KAJIAN PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK OLAHAN DAGING DI BEBERAPA PASAR DI KOTA BOGOR AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK OLAHAN DAGING DI BEBERAPA PASAR DI KOTA BOGOR AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR"

Transkripsi

1 KAJIAN PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK OLAHAN DAGING DI BEBERAPA PASAR DI KOTA BOGOR AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 i

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Olahan Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Akhmad Fahmi Hikmatiyar NIM F iii

4 ABSTRAK AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR. Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Olahan Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor. Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO. Label merupakan bagian yang penting pada suatu produk pangan. Label menjadi instrumen paling sederhana bagi konsumen untuk mengetahui keterjaminan mutu pada produk olahan daging. Regulasi pelabelan yang diterapkan di Indonesia adalah PP 69 Tahun Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemenuhan label produk olahan daging yang beredar di pasar di kota bogor terhadap aturan pelabelan tersebut (PP Nomor 69 Tahun 1999). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode yang digunakan adalah metode survei dan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengolahan data menggunakan tabulasi data serta pembuatan diagram dan histogram. Analisis terhadap 63 sampel produk olahan daging dari 12 lokasi pengambilan sampel memenuhi tingkat pemenuhan rata-rata aturan pelabelan mencapai 76.86% yang terdiri dari pemenuhan teknis pencantuman label 25.40%, pemenuhan terhadap teknis penulisan label 84.13%, pemenuhan teradap keterangan minimum label 90.16%, pemenuhan terhadap keterangan lain pada label 90.19%, serta pemenuhan terhadap keterangan yang dilarang dicantumkan pada label 94.44%. Kata kunci: label pangan, PP Nomor 69 Tahun 1999, produk olahan daging, regulasi pelabelan ABSTRACT AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR. The Assesement of Compliance with Mandatory Labelling for Meat Processed Products at The Market in Bogor City. Supervised by JOKO HERMANIANTO Food labelling is important part of food product. Label becomes a simple instrument for consumer to know about quality assurances on meat products. Labelling regulation in Indonesia uses PP 69 Tahun This reaserch aims to measure how far the implementation of food labelling in the market around of Bogor according to PP Nomor 69 Tahun The kind of this research is descriptive research and methodology used in this experiment is survey method with purposive sampling. Data processing is using tabulation, diagram, and histogram. Analysis towards to 63 samples of meat product from 12 locations in Bogor shows that 76.86% samples fullfil the technical of food labelling regulation. The data consist of 25,40% samples that display correct label in accordance of the technical regulation of food labelling, 84,13% samples that correct format content, 90.16% that provide minimum information, 90.19% samples that provide other form of information, and then 94,44% samples that fullfil the technical regulation of food labelling on prohibition in displaying of some restricted information. Keywords: PP Nomor 69 Tahun 1999, food labelling, labelling regulation, meat products ii

5 KAJIAN PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK OLAHAN DAGING DI BEBERAPA PASAR DI KOTA BOGOR AKHMAD FAHMI HIKMATIYAR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

6 iv

7 Judul Skripsi : Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Olahan Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor Nama : Akhmad Fahmi Hikmatiyar NIM : F Disetujui oleh Dr Ir Joko Hermanianto Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: v

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk Olahan Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2013 sampai Juni Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayahanda Suparta, S.pd dan Ibunda Masnah, serta kakak dan adik tercinta, Venny Agustiani Mahardikawati, Desi Chitra Lestary, Zulfikar Hizbul Islami, Akhmad Bintang Dirgantara, terimakasih atas doa, kasih sayang, dan dukungannya. 2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP.,DEA selaku dosen penguji. 4. Prof. Dedi Fardiaz yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat bagi skripsi ini. 5. Ibu Fitri dari BPOM divisi Investigasi dan Sertifikasi Pangan yang telah banyak membantu dalam memperoleh informasi pendukung dalam pembuatan skripsi ini. 6. Sahabat yang membantu dalam penyusunan skripsi ini baik untuk tukar pendapat dan memberikan masukan yang sangat berarti, mereka adalah Gugi Yogaswara, M. Sigit Susanto, Fuad Mustafa Baharuddin, Jian Septian, dan Luthfan Coy Setiawan. 7. Teman-teman ITP 46 serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca untuk melakukan penelitian dalam bidang regulasi pangan selanjutnya.. Bogor, Juli 2013 Akhmad Fahmi Hikmatiyar vi

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Daging 2 Regulasi Pelabelan 3 METODE 6 Waktu dan Tempat 6 Kerangka Pemikiran 6 Metode Penelitian 6 Tahapan Penelitian 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Contoh Produk Olahan Daging yang Diteliti 8 Teknis Pencantuman Label 10 Teknis Penulisan Label 10 Keterangan Minimum Label 11 Keterangan Lain pada Label 12 Keterangan yang Dilarang untuk Dicantumkan pada Label 16 Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata 18 Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Produk 19 Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Pasar 19 Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Nomor Pendaftaran 21 SIMPULAN DAN SARAN 23 Simpulan 23 Saran 23 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 26 RIWAYAT HIDUP 59 vii

10 DAFTAR TABEL 1 Konsumsi daging rata-rata per kapita setahun di Indonesia 3 2 Rincian bab II Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label pangan 4 3 Perbedaan keterangan kemasan pada beberapa peraturan pelabelan 5 4 Tempat dan lokasi pengambilan sampel produk olahan daging 7 5 Jumlah merek contoh produk olahan daging yang ditemukan di setiap pasar di Kota Bogor 8 6 Pemenuhan kelompok keterangan minimum label produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor 12 7 Pemenuhan kelompok keterangan lain pada label produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor 13 8 Pemenuhan kelompok keterangan yang dilarang dicantumkan pada label produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor 17 9 Tingkat pemenuhan rata-rata syarat label kemasan produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor 18 DAFTAR GAMBAR 1 Jenis produk olahan daging yang diamati 9 2 Perbandingan logo halal MUI dan logo halal bukan MUI 14 3 Jenis nomor pendaftaran produk pangan yang diamati 15 4 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis produk 19 5 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis produk 20 6 Tingkat pemenuhan syarat unsur keterangan minimum label berdasarkan jenis pasar 20 7 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan 21 8 Tingkat pemenuhan syarat unsur keterangan minimum label pangan berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan 22 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label 27 2 Tingkat pemenuhan syarat unsur atau kelompok unsur label 32 3 Analisis pemenuhan syarat teknis pencantuman label 35 4 Analisis pemenuhan syarat teknis penulisan label 39 5 Analisis pemenuhan keterangan minimum pada label 43 6 Analisis pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label 47 7 Analisis pemenuhan keterangan lain pada label 51 8 Sebaran produk olahan daging di Pasar Kota Bogor 55 viii

11 31 PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pangan yang memiliki kategori pangan high risk baik ditinjau dari segi keamanan maupun kehalalan. Hal ini disebabkan produk daging memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap tumbuhnya mikroba karena kandungannya yang kaya akan protein dan senyawa-senyawa lain yang dibutuhkan mikroba untuk hidup. Kandungan air dan protein yang sangat tinggi menyebabkan daging mudah mengalami kerusakan sehingga dikenal pula dengan istilah bahan pangan perishable. Menurut Ayanwale et al (2007), Kandungan nutrisi yang tinggi pada daging menyebabkan daging mudah rusak akibat adanya aktivitas mikroorganisme. Selain itu, kontaminasi dari udara pada proses pengolahan pangan dapat menurunkan umur simpan pangan dan menyebabkan tumbuhnya mikroba patogen (Salustiano VC et al. 2004). Daging tidak hanya berpotensi tumbuh mikroba pembusuk saja tetapi juga berpotensi tumbuhnya mikroba patogen yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut Rahayu WP dan Nurwitri CC (2012) mikroba utama yang berpotensi tumbuh pada daging adalah Pseudomonas, Acinetobacter/Moraxella, Alteromonas putrefaciens, Brochotrix thermospacta, Enterobacter, dan Lactobacillus. Mikroba tersebut membutuhkan asam amino sebagai substrat untuk dapat tumbuh pada kondisi aerob maupun anaerob. Kandungan asam amino yang cukup tinggi pada daging menyebabkan daging sangat berpotensi untuk media tumbuhnya mikroba-mikroba tersebut. Oleh karena itu, daging yang beredar di pasaran harus memenuhi persyaratan pengolahan yang baik dan harus terjamin keamanannya sebagai bentuk perlindungan terhadap hak konsumen. Dalam rangka pengawasan terhadap pangan yang beredar pemerintah memberlakukan adanya regulasi pelabelan produk pangan. Regulasi pelabelan produk pangan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Pelabelan dan Iklan Pangan. Selain itu, untuk mengawasi peredaran obat dan makanan pemerintah membentuk lembaga non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden yang bernama BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Badan ini melakukan fungsi pengawasan terhadap bahan pangan dan obat-obatan agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk salah satu fungsinya adalah mengawasi label produk pangan yang beredar. Produk olahan daging yang saat ini beredar seringkali masih belum memenuhi kriteria regulasi pelabelan. Dalam laporan tahunan Badan POM RI tahun 2011 dinyatakan bahwa dari label produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah (35.52%) tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena tidak mencantumkan nomor persetujuan pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluwarsa, netto (berat bersih), komposisi serta nama dan alamat produsen. Mengingat status produk olahan daging sebagai produk jenis high risk, hal ini layak mendapat perhatian khusus dan kajian lebih lanjut mengenai pelabelan pada produk olahan daging yang beredar di pasaran serta persentase pemenuhan persyaratan terhadap regulasi pelabelan yang dilakukan para produsen daging olahan. Hal ini sebagai upaya perlindungan terhadap konsumen terlebih konsumen di Indonesia terdiri dari mayoritas beragama Islam. Berdasarkan hasil sensus 1

12 2 penduduk oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk beragama Islam pada tahun 2010 adalah orang. Semua penduduk Islam di Indonesia tersebut berhak mendapatkan perlindungan untuk mengkonsumsi produk pangan yang halal. Pengetahuan konsumen saat ini terhadap pelabelan produk pangan masih sangat minim (Rahayu WP 2011). Masyarakat perlu mengetahui adanya regulasi pelabelan yang dipersyaratkan pada produk olahan daging. Hal ini sebagai langkah preventif agar masyarakat terlindungi haknya serta produk yang dikonsumsi terjamin keamanannya serta kehalalannya. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat pemenuhan aspek pelabelan produk olahan daging yang telah memenuhi syarat label pangan untuk mengetahaui keterjaminan keamanan dan kehalalan produk daging olahan bagi konsumen serta melihat efektivitas penerapan peraturan pemerintah sebagai bahan masukan terhadap penerapan dan perbaikan regulasi pelabelan yang ada saat ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemenuhan label produk olahan daging yang beredar di pasar Kota Bogor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. TINJAUAN PUSTAKA Daging Definisi daging menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 3932:2008) tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi yang dimaksud daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Soeparno (2005) mendefinisikan daging sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Komposisi daging terdiri atas air 75%, protein 19%, lemak 2.5%, dan substansi nonprotein 3.5% (Lawrie 2003). Substansi nonprotein yang yang larut terdiri dari karbohidrat, vitamin, dan mineral dalam daging (Rahmawati 2012). Menurut Yalcin S et al. (2003) proses pengolahan daging memiliki banyak critical control point yang dapat menyebabkan daging dapat terkontaminasi mikroba diantaranya adalah penyembelihan, pelepasan kulit, pencucian daging, serta pendinginan (chilling). Dengan demikian proses pengolahan produk daging memiliki resiko keamanan pangan yang tinggi sehingga diperlukan adanya regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap produk-produk daging olahan yang beredar dipasaran sehingga mutu dan keamanannya dapat terjamin dengan baik. Tingkat konsumsi daging di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terutama produk daging yang beredar di pasaran seperti daging sapi dan daging ayam boiler. Berikut Tabel yang menunjukkan konsumsi daging di Indonesia. 2

