky Jatnika, 2010, Tinjauan Yuridis Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan Keuangan Negara, Tesis, Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 14

15 dalam bidang pemeriksaan, kebebasan dan kemandirian BPK dalam bidang organisasi dan sumber daya manusia serta kebebasan dan kemandrian BPK dalam bidang anggaran. Kebebasan dan kemandirian BPK dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan keuangan negara mendapat hambatan dari beberapa peraturan perundang-undangan. Hambatan-hambatan tersebut disebabkan tidak selarasnya pengertian lingkup keuangan negara diantara peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan negara yang berlaku, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dan perbedaan penafsiran. 3. Tesis dengan judul Kewenangan Pemeriksaan BPK RI dalam Kaitannya dengan Prinsip Kerahasiaan Bank, dilakukan oleh Rini Yusandra pada tahun 2010, program studi Magister Hukum UGM. Rumusan masalah dalam tesis ini sebagai berikut: 17 a. Bagaimana prosedur pembukaan rahasia bank dalam proses pemeriksaan oleh BPK RI? b. Hambatan-hambatan apakah yang dijumpai oleh pemeriksa dalam rangka pembukaan rahasia bank? c. Upaya apa yang dapat dilakukan BPK RI berkaitan dengan hambatan dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan kerahasiaan bank? Hasil penelitian yang dilakukan tersebut adalah prosedur pembukaan 17 Rini Yusandra, 2010, Kewenangan Pemeriksaan BPK RI dalam Kaitannya dengan Prinsip Kerahasian Bank, Tesis, Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 15

16 rahasia bank yang selama ini digunakan dalam proses pemeriksaan BPK RI adalah: (1) dimintakan langsung dokumen yang diperlukan kepada Bank, dengan izin/kuasa dari pemegang rekening; (2) Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, yang sebenarnya diperuntukkan bagi di luar kepentingan pemeriksaan BPK RI; (3) Permintaan bantuan informasi/keterangan kepada PPATK. Hambatan yang ditemui pemeriksa terkait pembukaan rahasia bank adalah tidak dimungkinkannya pengungkapan data dan tidak dapat dipublikasikan tanpa ijin pemberi informasi. Upaya yang dapat dilakukan BPK RI adalah mengupayakan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai pengecualian BPK RI mengenai pembukaan Rahasia Bank dengan mengajukan Amandemen UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan khususnya mengenai Pasal-pasal yang mengatur mengenai pengecualian tentang rahasia bank; atau mengadakan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Berdasarkan penelitian-penelitian hukum terdahulu sebagaimana disebutan diatas, selain perbedaan yang terletak pada judul penelitian dan rumusan masalah, pada penelitian ini penulis menitikberatkan pada aspek kepastian hukum atas kewenangan yang dimiliki Menteri Keuangan dalam mengeluarkan izin dan kewenangan yang dimiliki oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan di bidang penerimaan pajak yang terkait dokumen rahasia wajib 16

17 pajak. Disatu sisi BPK berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dan disisi lain kewenangan BPK tersebut dalam aturan hukum berhadapan dengan pemberian izin Menteri Keuangan. Penelitian ini juga ingin melihat hambatan yang dihadapi BPK dalam pelaksanaan kewenangan tersebut dan upaya apa yang dilakukan oleh BPK dalam mengatasi hambatan tersebut. 17