13 3 Tabel 1 Konsumsi daging rata-rata per kapita setahun di Indonesia, Tahun (dalam Kg) Rata-rata No Jenis Daging Pertumbuhan (%) 1 Daging sapi 0,417 0,365 0,313 0,365 0,469 4,61 2 Daging ayam ras (boiler meat) 3,441 3,233 3,076 3,546 4,328 6,60 3 Daging ayam kampung 0,678 0,574 0,521 0,626 0,626-1,12 Sumber: Survei Sosial-Ekonomi Nasional, ( Tabel di atas menunjukkan bahwa konsumsi daging di Indonesia semakin meningkat. Hal ini perlu adanya regulasi yang lebih tegas agar persaingan diantara produsen daging tidak menyebabkan menurunnya kualitas daging sehingga konsumen yang dirugikan. Aturan pelabelan pada produk daging olahan pun harus dikontrol dengan baik sehingga menjadi indikator mutu dan perlindungan konsumen bagi konsumen yang membeli produk daging tersebut. Regulasi Pelabelan Menurut CAC (Codex Alimentarius Comission) (2012), label pada kemasan pangan mempunyai fungsi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan konsumen serta menciptakan perdagangan pangan yang adil dan jujur. Berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk Gambar, tulisan, kombinsai keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan sedangkan pangan halal menurut PP Nomor 69 Tahun 1999 adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu, dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. Saat ini, regulasi pelabelan yang berlaku di Indoneia adalah PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah ini terdiri dari 8 bab. Aturan pelabelan tercantum pada Bab II sedangkan pengawasan dan tindakan administratif tercantum pada Bab III dan Bab IV. Bab II terdiri dari 15 bagian dan 42 pasal (pasal 2 hingga pasal 43). Tabel rincian Bab II tentang Label Pangan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. 3

14 4 Tabel 2 Rincian Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label pangan Bagian Perihal Jumlah Pasal 1 Umum 10 (pasal 2-11) 2 Bagian utama label 3 (pasal 12-14) 3 Tulisan pada label 2 (pasal 15-16) 4 Nama produk pangan 2 (pasal 17-18) 5 Keterangan tentang bahan yang dignakan 4 (pasal 19-22) 6 Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih 3 (pasal 23-25) 7 Keterangan tentang nama dan alamat produsen 1 (pasal 26) 8 Tanggal kadaluwarsa 3 (pasal 27-29) 9 Nomor pendaftaran pangan 1 (pasal 30) 10 Keterangan tentang kode produksi pangan 1 (pasal 31) 11 Keterangan tentang kandungan gizi 2 (pasal 32-33) 12 Keterangan tentang iradiasi pangan dan rekayasa genetika 2 (pasal 34-35) 13 Keterangan tentang bahan pangan yang dibuat dari bahan baku alami 2 (pasal 36-37) 14 Keterangan lain pada label tentang pangan olahan tertentu 5 (pasal 38-42) 15 Keterangan tentang bahan tambahan pangan 1 (pasal 43) Jumlah 42 pasal Label pangan merupakan kesepakatan tidak langsung antara konsumen, produsen, dan pemerintah. Pemerintah sebagai pembuat regulasi menjadi acuan utama untuk dapat memenuhi hak konsumen serta tidak menyulitkan produsen. Konsumen secara mayoritas tidak memiliki tuntutan khusus terhadap konten pelabelan hanya saja konsumen mengharapakan label pangan dapat menyediakan informasi kepada konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan dikonsumsi (Blanchfield 2000). Produsen menggunakan label pangan sebagai media promosi dan iklan untuk meningkatkan minat konsumen dalam memilih produknya. Setiap kepentingan ini harus dapat diakomodir oleh pemerintah sebagai pembuat regulasi. Regulasi yang dibuat merupakan titik temu antara kepentingan produsen dan kepentingan konsumen (hak konsumen). Label pangan merupakan bagian penting dari perdagangan pangan. Tanggung jawab mengenai label pangan melibatkan konsumen, produsen, dan pemerintah sebagai pembuat regulasi. Menurut Blanchfield (2000), konsumen tidak memiliki tuntutan khusus pada label pangan, tetapi konsumen mengharapkan label pangan dapat menyediakan informasi yang menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam memilih produk. Syarat unsur label berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1999 dapat dilihat pada Lampiran 1. Setiap negara memiliki aturan yang berbeda dalam regulasi kemasan. Sebagai contoh di Amerika Serikat regulasi tentang aturan pelabelan disebut Food Labelling Guide yang dikeluarkan oleh FDA, Labelling of Package Food yang berlaku di 4

15 5 Australia, serta Euro Council 2000/13/EC yang berlaku di Uni Eropa yang merupakan revisi dari Euro Council 79/112/EC sedangkan peraturan yang dikeluarkan CAC (Codex Allimentarius Comission) adalah codex stan Berikut Tabel 3 yang menjelaskan beberapa perbedaan peraturan pelabelan yang berlaku di dunia. Tabel 3 Perbedaan keterangan kemasan pada beberapa peraturan pelabelan No Keterangan label PP 69 th 1999 CAC (codex stan ) EC 2000/13 FDA Food Labelling Guide Australia Labelling of Package Food 1 Nama produk 2 Berat bersih 3 Nama dan alamat produsen 4 Daftar bahan 5 Tanggal kadaluwarsa - 6 Informasi gizi Kode produksi Country of origin Informasi allergen Cara penyimpanan Petunjuk penggunaan - - Jumlah Keterangan: : Diatur Sumber: Maradhika (2012) - : Tidak diatur Tabel 3 menunjukkan bahwa regulasi pangan di setiap negara berbeda satu dengan yang lain. Dilihat dari Tabel 3, Australia memiliki aturan pelabelan yang paling banyak mengenai aturan minimum label dibandingkan negara lain. Sanksi terhadap pelanggaran pelabelan di setiap negara berbeda-beda. Seperti contoh, pelanggaran pelabelan di Singapura mendapat hukuman berupa denda sebesar lima ribu hingga sepuluh ribu dollar Singapura dan atau kurungan penjara selama tiga bulan. Hukuman pelanggaran pelabelan di Malaysia adalah denda dan atau penjara selama tiga tahun. Pelanggaran pelabelan di Indonesia dikenakan tindakan administratif. Tindakan administratif yang dikenakan tercantum dalam pasal 61 PP Nomor 69 Tahun Tindakan tersebut beruapa peringatan tertulis, larangan peredaran produk untuk sementara waktu maupun penarikan produk, pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia, penghentian produksi, pengenaan denda (paling tinggi lima puluh juta rupiah), dan pencabutan izin produksi atau usaha. 5

16 6 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Februari sampai dengan Juni 2013, bulan pertama melakukan studi pustaka dan membuat instrumen penelitian. Pada bulan kedua dan ketiga melakukan pengambilan data primer di dua belas pasar di Kota Bogor serta pada bulan keempat dan kelima (mei dan juni) menyusun laporan penelitian. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang termasuk dalam penelitian deskriptif. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Menurut Kerlinger dan Lee (2000), penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari polpulasi tersebut. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya (Zulnaidi 2007). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Nazir M (2003) penelitian deskriptif secara lebih umum dikenal dengan istilah metode survei walaupun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa metode yang dapat digunakan tidak hanya dengan metode survei. Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan metode survei dengan teknik purposive sampling dan pengambilan data primer menggunakan check sheet sebagai alat pengumpul data serta teknik content analysis (analisis isi). Tipe penelitian ini tergolong ke dalam penelitian deskriptif (descriptive research) karena peneliti bertujuan untuk mengukur tingkat pemenuhan label kemasan terhadap regulasi yang berlaku sehingga diperoleh gambaran terhadap tingkat pemenuhan tersebut (Singarimbun dan Effendi 2008). Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama pengumpulan data dan tahap kedua adalah analisis data. Berikut ini penjelasan mengenai tahapan penelitian yang digunakan pada penelitian ini. 6

17 7 a). Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan pengumpulan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau percobaan di laboratorium (Nasution 2007). Data label kemasan produk olahan daging dikumpulkan dari masing-masing minimarket (empat buah), supermarket (empat buah), dan hypermart (dua buah) yang berada di kota Bogor. Tempat dan lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tempat dan lokasi pengambilan sampel produk olahan daging Jenis Tempat Hypermart Supermarket Minimarket Pasar Tradisional Jumlah lokasi pengambilan sampel 2 lokasi pasar 4 lokasi pasar 3 lokasi pasar 3 lokasi pasar Pada prinsipnya, seluruh produk olahan daging yang terdapat di pasar tradisional, hypermart, supermarket, dan minimarket yang dipilih akan diamati. Berbagai jenis pasar yang dipilih bersifat saling melengkapi. b). Analisis Data Analisis data hasil pengamatan informasi label produk olahan daging dilakukan dengan content analysis (analisis isi). Analisis isi dengan membandingkan kesesuain konten label produk dengan ketentuan regulasi yang berlaku saat ini yang dikenal dengan istilah Legal Analysis Research (Whitney dalam Gunanta 2007). Pada penelitian ini, label produk olahan daging akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Unsur-unsur label yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Gunanta (2007) untuk menghitung tingkat pemenuhan persyaratan label rata-rata untuk setiap unsur atau kelompok unsur dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n Ui i=1m x 100% TPP = n Keterangan: TPP : tingkat pemenuhan kriteria rata-rata unsur atau kelompok unsur Ui : jumlah merek yang memenuhi persyaratan unsur label ke-i m : jumlah seluruh merek produk olahan daging n : jumlah unsur label Disamping itu, dilakukan juga analisis sebaran tingkat pemenuhan persyaratan unsur label dengan menggunakan histogram. Penelitian ini didasarkan pada tahapan penelitian yang sesuai dengan validitas metodologi penelitian survei (Singarimbun dan Effendi 2008). 7

18 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Contoh Produk Olahan Daging yang Diteliti Jumlah merek produk olahan daging yang diperoleh dari hasil pengumpulan contoh yang berasal dari 12 pasar (empat jenis pasar) di Kota Bogor ini berjumlah 63 merek. Beberapa pasar yang dijadikan tempat pengambilan sampel adalah 2 hypermart, 4 supermarket, 3 minimarket, serta 3 pasar tradisional yang berlokasi di Kota Bogor, Jawa Barat. Produk olahan daging yang diteliti adalah jenis produk olahan daging yang dikemas dan dilabeli yang meliputi sosis, naget, bakso, jenis lain (chicken wing, karage, kornet, dan rolade). Merek yang memiliki banyak varian produk, hanya diambil satu contoh untuk diteliti pelabelannya karena diasumsikan untuk produk yang memiliki merek yang sama, pemenuhan terhadap pelabelannya juga sama. Merek yang terdapat di beberapa pasar tempat pengambilan contoh, hanya satu merek contoh yang diambil untuk mewakili. Sebaran merek yang diteliti beserta pasar yang menjual merek tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah merek contoh produk olahan daging yang ditemukan di setiap pasar di Kota Bogor Tempat pengambilan contoh Jenis tempat (Inisial) Hypermart GB HB Supermarket FE SI YJ RB Minimarket Alf Ind Ala Pasar Tradisional PB PA PG Total jumlah merek yang diteliti Jumlah merek yang didapat merek Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa produk olahan daging terbanyak dapat ditemui di pasar GB dan paling sedikit ditemukan di pasar tradisional PG. Hal ini berkaitan dengan kecenderungan konsumen untuk membeli produk olahan daging pada lokasi pasar tertentu. Semakin banyak jumlah merek yang ditemukan pada suatu pasar mengindikasikan semakin banyak konsmen di pasar tersebut yang membeli produk olahan daging. Dilihat dari segi kategori jenis pasar, paling banyak ditemukan varian merek produk olahan daging adalah pada kategori jenis pasar supermarket sedangkan paling sedikit ditemukan jumlah varian merek adalah pada kategori jenis pasar minimarket. Tabel 5 hanya menunjukkan jumlah merek yang ditemukan di lokasi pasar tersebut tanpa menampilkan irisan penemuan merek di setiap pasar, sedangkan 8

19 9 untuk mengetahui sebaran merek dan irisan penemuan merek di setiap lokasi pasar dapat dilihat di Lampiran 8. Pengambilan sampel merek produk olahan daging berdasarkan perbedaan lokasi pasar diharapkan dapat melengkapi perolehan sampel merek karena beberapa merek tertentu hanya dapat ditemukan di kategori jenis pasar tertentu pula. Hal ini berkaitan dengan segmentasi pasar dan konsumen. Selain itu, pengambilan sampel berdasarkan kategori jenis pasar dapat memberikan informasi apakah semakin besar kategori pasar semakin selektif terhadap produk yang dipasarkan dan mempertimbangkan label produk yang dipasarkan sesuai degan regulasi yang ada atau tidak, sehingga ini dapat menjadi masukan bagi BPOM juga pengelola pasar yang terkait. Olehkarena itu, pada pembahasan dibahas mengenai pemenuhan label berdasarkan kategori pasar. Beberapa merek tertentu dapat ditemukan lebih dari di satu pasar sehingga setiap pasar memiliki irisan dengan pasar lainnya untuk keberadaan merek produk olahan daging yang dijual. Total merek yang diambil menjadi contoh untuk diteliti adalah sebanyak 63 merek. Pengambilan contoh di 12 pasar yang berbeda tersebut bersifat saling melengkapi. Semua merek yang didapatkan dari tiap pasar tersebut diamati. Apabila di tempat pengambilan contoh selanjutnya terdapat merek yang telah diamati di tempat sebelumnya, maka merek tersebut tidak diamati kembali. Terdapat empat kelompok jenis produk olahan daging yang diamati antara lain adalah sosis, bakso, naget, serta jenis produk lain-lain. Sosis merupakan produk yang paling banyak ditemukan yakni 23 merek (37%), bakso 19 merek (30%), naget 11 merek (17%), dan jenis produk lain yang meliputi kornet, rolade, chikcken wing, ayam cincang, dan karage ditemukan 10 merek (16%) (Gambar 1). Perbedaan jumlah jenis produk menunjukkan tingkat peredaran jenis produk olahan daging yang beredar di pasar di Kota Bogor. Sosis merupakan produk olahan daging yang banyak diminati oleh konsumen di Indonesia (Mujiono 2009) sedangkan menurut Situmorang (2013) bakso merupakan produk olahan daging yang paling popoler di Indonesia. Selain itu, semua bakso yang ditemukan merupakan bakso sapi karena bakso sapi merupakan bakso yang paling disukai oleh konsumen (Suradi 2007). Oleh karena itu, kedua jenis produk ini yang mendominasi produk olahan daging yang beredar di pasar di Kota Bogor. Jenis produk lain-lain digabungkan menjadi satu kelompok karena memiliki jumlah yang sedikit/kecil sehingga akan lebih mudah memahami data sebaran jenis produk yang diamati. Berikut Gambar 1 yang menunjukkan persentase produk olahan daging yang ditemukan dari total 63 merek. 16% Sosis 17% 37% Bakso Naget Produk jenis lain 30% Gambar 1 Jenis produk olahan daging yang diamati 9

20 10 Berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1999 dan SK Kepala BPOM (KBPOM RI Nomor HK Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan) bahwa pemenuhan aturan pelabelan dibahas dalam lima kelompok unsur pelabelan yang meliputi teknis pencantuman label, teknis penulisan label, keterangan minimum, keterangan lain pada label, serta keterangan yang dilarang untuk dicantumkan pada label. Teknis Pencantuman Label Label produk olahan daging umumnya dicantumkan pada bagian luar kemasan. Regulasi yang mengatur tentang teknis pencantuman label adalah PP 69 Tahun 1999 pasal 2 ayat 2 yang berbunyi Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa label kemasan pada produk harus tidak mudah lepas, tidak mudah luntur atau rusak, serta diletakkan pada tempat yang mudah dilihat. Hasil pengamatan pada contoh produk olahan daging berlabel berdasarkan analisis teknis pencantuman label dapat dilihat di Lampiran 3. Hasil pengamatan menunjukkan bawa tingkat pemenuhan unsur teknis pencantuman label adalah sebanyak 25.40% dari 63 merek yang diamati atau dengan kata lain 47 merek dari 63 merek belum memenuhi teknis pencantuman label dengan benar. Pemenuhan ini merupakan yang paling rendah apabila dibandingkan dengan kelompok unsur label yang lain pada kemasan produk olahan daging yang diteliti. Berdasarkan pengamatan teknis pencantuman label pada produk olahan daging, kesalahan yang seringkali dilakukan adalah penulisan kode produksi dan tanggal kadaluwarsa yang mudah hilang dengan cara digosok dengan menggunakan jari sehingga menyalahi aturan pencantuman label. Selain itu pencantuman label yang menggunakan stiker yang ditempel pada kemasan (tidak tercetak pada kemasan) sehingga mudah dikelupas atau dicopot. Hal ini juga menyalahi aturan pelabelan yang berlaku. Kemasan yang benar adalah tercetak langsung pada kemasan sehingga tidak mudah luntur atau rusak. Teknis Penulisan Label Berdasarkan hasil pengamatan terhadap label produk daging olahan (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa pemenuhan terhadap aturan penulisan label produk olahan daging yang beredar di pasar di Kota Bogor adalah sebanyak 84.13% atau dengan kata lain 10 merek dari 63 merek yang diamati belum memenuhi aturan penulisan label yang sesuai dengan PP 69 Tahun 1999 pasal 13 ayat 1 dan 2 serta pasal 15 sebagai berikut: a. Pasal 13 ayat 1: Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca. 10

21 11 b. Pasal 13 ayat 2: Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa Gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) c. Pasal 15: Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin. Berdasarkan pada dua pasal tersebut maka penulisan label pada kemasan harus mudah dibaca, menggunakan warna tulisan yang berlawanan dengan warna latar kemasan sehingga mudah dibaca, tidak berdesak-desakan, tidak menggunakan huruf dan bahasa asing (untuk yang memiliki padanannya dalam bahasa Indonesia) dan jelas sehingga mudah dibaca. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 15.87% (10 merek dari 63 merek yang diamati) yang beredar di pasar di Kota Bogor masih belum sesuai dengan aturan teknis pencantuman label. Teknis penulisan label merupakan pemenuhan terhadap aturan pelabelan urutan kedua terendah setelah teknis pencantuman label untuk produk olahan daging yang beredar di pasar di Kota Bogor. Kesalahan yang ditemukan dari hasil pengamatan untuk teknis penulisan label adalah menggunakan bahasa asing dan menggunakan warna tulisan yang mirip dengan latar kemasan sehingga tulisan sulit untuk dibaca. Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian ini, bahasa asing yang sering digunakan adalah bahasa Inggris, bahasa Jepang dan bahasa Jerman. Bahasa asing biasanya digunakan untuk menuliskan nama produk (chicken wing, karage, dan bruchwurst), unsur tanggal kadaluwarsa (best before), dan unsur keterangan promosi (I like it!). Data analisis teknis penulisan label terdapat pada Lampiran 4. Keterangan Minimum Label Pemenuhan keterangan minimum label diatur oleh PP 69 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 sebagai berikut: a. Pasal 3 ayat (1) Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan. b. Pasal 3 ayat (2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang kurangnya memuat: 1. nama produk; 2. daftar bahan yang digunakan; 3. berat bersih atau isi bersih; 4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; 5. tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Berdasarkan pasal tersebut maka kemasan produk olahan daging harus memuat 5 keterangan minimal yang disebutkan di atas. Hasil pengamatan terhadap 63 merek contoh menunjukkan 90.16% (57 merek) sudah memenuhi ketentuan ini. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 11

22 12 Tabel 6 Pemenuhan kelompok keterangan minimum label produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor (dari total 63 merek) Unsur label Jumlah merek yang memenuhi TPP (%) aturan (dari total 63 merek) Nama produk pangan % Daftar bahan % Berat bersih % Nama dan alamat produsen % Tanggal kadaluwarsa % Rata-rata 90.16% Keterangan: TPP: Tingkat Persentase Pemenuhan Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemenuhan yang paling tinggi untuk keterangan minimum adalah pencantuman nama produk dan daftar bahan yang memenuhi 96.83% (61 merek) diikuti pencantuman tanggal kadaluwarsa 95.24% (60 merek) kemudian pencantuman alamat produsen yang memenuhi sebanyak 88.89% (56 merek) serta yang paling rendah adalah pemenuhan terhadap pencantuman berat bersih sebesar 73.02% (46 merek). Kesalahan yang ditemukan bedasarkan hasil pengamatan adalah tidak mencantumkan keterangan minimal tersebut pada kemasan. Selain itu, untuk berat bersih tidak dicantumkan dalam satuan gram/kilogram namun dicantumkan dalam satuan pcs (pieces) atau buah. Hal ini menyalahi aturan pada pasal 23 PP 69 Tahun 1999 sebagi berikut: Pasal 23 Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik: a. dengan ukuran isi untuk makanan cair; b. dengan ukuran ukuran berat untuk makanan padat; c. dengan ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental. Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut pemenuhan terhadap keterangan minimum label tergolong tinggi (90.16% atau 57 dari 63 ), sehingga produk olahan daging yang beredar di Kota Bogor sebagian besar telah memenuhi aturan pencantuman keterangan minimum pada label kemasan. Keterangan Lain pada Label Keterangan lain pada label pada dasarnya tidak wajib untuk dicantumkan, namun dapat menjadi wajib dicantumkan karena alasan atau sebab-sebab tertentu. Landasan hukum untuk hal ini terdapat pada PP 69 Tahun 1999 pasal 10 serta pasal 38 hingga pasal 43. Sebagai contoh pembahasan maka akan dibahas pasal 10 dan pasal 40 tentang metode penyimpanan. Pasal 10 ayat (1) menyatakan setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label sedangkan pada ayat (2) menyatakan pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari label. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa keterangan halal dapat menjadi wajib untuk dicantumkan apabila produsen mengklaim bahwa produk yang dihasilkannya 12

23 13 adalah halal. Keterangan halal ini wajib dicantumkan pada kemasan produk pangan tesebut walaupun aturan dasar mencantumkan logo halal pada kemasan adalah bersifat volunteery (sukarela/tidak diwajibkan). Namun, menjadi wajib mencantumkan logo halal apabila produsen mengklaim produknya adalah halal. Pasal 40 PP 69 Tahun 1999 menyebutkan dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk tentang cara penyimpanan harus dicantumkan pada label. Berdasarkan pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa mencantumkan metode penyimpanan adalah tidak wajib dicantumkan, namun apabila produk yang dihasilkan akan mengalami perubahan mutu tertentu ketika tidak disimpan dengan metode penyimpanan tertentu maka petunjuk tentang tata cara penyimpanan menjadi wajib untuk dicantumkan pada kemasan. Sebagai contoh, ketika suatu produsen memproduksi kerupuk udang maka metode penyimpanan tidak wajib untuk dicantumkan karena kerupuk udang tidak akan berubah ketika disimpan pada suhu dan kondisi ruang biasa. Berbeda ketika produsen yang memproduksi produk olahan daging yang akan rusak mutunya bahkan akan beresiko terhadap keamanannya ketika dikonsumsi (seperti contoh yang diamati pada penelitian ini) maka produsen wajib mencantumkan metode penyimpanan yang sesuai dengan produk olahan daging tersebut yakni disimpan pada kondisi dingin ((-15) C - 0 C). Pada penelitian ini ada 11 jenis keterangan lain yang diamati berdasarkan PP 69 Tahun 1999 terhadap produk olahan daging. Berikut Tabel 7 menjelaskan pemenuhan terhadap keterangan lain pada produk olahan daging. Tabel 7 Pemenuhan kelompok keterangan lain pada label produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor (dari total 63 merek) Jumlah merek yang No Unsur label memenuhi aturan TPP (%) (dari total 63 merek) 1 Manfaat pangan bagi kesehatan % 2 Pernyataan halal % 3 Nomor pendaftaran pangan % 4 Kode produksi % 5 Keterangan kandungan gizi (nutrition % facts) 6 Iradiasi pangan % 7 Produk pangan rekayasa genetik % 8 Produk sintesis dari bahan baku % alamiah 9 Produk pangan olahan tertentu % 10 Keterangan Bahan Tambahan Pangan % 11 Keterangan mengenai metode % penyimpanan Rata-rata 90.19% Keterangan: TPP: Tingkat Persentase Pemenuhan Pada Tabel 7 dapat kita lihat bahwa pemenuhan paling tinggi untuk kelompok keterangan lain pada label adalah pemenuhan terhadap unsur label manfaat pangan bagi kesehatan, keterangan kandungan gizi (nutrition facts), 13

24 14 iradiasi pangan, produk pangan rekayasa genetik, produk sintesis dari bahan baku alamiah, dan produk pangan olahan tertentu yang masing-masing mencapai pemenuhan maksimal 100%. Hal ini disebabkan unsur ini tidak dicantumkan dan tidak ada sebab-sebab yang mewajibkan unsur ini dicantumkan sehingga pemenuhannya mencapai 100%. Pemenuhan keterangan bahan tambahan pangan (BTP) merupakan pemenuhan terendah yakni mencapai 66.67% (42 merek) yang memenuhi. Beberapa kesalahan pencantuman BTP pada kemasan adalah tidak menuliskan golongan BTP, tidak menjelaskan mengandung BTP sesuai aturan, dan hanya menyebutkan bahan tambahan saja. Berdasarkan PP 69 Tahun 1999 tentang tata cara penulisan BTP diatur pada pasal 43 ayat 1. Pasal 43 ayat (1) menyatakan Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), pada Label untuk Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan: a. tulisan Bahan Tambahan Pangan; b. nama golongan Bahan Tambahan Pangan; c. nama Bahan Tambahan Pangan, dan atau nomor kode internasional yang dimilikinya. Berdasarkan pasal tersebut maka kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan di atas menjadi pelanggaran sehingga belum dikatakan memenuhi aturan pelabelan ketika hanya mencantumkan monosodium glutamate (msg) seharusnya mencantumkan secara lengkap yakni penguat rasa monosodium glutamate (msg). Pernyataan halal memenuhi sebesar 80.19% (51 merek mencantumkan logo halal dengan benar). Hasil pengamatan menunjukkan beberapa kesalahan yang ditemukan adalah menggunakan logo halal tidak tersertifikasi MUI (bukan logo halal MUI) dan atau tidak ada nomor registrasi halal MUI. Beberapa merek ditemukan masih menggunakan logo halal umum (tulisan halal dalam huruf arab). Berikut contoh Gambar logo halal yang digunakan pada kemasan. Gambar 2 Contoh perbandingan logo halal MUI (kiri) dan logo halal bukan MUI (kanan) Gambar 2 sebelah kiri merupakan contoh gambar logo yang benar untuk dapat digunakan pada kemasan sedangkan sebelah kanan merupakan contoh gambar logo halal salah sehingga tidak boleh digunakan. Produk yang menggunakan logo halal yang tidak sesuai dengan contoh gambar logo halal yang benar (Gambar 2 sebelah kanan) seperti di atas dikategorikan sebagai produk yang belum/tidak memenuhi pencantuman pernyataan halal. Logo halal merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap konsumen yang beragama Islam. Selain itu, menurut Falah (2004) label halal pada produk olahan daging sapi menjadi hal yang paling diutamakan oleh konsumen yang memiliki pendapatan yang tinggi. 14

25 15 Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam sehingga bagi umat Islam mengkonsumsi makanan halal merupakan suatu kewajiban (seperti sholat dan puasa). Pencantuman logo halal yang belum memenuhi sebagian besar disebabkan oleh produsen kecil dan menengah. Selain itu, pengawasan terhadap label halal yang telah ada di pasaran belum optimal dilakukan dan produsen pangan olahan terutama industri menengah dan industri kecil seringkali tidak memenuhi aturan yang berlaku (Utami 2004). Hal ini menjadi evaluasi bagi pemerintah dan lembaga yang terkait untuk melakukan tindakan pengawasan yang lebih ketat terhadap produk yang memiliki resiko keharaman agar dapat mencantumkan logo halal yang benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemenuhan terhadap nomor pendaftaran pangan cukup baik yakni mencapai 96.83% (61 merek) atau dengan kata lain hanya 2 yang tidak mencantumkan nomor pendaftaran pangan. Sebagian besar produk yang diamati pada penelitian ini memiliki jenis nomor pendaftaran MD. Berikut ini data mengenai jenis pangan berdasarkan nomor pendaftaran pangan yang diteliti. MD 86% IRT-P 14% Gambar 3 Jenis nomor pendaftaran produk pangan yang diamati Dapat dilihat pada Gambar 3 di atas bahwa produk yang diteliti sebanyak 86% (54 merek) memiliki jenis MD (diproduksi di dalam negeri dengan izin BPOM) dan IRT-P atau PIRT (dirpoduksi oleh perusahaan rumah tangga dengan izin dinas kesehatan) sebanyak 14% (9 merek). Nomor pendaftaran pangan adalah nomor yang diberikan untuk satu jenis produk pangan yang diproduksi di suatu perusahaan (Gunanta 2007). Selain itu menurut Keputusan Kepala BPOM nomor 00/ nomor pendaftaran pangan sebagai syarat produk menjadi legal untuk dipasarkan (izin edar). Nomor pendaftaran MD diperuntukkan bagi perusahaan yang bermodal besar yang diproduksi di dalam negeri serta ML untuk produkproduk impor (diproduksi di luar negeri). Produk olahan daging yang ditemukan di pasar di Kota Bogor tidak ada yang memiliki jenis nomor pendaftaran pangan ML. Sebagian besar produk yang diamati memiliki jenis pendaftaran MD (terdaftar di BPOM) namun masih memiliki kesalahan/kekurangan pada pemenuhan label padahal ketika mendaftarkan produknya, produsen pangan harus melampirkan contoh label yang digunakan. Hal ini menjadi catatan penting bagi BPOM untuk memeriksa kelengkapan pemenuhan label pangan produk pada saat produsen 15

26 16 mendaftarkan produknya. Selain itu, perlu diadakan investigasi lapangan untuk memastikan kesesuaian label produk yang beredar dengan aturan yang berlaku. Pemenuhan terhadap pencantuman kode produksi dan metode penyimpanan tergolong rendah. Pemenuhannya mencapai 79.37% untuk kode produksi dan 68.25% untuk pencantuman metode penyimpanan. Tidak mencantumkan kode produksi dan metode penyimpanan merupakan pelanggaran terhadap aturan pelabelan. Walaupun tidak semua produk pangan wajib mencantumkan metode penyimpanan pada label, tetapi untuk produk olahan daging hal ini menjadi wajib karena produk olahan daging akan berubah mutu dan karakteristik produknya apabila tidak disimpan berdasarkan metode penyimpanan yang tepat bahkan berpotensi menyebabkan kerusakan produk dan bahaya untuk dikonsumi. Hal ini disbabkan karena produk olahan daging termasuk kategori pangan perishable (mudah rusak). Bahaya kerusakan yang disebabkan oleh mikroba (bakteri) mudah sekali terjadi pada produk olahan daging. Pemenuhan pencantuman metode penyimpanan merupakan pemenuhan terendah kedua setelah pencantuman BTP pada kelompok keterangan lain. Keterangan yang Dilarang untuk Dicantumkan pada Label Peraturan Pemerintan Nomor 69 Tahun 1999 juga menjelaskan beberapa keterangan yang dilarang untuk dicantumkan pada label pangan. Hal ini berkaitan erat dengan kebenaran informasai yang disampaikan melalui label. Beberapa keterangan yang dilarang menurut PP 69 Tahun 1999 antara lain adalah keterangan yang tidak benar dan menyesatkan berupa gambar maupun tulisan, pangan dapat berfungsi obat, mencantumkan nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan, keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain, keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah padahal hanya sebagian atau tanpa bahan baku alamiah dalam proses pembuatannya, keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila terbuat dari bahan jadi/setengah jadi. Pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang pada label mencapai 100% kecuali untuk pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang tidak benar dan menyesatkan (79.37%), tidak mencantumkan keterangan lembaga analisis (98.41%), serta tidak mencantumkan keterangan terbuat dari bahan segar (88.89%). Berdasarkan penjelasan PP Nomor 69 Tahun 1999 pasal 5 mengenai keterangan yang tidak benar dan menyesatkan menyebutkan keterangan yang tidak benar yang dimaksud merupakan suatu keterangan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan. Berikut Tabel 8 menampilkan data mengenai pemenuhan tidak mencantumkan kelompok keterangan yang dilarang dicantumkan pada label. 16

27 17 Tabel 8 Pemenuhan tidak mencantumkan kelompok keterangan yang dilarang pada label produk olahan daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor Jumlah merek yang No Unsur label memenuhi aturan (dari total 63 merek) TPP (%) 1 Keterangan yang tidak benar dan menyesatkan % 2 Pangan dapat berfungsi sebagai obat % 3 Mencantumkan nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan % 4 Keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk lain % 5 Keterangan bahwa pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila hanya sebagaian bahan baku alamiah dalam pembuatannya % 6 Keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila hanya terbuat % dari bahan setengah jadi/bahan jadi Rata-rata 94.44% Keterangan: TPP: Tingkat Persentase Pemenuhan Pada Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang tidak benar adalah yang paling rendah yakni sebesar 79.37% atau dengan kata lain, 13 merek dari 63 merek yang diamati masih mencantumkan keterangan yang tidak benar dan menyesatkan. Berdasarkan hasil pengamatan pelanggaran yang dilakukan antara lain adalah menuliskan kata-kata "super" atau "pilihan" pada label, menuliskan bakso rasa sosis, kaya rasa dan gizi tanpa ada nutrition fact dan landasan ilmiah, mencantumkan gambar mini burger tapi produk di dalamnya adalah sosis, serta mencantumkan gambar tokoh kartun (Kenshin Himura/Samurai X pada produk sosis). Pemenuhan terendah kedua pada kelompok keterangan yang dilarang dicantumkan ini adalah tidak mencantumkan keterangan terbuat bahan segar padahal produk olahan daging dibuat melalu serangkaian proses sehingga tidak dapat lagi diklaim sebagai daging segar. Hal ini sesuai dengan aturan Kepala BPOM Nomor HK Tahun 2011 tentang Klaim Pangan Olahan. Pemenuhan aturan tidak mencantukan keterangan terbuat dari bahan segar adalah 88.89% atau dengan kata lain 7 merek dari 63 merek masih mencantumkan terbuat dari bahan segar. Pelanggaran yang dilakukan berdasarkan hasil pengamatan adalah mencantumkan daging sapi segar pada kemasan. Merek yang mencantumkan lembaga analisis pada label kemasan hanya dilakukan oleh 1 merek dari 63 merek sehingga pemenuhan terhadap regulasi tidak mencantumkan lembaga analisis mencapai 98.41%. Kemungkinan alasan pencantuman lembaga analisis pada label kemasan adalah sebagai sarana promosi dan untuk meningkatkan kredibilitas produk. 17

28 18 Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata Sebaran rata-rata tingkat pemenuhan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa pemenuhan syarat unsur pelabelan rata-rata dari terendah hingga tertinggi yaitu teknis pencantuman label (25.40%), tulisan pada label (84.13%), keterangan lain pada label (90.19%), keterangan minimum label (90.16%), dan keterangan yang dilarang dicantumkan (94.44%). Berdasarkan hasil penelitian ini, rata-rata pemenuhan terhadap aturan pelabelan produk olahan daging di pasar di Kota Bogor adalah 76.86%. Berikut Tabel 9 menunjukkan data mengenai pemenuhan rata-rata produk olahan daging terhadap peraturan pelabelan. Tabel 9 Tingkat pemenuhan rata-rata syarat label kemasan produk olahan daging di beberapa pasar di Kota Bogor (total 63 ) Kelompok unsur label TPP (%) Teknis pencantuman label 25.40% Tulisan pada label 84.13% Keterangan minimum label 90.16% Keterangan lain pada label 90.19% Tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan 94.44% Rata-rata 76.86% Keterangan: TPP: Tingkat Persentase Pemenuhan Hasil analisis dari 63 merek produk olahan daging yang disajikan pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa teknis pencantuman label memiliki pemenuhan ratarata yang paling rendah serta memiliki jarak pemenuhan yang sangat jauh dibandingkan dengan kelompok unsur lainnya. Tingkat pemenuhan teknis pencantuman label tergolong rendah disebabkan oleh banyaknya produk yang menggunakan cap yang mudah hilang untuk mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Produk dengan jenis MD sebanyak 40 merek dari 54 merek masih menggunakan cap untuk pencantuman tanggal kadaluwarsa sedangkan jenis PIRT sebanyak 7 merek dari 9 merek yang diamati masih menggunakan cap yang mudah hilang untuk mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Olehkarena itu, hal ini menjadi masukan bagi BPOM untuk dapat melakukan sosialisasi dan pengawasan terkait teknis pencantuman label. Fenomena ini menunjukkan bahwa produsen belum memperhatikan dengan baik pelabelan dari aspek regulasi, sebagian besar hanya memperhatikan dari aspek promosi dan informasi. Analisis terhadap pemenuhan tiap kelompok unsur label pada Tabel 9 dapat dilihat di Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6 dan Lampiran 7. 18

29 19 Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Produk Jenis produk yang diamati meliputi naget, sosis, bakso, dan jenis produk lain (kornet, spicy wing, ayam cincang, rolade, dan karage). Pemenuhan berdasarkan jenis produk yang diamati dapat dilihat pada Gambar 4. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pemenuhan label yang paling rendah adalah produk bakso yakni sebesar 73.41%, yang palin tinggi adala jenis produk lain-lain (kornet, spicy wing, ayam cincang, rolade, dan karage) disusul pemenuhan naget 78.35%, dan diurutan ketiga pemenuhan jenis produk sosis sebesar 75.39%. Jumlah yang diteliti untuk tiap jenis produk berbeda jumlahnya. Produk sosis yang damati sebanyak 23 merek, naget sebanyak 11 merek, bakso sebanyak 19 merek serta jenis produk lain sebanyak 10 merek. Gambar 4 menjelaskan pemenuhan label berdasarkan jenis produk. Jenis produk lain (10 merek) 78.68% Bakso (19 merek) 73.41% Naget (11 merek) 78.35% Sosis (23 merek) 75.39% 70.00% 72.00% 74.00% 76.00% 78.00% 80.00% Tingkat Pemenuhan Rata-rata Gambar 4 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis produk Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa jenis produk tidak berpengaruh besar terhadap pemenuhan regulasi pelabelan. Namun jenis produk yang paling rendah pemenuhan pelabelannya adalah jenis produk bakso. Hal ini dikarenakan bakso banyak diproduksi oleh industri rumah tangga (PIRT). Menurut Utami (2004) produsen pangan olahan terutama industri menengah dan industri kecil seringkali tidak memenuhi aturan pelabelan yang berlaku. Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Pasar Pasar sebagai tempat pengambilan sampel yang diamati memiliki empat jenis utama yakni pasar tradisional, minimarket, supermarket, dan hypermarket. Pada metode penelitian telah dijelaskan empat jenis pasar tempat pengambilan sampel tersebut. Setiap setiap jenis pasar diambil dua hingga empat pasar sebagai 19

30 20 lokasi pengambilan sampel. Pemenuhan label berdasarkan jenis pasar dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Tingkat persentase pemenuhan 79.00% 78.00% 77.00% 76.00% 75.00% 74.00% 73.00% 72.00% 77.56% Pasar tradisional 78.20% 78.20% 74.30% Minimarket Supermarket Hypermarket Jenis pasar Gambar 5 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis pasar Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pemenuhan paling tinggi berdasarkan jenis pasar adalah hypermarket dan minimarket yakni mencapai 78.20%, kemudian pasar tradisional 77.56%, sedangkan yang terendah adalah supermarket sebesar 74.30%. Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kategori pasar tidak menentukan pemenuhan terhadap pelabelan semakin baik. Terlihat bahwa pemenuhan pasar jenis supermarket merupakkan pemenuhan terendah. Supermarket tidak begitu selektif terhadap produk yang dijual memenuhi regulasi pelabelan atau tidak. Hal ini dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola supermarket untuk dapat mempertimbangkan pemenuhan regulasi pelabelan produk menjadi salah satu syarat untuk produk tersebut dapat dijual di supermarket. Selain itu, hal ini menjadi informasi untuk BPOM bahwa kategori pasar yang lebih tinggi atau lebih profesional tidak menentukan pemenuhan regulasi pelabalen lebih baik. Tingkat pemenuhan syarat unsur keterangan minimum label untuk produk olahan daging berdasarkan jenis pasar dapat dilihat pada Gambar 6 berikut. Jumlah merek Jumlah unsur keterangan minimum yang dipenuhi Pasar Tradisional Minimarket Supermarket Hypermarket Gambar 6 Tingkat pemenuhan syarat unsur keterangan minimum label berdasarkan jenis pasar 20

31 21 Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa pemenuhan terhadap keterangan minimum pada label yang paling banyak adalah pasar jenis supermarket dan hypermarket berada di urutan kedua. Pasar tradisional memiliki jumlah merek yang paling rendah untuk pemenuhan keterangan minimal label sedangkan untuk prouduk olahan daging yang berada di pasar jenis minimarket seluruh produk yang dijual telah memenuhi keterangan minimal (pemenuhan 100%). Hal ini menunjukkan data yang berkebalikan dengan pemenuhan rata-rata. Pemenuhan rata-rata jenis pasar supermarket memiliki persentase pemenuhan yang paling rendah namun untuk keterangan minimum memiliki jumlah merek yang paling banyak memenuhi keseluruhan unsur keterangan minimum. Hal ini disebabkan jumlah produk yang terdapat di supermarket memiliki jumlah paling banyak diantara jumlah merek di jenis pasar lainnya (lihat Tabel 5) sehingga hal inilah yang menyebabkan persentase pemenuhan rata-rata yang rendah karena memiliki pembagi yang besar. Pemenuhan Label Berdasarkan Jenis Nomor Pendaftaran (MD/PIRT) Produk yang diamati pada penelitian ini terdiri dari dua jenis nomor pendaftaran pangan yakni jenis MD dan PIRT. Tidak ditemukan produk olahan daging yang beredar di pasar Kota Bogor dengan berjenis pendaftaran ML. Jumlah dengan jenis PIRT sebanyak 9 merek sedangkan dengan jenis MD sebanyak 54 merek. Hasil pengamatan menunjukkan pemenuhan teradap label kemasan produk olahan daging dengan jenis MD lebih tinggi daripada jenis PIRT % 76.63% 76.00% Persentase pemenuhan 75.00% 74.00% 73.00% 72.00% 71.00% 71.77% 70.00% 69.00% MD PIRT Jenis nomor pendaftaran Gambar 7 Tingkat pemenuhan label berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan 21

32 22 Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa pemenuhan label berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan. Nomor pendaftaran pangan berjenis MD mencapai pemenuhan rata-rata 76.63% sedangkan untuk jenis PIRT mencapai tingkat pemenuhan 71.77%. Jenis Pendaftaran MD memiliki pemenuhan lebih tinggi daripada PIRT. Namun pada produk olahan daging seharusnya tidak diperbolehkan menggunakan jenis pendaftaran PIRT Karen produk olahan daging merupakan produk high risk terhadap resiko keamanan pangan seperti halnya produk susu dan olahannya serta produk AMDK (Air Minum dalam Kemasan). Pemenuhan regulasi pelabelan untuk jenis MD masih dibawah 80% hal ini menjadi masukan untuk BPOM agar melakukan pengawasan pra dan pasca pemberian perizinan MD. Masih adanya pelanggaran terhadap regulasi pelabelan dengan jenis pendaftaran MD dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya pemeriksaan label sebelum pengeluaran nomor perizinan dan perubahan label tanpa adanya konfirmasi ke pihak BPOM setelah perizinan didapatkan perusahaan. Hal ini diperlukan adanya pemeriksaan sebelum pengeluaran perizinan serta pengawasan di pasaran setelah produk mendaptkna nomor perizinan. Selain itu, adanya sanksi yang tegas bagi pelanggaran terhadap aturan pelabelan serta perubahan desain label tanpa adanya konfirmasi ke pihak BPOM dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi terjadinya pelanggaran semacam ini. Pemenuhan keterangan minimum berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan dapat dilihat pada Gambar 8. Jumlah merek Jumlah unsur keterangan minimum yang dipenuhi MD PIRT Gambar 8 Tingkat pemenuhan syarat unsur keterangan minimum label berdasarkan jenis nomor pendaftaran pangan Berdasarkan Gambar 8 dapat kita lihat bahwa jenis nomor pendaftaran MD (54 merek yang diamati) sebagian besar (40 merek) telah memenuhi aturan label keterangan minimum secara lengkap sedangkan untuk jenis nomor pendaftaran PIRT baru 2 merek (dari total 9 merek yang diamati) yang memenuhi secara penuh untuk keterangan minimum label. Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi label terutama keterangan minimum label terhadap produsen PIRT. Selain itu, diperlukan pengawasan yang ketat dan berkelanjutan untuk pangan yang beredar terutama yang telah memiliki nomor pendaftaran pangan serta pemberian sanksi yang tegas terhadap label yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pelabelan yang berlaku. 22

33 23 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis label dari 63 merek produk olahan daging yang diambil dari 12 pasar di Kota Bogor memiliki pemenuhan rata-rata 76.86%. Ada 5 kelompok unsur label yang diamati yaitu teknis pencantuman label, teknis penulisan label, keterangan minimum label, keterangan lain pada label, dan keterangan yang dilarang dicantumkan. Pemenuhan rata-rata kelompok unsur label dari 63 merek yang diamati tersebut secara berurutan adalah sebesar 25.40%, 84.13%, 90.16%, 90.19%, 94.44%. Pemenuhan rata-rata berdasarkan empat jenis pasar adalah pasar tradisional 77.56%, mimimarket 78.20%, supermarket 74.30%, dan hypermarket 78.20% sedangkan untuk jumlah merek yang memenuhi seluruh unsur keterangan minimum paling banyak terdapat di supermarket yaitu 33 merek dan paling sedikit terdapat di pasar tradisonal yaitu sebanyak 10 merek. Saran Perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap pemenuhan syarat label bagi produk yang didaftarakan kepada lembaga yang berwenang sehingga ketika produk telah memiliki nomor pendaftaran pangan telah sesuai dan memenuhi aturan pelabelan yang berlaku. Selain itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat dan berkelanjutan terhadap label produk yang beredar di pasaran sebagai upaya perlindungan konsumen khususnya untuk produk yang high risk dari segi keamanan serta kehalalanya. Diperlukan pula analisis untuk produk pangan lainnya sehingga didapatkan gambaran menyeluruh mengenai pemenuhan terhadap aturan pelabelan untuk produk-produk yang beredar di pasaran. DAFTAR PUSTAKA Ayanwale BA, Ocheme OB, Oloyede OO The effect of sun-drying and oven drying on the nutritive value of weat pieces in hot humid environment. Pakistan Journal of Nutrition. 6(4): Blanchfield Food Labelling. Cambridge (US): Woodhead Publishing Limited. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 00./ tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor HK tentang Klaim Pangan Olahan. Badan Pengawas Obat dan Makanan 23

34 24 [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID) Laporan Tahunan Badan POM RI Tahun pdf (diakses pada tanggal 6 Februari 2013) [BPS] Badan Pusat Statistik (ID) Survei Sosial-Ekonomi Nasional, BPS. (diakses pada tanggal 6 Februari 2013) [BSN] Badan Standarisasi Nasional (ID) SNI 3932:2008 tentang mutu karkas dan daging sapi Mutu-Karkas-dan-Daging-Sapi.pdf. (diakses pada tanggal 6 Juni 2013) [CAC] Codex Alimentarius Comission Codex stan (diakses pada tanggal 6 Juni 2013) Falah AM Tingkat Kepentingan Label Halal Bagi Konsumen Muslim dalam Mengkonsumsi Produk Olahan Daging Sapi di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Gunanta P Mempelajari Pemenuhan Syarat Label dari Beras Berlabel di Beberapa Swalayan di Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [Kementan] Kementrian Pertanian. Konsumsi Daging Rata-rata.. (diakses pada tanggal 1 Februari 2013) Kerlinger FN, Lee HB Foundations of Behavioral Reasearch. 4 th Edition. Orlando (USA): Harcourt College Publishers Lawrie RA Ilmu Daging. Terjemahan A Parakassi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press Maradhika V Kajian Pemenuhan Syarat Label Minuman Sari Buah (Kemasaan Siap Minum) di Beberapa Pasar Swalayan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [MUI] Majelis Ulama Indonesia Logo halal MUI. (diakses pada tanggal 24 Mei 2013) Mujiono Studi Pengawetan Sosis Menggunakan Asam Asetat-Ekstrak Lengkuas (Alpinia galangal L) dan Analisis Kelayakan Finansial [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nasution S Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): Bumi Aksara Nazir M Metode Penelitian. Jakarta (ID): Penerbit Ghalia Indonesia Rahayu WP Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman Kencana Bogor Rahayu WP, Nurwitri CC Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman Kencana Bogor Rahmawati Y Karakteristik Warna dan Mikrobiologis serta Palatabilitas Sapi yang Diberikan Perlakuan Metode Curing Berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Salustiano VC, Andrade NJD, Brandao SCC, Junior WM, Nacife GP An Assesment of Chemical Sanitizers on the Microbiological Profile of Air in a Milk Processing Plant. Journal of Food Safety. 24(3):

35 25 Singarimbun M dan S Effendi Metode Penelitian Survai. Jakarta Barat (ID): Penerbit Pustaka LP3ES. Situmorang Memperpanjang Umur Simpan Bakso dengan Pelapisan Tapioka dan Pati Sagu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.s Suradi K Tingkat Kesukaan Bakso dari Berbagai Jenis Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Jurnal Ilmu Ternak. 7(1): Utami RB Kajian terhadap Metode Inspeksi Produk Berlabel Halal di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM, Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yalcin S, Nizamlioglu M, Gurbuz U Microbiological Conditions of Sheep Carcasses During the Slaughtering Process. Journal of Food Safety. 24(2): Zulnaidi Metode Penelitian. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. 25

36 26 LAMPIRAN 26

37 27 Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label No Unsur label Kriteria pemenuhan syarat unsur A Teknis pencantuman label B Tulisan pada label C Keterangan minimum label 1. Nama produk pangan 2. Daftar Bahan 1. Label dicantumkan pada, di dalam atau di kemasan pangan 2. Label tidak mudah lepas dari kemasan 3. Label tidak mudah luntur ataupun rusak 4. Label terletak pada sisi kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca 5. Label pangan yang sudah diedarkan tidak diperbolehkan dihapus, dicabut, ditutup, diganti, dan dilabeli kembali 6. Tanggal, bulan, dan Tahun kadaluwarsa pada pangan yang diedarkan dicantumkan jelas dan tidak diperbolehkan untuk ditukar 1. Keteangan pada label ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin 2. Penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia angka Arab, dan huruf Latin diperbolehkan sepanjang tidak terdapat atau tidak dapat diciptakan padanannya atau dalam rangka perdagangan ke luar negeri 3. Huruf dan angka harus jelas dan mudah dibaca Dicantumkan pada bagian utama label 1. Nama yang digunakan harus menunjukkan sifat atau keadaan yang sebenarnya 2. Standar Nasional Indonesia (SNI) harus dicantumkan apabila telah diberlakukan wajib oleh Menteri Teknis 1. Daftar bahan dicantumkan secara berurutan dimulai dari bagian dengan jumlah terbanyak (kecuali vitamin, mineral, dan gizi lainnya) 2. Nama bahan yang digunakan adalah nama yang lazim digunakan 3. Bahan yang namanya telah ditetapkan dalam SNI, dapat dicantumkan pada label apabila bahan telah memenuhi persayaratan sebgaimana ditetapkan dalam SNI tersebut 4. Air yang ditambahkan harus dicantumkan 27

38 28 Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label (lanjutan) No Unsur label Kriteria pemenuhan syarat unsur C Keterangan minimum label 3. Berat Bersih atau Isi Bersih 1. Dicantumkan dalam satuan metric 2. Ukuran isi harus dicantumkan untuk makanan cair, berat untuk makanan padat, dan isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental 3. Berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji harus dimuat pada label yang memuat keterangan jumlah takaran saji 4. Nama dan alamat produsen 5. Tanggal Kadaluwarsa D Keterangan lain pada label 1. Nomor pendaftaran pangan 2. Kode produksi 1. Harus dicantumkan nama dan alamat pihak yang memproduksi 2. Harus dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia 3. Apabila pihak yang mengedarkan berbeda dengan pihak yang memasukkan pangan ke wilayah Indonesia, nama dan alamat pihak yang memasukkan dan mengedarkan pangan di wilayah Indonesia harus dicantumkan 1. Pencantuman tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa didahului dengan pencantuman Baik digunakan sebelum 2. Produk pangan yang masa kadaluwarsanya lebih dari 3 bulan, cukup dicantumkan bulan dan tahun kadaluwarsa. Nomor pendaftaran pangan harus dicantumkan pada pangan olahan (produksi dalam negeri dan luar negeri) sesuai ketentuan yang berlaku 1. Kode produksi pada label ataupun kemasan pangan harus dicantumkan pada pangan olahan 2. Kode produksi sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai riwayat produksi pangan (waktu ataupun rangkaian produksi) 28

39 29 Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label (lanjutan) No Unsur label Kriteria pemenuhan syarat unsur D Keterangan lain pada label 3. Keterangan tentang gizi 1. Kandungan gzi wajib dicantumkan pada label apabila pangan (a) disertai pernyataan bahwa pangan tersebut mengandung vitamin, mineral, atau gizi lainnya yang ditambhakan, atau (b) dipersryaratkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi pangan bahwa pan ga wajib ditambhakn vitamin, mineral, atau zat gizi lainnya. 2. Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan dilakukan dengan urutan (a) jumlah keseluruhan energy, dengan perincian berdasarkan jumlah energy yang berasal dari lemak, protein, dan karbohidrat, dan (b) jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin, dan mineral. 3. Keterangan kandungan gizi wajib memuat (a) ukuran takaran saji, (b) jumlah sajian per kemasan, (c) kandungan energy per takaran saji, (d) kandungan protein per sajian (dalam gram), (e) kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram), (f) kandungan lemak persajian (dalam gram), dan (g) persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. 4. Manfaat pangan bagi Kesehatan 1. Pencantuman pernyataan tentang manfaat kesehatan harus didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan 2. Pencantuman pernyataan bahwa pangan telah ditambah, diperklaya, atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat gizi lainnya diperkenankan sepanjang hal itu benar dilakukan 29

40 30 Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label (lanjutan) No Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur D Keterangan lain pada label 5. Pernyataan tentang halal Produk yang mencantumkan logo halal harus bedasar izin dari LPPOM MUI 6. Keterangan tentang iradiasi pangan 7. Keterangan tentang pangan rekayasa genetika 8. Keterangan tentang pangan sintesis yang dibuat dari bahan baku alamiah 9. Keterangan tentang pangan olahan tertentu 1. Wajib dicantumkan tulisan pangan iradiasi, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diradiasi ulang wajib mencantumkan tulisan tidak boleh diiradiasi ulang 2. Selain pencantuman tulisan, pada label dapat dicantumkan logo khusus pangan iradiasi 3. Wajib dicantumkan nama dan alamat penyelenggara iradiasi, tanggal, bulan, dan Tahun iradiasi, serta nama Negara tempat iradiasi dilakukan 1. Wajib dicantumkan tulisan pangan rekayasa genetika 2. Selain pencantuman tulisan, pada label dapat dicantumkan logo khusus hasil rekayasa genetika 1. Wajib dicantumkan keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah jika bahan baku alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar minimal yang ditetapkan SNI 2. Wajib dicantumkan keterangan telah mengalami proses lanjutan apabila pangan yang yang dibuat dari bahan baku alamiah telah menjalani proses lanjutan 1. Wajib dicantumkan keterangan cara penyiapan atau pengunaan pada label atau wadah kemasan wajib untuk pangan yang memerlukan penyiapan 2. Wajib dicantumkan petunjuk cara penyimpanan pada label apabila mutu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus 30

41 31 Lampiran 1 Kriteria pemenuhan syarat unsur label (lanjutan) No Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur D Keterangan lain pada label 10. Keterangan tentang 1. Wajib dicantumkan tulisan, nama bahan tambahan golongan, serta nama dan kode pangan internasional yang dimiliki bahan tambahan pangan jika digunakan 2. Wajib dicantumkan indeks pewarna untuk bahan tambahan pangan berupa pewarna E Keterangan yang dilarang 1. Keterangan yang tidak benar dan menyesatkan 2. Pangan dapat berfungsi sebagai obat 3. Mencantumkan dan lembaga yang menganalisis produk pangan 4. Keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain 5. Keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah 6. Keterangan pangan terbuat dari bahan segar Pencantuman pernyataan atau keterangan dalam pangan yang diperdagangkan apabila keterangan tersebut tidak benar atau menyesatkan Pencantuman pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan dapat berfungsi sebagai obat (walaupun fakta ilmiah terbukti untuk kesehatan) Pencantuman nama, logo, ataupun identitas lembaga yang menganalisis suatu pangan Pencantuman pernyataan atau keterangan pada label bahwa pangan mengandung zat gizi yang lebih unggul daripada produk lainnya Pencantuman keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah Pencantuman keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi 31

42 32 Lampiran 2 Tingkat pemenuhan syarat unsur atau kelompok unsur label No Unsur label Jumlah merek memenuhi Jumlah merek tidak memenuhi Persentase Pemenuhan Catatan pelanggaran digosok menggunakan tangan; Sebagian atau seluruh tidak pas pada label (Gambar kenshin); warna tulisan yang mirip dengan latar sehingga sulit dibaca MD PIRT A Teknis pencantuman label % Penulisan waktu kadaluwarsa mudah hilang dengan Label ditempel B Teknis Penulisan label % Menggunakan bahasa asing; Terdapat Gambar yang C Keterangan minimum label (5 unsur label) 1. Nama produk 2. Daftar bahan 3. Berat Bersih 4. Nama dan alamat Produsen 5. Tanggal kadaluwarsa % 96.83% 96.83% 73.02% 88.89% 95.24% Tidak mencantumkan nama produk Tidak mencantumkan daftar bahan -Tidak/salah mencantumkan berat bersih -Menggunakan kata pcs pieces (potong/buah) Tidak mencantumkan nama dan alamat Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa

43 33 33 Lampiran 2 Tingkat pemenuhan syarat unsur atau kelompok unsur label (lanjutan) No Unsur label D Keterangan lain pada label (11 unsur label) Jumlah merek memenuhi Jumlah merek tidak memenuhi MD PIRT % Pemenuhan 90.19% - Catatan pelanggaran 1. Manfaat pangan bagi kesehatan % -Menggunakan logo halal non MUI 2. Pernyataan halal % -Tidak ada nomor registrasi halal 3. Nomor pendaftaran pangan 4. Kode produksi 5. Kandungan gizi 6. Iradiasi pangan 7. Rekayasa genetik % 79.37% 100% 100% 100% -Tidak mencantukan nomor pendaftaran pangan lengkap (hanya BPOM MD/PIRT) Tidak mencantumkan kode produksi Sintesis dari bahan baku alamiah % - 9. Olahan tertentu % Bahan tambahan pangan 11. Metode penyimpanan % 68.25% -Tidak menuliskan golongan BTP - Tidak menuliskan metode penyimpanan

44 34 Lampiran 2 Tingkat pemenuhan syarat unsur atau kelompok unsur label (lanjutan) No Unsur label E Keterangan yang dilarang (6 unsur label) 1. Keterangan tidak benar dan menyesatkan 2. Pangan dapat berfungsi obat 3. Pencantuman lembaga analisis Jumlah merek memenuhi Jumlah merek tidak memenuhi MD PIRT % Pemenuhan 4. Kandungan gizi lebih unggul dr produk lain 5. Terbuat dengan/tanpa sebagian/seluruh bahan alamiah 6. Keterangan terbuat dari bahan segar apabila terbuat dari bahan jadi/setengah jadi % 100% 88.89% Persentase pemenuhan rata-rata kelompok unsur label 76.86% % 79.37% 100% 98.41% Catatan pelanggaran Menuliskan Daging Segar pada komposisi; menuliskan kata-kata "super" atau "pilihan" pada label; menuliskan bakso rasa sosis; kaya rasa dan gizi; Gambarnya mini burger tapi produknya sosis; - Mencantumkan lembaga analisis yang telah menganalisis produk - Menuliskan daging sapi segar pada komposisi/label TPP = m Ui m i=l x 100% n -

45 35 35 Lampiran 3 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis pencantuman label NO Merek Produk (inisial) Terdapat pada kemasan Kriteria Teknis Pencantuman pada Label berdasarkan PP Tidak dilabeli Tidak Tidak Terlihat dan ganda (tidak mudah mudah jelas ditempeli lepas rusak/luntur kembali) Tanggal kadaluwarsa tidak mudah hilang/diganti Kesimpulan Pemenuhan 1 Abb 2 And X X 3 Bad X X 4 Bss 5 Brt X X X 6 Ban X X 7 Bas X X 8 Bkn X X 9 Bel 10 Ber X X 11 Bes X X 12 Bet 13 Chm X X 14 Cha X X 15 Cih X X X 16 Cip

46 36 Lampiran 3 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis pencantuman label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Terdapat pada kemasan Kriteria Teknis Pencantuman pada Label berdasarkan PP Tidak dilabeli Tidak Tidak Terlihat dan ganda (tidak mudah mudah jelas ditempeli lepas rusak/luntur kembali) Tanggal kadaluwarsa tidak mudah hilang/diganti Kesimpulan Pemenuhan 17 Con X X 18 Cua 19 Del X X 20 Doo 21 Ess 22 Far 23 Fie X X 24 Fin X X 25 Fro X X X 26 Gol X X X 27 Har 28 Hem X X 29 Ire X X 30 Kan X X X 31 Keb X X 32 Kem X X 33 Kim X X

47 37 37 Lampiran 3 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis pencantuman label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Terdapat pada kemasan Kriteria Teknis Pencantuman pada Label berdasarkan PP Tidak dilabeli Tidak Tidak Terlihat dan ganda (tidak mudah mudah jelas ditempeli lepas rusak/luntur kembali) Tanggal kadaluwarsa tidak mudah hilang/diganti Kesimpulan Pemenuhan 34 Mak X X 35 Mar X X 36 Nik X X X 37 Nug X X 38 Ped X X 39 Pri X X 40 Pro 41 Rol X X 42 Rub X X 43 Sal X X 44 Sam X X 45 Sar X X 46 Soe 47 Sog X X 48 Sol X X X 49 Son X X 50 Sum X X

48 38 Lampiran 3 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis pencantuman label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Terdapat pada kemasan Kriteria Teknis Pencantuman pada Label berdasarkan PP Tidak dilabeli Tidak Terlihat dan ganda (tidak mudah jelas ditempeli rusak/luntur kembali) Tidak mudah lepas Tanggal kadaluwarsa tidak mudah hilang/diganti Kesimpulan Pemenuhan 51 Sel X X 52 Spo X X X 53 Sup X X 54 Tri X X 55 Vid 56 Vig X X 57 Vil X X 58 Vit X X 59 Wil X X X 60 Yoa 61 Yon X X 62 Yum Jumlah total merek memenuhi teknis pencantuman label (dari 63 merek) 16 merek Keterangan: : Memenuhi atau sesuai dengan regulasi pelabelan X : Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan aturan pelabelan TPP = (16/63) x 100% = 25.40% - : Tidak terdapat pada label tetapi tidak melanggar aturan pelabelan

49 39 39 Lampiran 4 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis penulisan label NO Merek Produk (inisial) Kriteria Teknis Penulisan pada Label berdasarkan PP Menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin Huruf dan angka harus mudah dibaca dan jelas Warna background tidak menyamarkan atau membuat tulisan sulit dibaca Kesimpulan Pemenuhan 1 Abb X X 2 And X X 3 Bad 4 Bss 5 Brt 6 Ban 7 Bas 8 Bkn 9 Bel 10 Ber 11 Bes 12 Bet 13 Chm 14 Cha 15 Cih 16 Cip

50 40 Lampiran 4 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis penulisan label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Kriteria Teknis Penulisan pada Label berdasarkan PP Menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin Huruf dan angka harus mudah dibaca dan jelas Warna background tidak menyamarkan atau membuat tulisan sulit dibaca Kesimpulan Pemenuhan 17 Con 18 Cua 19 Del 20 Doo 21 Ess 22 Far 23 Fie 24 Fin 25 Fro X X 26 Gol 27 Har X X 28 Hem 29 Ire 30 Kan X X 31 Keb 32 Kem 33 Kim

51 41 41 Lampiran 4 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis penulisan label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Kriteria Teknis Penulisan pada Label berdasarkan PP Menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin Huruf dan angka harus mudah dibaca dan jelas Warna background tidak menyamarkan atau membuat tulisan sulit dibaca Kesimpulan Pemenuhan 34 Mak X X 35 Mar 36 Nik 37 Nug X X 38 Ped 39 Pri 40 Pro 41 Rol 42 Rub 43 Sal 44 Sam 45 Sar 46 Soe 47 Sog 48 Sol X X 49 Son 50 Sum

52 42 Lampiran 4 Analisis pemenuhan kelompok syarat teknis penulisan label (lanjutan) Kriteria Teknis Penulisan pada Label berdasarkan PP NO Merek Produk (inisial) Menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin Huruf dan angka harus mudah dibaca dan jelas Warna background tidak menyamarkan atau membuat tulisan sulit dibaca Kesimpulan Pemenuhan 51 Sel 52 Spo 53 Sup 54 Tri 55 Vid 56 Vig 57 Vil 58 Vit 59 Wil 60 Yoa X X 61 Yon 62 Yum X X Jumlah total merek memenuhi teknis penulisan label (dari total 63 merek) 53 merek Keterangan: : Memenuhi atau sesuai dengan regulasi pelabelan X : Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan aturan pelabelan TPP = (53/63) x 100% = 84.13% - : Tidak terdapat pada label tetapi tidak melanggar aturan pelabelan

53 43 43 Lampiran 5 Analisis pemenuhan keterangan minimimum pada label NO Merek Produk Keterangan Minimum pada Label (inisial) Nama Produk Daftar Bahan Berat Bersih Nama dan Alamat Produsen Tanggal Kadaluwarsa 1 Abb 2 And X X 3 Bad X X 4 Bss X X 5 Brt X X X 6 Ban 7 Bas X X 8 Bkn 9 Bel 10 Ber X 11 Bes X 12 Bet 13 Chm X 14 Cha 15 Cih X 16 Cip X

54 44 Lampiran 5 Analisis pemenuhan keterangan minimimum pada label (lanjutan) NO Merek Produk Keterangan Minimum pada Label (inisial) Nama Produk Daftar Bahan Berat Bersih Nama dan Alamat Produsen Tanggal Kadaluwarsa 17 Con 18 Cua X X 19 Del 20 Doo 21 Ess X X 22 Far 23 Fie 24 Fin 25 Fro X 26 Gol 27 Har 28 Hem 29 Ire X 30 Kan 31 Keb 32 Kem 33 Kim

55 45 45 Lampiran 5 Analisis pemenuhan keterangan minimimum pada label (lanjutan) NO Merek Produk Keterangan Minimum pada Label (inisial) Nama Produk Daftar Bahan Berat Bersih Nama dan Alamat Produsen Tanggal Kadaluwarsa 34 Mak 35 Mar 36 Nik X X X 37 Nug 38 Ped 39 Pri 40 Pro 41 Rol 42 Rub 43 Sal 44 Sam X 45 Sar 46 Soe 47 Sog 48 Sol 49 Son 50 Sum X

56 46 Lampiran 5 Analisis pemenuhan keterangan minimimum pada label (lanjutan) NO Merek Produk Keterangan Minimum pada Label (inisial) Nama Produk Daftar Bahan Berat Bersih Nama dan Alamat Produsen Tanggal Kadalu-warsa 51 Sel 52 Spo X 53 Sup 54 Tri X X 55 Vid 56 Vig 57 Vil X 58 Vit 59 Wil 60 Yoa 61 Yon 62 Yum Jumlah total merek memenuhi (dari total 63 merek) Keterangan: : Memenuhi atau sesuai dengan regulasi pelabelan 61 merek 61 merek 46 merek 56 merek 60 merek X : Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan aturan pelabelan TPP = n Ui i=1m - : Tidak terdapat pada label tetapi tidak melanggar aturan pelabelan x 100% = n i=1 x 100% 63 n 5 = 90.16%

57 47 47 Lampiran 6 Analisis pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label Keterangan yang Dilarang Dicantumkan NO Merek Produk (inisial) Tidak Benar dan Menyesatkan Dapat Berfungsi sebagai Obat Pencantuman Lemabaga Analisis Kandungan Zat Gizi Lebih Unggul dari Produk Lain Terbuat dengan/tanpa (sebagian/seluruh) Bahan Alamiah Terbuat dari Bahan Segar Apabila Terbuat dari Bahan Jadi/ Setengah Jadi 1 Abb 2 And X X 3 Bad 4 Bss X 5 Brt 6 Ban X 7 Bas X 8 Bkn 9 Bel 10 Ber 11 Bes 12 Bet 13 Chm 14 Cha 15 Cih X

58 48 Lampiran 6 Analisis pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Tidak Benar dan Menyesatkan Dapat Berfungsi sebagai Obat Pencantuman Lemabaga Analisis Keterangan yang Dilarang Dicantumkan Kandungan Zat Gizi Lebih Unggul dari Produk Lain Terbuat dengan/tanpa (sebagian/seluruh) Bahan Alamiah Terbuat dari Bahan Segar Apabila Terbuat dari Bahan Jadi/ Setengah Jadi 16 Cip X 17 Con 18 Cua 19 Del 20 Doo X 21 Ess X 22 Far 23 Fie 24 Fin 25 Fro 26 Gol 27 Har 28 Hem 29 Ire 30 Kan 31 Keb X

59 49 49 Lampiran 6 Analisis pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Tidak Benar dan Menyesatkan Dapat Berfungsi sebagai Obat Pencantuman Lemabaga Analisis Keterangan yang Dilarang Dicantumkan Kandungan Zat Gizi Lebih Unggul dari Produk Lain Terbuat dengan/tanpa (sebagian/seluruh) Bahan Alamiah Terbuat dari Bahan Segar Apabila Terbuat dari Bahan Jadi/ Setengah Jadi 32 Kem 33 Kim 34 Mak 35 Mar 36 Nik X 37 Nug 38 Ped 39 Pri 40 Pro 41 Rol 42 Rub 43 Sal 44 Sam X X 45 Sar X 46 Soe 47 Sog

60 50 Lampiran 6 Analisis pemenuhan tidak mencantumkan keterangan yang dilarang dicantumkan pada label (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Tidak Benar dan Menyesatkan Dapat Berfungsi sebagai Obat Pencantuman Lemabaga Analisis Keterangan yang Dilarang Dicantumkan Kandungan Zat Gizi Lebih Unggul dari Produk Lain Terbuat dengan/tanpa (sebagian/seluruh) Bahan Alamiah Terbuat dari Bahan Segar Apabila Terbuat dari Bahan Jadi/ Setengah Jadi 48 Sol 49 Son 50 Sum X X 51 Sel X X 52 Spo X 53 Sup 54 Tri X X 55 Vid 56 Vig 57 Vil 58 Vit 59 Wil 60 Yoa 61 Yon 62 Yum Jumlah total merek memenuhi 50 merek 63 merek 62 merek 63 merek 63 merek 56 merek (dari total 63 merek) Keterangan: : Memenuhi atau sesuai dengan regulasi pelabelan X : Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan aturan pelabelan TPP = n Ui i=1 x 100% m = n i=1 x 100% 63 = 94.44% - : Tidak terdapat pada label tetapi tidak melanggar aturan pelabelan n 6

61 51 51 Lampiran 7 Analisis pemenuhan keterangan lain pada label produk olahan daging NO Merek Produk (inisial) Manfaat Pangan bagi Kesehatan Pernyataan Halal* Nomor Pendaftaran Pangan Kode Produksi Kandungan Gizi Iradiasi Pangan Rekayasa Genetika Sintesis dari Bahan Baku Alamiah Olahan Tertentu Bahan Tambahan Pangan 1 Abb - X And X 3 Bad X X 4 Bss X X 5 Brt - X Ban - X Bas - X Bkn X 9 Bel - X Ber - X X 11 Bes X 12 Bet X 13 Chm Cha Cih - X X 16 Cip Metode Penyim -panan

62 52 Lampiran 7 Analisis pemenuhan keterangan lain pada label produk olahan daging (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Manfaat Pangan bagi Kesehatan Pernyataan Halal* Nomor Pendaftaran Pangan Kode Produksi Kandungan Gizi Iradiasi Pangan Rekayasa Genetika Sintesis dari Bahan Baku Alamiah Olahan Tertentu Bahan Tambahan Pangan 17 Con - - X Cua - X X X X 19 Del - X X 20 Doo X 21 Ess - X X X 22 Far X 23 Fie Fin - X X 25 Fro X 26 Gol Har - X Hem Ire - X X 30 Kan - X Keb - X Kem X Metode Penyim -panan

63 53 53 Lampiran 7 Analisis pemenuhan keterangan lain pada label produk olahan daging (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Manfaat Pangan bagi Kesehatan Pernyataan Halal* Nomor Pendaftaran Pangan Kode Produksi Kandungan Gizi Iradiasi Pangan Rekayasa Genetika Sintesis dari Bahan Baku Alamiah Olahan Tertentu Bahan Tambahan Pangan 33 Kim Mak Mar X 36 Nik X 37 Nug Ped Pri Pro - X Rol X 42 Rub X 43 Sal - X X 44 Sam - X Sar - X X 46 Soe X 47 Sog Sol X 49 Son Metode Penyim -panan

64 54 Lampiran 7 Analisis pemenuhan keterangan lain pada label produk olahan daging (lanjutan) NO Merek Produk (inisial) Manfaat Pangan bagi Kesehatan Pernyataan Halal* Nomor Pendaftaran Pangan Kode Produksi Kandungan Gizi Iradiasi Pangan Rekayasa Genetika Sintesis dari Bahan Baku Alamiah Bahan Tambahan Pangan 50 Sum X 51 Sel - X Spo - X X 53 Sup - X X X 54 Tri - X X 55 Vid Vig X 57 Vil Vit X 59 Wil - X X 60 Yoa - X X 61 Yon Yum X Jumlah merek memenuhi (dari 63 merek) 63 merek 51 merek 61 merek 50 merek Keterangan: : Memenuhi atau sesuai dengan regulasi pelabelan 63 merek X: Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan aturan pelabelan TPP = n Ui i=1m 63 merek 63 merek 63 merek 63 merek x 100% = n i=1 x 100% 63 n merek = 90.19% Olahan Tertentu Keterangan Penyimpana - : Tidak terdapat pada label tetapi tidak melanggar aturan pelabelan *): Hasil konfirmasi Daftar Belanja Produk Halal (November-Desember 2012) LPPOM MUI 43 merek

65 55 55 Lampiran 8 Sebaran produk olahan daging di pasar Kota Bogor Merek Produk Pasar (Inisial) PA PB FE GB RB YJ SI PG Alf Ala Ind HB Abb And Bad Bss Brt Ban Bas Bkn Bel Ber Bes Bet Chm Cha Cih Cip Con

66 56 Lampiran 8 Sebaran produk olahan daging di pasar Kota Bogor (lanjutan) Merek Produk Pasar (Inisial) PA PB FE GB RB YJ SI PG Alf Ala Ind HB Cua Del Doo Ess Far Fie Fin Fro Gol Har Hem Ire Kan Keb Kem Kim Mak

67 57 57 Lampiran 8 Sebaran produk olahan daging di pasar Kota Bogor (lanjutan) Merek Produk Pasar (Inisial) PA PB FE GB RB YJ SI PG Alf Ala Ind HB Mar Nik Nug Ped Pri Pro Rol Rub Sal Sam Sar Soe Sog Sol Son Sum Sel Spo

68 58 Lampiran 8 Sebaran produk olahan daging di pasar Kota Bogor (lanjutan) Merek Produk Pasar (Inisial) PA PB FE GB RB YJ SI PG Alf Ala Ind HB Sup Tri Vid Vig Vil Vit Wil Yoa Yon Yum 808 TOTAL Keterangan: : Merek produk olahan daging dapat ditemukan di pasar tersebut

69 59 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Akhmad Fahmi Hikmatiyar. Lahir di Pandeglang pada tanggal 16 Desember 1990 dari ayah Suparta dan ibu Masnah, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri Cipicung I yang lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri I Menes yang lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Kota Serang yang lulus pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK dengan program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani studi di IPB penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan lembaga kemahasiswaan. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya adalah MPKMB 47 (Komandan Komdis), Techno- F (ketua divisi acara), HACCP (staff logstran), PLASMA (ketua divisi Humas), Fateta of The Year 2012 (Ketua Panitia). Penulis menjabat sebagai Kepala Divisi advokasi BEM TPB Kabinet Keluarga 46 pada tahun Kemudian pada tahun menjabat sebagai Kepala Divisi Minat Bakat Mahasiswa (MBM) BEM Fateta Kabinet Totalitas Reaksi. Kemudian tahun menjabat sebagai Kepala Bidang I (Event Organizer) BEM Fateta Kabinet Merah Muda. Pada bulan Juni 2012 penulis berkesempatan ke Las Vegas, Amerika Serikat untuk mengikuti lomba Developing Solution for Developing Country (DSDC) yang diselenggarakan oleh IFT (Institute Food Technologist) dan memperoleh juara dua dalam ajang tersebut bersama dengan tim/kontingen dari IPB yang terdiri dari Berlian Purnama Sari, Erydha Tirty Diah Pramesti, dan Brian Naranathan. Penulis adalah salah satu penerima beasiswa PPSDMS Nurul Fikri angkatan V, beasiswa PPA, dan beasiswa Lippo Grup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Contoh Produk Olahan Daging yang Diteliti Jumlah merek produk olahan daging yang diperoleh dari hasil pengumpulan contoh yang berasal dari 12 pasar (empat jenis pasar)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Advertisement of Nutrition Message in Food Product Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tren penggunaan pesan terkait kesehatan oleh produsen semakin meningkat, sehingga memberikan konsekuensi penting

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) 62 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampiran 2. Checklist Kesesuaian Pencantuman Label I II N O JENIS PRODUK 1 2 3 4 5 6 7 8

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi 41 Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi I II NO Nama Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 a b c d a b c a b c d e f a b

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya

Lebih terperinci

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI BOGOR WIWIT ARIF WIJAYA

PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI BOGOR WIWIT ARIF WIJAYA PEMENUHAN REGULASI PELABELAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI BOGOR WIWIT ARIF WIJAYA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

STELLA MARIA RAHARDJO

STELLA MARIA RAHARDJO EVALUASI KESESUAIAN PELABELAN PRODUK SUSU FORMULA DAN MAKANAN BAYI YANG BEREDAR DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI JENIS NOMOR REGISTRASI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; UU 7/1996, PANGAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal: 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Tentang: PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara No.239, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengawasan Pangan Olahan Organik. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012 RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012 Mata : Kebijakan Pangan Semester : 1 SKS : 3 (tiga) Diskripsi singkat : Mata kuliah ini berisi tentang pengaruh kebijakan regulasi harga regulasi

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012 Pasal 69 Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.709, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Formula Pertumbuhan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka pangan harus tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam jenisnya

Lebih terperinci

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA 44 BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA Sistem jaminan Pproduk Halal dari berbagai negara dievaluasi dengan mengikuti kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan ditambah beberapa hal yang

Lebih terperinci

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN 31 Oktober 2014 1 OUTLINE Aturan Kemasan Pangan STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Aturan Jepang Aturan Amerika Aturan Uni Eropa Label Makanan Tindakan Administratif

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1564 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PELABELAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan, tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan dapat membantu manusia dalam mendapatkan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein merupakan salah satu zat makanan yang diperlukan oleh manusia agar bisa bertumbuh kembang dan tetap sehat. Fungsi protein antara lain untuk membuat dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dan informasi dalam dunia usaha atau bisnis, informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada konsumen. Konsumen semakin

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK 00.05.52.0685 TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN POM RI Volume 10, No.5 September 2009 ISSN 1829-9334 INFORMASI NILAI GIZI PRODUK PANGAN Manfaat & cara pencantuman DAFTAR ISI Informasi

Lebih terperinci

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1996 (7/1996) Tanggal : 4 NOPEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/99; TLN 3656 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan mendasar manusia dalam bertahan hidup adalah adanya pangan. Pangan merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN. Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2

PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN. Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2 PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2 Biodata Evi Septiana Pane Sidoarjo, 27 September 1985 pyrena_eve@yahoo.com

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Oleh : CHRISTINA NATALYA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Oleh : CHRISTINA NATALYA i EVALUASI KESESUAIAN PELABELAN PRODUK MI YANG BEREDAR DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI JENIS NOMOR REGISTRASI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 EVALUATION OF LABELLING

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Seluruh tahap pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan di Jakarta serta supermarket di wilayah Jakarta Timur. Pengumpulan

Lebih terperinci

PEMENUHAN SYARAT LABEL DAN KESESUAIAN KLAIM SIKLAMAT PADA MINUMAN RINGAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH DKI JAKARTA RITA ASTUTI

PEMENUHAN SYARAT LABEL DAN KESESUAIAN KLAIM SIKLAMAT PADA MINUMAN RINGAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH DKI JAKARTA RITA ASTUTI PEMENUHAN SYARAT LABEL DAN KESESUAIAN KLAIM SIKLAMAT PADA MINUMAN RINGAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH DKI JAKARTA RITA ASTUTI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN

PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN PERATURAN-PERATURAN DALAM KEMASAN PANGAN Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan kepada konsumen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam potong (broiler) merupakan sumber hayati produk peternakan yang diperuntukkan sebagai makanan manusia, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Serial artikel sosialisasi halalan toyyiban PusatHalal.com Materi 5 KIAT MEMILIH PRODUK HALAL Oleh DR. Anton Apriyantono Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan aman) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF "MOCHIBO" AS A FOOD LABELLING ABSTRACT ABSTRAK

INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF MOCHIBO AS A FOOD LABELLING ABSTRACT ABSTRAK 112 Fitriah dan Kusumadinata Informasi label kemasan Mochibo INFORMASI LABEL KEMASAN MOCHIBO INFORMATION OF "MOCHIBO" AS A FOOD LABELLING M Fitriah 1a dan AA Kusumadinata 1 1 Program Studi Ilmu Komunikasi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 99, 1996 PERDAGANGAN, PANGAN, PERTANIAN, KESEHATAN, ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656 Menimbang : UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian i EVALUASI KESESUAIAN PELABELAN PRODUK WAFER YANG BEREDAR DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI JENIS NOMOR REGISTRASI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 EVALUATION OF LABELLING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

Grup I- Label Pangan

Grup I- Label Pangan Grup I- Label Pangan Label produk pangan adalah setiap keterangan mengenai produk pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN B A D A N P E N G A W A S O B A T D A N M A K A N A N R E P U B L I K I N D O N E S I A Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Tel. 4244691 4209221 4263333

Lebih terperinci

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/1996, PANGAN *9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Salah satu sumber bahan pangan berasal dari hewani, seperti

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Salah satu sumber bahan pangan berasal dari hewani, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang permintaannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Salah satu sumber bahan pangan berasal

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA

A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA A.PENDAHULUAN B.SKEMA PENJAMINAN KEAMANAN DAN MUTU BERDASARKAN PP NO. 28 TH.2004 C.SKEMA PENJAMINAN MUTU LAINNYA From surveys [1] to several parts in West Jawa (Bandung, Subang, Garut, Purwakarta, Sukabumi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan sebagai isi dari apa yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.06.52.0100 TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956 TAHUN 2011 TENTANG TATA LAKSANA

Lebih terperinci